Anda di halaman 1dari 10

TUGAS SUMMARY

Untuk memenuhi tugas matakuliah Landasan Pendidikan dan Pembelajaran


yang dibina oleh Dr. I. Nengah Parta, S.Pd., M.Si.

Oleh:
Miftachul Mukharomah
180311666049

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN MATEMATIKA
2018
PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN MASTERY DAN
UNDERSTANDING STRATEGIES, SELF-EXPRESIVE DAN
INTERPERSONAL

Matematika merupakan salah satu pelajaran yang dianggap rumit oleh


banyak siswa. Untuk mengubah anggapan siswa tersebut maka guru diharuskan
menarik minat belajar siswa dan menanamkan konsep dengan baik. Dengan
pemilihan strategi yang benar akan menghasilkan pembelajaran yang sesuai dengan
tujuannya. Dalam memilih strategi pembelajaran maka guru juga harus
memperhatikan gaya belajar. Gaya belajar adalah respon siswa dalam menerima
informasi dimana proses siswa menyerap dan mangolah informasi sebagai bentuk
kecenderungan siswa dalam mengadaptasi pendekatan belajar. Gaya belajar
dianggap penting karena proses penerimaan informasi dan pengolahan dalam otak
siswa berbeda-beda. Gaya belajar yang dianggap memiliki keterkaitan kuat pada
pembelajaran matematika terdiri dari:
1. Gaya mastery

Gaya belajar mastery adalah gaya belajar yang menggunakan prinsip


ketuntasan secara individual dan menekankan pada perkembangan memori siswa
dengan arti meskipun kegiatan belajar dilakukan secara berkelompok guru harus
mengakui kemampuan setiap siswa dan melayani setiap perbedaan yang dimiliki
siswa sehingga memungkinkan berkembangnya kemampuan yang dimiliki setiap
siswa secara optimal. Strategi ini memotivasi dengan memberikan urutan yang
jelas, umpan balik yang cepat, dan sebuah perasaan yang kuat untuk
mengembangkan kompetensi dan keberhasilan yang terukur. Sehingga guru perlu
berfokus secara tajam pada peningkatan kemampuan siswa untuk mengingat dan
meringkas.
Pada pembelajaran matematika siswa dengan gaya belajar mastery memiliki
keinginan mempelajari informasi dengan prosedur yang praktis. Menyukai masalah
matematika yang telah di pecahkan sebelumnya dengan menggunakan algoritma
dan pendekatan pemecahan masalah langkah demi langkah untuk menemukan
solusinya. Siswa mengalami kesulitan belajar matematika ketika permasalahan
terlalu abstrak dan open ended. Siswa menginginkan seorang guru yang
memodelkan kemampuan baru memberikan waktu untuk latihan dan membangun
umpan balik.

2. Gaya understanding

Gaya understanding merupakan gaya belajar dimana berusaha untuk


memperluas kapasitas siswa dalam menjelaskan dan bernalar. Pada gaya belajar ini
guru dituntut untuk berusaha membangkitkan dan mengembangkan kapasitas siswa
untuk bernalar dan menggunakan bukti dan logika. Strategi ini memotivasi dengan
membangkitkan keingintahuan melalui misteri, masalah, petunjuk, dan peluang
untuk menganalis dan berdebat.
Siswa dengan gaya belajar understanding menggunakan logika, debat, ide,
dan penyelidikan untuk memahami matematika yang di pelajari. Menyukai masalah
matematika dengan pendekatan pemecahan masalah yang meminta mereka untuk
menjelaskan, membuktikan, dan mengidentifikasi masalah. Kesulitan yang biasa
nya dialami ketika terdapat permasalahan yang berfokus pada lingkungan sosial di
kelas seperti pembelajaran kooperatif. Mereka menyukai tantangan dari guru
matematika untuk berpikir dan menjelaskan ide yang dimiliki
3. Gaya self-expressive

Gaya self-expressive merangsang dan memelihara imajinasi dan kreativitas


siswa. Strategi ini menggunakan perumpamaan, kiasan, pola, dan “bagaimana jika”
untuk memotivasi dorongan siswa menuju individualitas dan keaslian. Oleh karena
itu guru perlu menyoroti kemampuan siswa untuk membayangkan dan mebuat
sesuatu.
Siswa dengan Gaya self-expressive menggunakan imajinasi untuk
mengeksplor ide matematika sehingga mereka menyukai masalah matematika yang
berbentuk open ended. Mereka Akan memilih membuat solusi baru untuk
menyelesaikan masalah daripada mengingat sokusi yang telah ada. Karena
memiliki kemampuan ilustrasi yang baik. Siswa mengalami kesulitan apabila
pembelajaran matematika berfokus pada latihan praktek dengan masalah yang
berbentuk hafalan.
4. Gaya interpersonal

Pada gaya interpersonal siswa dibantu menemukan arti dalam hubungan


yang dibentuk dari rekan dan anggota tim dimana bersatu dalam kegiatan
pembelajaran. Gaya belajar yang berfokus perkembangan hubungan pribadi dan
komunitas kelas ini menggunakan tim, persekutuan atau kemitraan, dan pelatihan
untuk memotivasi siswa melalui dorongan siswa untuk keanggotaan dan hubungan.
Sehingga perlu untuk menumbuhkan kebutuhan siswa dalam berhubungan secara
pribadi kepada kurikulum dan kepada sesama siswa.
Siswa interpersonal menginginkan belajar mealalui dialog, kolaborasi, dan
pembelajaran kooperatif dengan masalah yang berfokus pada dunia nyata dan
aplikasi matematika dalam kehidupan. Mereka lebih menyukai pemecahan masalah
dengan pendekatan yang bersifat diskusi terbuka.
Gaya belajar yang dimiliki siswa seringkali lebih dari satu namun terdapat
satu gaya belajar dominan yang mereka miliki. Terkait penerapan strategi
pembelajaran berdasarkan gaya belajar siswa, karena beragamnya gaya yang
dimiliki siswa, guru juga perlu menerapkan berbagai strategi yang tidak hanya
berfokus pada satu gaya namun yang mengombinasikan keempat strategi
pembelajaran agar setiap siswa memiliki akses yang sama dalam pembelajaran
sesuai kebutuhan mereka masing-masing. Dengan memahami gaya belajar siswa
dan strategi pembelajaran berdasarkan gaya belajar siswa, diharapkan tujuan
pembelajaran matematika di sekolah bisa tercapai dengan baik.
Pada pembelajaran matematika sebaiknya siswa dapat menunjukkan gaya
belajar yang dimilik yaitu dengan mengaplikasikan rumus, menghitung secara
akurat, dan memperkuat kemampuan melalui latihan (mastery), menemukan pola,
membuat generalisasi, dan mengembangkan penjelasan matematis yang baik
(understanding), berpikir kreatif, mengembangkan masalah baru, dan mencoba
berbagai pendekatan pemecahan masalah (self-expressive), dan membuat
hubungan dan memecahkan masalah matematika kontekstual atau dunia nyata
(interpersonal).
Pembelajaran Matematika berdasarkan Cognitive Load Theory

a. Beban kognitif (cognitive load)

Pada dasarnya, proses belajar berhubungan dengan kemampuan memori


dalam menerima informasi. Kemampuan memori setiap orang berbeda-beda,
memori setiap orang memiliki kapasitas penerimaan informasi yang terbatas antar
satu dengan yang lainnya. Adanya kemampuan yang terbatas tersebut akan
menyebabkan seorang tersebut menjadi berat dan terbebani ketika harus menerima
informasi yang banyak. Hal tersebut disebut dengan beban kognitif yang dipandang
sebagai suatu konsep merepresentasikan beban untuk merepresentasikan beban
yang dipaksakan sistem kognitif.
Beban kognitif secara umum dipandang sebagai suatu konsep yang
merepresentasikan beban yang melakukan tugas tertentu yang dipaksakan pada
sistem kognitif yang mana hal ini dapat dikonseptualisasikan sebagai suatu dimensi
tugas (beban mental) dan suatu dimensi pelajar (usaha mental), yang keduanya
mempengaruhi kinerja siswa. Beban kognitif atau cognitive load adalah sebuah
teori instruksional yang berawal dari sebuah ide pada memori kerja kita yang
dibatasi dengan respon terhadap sejumlah informasi yang dapat diterima dan
sejumlah operasi yang dapat ditampilkan oleh informasi tersebut. Oleh karena itu
seorang pelajar dapat mendukung penggunaan memori kerja tersebut secara efisien,
terutama saat mempelajari tugas atau pekerjaan yang sulit.
b. Teori beban kognitif (cognitive load theory)

Teori beban kognitif (cognitive load theory) adalah teori psikologis yang
menjelaskan tentang besarnya beban yang terjadi dalam kognitif manusia yang
disebabkan tuntutan tugas yang melebihi kapasitasnya. Teori beban kognitif
berhubungan dengan cara yang mana di dalamnya sumber kognitif difokuskan dan
digunakan selama pembelajaran dan pemecahan masalah. Cognitive Load Theory
bertujuan untuk memprediksi hasil belajar dengan memperhatikan kemampuan dan
pemahaman kognitif manusia. Teori ini dapat diterapkan pada berbagai lingkungan
belajar karena karakteristik desain dari bahan ajar berkaitan dengan prinsip-prinsip
pengolahan informasi manusia. Cognitive Load Theory (CLT) dipandu oleh
gagasan bahwa pembelajaran yang efektif harus memiliki atau didasarkan pada
pengetahuan kita tentang bagaimana pikiran manusia bekerja.
Banyak metode pembelajaran dan pemecahan masalah yang memaksakan siswa
sehingga menimbulkan beban kogntif bagi siswa, dalam hal ini beban tersebut
diistilah beban kognitif asing (extraneous cognitive load), yaitu beban kognitif yang
muncul akibat desain pengajaran yang tidak tepat.
c. Sumber beban kognitif

Beban memori kerja yang digunakan bergantung pada banyaknya elemen yang
harus diproses secara bersamaan dalam memori kerja, dan banyakan elemen ini
bergantung pada tingkat hubungan antar elemen. Beban kognitif dalam memori
kerja disebabkan tiga sumber, yaitu:
1. Beban kognitif intrinsik (intrinsic cognitive load)\

Beban kognitif intrinsik melalui interaktivitas elemen ditentukan melalui suatu


interaksi antara sifat materi yang diajarkan dan keahlian pelajar. Beban kognitif
intrinsik tidak dapat dimanipulasi karena sudah menjadi karakter dari interaktifitas
elemen-elemen di dalam materi. Sehingga, beban kognitif intrinsik ini bersifat
tetap. Beberapa materi secara intrinsik sulit untuk dipahami dan belajar terlepas dari
bagaimana hal itu diajarkan.
2. Beban kognitif ekstrinsik/asing (extraneous cognitive load)

Beban kognitif asing biasanya disebabkan oleh beban intrinsik (Intrinsik


Cognitive Load) yang tidak sesuai atau strategi penyampaian informasi yang tidak
sesuai dengan materi. teori ini juga bertujuan untuk menjelaskan bagaimana
pentingnya mengelola beban belajar (beban kognitif intrinsik) yang ditentukan oleh
interaksi unsur-unsur informasi yang penting untuk mencapai tujuan pembelajaran
tertentu.
Beban kognitif asing memberikan inti dari teori beban kognitif dan berada
dibawah kontrol langsung dari perencana pembelajaran. Beban kognitif asing
sepenuhnya disebabkan oleh format pembelajaran. Karena beban kognitif intrinsik
tidak dapat diubah, penting untuk mendesain pembelajaran dengan cara yang
mengurangi beban kognitif asing. Jika sebaliknya, beban kognitif intrinsik rendah
diakibatkan oleh interaktivitas elemen yang rendah, beban kognitif asing yang
tinggi karena prosedur pembelajaran yang tidak sesuai mungkin tidak terlalu
berbahaya. Namun, guru juga dapat mendorong pelajar untuk memberikan usaha
yang lebih dalam proses pembelajaran yang secara langsung berhubungan dengan
pembelajaran seperti pembangunan skema.
3. Beban kognitif erat (germane cognitive load)

Beban kognitif germane adalah beban kognitif yang diakibatkan oleh proses
kognitif yang relevan dengan pemahaman materi yang sedang dipelajari dan proses
konstruksi (akuisisi skema) pengetahuan. Jika tidak ada beban kognitif germane,
berarti memori kerja tidak dapat mengorganisasikan, mengkonstruksi, mengkoding,
mengelaborasi atau mengintegrasikan materi yang sedang dipelajari sebagai
pengetahuan yang tersimpan dengan baik di memori jangka panjang.
Beban kognitif germane ditingkatkan untuk proses yang dianggap
berhubungan secara langsung dengan pembangunan skema. Asumsi dasarnya ialah
bahwa suatu desain pembeljaran yang menghasilkan kapasitas memori kerja yang
tidak digunakan karena beban kognitif intrinsik yang rendah akibat dari materi
pembelajaran, beban kognitif asing yang rendah akibat dari prosedur pembelajaran
yang tidak sesuai, atau kombinasi dari keduanya, dapat lebih jauh ditingkatkan
dengan mendorong siswa untuk ikut serta atau terlibat dalam pemrosesan kognitif
secara sadar yang berhubungan langsung dengan pembangunan skema
Sebagian besar dari beban kognitif asing diasumsikan bahwa sebagai
kategori beban kognitif berkurang, beban kognitif erat secara otomatis akan
meningkat karena peserta didik akan mencurahkan upaya yang sama untuk belajar
terlepas dari efektifitas pelajaran.
Tujuan utama dari pembelajaran ialah pembangunan dan otomatisasi dari
skema yang berguna untuk menyelesaikan masalah yaitu mengurangi beban
kognitif asing sehingga persentase yang lebih besar dari memori kerja dapat
dialihkan ke beban kognitif germane yang mana berhubungan dengan
pembelajaran.
PEMBELAJARAN MATEMATIKA
DENGAN PENDEKATAN PROBLEM POSING DAN OPEN ENDED

Pembelajaran matematika membutuhkan berbagai pendekatan dalam


mengajarkannya. Diantara yang bisa dilakukan guru adalah menggunakan
pendekatan problem posing dan open ended. Dalam menggunakan pendekatan
problem posing, siswa diharapkan mampu membuat beberapa sub pertanyaan
(posing) dari sebuah soal matematika. Dengan membuat beberapa sub pertanyaan
(posing) diharapkan siswa bisa menyelesaikan masalah matematika yang diberikan.
Sedangkan open ended, adalah pendekatan yang menuntut siswa bisa
menyelesaiakn permasalahan matematika menurut persepsi yang dimiliki siswa.
Dalam pendekatan open ended, setiap siswa bisa memilki alternatif jawaban yang
berbeda dan kesemua alternatif tersebut benar adanya.
a. Pendekatan Problem Posing
Dalam problem-posing, peran guru yang hanya semata-mata mengajar dan
siswa yang semata-mata diajar sebaiknya dihilangkan agar pendekatan problem-
posing dapat berfungsi. Baik guru maupun siswa sama-sama belajar melalui dialog
antara guru dan siswa. Guru menyajikan materi atau masalah kepada siswa untuk
menjadi pertimbangan mereka, dan mempertimbangkan kembali bagaimana siswa
mengekspresikan sendiri terkait materi atau masalah yang diberikan.
Dalam pembelajaran dengan pendekatan problem-posing, siswa semakin
disajikan dengan berbagai macam masalah yang berhubungan dengan mereka atau
dengan dunia nyata, akan merasa semakin tertantang dan merasa harus untuk
merespon tantangan tersebut. Hal ini terjadi karena mereka memahami masalah
yang terkait dengan masalah yang lain dalam suatu konteks, bukan sebagai suatu
pertanyaan teoritis sehingga pemahaman yang dihasilkan cenderung semakin kritis.
Dalam pembelajaran matematika, problem-posing merupakan suatu aktivitas
yang membantu siswa membangun interpretasi dan pengetahuannya terkait situasi
konkrit berdasarkan pengalaman dan pengetahuan matematika yang dimiliki
sebelumnya dan merumuskannya sebagai masalah matematika yang bermakna.
Adapun desain dari situasi problem-posing dalam pembelajaran terdiri dari tiga
situai, yaitu: (1) Situasi problem-posing bebas, yakni menempatkan problem-poser
ke di mana mereka harus mempertimbangkan orang yang akan mengerjakan
masalah yang akan diajukan.; (2) Situasi problem-posing semi terstruktur, situasi
yang diberikan mulai dari masalah yang menggabungkan struktur yang tidak
lengkap atau selesai sampai ke pemberian beberapa masalah yang saling berkaitan.;
dan (3) Situasi problem-posing terstruktur. Pada situasi ini, siswa diminta untuk
memberikan perubahan pada masalah (terstruktur) yang mungkin mempengaruhi
metode penyelesaiannya.
Kelebihan pendekatan problem-posing:
1) Meningkatkan kemampuan berpikir teoritis dan kreatif siswa
2) Meningkatkan perhatian, komunikasi matematika siswa, dan mendorong siswa
untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.
3) Meningkatkan pemahaman konsep matematika
Kekurangan pendekatan problem-posing:
1) Membutuhkan ketelitian dan kesungguhan guru dalam menerapkannya dengan
pendekatan lain serta materi yang cocok diajarkan dengan pendekatan tersebut.
2) Siswa yang berkemampuan rendah tidak dapat menyelesaikan semua soal yang
dibuatnya dan kesulitan menyelesaikan soal-soal yang dibuat oleh teman yang
memiliki kemampuan problem posing lebih tinggi.
b. Pendekatan open ended
Pendekatan open-ended adalah sebuah pendekatan pembelajaran dengan
menyajikan suatu masalah “tidak lengkap” atau terbuka yang banyak metode untuk
menyelesaikan masalah yang diberikan untuk sampai pada suatu jawaban untuk
memberikan pengalaman dalam menemukan sesuatu yang baru dalam prosesnya.
yang terlebih dahulu diberikan. Masalah open ended terdiri dari tiga tipe yaitu
menemukan hubungan, mengklarifikasi, dan pengukuran. Oleh karena itu
pendekatan open ended memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengombinasikan pengetahuan, kemampuan, dan cara berpikir siswa yang
sebelumnya telah dipelajari.
Tujuan pembelajaran open-ended untuk mengembangkan kegiatan kreatif dan
pola pikir matematis siswa melalui problem solving dengan kegiatan kreatif dan
pola pikir matematis siswa yang harus dikembangkan sebaik mungkin sesuai
dengan kemampuan setiap siswa. Jadi perlu memberikan kesempatan pada siswa
untuk berpikir dengan bebas sesuai dengan minat dan kemampuannya. Aktivitas
kelas yang penuh dengan ide matematika ini pada gilirannya akan memacu
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.
Kelebihan pendekatan open ended:
1) Siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan mengekspresikan ide
mereka lebih sering.
2) Siswa memiliki kesempatan yang lebih untuk menggunakan secara
komprehensif pengetahuan dan kemampuan matematika mereka.
3) Bahkan siswa dengan presetasi rendah dapat merespon terhadap masalah
dengan beberapa caranya sendiri
4) Siswa secara intrinsik dimotivasi utnuk memberikan bukti
5) Siswa memiliki banyak pengalaman terkait kesenangan menemukan dan
menerma persetujuan dari siswa lainnya.
Kekurangan pendekatan open ended:
1) Terdapat kesulitan untuk membuat dan menyiapkan situasi masalah
matematika yang bermakna
2) Beberapa siswa yang memiliki kemampuan tinggi mungkin saja mengalami
kecemasan mengenai jawaban merka
3) Siswa mungkin merasa bahwa pembelajaran mereka tidak begitu memuaskan
karena kesulitan dalam merangkum secara jelas.
Mengembangkan merancang pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
open-ended:
1) Tentukan apakah masalah yang diberikan sudah sesuai.
2) Daftarkan respon yang diharapkan siswa terhadap masalah.
3) Buat tujuan penggunaan masalah menjadi jelas
4) Rencanakan suatu metode dalam memberikan masalah sehingga siswa dapat
dengan mudah memahami makna dalam masalah atau yang diekspektasikan
dari mereka.
5) Buatlah masalah semenarik mungkin.
6) Berikan waktu yang cukup untuk mengeksplor masalah

Anda mungkin juga menyukai