Anda di halaman 1dari 66

EVALUASI LEUKOSITURIA PADA TERSANGKA INFEKSI

SALURAN KEMIH DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


CENGKARENG PERIODE JULI – DESEMBER 2014
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

Disusun oleh :
Nurul Hasanah
1112103000008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H / 2015 M
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan pada kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
nikmat yang tiada henti dicurahkan kepada penulis. Ridho, Berkah, Rohman dan
Rohim senantiasa dicurahkan oleh-Nya hingga penulisan laporan penelitian ini
selesai. Shalawat dan salam tak lupa penulis panjatkan pada Nabi Muhammad SAW atas
tauladannya. Penulis menyadari, tanpa bimbingan dan segenap bantuan dari berbagai
pihak maka penelitian ini tidak akan selesai. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan
terimakasih kepada:

1. Prof. DR. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes, selaku Dekan FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan Prof. Dr. dr. Sardjana, SpOG (K), SH, Maftuhah,
Ph.D dan Fase Badriah, Ph.D selaku Pembantu Dekan FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT selaku Ketua Program studi Pendidikan
Dokter dan drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku Sekretaris Program
Studi Pendidikan Dokter
3. dr. Nouval Shahab, Sp.U, Ph.D, FICS, FACS selaku pembimbing 1 yang
dengan penuh kesabaran membimbing dan mengarahkan saya dalam proses
penyelesaian penelitian ini. Atas waktu, tenaga, pikiran serta saran dan

masukan yang membangun kepada penulis.


4. Chris Adhiyanto, M.Biomed, Ph.D selaku pembimbing 2 atas saran dan kritik,
serta waktu yang diluangkan untuk penulis dalam proses penyelesaian laporan
penelitian ini. Atas kesediaan beliau membimbing kami hingga penulisan
laporan ini selesai.
5. dr. Mukhtar Ikhsan, Sp.P(K), MARS dan Nurlaely Mida R, S.Si, M.Biomed,
DMS selaku penguji saya yang telah menyempatkan waktu dan bersedia untuk
hadir.
6. dr. Nouval Shahab, Sp.U, Ph.D, FICS, FACS yang mengajarkan dan
memfasilitasi penulis untuk menyelesaikan penelitian. Selaku penanggung
jawab modul riset Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD) 2012.

v
7. Ayah dan bunda tersayang untuk semua semangat, doa, serta ridho yang
diberikan pada penulis. Untuk setiap tawa penuh cintanya yang selalu
membangkitkan semangat penulis yang mulai redup. Tetesan air mata dan
keringat pengorbanan yang selalu mengiringi langkah penelitian untuk
menyelesaikan penelitian ini.
8. Zakiyah dan Ilham kedua adikku tersayang. Terimakasih banyak untuk doa
dan dukungannya selama ini hingga penulisan hasil laporan penelitian ini selesai.
Terimakasih telah banyak menghibur disaat penulis mulai lelah.
9. RSUD Cengkareng yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk
mengambil data. Khususnya Mbak Cici, Bu Adis dan Mbak Rima.
10. Teman-teman sekelompok penelitian Ifah, Rizky, Fikry, dan Hipni. Mohon
maaf kepada Ifah, Fikry dan Hipni karena saya tidak banyak membantu dalam
penelitian mereka. Semangat, kalian pasti bisa.
11. Kepada teman-teman seperjuangan di kos-an beautiful house Paurora, Imi,
Ubat, Nabila dan Dewi atas dukungan dan hiburannya ditengah kesibukan
kuliah. atas bantuan dan ilmu dan moral yang sangat bermanfaat dalam proses
penyelesaian penelitian ini.
12. Paurora atas bantuan tenaga dan pikiran serta motivasi dan dukungan moral
yang tiada hentinya diberikan kepada penulis. Sukses selalu.
13. Teman teman seperjuangan PSPD 2012, untuk kebersamaan selama tiga tahun
ini. Atas dukungan dan motivasi yang terus mengalir tiada henti. Semoga
perjuangan yang telah kita lakukan bersama selama tiga tahun ini akan
berbuah hasil yang memuaskan dan dilancarkan co-ass dan internship-nya.
Penulis menyadari laporan penelitian ini masih jauh dari bentuk yang sempurna.
Segala kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Demikian
laporan ini penulis susun, semoga bermanfaat untuk ilmu pengetahuan, agama,
dunia dan setelahnya nanti. Amin.

Ciputat, 22 September 2015

Nurul Hasanah

vi
ABSTRAK
Nurul Hasanah. Program Studi Pendidikan Dokter. Evaluasi Leukosituria
pada Tersangka ISK di RSUD Cengkareng Periode Juli – Desember 2014.
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan penyakit paling sering ditemukan pada
praktik umum. Diagnosa yang cepat dan tepat dibutuhkan untuk pemberian
antibiotik yang efisien dan efektif. Penggunaan tes dipstik dan sedimen urin
merupakan salah satu upaya penyaringan tersangka ISK. Temuan leukosit urin
merupakan salah satu tanda terjadinya inflamasi dalam traktus urinari. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi leukosituria pada tersangka ISK di
RSUD Cengkareng periode Juli – Desember 2014. Penelitian menggunakan
metode retrospektif potong lintang. Hasil yang didapatkan prevalensi leukosituria
pada tersangka ISK berjumlah 87 pasien. Karakteristik leukosituria tersangka ISK
yang diteliti adalah berusia 46-65 tahun (44,8%), perempuan (67,8%), pendidikan
SMA (44,8%), IMT normal (18.4%), BJ urin tinggi (46,7%), pH urin normal
(95,4%), leukosit urin 6-20 per lapang pandang (62,1%). Ditemukan hasil yang
bermakna antara leukosituria dan hematuria ( p <0,05 ) pada tersangka ISK.

Kata kunci : Infeksi saluran kemih, Leukosituria

ABSTRACT

Nurul Hasanah. Medical Education Program. Evaluation Leukocyituria to


suspect UTI in Cengkareng Hospital period from July to December, 2014.

Urinary tract infection (UTI) is a common disease often found in general practice.
Rapid and appropriate diagnosis is needed for the efficient and effective antibiotic
treatment. Use of dipstick test and urine sediment is one way of filtering suspect
UTI. Leukocyte findings of urine is one sign of inflammation of the urinary tract.
This study aims to determine the prevalence leukocyturia at Cengkareng Hospital
suspected UTI in the period from July to December 2014. The study used a cross-
sectional retrospective method. The results obtained on the suspect UTI
prevalence leukocyturia totaling 87 patients. Characteristics leukocyturia suspect
UTI studied were aged 46-65 years (44.8%), female (67.8%), high school
education (44.8%), normal BMI (18.4%), BJ high urine (46.7 %), normal urine
pH (95.4%), urinary 6-20 leukocytes per field of view (62.1%). Significant results
were found between leukocyturia and hematuria (p <0.05) in suspected UTI.
Keywords: Urinary tract infections, Leukocyturia

vii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA


...................................................................................................................................... E
rror! Bookmark not defined.
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ....Error! Bookmark not defined.
LEMBAR PENGESAHAN .................................Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
ABSTRAK............................................................................................................ vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. x

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. x

DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1


1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 2

1.3 Tujuan ............................................................................................... 2


1.3.1 Tujuan Umum ......................................................................... 2
1.3.2 Tujuan Khusus .........................................................................2
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 2
1.4.1 Manfaat Akademik ..................................................................2
1.4.2 Manfaat Klinis .........................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................4
2.1 Infeksi Saluran Kemih ....................................................................... 4
2.1.1. Definisi ...................................................................................4
2.1.2. Klasifikasi ...............................................................................4
2.1.3. Epidemiologi ..........................................................................6
2.1.4. Etiologi ...................................................................................8
2.1.5 Patogenesis ............................................................................10

viii
2.1.6 Manifestasi Klinis..................................................................14
2.1.7 Diagnosis ...............................................................................15
2.1.8 Penatalaksanaan .....................................................................19
2.2 Kerangka Teori ................................................................................23
2.3. Kerangka Konsep ...........................................................................24
2.4 Definisi Operasional ........................................................................25
BAB III METODE PENELITIAN ..........................................................................27
3.1 Desain Penelitian .............................................................................27
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...........................................................27
3.3 Populasi dan Sampel........................................................................27
3.3.1 Populasi .................................................................................27
3.3.2 Sampel ...................................................................................27
3.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi .................................................27
3.4 Cara pengambilan sampel........................................................28
3.5 Variabel Penelitian ..........................................................................28
3.6 Cara Kerja Penelitian .......................................................................28
3.7 Manajemen Data ..............................................................................28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................29
4.1 Hasil .................................................................................................29
4.2 Pembahasan .....................................................................................41
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................47
5.1 Kesimpulan ......................................................................................47
5.2 Saran ................................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA. .......................................................................................... 49

LAMPIRAN .......................................................................................................... 52

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Klasifikasi ISK berdasarkan klinis............................................................ 6

Tabel 2.2. Epidemiologi ISK berdasarkan usia dan jenis kelamin ...................................7

Tabel 2.3. Mikroorganisme penyebab ISK ...............................................................9


Tabel 2.4. Morfologi Escherecia coli ........................................................................10
Tabel 2.5. Pertahanan lokal dari saluran kemih .........................................................11
Tabel 2.6. Metode pengumpulan urin ........................................................................15
Tabel 2.7. Sensitivitas dan spesivisitas tes dipstik .....................................................17
Tabel 2.8. Penggunaan antibiotik pada ISK ...............................................................19
Tabel 2.9. Penggunaan antibiotik pada kasus ISK ringan dan sedang .......................20
Tabel 2.10. Pilihan antibiotik parenteral ....................................................................20

Tabel 4.1 Karakteristik responden tersangka ISK......................................................28


Tabel 4.2 Jumlah pasien dengan faktor resiko berdasarkan jenis kelamin ................36
Tabel 4.3 Kelompok usia dengan jumlah sedimen leukosit dalam urin ....................36

Tabel 4.4 Penyakit penyerta dan rerata leukositoria ..................................................38


Tabel 4.5 Jumlah pasien berdasarkan sedimen leukosit dan eritrosit dalam urin ...... 39

DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Jumlah pasien berdasarkan kelompok usia ............................................ 30
Gambar 4.2 Jumlah pasien berdasarkan jenis kelamin .............................................. 30
Gambar 4.3 Jumlah pasien berdasarkan tingkat pendidikan ...................................... 31
Gambar 4.4 Jumlah pasien berdasarkan kelompok IMT ........................................... 32
Gambar 4.5 Jumlah pasien berdasarkan kelompok berat jenis urin ........................... 33
Gambar 4.6 Jumlah pasien berdasarkan kelompok derajat keasaman (pH) urin ....... 34
Gambar 4.7 Jumlah pasien berdasarkan kelompok leukosit urin ............................... 34

x
Gambar 4.8 Jumlah pasien berdasarkan jenis terapi .................................................. 35
Gambar 4.9 Jumlah pasien tersangka ISK berdasarkan faktor resiko ........................ 36
Gambar 10. Leukosituria dengan Hematuria ............................................................. 39

DAFTAR SINGKATAN

BB Berat Badan

BID Dua Kali Sehari

BJ Berat Jenis

BPH Benign Prostatic Hyperplasia

CFU Colony Forming Unit

DM Diabetes Mellitus

IMT Indeks Massa Tubuh

IOTF International Obesity Task Force

ISK Infeksi Saluran Kemih

LUTS Lower Urinary Tract Symptoms

PIV Pyelography Intravena

Q6H Setiap 6 Jam

RSUD Rumah Sakit Umum Daerah

SD Sekolah Dasar

SUA Sindrom Uretra Akut

SMP Sekolah Menengah Pertama

SMA Sekolah Menengah Atas

TB Tinggi Badan

WHO World Health Organization

xi
1

AB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi saluran kemih ( ISK) merupakan penyakit tersering yang
ditemukan pada praktik umum.1 Infeksi saluran kemih adalah reaksi
inflamasi sel uroepitelium akibat proliferasi suatu mikroorganisme.1,2,3
Banyak diderita oleh perempuan. Setiap perempuan mengalami ISK
minimal satu kali dalam hidupnya.1 Sekitar 7 juta kasus sistitis akut
didiagnosis pada perempuan dewasa muda setiap tahunnya.4 Etiologi dari
ISK dapat berasal dari mikrobiologi, virus ataupun jamur.1
Mikroorganisme penyebab terbanyak aah Escherecia coli yang berasal
dari saluran pencernaan disebabkan letak anatominya yang
berdekatan. Infeksi saluran kemih dapat ditemukan pada pasien yang
memiliki gejala atau pada pasien tanpa gejala. 1,2,3

Baku emas untuk menegakkan diagnosis ISK adalah pemeriksaan


kultur urin namun kultur urin ini membutuhkan biaya lebih mahal dan
waktu lebih lama. Sehingga sebagian besar klinisi melakukan pemeriksaan
urinalisis untuk mengetahui apakah terjadi leukosituria.2,5 Hasil dari
urinalisis yang lain dapat berupa bakteriuria, nitrit, hematuria dan
proteinuria.6,7 Leukosituria adalah tanda terjadinya inflamasi dalam
saluran kemih.6 Leukosituria tidak selalu disertai dengan bakteriuria pada
beberapa pasien. Dikatakan leukosituria jika ditemukan leukosit lebih dari
5 per lapang pandang dalam urin.7
Hematuria adalah ditemukannya sel darah merah dalam urin. Hasil
urinalisis pada pasien ISK tidak selalu ditemukan sel darah merah . Oleh
karena itu belum bisa dijadikan salah satu indikator diagnostik. Kejadian
hematuria sebagian besar terdapat pada kasus sistitis dan itu terjadi pada
pasien perempuan.8 Begitu juga pada kasus pielonefritis hanya 30-40%
yang mengalami hematuria dan didapat pada pasien perempuan.9
2

Tingginya prevalensi ISK di Indonesia menuntut dokter untuk


menegakkan diagnosis yang cepat dan tepat. Penelitian yang menjelaskan
leukosituria pada tersangka ISK masih jarang ditemukan khususnya di
Indonesia sehingga penulis ingin melakukan penelitian tentang evaluasi
leukosituria pada tersangka ISK di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Cengkareng. Hal ini didukung pula dengan belum pernah dilakukannya
penelitian mengenai evaluasi leukosituria pada tersangka ISK RSUD
Cengkareng.

1.2 Rumusan Masalah


Berapa prevalensi pasien tersangka infeksi saluran kemih di RSUD
Cengkareng

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui prevalensi tersangka ISK di RSUD Cengkareng.

1.3.2 Tujuan khusus

a. Mengetahui karakteristik tersangka ISK di RSUD


Cengkareng.
b. Mengetahui hubungan antara derajat leukosituria dan derajat
hematuria pada tersangka ISK.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademik

a. Mengetahui hubungan derajat leukosituria dan derajat


hematuria pada tersangka ISK sehingga dapat
memperkirakan berat atau ringannya infeksi.
b. Menambah ilmu pengetahuan bagi penulis.
c. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan rujukan untuk
penelitian selanjutnya.
3

1.4.2 Manfaat Klinis

a. Hasil penelitian ini dapat membantu untuk mengetahui


perjalanan penyakit ISK.
b. Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu data mengenai
prevalensi hematuria pada tersangka ISK di RSUD
Tangerang.
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infeksi saluran kemih

2.1.1. Definisi
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu respon inflamasi dari sel
uroepitelium karena adanya invasi bakteri yang ditandai dengan bakteriuria dan
leukosituria.1,2,6 Bakteriuria adalah ditemukannya koloni bakteri dalam urin yang
dalam keadaan normal urin tidak terdapat bakteri. Bakteriuria ini diasumsikan
sebagai indikator yang valid untuk menunjukan keberadaan koloni bakteri atau
infeksi saluran kemih.1,6

Bakteriuria diklasifikasikan menjadi bakteriuria simtomatik dan


bakteriuria asimtomatik. Bakteriuria simtomatik adalah ditemukannya bakteri
dalam urin disertai dengan gejala pada pasien. Bakteriuria asimtomatik adalah
ditemukannya bakteri dalam urin tanpa disertai gejala pada pasien. Bakteriuria
bermakna jika ditemukan lebih dari 105 bakteri dalam biakan urin.1,6

Leukosituria adalah ditemukannya sel darah putih dalam urin, Leukosituria


merupakan tanda adanya inflamasi dari uroepitelium yang salah satu penyebabnya
adalah infeksi. Leukosituria tanpa bakteriuria menunjukan adanya kolonisasi
kuman tanpa infeksi saluran kemih.6

2.1.2. Klasifikasi

Klasifikasi infeksi saluran kemih dapat dibedakan berdasarkan letak dan


manifestasi klinis yang timbul. 2

a. Klasifikasi ISK berdasarkan letak:


 Infeksi saluran kemih bawah

Salah satu infeksi saluran kemih bawah adalah sistitis, yaitu infeksi yang
terjadi di vesika urinari. Infeksi ini sering terjadi pada pasien yang imunitas
tubuhnya rendah seperti pasien diabetes melitus (DM) atau karena adanya
mikrotrauma lokal seperti pasca sanggama.1,2
5

Manifestasi klinis sistitis adalah disuria, frekuensi, urgensi dan nyeri


suprapubik tetapi tidak jarang ditemukan asimtomatik.2,6 Frekuensi disebabkan
adanya inflamasi pada vesika urinari sehingga vesika urinari menjadi eritema,
edema dan hipersensitif. Saat vesika urinari mulai terisi urin maka akan langsung
disekresi. Proses sekresi ini menyebabkan vesika urinari yang sedang edem
berkontraksi sehingga terjadi nyeri suprapubik.2 Sindrom uretra akut (SUA)
memiliki gejala seperti sistitis namun dalam urinnya tidak ditemukan bakteri (steril).1

 Infeksi saluran kemih atas

Pielonefritis akut adalah respon inflamasi pada pielum dan parenkim ginjal
karena naiknya mikroorganisme dari saluran kemih bawah. Manifestasi klinisnya
berupa demam, menggigil, nyeri di perut dan pinggang serta mual dan muntah.
Disertai dengan lekosituria dan bakteriuria. 2

Pielonefritis kronik adalah respon inflamasi pada pielum dan parenkim


ginjal dalam jangka waktu lama. Faktor predisposisi berupa obstruksi saluran
kemih dan refluks vesikouretra yang pada akhirnya akan membentuk jaringan
parut pada korteks ginjal.1

b. Klasifikasi ISK berdasarkan manifestasi klinis


 ISK tanpa komplikasi

Infeksi saluran kemih tanpa disertai kelainan anatomi maupun


struktural.2
 ISK komplikasi
Infeksi saluran kemih disertai dengan kelainan anatomi maupun
struktural atau infeksi pada pasien yang memiliki penyakit
sistemik.2
 ISK berulang
Terjadinya infeksi kembali pada pasien yang sebelumnya sudah
dinyatakan sembuh dengan pengobatan antibiotik. Terdapat dua
klasifikasi yaitu re-infeksi dan bakteriuria persisten. Re-infeksi
adalah bakteri penyebab infeksi berasal dari luar saluran kemih.
6

Bakteriuria persistent adalah bakteri penyebab infeksi berasal dari


saluran kemih.2 Perbedaan dari keduanya dapat dilihat pada tabel
2.1.
 ISK asimtomatik
Ditemukannya bakteri dengan jumlah 105 per ml pada pasien yang
tidak memiliki gejala ISK.2

Tabel 2.1. Klasifikasi ISK berulang2

Klasifikasi ISK Patogenesis Mikroorganisme Gender


Sekali kali ISK Re-infeksi Berlainan Pria atau wanita
Sering ISK Sering episode Berlainan Wanita
ISK
ISK persisten Terapi Sama Wanita atau pria
ISK setelah terapi tidak sesuai Sama Wanita atau pria
Relapsing Terapi inefektif Sama Wanita atau pria
setelah reinfeksi
Infeksi persisten Sama Wanita atau pria
Re-infeksi cepat Sama/berlaianan Wanita atau pria
Fistula Berlainan Wanita atau pria
enterovesikel

2.1.3. Epidemiologi
Infeksi saluran kemih dapat mengenai semua umur kehidupan. Faktor
pendukung terjadinya infeksi saluran kemih diantaranya : umur, jenis kelamin,
dan obstruksi saluran kemih. Infeksi saluran kemih banyak diderita oleh
perempuan karena secara anatomi uretranya yang lebih pendek dari pria namun
pada umur neonatus angka kejadian infeksi saluran kemih tinggi pada laki laki.1,4
Epidemiologi infeksi saluran kemih berdasarkan umur dan jenis kelamin dapat
dilihat pada tabel 2.2
7

Tabel 2.2. Epidemiologi ISK berdasarkan umur dan jenis kelamin4

Umur (tahun) Insidens (%) Faktor risiko


Perempuan Laki laki
<1 0,7 2,7 Kelainan anatomi
1-5 4,5 0,5 Kelainan anatomi gastrourinari
6-15 4,5 0,5 Kelainan fungsional gastrourinari
16-35 20 0,5 Hubungan seksual, penggunaan
kondom
36-65 35 20
Pembedahaan, obstruksi prostat,
>65 40 35 pemasangan kateter
Inkontinensia, pemasangan kateter,
obstruksi prostat

Prevalensi ISK pada neonatus kurang dari satu tahun tinggi pada laki-laki
dibanding perempuan, disebabkan faktor belum disirkumsisi. Angka kejadian ISK pada
anak laki-laki yang belum disirkumsisi lebih tinggi dibanding yang telah disirkumsisi
(1,12% : 0,11%). Semakin bertambahnya usia anak antara 1-5 tahun kejadian bakteriuria
meningkat pada perempuan sedangkan pada laki laki menurun. Bakteriuria pada anak
dibawah umur 5 tahun berhubungan dengan kelainan anatomi gastrourinari seperti refluks
vesika urinari atau obstruksi. Kejadian ISK pada umur 6-15 tahun relatif konstan. ISK
pada umur ini berasosiasi dengan kelainan fungsional genitourinari seperti dysfunctional
voiding. Saat umur
remaja kejadian ISK meningkat secara signifikan pada perempuan sedangkan

pada laki laki masih tetap konstan.4

Sekitar 7 juta kasus sistitis akut didiagnosis pada perempuan dewasa muda
setiap tahun. Faktor risiko terbanyak pada perempuan umur 16-35 tahun adalah
aktifitas seksual dan penggunaan kondom. Dekade akhir kehidupan insidensi ISK
meningkat secara signifikan pada laki-laki dan perempuan. Perempuan umur 35-
65 tahun faktor risiko ISK adalah pembedahan ginekologi dan prolaps vesika
urinari. Laki-laki dengan umur yang sama faktor risiko ISK adalah BPH, obstruksi
saluran kemih, dan penggunaan kateter. Mortalitas dan morbiditas tertinggi pada
kasus ISK terdapat pada umur <1 tahun dan >65 tahun.4
8

2.1.4. Etiologi
Penyebab ISK terbanyak adalah bakteri tunggal. Kurang dari 80% sistitis
dan pielonefritis disebabkan oleh E. coli dengan sebagian besar strain patogenik
yang dimiliki oleh serogrup tipe O. Mikrobakteri penyebab ISK yang lainnya
adalah Klebsiella, Proteus, Enterobacter spp, dan Enterococci. Infeksi saluran
kemih yang ditemukan di rumah sakit penyebabnya bermacam-macam, paling
banyak disebabkan oleh Pseudomonas dan Staphylococcus sp.4

Staphylococcus aureus salah satu penyebab ISK yang penyebaran terjadi


secara hematogen. Streptococcus β hemoliticus grup B merupakan penyebab ISK
pada wanita hamil. Staphylococcus saprophyticus sering ditemukan dalam urin
yang telah terkontaminasi sehingga dapat menyebabkan ISK tidak berkomplikasi
pada wanita muda.4

Spektrum bakteri penyebab ISK pada anak sedikit berbeda dari dewasa.
Klebsiella dan Enterobacter spp merupakan penyebab umum ISK pada anak.
Bakteri anaerob seperti Lactobacillus, Corynebacteria, Streptococcus (tidak
termasuk Enterococci) dan Staphylocccus epidermidis merupakan flora normal
yang ditemukan di periuretral. Umumnya mereka tidak menyebabkan ISK pada
individu yang sehat tetapi mereka ditemukan pada kontaminasi urin.4

Infeksi saluran kemih tanpa komplikasi banyak disebabkan oleh


Escherecia coli yang diisoloasi 75% sampai 95% dari kasus yang ditemukan.
Kasus lainnya 5% sampai 15% pada isolasi ditemukan bakteri Gram positif yaitu
Staphylococcus saprophyticus (yang hampir secara eksklusif ditemukan pada
kasus sistitis tidak berkomplikasi tapi tidak pada pielonephritis) sedangkan kasus
lainnya disebabkan oleh bakteri Gram negatif seperti Klebsiella sp, Proteus sp,
dan yang lainnya.4
9

Infeksi saluran kemih dengan komplikasi memiliki etiologi yang lebih


bervariasi daripada kasus ISK tanpa komplikasi. Infeksi saluran kemih juga dapat
disebabkan oleh bakteri campuran antara dua bakteri atau lebih. Bakteri terbanyak
yang diisolasi pada pasien ISK dengan komplikasi adalah Escherecia coli namun
hanya ditemukan pada 50% kasus. Secara umum terdapat bakteri yang lebih
resisten seperti Proteus sp, Klebsiella sp, Enterococci, Pseudomonas aeruginase,
dan dapat ditemukan ragi juga saat diisolasi.4 Penjelasan mengenai klasifikasi bakteri
dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3. Mikroorganisme penyebab ISK

Gram negative

Family Genus Spesies


Enterobactericeae Escherichia coli
Klebsiella pneumonia
oxytosa
Proteus mirabilis
vulgaris
Enterobacter cloacae
aerogenes
Providencia rettgeri
stuartii
Morganella morganii

Citrobacter freundii
diversus
Serrotia morcescens

Pseudomonaceae Pseudomonas aeroginase

Gram positif
Family Genus Spesies
Microcococcaceae Staphylococcus aureus
Streptococceae Streptococcus fecalis
enterococus
10

2.1.5 Patogenesis
Saluran kemih pada keadaan normal tidak mengandung bakteri namun ada
beberapa faktor menyebabkan mikroorganisme dapat masuk ke dalam saluran
kemih. Infeksi saluran kemih ini terjadi karena ketidakseimbangan antara host dan
patogen. Ketidakseimbangan yang terjadi berupa penurunan pertahanan tubuh
host dan peningkatan virulensi bakteri.1,2

a. Faktor dari mikroorganisme

Bakteri memiliki bentuk tubuh yang khas dan setiap bagian tubuhnya
berperan dalam menentukan infeksi. Bakteri memiliki alat gerak berupa fimbriae
atau pili. Fimbriae dan pili ini yang digunakan untuk melekat pada uroepitelium
saluran kemih.1 Pili diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu :

Pili I = menyebabkan infeksi pada vesika urinari (sistitis)

Pili P = menyebabkan infeksi pada pielum dan ginjal (pielonefritis)

Escherecia coli merupakan etiologi tertinggi ISK karena memiliki


kekhasan patogenitasnya sendiri berkat morfologi tubuhnya. Berdasarkan
penelitian faktor virulensi E. coli dikenal sebagai virulensi determinan.1 Morfologi
E.coli akan dijelaskan pada tabel 2.4:

Tabel 2.4. Morfologi Escherecia coli1

Faktor virulensi Escherecia coli


Penentu virulensi Alur
Fimbriae Adesi
Pembentuk jaringan ikat (scarring)
Resistensi terhadap pertahanan tubuh
Kapsul antigen K Perlengketan (attachment)
Resistensi terhadap fagositosis
Lipopolisakarida side chains Inhibisi peristaltis ureter
(o antigen) Pro-inflamator
Lipid A (endotoksin) Kelasi besi
Antibiotik resisten
Membran protein lainnya Kemungkinan perlengketan
Inhibisi fungsi fagositosit
Sekuestrasi besi
Hemolisin
11

Faktor pendukung yang dimiliki bakteri sehingga dapat berproliferasi


dalam urin adalah kemampuan membentuk antigen, menghasilkan toksin
(hemolisin), serta enzim urease yang mengubah pH urin normal menjadi basa.
Bakteri juga menghasilkan endotoksin (lipid A) yang berfungsi sebagai
penghambat peristaltik pada ureter.2

b. Faktor dari host 2

Tubuh memiliki kemampuan untuk melawan setiap bakteri yang masuk begitu
juga dengan saluran kemih. Sistem pertahanan yang ada di saluran kemih yang
akan dijelaskan pada tabel 2.5. antara lain :

a. Pertahanan lokal dari saluran kemih


b. Sistem imunitas tubuh baik selular maupun humoral

Tabel 2.5. Pertahanan lokal dari saluran kemih2

Beberapa pertahan lokal saluran kemih terhadap suatu infeksi :

- Mekanisme pengosongan buli buli dan peristaltik ureter (wash out


mechanism)
- Derajat keasaman (pH) urin yang rendah
- Ureum dalam urin
- Osmolalitas urin yang tinggi
- Estrogen pada perempuan di umur produktif
- Panjang uretra pada laki-laki
- Adanya zat antibakteria pada kelenjar prostat atau PAF (prostatic
antibacterial factor)
- Uromokoid (protein Tamm-Horsfall) yang menghambat penempelan
bakteri pada urotelium

Pertahanan saluran kemih yang lain adalah sifat bakterisidal urin terhadap
semua jenis bakteri. Sifat bakterisidal adalah kemampuan untuk mendestruksi
bakteri. Dilihat dari sifat keasaman, osmolalitas, kandungan ureum, asam organik,
dan protein yang ada dalam urin.2
12

Protein dalam urin yang bersifat bakterisidal dikenal sebagai uromukoid atau
protein Tamm-Horsfall. Protein ini disintesis oleh epitel yang terdapat pada tubuli
pars ascenden loop of henle dan epitel tubulus distal. Mekanisme kerja uromukoid
dengan cara mengikat fimbriae atau pili bakteri. Hanya beberapa fimbriae yang
dapat diikiat oleh uromukoid yaitu fimbriae tipe I dan T tidak dengan fimbriae
tipe P. Kemampuan bakterisidal dari uromukoid akan meningkat ketika berikatan
dengan neutrofil dan kemampuan bakterisidal uromukoid ini akan menurun dengan
bertambahnya umur.1

Pertahanan sistem saluran kemih yang tak kalah penting adalah mekanisme
wash out urin. Wash out urin adalah kemampuan urin untuk mengalir dengan baik
tanpa hambatan sehingga dapat membersihkan mikrobakteri yang ada di urin.1

Mekanisme wash out urin dapat dijaga dengan cara :

a. Menjaga aliran urin tetap adekuat dengan cara asupan cairan yang cukup
b. Tidak terdapat hambatan pada saluran kemih baik berupa stagnansi
maupun obstruksi. Stagnansi biasanya terjadi pada kondisi miksi yang
tidak teratur atau menahan miksi, terdapat divertikel, adanya dilatasi
saluran kemih dan refluks.

Jika sistem wash out urin ini terganggu maka bakteri akan mudah untuk
berproliferasi dan menempel pada urotepitelium di sepanjang saluran kemih.

c. Rute infeksi
 Hematogen

Infeksi ginjal melalui hematogen sangat jarang terjadi. Infeksi pada ginjal
dapat disebabkan oleh infeksi sekunder yang berasal dari oral ketika terjadi
bakterimia Staphylococcus aureus atau Candida. Suatu data eksperimen
mengatakan bahwa angka infeksi ginjal meningkat disertai adanya obstruksi pada
ginjal.4
13

 Limfogen

Infeksi pada saluran kemih yang terjadi secara langsung, Berasal dari infeksi
organ sekitar seperti infeksi usus atau abses retroperitoneal yang penyeberannya
melalui sistem limfogen. Infeksi melalui sistem limfogen berperan besar atas
terjadi ISK.4

 Ascending

Mikrobakteri yang berasal dari saluran pencernaan memasuki traktus urinari


melalui uretra dan menuju vesika urinari dengan jalur ascending. Virulensi bakteri
patogen dalam melewati mukosa introitus dan uroepitel merupakan peranan
penting dalam patogenesis ascending. Faktor predisposisi seperti perempuan
pengguna spremasidal dan pada pasien yang menggunakan kateter secara
intermiten mempermudah mikrobakteri dalam melalui rute ascending.4

Sistitis berbatas pada vesika urinari tapi lebih dari 50% infeksi ini dapat
mencapai traktus urinari bagian atas. Pielonefritis terjadi ketika beberapa
mikroorganisme melanjutkan perjalanan ke parenkim ginjal. Refluks urin tidak
selalu menjadi penyebab infeksi ascending, sistitis yang disertai edema juga dapat
menyebabkan perubahan pada vesikoureter junction yang dapat menyebabkan
kejadian refluks. Setibanya bakteri di ureter, bakteri tersebut akan naik ke renal
tanpa bantuan. Proses kenaikan bakteri ini dapat dipermudah dengan adanya
kelainan pada fungsi peristaltik ureter yang disebabkan bakteri gram negatif,
wanita yang sedang hamil dan obstruksi ureter.4

Kolonisasi bakteri pada pelvis ginjal dapat masuk parenkim ginjal melalui
duktus dengan proses ascending. Proses ini terjadi dengan cepat dan dapat
mengalami eksaserbasi jika terjadi peningkat tekanan intrapelvik karena obstruksi
ureter atau vesikoureter refluks, terutama jika disetai kelainan intrarenal refluks.4
14

2.1.6 Manifestasi Klinis


Sistitis biasanya diikuti oleh disuria, frekuensi, dan urgensi. Gejala yang
kurang umum adalah nyeri suprapubik dan hematuria. Gejala infeksi saluran
kemih bawah selalu muncul dan biasanya mendahului gejala infeksi saluran
kemih atas beberapa hari. Pielonefritis biasanya disertai dengan demam, panas
dingin dan nyeri pinggang terkadang disertai mual dan muntah. Abses ginjal dapat
menyebabkan demam, massa pada pinggang dan rasa tegang. Gejala ISK pada
orang tua biasanya lebih umum seperti epigastritis atau rasa tidak nyaman pada perut
bahkan pada beberapa pasien dapat asimtomatik. Pasien ISK yang memakai kateter
biasanya mengalami bakteriuria asimtomatik tetapi pasien yang disertai gejala demam
dan bakteriuria dapat berkembang dengan cepat dan dapat mengancam kehidupan.6

 ISK bawah (sistitis)


Gejala klasik ISK pada orang dewasa yang utama adalah disuria
disertai urgensi dan frekuensi. Terdapat sensasi penuh pada vesika
urinari atau rasa tidak nyaman pada perut bagian bawah.6

Manifestasi klinis ISK tanpa komplikasi adalah nyeri pinggang dan


rasa tegang pada costovertebra junction. Gejala ini merupakan
kasus emergensi dimana kita harus mulai memikirkan ISK atas.
Darah pada urin ditemukan pada 10% kasus ISK pada wanita yang

kurang sehat, kondisi ini disebut sistitis hemorargik.6

 ISK atas (pielonefritis) : gejala klasik pada pielonefritis akut


adalah triad (demam, nyeri sudut costovertebra dan muntah atau
mual). Semua gejala mungkin tidak muncul atau muncul tidak
bersamaan. Gejala dapat minimal sampai berat dan biasanya
berkembang dalam hitungan jam sampai satu hari. Gejala dari
sistitis dapat muncul atau tidak dan jika muncul dalam berbagai
derajat. Gejala sistitis yang muncul biasanya yaitu frekuensi, nyeri
perut bagian bawah, urgensi, dan hesitansi.6
15

Nyeri dapat ringan, sedang dan berat. Nyeri pinggang dapat


unilateral atau bilateral. Rasa tidak nyaman dapat muncul pada
punggung atau pada area suprapubik. Nyeri perut bagian atas
jarang terjadi dan apabila nyeri sudah menjalar pada paha mulai
dipikirkan kemungkinan batu saluran kemih.6

Gejala demam tidak selalu muncul. Bila muncul suhunya tidak


lebih dari 39,40C . Beberapa pasien mengeluh kaku dan menggigil
dapat muncul tanpa diikuti gejala demam. Malaise dan lemah juga
sering muncul.6

Gejala gastrointestinal bermacam macam. Mual dan muntah dalam


derajat yang berbeda beda. Diare jarang terjadi.6

2.1.7 Diagnosis
Penegakan diagnosis ISK selain dengan manifestasi klinis juga diperlukan
pemeriksaan penunjang seperti analisis urin rutin, pemeriksaan mikroskop urin
segar tanpa sentrifus, kultur urin juga jumlah kuman CFU/ml.1

Cara pengambilan urin juga perlu diperhatikan agar terhindar dari kontaminasi
bakteri yang berada di kulit vagina atau preputium. Sampel urin ini dapat diambil
dengan cara : (1) Aspirasi suprapubik sering dilakukan pada anak. (2) Kateterisasi
per-uretra sering dilakukan pada wanita. (3) Miksi dengan mengambil urin porsi
tengah.2 Klasifikasi pengumpulan spesimen urin akan dijelaskan pada tabel 2.6 :
16

Tabel 2.6. Metode pengumpulan urin

Cara pengumpulan CFU Kemungkinan infeksi %


Suprapubik Gram negatif >99

Gram positif >1000


Kateter >105 95
104-5 Mungkin
103-4 Rekuren
<103 Mungkin tidak
Clean catch
Perempuan >104 Mungkin
Laki-laki 3 spesimen: >105 95
2 spesimen: >105 90
1 spesimen: >105 80
5X104-105 Rekuren
1-5X104 simptomatik Rekuren
1-5X104 ansimptomatik Mungkin tidak
<104 Mungkin tidak

a. Urinalisis

Urinalisis merupakan salah satu pemeriksaan ISK yang penting. Pemeriksaan


urinalisis bertujuan untuk melihat leukosituria, protein dan hematuria.
Leukosituria merupakan salah satu tanda terjadinya ISK namun bukan menjadi
baku emas diagnosis ISK.2,5

Pemeriksaan leukosit dapat menggunakan dipstick maupun secara


mikroskopis. Urin dikatakan leukosituria jika secara mikroskopis didapatkan >10
leukosit per mm3 atau terdapat >5 leukosit per lapang pandang. 2,5

Selain leukosituria pada ISK juga dapat ditemukan hematuria namun tidak
dapat dijadikan indikasi terjadinya ISK. Pemeriksaan hematuria dan protein dalam
urin memiliki spesifitas dan sensitifitas yang rendah dalam diagnosis ISK. 2,5
17

b. Kultur Urin

Kultur urin merupakan baku emas penegakan diagnosis ISK secara kuantitatif
dan dapat mengidentifikasi bakteri patogen yang spesifik. Cara melakukan
pemeriksaannya, urin dikumpulkan di dalam tub yang steril dan segera dilakukan
kultur setelah pengambilan. Sampel urin dapat disimpan selama 24 jam di dalam
tempat pendingin. Selanjutnya sampel diencerkan dan dibenihkan di dalam agar
darah. Kurun waktu tertentu setiap bakteri akan tumbuh dan membentuk koloni tunggal
pada agar darah. Koloni yang tumbuh jumlahnya dihitung per milliliter. Standar nilai
CFU/ml untuk menegakan diagnosis berbeda beda tergantung dari jenis kelamin, jenis
bakteri dan cara pengumpulan.4 Berdasarkan penelitian 105
CFU/ml dalam urin sudah dapat mendeskripsikan ISK secara klinis.7

c. Tes Dipstik

Tes dipstik merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang sering


dilakukan jika pasien memiliki bukti klinis. Kompenen yang paling sering
diperiksa adalah nitrit, leukosit esterase, protein dan darah. Nitrit merupakan
produksi dari nitrat yang didapat dari diet sehari hari dan dipecah oleh bakteri
gram negatif. Nitrit juga penanda khas adanya hasil produk dari patogen khas
saluran kemih. Protein dan darah merupakan penanda terjadinya inflamasi. Jika
pada uji dipstik terdeteksi nitrit maka kemungkinan ISK semakin tinggi namun
sensitivitasnya relatif rendah. Berikut pada tabel 2.7 tentang sensitivitas dan
spesifisitas.10

Tabel 2.7. Sensitivitas dan spesifisitas test dipstik

Tes Sensitivitas (%) Spesifisitas (%)

Esterase 83 (67-94) 78 (64-92)


Nitrit 53 (15-82) 98 (90-100)
E or N 93 (90-100) 72 (58-91)
Sel darah putih 73 (32-100) 81 (45-98)
Bakteri 81 (16-99) 83 (11-100)
18

d. Pencitraan

Pemeriksaan pencitraan dilakukan pada ISK yang komplikasi untuk


mengetahui penyebab infeksi.2

 Foto polos abdomen

Foto polos abdomen digunakan untuk mengidentifikasi adanya batu radio-


opak pada saluran kemih karena salah satu faktor risiko ISK adalah stasis urin
yang disebabkan batu saluran kemih. Jika ukuran batu yang terlalu kecil atau yang
bersifat semiopak kadangkala tidak teridentifikasi sehingga diperlukan melakukan
pemeriksaan foto tomografi. 2

Pada foto polos abdomen dengan pielonefritis dapat terlihat distribusi gas
yang abnormal. Gambaran foto polos berupa kekaburan atau hilangnya garis psoas
yang menandakan adanya abses perirenal atau ginjal. 2

 Pielografi Intravena (PIV)

Pada pasien dengan riwayat ISK komplikasi biasanya dilakukan pemeriksaan


PIV secara rutin untuk mengidentifikasi apakah terdapat obstruksi saluran kemih
dan pielonefritis akut. Namun pemeriksaan ini tidak dapat mendeteksi adanya
hidronefrotis, pielonefritis, ataupun abses ginjal pada fungsi ginjal yang buruk. 2

 Voiding Sistouretrografi

Pada pasien wanita dengan riwayat ISK berulang dilakukan pemeriksaan


voiding sistouretrografi untuk mengetahui penyebab terjadinya ISK berulang yang
berupa refluks vesiko-ureter, buli-buli neurogenik, divertikulum uretra. 2
19

2.1.8 Penatalaksanaan10

 Sistitis akut tanpa komplikasi

Pedoman dalam pemilihan antibiotik pada sistitis akut tanpa komplikasi :

a. Spektrum dan pola kerentanan bakteri penyebab


b. Efisiensi berdasarkan penelitian klinis
c. Efek samping
d. Biaya
e. Ketersediaan obat

Antibiotik pilihan untuk sistitis tanpa komplikasi di Eropa adalah fosfomisin


trometamol 3 g dosis tunggal, pivmesillinam 400 mg 2x1(b.i.d) untuk 3 hari, dan
nitrofurantoin makrokristal 100 mg 2x1(b.i.d) untuk 5 hari. 10

Untuk beberapa negara yang tidak memiliki ketersediaan obat yang tidak
lengkap dapat menggunakan antibiotik alternatif yang meliputi pemberian
trimetoprim saja atau dapat dikombinasikan dengan sulfonamid, dan golongan
fluriquinolon. Kortimoksazol atau trimetropim merupakan antibiotik pilihan
pertama pada wilayah yang memiliki resistensi terhadap E. coli < 20%.10

Pemberian aminopenisilin untuk terapi empiris tidak efisien karena tingginya


angka kejadian resistensi terhadap E. coli. Namun pemberian aminopenisilin
yang dikombinasikan dengan inhibitor betalaktam dapat diberikan pada kasus-
kasus selektif namun tidak efektif untuk terapi jangka pendek. 10 Berikut akan
dijelaskan lebih rinci tentang pemberian antibiotik pada tabel 2.8.
20

Tabel 2.8. Penggunaan antibiotik pada ISK10

Antibiotik Dosis harian Waktu pemberian


Fosfomisin trometamol 3 g SD I hari
Nitrofurantoin 50 mg q6h 7 hari
Nitrofurantiol makrokristal 100 mg bid 5-7 hari
Pivmesillinam 200 mg bid 3 hari

Pivmesillinam 400 mg bid 5 hari


Alternatif
Siprofloksasin 250 mg bid 3 hari
Levofloksasin 250 mg qd 3 hari
Norfloksasin 400 mg bid 3 hari
Ofloksasin 200 mg bid 3 hari
Resistensi E. coli < 20%
Trimetoprim- 160/800 mg bid 3 hari
sulfametoksazol
Trimetoprim 200 mg bid 5 hari

 Pielonefritis akut tanpa komplikasi

Pada kasus pielonefritis akut ringan dan sedang tanpa komplikasi


pemberian terapi secara oral dapat diberikan selama 10-14 hari. Pemberian
fluoroquinolon selama 7-10 hari dapat direkomendasi sebagai terapi lini pertama
pada resistensi E.coli < 10%. Jika fluoroquinolon diberikan dengan dosis tinggi
terapi dapat dilakukan dalam lima hari. 10

Peningkatan angka resistensi fluoroquinolon terhadap Escherecia coli pada


masyarakat telah terjadi di beberapa bagian dunia, sehingga penggunaan
fluoroquinolon secara empiris dibatasi. Pada komunitas yang sudah memiliki
resistensi yang tinggi terhadap fluoroquinolon dan betalaktam maka terapi awal
dapat menggunakan aminoglikosida atau karbapenem sampai hasil uji resistensi
menunjukan bahwa terapi oral dapat digunakan. 10

Sefalosporin generasi ketiga seperti sefpodoksim proksetil atau seftibuten,


dapat digunakan sebagai alternatif. Namun berdasarkan hasil studi klinik, obat ini
hanya sebatas mengurangi gejala manifestasi klinik tidak untuk membunuh
bakteri. 10
21

Pada wilayah dengan resistensi terhadap Escherecia coli yang cukup


tinggi, kotrimoksazol merupakan pilihan tepat untuk terapi empirik. Jika
penyebab pielonefritis adalah Gram positif maka pengobatan yang disarankan
adalah ko-amoksiklav. 10

Pada pasien pielonefritis berat tidak dapat diberikan antibotik secara oral
karena manifestasi klinis yang berupa mual dan muntah maka dapat diberikan
antibiotik secara parenteral. Namun jika keadaan klinis pasien membaik dapat dilanjutkan
menggunakan antibiotik oral. 10 Pemilihan antibiotik untuk kasus ISK dapat dilihat
pada tabel 2.9 dan tabel 2.10

Tabel 2.9. Penggunaan antibiotik pada kasus ISK ringan dan sedang10

Terapi oral untuk kasus sedang dan berat


Antibiotik Dosis harian Lama pemberian terapi
Siprofloksasin 500-750 mg bid 7-10 hari
Levofloksasin 250-500 mg qd 7-10 hari
Levofloksasin 750 mg qd 5 hari
Alternatif
Sefpodoksim proksetil 200 mg bid 10 hari
Seftibuten 400 mg qd 10 hari
Trimetoprim- 160/800 mg bid 14 hari
Sulfametoksazol
Ko-amoksiklav 0.5/0.125 g tid 14 hari
22

Tabel 2.10. Pilihan antibiotik parenteral10

Terapi parenteral untuk kasus berat

Antibiotik Dosis harian

Siprofloksasin 400 mg bid


Levofloksasin 250-500 mg qd
Levofloksasin 750 mg qd
Alternatif
Sefotaksim 2 g tid
Seftriakson 1-2 g qd
Seftazidin 1-2 g tid
Sefepim 1-2 g bid
Ko-amoksiklav 1.5 g tid
Piperasilin/tazobaktam 2.5-4.5 g tid

Gentamisin 5 mg/kg qd
Amikasin 15 mg/kg qd

Ertapenem 1 g dq
Imipenem/silastatin 0.5/0.5 g tid
Meropesnem 1 g tid
Doripenem 0.5 g tid
23

2.2 Kerangka Teori

invasi mikrobakteri
melalui uretra ekterna

- Osmolalitas urin
Kolonisasi pH Urin
mikroorganisme - Protein Tam-Horsfall

Uretra pendek pada


Ascending
perempuan
Umur
Mikroorganisme
menghasilkan
endotoksin

merubah ph urin menghambat


menjadi basa peristaltik

- BPH
Bakteri masuk Washout urin
- DM
Vesika urinari terganggu
- Urolitiasis

Reaksi inflamasi

Vasodilatasi pembuluh
eritema Edema Sensitivitas ↑
darah

Diapedesis eritrosit dan


Disuria urgensi Frequensi
leukosit

urinalisis Hematuria

Leukosituria
Tersangka ISK
24

2.3. Kerangka Konsep

Disuria Frequensi Urgency

Urinalisis

Bakteriuria Leukosituria Hematuria

Tersangka ISK
Faktor ris
iko:
BPH
Umur
Urolitiasis
pH urin Jenis
Osmolalitas kelamin
DM

Variable yang diteliti secara deskriptif

Variable yang tidak diteliti secara deskriptif


25

2.4 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat ukur Cara ukur Skala ukur


1 Leukosituria Jika pada urin secara Hasil lab Baca Kategorik
mikroskopis
didapatkan >10
leukosit per mm3 atau
terdapat >5 leukosit
per lapang pandang.

2 Hematuria Jika pada urin secara Hasil lab Baca Kategorik


mikroskopik
didapatkan > 3
eritrosit per lapang
pandang
3 Tersangka Pasien yang memiliki Rekam Baca
ISK keluhan disuria, Medis
frekuensi atau urgensi
dan ditunjang dengan
hasil urinalisa berupa
bakteriuria dan
leukosituria namun
belum memiliki hasil
kultur bakteri.
4 Umur Umur yang tercantum Rekam Baca Kategorik
pada rekam medis medis
pasien yang kemudian
dikelompokan
menjadi < 5 tahun
(balita), 5-11 tahun
(anak), 12-25 tahun (
remaja), 26-45 tahun
(dewasa), 46-65 tahun
(lansia), >65 tahun
(manula).

5 Jenis Jenis kelamin yang Rekam Baca Kategorik


Kelamin tercantum pada rekam medis
medis pasien
6 Pendidikan Pendidikan yang Rekam Baca Kategorik
tercantum pada rekam medis
medis pasien
7 Indeks Massa Suatu metode untuk Rekam Hitung Kategorik
Tubuh menilai status gizi medis
seseorang dengan
rumus sitematis berat
badan (Kg) dibagi
kuadrat tinggi badan
26

(m)
8 Berat Jenis BJ urin yang Hasil lab Baca Kategorik
(BJ) urin tercantum dalam hasil
laboratorium yang
dikelompokan
menjadi rendah (1.005
– 1.010), sedang
(1.015 – 1.020), dan
tinggi (1.025 – 1.030)
9 pH urin pH urin yang Hasil lab Baca Kategorik
tercantum dalam hasil
laboratorium yang
dikelompokan
menjadi ph asam (<
5.0 ), normal (5.0 –
7.5 ), dan basa (> 7.5)
10 Tatalaksana Penggunaan antibiotik Rekam Baca
yang tercantum dalam medis
rekam medis
11 Faktor risiko Riwayat penyakit Rekam Baca
penyerta yang dapat medis
mendukung terjadinya
ISK berupa DM, batu
saluran kemih,
kehamilan, SLE, BPH
atau penggunaan
kateter
27

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi deskriptif-analitik dengan pendekatan


retrospektif cross-sectional untuk mengetahui prevalensi dan karakteristik
leukosituria pada pasien tersangka ISK.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi : Penelitian ini dilakukan di Departemen Rekam Medis RSUD


Cengkareng
Waktu : Penelitian berlangsung mulai bulan Februari 2015 hingga Juni
2015

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah pasien tersangka ISK


yang memiliki hasil pemeriksaan urinalisis berupa leukosituria dalam
bentuk data rekam medis dengan kurun waktu 1 Juli – 31 Desember
2014

3.3.2 Sampel

Sampel diambil dari semua populasi terjangkau yang memenuhi


kriteria inklusi.

3.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

a. Kriteria Inklusi
- Pasien dengan hasil lab urinalisis lengkap
- Pasien dengan leukosituria
- Pasien dengan gejala disuria
- Pasien dengan gejala frequensi
28

- Pasien dengan gejala urgensi


b. Kriteria Eksklusi
- Pasien yang memiliki gejala hematuria karena Batu
saluran kemih
- Pasien yang memiliki gejala hematuria karena neoplasma
- Pasien dengan catatan medis kurang lengkap

3.4 Cara pengambilan sampel

Sampel diambil dari semua populasi yang memenuhi kriteria inklusi


dilihat dari rekam medis.

3.5 Variabel Penelitian

a. Leukosituria dilihat dari jumlah leukosit yang ditemukan


b. Hematuria dilihat dari jumlah sel darah merah yang ditemukan atau
dengan manifestasi urin disertai darah

3.6 Cara Kerja Penelitian

Data didapat dari bagian rekam medik RSUD Cengkareng sejak


tanggal 1 Juli – 31 Desember 2014 yang datanya tercatat lengkap dalam
rekam medis.

Cara mengumpulkan data yakni peneliti datang ke Bagian rekam


medik RSUD Cengkareng untuk mengambil data pasien yang mengalami
leukosituria dan selanjutnya peneliti melihat karakteristik pasien dalam
rekam medik sejak tanggal 1 Juli – 31 Desember 2014 melalui surat izin
yang diberikan oleh pihak Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.

3.7 Managemen Data

Pengelolaan dan analisis data menggunakan SPSS 21. Data yang


terkumpul dari hasil penelitian disajikan dalam bentuk narasi dan tabulasi
serta dibahas sesuai dengan prevalensi pada pasien tersangka ISK.
29

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil
Pada penelitian ini didapatkan sebanyak 87 pasien tersangka ISK dengan
peningkatan leukosit urin (leukosituria). Dari 87 orang pasien tersangka ISK
didapatkan rerata umur adalah ± 49 tahun (SD 18,34) berupa distribusi data
homogen dengan hasil uji sweakness dan kurtosis. Pada penelitian ini diperoleh
umur pasien termuda adalah 1 tahun dan tertua umur 87 tahun. Kelompok umur
pasien terbanyak adalah yang berumur antara 46 dan 65 tahun sedangkan jumlah
terendah adalah pasien balita. Sebagian besar pasien adalah perempuan dengan
presentase 67,8%. Tingkat pendidikan pasien terbanyak adalah SMA. Indeks
massa tubuh pasien terbanyak adalah normal antara 18,5 hingga 22,9. Untuk
penyakit penyerta terbanyak adalah diabetes melitus.
Responden pada penelitian ini dibagi berdasarkan kelompok umur yang
ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI tahun 2009, yakni < 5 tahun (balita), 5-
11 tahun (anak), 12-25 tahun ( remaja), 26-45 tahun (dewasa), 46-65 tahun
(lansia), >65 tahun (manula).

40

35

30
Jumlah (orang)

25
20

15
10
5

0
Balita anak remaja dewasa lansia manula
Kelompok Usia

Gambar 4.1 Jumlah pasien berdasarkan kelompok umur


30

Pada gambar 1 terlihat pasien dengan leukosituria sebagian besar berumur


antara 46-65 tahun, berjumlah 39 orang (44.8 %) sedangkan yang paling sedikit
adalah berumur kurang dari 5 tahun, berjumlah 2 orang (2.3 %).

70

60

50
Jumlah (orang)

40

30

20

10

0
laki laki perempuan
Jenis Kelamin

Gambar 4.2 Jumlah pasien berdasarkan jenis kelamin

Pada gambar 4.2 ini dapat dilihat bahwa jumlah pasien dengan jenis
kelamin laki-laki adalah 28 (32,2 %) dan pasien dengan jenis kelamin perempuan
sebanyak 59 (67,8 %).

40
35
30
Jumlah (orang)

25
20
15
10
5
0
Belum SD SMP SMA D2 D3 S1
Sekolah
Pendidikan

Gambar 4.3 Jumlah pasien berdasarkan tingkat pendidikan


31

Pada gambar 4.3 terlihat bahwa tingkat pendidikan pasien dengan


leukosituria sebagian besar adalah SMA sebanyak 39 orang (44,8%). Namun,
didapatkan pasien lainnya memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah yaitu
SD dengan jumlah 7 orang (8%) dan SMP dengan jumlah 4 orang (4,6%).
Sebagian kecil pasien memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi seperti D2
sebanyak 1 orang (1,1%), D3 sebanyak 5 orang (5,7%), S1 sebanyak 3 orang
(3,4%).

Indeks massa tubuh responden tersangka ISK pada penelitian ini


dikelompokan menjadi 5 kelompok berdasarkan IMT orang Asia yang ditetapkan
oleh International Obesity Task Force (IOTF) yakni : ≤ 18,5 (kurus), 18,5 – 22,9
(normal), 23,0 - 24,9 (pre-obesitas), 25,0 - 29,9 (obesitas I), dan ≥ 30,0 (obesitas
II). 24

16

14

12
Jumlah (orang)

10

0
Kurus Normal Pre-Obesitas Obesitas 1 Obesitas 2
Indeks Massa Tubuh (IMT)

Gambar 4.4 Jumlah pasien berdasarkan kelompok IMT

Pada gambar 4.4 ini indeks massa tubuh (IMT) pasien yang memiliki IMT
normal berjumlah 16 orang (18,4%) diikuti dengan IMT obesitas 1 sebanyak 15
orang (17,2%). Beberapa responden lainnya memiliki IMT kurus dengan jumlah
5 orang (5,7%), pre-obes sebanyak 4 orang (4,6%), dan obesitas 2 dengan jumlah
1 orang (1,1%).
32

40
35

30
Jumlah (orang)

25

20
15

10
5
0
Rendah Sedang Tinggi
Kelompok BJ Urin

Gambar 4.5 Jumlah pasien berdasarkan kelompok berat jenis urin

Gambar 4.5 memperlihatkan pasien dengan BJ urin kelompok tinggi


(1,025 – 1,030) berjumlah 39 orang (46,7 %) diikuti dengan BJ urin kelompok
sedang ( 1,015-1,020) sebanyak 31 orang (35,6 %) dan BJ urin kelompok rendah
(1,005-1,010) sebanyak 15 orang (17,2 %).

Derajat keasaman urin pada penelitian ini dikelompokan berdasarkan


pedoman interpretasi data klinik oleh kementerian kesehatan RI 2011 yaitu : pH
urin normal (5,0-7,5), pH urin asam < 5,0, dan pH urin basa > 7,5 .18
33

90
80
Jumlah (orang) 70
60
50
40
30
20
10
0
5.00-7.5 > 7.5
pH Urin

Gambar 4.6 Jumlah pasien berdasarkan kelompok derajat keasaman (pH) urin

Pada gambar 4.6 sebagian besar pasien yaitu 83 orang (95,4%) memiliki
pH urin yang normal sedangkan sebagian kecil, 2 orang (2,3%) pasien lainnya
memiliki pH urin yang basa. Pada penelitian ini tidak didapatkan pasien yang
memiliki pH urin yang asam.

60

50
Jumlah (orang)

40

30

20

10

0
6-20 21-50 51-100 >100
Kelompok Leuksit Urin

Gambar 4.7 Jumlah pasien berdasarkan kelompok leukosit urin


34

Gambar 4.7 memperlihatkan pasien dengan jumlah sedimen leukosit 6-20


per lapang pandang berjumlah 54 orang (62,1 %) orang sedangkan pasien dengan
nilai sedimen leukosit 51-100 per lapang pandang berjumlah 7 orang (8,0 %).
Pasien lainnya memiliki sedimen leukosit 21-50 per lapang pandang sebanyak 14
orang (16,1 %) dan dengan jumlah sedimen leukosit lebih dari 100 per lapang
pandang berjumlah 11 orang (12,6 %).

45
40
35
Jumlah (orang)

30
25
20
15
10
5
0
Sefalosforin Flavoxate Kuinolon Kotrimoksazol Aminoglikoside
Gen Tiga
Tatalaksana

Gambar 4.8 Jumlah pasien berdasarkan jenis terapi

Gambar 4.8 memperlihatkan jumlah pasien dengan leukosituria


mendapatkan penatalaksanaan antibiotik berupa sefalosporin generasi tiga
sebanyak 42 orang (48,3 %). Untuk responden lainnya mendapatkan
penatalaksaan berupa kuinolon sebanyak 9 orang (10,3 %), kotrimoksazol
sebanyak 2 orang (2,3 %), flavoxate sebanyak 1 orang (1,1 %), dan
aminoglikoside sebanyak orang (1,1 %).
35

40

35

30
Jumlah (orang)

25

20

15

10

0
DM BPH SLE kehamilan urolitiasis
Faktor Risiko

Gambar 4.9 Jumlah pasien tersangka ISK berdasarkan faktor risiko

Gambar 9 menjelaskan faktor risiko untuk terjadinya ISK. Faktor risiko


terbanyak penyakit metabolik berupa DM sebanyak 20 orang (23,0 %). beberapa
responden lainnya memiliki faktor pendukung berupa BPH sebanyak 3 orang (3,4
%), batu saluran kemih sebanyak 6 orang (6,9 %), kehamilan sebanyak 2 orang
(2,3%), dan SLE sebanyak 1 orang (1,1 %).

Tabel 4.2 Jumlah pasien dengan Faktor Risiko Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin Faktor Risiko


DM BPH Batu Kehamilan SLE Penggunaan
Kemih kateter
Laki laki 2 3 5 0 0 0
Perempuan 18 0 1 2 1 2

Pada tabel 4.2 memperlihatkan berbagai faktor risiko berdasarkan jenis


kelamin. Pada penelitian ini didapatkan faktor risiko tersering ISK pada wanita
adalah pasien wanita yang memiliki penyakit metabolik berupa DM berjumlah 18
pasien, diikuti dengan kehamilan dan penggunaan kateter yang masing-masing
berjumlah 2 pasien dan batu kandung kemih sebanyak 1 pasien.
36

Faktor risiko tersering ISK pada pasien laki-laki adalah batu kandung
kemih sebanyak 5 pasien diikuti dengan BPH berjumlah 3 pasien, dan DM
berjumlah 2 pasien.

Tabel 4.3 Kelompok Umur dengan jumlah sedimen leukosit dalam urin

Kelompok Umur Kelompok Sedimen Leukosit


≤ 50 51-100 > 100
Balita 1 0 1
Anak 2 1 0
Remaja 7 1 0
Dewasa 22 1 1
Lansia 30 0 5
Manula 4 2 2

Tabel 4.3 ini menjelaskan tentang jumlah sedimen leukosit dalam urin
berdasarkan kelompok umur pasien. Dari tabel ini nampak hasil leukosit urin pada
responden dewasa umumnya kurang dari 50 per lapang pandang sebanyak 22
orang, diikuti dengan penurunan jumlah pasien pada leukosit urin 50-100 per
lapang pandang sebanyak 1 orang. Pada responden dewasa semakin meningkatnya
jumlah leukosituria maka jumlah responden semakin menurun. Sedangkan pada
pasien dengan kelompok umur lansia umumnya hasil leukosit urin kurang dari 50
per lapang pandang sebanyak 30 orang. Pada leukosituria lebih dari 100 per
lapang pandang responden terbanyak pada kelompok umur lansia sebanyak 5
orang.
37

Tabel 4.4 Penyakit Penyerta dan Rerata Leukositoria

Faktor risiko Kelompok leukosit


≤ 50 51-100 > 100
DM 16 0 4
BPH 2 1 0
Pengguna Kateter 1 0 1
Kehamilan 2 0 0
SLE 1 0 0
Urolitiasis 2 2 2

Tabel 4.4 menggambarkan nilai leukosituria dengan faktor risiko. Dapat dilihat
pada tabel ini DM merupakan faktor risiko yang tersering menghasilkan leukosituria
sebagai berikut : ≤ 50 per lapang pandang sebanyak 16 pasien dan lebih dari 100
berjumlah 4 pasien. Sedangkan faktor risiko terendah yang menimbulkan leukosituria
adalah SLE. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel diatas.

Tabel 4.5 Jumlah pasien berdasarkan kelompok sedimen leukosit dan eritrosit
dalam urin

Kelompok sedimen Kelompok sedimen eritrosit urin


leukosit urin ≤ 30 30-100 ≥ 100
≤ 50 46 16 0
50-100 3 1 0
≥ 100 4 3 2
Pada tabel 4.5 terlihat bahwa sebagian besar jumlah pasien terbanyak yang
memiliki jumlah sedimen leukosit urin ≤ 50 dan sedimen eritrosit urin ≤ 30.
38

Gambar 10. Kurva Korelasi Leukosituria dengan Hematuria

Gambar 10 menjelaskan hubungan antara jumlah sedimen leukosit dengan


jumlah sedimen eritrosit dalam urin. Didapatkan hasil sebaran data linear maka
untuk mencari hubungan antara dua variabel digunakan uji Spearmen. Didapatkan
hasil bermakna (p < 0,001) dengan korelasi lemah (R2 0,319).

Tabel 4.6 Uji komparatif DM dengan Leukosituria

Median
Nilai p
(Minimum-Maksimum)
Leukosituria pasien DM
2,00 (2,00-5,00)
(n=23)
0,042
Leukosituria pasien tidak DM
2,00 (2,00-5,00)
(n=50)
39

Tabel 4.6 menjelaskan hasil uji Mann-Whitney antara DM dan leukosituria


yang menghasilkan nilai (p < 0,05), artinya dalam statistik bermakna. Secara
klinis tidak ada perbedaan antara pasien DM dengan tidak DM dilihat dari
mediannya hanya selisih satu angka.

4.2 Pembahasan

Penelitian ini mendapatkan karakteristik pasien tersangka ISK. Angka


kejadian tertinggi tersangka ISK pada kelompok umur lansia sedangkan angka
kejadian terendah terdapat pada umur balita. Hasil penelitian ini berbeda dengan
penelitian sebelumnya oleh Samirah, dkk yang melaporkan bahwa angka kejadian
tertinggi pada umur anak dan balita.11 Angka kejadian ISK meningkat secara
signifikan pada umur 35-65 tahun pada wanita yang disebabkan oleh proses
pembedahan ginekologi atau prolaps buli buli.4 Pada umur yang sama pada pria
disebabkan oleh obstruksi berupa pembesaran prostat jinak dan penggunaan
kateter.4 Infeksi saluran kemih adalah infeksi tersering kedua pada lansia.
Didukung berbagai faktor diantaranya sistem imun yang menurun, adanya
obstruksi traktus urinari, dan imobilisasi.16 Perbedaan ini mungkin dapat
disebabkan oleh karena jumlah pasien yang terbatas dalam penelitian.

Kejadian tersangka ISK terbanyak di RSUD Cengkareng adalah pada


perempuan. Serupa dengan penelitian sebelumnya, Aldi dkk melaporkan bahwa
angka kejadian ISK tertinggi pada perempuan.12 Penelitian lainnya
menyampaikan hal yang serupa bahwasannya ISK memiliki insidensi tinggi pada
perempuan di beberapa fase kehidupannya yaitu anak-anak, perempuan tua, dan
perempuan hamil trimester dua.26 Kejadian tersangka ISK yang tinggi pada
perempuan dipengaruhi beberapa hal yaitu uretra yang relatif pendek sehingga
mikroorganisme yang berada di sekitar uretra mudah masuk dan berkembang
dalam saluran kemih. Hormon estrogen pada perempuan juga berperan sebagai
salah satu pelindung traktus urinari. Seiring bertambahnya umur perempuan akan
mengalami menopause yang menyebabkan hormon estrogen menurun dan
mempermudah mikroorganisme menginfeksi traktus urinari. Hubungan seksual
juga mempengaruhi kejadian ISK karena pada beberapa pasangan yang
40

melakukan koitus akan mengalami diskontinuitas di daerah mukosa vagina yang


mempermudah masuknya mikroorganisme.3

Responden tersangka ISK memiliki tingkat pendidikan terbanyak yaitu


SMA. Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status
kebersihan perorangan. Tingginya pendidikan seseorang membuat mereka lebih
mudah memahami informasi yang didapat. Tingginya pendidikan seseorang juga
membuat wawasannya luas dan mengerti pentingnya menjaga status kebersihan diri
sendiri untuk mencegah suatu penyakit. Masyarakat dengan pendidikan yang tinggi juga
dapat berperan dalam mengatasi kesehatan dirinya dan keluarga.19

Pasien pada penelitian ini memilik tingkat pendidikan yang tidak selaras
dengan kejadian ISK. Dilihat dari grafik pasien yang menjadi pasien tersangka
ISK terbanyak memiliki tingkat pendidikan yang cukup yaitu SMA. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Imanda tingkat pendidikan berhubungan dengan
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) (p < 0.003).13 Salah satu faktor yang
menyebabkan ISK memiliki angka kejadian yang tinggi meskipun pendidikan
pasiennya cukup tinggi adalah kurangnya pengetahuan pasien tentang ISK dan
kurangnya promosi kesehatan tentang cara menjaga kebersihan area genitalia.

Infeksi saluran kemih disebabkan oleh berbagai faktor yakni faktor dari
host dan faktor dari mikroorganisme. Faktor pertahanan host terhadap infeksi

saluran kemih yaitu dengan menjaga aliran urin atau yang lebih dikenal adalah
wash out urin. Untuk menjaga aliran urin tetap lancar dibutuhkan asupan cairan
yang cukup. Salah satu cara untuk melihat kebutuhan cairannya seseorang
tercukupi melalui hasil berat jenis urin. Penelitian yang dilakukan oleh
Khairunnisa (2013) memberikan hasil bahwasannya konsumsi cairan berhubungan
dengan status hidrasi yang dapat dilihat dari berat jenis urin (p < 0.006). Berat
jenis urin semakin rendah memberikan makna bahwa status hidrasinya baik.20

Hasil pada penelitian ini, pasien tersangka ISK memiliki berat jenis urin
yang tinggi. Sesuai dengan teori yang telah disebutkan. Bahwasannya semakin
jarang seseorang minum maka semakin rendah frekuensi berkemih dan memiliki
berat jenis urin yang tinggi. Berat jenis urin yang tinggi ini dapat mempermudah
41

mikroorganisme berkolonisasi dalam urin dan menyebabkan terjadinya ISK.


Penelitian terdahulu melaporkan bahwa osmolaritas yang rendah disertai pH urin
tinggi akan meningkatkan kemampuan netrofil untuk memfagosit
mikroorganisme.28

Selain berat jenis urin faktor pencegah terjadinya ISK pada host adalah
derajat keasaman urin. Derajat keasaman urin merupakan salah satu pertahanan
yang dimiliki sistem saluran kemih. Derajat keasaman urin ini dapat dilihat pada pH urin
hasil urinalisis. pH urin rendah atau asam dapat menghambat kolonisasi bakteri dalam
urin. Nilai dari pH urin rendah adalah kurang dari 5. Untuk pH urin normal memiliki nilai
5 sampai 7,5 dan pH urin basa memiliki nilai lebih dari 7,5.1,18 pH urin pasien pada
penelitian ini rerata memiliki pH yang normal dan sedikit diantaranya yang
memiliki pH urin basa. PH urin juga dipengaruhi oleh diet pasien. PH urin pasien
yang basa dapat dipengaruhi oleh hasil penguraian protease oleh mikroorganisme
yang ada dalam urin.18 Penelitian yang dilakukan oleh Franz dan Walter
melaporkan bahwasannya pH mempengaruhi leukosit. Pasien yang memiliki pH
urin > 6.0 mengakibatkan leukosit lisis.25

Gambaran IMT tersangka ISK pada penelitian adalah normal dan obesitas
1. Kejadian yang tinggi pada pasien obesitas 1 disebabkan karena memiliki risiko
untuk resistensi insulin sehingga menyebabkan kadar gula darah meningkat. Gula
darah yang tinggi ini meningkatkan kejadian glukosiuria yang merupakan salah

satu media perkembangan bakteri.22 Penelitian yang dilakukan oleh nassaji, dkk
melaporkan bahwasannya tidak ada hubungan antara IMT sebagai faktor risiko
ISK.27

Tatalaksana untuk ISK adalah antibiotik. Penggunaan antibiotik yang tidak


rasional dapat menimbulkan kejadian resistensi kuman terhadap antibiotik yang
tinggi. Hasil dari penelitian ini didapatkan terapi yang digunakan adalah
sephalosporin generasi tiga dan quinolon. Golongan sephalosporin memiliki
aktivitas yang amat baik dalam melawan mikroorganisme. Sephalosporin generasi
tiga sendiri memiliki sprektrum luas dalam melawan bakteri gram negatif tetapi
lemah dalam melawan bakteri gram positif. Sephalosporin bekerja dengan cara
menghambat pembentukan dinding sel bakteri. Penggunaan sephalosporin oral
42

memiliki efektifitas yang baik pada pemberian terapi empirik pasien ISK yang
belum berkomplikasi.4 Penelitian yang disampaikan oleh Ant Pallet dan Kieran
Hand penggunaan sefalosporin sudah tidak efektif karena meningkatnya kejadian
ESBL (extended spectrum beta lactamase). Disarankan untuk menggunakan
trimetropin dan quinolone atau penggunaan fosfomisin yang sudah ditetapkan
oleh Food and Drug Administration in the United States.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aldy dkk tatalaksana ISK yang
utama adalah flourokuinolon karena bersifat bakterisid dan merupakan terapi pilihan
kedua setelah kotrimoksazol.12 Perbedaan ini disebabkan oleh karakterisitik pasien
yang melakukan pengobatan di Rumah Sakit Umum Daerah cengkareng adalah
responden yang mengalami ISK sekunder sehingga diberikan terapi antibiotik
dengan sprektum luas untuk mengurangi kejadian resistensi.

Faktor determinasi ISK banyak sekali diantaranya penyakit atau


penggunaan alat medis. Salah satu faktor risiko ISK adalah DM. Pasien yang
menderita DM mengalami peningkatan risiko infeksi saluran kemih. Berbagai
faktor yang mendukung diantaranya sistem imun yang menurun, gangguan
metabolik dan neuropati vesika urinari.22 Pasien DM mengalami resistensi insulin
sehingga menyebabkan kandungan glukosa dalam darah meningkat atau yang
dikenal dengan kondisi hiperglikemik. Kondisi hiperglikemik merupakan salah
satu risiko terjadinya glukosiuria. Glukosiuria merupakan salah satu media
perkembangan yang baik untuk bakteri. Sehingga angka kejadian ISK pada pasien
DM meningkat.22

Penelitian ini mendapatkan hasil faktor risiko terbanyak ISK adalah DM.
Sebagaimana penelitian yang dilakukan Monik bahwa pengendalian gula darah
sangat berhubungan dengan kejadian ISK.2 Infeksi saluran kemih yang disertai
dengan DM angka kejadiannya tinggi pada wanita.

Diagnosis ISK ditegakkan dari gejala klinis yang didapat saat anamnesis
dan diperkuat oleh hasil urinalisis. Baku emas penegakan diagnosis ISK adalah
adanya koloni kuman yang lebih dari 105 pada kultur urin. Kultur urin ini
membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar. Digunakan cara lain untuk
43

mengidentifikasi pasien menderita ISK yaitu dengan cara melihat leukosit urin.
Pasien yang memiliki nilai leukosit dalam urin lebih dari 5 per lapang pandang
disebut leukosituria. Adanya leukosit dalam urin menunjukan adanya proses
inflamasi.7 Leukosituria memiliki sensitivitas (83 %) namun tidak spesifik. Para
penulis merekomendasikan untuk melakukan analisa mikroskopik urin dengan
syarat urin masih baru.29
Rerata leukosituria pada responden tersangka ISK tidak terlalu tinggi. Semakin
banyak jumlah leukosituria perlapang pandang maka inflamasi yang sedang terjadi
semakin berat. Leukosit merupakan salah satu sel dalam tubuh yang berfungsi sebagai sel
pertama dalam melawan mikroorganisme sebelum sel imun
tubuh yang lain.11

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Khoirul tidak terdapat hubungan


bermakna antara umur dengan leukosituria pada pasien ISK.14 Berbeda dengan hasil
penelitian yang didapat peneliti. Terdapat hasil yang menunjukkan dengan
bertambahnya umur maka temuan sedimen leukosit pada urin meningkat.
Sedimen leukosit pada urin banyak ditemukan pada kelompok umur lansia.
Seiring bertambahnya umur seseorang maka kemampuan organ dan sel dalam
tubuh berkurang. Salah satunya sistem imun seseorang atau yang dikenal
immunocompremis. Mempermudah mikroorganisme menginfeksi. Pasien dengan
kelompok umur lansia kejadian ISK meningkat. Patofisiologi terjadinya ISK pada
umur lansia adalah dengan cara ascending. Didukung oleh beberapa faktor yaitu
imobilisasi, obstruksi traktus urinari, iskemik vesika urinari akibat retensi urin,
aktivitas bakterisidal yang kurang berfungsi, dan penggunaan instrumen seperti
kateter.15,16
Sedimen leukosit ditemukan paling sering pada pasien DM. Hal ini
disebakan karena DM mempengaruhi sistem imun, gangguan metabolik dan
neuropati vesika urinari. Faktor pendukung tersebut untuk pasien DM tersendiri
penegakan diagnosisnya agak sedikit berbeda karena dengan ditemukannya
sedimen leukosit urin < 10/ml sudah dapat ditegakan diagnosis ISK. 22
Hematuria adalah terdapatnya sedimen eritrosit dalam urin yang disebabkan oleh
trauma, infeksi, obstruksi saluran kemih dan kanker saluran kemih. Prosesnya
44

dikenal dengan diapedesis. Diapedesis adalah vasodilatasi pembuluh darah yang


mengakibatkan keluarnya eritrosit dan sel darah putih.17 Sehingga dapat
disimpulkan dengan terjadinya hematuri maka akan disertai dengan leukosituria.
Sebagaimana hasil yang ditemukan pada penelitian ini. Terdapat korelasi
bermakna antara leukosituria dan hematuria ( p <0,001). Ditemukannya sedimen
eritrosit dan leukosit merupakan salah satu pertanda sedang ada infeksi atau
inflamasi di dalam traktus urinari. Sedimen leukosit urin positif jika ditemukan 5 leukosit
per lapang pandang dan untuk wanita biasanya lebih tinggi. Sedimen eritrosit positif jika
ditemukan 3 eritrosit per lapang pandang atau dikenal dengan
hematuria mikroskopik.23

4.3 Kajian Islam

ِ‫اِلمِتِطِهِرِيِهِبِ وِيِحِ التِىِابِيِهِبِ يِحِهللِ انِ ا‬


Artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai orang yang bertaubat dan menyucikan
diri.” (QS. Al-Baqoroh: 222)
Ayat tersebut memerintahkan kita sebagai umat muslim untuk selalu
menjaga kebersihan diri baik batin maupun lahiriyah(badan). Cara menjaga
kebersihan lahiriyah adalah salah satunya dengan thaharah. Thaharah dalam Islam
artinya bersuci baik menggunakan air atau jika tidak ada bisa menggunakan
batu.Thaharah dilakukan pada keadaan kita setelah miksi dan defekasi atau yang
lebih dikenal dengan istinja. Istinja artinya membersihkan anus dan periuretra dari
apa apa yang dikeluarkan.

ِ‫وِ اِهِ طِعِمِ عِلِىب‬ ِِ‫ءِشي‬ ‫يِىِجِسِهِ لِاءِ اِلِمِا‬


ِ‫اِوِرِيِحِهِهِ لِىِو‬ ‫مِا اِلِا‬
ِ‫غِل‬
Artinya: “Air itu tidaklah menyebabkan najisnya sesuatu, kecuali jika berubah
rasanya, warnanya atau baunya.” (HR. Ibn Majjah dan Baihaqi)
Hadist tersebut menjelaskan bahwa salah satu alat yang dapat digunakan untuk
bersuci adalah air tapi dengan syarat belum berubah warna, bau dan rasanya.
45

َ‫ى‬ َ‫عي عـ طاَ هَـيَـ أَبَـييَ قالََ تَ سَ َ يَـقَـك‬


‫رَسَـو‬ َ‫ءَ ـةَََوَوَ سَوَع أَ بَـهلَ كَالَو‬
َ َ‫ل‬ ‫َ ََ يَ ـ‬ ‫بَـ‬
:‫هَ الـلَــ صَـلَيهَ الـلَــ‬ َ‫أَلَ أَحَـوَـءَ الَـخَـالَذادَخَـلََإَ َ هعـيم‬
َ‫وَسَـلَـنَ عَـلَــيَه‬ ‫ـاوَغَـََ ال‬
َ‫هَـاءَيَ بَـالَــوَـآءَي‬ َ‫ـحـوى إ ذاوََ ة‬
‫ه فَــيَـسَــتَــََـ‬
َ‫ج‬
“Dari Annas r.a berkata bahwasannya Rosulullah SAW masuk ke tempat buang
hajat lalu saya dan seorang pemuda sebaya saya membawakan satu bejana dari air
dan satu tombak kecil lalu beliau beristinja (bersuci) dengan air itu.” (HR.
Bukhari no. 151 dan Muslim no. 271)
Hadist ini menjelaskan bahwa Rosulullah SAW semasa hidupnya telah
mencontohkan kepada umatnya cara beristinja menggunakan air untuk
menghilangkan kotoran. Sebaiknya sebagai umat kita mencontoh perilaku Rosul
yang beristinja setelah miksi atau defekasi agar terhindar dari penyakit salah
satunya ISK. Faktor pendukung terjadinya ISK bisa dari virulensi mikroorganisme
atau kebersihan area genitalia dan imun host. Cara menjaga kebersihan area
genitalia adalah istinja setelah miksi dengan air. Pemilihan air juga harus
diperhatikan jangan menggunakan air yang telah terkontaminasi.
46

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan sebagai
berikut :

5.1.1 Insidensi leukosituria pada tersangka ISK di RSUD Cengkareng pada Juli-
Desember 2014 adalah sebanyak 86 orang.

5.1.2 Karakteristik tersangka ISK pada penelitian ini adalah kelompok umur
terbanyak dijumpai pada lansia dengan jenis kelamin terbanyak perempuan.
Tingkat pendidikan pasien adalah SMA. Indeks massa tubuh dalam golongan
IMT normal. Berat jenis umumnya BJ urin kelompok tinggi. Derajat keasaman
urin pasien umumnya pH normal. Kelompok leukosit urin terbanyak adalah 6-20
per lapang pandang . Penatalaksanaan pasien terbanyak adalah sefalosporin
generasi tiga. Faktor risiko ISK terbanyak adalah DM. Faktor risiko berdasarkan
jenis kelamin terbanyak pada wanita yaitu DM dan pada pria urolitiasis.
Kelompok leukosituria terbanyak yaitu 6-20 pada kelompok umur lansia. Faktor
risiko terbanyak yang menyebabkan leukosituria adalah DM

5.1.3 Terdapat hubungan antara leukosituria dan hematuria pada tersangka ISK
47

5.2 Saran

5.2.1 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan metode yang lebih baik dan
sampel yang lebih banyak agar lebih menggambarkan keadaan populasi.

5.2.2 Menggunakan data primer untuk mempermudah peneliti dalam


pengumpulan data.

5.2.3 Perlu dilakukan penelitian untuk mencari hubungan antara hematuria dengan
leukosituria
48

Daftar Pustaka

1. Enday Sukandar. Ilmu Penyakit Dalam UI: Infeksi Saluran Kemih Pasien
Dewasa. Jilid ke-2. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009.564-568
2. Basuki B Purnomo. Dasar Dasar Urologi: Infeksi Urogenitalia. 2nd ed.
Jakarta: CV Sagung Seto; 2008. 35-40
3. Corwin, Elizabeth J. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC; 2009.
www.books.google.co.id (accessed August 2014)
4. Hiep T, Nguyen. Smith’s General Urology: Bacterial Infection of The
Genitourinary Tract. 7th ed. New York: MC Graw Hill Lange; 2008.193-
218
5. Monica saptiningsih. Determinan Infeksi Saluran Kemih pasien Diabetes
Mellitus perempuan di RSB Bandung. 2012. http://lib.ui.ac.id/file
[accessed 2015 Jul]
6. Anthony J Schaeffer, Edward M Schaeffer. Campbell-Walls Urology:
Infections of The Urinary Tract. 10th ed. England: Saundres Elseiver;
2011. 257-269
7. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman interpretasi data klinik. 2011
8. John L Brusch. Cystitis Females. Medscape. 2014;
http://emedicine.medscape.com (accessed 2014 Des)
9. Tibor Fulop. Acute Pyelonephritis Clinical Presentation. Medscape . 2014;
http://emedicine.medscape.com. (accessed 2014 Aug)
10. M. Grabe, R. Bartoletti, T.E Bjerklund-Johansen, dkk. Guidelines On
Urological Infections. Europian Association of Urology. 2014.
http://uroweb.org. (cited 2014 Aug)
11. Samirah, Darwati, Windarwati, Hardjoeno. Pola dan Sensitivitas Kuman di
Penderita Infeksi Saluran Kemih. Patologi Klinik FK UNHAS. 2006; vol
12: 110-3.
12. Aldy Wijaya Febrianto. Alwiyah Mukaddas. Inggrid Faustine. Rasionalitas
Penggunaan Antibiotik pada pasien infeksi saluran kemih (ISK) di
Instalasi Rawat Inap RSUD Undata Palu Tahun 2012. Online Jurnal of
Natural Science. 2013; vol. 2(3): 20-29.
49

13. Imanda Amalia. Hubungan Pendidikan, Pendapatan terhadap Perilaku


Hidup Sehat (PHBS) pada Pedagang Hidangan Istimewa Kampung (HIK)
di Pasar Kliwon dan Jebres Kota Surakarta. 2009;
14. Khoirul Ahmada Putra. Gambaran Leukosituria pada Pasien Diabetes
Melitus di Rumah Sakit Umum Kota Tanggerang Selatan Periode Januari-
Juni Tahun 2013.2013.
15. R Boedhi Darmojo. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Umur Lanjut): Teori
Proses Menua. 4th ed. Jakarta: Balai Penerbit UI; 2009. 6-7
16. Kuenzi JA. Essentials of Pathophysiology Concepts of Altered Health
States: Disorder of the Bladder and Lower Urinary Tract. In: Porth C (ed.).
3rd ed. China: Lippincott Williams & Wilkins; 2011. 674.
17. John F Morrow, Janet Johnston, David G Bostwick. Urologic Surgical:
Pathology Urine Cytologi. In: Port, 2nd ed. China: Elsheiver; 2008. 373
18. Vincy Edi Wibowo. Faktor Risiko, Pola Kepekaan Kuman Penyebab
Bakterimia Pada Pasien Geriatri di Rumah Sakit DR. Kariadi Semarang.
2006;
19. Dinas Kesehatan. Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun
2012. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2013;
http://www.depkes.go.id. (accessed 2015 Aug)
20. Khairunissa Handayani, Fillah Fithra Dieny. Hubungan Konsumsi Cairan
dengan Status Hidrasi pada Pekerja Laki-Laki. Journal of Nutrition
College. 2013; Vol 2. 547-56.
21. Pallet, Ann. Hand, Kieran. Complicated Urinary Tract Infections: Practical
Solutions for The Treatment of Multiresistant Gram-negative Bacteria.
Journal of Antimicrobial Chemotherapy. 2010; Vol. 65.
22. Nitza, Orna. Elias, Mazen. Chazan, Bibiana. Saliba, Walid. Urinary Tract
Infections in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus: Review of
Prevalence, Diagnosis, and Management. Diabetes, Metabolic Syndrom,
and Obesity: Target and Therapy. 2015. http://www.dovepress.com.
(accessed 2015 Aug)
23. Strasinger, Susan King. Marjorie Schaub Di Laurenza. Urinalisis and
Body Fluid. 6th ed. USA: F A David company; 2014
50

24. WHO Expert Consultan. Appropriate body-mass index for Asian


populations and its implications for policy and intervention strategies.
2004. http://www.thelancet.com. [cited 2015 Aug]
25. Franz, M and Horl, W.H. Common Errors in Diagnosis and Management
of Urinary Tract Infection. I: Pathophysiology and Diagnostic Techniques.
Nephrology Dialysis Transplantation. 1999; Vol 14. 2746-53.
26. Vasudevan, Ranganathan. Urinary Tract Infection: An Overview of The Infection
and The Associated Risk Factors. Journal of Microbiology &
Experimentation. Vol 1. 2014;
27. Nassaji M, Ghorbani R, Tamadon M R, Bitaraf M. Association Beetwen
Body Mass Index and Urinary Tract Infection in Adult. Nephro Urol Mon.
2014;
28. Gargan R.A, Hamilton-Miller J.M.T, Brumfitt. W. Effect of alkalinisation
and increased fluid intake on bacterial phagocytosis and killing in urin.
1993;
29. Borish Utcsh. Gunter Klaus. Urinalysis in Children and Adolescents.
2014;
51

LAMPIRAN 1

Statistik (Deskriptif)

Variabel Jumlah (N) Persentase (%)


Umur
Balita 2 2,3
Anak 3 3,4
Remaja 9 10,3
Dewasa 26 29,9
Lansia 39 44,8
Manula 8 9,2

Jenis kelamin
Laki-laki 28 32,2
Perempuan 59 67,8

Pendidikan
Belum sekolah 4 4,6
SD 7 8,0
SMP 4 4,6
SMA 39 44,8
D2 1 1,1
D3 5 5,7
S1 3 3,4

Index Massa Tubuh


(IMT)
5,7
Kurus 5
18,4
Normal 16
4,6
Pre-obesitas 4
52

Obesitas 1 15 17,2
Obesitas 2 1 1,1

Penyakit penyerta
DM
37 13.4
BPH
Batu saluran kemih 8 2,9

6 2,2

Valid Kelompok Frequency Percent Valid Cumulative


Leukosit Percent Percent
6-20 54 62,1 62,8 62,8
21-50 14 16,1 16,3 79,1
51-100 7 8,0 8,1 87,2
>100 11 12,6 12,8 100,0
Total 86 98,9 100,0
Missing System 1 1,1
Total 87 100,0
53

(Lanjutan)
Valid Kelompok Frequency Percent Valid Cumulative
Usia Percent Percent
Balita 2 2,3 2,3 2,3
Anak 3 3,4 3,4 5,7
Remaja 9 10,3 10,3 16,1
Dewasa 26 29,9 29,9 46,0
Lansia 39 44,8 44,8 90,8
Manula 8 9,2 9,2 100,0
Total 87 100,0 100,0

Valid Kelompok Frequency Percent Valid Cumulativ


IMT Percent Percent
Kurus 5 5,7 12,2 12,2
Normal 16 18,4 39,0 51,2
Pre-obes 4 4,6 9,8 61,0
Obes 1 15 17,2 36,6 97,6
Obes 2 1 1,1 2,4 100,0
Total 41 47,1 100,0
Missing 46 52,9
System
Total 87 100,0

Valid Tingkat Frequency Percent Valid Cumulative


Pendidikan Percent Precent
SD 7 8,0 11,1 11,1
SMP 4 4,6 6,3 17,5
SMA 39 44,8 61,9 79,4
D3 5 5,7 7,9 87,3
S1 3 3,4 4,8 92,1
D2 1 1,1 1,6 93,7
Missing 24 27,6
System
54

Total 87 100,0

(Lanjutan)

Valid Jenis Frequency Percent Valid Cumulative


Kelamin Percent Percent
Laki laki 28 32,2 32,2 32,2
Perempuan 59 67,8 67,8 100,0
Total 87 100,0 100,0

Valid Kelompok Frequency Percent Valid Cumulative


Leukosit Percent Percent
6-20 54 62,1 62,8 62,8
21-50 14 16,1 16,3 79,1
51-100 7 8,0 8,1 87,2
101 11 12,6 12,8 100,0
Total 86 98,9 100,0
Missing 1 1,1
System
Total 87 100,0
55

Lampiran 2
Uji Normalitas

Kolmogorov- Shapiro-
Smirnov Wilk
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
Leukosituria 0,334 0,80 0,000 0,461 0,80 0,000

Kolmogorov- Shapiro-
Smirnov Wilk
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
Hematuria 0,391 0,75 0,000 0,249 0,75 0,000

Anda mungkin juga menyukai