Anda di halaman 1dari 53

MAKALAH

CASE 5

Tutorial B4

Tutor : dr. Yuni

Christian Revandika 131 0211 024


Rizty Mayang SHF 121 0211 046
Renjana Rizkika 131 0211 049
Ita Rosita 131 0211 064
RST Farah Nur 131 0211 106
Putri Herdiyanti 131 0211 142
Hilman Ramadhan 131 0211 163
Abdurrahman Yusuf 131 0211 173
Anissa Aprianti 131 0211 181
Helsa Amalia 131 0211 194
Hesti Herlinawati 131 0211 203

Blok CVS
Fakultas Kedokteran UPN VETERAN Jakarta

2014 / 2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Yang dengan izinnya
maka makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini merupakan makalah mengenai
Coronary Artery Disease.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Irma, atas segala
pengarahan, bimbingan, dan kasih sayang yang telah dicurahkan selama proses
tutorial. Terima kasih juga kepada kelompok tutorial B4 atas kerjasamanya mulai
dari proses pembahasan hingga pembuatan makalah ini.

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai laporan dan kesimpulan
dari diskusi yang telah kami lakukan dalam pembahasan kasus terakhir ini serta
untuk menambah pengetahuan penulis pada khususnya dan pembaca pada
umumnya.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan,
maka dari itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca agar kami dapat lebih baik lagi untuk ke depannya.

Terimakasih atas segala perhatiannya dan semoga makalah ini dapat


bermanfaat.

Jakarta, 30 Desember 2014

Penulis
DAFTAR ISI

Kata pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Case
1.2. Learning Objectives
1.3 Over View Case
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Anatomi
2.2. Histologi
2.3. Fisiologi
2.4. Hipertensi Primer
2.5. Hipertensi Sekunder
2.6. Hipertensi Emergensi dan Urgensi
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Case Hipertensi
Page 1
Seorang wanita bernama Ny. M, berusia 66 tahun dating ke tempat anda
bekerja untuk melakukan pemeriksaan kesehatannya. Pada saat pemeriksaan di
lengan kanan dan kiri didapatkan tekanan darah 190/100 mmHg. Pasien
mengeluh sering merasa pusing dan leher belakang terasa kaku. Pasien
mengobati keluhannya sendiri dengan minum obat sakit kepala yg dibeli dari
toko obat di dekat rumahnya.
Page 2
Pasien lupa tekanan darah terakhirnya. Pasien mengaku sudah
mengalami hipertensi sejak lama, namun 2 minggu pasien tidak meminum obat.
Pasien tidak memiliki penyakit DM atau kolestrol tinggi sebelumnya. Pasien
tidak merokok. Bapak Ny. M ini meninggal saat berusia 60 tahun karena
serangan jantung. Pasien ini mengatakan dia tidak ada masalah dengan pola
makan dan biasanya menambahkan garam ke makanan yg dia makan. Riwayat
minum obat kortikosteroid dalam jangka waktu lama tidak ada. Riwayat
pandangan mata kabur tidak ada.
Page 3
Keadaan umum : tampak sakit ringan, kesadaran komposmentis
BB : 67 kg, TB : 159 cm
Tanda Vital :
TD : 190/100 mmHg (lengan kanan = lengan kiri)
HR : 88 x/ menit
RR : 20 x/ menit
Suhu : 36,5 C
Kepala : konjunctiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
Leher : JVP 5 + 2 mmHg
Thoraks :
Inspeksi : bentuk dan gerak simetris, iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung kanan : linea parasternal dekstra
batas jantung kiri : 1 cm line midklavikula sinista ICS VI
Auskultasi : VBS kiri = kanan, bunyi jantung 1 dan 2 normal, murmur (-), S3
gallop (-)
Abdomen : datar, lembut, bisisng usus normal, bruit (-), hepar dan lien tidak
teraba
Ekstremitas : edema (-)
Page 4
Pemeriksaan EKG : irama sinus, HR 80-90 x / menit, gelombang P normal, PR
interval normal, gelombang QRS dalam batas normal, ST isoelektrik,
gelombang T normal, LAD, LVH by voltage
Pemeriksaan darah
 GDS : 100 mg/ dL
 Natrium : 140 mEq/L
 Kalium : 4,5 mEq/L
 Kolestrol Total : 190 mg/dL
 HDL : 50 mg/dL
 LDL : 120 mg/dL
 Trigliserida : 150 mg/dL
 BUN : 12 mg/dL
 Kreatinin : 0,7 mg/dL
Rontgen thoraks : CTR 66%, normal aortic segment, prominent pulmonary
segment, cardiac waist (+), downward apex, plethora (-), infiltrate (-),
congestion (-)
Echocardiography : LVH konsentrik, disfungsi diastolic, fungsi sistolik dan
katup-katup normal
Page 4
Diagnosis : Hypertensive Heart Disease (Hipertensi grade 2 (JNC VII))
Factor resiko PJK : Usia
TOD : LVH
Penatalaksanaan
Nonfarmakologi : penurunan BB, olahraga, diet (restriksi sodium, peningkatan
asupan kalsium dan magnesium)
Farmakologi : amlodipin 1 x 10 mg diberikan selama 2 minggu, captopril 3 x
12,5 mg diberikan selama 2 minggu

1.2. Learning Objective


Problem
Apa itu tekanan darah?
Factor apa saja yg mempengauhi tekanan darah?
Bagaimana pengaturan tekanan darah?
Apa dan bagaimana hubungan tekanan darah pasien dengan keluhannya?
Bagaimana cara mendiagnosa hipertensi?
Apa saja factor resiko hipertensi?
Mengapa ditanyakan riwayat minum obat kortikosteroid dalam jangka waktu
lama?
Mengapa ditanyakan riwayat mata kabur pada pasien?
Ada berapa jenis hipertensi?
Bagaimana klasifikasi hipertensi?
Bagaimana penatalaksanaan non farmakologi dan farmakologi pada pasien
hipertensi?
Hipotesis
1. Hipertensi Primer : karena pada pemeriksaan TD, Tekanan Darah pasien
meningkat atau diatas batas normal dan tidak ada penyakit penyerta
2. Hypertensi Heart Disease : karena sudah ada kelainan pada jantungnya
akibat peningkatan tekanan darah pada pasien yg bisa dibilang masuk
kedalam tahap kronik karena sudah terdapat Target of Damage
3. TTH : karena keluhan pasie yg merasa pusing dan kaku dileher

Learning Issues
Anatomi dan Vaskularisasi Jantung
Fisiologi Jantung
Histologi Jantung
Hipertensi primer
Hipertensi sekunder
Hipertensi Emergensi dan Urgensi
Obat-obat Hipertensi
1.3. Overview Case

Ny. M, 66 tahun

RPS : RPD : RPK : ayah Ny.M meninggal pd usia 60


- Pemeriksaan TD dilengan - Mempunyai riwayat hipertensi tahun akibat serangan jantung
kiri dan kanan 190/100 sejak lama
mmHg
RPSos :
- Sering merasa pusing
- Suka makanan asin & Tidak ada
dan leher belakang
masalah dalam pola makan
terasa kaku
- Pasien tidak merokok
- pasien mempunyai
riwayat hipertensi, tp
RPO :
sudah 2 minggu tdk - Meminum obat sakit kepala yg
meminum obat dibeli di warung
- DM (-), kolestrol (-) - Riwayat meminum obat
kortikosteroid dalam jangka waktu
lama (-)

Hipotesis :
- Hipertensi Primer
- TTH
- Hipertensy Heart Disease

Px. Fisik Px. Lab EKG :


Ku : tampak sakit ringan
- LAD, LVH by Voltage
Tingkat kesadaran : Compos Mentis Darah :
GDS : 100 mg/ dL
BB : 67 kg TB : 159 cm
Na+ : 140 mEq/L
TD : 190/100 mmHg K+
: 4,5 mEq/L
RR : 20x/menit HR : 88x/menit Kreatinin : 0,7 mg/dl LDL : 120 mg/dl
BUN : 12 mg/dl HDL : 50 mg/dl
S : 36,5 Kolesterol total : 190 mg/dl Trigliserida : 150 mg/dl
Kepala dan Leher : DBN
Echocardiography Rontgen Thorax PA
Thorax : LVH kosentrik, disfungsi diastolic, CTR 66%, Segmen Ao elongasi (-),
- Jantung : Batas jantung Fungsi sistolik dan katup-katup pinggang jantung (+),kongesti (-),
melebar normal infitrat (-), plethora (-)
- Paru : DBN
Abdomen : DBN

Diagnosis : Hypertensive Heart Disease ( Hipertensi Grade 2 JNC VII)


BAB II

PEMBAHASAN

Hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada
populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg
dan tekanan diastolik 90 mmHg (Sheps,2005).
Hipertensi diartikan sebagai peningkatan tekanan darah secara terus menerus
sehingga melebihi batas normal. Tekanan darah normal adalah 120/90 mmHg
Berdasarkan penyebab dikenal dua jenis hipertensi, yaitu :
         Hipertensi primer (esensial) Adalah suatu peningkatan persisten tekanan
arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik
normal, Hipertensi ini tidak diketahui penyebabnya dan mencakup + 90% dari
kasus hipertensi (Wibowo, 1999).
         Hipertensi sekunder Adalah hipertensi persisten akibat kelainan dasar
kedua selain hipertensi esensial. Hipertensi ini penyebabnya diketahui dan ini
menyangkut + 10% dari kasus-kasus hipertensi. (Sheps, 2005).
 
Klasifikasi Penyakit Hipertensi         

a. Klasifikasi Menurut Joint National Commite 7


Komite eksekutif dari National High Blood Pressure Education
Program merupakan sebuah organisasi yang terdiri dari 46
professionalm sukarelawan, dan agen federal. Mereka mencanangkan
klasifikasi JNC (Joint Committe on Prevention, Detection, Evaluation,
and Treatment of High Blood Pressure) pada tabel 1, yang dikaji oleh
33 ahli hipertensi nasional Amerika Serikat (Sani, 2008).
Tabel 1
Klasifikasi Menurut JNC (Joint National Committe on Prevention,
Detection, Evaluatin, and Treatment of High Blood Pressure)

Kategori Kategori Tekanan dan/ Tekanan


Tekanan Tekanan Darah atau Darah
Darah Darah Sistol Diastol
menurut JNC menurut JNC (mmHg) (mmHg)
7 6
Normal Optimal < 120 dan < 80
Pra-Hipertensi 120-139 atau 80-89
- Nornal < 130 dan < 85
- Normal- 130-139 atau 85-89
Tinggi
Hipertensi: Hipertensi:
Tahap 1 Tahap 1 140-159 atau 90-99
Tahap 2 - ≥ 160 atau ≥ 100
- Tahap 2 160-179 atau 100-109
Tahap 3 ≥ 180 atau ≥ 110
(Sumber: Sani, 2008)
Data terbaru menunjukkan bahwa nilai tekanan darah yang
sebelumnya dipertimbangkan normal ternyata menyebabkan
peningkatan resiko komplikasi kardiovaskuler. Data ini mendorong
pembuatan klasifikasi baru yang disebut pra hipertensi (Sani, 2008).

b. Klasifikasi Menurut WHO (World Health Organization)


WHO dan International Society of Hypertension Working Group
(ISHWG) telah mengelompokkan hipertensi dalam klasifikasi optimal,
normal, normal-tinggi, hipertensi ringan, hipertensi sedang, dan
hipertensi berat (Sani, 2008).
Tabel 2
Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO
Kategori Tekanan Tekanan
Darah Sistol Darah Diatol
(mmHg) (mmHg)
Optimal
Normal < 120 < 80
Normal-Tinggi < 130 < 85
130-139 85-89
Tingkat 1 (Hipertensi
140-159 90-99
Ringan)
140-149 90-94
Sub-group: perbatasan
Tingkat 2 (Hipertensi
160-179 100-109
Sedang)
Tingkat 3 (Hipertensi
≥ 180 ≥ 110
Berat)
Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90
(Isolated systolic
hypertension)
Sub-group: perbatasan 140-149 <90
(Sumber: Sani, 2008)
     Stadium 1
(Hipertensi ringan) 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Stadium 2
(Hipertensi sedang) 160-179 mmHg 100-109 mmHg
Stadium 3
(Hipertensi berat) 180-209 mmHg 110-119 mmHg
Stadium 4
(Hipertensi maligna) 210 mmHg atau lebih 120 mmHg atau lebih.Anda harus
mulai berhati-hati apabila tekanan darah sudah mulai melebihi angka-angka
dalam batasan-batasan tersebut diatas. Segera berkonsultasi dengan dokter
untuk menurunkannya.                
                               
 Gejala Penyakit Hipertensi                                                                                 
 Gejala-gejala penyakit hipertensi yaitu sakit kepala, perdarahan dari hidung,
pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada
penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang
normal.Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul
gejala sebagai berikut:          
1. Sakit kepala
2. Kelelahan
3. Mual
4. Muntah
5. Sesak nafas

1.2   ANATOMI DAN FISIOLOGI


1.2.1. Anatomi
a. Jantung
Berukuran sekitar satu kepalan tangan dan terletak didalam dada, batas
kanannya terdapat pada sternum kanan dan apeksnya pada ruang intercostalis
kelima kiri pada linea midclavicular.
Hubungan jantung adalah:
Atas : pembuluh darah besar
Bawah : diafragma
Setiap sisi : paruparu
Belakang : aorta desendens, oesophagus, columna vertebralis
1. Arteri
Adalah tabung yang dilalui darah yang dialirkan pada jaringan dan organ.
Arteri terdiri dari lapisan dalam: lapisan yang licin, lapisan tengah jaringan
elastin/otot: aorta dan cabang-cabangnya besar memiliki laposan tengah yang
terdiri dari jaringan elastin (untuk menghantarkan darah untuk organ), arteri
yang lebih kecil memiliki lapisan tengah otot (mengatur jumlah darah yang
disampaikan pada suatu organ).
2. Arteriol
Adalah pembuluh darah dengan dinding otot polos yang relatif tebal. Otot
dinding arteriol dapat berkontraksi. Kontraksi menyebabkan kontriksi diameter
pembuluh darah. Bila kontriksi bersifat lokal, suplai darah pada jaringan/organ
berkurang. Bila terdapat kontriksi umum, tekanan darah akan meningkat.
3. Pembuluh darah utama dan kapiler
Pembuluh darah utama adalah pembuluh berdinding tipis yang berjalan
langsung dari arteriol ke venul. Kapiler adalah jaringan pembuluh darah kecil
yang membuka pembuluh darah utama.\
e. Sinusoid
Terdapat limpa, hepar, sumsum tulang dan kelenjar endokrin. Sinusoid
tiga sampai empat kali lebih besar dari pada kapiler dan sebagian dilapisi
dengan sel sistem retikulo-endotelial. Pada tempat adanya sinusoid, darah
mengalami kontak langsung dengan sel-sel dan pertukaran tidak terjadi melalui
ruang jaringan.
f. Vena dan venul
Venul adalah vena kecil yang dibentuk gabungan kapiler. Vena dibentuk
oleh gabungan venul. Vena memiliki tiga dinding yang tidak berbatasan secara
sempurna satu sama lain.(Gibson, John. Edisi 2 tahun 2002, hal 110)
1.2.2 Fisiologi
Jantung mempunyai fungsi sebagai pemompa darah yang mengandung
oksigen dalam sistem arteri, yang dibawa ke sel dan seluruh tubuh untuk
mengumpulkan darah deoksigenasi (darah yang kadar oksigennya kurang) dari
sistem vena yang dikirim ke dalam paru-paru untuk reoksigenasi (Black, 1997)
1. FISIOLOGI JANTUNG

Sistem pengaturan jantung


a. Serabut purkinje adalah serabut otot jantung khusus yang mampu menghantar
impuls dengan kecepatan lima kali lipat kecepatan hantaran serabut otot
jantung.
b. Nodus sinoatrial (nodus S-A) adalah suatu masa jaringan otot jantung khusus
yang terletak di dinding posterior atrium kanan tepat di bawah pembukaan vena
cava superior. Nodus S-A mengatur frekuensi kontraksi irama, sehingga disebut
pemacu jantung.
c. Nodus atrioventrikular (nodus A-V) berfungsi untuk menunda impuls
seperatusan detik, sampai ejeksi darah atrium selesai sebelum terjadi kontraksi
ventrikular.
d. Berkas A-V berfungsi membawa impuls di sepanjang septum interventrikular
menuju ventrikel (Ethel, 2003: 231-232).

Siklus jantung
Siklus jantung mencakup periode dari akhir kontraksi (sistole) dan
relaksasi (diastole) jantung sampai akhir sistole dan diastole berikutnya.
Kontraksi jantung mengakibatkan perubahan tekanan dan volume darah
dalam jantung dan pembuluh utama yang mengatur pembukaan dan
penutupan katup jantung serta aliran darah yang melalui ruang-ruang dan
masuk ke arteri.

Peristiwa mekanik dalam siklus jantung ;


a. Selama masa diastole (relaksasi), tekanan dalam atrium dan ventrikel
sama-sama rendah, tetapi tekanan atrium lebih besar dari tekanan
ventrikel.
(1) atrium secara pasif terus – menerus menerima darah dari vena (vena
cava superior dan inferior, vena pulmonar).
(2) darah mengalir dari atrium menuju ventrikel melalui katup A-V yang
terbuka.
(3) Tekanan ventrikular mulai meningkat saat ventrikel mengembang
untuk menerima darah yang masuk.
(4) Katup semilunar aorta dan pulmonar menutup karena tekanan dalam
pembuluh-pembuluh lebih besar daripada tekanan dalam ventrikel.
(5) Sekitar 70% pengisian ventrikular berlangsung sebelum sistole atrial.

b. Akhir diastole ventrikular, nodus S-A melepas impuls, atrium


berkontraksi dan peningkatan tekanan dalam atrium mendorong
tambahan darah sebanyak 30% ke dalam ventrikel.

c. Sistole ventrikular. Aktivitas listrik menjalar ke ventrikel yang mulai


berkontraksi. Tekanan dalam ventrikel meningkat dengan cepat dan
mendorong katup A-V untuk segera menutup.

d. Ejeksi darah ventrikular ke dalam arteri


(1) Tidak semua darah ventrikular dikeluarkan saat kontraksi. Volume
sistolik akhir darah yang tersisa pada akhir sistole adalah sekitar 50 ml
(2) Isi sekuncup (70 ml) adalah perbedaan volume diastole akhir (120 ml)
dan volume sistole akhir (50 ml)

e. Diastole ventrikular
(1) Ventrikel berepolarisasi dan berhenti berkontraksi. Tekanan dalam
ventrikel menurun tiba-tiba sampai di bawah tekanan aorta dan trunkus
pulmonary, sehingga katup semilunar menutup (bunyi jantung kedua).
(2) Adanya peningkatan tekanan aorta singkat akibat penutupan katup
semilunar aorta.
(3) Ventrikel kembali menjadi rongga tertutup dalam periode relaksasi
isovolumetrik karena katup masuk dan katup keluar menutup. Jika
tekanan dalam ventrikel menurun tajam dari 100 mmHg samapi
mendekati nol, jauh di bawah tekanan atrium, katup A-V membuka dan
siklus jantung dimulai kembali (Ethel, 2003: 234-235).

Bunyi jantung
a. Bunyi jantung secara tradisional digambarkan sebagai lup-dup dan
dapat didengar melalui stetoskop. “Lup” mengacu pada saat katup A-V
menutup dan “dup” mengacu pada saat katup semilunar menutup.

b. Bunyi ketiga atau keempat disebabkan vibrasi yang terjadi pada


dinding jantung saat darah mengalir dengan cepat ke dalam ventrikel, dan
dapat didengar jika bunyi jantung diperkuat melalui mikrofon.

c. Murmur adalah kelainan bunyi jantung atau bunyi jantung tidak wajar
yang berkaitan dengan turbulensi aliran darah. Bunyi ini muncul karena
defek pada katup seperti penyempitan (stenosis) yang menghambat aliran
darah ke depan, atau katup yang tidak sesuai yang memungkinkan aliran
balik darah (Ethel, 2003: 235).

Frekuensi jantung
a. Frekuensi jantung normal berkisar antara 60 samapi 100 denyut per
menit, dengan rata-rata denyutan 75 kali per menit. Dengan kecepatan
seperti itu, siklus jantung berlangsung selama 0,8 detik: sistole 0,5 detik,
dan diastole 0,3 detik.
b. Takikardia adalah peningkatan frekuensi jantung sampai melebihi 100
denyut per menit.
c. Bradikardia ditujukan untuk frekuensi jantung yang kurang dari 60
denyut per menit (Ethel, 2003: 235).

Pengaturan frekuensi jantung


a. Impuls eferen menjalar ke jantung melalui saraf simpatis dan
parasimpatis susunan saraf otonom.
(1) Pusat refleks kardioakselerator adalah sekelompok neuron dalam
medulla oblongata.
(a) Efek impuls neuron ini adalah untuk meningkatkan frekuensi jantung.
Impuls ini menjalar melalui serabut simpatis dalam saraf jantung menuju
jantung.
(b) Ujung serabut saraf mensekresi neropineprin, yang meningkatkan
frekuensi pengeluaran impuls dari nodus S-A, mengurangi waktu
hantaran melalui nodus A-V dan sistem Purkinje, dan meningkatkan
eksitabilitas keseluruhan jantung.

(2) Pusat refleks kardioinhibitor juga terdapat dalam medulla oblongata.


(a) efek impuls dari neuron ini adalah untuk mengurangi frekuensi jantung.
Impuls ini menjalar melalui serabut parasimpatis dalam saraf vagus.
(b) ujung serabut saraf mensekresi asetilkolin, yang mengurangi frekuensi
pengeluaran impuls dari nodus S-A dan memperpanjang waktu hantaran melalui
nodus V-A.
(3) Frekuensi jantung dalam kurun waktu tertentu ditentukan melalui
keseimbangan impuls akselerator dan inhibitor dari saraf simpatis dan
parasimpatis.
b. Impuls aferen (sensorik) yang menuju pusat kendali jantung berasal dari
reseptor, yang terletak di berbagai bagian dalam sistem kardiovaskular.
(1) Presoreseptor dalam arteri karotis dan aorta sensitive terhadap perubahan
tekanan darah.
(a) peningkatan tekanan darah akan mengakibatkan suatu refleks yang
memperlambat frekuensi jantung.
(b) penurunan tekanan darah akan mengakibatkan suatu refleks yang
menstimulasi frekuensi jantung yang menjalar melalui pusat medular.
(2) Proreseptor dalam vena cava sensitif terhadap penurunan tekanan darah. Jika
tekanan darah menurun, akan terjadi suatu refleks peningkatan frekuensi
jantung untuk mempertahankan tekanan darah.
c. Pengaruh lain pada frekuensi jantung
(1) frekuensi jantung dipengaruhi oleh stimulasi pada hampir semua saraf kutan,
seperti reseptor untuk nyeri, panas, dingin, dan sentuhan, atau oleh input
emosional dari sistem saraf pusat.
(2) fungsi jantung normal bergantung pada keseimbangan elektrolit seperti
kalsium, kalium, dan natrium yang mempengaruhi frekuensi jantung jika
kadarnya meningkat atau berkurang (Ethel, 2003: 235-236).

Curah Jantung
a. Definisi
Curah jantung adalah volume darah yang dikeluarkan oleh kedua ventrikel per
menit. Curah jantung terkadang disebut volume jantung per menit. Volumenya
kurang lebih 5 L per menit pada laki-laki berukuran rata-rata dan kurang 20 %
pada perempuan.
b. Perhitungan curah jantung
Curah jantung = frekuensi jantung x isi sekuncup
c. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi curah jantung
(1) aktivitas berat memperbesar curah jantung sampai 25 L per menit, pada atlit
yang sedang berlatih mencapai 35 L per menit. Cadangan jantung adalah
kemampuan jantung untuk memperbesar curahnya.
(2) Aliran balik vena ke jantung. Jantung mampu menyesuaikan output dengan
input-nya berdasarkan alasan berikut:
(a) peningkatan aliran balik vena akan meningkatkan volume akhir diastolic
(b) peningkatan volume diastolic akhir, akan mengembangkan serabut
miokardial ventrikel
(c) semakin banyak serabut oto jantung yang mengembang pada permulaan
konstraksi (dalam batasan fisiologis), semakin banyak isi ventrikel, sehingga
daya konstraksi semakin besar. Hal ini disebut hukum Frank-Starling tentang
jantung.
(3) Faktor yang mendukung aliran balik vena dan memperbesar curah jantung
(a) pompa otot rangka. Vena muskular memiliki katup-katup, yang
memungkinkan darah hanya mengalir menuju jantung dan mencegah aliran
balik. Konstraksi otot-otot tungkai membantu mendorong darah kea rah jantung
melawan gaya gravitasi.
(b) Pernafasan. Selama inspirasi, peningkatan tekanan negative dalam rongga
toraks menghisap udara ke dalam paru-paru dan darah vena ke atrium.
(c) Reservoir vena. Di bawah stimulasi saraf simpatis, darah yang tersimpan
dalam limpa, hati, dan pembuluh besar, kembali ke jantung saat curah jantung
turun.
(d) Gaya gravitasi di area atas jantung membantu aliran balik vena.
(4) Faktor-faktor yang mengurangi aliran balik vena dan mempengaruhi curah
jantung
(a) perubahan posisi tubuh dari posisi telentang menjadi tegak, memindahkan
darah dari sirkulasi pulmonary ke vena-vena tungkai. Peningkatan refleks pada
frekuensi jantung dan tekanan darah dapat mengatasi pengurangan aliran balik
vena.
(b) Tekanan rendah abnormal pada vena (misalnya, akibat hemoragi dan
volume darah rendah) mengakibatkan pengurangan aliran balik vena dan curah
jantung.
(c) Tekanan darah tinggi. Peningkatan tekanan darah aorta dan pulmonary
memaksa ventrikel bekerja lebih keras untuk mengeluarkan darah melawan
tahanan. Semakin besar tahanan yang harus dihadapi ventrikel yang
bverkontraksi, semakin sedikit curah jantungnya.
(5) Pengaruh tambahan pada curah jantung
(a) Hormone medular adrenal.
Epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin meningkatkan frekuensi jantung dan
daya kontraksi sehingga curah jantung meningkat.

(b) Ion.
Konsentrasi kalium, natrium, dan kalsium dalam darah serta cairan interstisial
mempengaruhi frekuensi dan curah jantungnya.
(c) Usia dan ukuran tubuh seseorang dapat mempengaruhi curah jantungnya.
(d) Penyakit kardiovaskular.
Beberapa contoh kelainan jantung, yang membuat kerja pompa jantung kurang
efektif dan curah jantung berkurang, meliputi:
(1) Aterosklerosis, penumpukan plak-plak dalam dinding pembuluh darah
koroner, pada akhirnya akan mengakibatkan sumbatan aliran darah.
(2) Penyakit jantung iskemik, supali darah ke miokardium tidak mencukupi,
biasanya terjadi akibat aterosklerosis pada arteri koroner dan dapat
menyebabkan gagal jantung.
(3) Infark miokardial (serangan jantung), biasanya terjadi akibat suatu
penurunan tiba-tiba pada suplai darah ke miokardium.
(4) Penyakit katup jantung akan mengurangi curah darah jantung terutama saat
melakukan aktivitas (Ethel, 2003: 236-237).

1.2 Denyut nadi (Denyut arteri)


Denyut arteri adalah gelombang tekanan yang merambat 6 samapai 9 m per
detik, sekitar 15 kali lebih cepat dari darah.
1. Denyut dapat dirasakan di titik manapun yang arterinya terletak dekat
permukaan kulit dan dibantali dengan sesuatu yang keras. Arteri yang biasa
teraba adalah arteri radial pada pergelangan tangan.
2. Dua bunyi jantung sebanding dengan satu denyut arteri.
0. Frekuensi denyut memberikan informasi mengenai kerja pembuluh darah,
dan sirkulasi (Ethel, 2003: 240).
1.3 Denyut atrium
Darah yang terdorong ke aorta selama sistolik tidak saja mendorong darah di
dalam pembuluh ke depan tetapi juga menimbulkan gelombang tekanan yang
menjalar di sepanjang arteri. Gelombang tekanan mengembangkan dinding
arteri sewaktu gelombang tersebut menjalar, dan pengembangan ini teraba
sebagai denyut. Kecepatan gelombang nejalar, yang independen dari dan jauh
lebih besar daripada kecepatan aliran darah, adalah sekitar 4m/dtk di aorta,
8m/dtk di arteri besar, dan 16m/dtk di arteri kecil pada dewasa muda. Oleh
karena itu, denyut teraba di arteri radialis di pergelangan tangan sekitar 0,1 detik
setelah puncak ejeksi sistolik ke dalam aorta. Seiring dengan pertambahan usia,
arteri menjadi kaku, dan gelombang denyut bergerak lebih cepat.

Kekuatan denyut ditentukan oleh tekanan denyut dan hanya sedikit


hubungannya dengan tekanan rata-rata. Pada syok, denyut melemah
(“thready”). Denyut kuat apabila isi sekuncup besar, misalnya selama kerja fisik
atau setelah pemberian histamin. Apabila tekanan denyut tinggi, gelombang
denyut mungkin cukup besar untuk dapat diraba atau bahkan didengar oleh
individu yang bersangkutan (palpasi, “deg-degan”). Apabila katup aorta
inkompeten (insufisiensi aorta), denyut sangat kuat, dan gaya ejeksi sistolik
mungkin cukup untuk menyebabkan kepala mengangguk setiap kali jantung
berdenyut. Denyut pada insfusiensi aorta disebut denyut collapsing, Corrigan,
atau palu-air (water-kammer). Palu-air adalah sebuah tabung kaca yang terisi air
separuh dan merupakan mainan popular pada abad ke-19. Apabila mainan
tersebut dipegang dan kemudian dibalik, akan terdengar suara ketukan yang
singkat dan keras.

Takik dikrotik, suatu osolasi kecil pada fase menurun gelombang denyut yang
disebabkan oleh getaran saat katup aorta menutup, tampak apabila gelombang
gelombang tekanan direkam tetapi tidak teraba di pergelangan tangan. Juga
terdapat takik dikrotik pada kurva tekanan arteri pulmonalis yang ditimbulkan
oleh penutupan katup pulmonaris (Ganong, 2002:542-545).

Aktivitas Listrik Jantung

 Kontraksi sel otot jantung terjadi oleh adanya potensial


aksi yang dihantarkan sepanjang membrane sel otot
jantung. Jantung akan berkontraksi secara ritmik, akibat
adanya impuls listrik yang dibangkitkan oleh jantung
sendiri: suatu kemampuan yang disebut “autorhytmicity”.
Sifat ini dimiliki oleh sel khusus otot jantung. Terdapat dua jenis khusus sel otot
jantung, yaitu: sel kontraktil dan sel otoritmik. Sel kontraktil melakukan kerja
mekanis, yaitu memompa dan sel otoritmik mengkhususkan diri mencetuskan
dan menghantarkan potensial aksi yang bertanggung jawab untuk kontraksi sel-
sel pekerja.
Berbeda dengan sel saraf dan sel otot rangka yang memiliki potensial
membrane istirahat yang mantap. Sel-sel khusus jantung tidak memiliki
potensial membrane istirahat. Sel-sel ini memperlihatkan aktivitas “pacemaker”
(picu jantung), berupa depolarisasi lambat yang diikuti oleh potensial aksi
apabila potensial membrane tersebut mencapai ambang tetap. Dengan demikian,
timbulkah potensial aksi secara berkala yang akan menyebar ke seluruh jantung
dan menyebabkan jantung berdenyut secara teratur tanpa adanya rangsangan
melalui saraf.

Mekanisme yang mendasari depolarisasi lambat pada sel jantung penghantar


khusus masih belum diketahui secara pasti. Di sel-sel otoritmik jantung,
potensial membaran tidak menetap antara potensia-potensial aksi. Setelah suatu
potensial aksi, membrane secara lambat mengalami depolarisasi atau bergeser
ke ambang akibat inaktivitasi saluran K+. Pada saat yang sama ketika sedikit K+
ke luar sel karena penurunan tekanan K+ dan Na+, yang permeabilitasnya tidak
berubah, terus bocor masuk ke dalam sel. Akibatnya, bagian dalam secara
perlahan menjadi kurang negative; yaitu membrane secara bertahap mengalai
depolarisasi menuju ambang. Setelah ambang tercapai, dan saluran Ca ++
terbuka, terjadilah influks Ca++ secara cepat, menimbulkan fase naik dari
potensial aksi spontan. Fase saluran K+. Inaktivitasi saluran-saluran ini setelah
potensial aksi usai menimbulkan depolarisasi lambat berikutnya mencapai
ambang.

Sel-sel jantung yang mampu mengalami otoritmisitas ditemukan di lokasi-lokasi


berikut:

1. Nodus sinoatrium (SA), daerah kecil khusus di dinding atrium kanan


dekat lubang vena kava superior.
2. Nodus atrioventrikel (AV), sebuah berkas kecil sel-sel otot jantung
khusus di dasar atrium kanan dekat septum, tepat di atas pertautan atrium
dan ventrikel.
3. Berkas HIS (berkas atrioventrikel), suatu jaras sel-sel khusus yang berasal
dari nodus AV dan masuk ke septum antar ventrikel, tempat berkas
tersebut bercabang membentuk berkas kanan dan kiri yang berjalan ke
bawah melalui seputum, melingkari ujung bilik ventrikel dan kembali ke
atrium di sepanjang dinding luar.
4. Serat Purkinje, serat-serta terminal halus yang berjalan dari berkas HIS
dan menyebar ke seluruh miokardium ventrikel seperti ranting-ranting
pohon.

Berbagai sel penghantar khusus memiliki kecepatan pembentukkan impuls


spontan yang berlainan. Simpul SA memiliki kemampuan membentuk impuls
spontan tercepat. Impuls ini disebarkan ke seluruh jantung dan menjadi penentu
irama dasar kerja jantung, sehingga pada keadaan normal, simpul SA bertindak
sebagai picu jantung. Jaringan penghantar khusus lainnya tidak dapat
mencetuskan potensial aksi intriksiknya karena sel-sel ini sudah diaktifkan lebih
dahulu oleh potensial aksi yang berasal dari simpul SA, sebelum sel-sel ini
mampu mencapai ambang rangsangnya sendiri.

Urutan kemampuan pembentukkan potensial aksi berbagai susunan penghantar


khusus jantung yaitu:

 Nodus SA (pemacu normal) : 60-80 kali per menit


 Nodus AV : 40-60 kali per menit
 Berkas His dan serat purkinje : 20-40 kali per menit

 Penyebaran eksitasi jantung dikoordinasi untuk memastikan agar pemompaan


efisien. Penyebaran ini dimulain dengan adanya potensial aksi secara spontan
pada simpul SA. Potensial aksi berjalan dengan cepat menyebar di kedua
atrium. Penyebaran impuls tersebut dipermudah oleh dua jalur penghantar, yaitu
jalur antaratrium dan antarnodus. Dengan jalur antarnodus, impuls kemudian
menyebar ke berkas AV, yaitu satu-satunya titik tempat potensial aksi dapat
menyebar dari atrium ke dalam ventrikel. Akan tetapi karena susunan khusus
sistem penghantar dari atrium ke dalam ventrikel, terdapat perlambatan yang
lebih dari 1/10 detik antara jalan impuls jantung dari atrium ke dalam ventrikel.
Penyebab melambatnya penghantaran impuls tersebut dikarenakan tipisnya
serat di daerah ini dan konsentrasi taut selisih yang rendah. Taut selisih itu
sendiri merupakan mekanisme komunikasi antar sel yang mempermudah
konduksi impuls. Hal ini memungkinkan atrium berkontraksi mendahului
ventrikel untuk memompakan darah ke dalam ventrikel sebelum kontraksi
ventrikel yang sangat kuat. Jadi, atrium bekerja sebagai pompa primer bagi
ventrikel, dan ventrikel kemudian menyediakan sumber tenaga utama bagi
pergerakan darah melalui sistem vaskular. Dari nodus AV. Potensial aksi
menyebar cepat ke seluruh ventrikel, diperlancar oleh sistem penghantar
ventrikel khusus yang terdiri dari berkas His dan serat-serat purkinje.

Peran Elektrolit Dalam Kontraksi Jantung

Pendahuluan
Gelombang ransang listrik tersebar menuju miokardium merangsang kontraksi
otot. Rangsangan listrik dikenal dengan depolarisasi, sedangkan pemulihan
listrik dikenal dengan repolarisasi. Aktivitas listrik dari jantung merupakan
akibat dari perubahanpermeabilitas membrane sel, yang memungkinkan
bergerakan ion2 melalui membrane sel tersebut dan mengubah muatan listrik
sepanjang membrane.
Ada 3 ion yang berperan dalam terbentuknya potensial aksi, yaitu kalium
(kation utama intrasel), natrium, n kalsium (Na n Ca kation pd ekstrsel).

Penjelasannya
Dalam perannya dalam kontraksi jantung, ion2 tersebut melalui beberapa fase :
1. Fase istirahat (fase 4)
Pada saat fase istirahat, intrasel relative negative sedangkan ektraselnya
relative positif. Pada fase ini membrane sel lebih permeabel terhadap
kalium dibanding natrium, sehingga ion kalium merembes keluar dari
intra (kadar kalium tinggi) ke ekstrasel (kadar kalium rendah), sehingga
muatan listrik intrasel menjadi negative.

2. Fase depolarisasi cepat (fase 0)


Setelah ion kalium keluar, permeabilitas membrane terhadap kalium
berkurang dan mengakibatkan terbukanya kanal ion natrium, sehingga
natrium ekstrasel masuk ke intrasel dan mengubah muatan listrik intrasel
dari negative ke positif sedangkan bagian ekstraselnya menjadi negative.
Nah… pada saat inilah terjadi kontraksi jantung.

3. Fase repolarisasi parsial (fase 1)


Setelah mengalami depolarisasi, terjadi perubahan muatan, karena adanya
tambahan muatan negative dari intrasel sendiri dan menyebabkan muatan
positif intrasel agak berkurang sehingga mengalami repolarisasi. Pada
fase ini kanal ion natrium di inaktifkan, untuk mencegah terjadinya influx
ion natrium. Nah… pada saat ini terjadi relaksasi jantung.

4. Pleteau (fase 2)
Pada fase ini kanal2 ion terbuka (K, Na, n Ca) namun tidak terjadi
perubahan muatan listrik, karena jumlah ion yang keluar dan masuk
seimbang.

5. Fase repolarisasi cepat (fase 3)


Kemudian masuk ke fase repolarisasi cepat ini kanal2 ion kalsium n
Natrium diinaktifkan dan permeabilitas membrane terhadap kalium
kembali meningkat sehingga kalium keluar dari intrasel dan mengurangi
muatan positif intrasel sehingga kembali pada keadaan relative negative.
Kembali ke fase istirahat….
4. Histologi
2. HISTOLOGI JANTUNG

Dinding jantung terdiri atas tiga lapisan:

a. Endokardium

b. Myokardium

c. Epikardium

a. Endokardium

 Selapis endotel

 Lapisan subendotel

Terdiri dari jaringan ikat dengan serabut-serabut elastis & sel-sel


fibroblast.

 Lapisan elastiko muskuler

Banyak serabut elastis & sedikit otot polos.

 Lapisan sub endokardium

- Lapisan dibawah endokardium, menghubungkan endokardium &


myokardium.
- Tediri dari jaringan ikat kendor dengan pembuluh darah, serabut
purkinye +.

b. Myokardium

 Anyaman otot jantung tersusun berlapis2, spiral  daya pompa besar.


 Intercalated disc.
 Pembuluh darah +, serabut-serabut saraf tidak bermyelin +.

5. Epikardium

 Mesotelium: epitel selapis pipih.

 Lapisan sub mesotelium

serabut kolagen & elastis.

 Lapisan sub epikard

Jaringan ikat kendor dengan sel lemak, pembuluh darah & saraf,
menghubungkan myokard & pericard.

PERIKARDIUM (pars parietalis)

- Membatasi rongga yang disebut cavum perikardii.

- Tidak menempel pada myokardium.

Terdiri atas:

 Mesotelium.

 Jaringan ikat yang mengandung serabut elastis, serabut kolagen,


makrofag, dsb.
 Lapisan sel-sel lemak.

Befungsi menahan menebalnya myokardium dan endokardium.

1.3   Patofisiologi hipertensi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang
bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf
pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan
dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi
epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi
kortisol dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat respon vasokontriktor
pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke
ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut
cenderung mencetus keadaan hipertensi.
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer
bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat,
dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup),
mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer
(Smeltzer, Bare, 2002).
Aktivitas kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari
korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki
peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan
ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam)
dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi
NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume
cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan
tekanan darah (Anggraini, 2008).

Renin

Angiotensin I

Angiotensin I Converting Enzyme (ACE)

Angiotensin II

↑ Sekresi hormone ADH rasa haus


Stimulasi sekresi aldosteron dari
korteks adrenal
Urin sedikit → pekat & ↑osmolaritas
↓ Ekskresi NaCl (garam) dengan
mereabsorpsinya di tubulus ginjal

Mengentalkan

↑ Konsentrasi NaCl
di pembuluh darah
Menarik cairan intraseluler → ekstraseluler

Diencerkan dengan ↑ volume


Volume darah ↑ ekstraseluler

↑ Tekanan darah
↑ Volume darah

↑ Tekanan darah

Gambar 1. Patofisiologi hipertensi.

(Sumber: Rusdi & Nurlaela Isnawati, 2009)

Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem


sirkulasi dilakukan oleh aksi memompa dari jantung (cardiac output/CO)
dan dukungan dari arteri (peripheral resistance/PR). Fungsi kerja masing-
masing penentu tekanan darah ini dipengaruhi oleh interaksi dari berbagai
faktor yang kompleks. Hipertensi sesungguhnya merupakan abnormalitas
dari faktor-faktor tersebut, yang ditandai dengan peningkatan curah
jantung dan / atau ketahanan periferal. Selengkapnya dapat dilihat pada
bagan.
Gambar 3: Beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah
(Sumber: Kaplan, 1998 dalam Sugiharto, 2007)
Hipertensi Sekunder
• Hipertensi yang tdk diketahui penyebabnya adalah h.primer, sedangkan
yg diketahui penyebabnya adalah h.sekunder

Etiologi
• Gagal ginjal kronik
• Obstructive sleep-apnoea
• Aldosteronisme primer
• Stenosis a.renalis
• Sindrom Cushing
• Feokromositoma
• Hiperparatirodisme
• Koarktasio aora
• Hipo dan hiperparatiroidisme
• Obat-obatan

Pemeriksaan
• Memeriksa Tekanan Darah
• Peningkatan serum kreatinin dan penurunan eGFRmengindikasikan peny
ginjal
• TD labil atau hipotensi postural, palpitasi, pucat, dan asculario
kemungkinan feokromositoma
• Hipokalemia, bruit di abdomen atau pinggang, atau peningkatan serum
kreattinin yg signifikan ketika terapi ACE dan ARB diberikan
mengindikasiakan h.renovaskular
• Osteroporosis, obesitas trunkal, moon face, purole striae, kelemahan otot,
memar, dan hirsutisme, hiperglikemia, hipokalemia dan hiperlipidemia
kemungkinan h.sekunder akibat sindrom cushing
Penyakit-penyakit pd H.Sekunder
Penyakit ginjal dan renovaskular(2-5 %)
• Dpt mjd penyebab & sekaligus komplikasi
• Merupakan penyebab terbanyak dr h.sekunder
• > 20% pasien memiliki stenosis > 70 % pd a.renalis unilateral dan
bilateral
• Keluhan dan gejala :
• Px.penunjang:
Feokromositoma (0,2-0,4 %)
• Adalah tumor yg memproduksi dan melepas adrenalin dan noradrenalin
ascul darah.
• Keluhan dan gejala :
• Diagnosis px. Metadrenalin dan normetadrenalin serum
• Terapi asculari dgn terapi bedah untuk mengangkat tumor
Aldosteronisme primer (1-11 %)
• Penyebabnya a/ adenoma adrenal yg lbh banyak diderita wanita dan
jarang pd anak
• Perlu dicurigai keberadaannya pd pasien h.resisten yg disertai retensi Na
dan hipokalemia yg tdk disebabkan hal lain.
• Diagnosis : px. Kadar aldosteronisme &plasma ascul activity
• Terapi asculari : adrenalektomi
Sindrom Cushing
• Sindrom yg diakibatkan o/ peningkatan kadar glukokortikoid
• Penyebab utama ssuching : peningkatab produksi ACTH o/ kel. Putuitary
• Produksi kortisol berlebih jg dsbabkan o/tumor kel. Adrenal
Obstructive sleep apnoea
• Ditandai o/ episode berhentinya aliran udara spt respirasi ulang krn jalan
nafas atas mengalami kolaps saat tdr
• Akibat OSA a/ berkurangnya saturasi oksigen
• Osa yg tdk diobati menyebabkan mslh CVS mll bbrp mekanisme :
• Doagnosis : polisomnografi (golden standart)
Polisomnografi

Hipotiroidisme dan hepertiroidisme


• Hipotiroidisme berhubungan dgn peningkatan TD, terutama ascular
• Penyebabnya krn perubahan dr kadar ascul, angiotensin, dan aldosteron
• Gejala hipotiridisme :
• Hipertiroidisme bhubungan dgn peningkatan kadar sistolik
• Gejala hipertiroidisme :
Koarktasio Aorta
• a/ kelainan asculari yg ditandai o/ menyempitnya segmen PD aorta
• Diagnosis :pemeriksaan fisik berupa murmus sistolik yag berubah mjd
kontinyu dgn waktu. Murmur terdengar di dada maupun punggung
• Hipertensi tjd di ekstermitas atas, sedangkan di ekstermitas bawah tjd TD
rendah atau bahkan tdk terdengar
Hipertensi Akibat Obat
• Obat yg dpt meningkatkan TD : NSAID, kokain, amfetamin,
eritropoietin, siklosporin, mineralkortikoid, obat penurun BB, steroid
ascular.
Kerusakan Target Organ
• Jantung
▫ Hipertofi venrikel kiri
▫ Infark miokard angina
▫ Riwayat revaskularisasi koroner
▫ Ggl jantung
▫ Otak
• Stroke atau Transient Ischemic Attack
• Demensia
▫ Penyakit ginjal kronik
▫ Penyakit arter perifer
▫ retinopati
Algoritma Hipertensi
KRISIS HIPERTENSI
Krisis hipertensi merupakan Suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang
mendadak (ascula ≥180 mmHg dan/atau diastole ≥120 mmHg), pd penderita
hipertensi, yg membutuhkan penanggulangan segera.
Epidemiologi
• Krisis hipertensi (HT) merupakan salah satu kegawatan
kardiovaskular yang sering dijumpai di instalasi gawat darurat
(IGD).
• Dari 60 juta penduduk Amerika Serikat , 30% diantaranya
menderita HT dan hamper 1-2% akan berlanjut menjadi krisis HT
disertai kerusakan organ target.
• Data krisis HT di Indonesia masih belum banyak, namun studi
Multinatinal Monitoring of Trends and Determinants in
Cardiovascular Disease yang dilakukan di Jakarta pada tahun 1988
menempatkan HT sebagai factor risiko utama kejadian
kardiovaskular.
• Angka kematian dan kesakitan krisis HT tergantung pada beratnya
kerusakan organ target dan stadium HT.
• Angka kematian dalam setahun bila tidak diobati dengan baik,
mencaoai 90%.
• Namun, krisis HT dapat dicegah bila pengobatan dengan anti
hipertensi yang sesuai dijalankan dengan baik.
Faktor predisposisi
Klasifikasi
 HT emergensi : yaitu peningkatan tekanan darah sistolik (TDS)
lebih dari 180 mmHg dan tekanan darah diastolic (TDD) lebih dari
120 mmHg secara mendadak, disertai kerusakan organ target.
 HT urgensi : yaitu peningakatan tekanan darah (TD) seperti HT
emergensi, tetapi tanpa disertai kerusakan organ target.

Istilah lain
1. Hipertensi refrakter : respon pengobatan tidak memuaskan dan TD
>220/110 mmHg.
2. Hipertensi akselerasi : TD meningkat (diastolic) >120 mmHg disertai
dengan kelainan funduskopi KW III.
3. Hipertensi maligna: penderita hipertensi akselerasi dengan TD diastolic
>120-130 mmHg dan kelainan funduskopi KW IV.
4. Hipertensi ensefalopati : kenaikan TD tiba-tiba disertai dengan keluhan
sakit kepala, perubahan kesadaran dan dapat menjadi reversible bila TD
diturunkan.
Kerusakan organ target pada hipertensi emergensi
1. Ensefalopati hipertensi
2. Diseksi aorta akut
3. Edema paru akut dengan gagal napas
4. Infarks miokard akut/angina tidak stabil
5. Eklamasi
6. Gagal ginjal akut
7. Anemia mikroangiopati hemolitik
MANIFESTASI KLINIS KRISIS HIPERTENSI
1. Neurologi:
Sakit kepala, hilang/ kabur penglihatan, kejang, ascula neurologis fokal,
gangguan kesadaran (somnolen, ascu, coma).
2. Mata:
Funduskopi berupa perdarahan retina, eksudat retina, edema papil.
3. Kardiovaskular
Nyeri dada, edema paru.
4. Ginjal:
Azotemia, proteinuria, oligouria.
5. Obstetri
Preklampsia dg gejala berupa gangguan penglihatan, sakit kepala hebat,
kejang, nyeri abdomen kuadran atas, gagal jantung kongestif dan oliguri,
serta gangguan kesadaran/ gangguan serebrovaskuler.
Diagnosis
Diagnosis krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil
terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat.
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
Anamnesis
1. R/ hipertensi (awal hipertensi, jenis obat anti hipertensi, keteraturan
konsumsi obat).
2. Usia : 40-60 tahun
3. Gejala system saraf
4. Gejala system kardiovaskular
5. Gejala system ginjal
6. Riwayat penyakit : glomerulonefosis, pyelonefritis
Pemeriksaan fisik
1. Sesuai dengan organ target yang terkena
2. Pengukuran TD di kedua lengan
3. Palpasi denyut nadi di keempat ekstremitas
4. Auskultasi untuk mendengar ada/ tidak bruit pembuluh darah besar,
bising jantung dan ronki paru.
5. Pemeriksaan neurologis umum
6. Pemeriksaan funduskopi
Pemeriksaan laboratorium awal dan penunjang
Pemeriksaan laboratorium awal:
a. Urinalisis
b. Hb, Ht, ureum, kreatinin, gula darah dan
elektrolit.
Pemeriksaan penunjang: ekg, foto toraks
Tatalaksana hipertensi emergensi
Pasien harus dirawat di ruang rawat intensif untuk dipantau TD secara
kontinu dan diberikan obat anti hipertensi IV.
Target penurunan TD pada satu jam pertama adalah tekanan darah
rerata (mean arterial pressure,MAP) tidak lebih dari 25%,
kemudoan bila sudah stabil dipertahankan 160/110 mmHg dalam
2-6 jam.
Setelah stabil, maka penurunan secara bertahap dapat dimulai untuk
mecapai nilai TD normal dalam 24-48 jam berikutnya.
Penurunan TD yang cepat harus dihindari.
Untuk itu penggunaan nifedipin kerja cepat tidak direkomendasikan
untuk terapi awal.
Obat-obat parenteral untuk penanganan hipertensi
1. Diltiazem, iv dosis 30-50 mg/jam
2. Sodium nitroprusid, 0,25-10 mg/kgBB/menit
3. Nitrogliserin, 5-100 mg/menit
4. Nikardipin, 30-40 mg/jam
5. Hidralasin 10-20 mg IV/ 10-50 mg IM
Vasodilator iv lain yang digunakan
6. Diazoxide, iv 1-3 mg/kgBB
7. Enalaprila, iv 1.25 mg dalam 5 menit selama 6 jam
8. Esmolol, dosis pembebanan 500 ug/kgBB dalam 1 menit, dilanjutkan
dengan ascul 25-50 ug/kgBB/menit
9. Fenoldopam, dosis inisial 0.1 ug/kgBB/menit
10.Labetalol bolus awal 20 mg dilanjutkan dengan bolus 20-80 mg atau
pemberian ascul dimulai 2 mg/menit
11.Nicardipin, 5 mg/jam kemudian dititrasi
12.Nitroprusi, dosis awal 0.5 ug/kgBB/menit kemudian dititrasi
Tatalaksana hipertensi urgensi
• Tidak memerlukan obat-obatan anti hipertensi IV.
• Pemberian obat peroral aksi cepat seperti captopril, labetalol atau
klonidin sudah cukup bermanfaat untuk menurunkan TD dalam 24
jam
• Pemberian dosis pembebanan anti hipertensi peroral dapat
menimbulkan efek akumulasi, dan pasien dapat mengalami
hipotensi saat meninggalkan RS.
• Optimalisasi penggunaan kombinasi obat oral merupakan pilihan
terapi pasien HT urgensi.
Pengobatan hipertensi
Kelas obat utama yang digunakan untuk mengendalikan tekanan darah
adalah :
1. Diuretik
Diuretik menurunkan tekanan darah dengan menyebabkan ascular.
Pengurangan volume plasma dan Stroke Volume (SV) berhubungan
dengan dieresis dalam penurunan curah jantung (Cardiac Output, CO)
dan tekanan darah pada akhirnya. Penurunan curah jantung yang
utama menyebabkan resitensi perifer. Pada terapi ascular pada
hipertensi kronik volume cairan ekstraseluler dan volume plasma
ascul kembali kondisi pretreatment.
a. Thiazide
Thiazide adalah golongan yang dipilih untuk menangani hipertensi,
golongan lainnya efektif juga untuk menurunkan tekanan darah.
Penderita dengan fungsi ginjal yang kurang baik Laju Filtrasi
Glomerolus (LFG) diatas 30 mL/menit, thiazide merupakan agen
ascular yang paling efektif untuk menurunkan tekanan darah.
Dengan menurunnya fungsi ginjal, natrium dan cairan akan
terakumulasi maka ascular jerat Henle perlu digunakan untuk
mengatasi efek dari peningkatan volume dan natrium tersebut. Hal
ini akan mempengaruhi tekanan darah arteri. Thiazide menurunkan
tekanan darah dengan cara memobilisasi natrium dan air dari
dinding arteriolar yang berperan dalam penurunan resistensi
vascular perifer.
b. Diuretik Hemat Kalium
Diuretik Hemat Kalium adalah anti hipertensi yang lemah jika
digunakan tunggal. Efek hipotensi akan terjadi apabila ascular
dikombinasikan dengan ascular hemat kalium thiazide atau jerat
Henle. Diuretik hemat kalium dapat mengatasi kekurangan kalium
dan natrium yang disebabkan oleh ascular lainnya.
c. Antagonis Aldosteron
Antagonis Aldosteron merupakan ascular hemat kalium juga tetapi
lebih berpotensi sebagai antihipertensi dengan onset aksi yang
lama (hingga 6 minggu dengan spironolakton).
2. Beta Blocker
Mekanisme hipotensi beta bloker tidak diketahui tetapi dapat
melibatkan menurunnya curah jantung melalui kronotropik ascular
dan efek inotropik jantung dan inhibisi pelepasan ascul dan ginjal.
a. Atenolol, betaxolol, bisoprolol, dan metoprolol merupakan
kardioselektif pada dosis rendah dan mengikat baik reseptor β 1
daripada reseptor β2. Hasilnya agen tersebut kurang merangsang
bronkhospasmus dan vasokontruksi serta lebih aman dari non
selektif β bloker pada penderita asma, penyakit obstruksi ascular
kronis (COPD), diabetes dan penyakit arterial perifer.
Kardioselektivitas merupakan fenomena dosis ketergantungan dan
efek akan hilang jika dosis tinggi.
b. Acebutolol, carteolol, penbutolol, dan pindolol memiliki aktivitas
ascular simpatomimetik (ISA) atau sebagian aktivitas agonis
reseptor β.
3. Inhibitor Enzim Pengubah Angiotensin (ACE-inhibitor)
ACE membantu produksi angiotensin II (berperan penting dalam
regulasi tekanan darah arteri). ACE didistribusikan pada beberapa
jaringan dan ada pada beberapa tipe sel yang berbeda tetapi pada
prinsipnya merupakan sel endothelial. Kemudian, tempat utama
produksi angiotensin II adalah pembuluh darah bukan ginjal. Pada
kenyataannya, inhibitor ACE menurunkan tekanan darah pada
penderita dengan aktivitas ascul plasma normal, bradikinin, dan
produksi jaringan ACE yang penting dalam hipertensi.
4. Penghambat Reseptor Angiotensin II (ARB)
Angiotensin II digenerasikan oleh jalur ascul-angiotensin
(termasuk ACE) dan jalur asculario yang digunakan untuk enzim lain
seperti chymases. Inhibitor ACE hanya menutup jalur ascul-
angiotensin, ARB menahan langsung reseptor angiotensin tipe I,
reseptor yang memperentarai efek angiotensin II. Tidak seperti
inhibitor ACE, ARB tidak mencegah pemecahan bradikinin.
5. Antagonis Kalsium
CCB menyebabkan relaksasi jantung dan otot polos dengan
menghambat saluran kalsium yang ascular terhadap tegangan sehingga
mengurangi masuknya kalsium ekstra selluler ke dalam sel. Relaksasai
otot polos vasjular menyebabkan vasodilatasi dan berhubungan
dengan reduksi tekanan darah. Antagonis kanal kalsium
dihidropiridini dapat menyebbakan aktibasi ascul simpatetik dan
semua golongan ini (kecuali amilodipin) memberikan efek inotropik
negative.
Verapamil menurunkan denyut jantung, memperlambat konduksi
nodus AV, dan menghasilkan efek inotropik negative yang dapat
memicu gagal jantung pada penderita lemah jantung yang parah.
Diltiazem menurunkan konduksi AV dan denyut jantung dalam level
yang lebih rendah daripada verapamil.
6. Alpha blocker
Prasozin, Terasozin dan Doxazosin merupakan penghambat
reseptor α1 yang menginhibisi katekolamin pada sel otot polos
vascular perifer yang memberikan efek vasodilatasi. Kelompok ini
tidak mengubah aktivitas reseptor α2 sehingga tidak menimbulkan efek
takikardia.
7. VASO-dilator langsung
Hedralazine dan Minokxidil menyebabkan relaksasi langsung otot
polos arteriol. Aktivitasi ascul baroreseptor dapat meningkatkan aliran
simpatetik dari pusat fasomotor, meningkatnya denyut jantung, curah
jantung, dan pelepasan ascul. Oleh karena itu efek hipotensi dari
vasodilator langsung berkurang pada penderita yang juga
mendapatkan pengobatan inhibitor simpatetik dan ascular.
8. Inhibitor Simpatetik Postganglion
Guanethidin dan guanadrel mengosongkan norepinefrin dari
terminal simpatetik ascularionic dan inhibisi pelepasan norepinefrin
terhadap respon stimulasi saraf simpatetik. Hal ini mengurangi curah
jantung dan resistensi ascular perifer .
9. Agen-agen obat yang beraksi secara sentral
10.VASO-dilator langsung
Kandungan garam (Sodium atau Natrium)
Seseorang yang mengidap penyakit hipertensi sebaiknya mengontrol diri
dalam mengkonsumsi garam. Yang dimaksud dengan garam disini adalah
garam natrium yang terdapat dalam hampir semua bahan makanan yang berasal
dari hewan dan tumbuh-tumbuhan. Salah satu sumber utama garam natrium
adalah garam dapur. Oleh karena itu, dianjurkan konsumsi garam dapur tidak
lebih dari ¼ - ½ sendok teh/hari atau dapat menggunakan garam lain diluar
natrium.
Tujuan diet garam rendah adalah membantu menghilangkan retensi garam atau
air dalam jaringan tubuh dan menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.
Adapun syarat-syarat diet garam rendah adalah :
· Cukup energi, protein, mineral, dan vitamin.
· Bentuk makanan sesuai dengan keadaan penyakit.
· Jumlah natrium disesuaikan dengan berat tidaknya retensi garam atau air
dan/atau hipertensi.
Diet ini mengandung cukup zat-zat gizi. Sesuai dengan keadaan penyakit dapat
diberikan berbagai tingkat Diet Garam Rendah.
· Diet Garam Rendah I (200-400 mg Na)
Diet ini diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan/atau hipertensi berat.
Pada pengolahan makanannya tidak ditambahkan garam dapur. Dihindari bahan
makanan yang tinggi kadar natriumnya.
· Diet Garam Rendah II (600-800 mg Na)
Diet ini diberikan kepada pasien dengan edema, asites, dan/atau hipertensi tidak
terlalu berat. Pemberian makanan sehari sama dengan Diet Garam Rendah I.
Pada pengolahan makanannya boleh menggunakan ½ sdt garam dapur (2 g).
Dihindari bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya.
· Diet Garam Rendah III (1000-1200 mg Na)
Diet ini diberikan kepada pasien dengan edema dan/atau hipertensi ringan.
Pemberian makanan sehari sama dengan Diet Garam Rendah I. Pada
pengolahan makanannya boleh menggunakan 1 sdt garam dapur (4 g).
13.Kandungan Potasium atau Kalium
Suplements potasium 2-4 gram perhari dapat membantu penurunan
tekanan darah. Potasium umumnya bayak didapati pada beberapa buah-buahan
dan sayuran. Buah dan sayuran yang mengandung potasium dan baik untuk
dikonsumsi penderita hipertensi antara lain semangka, alpukat, melon, buah
pare, labu siam, bligo, labu parang/labu, mentimun, lidah buaya, seledri,
bawang dan bawang putih. Selain itu, makanan yang mengandung unsur omega
3 sagat dikenal efektif dalam membantu penurunan tekanan darah (hipertensi).
Pada penderita hipertensi dimana tekanan darah tinggi > 160 /gram
mmHg, selain pemberian obat-obatan anti hipertensi perlu terapi dietetik dan
merubah gaya hidup. Tujuan dari penatalaksanaan diet adalah untuk membantu
menurunkan tekanan darah dan mempertahankan tekanan darah menuju normal.
Disamping itu, diet juga ditujukan untuk menurunkan faktor risiko lain seperti
berat badan yang berlebih, tingginya kadar lemak kolesterol dan asam urat
dalam darah. Harus diperhatikan pula penyakit degeneratif lain yang menyertai
darah tinggi seperti jantung, ginjal dan diabetes mellitus.
14.MENGATUR MENU MAKANAN
Mengatur menu makanan sangat dianjurkan bagi penderita hipertensi
untuk menghindari dan membatasi makanan yang dapat meningkatkan kadar
kolesterol darah serta meningkatkan tekanan darah, sehingga penderita tidak
mengalami stroke atau infark jantung.
Makanan yang harus dihindari atau dibatasi adalah:
1. Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru, minyak
kelapa, gajih).
2. Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium (biskuit, crakers,
keripik dan makanan kering yang asin).
3. Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned, sayuran serta
buah-buahan dalam kaleng, soft drink).
4. Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur atau buah, abon, ikan asin,
pindang, udang kering, telur asin, selai kacang).
5. Susu full cream, mentega, margarin, keju mayonnaise, serta sumber protein
hewani yang tinggi kolesterol seperti daging merah (sapi/kambing), kuning
telur, kulit ayam).
6. Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus sambal, tauco
serta bumbu penyedap lain yang pada umumnya mengandung garam natrium.
7. Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian, tape.
Cara mengatur diet untuk penderita hipertensi adalah dengan
memperbaiki rasa tawar dengan menambah gula merah/putih, bawang
(merah/putih), jahe, kencur dan bumbu lain yang tidak asin atau mengandung
sedikit garam natrium. Makanan dapat ditumis untuk memperbaiki rasa.
Membubuhkan garam saat diatas meja makan dapat dilakukan untuk
menghindari penggunaan garam yang berlebih. Dianjurkan untuk selalu
menggunakan garam beryodium dan penggunaan garam jangan lebih dari 1
sendok teh per hari.
Meningkatkan pemasukan kalium (4,5 gram atau 120 – 175 mEq/hari)
dapat memberikan efek penurunan tekanan darah yang ringan. Selain itu,
pemberian kalium juga membantu untuk mengganti kehilangan kalium akibat
dan rendah natrium. Pada umumnya dapat dipakai ukuran sedang (50 gram) dari
apel (159 mg kalium), jeruk (250 mg kalium), tomat (366 mg kalium), pisang
(451 mg kalium) kentang panggang (503 mg kalium) dan susu skim 1 gelas
(406 mg kalium). Kecukupan kalsium penting untuk mencegah dan mengobati
hipertensi: 2-3 gelas susu skim atau 40 mg/hari, 115 gram keju rendah natrium
dapat memenuhi kebutuhan kalsium 250 mg/hari. Sedangkan kebutuhan
kalsium perhari rata-rata 808 mg.
Pada ibu hamil makanan cukup akan protein, kalori, kalsium dan natrium
yang dihubungkan dengan rendahnya kejadian hipertensi karena kehamilan.
Namun pada ibu hamil yang hipertensi apalagi yang disertai dengan bengkak
dan protein urin (pre eklampsia), selain obat-obatan dianjurkan untuk
mengurangi konsumsi garam dapur serta meningkatkan makanan sumber Mg
(sayur dan buah-buahan).
BAB III

DAFTAR PUSTAKA

 www.patient.co.uk/showdoc/23068792/ - 55k

 www.americanheart.org/presenter.jhtml

 Buku Ajar kardiologi Fakultas kedokteran Universitas Indonesia

 Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FKUI

 Price & Wilson. Edisi 6, Patofisiologi volume 1. Jakarta, EGC.2005

 Underwood,J.C.E.Paologi umum dan


sistemik.vol.2/J.C.E.underwood;editor edisi
bahasaindonesia,Sarjadi.Ed2.Jakarta:EGC.1999

 Repository USU
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22069/4/Chapter
%20II.pdf

 Farmakologi katzung

Anda mungkin juga menyukai