MAKALAH
(REVISI)
Oleh:
Dosen Pengampu:
SURABAYA
2019
2
BAB I
PENDAHULUAN
Segala sesuatu di dunia ini tidak ada yang tetap, yang tetap hanyalah
perubahan. Begitu pula dalam hal peradaban Islam yang lahir dengan berbagai
kondisi atmosfer ke-Islam-an yang heterogen. Beberapa rekam sejarah yang
menyebutkan awal kelahiran Islam hingga saat ini menampilkan beraneka gambaran
yang harus disimak satu-persatu.
Pada awal Islam, dalam hal kepemimpinan, Rasulullah yang menjadi figur
utama. Bahkan hampir setiap hal dalam kehidupan kaum muslimin merujuk pada
tingkah laku Nabi Muhammad. Jika diantara kaum muslimin terjadi perselisihan
maka akan ditanyakan langsung kepadanya. Keadaan tersebut berlangsung hanya
dalam masa kurang lebih 23 tahun.
Jika dilihat dari pengaruh pihak luar yang terjadi dalam pemerintahan,
Dinasti Abbasiyah II terbagi kedalam tiga periode. Masing-maing periode memiliki
gmbaran peta politik yang saling berbeda. Dinasti Abbasiyah, yang kekuasaanya
telah mencapai kurang lebih empat abad, pun harus terguling oleh invasi
internasional yang dilakukan oleh kerajaan Mongol.
Dengan melihat latar belakang di atas, dalam makalah ini akan dibahas
mengenai peradaban Islam pada masa Dinasti Abbasiyah II dengan berbagai kondisi
beberapa aspek yang melingkupinya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah yang akan
dijawab dalam makalah ini, sebagai berikut:
4
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui kondisi sosial-politik pada masa Dinasti Abbasiyah II.
2. Untuk mengetahui hubungan antara agama dan negara pada masa Dinasti
Abbasiyah II.
3. Untuk mengetahui kemajuan yang dicapai pada masa Dinasti Abbasiyah II.
4. Untuk mengetahui berakhirnya Dinasti Abbasiyah II.
5
BAB II
PEMBAHASAN
Unsur Turki telah masuk pada masa pemerintahan Al-Ma’mun dan Al-
Mu’tashim. Pemerintahan Abbasiyah pada masa Al-Ma’mun adalah yang
pertama kali menggunakan tentara budak yang disebut mamluk. Tentara ini
didominasi oleh bangsa Turki tetapi juga dari bangsa lain, Barbar dari Afrika
Utara dan Slav dari Eropa Timur. Pada masa Al-Mu’tashim bangsa Turki adalah
orang-orang yang tidak berpendidikan namun sangat kuat sehingga Al-
Mu’tashim menyukai mereka. Setelah dia membangun kota Samara dan istana-
istana didirikan di sana, dia memberikan ruang yang luas untuk orang-orang
Turki. Pusat pemerintahan pun berubah dengan perluasan ke Samara.3
3
Ibid., 154.
4
Yusuf Al-Isy, Dinasti Abbasiyah, (Jakarta: Al-Kautsar, 2007), 105.
5
Ibid., 105.
7
6
Ibid., 106.
7
Ibid., 107.
8
Muhamad Suhail Thaqqusy, Tarikh ad-Daulah al-Abbasiyah, (Beirut: Dar an-Nafa’is, 2009), 163.
9
Al-Isy, Dinasti Abbasiyah, 109.
8
kematian Al-Muntashir yang tidak wajar setelah menjabat tidak lebih enam bulan
sebagai khalifah.
10
Ibid., 121.
11
Thaqqusy, Tarikh ad-Daulah…, 165.
12
Al-Isy, Dinasti Abbasiyah, 122.
13
Al-Maghluts, Atlas Tarikh…, 154.
9
14
Al-Isy, Dinasti Abbasiyah, 123.
15
Ibid., 123-124.
16
Ibid., 173.
17
Ibid., 190-191.
10
Bani Buwaih mengaku bahwa mereka adalah keturunan Bahram Jur, salah
seorang raja Sasan. Klaim tersebut tidaklah benar. Sebagian sejarawan
mengatakan bahwa mereka bukan dari Iran.21 Bani Buwaih berawal dari tiga
bersaudara; Ali, Hasan dan Ahmad. Mereka adalah putra Abu Syuja’ Buwaih,
pencari ikan di desa Dailam. Mereka memasuki dinas militer dengan bergabung
18
Ibid., 192.
19
Al-Mughluts, Atlas Tarikh…, 149-150.
20
Ibid., 257.
21
Al-Isy, Dinasti Abbasiyah, 198.
11
dalam pasukan Makan ibn Kali. Kemudian berpindah untuk bergabung dengan
pasukan Mardawij ibn Zayyar Ad-Dailamy, karena pamor Abu Syuja’ memudar.
Oleh Mardawij, Ali diangkat sebagai gubernur Al-Karaj karena prestasinya.
Sedangkan dua saudaranya juga menerima jabatan penting. Dari sinilah
kekuasaan dirintis oleh Bani Buwaih. Ali berhasil melakukan ekspansi ke daerah-
daerah yang berada dalam wilayah Persia. Hingga berikutnya mereka menuju
Baghdad untuk merebut kekuasaan.22
Bani Buwaih memiliki pandangan yang jauh. Semula Ahmad bin Buwaih
bermusyawarah untuk menunjuk keluarga Ali sebagai khalifah. Namun di antara
mereka berpendapat jika keluarga Ali yang ditunjuk maka justru akan
mengancam pengaruh Bani Buwaih. Sedangkan jika khalifah tetap pada
Abbasiyah maka akan dapat mudah dikendalikan. Oleh pertimbangan tersebut
Ahmad Buwaih mengurungkan niatnya dan tetap membiarkan khilafah kepada
Dinasti Abbasiyah.24
22
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), 69.
23
Ibid., 198.
24
Al-Isy, Dinasti Abbasiyah, 199.
25
Ibid., 200 .
12
semena-mena terhadap penguasa yang ada dan tidak memiliki rasa hormat
kepada khalifah.
26
Ibid., 201.
27
Ibid., 202.
28
Al-Isy, Dinasti Abbasiyah, 200.
13
29
Al-Mughluts, Atlas Tarikh…, 150-151.
14
30
Yatim, Sejarah Peradaban…, 72.
31
Ahmad Syalabi, Mausu’ah at-Tarikh al-Islami wa al-Hadharat al-Islamiyah, (Kairo: Maktabah An-
Nhdhah Al-Mishriyah, 1974), 426.
32
Yatim, Sejarah Peradaban…, 73.
15
Dinasti Saljuk. Pada saat masa kepemimpinan Tughrul Bek inilah Dinasti Saljuk
memasuki Baghdad. Tughrul Bek berhasil merebut daerah-daerah Marwa dan
Naisabur dari kekuasaan Ghaznawiyah, Jurjan, Tabaristan, Khawarizm, Ray dan
Isfahan.33
Ekspansi yang dilakukan sejak masa Tughrul Bek dilanjutkan pada masa
Alp Arselan yang berhasil mengalahkan tentara Romawi di Asia Kecil, yaitu
Byzantium. Dan mereka memanfaatkan itu untuk menanamkan gerakan pen-
Turki-an. Selanjutnya Kesultanan Saljuk telah berdiri di berbagai wilayah. Pada
masa Maliksyah wilayah kekuasaan Dinasti Saljuk sangat luas dari Kashgor,
ujung daerah Turki sampai ke Yerussalem. Wilayah itu dibagi menjadi lima
bagian;35
1. Saljuk Besar yang menguasai daerah Khurasan, Ray, Jabal, Irak, Persia dan
Ahwaz.
2. Saljuk Kirman berada berada di wilayah kekuasaan Qawurt Bek ibn Dawud.
3. Saljuk Irak dan Kurdistan, pemimpin pertemannya adalah Mughirs Al-Din
Mahmud.
4. Saljuk Syria dibawah kepemimpinan keluarga Tutush ibn Al-Arselan.
5. Saljuk Rum yang dipegang oleh keluarga Qutlumish ibn Israil.
33
Ibid., 73.
34
Ibid., 74.
35
Ibid., 75. Lihat juga Philip K. Hitti History of the Arabs, (London: Macmillan, 1970), 410.
16
Dari segi politik memang dinasti ini sangat lemah. Hal ini tidak terlepas dari
kemampuan pemimpin yang memegang kekuasaan. Melihat hegemoni yang
mencampuri pemerintahan Dinasti Abbasiyah II dari masa ke masa, kita dapat
menemukan satu titik putih tentang hubungan agama dan negara di dalamnya.
Hubungan antara agama dan negara saat itu memperlihatkan fanatisme golongan
keagamaan tertentu. Sebelumnya pengaruh Mu’tazilah sangat kuat hingga menjadi
madzhab resmi negara. Yang nampak saat pengaruh Turki adalah madzhab Sunni,
karena anggota mayoritas masyarakat dan kekuatan Abbasiyah dikuasai Turki
meskipun sebagai kelompok tentara budak (mamluk) yang berpusat di Samarra.
36
Yatim, Sejarah Peradaban.., 76.
17
Buwaih saat itu memiliki kekhawatiran bahwa rakyat akan memberontak jika
keagamaan mereka terusik dengan pergantian tersebut. Adanya fanatisme ini
mencolok ketika penguasa Buwaih tidak berani ikut campur dalam pengangkatan
jabatan yang berhubungan dengan bidang keagaman. Seperti dalam hal pengangkatan
hakim, mufti dan khatib maka yang melakukan tetaplah khalifah Abbasiyah. Hal ini
tidak terlepas karena khalifah sudah dianggap sebagai jabatan keagamaan yang
sakral yang tidak bisa diganggu gugat.
Pada masa di bawah pengaruh Turki yang kedua, Dinasti Abbasiyah tetap
bertahan bahkan banyak terjadi perkembangan bidang keilmuan. Dinasti Saljuk yang
bermadzhab Sunni secara tidak langsung tidak akan menimbulkan konflik
keagamaan di masyarakat. Karena masyarakat yang di dalamnya mayoritas
menganut madzhab Sunni.
Dalam bidang keilmuan, masa ini lahir beberapa ulama’ yang cukup
berpengaruh. Meskipun dalam situasi politik yang seperti itu, geliat ulama’ dalam
menyebarkan keilmuan tetap hidup dan berkembang. Imam Ahmad ibn Hanbal (789-
855 M) adalah salah satu imam madzhab yang mengalami kehidupan pada masa awal
Abbasiyah II. Ahmad ibn Hanbal yang sebelumnya telah mengalami persekusi hingga
dipenjara pada masa Al-Ma’mun akhirnya dibebaskan oleh Al-Mutawakkil setelah
menumpas Mu’tazilah di Baghdad. Selain itu banyak juga imam madzhab lain yang
18
lahir pada massa Abbasiyah II, namun pemikiran dan madzhab itu tidak banyak
diikuti.
Aliran teologi yang lahir pada masa Abbasiyah II adalah Asy’ariyah oleh Abu
Al-Hasan Al-Asy’ari (873-935 M). Pemikirannya sedikit banyak tercampur dengan
logika Yunani karena sebelumnya Al-Asy’ari adalah pengikut Mu’tazilah.
Sedangkan mudawwin dan ahli hadits banyak yang hidup pada masa-masa politik
Islam di Baghdad dalam pengaruh Turki I, diantaranya Imam Bukhari (w. 256 H),
Imam Muslim (w. 261 H), Ibnu Majah (w. 275 H), Abu Daud (w. 275) Ad-Darimi (w.
280 H), At-Tirmidzi (w. 295) dan lainnya.
Dalam bidang keilmuan lain pun banyak ulama’ yang muncul dengan karya-
karya monumentalnya. Hal ini menunjukkan bahwa pintu yang diberikan oleh
penguasa dinasti dalam bidang keilmuan terbuka lebar. Dan kemajuan dalam bidang
keilmuan dan peradaban Islam menjadi tonggak utama dalam dinasti kerajaan Islam
masa Abbasiyah II dalam pengaruh Turki.
37
Yatim, Sejarah Peradaban…, 71.
19
sebagaimana yang dikutip oleh Badri Yatim, Univesitas Nizhamiyah inilah yang
menjadi percontohan bagi perguruan tinggi pada masa setelahnya.38
Dalam pembangunan fisik pun Bani Saljuk banyak berjasa. Pada masa
Maliksyah banyak masjid, irigasi, jalan raya dan jembatan dibangun. Hingga setelah
Sultan Maliksyah dan Nizham Al-Mulk meninggal Bani Saljuk berangsur-angsur
mengalami kemunduran.
38
Ibid., 75.
39
Yatim, Sejarah Peradaban…, 67.
20
40
Ibid., 81.
41
Ibid., 81.
21
42
Ahmad Amin, Dhuha Al-Islam, Jilid I, (Kairo: Lajnah At-Ta’lif Wa An-Nasyr, tt), 21.
43
Yatim, Sejarah Peradaban..., 63.
22
Ada beberapa dinasti yang lahir dan melepaskan diri dari kekuasaan
Baghdad pada masa khilafah Abbasiyah, diantaranya adalah:46
44
Sir William Muis, The Caliphat, (New York: AMS Inc., 1975), 432 dalam Yatim, Sejarah
Peradaban…, 63.
45
Yatim, Sejarah Peradaban…, 63.
46
Ibid., 65-66.
23
b) Fatimiyah di Mesir.
47
Yatim, Peradaban Islam…, 83.
48
Ibid., 83.
25
d. Kemerosotan Ekonomi
49
Ibid., 83.
50
Amin, Dhuha Al-Islam…, 42.
51
Yatim, Sejarah Peradaban…, 82.
26
Saljuk. Selain itu untuk perang itu dilakukan sebagai upaya mereka
menghambat pengaruh dan invasi kekuatan Muslim terhadap wilayah Kristen.
Berkecamuknya Perang Salib itu berhasil menyulut semangat perlawanan
orang-orang Kristen yang berada di wilayah kekuasaan Islam. Namun, di
antara komunitas-komunitas Kristen Timur, hanya Maronit Lebanon dan
Armenia yang tertarik untuk melibatkan diri dalam Perang Salib.52
Sebelumnya tentara Alp Arselan pada tahun 1071 M, berhasil mengalahkan
Romawi yang terdiri dari tentara gabungan Romawi, al-Akraj, al-Hajr, Ghuz,
Armenia dan Perancis. Peristiwa ini dikenal dengan peristiwa Manzikert.
Sebagai akibat dari perang salib juga terlihat dalam penyerbuan yang
dilakukan oleh tentara Mongol. Hulagu Khan, panglima tentara Mongol,
sangat membenci Islam dipengaruhi oleh orang-orang Budha dan Kristen
Nestorian. Mereka berasosiasi dengan Kristen itu dan mendapatkan semangat
penyerangan. Bahkan setelah menghancur leburkan pusat-pusat Islam,
Mongol ikut memperbaiki Yerusalem, karena kedekatan mereka dengan
Kristen.53
Pada tahun 565 H/1258 M, tentara Mongol tiba di salah satu pintu
Baghdad. Khalifah Al-Musta'shim, penguasa terakhir Dinasti Abbasiyah,
betul-betul tidak berdaya mengalahkan tentara Hulagu Khan. Dalam keadaan
kritis tersebut, Ibnu Alqami, wazir khilafah Abbasiyah, seorang Syi'ah ingin
mengambil kesempatan dengan menipu khalifah. la mengatakan kepada
khalifah bahwa ia telah berunding dengan Hulagu Khan dan mencapai
52
Nurcholis Madjid, Khazanah Intelektual Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), 35. Lihat juga
Yatim, Sejarah Peradaban…, 85.
53
Yatim, Sejarah Peradaban…, 85.
27
54
Muhammad Masyhur Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Indonesia Spirit Foundation,
2004), 168.
55
Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), 131.
28
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan sesuai rumusan masalah yang diangkat dalam makalah ini
didapatkan beberapa kesimpulan berikut:
1. Masa Dinasti Abbasiyah II dengan rentang kekuasaan kurang lebih empat abad
mengalami kondisi politik yang berubah-ubah. Sebagaimana periodesasi Al-
Maghluts kondisi politik Abbasiyah II dikelompokkan dalam tiga periode:
a. Masa Pengaruh Bangsa Turki (232-334 H/847-946 M)
o Pusat pemerintahan : Samara
b. Masa Pengaruh Dinasti Buwaih, Persia (334-447 H/946-1056 M)
o Pusat Pemerintahan: Syiraz
c. Masa Pengaruh Dinasti Saljuk, Turki (447-656 H/1055-1258 M)
o Pusat Pemerintahan: Naysabur dan Ray
a. Faktor internal
1. Persaingan antar Bangsa dan Perebutan Kekuasaan
2. Pemberontakan Pemimpin Wilayah yang Memerdekakan Diri
3. Konflik keagamaan dan munculnya aliran-aliran sesat.
4. Kemerosotan Ekonomi
B. Saran
Sejarah tidak memiliki agama. Akan tetapi isu agama menjadi motif yang
kerap kali muncul dalam mengungkap sejarah. Untuk mendapatkan kesimpulan
sejarah yang membuahkan hikmah dan dapat diambil ‘ibrah maka sebagai pembaca
masa lampau haruslah meletakkan segala kepentingannya.
Sekali lagi karena motif kebencian berbau isu agama, Hulagu Khan
memutuskan membumi-hanguskan Baghdad dari dinasti Islam. Sebagai orang-orang
yang mendambakan kebijaksanaan, maka kita sebagai muslim tidaklah patut
memupuk kebencian terhadap orang lain yang satu bangsa dengan aktor pelenyapan
dinasti kerajaan Islam tersebut, Hulagu Khan, dengan sinisme bangsa dan ras.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Ahmad, Dhuha Al-Islam, Jilid I, Kairo: Lajnah At-Ta’lif Wa An-Nasyr, tt.
Amin, Muhammad Masyhur, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Indonesia Spirit
Foundation, 2004.
Hitti, Philip K. History of the Arabs, London: Macmillan, 1970.
Isy (Al), Yusuf, Dinasti Abbasiyah, Jakarta: Al-Kautsar, 2007.
Madjid, Nurcholis, Khazanah Intelektual Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1984.
Maghluts (Al), Sami Ibn Abdillah Ibn Ahmad, Atlas Tarikh Daulah Abbasiyah, Riyadh:
Maktabah al-Ubaikan, 2012.
Mufrodi, Ali, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos, 1997.
Muis, Sir William, The Caliphat, New York: AMS Inc., 1975.
Syalabi, Ahmad, Mausu’ah at-Tarikh al-Islami wa al-Hadharat al-Islamiyah, Kairo:
Maktabah An-Nhdhah Al-Mishriyah, 1974.
Thaqqusy, Muhamad Suhail, Tarikh ad-Daulah al-Abbasiyah, Beirut: Dar an-Nafa’is, 2009.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada,1996.