Ia adalah seorang raja dari Mataram. Sang ibu bernama R.A. Mangkarawati, ia berdarah Pacitan.
Saat dilahirkan, Diponegoro memiliki nama Bendoro Raden Mas Ontowiryo. Sang Ayah sempat
punya niat untuk mengangkatnya sebagai raja. Hanya saja waktu itu ia sadar bahwa ia hanya
putra dari seorang selir, sehingga menolak keinginan dari ayahnya tersebut. Sepanjang hidupnya,
Diponegoro pernah mempersuntingnya banyak istri, diantaranya adalah Raden Ayu
Ratnaningrum, Bendara Raden Ayu Antawirya, dan Raden Ayu Ratnaningsih.
Kehidupannya lebih banyak dihabiskan untuk mendalami agama. Ia juga dikenal sangat
merakyat dan banyak tinggal di Tegalrejo. Ada satu momen dimana ia melakukan
pemberontakan terhadap keraton dan ini bermula saat keraton berada di bawah pemerintahan
Hamengkubuwana V (1822). Ia saat itu bertindak sebagai anggota perwalian. Ia tidak menyukai
prosedur perwalian tersebut. Diponegoro adalah sosok pejuang luar biasa. Ia tidak suka dengan
Belanda sejak mereka berani memasang patok di tanah miliknya yang berlokasi di Tegalrejo. Itu
tidak lain adalah karena Belanda dinilai semena-mena terhadap masyarakat.
Mereka juga suka membebani pajak kepada rakyat. Ia pun menunjukkan ketidaksukaannya
secara terbuka dan sikap ini ternyata banyak mendapat dukungan dari masyarakat. Sang paman
Pangeran Mangkubumi kemudian memintanya pindah dari Tegalrejo untuk memikirkan strategi
melawan kaum kafir. Ia menamai perjuangan tersebut sebagai Perang Sabil. Semangat tersebut
tidak hanya menyulut semangat orang-orang terdekatnya saja, namun mleluas hingga ke Kedu
dan Pacitan. Bahkan tokoh agama penting seperti Kyai Maja juga turut serta di dalam
perjuangan tersebut.
Perang tersebut menyebabkan kerugian di pihak kolonial. Mereka kehilangan banyak prajurit,
bahkan mencapai 15.000 orang. Karena dinilai membahayakan, mereka pun membuat
sayembara dengan hadiah 50.000 Gulden supaya orang tertarik ikut serta dalam perburuan
tersebut. Diponegoro baru berhasil ditangkap di tahun 1830.
Beberapa minggu setelah ditangkap, 28 Maret 1830, ia bertemu dengan Jenderal de Kock di
Magelang. Sang jenderal meminta supaya Diponegoro tidak melakukan aksi serangan lagi. Ia
pun menolaknya, sehingga berdampak pada pengasingan dirinya ke Ungaran, kemudian
Semarang, dan terakhir Batavia. Tidak berhenti disini, ia kembali dipindahkan beberapa kali dari
satu tempat ke tempat lainnya, bahkan sampai ke Manado.
"Gusti Allah menilai ketulusan perjuangan manusia, bukan hasil akhirnya. Kalaupun harus
menjumpai kematian, itu artinya mati syahid di jalan Tuhan,"
Hidup dan mati ada dalam genggaman Illahi. Takdir adalah kepastian, tapi hidup harus tetap
berjalan. Proses kehidupan adalah hakikat, sementara hasil akhir hanyalah syariat. Gusti Allah
akan menilai ketulusan perjuangan manusia, bukan hasil akhirnya. Kalaupun harus menjumpai
kematian, itu artinya mati syahid di jalan Tuhan.
Den Siro Poro Satrio Nagari Mataram
Nagarining Jawi Dodot Iro
Sumimpin Watak Wantune Sayyidina Nagli
Sumimpin Kawicaksanane Sayidina Kasan
Sumimpin Kekendelane Sayidina Kusen
Den seksenono..Hing Wanci Suro
Londo bakal den siro sirnake soko tanah Jowo
Krana sinurung Pangribawaning poro Satrianing Muhammad yoiku
Ngali, Kasan, Kusen
Siro podho lumaksanane yudho kairing Takbir lan Sholawat
Yen Siro gugur ing bantala..Cinondro guguring sakabate Sayidina Kusen
Ing Nainawa...
Terjemahannya :
Wahai ksatria negeri Mataram,
negeri di Jawa tempat aku pegang teguh,
bersama sifat kepemimpinan Sayidina Ali yg tegas,
bersama sifat sayidina Hasan yang bijak,
bersama sifat kepemimpinan sayidina Husein yang gagah berani,
Wahai saksikanlah.
Tunggulah nnti di bulan Muharam,
Belanda akan kita lenyapkan di tanah jawa,
Dengan kewibawaan ksatria Muhammad yaitu Ali Hasan dan Husein,
Kita semua akan berperang dengan Takbir dan Sholawat,
jika kita gugur di medan perang,
itu adalah tanda laksana gugurnya sahabat Husein di Nainawa
Penghargaan
Perjuangan yang telah dilakukan oleh Tuanku Imam Bonjol dapat menjadi apresiasi akan
kepahlawanannya dalam menentang penjajahan, sebagai penghargaan dari pemerintah Indonesia,
Tuanku Imam Bonjol diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia sejak tanggal 6 November
1973.
adalah Sultan ke-tiga Kesultanan Mataram yang memerintah pada tahun 1613-1645. Di bawah
kepemimpinannya, Mataram berkembang menjadi kerajaan terbesar di Jawa dan Nusantara pada
saat itu.
Atas jasa-jasanya sebagai pejuang dan budayawan, Sultan Agung telah ditetapkan menjadi
pahlawan nasional Indonesia berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal 3 November
1975.
Awal pemerintahan
Raden Mas Rangsang naik takhta pada tahun 1613 dalam usia 20 tahun menggantikan kakaknya,
Adipati Martapura, yang hanya menjadi Sultan Mataram selama satu hari. Sebenarnya secara
teknis Raden Mas Rangsang adalah Sultan ke-empat Kesultanan Mataram, namun secara umum
dianggap sebagai Sultan ke-tiga karena kakaknya yang menderita tuna grahita diangkat hanya
sebagai pemenuhan janji ayahnya, Panembahan Hanyakrawati kepada istrinya, Ratu Tulungayu.
Setelah pengangkatannya menjadi sultan, dua tahun kemudian, patih senior Ki Juru Martani
wafat karena usia tua, dan kedudukannya digantikan oleh Tumenggung Singaranu.
Ibu kota Mataram saat itu masih berada di Kota Gede. Pada tahun 1614 dibangun istana baru di
desa Kerta yang kelak mulai ditempati pada tahun 1622.
Saingan besar Mataram saat itu tetap Surabaya dan Banten. Pada tahun 1614 Sultan Agung
mengirim pasukan menaklukkan sekutu Surabaya, yaitu Lumajang. Dalam perang di Sungai
Andaka, Tumenggung Surantani dari Mataram tewas oleh Panji Pulangjiwa menantu Rangga
Tohjiwa bupati Malang. Lalu Panji Pulangjiwa sendiri mati terjebak perangkap yang dipasang
Tumenggung Alap-Alap.
Pada tahun 1615 Sultan Agung memimpin langsung penaklukan Wirasaba ibukota Majapahit
(sekarang Mojoagung, Jombang). Pihak Surabaya mencoba membalas. Adipati Pajang juga
berniat mengkhianati Mataram namun masih ragu-ragu untuk mengirim pasukan membantu
Surabaya. Akibatnya, pasukan Surabaya dapat dihancurkan pihak Mataram pada Januari 1616 di
desa Siwalan.
Kemenangan Sultan Agung berlanjut di Lasem dan Pasuruan tahun 1616. Kemudian pada tahun
1617 Pajang memberontak tapi dapat ditumpas. Adipati dan panglimanya (bernama Ki
Tambakbaya) melarikan diri ke Surabaya.
Sutomo atau lebih dikenal sebagal Bung Tomo dilahirkan di Kampung Blauran, Surabaya, pada
3 Oktober 1920. Ayahnya bernama Kartawan Tjiptowidjojo, Sutomo adalah sosok yang aktif
berorganisasi sejak remaja. Bergabung dalam Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI), beliau
tercatat sebagai salah satu dari tiga orang pandu kelas I di seluruh Indonesia saat itu.
Pada masa mudanya, Bung Tomo yang memiliki minat pada dunia jurnalisme tercatat sebagai
wartawan lepas pada Harian Soeara Oemoem di Surabaya 1937. Setahun kemudian, ia menjadi
Redaktur Mingguan Pembela Rakyat serta menjadi wartawan dan penulis pojok harian
berbahasa Jawa, Ekspres, di Surabaya pada tahun 1939.
Pada masa pendudukan Jepang, Sutomo bekerja di kantor berita tentara pendudukan Jepang,
Domei, bagian Bahasa Indonesia untük seluruh Jawa Timur di Surabaya (1942-1945). Saat
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dikumandangkan, beliau memberitakannya dalam
bahasa Jawa bersama wartawan senior Romo Bintarti untuk menghindari sensor Jepang.
Selanjutnya, beliau menjadi Pemimpin Redaksi Kantor Berita Antara di Surabaya.
Ketika meletus pertempuran di Surabaya, 10 November 1945, Bung Tomo tampil sebagai orator
ulung di depan corong radio, membakar semangat rakyat untuk berjuang melawan tentara
Inggris dan NICA-Belanda. Sejarah mencatat bahwa perlawanan rakyat Indonesia di Surabaya
yang terdiri atas berbagai suku bangsa sangat dahsyat. Tidak ada rasa takut menghadapi tentara
Inggris yang bersenjata lengkap. Tanggal 10 November pun kemudian kita kenang sebagai
Hari Pahlawan.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Bung Tomo pernah aktif dalam politik pada tahun 1950-an.
Namun pada awal tahun 1970-an, ia berbeda pendapat dengan pemerintahan Orde Baru. Pada 11
April 1978 ditahan oleh pemerintah selama satu tahun karena kritik-kritiknya yang pedas.
Sutomo meninggal di Mekkah, ketika sedang menunaikan ibadah haji. Jenazah Bung Tomo
dibawa kembali ke Indonesia dan dimakamkan di TPU Ngagel, Surabaya. Bung Tomo, pahlawan
pengobar semangat Juang arek-arek Surabaya ini mendapat gelar pahlawan secara resmi dan
pemerintah pada tahun 2008.
Tempat/Tgl. Lahir : Surabaya, 3 Oktober 1920
Tempat/Tgl. Wafat : Mekah,7 Oktober 1981
SK Presiden : Keppres No. 41/TK/2008, Tgl. 6 November 2008
Gelar : Pahlawan Nasional
“Selama banteng-banteng Indonesia masih mempoenjai darah merah jang dapat membikin
setjarik kain poetih mendjadi merah & putih, maka selama itoe tidak akan kita maoe menjerah
kepada siapapoen djuga!”
– Bung Tomo –
Pertempuran Surabaya merupakan salah satu perang terberat yang pernah dihadapi Inggris seusai
PD II. Bahkan, seorang jenderal Inggris tewas di Surabaya.
7. H. O.S. Cokroaminoto
Nama Lengkap: Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto
Tempat Lahir : Ponorogo, Jawa Timur
Tanggal Lahir : 16 Agustus 1882
Wafat : 17 Desember 1934
Ayah : R.M. Tjokroamiseno
Warga Negara : Indonesia
Agama : Islam
Zodiac : Leo
Gelar : Pahlawan Nasional
"Jika kalian ingin menjadi Pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan bicaralah
seperti orator."
"Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat."
8. Ir. Soekarno
Ir Soekarno
Biografi Ir. Soekarno Secara Singkat
Lahir: Surabaya, 6 Juni 1901
Wafat: Jakarta, 21 Juni 1970
Dimakamkan: Kota Blitar, Jawa Timur
Kebangsaan: Indonesia
Anak-anak:
Putra: Guruh Soekarnoputra, Guntur Soekarnoputra, Bayu Soekarnoputra, Taufan
Soekarnoputra, Totok Suryawan,
Putri: Megawati Soekarnoputri, Kartika Sari Dewi Soekarno, Rachmawati
Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, Ayu Gembirowati, Rukmini Soekarno,
Pasangan/Istri:
Siti Oetari, Inggit Garnasih, Fatmawati, Hartini, Kartini Manoppo, Ratna Sari Dewi
Soekarno, Haryati, Yurike Sanger, Heldy Djafar
Pendidikan:
Sekolah Dasar Bumi Putera
HBS (Hoogere Burger School)
Technische Hoogeschool, sekarang ITB
Penghargaan:
Penghargaan Perdamaian Lenin (1960)
Bintang Kehormatan Filipina (1965)
Doktor Honoris Causa dari 26 Universitas
The Order Of The Supreme Companions of OR Tambo (Presiden Afsel - 2005)
Orangtua: Soekemi Sosrodihardjo (Bapak), Ida Ayu Nyoman Rai (Ibu)
Gelar Pahlawan: Pahlawan Nasional
Biografi Ir. Soekarno Lengkap
Ir. Soekarno lahir di Surabaya pada tanggal 6 Juni tahun 1901. Ir. Soekarno adalah Presiden
RI pertama yang dikenal sebagai tokoh proklamator bersama Dr. Mohamad Hatta. Pada tahun
1926, beliau lulus dari Technische Hoge School, Bandung (sekarang ITB). Pada tanggal 4 Juli
1927, Soekarno mendirikan PNI (Partai Nasional Indonesia) untuk mencapai kemerdekaan
Kharisma dan kecerdasan beliau membuat dirinya terkenal sebagai orator ulung yang dapat
membangkitkan semangat rakyat. Belanda merasa terancam dengan sikap nasionalisme beliau.
Pada Desember 1929, Soekarno dan tokoh PNI lainnya ditangkap dan dipenjara. PNI sendiri
dibubarkan dan berganti menjadi Partindo. Perjuangan beliau terus berlanjut setelah dibebaskan,
tetapi pada Agustus 1933, Proklamator kemerdekaan RI ini kembali ditangkap dan diasingkan ke
Ende, Flores, lalu dipindahkan ke Bengkulu.
Soekarno dibebaskan ketika Jepang mengambil alih kekuasaan Belanda. Jepang meminta Ir.
Soekarno, Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansur mendirikan PUTERA
(Pusat Tenaga Rakyat) untuk kepentingan Jepang. Namun, PUTERA justru lebih banyak
berjuang untuk kepentingan rakyat. Akibatnya, Jepang membubarkan PUTERA. Ketika
posisinya dalam Perang Asia Raya mulai terdesak pasukan Sekutu, Jepang mendirikan BPUPKI.
Pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Soekarno mengemukakan gagasan tentang dasar
Negara yang disebut Pancasila.
Setelah BPUPKI dibubarkan, beliau diangkat menjadi ketua PPKI. Tidak lama kemudian Jepang
memanggil Soekarno, Hatta, dan Radjiman Wedyodiningrat ke Ho Chi Minh, Vietnam, untuk
menemui Jenderal Terauchi guna membicarakan masalah kemerdekaan Indonesia. Setelah
kembali ke Indonesia, Soekarno dan Hatta diculik para pemuda yang sudah mendengar berita
kekalahan Jepang atas Sekutu dan dibawa ke Rengasdengklok. Akhirnya, tercapai kesepakatan
sehingga Soekarno-Hatta segera kembali ke Jakarta mempersiapkan Naskah Proklamasi.
Bersama Hatta, Soekarno memproklamasikan kemerdekaan RI atas nama rakyat Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.
Kemerdekaan ini adalah hasil perjuangan seluruh rakyat Indonesia, bukan pemberian Jepang.
Satu hari kemudian, beliau dilantik menjadi Presiden RI yang pertama. Beliau memerintah
selama 22 tahun. Soekarno meninggal saat berusia 69 tahun dan dimakamkan di Blitar, Jawa
Timur.
9. Ki Hajar Dewantara
Nama : Ki Hadjar Dewantara
Lahir : 2 Mei 1889, Kota Yogyakarta, Indonesia
Meninggal : 28 April 1959, Kota Yogyakarta, Indonesia
Makam : Taman Wijaya Brata
Pendidikan : School tot Opleiding van Indische Artsen
Warga Negara : Indonesia
Zodiac : Taurus
Agama : Islam
Ki hajar dewantara bersekolah di ELS yang dulu merupakan sekolah dasar Belanda. Selanjutnya
beliau juga melanjutkan sekolah di STOVIA yang merupakan sekolah dokter untuk bumiputera.
Tetapi selama sekolah di Stovia beliau tidak sampai tamat dikarenakan sakit. Hal ini juga banyak
diceritakan disemua buku biografi Ki Hajar Dewantoro. Beliau juga pernah bekerja menjadi
wartawan diberbagai media cetak terkenal pada masa itu. Seperti mideen java, sedyotomo, De
ekpress, kaoem moeda, poesara, oetoesan hindia, dan tjahaja timoer. Tulisan beliau diberbagai
media tersebut sangat komunikatif dan juga kritis, sehingga dapat meningkatkan semangat
rakyat pada masa itu.
Ketika membahas tentang biografi Ki hajar dewantara memang tidak pernah ada habisnya. Ada
banyak sekali hal yang harus kita banggakan untuk beliau. Pada tahun 1908 beliau aktif sebagai
pengurus di organisasi boedi oetomo. Selanjutnya beliau juga membuat organisasi sendiri
bersama Douwes Dekker atau lebih dikenal dengan Dr. Danudirdja Setya Budhi dan Dr Cipto
Mangoekoesoemo mendirikan sebuah organisasi yang bernama Indische Partij pada tanggal 25
desember tahun 1912. Organisasi ini merupakan partai politik pertama di Indonesia yang
beraliran nasionalisme untuk mencapai Indonesia merdeka. Ketika ingin mendaftarkan partai ini,
mereka di tolak oleh Belanda, karena dianggap menumbuhkan nasionalisme pada rakyat.
Dengan ditolaknya partai tersebut, mereka akhirnya komite boemi poetra yang digunakan untuk
membuat kritik ke pemerintahan Belanda. Mereka menulis berbagai kritikan untuk pemeritahan
Belanda yang dimuat di surat kabar De ekpress yang pemiliknya pada saat out adalah Douwe
Dekker. Dalam tulisan tersebut mereka mengatakan bahwa tidak mungkin merayakan
kemerdekaan, di Negara yang sudah kita rampas sendiri kemerdekaannya. Karena tulisannya itu
beliau di buang ke pulau Bangka, sebagai hukuman pengasingannya oleh pemerintahan Belanda.
Cerita ini banyak ditemukan di buku-buku biografi ki hajar dewantara.
Setelah pulang dari pengasingan dan sempat melakukan perjalanan ke Belanda. Beliau akhirnya
mendirikan taman siswa. Selama pendirian taman siswa ini banyak sekali tantangan dan
halangan dari pihak pemerintahan Belanda. Dengan segala kegigihannya, akhirnya taman siswa
mendapatkan ijin berdirinya. Setelah masa kemerdekaan, beliau menjabat sebagai menteri
pendidikan dan kebudayaan. Jika kalian mengunjungi Yogyakarta, anda bisa mengunjungi
museum yang didedikasikan untuk ki hajar dewantara. Sekian artikel tentang biografi Ki Hjar
Dewantara, semoga dapat memberikan informasi untuk anda.
Karir Ki Hajar Dewantara
Pendiri perguruan Taman Siswa
Penghargaan Ki Hajar Dewantara
Gelar doktor kehormatan (Doctor honoris causa, Dr.H.C.) dari Universitas Gadjah Mada
Bapak Pendidikan Nasional Indonesia dan hari kelahirannya dijadikan Hari Pendidikan
Nasional (Surat Keputusan Presiden RI no. 305 tahun 1959, tanggal 28 November 1959