Kolelitiasis
Disusun oleh
Muhammad Irfan Rizaldy
20174011105
Pembimbing : dr. H. Adi Sihono, Sp.B
I. SUBJECTIVE
a. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan atas.
e. Riwayat Pengobatan
Pasien hanya minum antasid dan paracetamol untuk mengatasi
keluhannya tersebut. Riwayat minum obat penghilang rasa nyeri
atau obat rematik disangkal.
f. Riwayat Alergi :
Pasien tidak pernah memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan
dan makanan tertentu.
b. Vital Sign
Tekanandarah : 100/ 60 mmHg
Nadi : 92 x / menit, kuat angkat, teratur
Pernapasan : 18 x / menit
Suhu : 37,1° C
c. Status Generalis
Kepala Bentuk dan ukuran kepala : Normosefali.
Permukaan Kepala : tidak tampak benjolan, lesi, malar
rash, edema, maupun hiperpigmentasi.
Ekspresi wajah normal : tidak tampak paralisis fasialis.
Rambut : berwarna hitam, tidak mudah dicabut.
Nyeri tekan kepala : negatif
Mata Bentuk : dalam batas normal
Alis : dalam batas normal
Bola mata : kesan eksoftalmus - /- dan anoftalmus -
/-
Palpebra : edema - / - , ptosis - / -
Konjungtiva : anemis - / - , hiperemi - / -
Sklera : ikterik + / +, perdarahan - / - , pterygium
-/ -
Pupil : refleks cahaya + / +, isokor +
Lensa : tampak jernih
Telinga Bentuk aurikula : normal
Lubang telinga : sekret (-)
Hidung Bentuk : normal, simetris, deviasi septum (-)
Mulut Bentuk : simetris
Bibir : sianosis (-), edema (-), perdarahan (-)
Lidah : leukoplakia (-)
Leher Tidak tampak deviasi trakea
Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar getah bening.
Tidak tampak hipertrofi SCM dan SCM tidak aktif
JVP : 5 ± 2 cm
Toraks Pada keadaan statis, bentuk dinding dada kanan dan kiri
terlihat simetris. Bentuk dan ukuran dinding dada kanan dan
kiri terlihat sama.
Pada keadaan dinamis, dinding dada kanan dan kiri terlihat
simetris dan tidak terlihat pergerakan dinding dada kanan
maupun kiri tertinggal pada waktu pernafasan.
Tidak terdapat retraksi atau penggunaan otot pernapasan
tambahan.
Pada permukaan dada : massa (-), jaringan sikatrik (-), jejas (-),
spider naevi (-)
Fossa supraklavikula dan infraklavikula tidak cekung dan
simetris.
Fossa jugularis : tidak tampak deviasi trakea.
Pulsasi ichtus kordis tidak tampak
Tipe pernafasan : torako-abdominal dengan frekuensi nafas 18
kali/ menit
Abdomen Inspeksi :
LOKALIS Dinding abdomen simetris, massa (-), distensi (-),
Auskultasi :
Bising Usus (+) normal, metalic sound ( -),
Palpasi :
Turgor : Normal
Tonus : Normal
Nyeri tekan (+) di epigatrik dan hipokondrium dextra , Murphy
sign (+), distensi abdomen (-), defense muscular (-), Nyeri
tekan mac burney (-), rovsing sign (-), psoas sign (-), obturator
sign (-), Hepar / Lien / Ren : tidak teraba
+ + -
- - -
- - -
Perkusi :
Timpani di seluruh lapangan abdomen
- an direct
Deformitas meningkat
ium
dextra,
serta
murphy
Sianosis -sign-
positif.eri
- -
tekan ejak
4 hari
SMRS.
- -
Edema
sar 2
- -
kali/hari,
padat,
Genetelia Tidak dievaluasi nyeri saat
BAB (-
-
d. Pemeriksaan Penunjang
- -
Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap
V. ASSESSMENT
kolelitiasis
VI. PLANNING
a. Diagnostik
DL, SGOT, SGPT
Bilirubin total, bilirubin direct, bilirubin indirect
USG abdomen
BUN, creatinin
Kultur darah dan cairan empedu
b. Terapi
Medikamentosa
IVFD RL 20 tpm
Inj. cefotaxime 1 gr/8 jam
Diclofenac 75 mg IM
Inj. Ondansentron 4 mg/hari
Non- Medikamentosa
Konsultasi spesialis bedah pro kolesistektomi
Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein Rendah Lemak
c. Monitoring
KU dan Vital sign
VII. PROGNOSIS
Dubia et bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Batu empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang
membentuk suatu material mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung
empedu (kolesistolitiasis) atau di dalam saluran empedu (koledokolitiasis)
atau pada keduanya.1
Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi
batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran
empedu menjadi batu saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran
empedu sekunder.2
B. Epidemiologi
Kasus batu empedu sering ditemukan di Amerika Serikat, yaitu
mengenai 20% penduduk dewasa. Setiap tahunnya, beberapa ratus ribu orang
yang menderita penyakit ini menjalani pembedahan saluran empedu.3
Peningkatan insiden batu empedu dapat dilihat dalam kelompok resiko
tinggi yang disebut ”5 F’s” : female (wanita), fertile (subur)-khususnya
selama kehamilan, fat (gemuk), fair (orang kulit putih), dan forty (empat
puluh tahun).4 Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko.
Namun, semakin banyak faktor resiko, semakin besar pula kemungkinan
untuk terjadinya kolelitiasis. 5,6
Faktor resiko tersebut antara lain:
1. Genetik
Batu empedu memperlihatkan variasi genetik.
Kecenderungan membentuk batu empedu bisa berjalan dalam
keluarga.7 Di negara Barat penyakit ini sering dijumpai, di USA 10-
20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung empedu. Batu
empedu lebih sering ditemukaan pada orang kulit putih
dibandingkan kulit hitam. Batu empedu juga sering ditemukan di
negara lain selain USA, Chili dan Swedia.8
2. Umur
Usia rata-rata tersering terjadinya batu empedu adalah 40-
50 tahun. Sangat sedikit penderita batu empedu yang dijumpai pada
usia remaja, setelah itu dengan semakin bertambahnya usia
semakin besar kemungkinan untuk mendapatkan batu empedu,
sehingga pada usia 90 tahun kemungkinannya adalah satu dari tiga
orang.2,9
3. Jenis Kelamin
Batu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada
laki-laki dengan perbandingan 4:1. Di USA 10- 20 % laki-laki
dewasa menderita batu kandung empedu, sementara di Italia 20 %
wanita dan 14 % laki-laki. Sementara di Indonesia jumlah penderita
wanita lebih banyak dari pada laki-laki.7
4. Beberapa faktor lain
Faktor lain yang meningkatkan resiko terjadinya batu
empedu antara lain: obesitas, makanan, riwayat keluarga, aktifitas
fisik, dan nutrisi jangka vena yang lama.7,10
C. Patogenesis
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan
jarang pada saluran empedu lainnya dan diklasifikasikan berdasarkan bahan
pembentuknya. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan
sempurna, akan tetapi, faktor predisposisi yang paling penting tampaknya
adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan
empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Perubahan susunan
empedu mungkin merupakan yang paling penting pada pembentukan batu
empedu, karena terjadi pengendapan kolesterol dalam kandung empedu.
Stasis empedu dalam kandung empedu dapat meningkatkan supersaturasi
progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Infeksi
bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan
batu, melalui peningkatan dan deskuamasi sel dan pembentukan mukus.11
Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu.
Pada kondisi yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan
pembentukan batu empedu. Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan
pengendapan kolesterol adalah : terlalu banyak absorbsi air dari empedu,
terlalu banyak absorbsi garam-garam empedu dan lesitin dari empedu, terlalu
banyak sekresi kolesterol dalam empedu, Jumlah kolesterol dalam empedu
sebagian ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik
mensintesis kolesterol sebagai salah satu produk metabolisme lemak dalam
tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat diet tinggi lemak dalam
waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami perkembangan batu empedu.12
Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus
melalui duktus sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu
tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau
komplet sehingga menimbulkan gejalah kolik empedu. Kalau batu terhenti di
dalam duktus sistikus karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh
striktur, batu akan tetap berada disana sebagai batu duktus sistikus.3
a. Ultrasonography (US)
Dewasa ini US merupakan pencitraan pilihan pertama untuk mendiagnosis
batu kandung empedu dengan sensitivitas tinggi melebihi 95% sedangkan
untuk deteksi batu saluran empedu sensitifitasnya relatif rendah berkisar
antara 18-74%.3 Diagnosis batu empedu bergantung pada terdeteksinya objek
echogenik pada lumen kandung empedu yang menghasilkan bayangan
acoustic shadow.
Gambar 3.1
F. Penatalaksanaan
Batu di dalam kandung empedu yang tidak memberikan keluhan atau gejala
(asimtomatik) dibiarkan saja. Apabila timbul gejala, biasanya karena batu
tersebut migrasi ke leher kandung empedu atau masuk ke duktus koledokus,
maka batu ini harus dikeluarkan. Migrasi batu ke leher kandung empedu akan
menyebabkan obstruksi duktus sistikus. Keadaan ini mengakibatkan
terjadinya iritasi kimiawi mukosa kandung empedu oleh cairan empedu yang
tertinggal sehingga terjadilah kolesistitis akut atau kronis, tergantung dari
beratnya perubahan pada mukosa12 . Pada pasien dengan batu kandung
empedu yang simtomatik ini dapat dilakukan kolesistektomi secara
konvensional ataupun dengan cara laparoskopi. Batu empedu yang terjepit di
duktus sistikus, di muara duktus sistikus pada duktus koledokus, dapat
menekan duktus koledokus atau duktus hepatikus komunis sehingga
mengakibatkan obstruksi (sindroma Mirizzi) 13. Batu ini harus dikeluarkan
dengan cara operasi. Bila tidak dikeluarkan akan menyebabkan obstruksi
dengan penyulit seperti kolangitis atau sepsis dan ikterus obstruktif yang bisa
mengakibatkan gagal hati atau sirosis bilier.
DAFTAR PUSTAKA