Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN

DENGAN BRONCOPNEUMONIA DIRUANGAN KETILANG


RS. BHAYANGKARA MAKASSAR

Disusun Oleh:
Lailatul Khaeriya Rima
17.04.012

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR

2018
BAB I
KONSEP MEDIS
A. Pengertian
Bronchopneumoni merupakan salah satu jenis pneumonia yang memiliki
pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di
dalam bronchi & meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya.
(Smeltzer & Suzanne C, 2002 ).
Bronchopneumonia adalah penyakit virus pada saluran pernafasan bawah
yang ditandai peradangan bronkoli yang lebih kecil. Kamus Lengkap
Kedokteran 2005 D. Jombatan.
Bronchopneumonia adalah suatu peradangan alveoli atau pada
parenchyma paru yang terjadi pada anak (Wong & Donnal, 2004).
Pneumonia adalah inflamasi atau infeksi pada parenkim paru ( Betz C,
2002 ) Pneumonia adalah peradangan alveoli atau pada parenchim paru yang
terjadi pada anak. (Suriadi Yuliani, 2001) Pneumonia adalah suatu peradangan
paru yang disebabkan oleh bermacam- macam etiologi seperti bakteri, virus,
jamur dan benda asing (IKA, 2001).
Jadi bronkopnemonia adalah infeksi atau peradangan pada jaringan paru
terutama alveoli atau parenkim yang sering menyerang pada anak - anak
B. Klasifikasi Pneumonia
Berikut merupakan klasifikasi pneumonia :
1. Community Acquired Pneunomia dimulai juga sebagai penyakit
pernafasan umum & dapat berkembang menjadi sebuah pneumonia.
2. Pneumonia Streptococal ialah suatu organisme penyebab umum. Type
pneumonia ini umumnya menimpa kalangan anak-anak atau kalangan
orang lanjut usia
3. Hospital Acquired Pneumonia dikenal juga sebagai pneumonia
nosokomial. Organisme seperti ini ialah suatu aeruginisa pseudomonas.
Klibseilla / aureus stapilococcus, ialah bakteri umum penyebab hospital
acquired pneumonia. Lobar & Bronkopneumonia dikategorikan
berdasarkan lokasi anatomi infeksi. Saat Ini ini pneumonia
diklasifikasikan berdasarkan organisme, bukan cuma menurut lokasi
anatominya.
4. Pneumonia viral, bakterial & fungi dikategorikan berdasarkan dari agen
penyebabnya, kultur sensifitas dilakukan untuk dapat mengidentifikasikan
organisme perusak.( Reeves, 2001)
C. Etiologi
Broncopneumonia bisa dikatakan sebagai komplikasi dari penyakit yang
lain ataupun sebagai penyakit yang terjadi karena etiologi di bawah ini
Sebenarnya pada diri manusia sudah ada kuman yang dapat menimbulkan
bronkopneumonia sedang timbulnya setelah ada faktor- faktor prsesipitasi
yang dapat menyebabkan timbulnya.
1. Bakteri
Organisme gram positif yang menyebabkan bronkopneumonia bakteri
adalah steprokokus pneumonia, streptococcus aureus dan streptococcus
pyogenis.
2. Virus
Bronkopneumonia virus merupakan tipe pneumonia yang paling
umum ini disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui
transmisi droplet. Cytomegalovirus yang merupakan sebagai penyebab
utama pneumonia virus.
3. Jamur
Infeksi yang disebabkan oleh jamur seperti histoplasmosis menyebar
melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya
ditemukan pada kotoran burung.
4. Protozoa
Ini biasanya terjadi pada pasien yang mengalami imunosupresi seperti
pada pasien yang mengalami imunosupresi seperti pada penderita AIDS.

Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopneumonia adalah


daya tahan tubuh yang menurun misalnya akibat malnutrisi energy protein
(MEP): penyakit menahun, pengobatan antibiotic yang tidak sempurna.
D. Patofisiologi
Sebagai akibat masuknya zat kimia debu, asap rokok, kuman dan lain-lain.
Melalui jalan pernafasan atas maka jaringan paru-paru itu akan rusak dan
mengakibatkan pau-paru tidak dapat memenuhi oksigen yang cukup pada
tubuh. Dengan adanya produk yang dihasilkan oleh mikroorganisme tadi
berupa seputum yang menambah atau memperbesar sumbatan pada jalan nafas
sehingga memperkecil jumlah oksigen yang dihirup. Sumbatan ini sebagai
hasil dari proses infeksi yang terdapat dalam paru-paru, keadaan ini akan
memburuk jika sputum tidak dikeluarkan sedangkan produk terus betambah.
Oksigen yang berlawanan selanjutnya akan berdiskusi masuk kepembuluh
darah kemudian oksigen dan darah tadi akan kembali kejantung untuk
dipompakan keseluruh tubuh, sehingga kurang terpenuhinya kebutuhan
oksigen bagian paru-paru akan mengakibatkan suplai ini kedalam jaringan
menjadi berkuranga. Serta ada gangguan pada terminal jalan nafas dan alveoli
oleh mikroorganisme pathogen yaitu virus streptococcus aurent H. Influenza
streptococcus pneumonimia bakteri. Terdapat infiltran yang biasanya
mengenai pada multiple lobus terjadinya destruksi sel dengan menggagalkan
debriseluler kedalam lumen yang mengakibatkan gangguan fungsi alveolar
dan jalan nafas. Pada anak kondisi ini dapat akut dan kronik misalnya, aspirasi
benda asing dan congenital yang dapat mengakibatkan resiko pneumonia.
E. Manifestasi klinis
Penyakit ini umumnya timbul mendadak suhu meningkat 39-40 disertai
menggigil, nafas sesak dan cepat, batuk-batuk yang non produktif, nafas bunyi
pemeriksaan paru saat perkusi redup, saat auskultasi suara nafas ronchi basah
yang halus dan nyaring.
Batuk filek yang mungkin berat sampai terjadi insufisiensi (keadaan tak
dapat melakukan fungsi yang normal). Pernafasan dimulai dengan infeksi
saluran bagian atas, penderita batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, anoreksia
dan kesulitan menelan.
F. Pemeriksaan diagnostic
1. Foto polos : digunakan untuk melihat adanya infeksi di paru dan status
pulmoner
2. Nilai analisa gas darah: untuk mengetahui status kardiopulmoner yang
berhubungan dengan oksigenasi
3. Hitung darah lengkap dan hitung jenis: digunakan untuk menetapkan
adanya anemia, infeksi dan proses inflamasi
4. Pewarnaan gram: untuk seleksi awal anti mikroba
5. Tes kulit untuk tuberkulin: untuk mengesampingkan kemungkinan terjadi
tuberkulosis jika anak tidak berespon terhadap pengobatan
6. Jumlah lekosit: terjadi lekositosis pada pneumonia bakterial
7. Tes fungsi paru: digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru, menetapkan
luas dan beratnya penyakit dan membantu memperbaiki keadaan.
8. Spirometri statik digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang diinspirasi
9. Kultur darah spesimen darah untuk menetapkan agen penyebab seperti
virus
G. Komplikasi
1. Emfisema : Terdapatnya pus pada rongga pleura.
2. Atelektasis :Pengembangan paru yang tidak sempurna.
3. Abses paru :pengumpulan pus pada jaringan paru yg mengalami
peradangan.
4. Meningitis : Peradangan pada selaput otak. Infeksi sistomik
5. Endokarditis :peradangan pada endokardium.
H. Penatalaksanaan Medis
1. Pengobatan supportive bila virus pneumonia
2. Bila kondisi berat harus dirawat
3. Berikan oksigen, fisiotherapi dada dan cairan intravena
4. Antibiotik sesuai dengan program
5. Pemeriksaan sensitivitas untuk pemberian antibiotic
I. Pencegahan pada Anak
1. Hindari anak dari adanya paparan asap rokok, polusi dan tempat
keramaian yang berpotensi terjadinya penularan.
2. Hindari kontak langsung anak dengan penderita ISPA
3. Membiasakan melakukan pemberian ASI Segera berobat apabila terjadi
demam, batuk, dan pilek, terlebih disertai suara sesak dan sesak pada
anak.
4. Imunisasi Hb untuk kekebalan terhadapa hameophilus influenza.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan suatu proses sistematis dari pengumpulan data,
ferifikasi dan komunikasi data tentang klien, fase pengkajian meliputi
pengumpulan data dari sumber primer (klien) dan sumber sekunder (keluarga,
tenaga kesehatan) dan analisis data sebagai dasar untuk merumuskan diagnose
keperawatan.
Pengkajian merupakan data dasar pasien yang terdiri dari data subyektif
dan data obyektif. Data dasar klien adalah komplikasi data yang dikumpulkan
tentang pasien. Data dasar pasien terdiri dari riwayat keperawatan,
pemeriksaan fisik, dan hasil pemeriksaan diagnostic, data subyektif terdiri dari
apa yang dilaporkan, diyakini dan dirasakan klien, sedangkan data obyektif
adalah yang dihasilkan dari observasi.
1. Riwayat pengkajian
a. Adanya riwyat infeksi saluran pernafasan sebelumnya batuk, filek,
demam.
b. Anoreksia, sukar menelan, mual dan muntah.
c. Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas seperti
malnutrisi.
d. Anggota keluarga lain yang mengalami sakit saluran pernafasan
e. Batuk produktif, pernafasan cuping hidung, pernafasan cepat dan
dangkal, gelisah dan sianosis.
2. Pemeriksaan fisik
a. Demam, pakipnea, sianosis, pernafasan cuping hidung
b. Auskultasi ronki basah
c. Laboratorium leukosiyosia, LED meningkat atau normal
d. Rontegn dada normal (bercak, konulidasi yang terbesar pada kedua
paru)
3. Faktor fisiologis/perkembangan memahami tindakan
a. Usia tingkat perkembangan
b. Toleransi/kemampuan memahami tindakan
c. Koping
d. Pengalaman terpisah dari keluarga
e. Infeksi sebelumnya
4. Pernafasan
 Gejala: Pernafasan dangkal
 Tanda : Terdapat seputum, bunyi nafas ronkhi dan wheezing
5. Sirkulasi
 Tanda : Penampilan kemerahan atau pucat
6. Makanan/cairan
 Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual, muntah
 Tanda : Malnutrisi, kulit kering, turgor buruk.
7. Nyeri/kenyamanan
 Gejala : Sakit kepala, nyeri dada dan batuk.
8. Aktivitas/istirahat
 Gejala : Kelemahan, kelelahan
 Tanda: Penurunan toleransi
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret
di jalan nafas
2. Gangguan petukaran gas berhubungan dengan meningkatnya sekresi dan
akumulasi exudat
3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan demam,
menurunnya intake dan tachipnea
4. Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan invasif
pemasangan infus
5. Risiko tinggi terjadi kerussakan integritas kulit berhubungan dengan bed
rest total
6. Risiko tinggi terjadi cedera berhubungandengan kejang
C. Intervensi
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sekret di jalan nafas
Tujuan: setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam jalan
nafas menjadi bersih
Kriteria Hasil :

 Suara nafas bersih tidak ada ronkhi atau rales, wheezing


 Sekret di jalan nafas bersih
 Cuping hidung tidak ada
 Tidak ada sianosis
Intervensi:

 Kaji status pernafasan tiap 2 jam meliputi respiratory rate, penggunaan


otot bantu nafas, warna kulit
 Lakukan suction jika terdapat sekret di jalan nafas
 Posisikan kepala lebih tinggi
 Lakukan postural drainage
 Kolaborasi dengan fisiotherapist untuk melaakukan fisiotherapi dada
 Jaga humidifasi oksigen yang masuk
 Gunakan tehnik aseptik dalam penghisapan lendir
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya penumpukan
cairan di alveoli paru
Tujuan: setelah dilaksakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
pertukaran gas dalam alveoli adekuat.
Kriteria Hasil:

 Akral hangat
 Tidak ada tanda sianosis
 Tidak ada hipoksia jaringan
 Saturasi oksigen perifer 90%
Intervensi:

 Pertahankan kepatenan jalan nafas


 Keluarkan lendir jika ada dalam jalan nafas
 Periksa kelancaran aliran oksigen 5-6 liter per menit
 Konsul dokter jaga jika ada tanda hipoksia/ sianosis - Awasi tingkat
kesadaran klien
3. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan demam,
menurunnya intake dan tachipnea
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam tidak
terjadi kekurangan volume cairan.
Kriteria Hasil:

 Tidak ada tanda dehidrasi


 Suhu tubuh normal 36,5-37 0C
 Kelopak mata tidak cekung
 Turgor kulit baik
 Akral hangat
Intervensi:

 Kaji adanya tanda dehidrasi


 Jaga kelancaran aliran infus
 Periksa adanya tromboplebitis
 Pantau tanda vital tiap 6 jam
 Lakukan kompres dingin jika terdapat hipertermia suhu diatas 38 C
 Pantau balance cairan
 Berikan nutrisi sesuai diit
 Awasi turgor kulit
4. Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan invasif
pemasangan infuse
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam tidak
terjadi infeksi akibat pemasangan infus.
Kriteria Hasil:

 Aliran infus lancar


 Tidak ada tanda infeksi pada tempat pemasangan infus
 Suhu tubuh dalam batas normal
 Tidak ada tromboplebitis
Intervensi:

 Awasi adanya tanda- tanda infeksi pada tempat pemasangan infus


 Jaga kelancaran aliran infus
 Jaga kenbersihan tempat pemasangan infus
 Jaga tempat pemasangan infus tetap kering
 Tutup tempat pemasangan infus dengankasa betadin
 Ganti lokasi pemasangan infus tiap 3 x 24 jam
5. Risiko tinggi terjadi kerussakan integritas kulit berhubungan dengan
bed rest total
Tujuan: seletah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam tidak
terjadi kerusakan integritas kulit
Kriteria Hasil:

 Tidak terdapat luka dekubitus pda lokasi yang tertekan


 Warna kulit daerah tertekan tidak hipoksia, kemerahan
Intervensi:

 Lakukan massage pada kulit tertekan


 Monitor adanya luka dekubitus
 Jaga kulit tetap kering
 Berikan kamfer spiritus pada punggung dan daerah tertekan
 Jaga kebersihan dan kekencangan linen
6. Risiko tinggi terjadi cedera berhubungandengan kejang
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam tidak
terjadi injuri akibat kejang
Kriteria Hasil:

 Tidak ada injuri pada bagian tubuh jika terjadi kejang


 Orang tua selalu mengawasi disamping anaknya
 Orang tua melapor jika terjadi kejang
 Tempat tidur terpasang pengaman
Intervensi:

 Pasang pengaman di sisi tempat tidur


 Anjurkan orang tua untuk melapor jika terjadi kejang
 Siapkan sudip lidah/ pasang pada mulut pasien
 Kolaborasi berikan anti kejang luminal dan diazepam
 Berikan obat sesuai program
 Awasi adanya kejang tiap 15 menit sekali
Daftar Pustaka
Suriadi, Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: CV Sagung
Seto;2001
Staf Pengajar FKUI. Ilmu Kesehatan Anak, Buku Kuliah 3.
Jakarta: Infomedika;2000
Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC; 1997
Betz & Sowden. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Jakarta: EGC;2002
Wong and Whaley. ( 1995 ). Clinical Manual of Pediatric Nursing. Philadelphia:
Bobok, M Irene. 2005. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Laksamana, Hendra. T. 2005. Kamus Kedokteran. Jakarta: D. Jambatan.
Ngastiah. 2005. Perawatan Anak Sakit .Jakarta: EGC
Wong. Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai