Anda di halaman 1dari 64

BAB I

SKENARIO DAN LPR

1.1. Skenario

“Kejang Demam”

Halaman 1

ANAMNESIS

KELUHAN UTAMA

Seorang anak laki-laki berusia 17 tahun datang ke IGD dibawa ibunya dengan keluhan kejang
sekitar 1 jam yang lalu.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Satu hari seebelum masuk rumah sakit, pasien panas, yang mendadak tinggi. Panas disertai
batuk, tidak ada pilek, tidak ada muntah dan tidak ada sesak. Satu jam sebelum dibawa rumah
sakit, pasien kejang, kejang terjadi di seluruh tubuh. Tangan dan kaki pasien kaku, mata
melirik ke atas. Kejang berlangsung selama dua menit, satu kali, dan berhenti sendiri. Setelah
kejang berhenti, pasien menangis. Kemudian pasien dibawa ke UGD RS. Sampai di UGD,
pasien sudah tidak kejang, namun badan masih panas.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pasien tidak pernah mengalami kejang sebelumnya.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Riwayat kejang dalam keluarga disangkal dan riwayat epilepsi dalam keluarga disangkal.

1
RIWAYAT KELAHIRAN

Pasien lahir dengan berat lahir 2600 gram dengan panjang 48 cm, lahir spontan, langsung
menangis kuat segera setelah lahir, usia kehamilan 38 minggu.

RIWAYAT IMUNISASI

Pasien tidak pernah diikutkan imunisasi karena menurut nenek pasien, tetangganya setelah
imunisasi mengalami kejang sehingga neneknya takut cucunya mengalami hal yang sama.

RIWAYAT TUMBUH KEMBANG

Pasien sudah bisa berjalan sendiri, sudah bisa berkata “ma-ma, pa-pa” bila memanggil
orangtuanya, “mbah” untuk kakek dan nenek dan sudah bisa mengatakan keinginannya
seperti “mamam” untuk makan, “mum” untuk minum dan sudah bisa minum sendiri.

2
Halaman 2

Pemeriksaan Fisik

Kesadaran : compos mentis

Berat badan : 10 kg

Tinggi Badan : 76 cm

Tanda Vital : Denyut nadi : 120 x/menit Suhu : 39 ᵒC (axilla)

Frekuensi nafas : 32 x/menit

Kepala : bentuk normocephal, rambut hitam sukar dicabut dan distribusi merata, UUB
sudah menutup.

Mata : Mata cekung : (-/-)

Konjungtiva pucat : (-/-)

Sklera ikterik : (-/-)

Pupil isokor

Refleks cahaya : (+/+)

Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-), secret (-/-)

Mulut : bibir sianosis (-/-), mukosa basah (+)

Telinga : bentuk normal, sekret (-/-)

Tenggorokan : uvula ditengah, tonsil hiperemis (-) T1-T1, faring hiperemis (+)

Leher : Trakea ditengah, kelenjar getah bening tidak teraba membesar.

Thoraks

Jantung :

3
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal dan regular, tidak ada bising

Paru :

Inspeksi : Bentuk simetris, pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Tidak dilakukan

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronkhi (-), tidak ada wheezing

Ekstremitas : akral dingin tidak ada, sianosis tidak ada, edema tidak ada, arteri dorsalis
pedis teraba kuat, capillary refill time < 2 detik.

Pemeriksaan Neurologis

Motorik : Koordinasi baik, kekuatan baik

Sensorik : Belum dapat dinilai

Refleks fisiologis : Positif

Refleks patologis : Negatif

Tanda meningeal :

Kaku kuduk : (-)

Brudzinsky I : (-)

Brudzinsky II : (-)

Kernig : (-)

4
Pemeriksaan Penunjang

Hematologi

Hb : 11,1 d/dL

Ht : 34 %

Leukosit : 10.200

Trombosit : 300.000

Gula darah sewaktu : 105 mg/dL

Na+ : 136 mmol/L

K+ : 4,0 mmol/L

Cl- : 102 mmol/L

Hitung jenis : Eosinofil : 1,00 %

Basofil : 0,10 %

Netrofil : 64,80 %

Limfosit : 28,10 %

Monosit : 6,00 %

5
- Kejang demam sederhana
- Faringitis

PENATALAKSANAAN

- Pemberian injeksi Diazepam dosis 0,25 mg – 0,5 mg/kgBB/kali intra vena jika kejang
berulang atau diazepam rektal 5 mg.
- Antipiretik : Paracetamol dosis 10 – 15 mg/kgBB/kali bila demam (interval pemberian
terpendek 4 jam).
- Pencegahan intermitten : Diazepam oral 0,1 mg/kgBB/kali tiap 8 jam bila demam atau
Diazepam rektal 5 mg tiap kali tiap 12 jam bila demam diatas 38 ᵒC.
- Kompres air hangat.

PLANNING

1. Dianjurkan pemeriksaan lumbal pungsi (LCS)


2. Edukasi kepada orangtua pasien.

6
1.2. Terminologi

Terminologi yang kami dapat pada case ini, yaitu :

1. Kejang

- Kontraksi yang involunter dan kuat atau serangkaian kontraksi otot-otot volunter.
- Suatu manifestasi klinik dari lepas muatan listrik berlebihan dari sel-sel neuron di
otak yang terganggu fungsinya.

2. Epilepsi

- Semua kelompok sindrom yang ditandai oleh serangan-serangan transien


gangguan fungsi otak.
- Gangguan ini dapat berupa terganggunya atau hilangnya kesadaran secara
episodik, fenomena motorik abnormal, gangguan psikis atau gangguan sensorik,
atau kekacauan sistem saraf otonom.

1.3. Problem

 Anak laki-laki, berusia 17 bulan.


 Keluhan utama : kejang 1 jam yang lalu.
 RPS : satu hari sebelum masuk rumah sakit, panas mendadak tinggi, batuk, tidak
ada pilek, tidak ada muntah, dan tidak sesak. Satu jam sebelum dibawa ke rumah
sakit, pasien kejang, tangan dan kaki kaku, mata melirik ke atas. Kejang selama 2
menit, 1 kali, dan berhenti sendiri. Kejang berhenti, pasien menangis.
 RPD : tidak pernah kejang.
 RPK : kejang dan epilepsi disangkal.
 Riwayat kelahiran : berat lahir 2600 gram, panjang 48 cm, lahir spontan, langsung
menangis kuat setelah lahir, usia kehamilan 38 minggu.
 Riwayat imunisasi : tidak pernah imunisasi.
 Riwayat tumbuh kembang : sudah bisa berjalan sendiri, bisa berkata “ma-ma, pa-
pa, mbah”, mengatakan keinginannya “mamam, mum”.
 Pemeriksaan fisik : composmentis, BB = 10 kg, TB = 76 cm.

7
- Tanda vital: Nadi = 120 x/menit, Frekuensi nafas = 32 x/menit, Suhu =
39ᵒC.
- Kepala : bentuk normocephal, rambut : normal, UUB : menutup
- Mata : mata cekung (-), konjungtiva pucat (-), sclera ikterik (-), pupil
isokor, refleks cahaya (+).
- Hidung, mulut, telinga : Normal.
- Tenggorokan : Faring hiperemis (+).
- Leher, jantung, paru, ekstremitas : Normal.
 Pemeriksaan neurologis :
- Motorik : koordinasi baik, kekuatan baik
- Sensorik : belum dapat dinilai.
- Refleks fisiologis : (+)
- Refleks patologis : (-)
- Tanda meningeal : kaku kuduk, brudzinsky I, brudzinsky II, dan kernig =
(-)
 Pemeriksaan penunjang :
- Hematologi : Leukosit ( ) = 10.200

1.4. Hipotesis

1. Kejang demam
2. Meningitis

8
1.5. Mekanisme

Anak laki-laki, 17 bulan

Panas disertai batuk

Kejang

Meningitis Kejang demam

- Suhu = 39ᵒC - Suhu = 39ᵒC


- Kejang - Kejang
- Tanda meningeal - Faring hiperemis
- Leukosit ( )

Kejang deman e.c. Faringitis

1.6. More Info


1. Pemeriksaan Fisik
Vital sign : HR, RR, nadi, suhu
Kepala leher : mata dan telinga
Ekstremitas : tangan dan kaki
Thoraks : jantung dan paru-paru
Abdomen
2. Pemeriksaan Penunjang
Lumbal Pungsi
Kadar elektrolit
Leukosit

9
1.7.I Don’t Know (IDK) & Learning Issues (LI)
1. Otak
a. Anatomi
b. Histologi
c. Fisiologi
2. Kejang
a. Definisi
b. Etiologi
c. Epidemiologi
d. Klasifikasi
e. Diagnosa
f. Patofisiologi
g. Penatalaksanaan
3. Kejang Demam
a. Definisi
b. Etiologi
c. Epidemiologi
d. Klasifikasi
e. Diagnosa
f. Patofisiologi
g. Penatalaksanaan
4. Epilepsi
a. Definisi
b. Etiologi
c. Epidemiologi
d. Klasifikasi
e. Diagnosa
f. Patofisiologi
g. Penatalaksanaan

5. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


a. Pertumbuhan: BB, TB, LK, LILA
b. Perkembangan:
- Gangguan perkembangan

10
- Pertumbuhan fisik janin intrauterin dan setelah lahir
- Perkembangan motorik halus dan kasar
- Tahap-tahap perkembangan
- Faktor yang mempengaruhi perkembangan (gizi, genetik, lingkungan pada
periode prenatal dan postnatal)

11
BAB II

PEMBAHASAN

1. OTAK
A. ANATOMI
 Muncul awal minggu ke-3 berasal dari ectoderm yang menebal

 18 hari,Penebalan lempeng saraf membentuk neural fold.Terdapat nodus primitive


membentuk garis primitive
 20 hari,Tepi neural fold menyatu membentuk tabung saraf.Sudah terdapat neural
groove dan somit
 22 hari,Ujung-ujung bebas tabung saraf membentuk neuroporus kranialis dan kaudalis
yang berhubungan dengan rongga amnion
 25 hari,Setelah somit berjumlah 18-20 buah terjadi penutupan neuroporis kaudalis

12
 26-27 hari,Penutupan neuroporis kaudalis
 27 hari,Ujung sefalik tabung saraf membentuk 3 dilatasi vesikel otak primer
 5 minggu
1. Prosensefalon,terdiri dari telensefalon dan diensefalon
2. Mesensefalon dipisahkan oleh istmusrombensefalon dengan rombensefalon
3. Rombensefalon terdiri dari metensefalon (pons,serebelum) dan mielensefalon

Prosensefalon (Otak depan)

1.Diensefalon

 Bagian kaudal,lempeng atas membentuk epifisis


 Lempeng alar membentuk thalamus dan hipotalamus yang dibatasi oleh alur sulkus
hipotalamus
 Hipofisis,Pertama terdiri dari penonjolan ectoderm stomodeum tepat didepan
membrane bukofaringealis yang akan membentuk kantung rathke.Kedua,berasal dari
perluasam kearah bawah dari diensefalon yang akan membentuk infundibulum.Saat
minggu ke-3,kantung rathke tumbuh kearah dorsal menuju infundibulum,bulan ke-2
kantong ini kehilangan hubungan dengan rongga mulut dan berhubungan dengan
infundibulum membentuk hipofisi.

13
2.Telensefalon

 Hemisferum Serebri yang akan berkembang menjadi lobus temporalis,lobus


frontalis,lobus oksipitalis,dan lobus parietalis.Dipisahkan oleh insula yang lama-
kelamaan akan berkembang menjadi gyrus.
 Lamina terminalis akan membentuk komisura dan korpus kalosum

14
Mesensefalon (Otak tengah)

1.Lempeng alar

 Kolkulus anterior untuk pusat korelasi dan reflex untuk impuls penglihatan
 Kolkulus posterior untyk pemancar sinaptik untuk reflex auditorik

2.Lempeng basal

 Kelompok eferen somatic medial,mempersarafi otot mata


 Kelompok efern visceral umum,mempersarafi m.sfingter pupilae
 Lapisan marginal mempersarafi cerebri

15
Rombensefalon (Otak belakang)

1.Mielensefalon (6 minggu) mengandung medulla oblongata

 Lempeng atap,mengandung selapis sel ependium yang ditutupi oleh mesenkim


vascular dan piameter.Mesenkim vascular akan terus berproliferasi aktif sehingga
membentuk tonjolan invaginasi membentuk kantung ke dalam rongga ventrikel
dibawahnya yang menghasilkan cairan serebrospinal.
 Lempeng alar,mengandung nucleus pemuncar sensori.Yang pertama,kelompok medial
aferen visceral umum untuk menerima informasi interoseptik dari saluran cerna dan
jantung.Kedua,kelompok inter aferen visceral khusus untuk menerima impuls dari
papil pengecap lidah,palatum,orofaring,epiglottis.Ketiga,Kelompok aferen somatic
untuk menerima impuls dari telinga.
 Lempeng basal,mengandung nucleus motorik.Yang pertama,aferen somatic medial
menuju ke mielensefalon mencakup nervus hipoglotis mempersarafi otot lidah.Selain
itu menuju ke metensefalon dan mesensefalon mempersarafi otot mata.Kedua,eferen
visceral khusus intermedial yang menuju ke mesensefalon mempersarafi otot lurik
arkus faring.juga menuju ke mielensefalon membentuk nervus aksesorius vagus
faringeus.

16
2.Metensefalon

 Lempeng basal nucleus motorik.Pertama,eferen somatic medialnukleus nervus


abdusens.Kedua,eferen visceral khususnukleus nervus trigeminus dan fasialisotot
arkus faring 1 dan 2.Ketiga,eferen visceral umumkelenjar submandibula dan
sublingual
 Lempeng alar,terdiri dari 3 nukleus sensorik,pertama aferen visceral umum,kedua
kelompok aferen visceral khusus,ketiga aferen somatic lateralneuron trigeminus dan
sebagian kompleks vesibolukoklear.

3.Serebelum

 Lempeng alar menekukbibir rombikakibat semakin dalamnya fleksura


pontina,bibir rombik membentuk lempeng serebelum pada mudigah 12
minggu.Terdiri dari dua,pertama bagian tengah atau vermisnodul.kedua bagian
lateral atau hemisferflokulus.

17
18
B. HISTOLOGI

1) NEURON
 Merupakan unit fungsional dalam SSP dan SST
 Terdiri atas: badan sel (perikarion), yang merupakan pusat trofik atau sintesis
untuk keseluruhan sel saraf dan juga menerima stimulus; dendrit, yaitu prosessus
panjang yang dikhususkan untuk menerima stimulus dari lingkungan; akson,
prosessus tunggal yang dikhususkan untuk menciptakan atau menghantarkan
impuls saraf ke sel-sel lain.
1. BADAN SEL (Perikarion)
- Mengandung nukleus dan sitoplasma disekelilingnya
- Nukleus eukromatik (terpulas pucat), sferis, dan sangat besar, dengan
nukleolus yang nyata
- Kromatin halus tersebar merata, menggambarkan tingginya aktivitas sintesis
sel
- Memiliki RE kasar yang tersusun berupa agregat sisterna paralel
- Di sitoplasma terdapat banyak poliribosom
- Aparatus Golgi hanya terdapat dalam badan sel, tetapi mitokondria dapat
dijumpai diseluruh sel, terutama di ujung akson.
2. DENDRIT
- Umumnya pendek dan bercabang-cabang
- Diselubungi oleh banyak sinaps
- Percabangan dendrit memungkinkan sebuah neuron untuk menerima dan
mengintegrasi sejumlah besar ujung akson dari sel saraf lain
- Spina dendrit merupakan tempat pemrosesan pertama bagi sinyal sinaptik yang
tiba di neuron. Perangkat pemrosesan terdapat didalam suatu kompleks protein
yang melekat pada permukaan sitosol membran pascasinaps.
3. AKSON
- Umumnya pendek dan bercabang-cabang
- Diselubungi oleh banyak sinaps
- Percabangan dendrit memungkinkan sebuah neuron untuk menerima dan
mengintegrasi sejumlah besar ujung akson dari sel saraf lain

19
- Spina dendrit merupakan tempat pemrosesan pertama bagi sinyal sinaptik yang
tiba di neuron. Perangkat pemrosesan terdapat didalam suatu kompleks protein
yang melekat pada permukaan sitosol membran pascasinaps.

Gambar 1. Sel Neuron

2) SISTEM SARAF PUSAT (SSP)


 Terdiri dari cerebrum, cerebellum, dan medula spinalis
 Tidak memiliki jaringan ikat sehingga konsistensinya relatif lunak
 Bila diiris, cerebrum, cerebellum, dan medula spinalis memperlihatkan daerah
putih (substansia alba → di medula cerebri dan cerebellum) dan kelabu (substansia
grisea → di korteks cerebri dan cerebellum); perbedaan tersebut karena adanya
perbedaan distribusi myelin
 Komponen utama substansia alba: akson bermielin, oligodendrosit penghasil
mielin, mikroglia, dan tidak mengandung badan neuron
 Komponen utama substansia grisea: sejumlah besar badan neuron, dendrit, bagian
awal akson yang tidak bermielin, astrosit, dan mikroglia.

Gambar 2. Substansia Alba (kiri) dan Substansia Grisea (kanan)

20
Tabel 1. Asal dan fungsi utama sel neuroglia

Gambar 3. Sel Glia SSP

21
Sel Astrosit

Terdapat 2 jenis astrosit:


1. Astrosit Protoplasmatis (ditemukan dalam substansia grisea otak dan sedikit
substansia alba. Badan selnya sebesar badan sel piramid. Inti selnya besar tapi sukar
dikenali, sitoplasma bercabang banyak dan tampak gemuk atau tebal
2. Astrosit Fibrosa (banyak terdapat dalam substansia alba otak dan sedikit di
substansia grisea. Inti selnya sukar dilihat. Percabangan sitoplasmanya banyak,
tetapi kurus atau tipis).

Sel Ependim

• Merupakan sel glia yang cukup besar tetapi masih lebih kecil daripada astrosit
• Terdapat dalam substansia grisea dan alba, biasanya dekat sel pyramid
• Badan sel mirip kacang kedelai
• Percabangan sitoplasmanya kurus dan sedikit
• Inti selnya relatif besar

Sel Mikroglia

22
• Merupakan sel glia yang paling kecil
• Terdapat di substansia grisea dan alba
• Badan sel agak gepeng, intinya sukar dilihat
• Percabangan sitoplasma cukup besar.

Cerebrum

Cerebellum

23
• Mempunyai banyak inti sel (bintik-bintik bulat warna hitam)
• Pada korteks, terdapat 2 lapisan: lapisan molekular di sebelah luar dan lapisan
granular di sebelah dalam
• Sel Purkinje letaknya dilapisan molekular, badan selnya terdapat pada batas antara
lapisan molekular dan granular, dendritnya mengarah ke lapisan molecular
• Inti sel besar, bentuknya bulat atau lonjong, anak inti jelas.

Ganglion Spinalis

• Merupakan sel saraf yang berbentuk polygonal


• Percabangan sitoplasma ada, tapi tidak jelas
• Inti sel bulat atau lonjong dengan anak inti yang jelas
• Disekitar sel ganglion terdapat banyak potongan serat saraf dan sel satelit.

Medula Spinalis

• Sel saraf motorik terdapat pada kornu anterior medula spinalis. Bagian ini mudah
dikenali karena terdapat pada bagian tengah mempunyai gambaran mirip kupu-
kupu
• Selnya besar dan polygonal
• Sitoplasma bercabang-cabang, intinya besar berbentuk bulat atau lonjong dengan
anak inti yang jelas
• Percabangan sitoplasma yaitu dendrit dan neurit jelas terlihat
• Badan sel dan dendrit terlihat mengandung badan Nissl sedangkan akson atau
neurit tidak
• Pangkal akson disebut akson Hillock, tidak mengandung substansi Nissl, sehingga
mudah dikenali.

24
Gambar 4. Medula Spinalis

3) SISTEM SARAF TEPI (SST)


1. Serabut Saraf
• Terdiri atas akson yang dibungkus selubung, berasal dari crista neuralis
embrional
• Pada serabut saraf perifer, akson diselubungi oleh sel Schwann, juga disebut
Neurolemmosit
• Akson berdiameter kecil adalah serabut saraf tak bermielin, sedangkan
akson berdiameter besar adalah serabut saraf bermielin.

25
Gambar 5. Sel Glia Sistem Saraf Tepi

Serabut Bermielin

Akson berdiameter besar, diselubungi oleh neurolemmosit yang tidak berdiferensiasi


dan menjadi serabut saraf bermielin. Berbagai lapisan membran sel Schwann menyatu
sebagai mielin, yakni kompleks lipoprotein keputihan dengan unsur lipid. Diantara sel-sel
Schwann berdekatan terdapat celah, disebut Nodus Ranvier.

Gambar 6. Sel Bermielin

26
Serabut Tidak Bermielin

SSP kaya akan akson yang tidak bermielin. Namun, pada sistem saraf perifer, semua
akson yang tidak bermielin terselubungi di dalam lipatan sel Schwann. Sel Schwann yang
berdekatan disepanjang serabut saraf yang tidak bermielin, tidak membentuk nodus Ranvier.

Gambar 7. Akson Tidak Bermielin

2. Saraf
• Memiliki tampilan mengilap dan keputihan karena kandungan mielin dan
kolagennya
• Diluar terdapat lapisan fibrosa iregular, disebut epineurium, berlanjut lebih
dalam, mengisi rongga antara berkas-berkas serabut saraf. Setiap berkas
(fasciculus) dikelilingi oleh perineurium, yaitu selpais jaringan ikat khusus yang
terdiri atas lapisan sel-sel gepeng mirip epitel
• Didalam selubung perineurium terdapat akson-akson berselubung sel Schwann
dan jaringan ikat pembungkusnya, yaitu endoneurium (terdiri atas selapis tipis
jaringan ikat longgar, bergabung dengan lamina external kolagen tipe IV, laminin,
dan protein lain).

27
Gambar 8. Saraf

3. Ganglia
 Merupakan struktur lonjong, mengandung badan sel neuron dan sel glia yang
ditunjang oleh jaringan ikat. Bekerja menghantarkan impuls saraf, satu saraf
masuk, dan satu saraf lain keluar.
 Arah impuls menentukan ganglion merupakan ganglion sensorik atau otonom.
Ganglia Sensorik
Menerima impuls aferen Yang menuju SSP. Berhubungan dengan saraf
kranialdan radiks dorsal saraf spinal
Ganglia Otonom
Mempengaruhi efek aktivitas otot polos, sekresi kelenjar, memodulasi irama
jantung, dan aktivitas involunter lainnya sehingga dapat mempertahankan
homeostasis.

28
Gambar 9. Ganglia (G: Ganglion; C: Jaringan ikat khusus; F: Fasciculus; S: Sel
satelit; L: Lipofuksin; N: Badan sel Neuronal; )

29
C. FISIOLOGI

TRANSMISI SINYAL

Definisi: Merupakan pemindahan impuls saraf dari satu neuron ke neuron yang lain (sinap)

Dimana sinyal listrik sendiri dihasilkan oleh perubahan pada perpindahan ion – ion yang
melintasi membran plasma. Sinap merupakan hubungan satu terminal akson (suatu neuron)
dengan denrid dari neuron yang lain. Terminal akson (neuron prasinap) – dendrid (neuron
pascasinap)

Terminal akson suatu neuron prasinap menghantarkan potensial aksinya menuju ke sinap dan
berakhir pada synaptic knob. Synaptic knob mengandung vesikel sinap yang pada akhirnya
neurotransmiter yang telah disintesis akan di kemas oleh neuro prasinap dalam bentuk vesikel
– vesikel sinap. Synaptic knob terletak dekat dengan neuron pascasinap namun ridak
menempel. Terdapat celah yang berisi pintu – pintu atau kanal – kanal (Kalium, Natrium)
yang disebut dengan celah sinap.

1. Ketika potensial aksi di nuron prasinap menjalar ke terminal akson, perubahan lokal
memicu terbukanya saluran kalsium berpintu voltase di synaptic knob
2. Karena kalsiu dalam ces lebih pekat, ion ini mengalir menuju synaptic knob melalui
kanal yang terbuka
3. Kalsium memicu pelepasan neurotransmiter dari vasikel sinap ke celah sinap secara
eksositosis
4. Neurotransmitter dibebaskan berdifusi dan berikatan dengan reseptor protein masing –
masing (subsinap)
5. Pengikatan memicu terbuka saluran ion spesifik di membran subsinap dan mengubah
permeabilitas neuron pascasinap

30
DEPOLARISASI

Definisi:

- Penurunana besar potensial membran negativ dimana potensial membran bergerak


menuju 0mV dan menjadi kurang negatif.
- Keadaan dimana membran mendadak menjadi permeabel terhadap ion natrium
sehingga ion natrium yang bermuatan positiv mengalir ke interior akson dalam
jumblah besar dan terjadi peningkatan potensial menuju ke arah yang lebih positif.

REPOLARISASI

Definis:

- Potensial kembali menjadi potensial istirahat setelah mengalami depolarisasi.


- Keadaan dimana dalam 1/10.000 detik setelah membran menjadi permeabel thd
natrium, saluran natrium mulai menutup dan saluran kalium terbuka lebih besar lalu
terjadi perpindahan ion kalium menuju eksterior akson dengan cara berdifusi dan
memulihkan potensial membran menuju ke keadaan istirahat.

HIPERPOLARISASI

Definisi:

- Peningkatan besar potensial membran negativ, dimana membran menjadi lebih


terpolarisasi dibandingkan pada saat potensial istirahat terjadi sehingga potensial
membran semakin menjauhi 0mV atau menjadi lebih negativ dari saat potensial
istirahat.
- Dapat menyebabkan jaringan jaringan kurang peka terhadap rangsangan.

31
SINYAL LISTRIK

Saraf dan Otot adalah Jaringan yang Dapat Tereksitasi

Semua sel tubuh memiliki potensial membran yang berkaitan dg distribusi yang tidak merata
serta perbedaan permeabilitas dari Na, K, & anion besar intrasel.

Mampu mengalami perubahan yang cepat untuk sementara waktu pada potensial
membrannya. Fluktuasi potensial ini, berfungsi sebagai sinyal listrik.

POTENSIAL MEMBRAN ISTIRAHAT

Merupakan potensial membran konstan yang ada ketika sebuah sel jaringan yang dapat
tereksitasi memperlihatkan perubahan potensial yang cepat.

POTENSIAL BERJENJANG

Potensial cepat menghilang dlm jarak dekat.

Merupakan perubahan lokal potensial membran yang terjadi dlm berbagai derajat/tingkat
kekuatan.

Contoh: Potensial membran berubah dr -70 mjd -60 mV, perubahan Potensial Berjenjangnya
-10mV.

*semakin kuat kejadian pencetusnya, semankin besar potensial berjenjang yang terjadi.

Kejadian Pencetus berupa :

1. Stimulus, sinar yang merangsang sel saraf tertentu di mata.


2. Interaksi suatu zat perantara kimiawi dengan reseptor permukaan pada membran sel
saraf/otot.
3. Prubahan spontan potensial akibat ketidakseimbangan siklus pengeluaran &
pemasukan ( kebocoran-pemompaan )

32
Potensial Berjenjang secara Lokal, terjadi pada membran sel saraf/sel otot:

 Aliran Arus Lokal


 Aliran Arus Pasif

Potensial Aksi

 Merupakan pembalikan singkat potensial membran akibat perubahan cepat


permeabilitas membran.
 Membran sel saraf dan sel otot mengalami pembalikan potensial membran yang
berlangsung cepat & singkat, mampu menyebar ke seluruh membran tanpa mengalami
penyusutan.

33
2. KEJANG

Definisi

Kejang merupakan suatu manifestasi klinik dari lepas muatan listrik berlebihan dari
sel-sel neuron di otak yang terganggu fungsinya.

Dapat disebabkan oleh kelainan fisiologis, kelainan biokimia, atau gabungan dari
ketiga kelainan tersebut.

Etiologi

 Terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari suatu populasi neuron
yang sangat mudah terpicu (fokus kejang), sehingga mengganggu fungsi normal otak
 Juga terjadi dari jaringan otak normal di bawah kondisi patologik tertentu, seperti :
- Perubahan keseimbangan asam-basa / elektrolit
 Kejang dapat merupakan manifestasi dari suatu penyakit mendasar yang
membahayakan, misalnya :
- Gangguan metabolisme
- Infeksi intrakranium
- Gejala putus obat
- Intoksikasi obat (over doses)
- Ensefalopati hipertensi

Epidemiologi

 Kejang adalah masalah neurologik yang relatif sering dijumpai


 Sekitar 10% populasi akan mengalami paling sedikit 1 kali kejang seumur hidup
mereka
 Insidensi paling tinggi terjadi pada masa anak-anak dini dan lanjut usia (setelah usia
60 tahun)

34
 0,3%-0,5% akan didiagnosis mengidap epilepsi (berdasarkan kriteria 2 kali / lebih
kejang tanpa pemicu)
 Laki-laki berisiko sedikit lebih besar mengalami gangguan kejang dibandingkan
dengan perempuan

Angka Kejadian Kejang (Dalam %)


55
60
50
40
25
30
20 10 10 Prevalensi Kejang
10
0
Tahun I Usia Remaja Usia Usia > 60
Kehidupan Pertengahan Tahun

 Lebih dari 75% pasien dengan epilepsi mengalami kejang pertama sebelum usia 20
tahun
 Jika kejang pertama setelah usia 20 tahun, gangguan kejang tersebut biasanya
sekunder
 Istilah kejang perlu secara cermat dibedakan dari epilepsi. Epilepsi menerangkan
suatu penyakit pada seseorang yang mengalami kejang rekuren non-metabolik yang
disebabkan oleh suatu proses kronik yang mendasarinya

Kejang
Sekali rekuren,
Kejang spontan, &
dapat terjadi tidak
disebabkan
Berulang Epilepsi
oleh kelainan
metabolisme
yang terjadi
bertahun-
tahun

35
Manifestasi Kejang

Kombinasi beragam dari perubahan tingkat kesadaran, serta gangguan fungsi motorik,
sensorik, atau otonom, bergantung pada lokasi neuron-neuron fokus kejangnya.

Patofisiologi

Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi lepas muatan yang berlebihan.

 Lesi di otak tengah (mesencephalon), thalamus, dan korteks serebrum kemungkinan


besar bersifat epileptogenik.
 Lesi di serebelum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang.

36
Fokus kejang
memperlihatkan
beberapa fenomena
biokimiawi (Tingkat
membran sel)

- Kelebihan Asetilkolin Neuron2 hipersensitif


Instabilitas membran
Ketidakseimbangan ion dgn ambang utk
- Kelebihan GABA sel saraf
melepaskan muatan ↓

Mengubah Sel lebih mudah


Kelainan polarisasi keseimbangan asam- mengalami Apabila terpicu
basa / elektrolit pengaktifan

- Polarisasi berlebihan
Mengganggu Akan melepaskan
- Hipopolarisasi
homeostasis kimiawi muatan secara
- Selang waktu dalam neuron berlebihan
repolarisasi

Kelainan pada
depolarisasi neuron

↑ berlebihan NT
eksitatorik / deplesi NT
inhibitorik

37
Hiperaktivitas neuron

Meningkatnya kebutuhan energi

Terjadi perubahan-perubahan metabolik


selama & segera setelah kejang

Kebutuhan metabolik secara drastis meningkat


- Aliran darah otak ↑
- Respirasi & glikolisis jaringan
- Asam glutamat mungkin mengalami deplesi
selama aktivitas kejang

Lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat


meningkat menjadi 1000/detik

38
3. KEJANG DEMAM

Definisi

Merupakan bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikkan suhu tubuh (suhu rektal di
atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Biasanya infeksi ekstrakranial
yang paling sering menyebabkan kejang adalah infeksi saluran pernapasan atas (70% dari
seluruh penyebab kejang demam).

Etiologi

Penyebab kejang demam adalah infeksi viral, seperti URTI (Upper Respiratory Tract
Infection) termasuk otitis media dan tonsillitis (60%-65%) dan UTI (Urinary Tract Infection)
3%. Pada 1/3 kasus kejang demam tidak ditemukan penyebabnya. Akhir-Akhir ini disebut
bahwa Virus Herpes 6 dan Virus Influenza tipe A serta imunisasi DPT dan MMR juga dapat
menjadi penyebab demam pada kejang demam.

Epidemiologi

ILAE (1993) mengambil awitan usia di atas 1 bulan karena kejang demam yang
terjadi pada usia satu bulan pertama anak lebih mencurigakan kemungkinan meningitis.
Kejang demam terjadi pada 2%-4% anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun (AAP, 1996). Dan
sebagian besar (63%) kejang demam berupa kejang demam sederhana dan 35% berupa kejang
demam kompleks.

Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali
tidak termasuk dalam kejang demam (ILAE, 1996). Kejang disertai demam pada bayi
berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6
bulan atau lebih dari 5 tahun pikirkan kemungkinan lain, misalnya infeksi SSP atau epilepsi
yang kebetulan terjadi bersamaan dengan demam. Penelitian menyebutkan bahawa insidensi
kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan perempuan.

Klasifikasi

Menurut ILAE (1993), kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :

39
1) Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizures)
2) Kejang demam kompleks (Complex Febrile Seizures)

Tabel perbedaan kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks:

 Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang berlangsung singkat, kurang
dari 15 menit, umum, tonik dan atau klonik, umumnya akan berhenti sendiri, tanpa
gerakan fokal atau berulang dalam waktu 24 jam.
 Kejang demam kompleks adalah kejang demam dengan ciri (salah satu dari berikut):
kejang lama >15 menit, kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum yang
didahului kejang parsial atau kejang berulang atau kejang lebih dari 1 kali dalam 24
jam.

Patofisiologi Kejang demam

Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui, diperkirakan bahwa pada
keadaan demam terjadi peningkatan reaksi kimia tubuh. Dengan demikian reaksi-reaksi
oksidasi terjadilebih cepat dan akibatnya oksigen akan lebih cepat habis, terjadilah keadaan
hipoksia. Transpor aktif yang memerlukan ATP terganggu, sehingga Na intrasel dan K
ekstrasel meningkat yang akan menyebabkan potensial membran cenderung turun atau
kepekaan sel saraf meningkat.

Pada saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak, jantung, otot,
dan terjadi gangguan pusat pengatur suhu. Demam akan menyebabkan kejang bertambah
lama, sehingga kerusakan otak makin bertambah. Pada kejang yang lama akan terjadi
perubahan sistemik berupa hipotensi arterial, hiperpireksia sekunder akibat aktifitas motoric

40
dan hiperglikemia. Semua ini akan mengakibatkan iskemik neuron karena kegagalan
metabolisme di otak.

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.

Penelitian genetik dari suatu kejang demam mengidentifikasi febrile seizures


susceptibility genes pada 2 lokus yaitu FEB1 (kromosom 8q13-q21) dan FEB2 (kromosom
19p13.3), bersifat autosomal dominan dengan penetrasi tidak lengkap. Hal ini yang
menerangkan kenapa kejang demam lebih sering terjadi dalam satu keluarga. Mutasi genetik
dari sodium ion channel atau Na+ channelopathy dan g- aminobutiric acid A receptor
merupakan gangguan genetic yang mendasari terjadinya kejang demam.

Bagan Patofisiologi Kejang Demam

41
Manifestasi Klinis

Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak akan menimbulkan
gejala sisa. Pada kejang demam yang lebih lama (lebih dari 15 menit) biasanya diikuti oleh
apneu, hipoksemia, (disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet), asidosis laktat (disebabkan oleh metabolisme anaerobic), hiperkapnea,
hipoksi arterial, dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian
kejadian di atas menyebabkan gangguan peredaran darah di otak, sehingga terjadi hipoksemia
dan edema otak. Pada akhirnya terjadi kerusakan sel neuron.

Pemeriksaan Penunjang

Lumbal pungsi

Merupakan pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau


menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah
0,6%-6,7% (AAP. 1996. The American Academy of Pediatrics).

− Pada anak berusia kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan (karena gejala klinis
meningitis pada usia tersebut kurang signifikan).
− Pada anak usia 12-18 bulan, pungsi lumbal dapat dipertimbangkan karena tanda dan
gejala meningitis dapat kurang jelas.
− Pada anak usia >18 bulan walaupun tidak disarankan, namun harus tetap dilakukan.
Jika terdapat tanda meningitis (kaku kuduk, kernig (+) dan Brudzinsky (+))

Definisi

Adalah tindakan untuk memperoleh cairan serebrospinalis dengan memasukan jarum


ke dalam ruang subarakhnoid.

42
Indikasi

kejang atau twitching, paresis atau paralisis termasuk paresis N. VI, koma, ubun-ubun
besar menonjol, kaku kuduk dengan kesadaran menurun, leukemia, mastoiditis kronik yang
dicurigai meningitis, sepsis, demam yang tidak diketahui sebabnya, pengobatan meningitis
kronik karena limfoma dan sarkoidosis, memasukkan obat-obatan tertentu

Kontraindikasi

Syok/renjatan, infeksi lokal di sekitar daerah tempat pungsi lumbal, peningkatan


tekanan intrakranial (oleh tumor, space occupying lession, hidrosefalus), gangguan
pembekuan darah yang belum diobati

Alat dan Bahan

• Sarung tangan steril


• Duk berlubang
• Kassa steril, kapas, dan plester
• Jarum pungsi lumbal no. 20 dan 22 beserta stylet
• Antiseptik: povidon iodine dan alkohol 70%
• Tabung reaksi untuk menampung cairan serebrospinal

Prosedur

1. Pasien dalam posisi miring pada salah satu sisi tubuh. Leher fleksi maksimal (dahi
ditarik ke arah lutut),
2. ektremitas bawah fleksi maksimum (lutut ditarik ke arah dahi),dan sumbu
kraniospinal (kolumna vertebralis) sejajar dengan tempat tidur.
3. Tentukan daerah pungsi lumbal di antara vertebra L3 dan L4 atau L4 dan L5 yaitu
dengan menemukan garis potong sumbu kolumna vertebralis dan garis antara kedua
(SIAS) kiri dan kanan. Pungsi dapat pula dilakukan antara L2 dan L3 namun tidak
boleh pada bayi.

43
4. Lakukan tindakan antisepsis pada kulit di sekitar daerah pungsi radius 10 cm dengan
larutan povidon iodin diikuti dengan larutan alkohol 70% dan tutup dengan duk steril
di mana daerah pungsi lumbal dibiarkan terbuka.
5. Tentukan kembali daerah pungsi dengan menekan ibu jari tangan yang telah memakai
sarung tangan steril selama 15-30 detik yang akan menandai titik pungsi tersebut
selama 1 menit.
6. Tusukkan jarum spinal/stylet pada tempat yang telah ditentukan. Masukkan jarum
perlahan-lahan dengan mulut jarum terbuka ke atas
7. Lepaskan stylet perlahan-lahan dan cairan keluar.Ambil cairan untuk pemeriksaan.
8. Cabut jarum dan tutup lubang tusukan dengan plester

Gambar Posisi Pasien saat dilakukan Lumbal Pungsi

EEG (Elektroensefalografi)

Definisi

Electroencephalografi adalah teknik untuk merekam aktivitas elektrik otak, tanpa membuka
tengkorak kepala.

44
Fungsi

• EEG dapat mengungkakan tanda-tanda gangguan fungsi otak, seperti tumor serebri,
ensefalitis, untuk diagnosis & klasifikasi kejang (gangguan serius yang disebabkan
oleh adanya aktivitas yang terganggu di neuron), deteksi lesi otak dan berbagai
keadaan psikiatrik, dll

Prinsip kerja dari EEG

 Rekaman EEG umumnya melalui elektroda yang diletakkan di kulit kepala.

• Penempelan 16 elektroda sesuai dengan titik-titik yang sudah ditentukan pada kulit
kepala dan akan mencatat perbedaan potensial listrik diantara titik-titik Penempatan
elektroda.

• kebersihan kulit kepala, kondisi elektroda, mesin EEG sangat berpengaruh untuk
mendapatkan hasil yang baik.
• Bahan elektroda yang umumnya digunakan adalah perak klorida.
• Lama perekaman minimal 15-20 menit pada penderita sadar.
• EEG direkam dengan cara

membandingkan tegangan antara elektroda aktif pada kulit kepala dengan elektroda
referensi pada daun telinga atau bagian lain dari tubuh. Tipe merekam ini disebut
monopolar. Tetapi tipe merekam bipolar lebih populer dimana tegangan dibandingkan
antara dua elektroda pada kulit kepala.

45
• Elektroensefalogram: Grafik yang menggambarkan perubahan potensial listrik otak

• Gelombang Otak (Brainwave) diukur berdasarkan beda pontensial yang terjadi secara
berulang-ulang di antara elektroda yang dihubungkan ke kepala manusia.
• Intensitas & pola aktivitas gelombang otak ini berubah sesuai dengan tingkat aktivitas
otak.

Pada orang normal yang sehat, kebanyakan gelombang EEG di klasifikasikan

• Gelombang alfa

Gelombang berirama yang timbul pada frekuensi antara 8-13 siklus /detik

• Gelombang beta

Tidak teratur, timbul paa frekuensi lebih dari 14 siklus /detik

• Gelombang teta

Frekuensi antara 4 dan 7 siklus /detik

• Gelombang delta

Dengan frekuensi kurang dari 2,5 siklus /detik

46
Gambar Gelombang EEG

Hematologi

− Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan. Dan dapat dilakukan untuk


mengevaluasi sumber infeksi atau penyebab demam seperti darah perifer, elektrolit,
dan gula darah.
− Pemeriksaan rutin laboratorium berupa elektrolit serum, kadar kalsium fosfor,
magnesium, pemeriksaan darah lengkap dan glukosa darah pada anak kejang demam
sederhana (AAP 1996).
− Pada kejang demam sederhana biasanya mengalami dehidrasi dan memiliki elektrolit
serum yang abnormal.
− Pemeriksaan kadar gula darah dilakukan pada anak yang mengalami periode
penurunan kesadaran.

Imaging

Foto X-ray kepala dan neuropencitraan seperti Computed Tomography (CT) atau Magnetic
Resonance Imaging (MRI) jarang sekali digunakan, tidak rutin dan atas indikasi seperti:

1. Kelainan neurologic fokal yang menetap (hemiparesis)


2. Parese nervus VI

47
3. Papiledema

Tata Laksana

Apabila pasien dating dalam keadaan kejang:

Diberi obat untuk menghentikan kejang yaitu diazepam 0,3-0,5 mg/KgBB intravena secara
perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit. Atau dalam waktu 3-5 menit. Dosis
maksimal 20 mg.

Penanganan di rumah oleh orang tua:

 Diazepam rektal dengan dosis 0,5-0,75 mg/KgBB atau


 Diazepam rektal 5 mg untuk BB kurang dari 10 Kg dan 10 mg untuk anak dengan BB
lebih dari 10 Kg.
 Bila belum berhenti, dapat diulangi lagi dengan cara yang sama dengan interval waktu
5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal belum juga berhenti kejangnya
dianjurkan ke rumah sakit.

Penanganan ketika di rumah sakit:

 Diberikan diazepam IV dengan dosis 0,3-0,5 mg/KgBB. Bila belum berhenti juga
berikan Fenitoin secara IV dengan dosis awal 10-20 mg/KgBB/kali dengan kecepatan
1 mg/KgBB/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis
selanjutnya adalah 4-8 mg/KgBB/hari. Dimulai 12 jam setelah dosis awal, bila kejang
belum berhenti juga, pasien harus dirawat intensif. Bila kejang sudah berhenti
pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam, apakah kejang
demam sederhana atau kompleks dari faktor risikonya (diberi antipiretik dan
antikonvulsan):
− Pemberian antipiretik: Paracetamol dengan dosis 10-15 mg/KgBB/kali
diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali.
− Pengobatan rumatan hanya diberikan bila demam menunjukkan ciri sebagai
berikut(salah satu):
 Kejang lama >15 menit

48
 Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum dan sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis Todd, plasi cerebral, retardasi mental,
hydrocephalus
 Kejang fokal
− Pengobatan rumatan dipertimbangkan apabila:
 Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam
 Terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
 Riwayat kejang demam lebih dari 4 kali dalam 1 tahun.

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan
risiko berulangnya kejang. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Dosis asam
valproat 15-40 mg/KgBB/hari dalam 2-3 dosis dan fenobarbital 3-4 mg/KgBB/hari
dalam 1-2 dosis. Pengobatan diberikan selama setahun bebas kejang kemudian
dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.

Algoritme pemberian obat pada penanganan pasien kejang demam:

Diazepam (IV), 0,3-


0,5 mg/KgBB (maks
20 mg)

Diazepan rectal 5
mg/kgBB. 5 mg (utk
BB<10kg)

5 mg (utk BB<10kg)

0-5 menit…………………..……………………………………………………………………………..
Ulangi pemberian
rectal dengan dosis
yang sama

Evaluasi kejang

5-10 menit……………………………………………………………………………………………….
Kejang (+)

Fenitoin bolus IV 15-


20 mg/KgBB kec.
25mg/menit
49
Kejang (-) Evaluasi kejang

Fenitoin: 12 jam
kemudian 5-7 mg/kgBB Kejang (+)

Fenobarbital IV/IM
10-20 mg/KgBB

10-15menit………………….……………………………………………………………………………

Kejang (-) Evaluasi kejang

Fenobarbital : 12 jam Kejang (+)


kemudian 5—7 mg/kgBB

Midazolam 0-2
mg/Kgbb
ICU Midazolam 5-10
mg/Kgbb

Fenobarbital 5-10
mg/Kgbb

Prognosis

− Pada anak yang pernah mengalami kejang demam mempunyai risiko terulang kembali
kejang demam.
− Bila kejang demam sederhana pertama kali berusia <12 bulan maka risiko kejang
demam kedua 50%.
− Bila kejang demam sederhana pertama kali berusia >12 bulan risiko kejang demam
kedua 30%.

Beberapa yang merupakan faktor risiko berulangnya kejang demam adalah:

1) Usia <12 bulan.


2) Riwayat kejang demam dalam keluarga.

50
3) Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam.
4) Riwayat demam yang sering.
5) Kejang pertama adalah complex febrile seizures.

Risiko berulangnya kejang demam adalah 10% anpa faktor risiko, 25% dengan 1 faktor risiko,
50% dengan 2 faktor risiko, dan dapat mencapai 100% dengan ≥ 3 faktor risiko.

Faktor risiko menjadi epilepsi di kemudian hari:

 Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.
 Kejang demam kompleks
 Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung.

4. EPILEPSI

Dalam bahasa yunani epilepsi berarti “ serengan “ . epilepsi merupakan suatu manifestasi
gangguan fungsi otak dengan berbagai penyebab. Dan memiliki gelaja khas yaitu serangan
berulang.

Definisi

Epilepsi adalah merupaka suatu gejala yang dapat timbul karena penyakit, dimana terjadi
kelainan lepas muatan listrik dari sejumlah neuron otak yang dapat terjadi karena ada yang
mempengaruhi metabolisme neuron otak, gangguan fungsi otak dan transmisi pada sinaps.

Epidemiologi

Lebih sering terjadi pada usia 20 tahun pertama lalu menurun diusia 50 tahun.

Etiologi

Idiopatik , tidak ada kelainan dijaringan otak kemungkinan kelainannya pada


keseimbangan zat zat kimia pada sel saraf.
Kelainan yang terjadi selama kehamilan dan perkembangan janin
Kelainan yang terjadi saat melahirkan
Cedera kepala

Faktor pencetus

51
Kurang tidur
Stres emotional
Infeksi
Obat obatan tertentu
Alkohol
Perubahan hormonal
Terlalu lelah
Fotosensitif

Klasifikasi

a) Serangn parsial
Sederhana, kesadaran baik terjadi hentakan hanya di beberapa bagian di
tubuh.

Kompleks, kesadaran menurun pasien melakukan gerakan yang tidak


terkendali seperti menyunyah.meringis,dll.
b) Serangan umum
Absence, jarang terjadi ,biasanya pada anak-anak 4-8 th / remaja.tiba tiba
melotot/berkedip ,kepala terkulai,berhenti berbicara.setelah sadar biasanya
penderita lupa dengan apa yang terjadi pada dirinya kejadiannya hanya
beberapa detik(5-10dtk).pada pemeriksaan EEG ditemukan pole spike-wave
yang berfrekuensi 3 spd merupakan diangnosa mutlak absence/petit mal.

52
Myoclonic
Grakan involuntar sekelompok otot skeletal yang timbul secara tiba-tiba dan
hilang dalam sekejap. Biasanya terjadi pada siang hari, setelah bangun tidur
terjadi hentakan tiba-tiba pada pasien.
Atonic
Jarang terjadi pasien kehilangan keuatan otot dan tiba tiba jatuh.
Tonik klonik/ grand mal
Secara tiba tiba penderita jatuh dan mengeluarkan jeritan, nafas terengah
engah, tubuh kejang , menggit lidah. Terjadi dalam 1-2 menit.

3 Golongan Utama Epilepsi

53
1. Epilepsi Grand mal
Pelepasan muatan listrik yang berlebihan dari neuron di seluruh area otak, dalm
korteks serebri, dibagian dalam serebrum dan dibatang otak.
Muatan listrik dijabarkan melalui semua jaras ke medulla spinalis terkadang
menimbulkan kejang tonik umum diseluruh tubuh. Menjelang akhir serangan diikuti
oleh kontraksi otot=otot tonik dan kemudian spasmodic secara bergantian (tonik-
klonik)
Pasien seringkali menggigit dan dapat mengalami kesulitan dalam bernafas, terkadang
menimbulkan sianosis.
Kejang inni berlangsung selama beberapa detik sampai 3-4 menit, ditandai dengan
keadaan depresi pasca kejang diseluruh system saraf, tetap dalam keadaan stupor
selama 1 sampai beberapa menit setelah serangan kejang berakhir, seringkali tetap
lelah dan tertidur selama berjam-jam.
(gambar 59-5), Rekaman EEG yang khas disemua regio korteks selama fase tonik.
Adanya pelepasan impuls bervoltase dan berfrekuensi tinggi. Saat bersamaan timbul
pelepasan impuls yang sama dikedua sisi otak, yang menggambarkan adanya sirkuit
neuron abnormal yang bertanggungjawab atas timbulnya serang hebat melibatkan
basal otak.

2. Epilepsi Petit Mal


Hampir selalu melibatkan system aktivasi talamorkortikal otak. Ditandai dengan
timbulnya keadaan tidak sadar selama 3-30 detik, pasien merasakan kontraksi otot
seperti kedutan yang biasanya terjadi di daerah kepala selama serangan, selanjutnya
diikuti dengan kembalinya kesadaran dan timbulnya kembali aktifitas sebelumnya.
Biasanya dissebut juga dengan absence epilepsy.
(gambar 59-5), Pola gelombang otak ditandai adanya pola kubah dan paku. Gambaran
tersebut dapat direkam diseluruh korteks serebri dan menunjukkan kejang yang timbul
melibatkan system aktivasi talamorkortikal otak.

3. Epilepsi Fokal
Dapat menimbulkan setiap bagian otak baik regio setempat pada korteks serebri /
struktur- struktur yang lebih dalam pada serebrum dan batang otak.
Penyebabnya adalah lesi organic, seperti :
 Jaringan parut di otak yang mendorong jaringan neuron didekatnya.

54
 Adanya tumor yang menekan daerah otak.
 Rusaknya suatu area pada jaringan otak.
 Kelainan sirkuit setempat yang diperoleh secara congenital.

Penyebab- penyebab tersebut dapat menyebabkan pelepasan impuls yang sangat cepat
pada neuron setempat.

(gambar 59-5), gambaran gelombang paku abnormal yang terdapat pada kelainan otak
organic, merupakan factor prediposisi serangan epilepsy fokal

Adanya eksisi pembedahan dapat mencegah serangan berikutnya.

Pendekatan diagnosa

Anamnesa : bentuk serangan, lamanya serangan, gejala sebelum sesaat


sesudah serangan, faktor pencentus, ada/ tidak penyakit lain, usia timbul

55
serangan,riwayat kehamilan,kelahiran,perkembangan,riwayat epilepsi
dikeluarga.
Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
EEG
MRI

Diagnosis banding

Sinkope
Narcolepsy
Breathholding
TICS
Histeria

Terapi

Sasaran terapi >> mengontrol supaya tidak terjadi kejang

Strategi serangan >> mencegah / menurunkan lepasnya muatan listrik saraf yang berlebihan.
Lewat perubahan kanal ion/ mengatur ketersediaan neurotransmiter.

Farmakologi
 Menggunakan obat obat anti epilepsi
 monoterapi lebih baik  mengurangi potensi adverse effect, meningkatkan
kepatuhan pasien, tidak terbukti bahwa politerapi lebih baik dari monoterapi
dan biasanya kurang efektif karena interaksi antar obat justru akan
mengganggu efektivitasnya dan akumulasi efek samping dg politerapi
 mulai dengan dosis terkecil dan dapat ditingkatkan sesuai dg kondisi klinis
pasien  penting : kepatuhan pasien
 jika suatu obat gagal mencapai terapi yang diharapkan  pelan-pelan
dihentikan dan diganti dengan obat lain (jgn politerapi)
 lakukan monitoring kadar obat dalam darah  jika mungkin, lakukan
penyesuaian dosis dgn melihat juga kondisi klinis pasien

56
Obat Anti Epilepsi ( OAE )

 Obat-obat yang meningkatkan inaktivasi kanal Na+:

agonis reseptor GABA  meningkatkan transmisi inhibitori dg mengaktifkan kerja


reseptor GABA  contoh: benzodiazepin, barbiturat

menghambat GABA transaminase  konsentrasi GABA meningkat  contoh:


Vigabatrin

menghambat GABA transporter  memperlama aksi GABA  contoh: Tiagabin

 meningkatkan konsentrasi GABA pada cairan cerebrospinal pasien  mungkin dg


menstimulasi pelepasan GABA dari non-vesikular pool  contoh: Gabapentin

non farmakologi
o Amati faktor pemicu
o Menghindari faktor pemicu (jika ada), misalnya : stress, OR, konsumsi kopi
atau alkohol, perubahan jadwal tidur, terlambat makan, dll.

57
5. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK

Definisi

Pertumbuhan adalah perubahan dalam besar, jumlah atau dimensi tingkat sel, organ, individu
yang diukur dengan ukuran berat (gram, kilogram, pound, dll) dan panjang (cm, m)

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks dan menyangkut proses diferensiasi sel-sel tubuh, jaringan, organ, dan sistem
organ.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang

1. Faktor Genetik
2. Faktor Lingkungan
 Linkungan prenatal
 Gizi ibu
 Mekanis : trauma, cairan ketuban, posisi janin
 Toksin/zat kimia
 Radiasi
 Infeksi
 Stress
 Imunitas
 Lingkungan postnatal
 Biologis : gizi, kepekaan terhadap penyakit (imunisasi), dan hormone
 Fisik : letak geografis suatu daerah, sanitasi, radiasi, dan keadaan
rumah
 Psikososial : stimulasi belajar, kasih sayan, motivasi belajar, dan
interaksi anak-orang tua

Kebutuhan Dasar Anak

1. ASUH
 Pangan/gizi
 Perawatan kesehatan dasar

58
 Papan/pemukiman yang layak
 Hygiene dan sanitasi lingkungan
 Sandang
2. ASIH
 Emosi kasih sayang
3. ASAH
 Stimulasi mental
 Kecerdasan, keterampilan, kemandirian, kreativitas, pendidikan agama,
kepribadian, moral etika, dan produktivitas

Tahap Tumbuh Kembang Anak

1. Masa Prenatal
a) Masa Embrional : konsepsi – 8 minggu
b) Masa Janin : 9 minggu – lahir

Minggu Peristiwa
1 Fertilisasi dan implantasi : mulai masa embrional
2 Endoderm dan ectoderm muncul
3 Mesoderm muncul, somit muncul
4 Fusi neural fold pelipatan embrio ke dalam bentuk seperti manusia ;
tunas lengan dan kaki muncul ; kepala (korona) – pantat 5 mm
5 Plakode lensa, mulut primitive, garis jadi pada tangan sudah terbentuk
6 Hidung primitive, filtrum, palatum primer, kepala – pantat 21 – 23
mm
7 Kelopak mata
8 Ovarium dan testis dapat dibedakan
9 Mulai masa janin
10 Wajah dapat dikenali sebagai manusia
20 Genitalia eksterna dapat dibedakan
25 Trimester 3 mulai, berat 900 gr, panjang 25 cm
28 Mata membuka, janin memutar kepala ke bawah, berat 1300 gr
38 Cukup bulan

59
2. Masa Bayi : 0 – 1 tahun
a) Neonatus : 0 – 28 hari
b) Pascaneonatus : 29 – 1 tahun
3. Pra Sekolah : 1 – 6 tahun
4. Sekolah : 6 – 18 tahun

Pola-Pola Perilaku

1. Lahir – 3 bulan
- Mengangkat kepala
- Belajar mengikuti objek dengan matanya
- Melihat wajah orang dewasa dengan tersenyum
- Bereaksi terhadap suara atau bunyi
- Mengenal ibu dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, dan kontak
- Menahan barang yang dipegang
- Mengoceh spontan atau bereaksi dengan mengoceh
2. 3 – 6 bulan
- Mengangkat kepala 90 ͦ, dan mengangkat dada dengan topangan tangan
- Dapat meraih benda dalam jangkauan atau diluar jangkauannya
- Menaruh benda-benda di mulutnya
- Berusaha memperluas lapang pandang
- Tertawa
- Sudah dapat mencari benda-benda yang hilang
3. 6 – 9 bulan
- Dapat duduk dengan dibantu
- Tengkurep dan berbalik badan sendiri
- Mulai belajar merangkak
- Dapat memindahkan benda dari satu tangan ke tangan lain
- Dapat memegang benda keci dengan ibu jari dan telunjuk
- Bergembira dengan melempar-lempar mainan
- Mengenali wajah anggota keluarga

60
4. 9 – 12 bulan
- Sudah dapat berdiri sendiri tanpa dibantu
- Berjalan dengan dituntun
- Dapat meniru suara
- Mengulang bunyi yang didengarnya
- Menyatakan 1-2 kata
- Dapat memahami perintah sederhana atau larangan
- Mulai mengeksplorasi sekitar, memasukan benda-benda ke mulut
- Berpartisipasi dalam permainan
5. 12-18 bulan
- Menyusun 2-3 kotak
- Mengatakan 5-10 kata
- Memperlihatkan rasa cemburu dan rasa bersaing dengan anak-anak lain
6. 18-24 bulan
- Belajar naik dan turun tangga
- Dapat menyusun 6 kotak
- Dapat menunjuk mata dan hidung
- Mulai menyusun 2 kata menjadi kalimat sederhana
- Belajar makan sendiri
- Menggambar garis
- Mulai belajar buang air besar dan buang air kecil sendiri dan dapat mengontrolnya
- Bermain dengan anak-anak lain
7. 2-3 tahun
- Meloncat dan memanjat
- Menyusun kalimat
- Sudah dapat menggunakan kata “aku”, bertanya, mengerti kata-kata yang
ditujukan kepadanya
- Dapat menggambar lingkaran dengan baik
8. 3-4 tahun
- Berpakaian dan membuka pakaian sendiri
- Dapat menggambar garis lintang
- Sudah mengenal 3-4 warna
- Dapat berbicara dengan baik

61
- Dapat melaksanakan tugas-tugas sederhana
9. 4-5 tahun
- Dapat menghitung jari-jari
- Menyebutkan hari dalam seminggu
- Mulai memprotes bila dilarang
- Dapat membedakan bentuk

Masa Pra Sekolah

1. Perkembangan Fisik
 Pertumbuhan tubuh dan otak melambat
 Penurunan nutrisi dan nafsu makan
 Terdapat penurunan berat badan pada usia 2-5 tahun sebesar 2 kg dengan
pertambahan tinggi badan sebesar 7 cm per tahun
 Badan semakin kurus
 Kebutuhan tidur atau waktu istirahat menurun 11-13 jam/24 jam
 Tumbuh 20 gigi primer
 Gaya berjalan matur dan dapat berlari dengan sempurna
2. Bahasa, Kognisi, Permainan
 Perkembangan bahasa cepat pada usia 2-5 tahun
 Bertambahnya kosakata dari 50-100 kata sampai 2000 lebih kosakata
 Susunan kalimat semakin baik
 Bermain dengan pertambahan kompleksitas dan khayalan
3. Emosi
Rasa sayang yang kuat kepada orang tua dan timbul rasa kecemburuan

Masa Sekolah

1. Perkembangan Fisik
 Pertumbuhan badan : BB 3-3,5 kg, TB 6 cm/tahun
 Lingkar kepala 2-3 cm
 Habitus relatif stabil
 Gigi susu diganti dengan gigi dewasa
 Otot, koordinasi, dan daya tahan tubuh meningkat

62
2. Kognitif Bahasa
 Kegiatan intelektual meluas
 Permainan strategi dan kata-kata
3. Emosi Sosial
Penurunan labilitas emosi terhadap orangtua dan peningkatan keterlibatan hubungan
luar rumah

63
DAFTAR PUSTAKA

1. Baehr, M. dan Frotscher, M. 2012. Diagnosis Topik Neurologi DUUS Edisi 4.


Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
2. Basuki, Andi dan Dian, Sofiati. 2009. Kegawatdaruratan Neurologi Edisi 2. Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran: Bandung.
3. Dorlan, W. A. Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorlan Edisi 31. Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta.
4. Guyton, Arthur H dan John E. Hall. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
5. Mardjono, Mahar dan Sidharta, Priguna. 2012. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat:
Jakarta.
6. Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf Edisi 4. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama:
Jakarta.
7. Sherwood, Lauralee. 2009. Fisiologi Manusia. Penerbit Buku Kedokteran EGC :
Jakarta.
8. Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta.
9. http://www.scribd.com
10. https://www.google.co.id/

64

Anda mungkin juga menyukai