PE Indriyati Paling Baru Baru Baru
PE Indriyati Paling Baru Baru Baru
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hipertensi dalam kehamilan merupakan salah satu masalah yang sering
terjadi pada ibu hamil dan merupakan 5–15% penyulit dalam kehamilan.1 Tiga
penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan (30%), hipertensi dalam
kehamilan (25%), dan infeksi (12%) (OBST). Hipertensi dalam kehamilan
termasuk di dalamnya preeklampsia merupakan penyebab utama nomor dua
kematian ibu di seluruh dunia. 1
WHO memperkirakan kasus preeklampsia tujuh kali lebih tinggi di negara
berkembang daripada di negara maju. Prevalensi preeklampsia di Negara maju
adalah 1,3% - 6%, sedangkan di Negara berkembang adalah 1,8% - 18%.5,6
Insiden preeklampsia di Indonesia sendiri adalah 128.273/tahun atau sekitar 5,3%.
Kecenderungan yang ada dalam dua dekade terakhir ini tidak terlihat adanya
penurunan yang nyata terhadap insiden preeklampsia.8
Preeklampsia merupakan masalah kedokteran yang serius dan memiliki
tingkat kompleksitas yang tinggi. Besarnya masalah ini bukan hanya karena
preeklampsia berdampak pada ibu saat hamil dan melahirkan, namun juga
menimbulkan masalah pasca persalinan akibat disfungsi endotel di berbagai
organ, seperti risiko penyakit kardiometabolik dan komplikasi lainnya.8
Adanya angka yang cukup tinggi terhadap mortalitas dan morbilitas
hipertensi dalam kehamilan di Indonesia dapat disebabkan oleh etiologi yang
tidak jelas, dan perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh petugas non
medis dan sistem rujukan yang belum sempurna. Sehingga pengetahuan tentang
pengelolaan hipertensi dalam kehamilan harus benar-benar dipahami oleh semua
tenaga medik baik dipusat maupun di daerah.1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Etiologi
Etiologi preeklamsia tidak diketahui secara pasti. Diketahui ada beberapa
Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian preeklamsia.7
2
2.4 Patofisiologi
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan
jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam
kehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori tersebut yang di anggap mutlak benar.
Teori-teori sekarang banyak di anut adalah:1
3
Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron,
sedangkan pada preeklampsia rata-rata 2OO mikron. Pada hamil normal
vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero
plasenta.
4
endotel. Membran sei endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida
lemak, karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangar
renran terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida
lemak.
Disfungsi sel endotel
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi
kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai daii membran sel endotel.
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel,
bahkan rusaknya seluruh strukrur sel endotel.
5
4. Teori adaptasi kardiovaskulartori genetik
Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan
vasopresor. Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan
bahan vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk
menirnbulkan respons vasokonstriksi.
Pada kehamilan normal terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap
bahan vasopresor adalah akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada
sel endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa daya refrakter terhadap
bahan vasopresor akan hilang bila diberi prostaglandin sintesa inhibitor (bahan
yang menghambat produksi prostaglandin). Prostaglandin ini di kemudian hari
ternyata adalah prostasiklin.
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan
vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan
vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor
hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor.
Banyak peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan kepekaan terhadap bahan-
bahan vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan sudah terjadi pada rrimester I
(penama). Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi hipenensi
dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu.
Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam
kehamilan.
Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe
ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika
dibandingkan dengan genotipe janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang
mengalami preeklampsia, 26% anak perempuannya akan mengalami preeklampsia
pula, sedangkan hanya 8 % anak menantu mengalami preeklampsia.
6
5. Teori defesiensi gizi
Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk
minyak hati halibut, dapat mengurangi risiko preeklampsia. Minyak ikan
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi
tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi
pembuluh darah.
Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik untuk memakai
konsumsi minyak ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dalam
mencegah preeklampsia . Hasil sementara menunjukkan bahwa penelitian ini
berhasil baik dan mungkin dapat dipakai sebagai alternatif pemberian aspirin.
Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet
perempuan hamil mengakibatkan risiko terjadinya preeklampsia/eklampsia.
Penelitian di Negara Equador Andes dengan metode uji klinik, ganda tersamar,
dengan membandingkan pemberian kalsium dan plasebo. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi suplemen kalsium cukup, kasus yang
mengalami preeklampsia adalah 14 % sedang yang diberi glukos 17 %.
7
meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu
menjadi jauh lebih besar, dibanding reaksi inflamasi pada kehamilan normal.
Respons inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel
makrofag/granulosit, yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik
inflamasi yang menimbuikan gejala-gejala preeklampsia pada ibu. Redman,
menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeklampsia akibat produksi debris
trofoblas plasenta berlebihan tersebut di atas, mengakibatkan "aktivitas leukosit
yang sangat tinggi" pada sirkulasi ibu. Peristiwa ini oleh Redman disebut sebagai
"kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskular pada kehamilan" yang
biasanyaberlangsung normal dan menyeluruh.
8
Gambar 2 Patofisiologi preeklampsia
9
Jika tidak didapatkan protein urin, hipertensi dapat diikuti salah satu
dibawah ini:
1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadarkreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya
3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen.
4. Edema Paru
5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus,
gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta :Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV).8
10
7. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta:Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan absent orreversed end diastolic velocity (ARDV).5
2.7 Penatalaksanaan
Terdapat perbedaan manajemen hipertensi pada kehamilan dan di luar
kehamilan.Kebanyakan kasus hipertensi di luar ke hamilan merupakan hipertensi
esensial yang bersifat kronis.Terapi hipertensi di luar kehamilan ditujukan untuk
mencegah komplikasi jangka panjang, seperti stroke dan infark miokard,
sedangkan hipertensi pada kehamilan biasanya kembali normal saat post-partum,
sehingga terapi tidak ditujukan untuk pencegahan komplikasi jangka
panjang.Preeklampsia berisiko menjadi eklampsia, sehingga diperlukan
penurunan tekanan darah yang cepat pada preeklampsia berat. Selain itu,
preeklampsia melibatkan komplikasi multisistem dan disfungsi endotel, meliputi
kecenderungan protrombotik,penurunan volume intravaskuler, dan peningkatan
permeabilitas endotel.4
Manajemen Ekspektatif atau Aktif.Tujuan utama dari manajemen
ekspektatif adalah untuk memperbaiki luaran perinatal dengan mengurangi
morbiditas neonatal serta memperpanjang usia kehamilan tanpa membahayakan
ibu.
11
Bagan 1. Manajemen Ekspektatif Preeklampsia tanpa gejala berat5
12
- Jika didapatkan tanda pertumbuhan janin terhambat, evaluasi
menggunakan doppler velocimetry terhadap arteri umbilikal
direkomendasikan
13
c. Bagi wanita yang melakukan perlawatan ekspektatif preekklamsia berat,
pemberian kortikosteroid direkomendasikan untuk membantu pematangan
paru janin
d. Pasien dengan preeklampsia berat direkomendasikan untuk melakukan
rawat inap selama melakukan perawatan ekspektatif
Terminasi Kehamilan
Data Maternal Data Janin
Hipertensi berat yang tidak terkontrol Usia kehamilan 34 minggu
Gejala preeklampsia berat yang tidak Pertumbuhan janin terhambat
berkurang (nyeri kepala, pandangan Oligohidramnion presisten
kabur dan sebagainya) Profil biofisik <4
Penurunan fungsi ginjal progresif
Trombositopenia persisten atau HELLP Deselarisasi variabel dan lambat pada
syndrome NST
Edema paru
Eklampsia Dopller arteri umbilicalis : reversed
Solusio plasenta end diastolic flow
Persalinan/ketuban pecah
Kematian janin
Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat
inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Penatalaksanaan yang
penting yaitu pengelolaan cairan karena penderita preeklampsia berat memiliki
resiko edema paru dan oligouria, hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh keadaan
hipovolemi, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradien tekanan
14
onkotik koloid. Oleh karena itu monitoring cairan input dan output sangat
penting.1
2.7.1 MgSO4
Magnesium Sulfat merupakan senyawa kimia garam anorganik yang
mengandung magnesium, sulfar dan oksigen dengan rumus MgSO4.Magnesium
sulfat bekerja pada sebagian besar calcium channel di otot polos vascular dan
mengurangi kalsium intraseluler. Salah satu efek dari berkurangnya kalsium
intraselular adalah inaktivasi dan aktivitas calmodulin depedent myosin ligh chain
kinase sehingga mengurangi kontraksi menyebabkan relaksasi arterial berefek
menurunkan resisten vackular perifer dan cerebral, menghilangkan vasospasme
dan menurunkan tekanan arteri.3
Penggunaan MgSO4 jika melebihi dosis dapat menyebabkan intoksikasi
seperti menurunnya reflex seperti reflex tendon, depresi sitem saraf pusat dan
dapat menjadi apneu gejala akhirnya dapat menyebabkan henti jantung.3
15
- Syarat-syarat pemberian MgSO4
Harus tersedia antidotum MgSO4bila terjadi intoksikasi yaitu
kalsium glukonas 10%= 1 g (10% dalam 10 cc) diberikan i.v 3 menit.
Kemudian refleks patella (+) kuat dan frekuensi pernapasan >16 kali/menit
serta tidak ada tanda-tanda distres pernapasan.
- Magnesium sulfat dihentikan bila ada tanda-tanda intoksikasi, dan setelah
24 jam pasca persalinan atau 24 jam setelah kejang berakhir.
16
- Lanjutkan dengan pemberian MgSO4 1g/jam, contoh : sisa 15cc atau
6g (MgSO4 40%) diencerkan dengan 500cc kristaloid dan diberikan
selama 6 jam (28 tetes/menit)
17
9. Tidak ditemukan perbedaan bermakna morbiditas maternal dan perinatal
serta mortalitas perinatal antara penggunaan magnesium sulfat dan
antikonvulsan lainnya.5
Pemberian antihipertensi
Keuntungan dan risiko pemberian antihipertensi pada hipertensi ringan -
sedang (tekanan darah 140 – 169 mmHg/90 – 109 mmHg), masih
kontroversial.European Society of Cardiology (ESC) guidelines 2010
merekomendasikan pemberian antihipertensi pada tekanan darah sistolik ≥ 140
mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg pada wanita dengan hipertensi gestasional
(dengan atau tanpa proteinuria), hipertensi kronik superimposed, hipertensi
gestasional, hipertensi dengan gejala atau kerusakan organ subklinis pada usia
kehamilan berapa pun. Pada keadaan lain, pemberian antihipertensi
direkomendasikan bila tekanan darah ≥ 150/95 mmHg..Menurut Belfort,
penentuan batas (cut off) tekanan darah untuk pemberian antihipertensi yang
dipakai yaitu ≥160/110 mmHg dan MAP ≥ 126 mmHg. 1
Antihipertensi lini pertama
Nifedipin merupakan salah satu calcium channel blocker yang sudah
digunakan sejak decade terakhir untuk mencegah persalinan preterm (tokolisis)
dan sebagai antihipertensi. Berdasarkan RCT, penggunaan nifedipin oral
menurunkan tekanan darah lebih cepat dibandingkan labetalol intravena, kurang
lebih 1 jam setelah awal pemberian. Nifedipin selain berperan sebagai vasodilator
arteriolar ginjal yang selektif dan bersifat natriuretik, dan meningkatkan
produksi urin.
Nifedipin, dosis 10-20 mg per oral, dulangi setelah 30 menit maksimum
120 mg dalm 24 jam.
Antihipertensi lini kedua
- Sodium nitroprusside 0,25 µg iv/kg/menit, infus, ditingkatkan 0,25 µg
iv/kg/5 menit.
- Diazokside 30-60 mg/iv/5menit atau intravena infus 10 mg/menit/dititrasi
18
Antihipertensi sedang dalam penelitian yaitu calcium channel blocker:
isradipin, nimodipin dan serotonin reseptor antagonis: ketan serin. 1Di Indonesia,
antihipertensi yang digunakan yaitu nifedipin 10-20 mg diulangi 30 menit bila
perlu. Dosis maksimum 120 mg per 24 jam. Nifedipin tidak boleh diberikan
sublingual karena efek vasodilatasi sangat cepat sehingga hanya boleh diberikan
peroral. 1s
Glukokortikoid
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak
merugikan ibu. Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x24 jam.1
2.8 Penyulit
2.8.1 Ibu
- Sistem saraf pusat
Pendarahan intracranial , tromosis vena sentral , hipertensi ensepalopati,
edema serebri, edema retina , macular atau retina detachment dan keutaan korteks.
- Gastrointetinal hepatic: subscapular hematoma hepar, rupture kapsul hepar.
- Ginjal : gagal ginjal akut , nekrosis tubular akut.
- Hematologik: DIC, tromositopenia dan hematoma luka operasi
- Kardiopulmonar : edema paru kardiogenik atau non kardiogenik, depresi atau
arrest pernapasan , cardiac arrest , iskemia miokardium.
- Lain-lain : asites , edema laring , hipertensi yang tidak terkendalikan
2.8.2 Janin
Penyulit yang terjadi pada janin ialah intrauterine fetal growth restriction ,
solusio placenta , prematuritas, sindroma distes napas , kematian janin intrauterine
, kematian neonatal , pendarahan intraventrikular , necrotizing enterocolitis ,
sepsis , dan cereral palsy.
19
BAB III
LAPORAN KASUS
ANAMNESA PENYAKIT
Ny. I, 40 tahun, G4P3A0, Jawa, Islam, SLTP, Ibu rumah tangga. Istri dari
Tn. A, 45 tahun, Jawa, Islam, STM, Karyawan Swasta. Datang dengan keluhan:
Keluhan Utama : Nyeri kepala
Telaah : Hal ini dialami pasien sejak 1minggu ini,memberat
dalam satu hari ini, pasien juga mengatakan bahwa ia juga memiliki tekanan darah
tinggi sejak hamil 7 bulan dan pada kehamilan sebelumnya pasien menderita
hipertensi. Pandangan kabur (-), nyeri ulu hati (+), kejang sebelumnya (-). Pasien
merasakan mules – mules mau melahirkan sejak jam 15.00, hanya dirasakan
sesekali, keluar air – air dari kemaluan (-), keluar lendir darah sejak jam 15.00.
BKA dan BAB normal
RPT : Hipertensi dan diabetes melitus
RPO : Tidak jelas
20
Riwayat pekerjaan, sosio ekonomi dan psikososial yaitu seorang ibu
rumah tangga, ekonomi menengah ke bawah dan tidak ada riwayat gangguan
psikososial.
RIWAYAT MENSTRUASI
Menarche : 12 tahun
Lama : 5 hari
Siklus : 28 hari
Volume : ± 2 doek/hari
Nyeri : tidak ada
HPHT :?
TTP :?
ANC : 3x ke Bidan
RIWAYAT MENIKAH
Pasien menikah 1 kali pada usia 19 tahun
RIWAYAT PERSALINAN
1. Laki-laki, aterm, 2700 gr, PSP, Bidan, klinik , 21 tahun, Sehat
2. Laki-laki, aterm, 3400 gr, PSP, Bidan, Klinik, 18 tahun, Sehat
3. Perempuan, aterm, 3500gr, PSP , Bidan ,Klinik, 15 tahun , Sehat.
4. Hamil saat ini
PEMERIKSAAN FISIK
VITAL SIGN
Sens : compos mentis Anemis :-
TD : 190/110 mmHg Ikterik :-
Nadi : 90 x/i Sianosis :-
Pernafasan : 20 x/i Dyspnoe :-
Suhu : 36,7oC Oedema :-
21
Berat Badan : 98 kg
Tinggi Badan: 160 cm
STATUS GENERALISATA
Kepala : Dalam batas normal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-)
Sklera Ikterik (-/-)
Refleks pupil (+/+)
Isokor, ka=ki
Leher : Pembesaran KGB (-/-)
TVJ R-2 cmH2O
Thorax
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : SF kanan = kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi :
Jantung : S1 (N), S2 (N), S3 (-), S4 (-) reguler, murmur (-)
Paru : Suara Pernafasan : Vesikuler
Suara Tambahan : Tidak Ada
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, Clubbing finger (-),
Oedem Pretibial (+/+) Inferior
Refleks KPR (+/+)
STATUS OBSTETRI
22
Abdomen : Membesar asimetris, peristaltik (+) normal
Tinggi Fundus Uteri : 3 jari BPX , 42cm
Tegang : kiri
Terbawah : kepala
Gerak Janin : (+)
HIS : 3x30”/10”
Denyut Jantung Janin : (+) 144x/i reguler
Taksiran Berat Janin :
Jhonson Tousack : (TFU(cm)-12)x155= (42-12)x155=4495gr
PEMERIKSAAN DALAM
VT (setelah pemberian MgSo4 regimen): - Servix axial,
EFF 20%, pembukaan 2cm, kepala Hodge I, UUK tidak diketahui,
selaput ketuban (+).
ST : - Lendir darah (+), air ketuban (-)
23
24
LABORATORIUM
19 Oktober 2018
Test Result Unit References
Hemoglobin 13.8 g/dl 12-16
Eritrosit 5.23 106/µL 4.0-5.40
Leukosit 10.28 103/µL 4.0-11.0
Hematokrit 41.4 % 36.0-48.0
Platelet 336 103/µL 150-400
Ureum 26 mg/dl 10.0-50.0
SGOT 45 U/L 0.00-40.00
SGPT 27 U/L 0.00-40.00
25
URIN RUTIN
19 Oktober 2018
Test Result References
Warna Kuning Kuning
Kekeruhan Keruh Jernih
Protein Poitif +++ Negatif
Sedimen Eritrosit 0-1/lpb <3/lpb
Sedimen Leukosit 3-4/lpb <5/lpb
Sedimen Renal Epitel Negatif Negatif
Reduksi Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
PH 5.0 4.6-8.0
DIAGNOSA KERJA
CPD + PE with severe feature + MG + KDR (39-40 minggu) + PK
+ AH + Inpartu+DM tipe 2
RENCANA TATALAKSANA
TERAPI MEDIKAMENTOSA
- Pasang Kateter keluar inisial urin 200cc
- O2 2-4 L/menit
- MgSO4 20% (4gr) 20cc bolus perlahan selama 15 menit
- RL +MgSO4 40% (12gr) 30cc 14gtt/i habis dalam 24 jam
- Nifedipin 10mg bila tekanan darah > 160/100 mmHg , berikan ekstra
nifedipin 10 mg, maksimal 120mg/24jam
RENCANA TINDAKAN
- SC Cito a/i CPD
26
LAPORAN SECTIO CAESARIA
WAKTU TINDAKAN
00.30-00.35 Pasien dibaringkan diatas meja operasi dengan posisi supine
dengan infus dan kateter terpasang baik.
00.35-00.40 Operator memakai alat pelindung diri seperti cap, masker,
apron, sepatu boat. Lalu mencuci tangan degan cara fuerbringer
dan memakai baju steril dan sarung tangan steril.
01.30-02.00 Melakukan tindakan anestesi spinal kemudian ditunggu dan
pasien diminta untuk mengangkat kaki. Pasien mengatakan
kakinya kebas dan sulit diangkat.
02.00-02.30 Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada lapangan
operasi dengan povidon iodine dan alkohol 70% lalu ditutup
dengan doek steril kecuali lapangan operasi
02.30-02.38 Di bawah spinal anastesi dilakukan insisi Pfanniestiel
sepanjang 10cm mulai dari kutis, subkutis, sampai
fascia.Dengan menyisipkan pinset anatomi di bawahnya, fascia
digunting ke arah kiri dan ke kanan, otot disisihkan secara
tumpul dari lapisan peritoneum.
02.38-02.45 Peritoneum visceralis dijepit dengan pinset anatomis, diangkat
lalu digunting ke atas dan ke bawah.Tampak uterus gravidarum
sesuai usia kehamilan.
02.45-02.50 Identifikasi Segmen Bawah Rahim (SBR). Dilakukan insisi
low concave di segmen bawah rahim (SBR) sampai lapisan
subendometrial. Endometrium ditembus dengan klem dan
dilebarkan secara tumpul sesuai arah sayatan. Selaput ketuban
dipecahkan, terlihat cairan amnion yang jernih dan kuning.
Janin dilahirkan dengan melahir kepala. Lahir bayi perempuan,
dengan berat badan :4650 gram, panjang badan : 53cm, apgar
score : 3/7, anus : (+). Tali pusat diklem di dua sisi dengan
27
jarak ± 5 cm dari pusat bayi dan digunting diantaranya
02.50-02.55 Dilakukan penjepitan tepi luka dengan menggunakan 4 oval
klem, dilakukan management aktif kala III dengan injeksi
oxytocin 10 IU secara IV. Kemudia plasenta dilahirkan dengan
metode peregangan tali pusat terkendali. Identifikasi plasenta,
Kesan : plasenta lahir lengkap. Cavum Uterus dibersihkan
dengan kassa steril. Kesan : bersih
02.55-03.00 Dilakukan penjahitan± 1cm dari ujung luka insisi uterus
dengan benang vicryl No.2. dilakukan penjahitan continous
double layer dengan menembus bagian myometrium sampai
subendometrium. Kemudian diteruskan sampai ujung luka.
Identifikasi tuba fallopi dan Ovarium, kesan : dalam batas
normal. Dilakukan sterilisasi pomeroy. Rongga abdomen
dibersihkan dari darah dan stoll sel. Kesan : bersih.
Evaluasi perdarahan, kesan : perdarahan terkontrol.
Evaluasi kontraksi uterus, kesan : kontraksi adekuat.
03.00-03.55 Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis sebagai berikut:
- peritoneum dijahit secara continuous suture dengan
benang plain catgut 2.0.
- otot dijahit secara simple interupred suture dengan
benang plain catgut 2.0.
- fascia dijahit secara continuous dengan benang vicryl
2.0.
- subkutis dijahit secara simple interupred suture dengan
benang chromic catgut 2.0.
- kutis dijahit dengan benang vicryl 2.0
03.55-04.00 Penjahitan selesai, luka pada dinding perut selesai dijahit dan
ditutup dengan supratule, kassa dan hypafix. Vagina
dibersihkan dari sisa darah dan membersihkan stoll sel dengan
kain kasa kapas untuk membersihkan darah.
28
04.00 Operasi selesai, keadaan umum ibu post operasi :
Sensorium : compos mentis
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Nadi : 90 x/i
Pernafasan : 22 x/i
Suhu : 36,8 oC
Pemantauan Kala IV
Waktu 05.30 05.45 06.00 06.15 06.30 07.00 07.30
29
RencanaTindakan
- Awasi vital sign, kontraksi uterus, dan perdarahan pervaginam, tanda – tanda
perdaraahan dan tanda eklamsia post partum
- Cek darah post op.
- Konsul interna dengan DM tipe 2
LABORATORIUM
Post SC
Test Result Unit References
Hemoglobin 11.4 g/dl 12-16
Eritrosit 4.32 106/µL 4.0-5.40
Leukosit 21.30 103/µL 4.0-11.0
Hematokrit 34.8 % 36.0-48.0
Platelet 300 103/µL 150-400
Ureum 32 mg/dl 10.0-50.0
SGOT 43 U/L 0.00-40.00
SGPT 20 U/L 0.00-40.00
30
BAB IV
FOLLOW UP PASIEN
5.1. Follow Up Pasien
Tanggal Follow up
20 Oktober S : Post operasi SC
2018 O : Sens : CM
TD : 140/90 mmHg
Nadi : 92 x/ menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,7oC
SL : Abdomen : Soepel, peristaltik (+) tympani (+)
TFU : 2 jari di bawah umbilikus, kontraksi kuat
L/O : Tertutup verban, kesan kering
P/V : Lochia rubra (-)
BAK : (+) via kateter OUP: 20cc/jam,kuning
jernih
BAB : (-), Flatus (-)
A : Post SC a/i PTM+Makrosomia + PE Without severe
feature+ Post Sterilisasi Pomeroy + NH0 + DM Tipe
2
P : - IVFD RL + MgSO4 40% 30cc 14gtt/i sampai
tanggal 21 Oktober 2018 pukul 04.00 WIB
- IVFD RL + Oxytocin 10IU 20gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam
- Inj. Ranitidin 50 mg / 12 jam
- Nifedipin 4x10mg apabila TD > 160/100 mmHg
- Captopril 2x25mg
- terapi sesuai TS interna
R/ Awasi tanda vital, Kontraksi uterus, perdarahan
pervaginam.
31
Jawaban interna: pasien didiagnosa dengan DM tipe
2 dan diberi diet MB 1700kkal
21 Oktober S : Nyeri luka bekas operasi
2018 O : Sens : CM
TD : 140/ 100 mmHg
Nadi : 90 x/ menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,6oC
SL : Abdomen : Soepel, peristaltik (+) tympani (+)
TFU : 2 jari di bawah umbilikus, kontraksi kuat
L/O : Tertutup verban, kesan kering
P/V : Lochia rubra (-)
BAK : (+) via kateter OUP: 58cc/jam.kuning
jernih
BAB : (-), Flatus (-)
A : Post SC a/i PTM+Makrosomia + PE Without severe
feature+ Post Sterilisasi Pomeroy + NH1 + DM Tipe
2
P : - IVFD RL 20gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam
- Inj. Ranitidin 50 mg / 12 jam
- Nifedipin 4x10mg apabila TD > 160/100 mmHg
- Captopril 2x25mg
-terapi sesuai ts interna
32
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36.7oC
SL: Abdomen : Soepel, peristaltik (+) tympani (+)
TFU : 2 jari di bawah umbilikus, kontraksi kuat
L/O : Tertutup verban, kesan kering
P/V : Lochia rubra (-)
BAK : (+) via kateter OUP:1600cc kuning jernih
BAB : (-), Flatus (+)
A :Post SC a/i PTM+Makrosomia + PE Without severe
feature+ Post Sterilisasi Pomeroy + NH2 + DM Tipe
2
P : - Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam
- Inj. Ranitidin 50 mg / 12 jam
- Nifedipin 4x10mg apabila TD > 160/100 mmHg
- Captopril 2x25mg
- terapi sesuai ts interna
R/ Awasi tanda vital, Kontraksi uterus, perdarahan
pervaginam, tanda eklamsi post partum, UOP
33
BAB : (-), Flatus (-)
A : Post SC a/i PTM+Makrosomia + PE Without severe
feature+ Post Sterilisasi Pomeroy + NH3 + DM Tipe
2
P : - Cefadroxil 2x500mg
- Asam Mefenamat 3x500mg
- Rantidine 2x150mg
- Amloddipine 1x10mg
- Valsartan 1x80mg
-terapi sesuai ts interna
R/ Awasi tanda vital, Kontraksi uterus, perdarahan
pervaginam, Aff infus, Aff kateter GV kering PBJ
34
- Ranitidin 2x150mg
- Amlodipin 1x10mg
- Valsartan 1x80mg
R/ PBJ
BAB V
DISKUSI KASUS
35
Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg RR: 22x/i Dyspnoe: -
dan tekanan darah diastolik ≥ 110 Temp: 36,7oc Oedema: -
mmHg. Tekanan darah ini tidak
menurun meskipun ibu hamil sudah disertai gejala neurologis nyeri kepala
dirawat di rumah sakit dan sudah (+).
menjalani tirah baring.
Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau Pemeriksaan laboratorium (19 Oktober
(++/+++) dalam pemeriksaan 2018)
kualitatif Hb: 13.8 g/dl
Oligouria, yaitu produksi urin Ht: 41.4%
kurang dari 500 cc/24 jam Leu: 10.24/µL
Kenaikan kreatinin plasma Plt: 336.000/µL
Gangguan visus dan serebral seperti Ur: 26,00 mg/dl
penurunan kesadaran, nyeri kepala, Cr: 0,80 mg/dl
skotoma dan pandangan kabur Ur.acid: 4.10 mg/dl
Nyeri epigastrium atau nyeri pada SGOT: 45 U/l
kuadran kanan atas abdomen (akibat SGPT: 27 U/l
teregangnya kapsula Glisson)
Edema paru-paru dan sianosis Pemeriksaan urinalisa (19 Oktober
Hemolisis mikroangiopatik 2018)
Trombositopenia berat yaitu < Kuning, keruh, protein (+++)
100.000 sel/mm3 atau penurunan
trombosit dengan cepat
Gangguan fungsi hepar (kerusakan
hepatoseluler yaitu peningkatan
alanin dan asparate aminotransferase
Pertumbuhan janin intrauterin yang
terhambat
36
MAP ≥ 126 mmHg.
Antihipertensi lini pertama
Nifedipin, dosis 10-20 mg per oral,
dulangi setelah 30 menit maksimum
120 mg dalm 24 jam.
37
BAB VI
CLINICAL SUMMARY
Permasalahan
Sebagai dokter umum, apabila menemukan kasus seperti ini, tindakan apa
yang perlu dilakukan ?
Kurangnya informasi dan sosialisasi dari tenaga pelayanan kesehatan
mengenai preeklampsia pada saat Antenatalcare (ANC) sehingga
menyebabkan kurangnya pemahaman ibu hamil tentang preeklampsiadan
upaya pencegahannya.
38
DAFTAR PUSTAKA
39