Anda di halaman 1dari 10

A.

Pengertian Hak dan kewajiban negara

Warganegara adalah rakyat yang menetap di suatu wilayah dan rakyat tertentu dalam hubungannya
dengan negara. Dalam hubungan antara warganegara dan negara, warganegara mempunyai kewajiban-
kewajiban terhadap negara dan sebaliknya warganegara juga mempunyai hak yang harus diberikan dan
dilindungi oleh negara.

Hak warga negara adalah suatu kewenangan yang dimiliki oleh warga negara guna melakukan
sesuatu sesuai peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain hak warga negara merupakan suatu
keistimewaan yan menghendaki agar warga negara diperlakukan sesuai keistimewaan tersebut.
Sedangkan Kewajiban warga negara adalah suatu keharusan yang tidak boleh ditinggalkan oleh warga
negara dalam kehidupan bermasyarkat berbangsa dan bernegara. Kewajiban warga negara dapat pula
diartikan sebagai suatu sikap atau tindakan yang harus diperbuat oleh seseorang warga negara sesuai
keistimewaan yang ada pada warga lainnya.

B. Hak dan Kewajiban warga negara dalam undang-undang

Hak warga negara antara lain:

1. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak : “Tiap warga negara berhak ataspekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” (pasal 27 ayat 2).

2. Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan: “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya.”(pasal 28A).

3. Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah (pasal 28B
ayat 1).

4. Hak atas kelangsungan hidup. “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
Berkembang”

5. Hak untuk mengembangkan diri dan melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya dan berhak mendapat
pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demimeningkatkan kualitas hidupnya
demi kesejahteraan hidup manusia. (pasal 28C ayat 1)

Kewajiban Warga negara antara lain:

1. Wajib menaati hukum dan pemerintahan. Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 menyatakan: “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum
dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.

2. Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Pasal 27 Ayat (3) Undang- Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan: “Tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
upaya pembelaan negara”.
3. Wajib menghormati hak asasi manusia orang lain. Pasal 28J Ayat (1) Undang- Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 mengatakan: “Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang
lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”.

Hak dan kewajiban warga negara dalam undang-undang

Pasal 27 (1) : Menetapkan hak warganegara yang sama dalam hukum dan pemerintahan, serta kewajiban
untuk menjunjung hukum dan pemerintahan.

Pasal 27 (2) : Menetapkan hak warganegara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.

Pasal 27 (3) :Menetapkan hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam upaya pembelaan
negara.

Pasal 28 : Menetapkan hak kemerdekaan warganegara untuk berserikat, berkumpul, mengeluarkan


pikiran dengan lisan dan tulisan

Pasal 29 (2) : Menetapkan adanya hak kemerdekaan untuk memeluk agamanya masing-masing dan
beribadat menurut agamanya.

Pasal 30 (1) : Menetapkan hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam usaha pertahanan
dan kemanan negara.

Pasal 31 (1) : Menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak untuk mendapatkan Pendidikan

Dalam undang -undang nomer.3 Tahun 2002

a) Pasal 9 ayat (1)


Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan
dalam penyelenggaraan pertahanan negara.

b) Pasal 9 ayat (2)


Keikut sertaan warga negara dalam upaya belanegara, sebagaimanaa dimaksud dalam ayat 1,
diselenggarakan melalui :
a. Pendidikan kewarganegaraan ;
b. Pelatihan dasar kemiliteran secara wajib ;
c. Pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara sukarela atausecara wajib ; dan
d. Pengabdian sesuai dengan profesi.
c) Pasal 9 ayat (3)
Ketentuan mengenai pendidikan kewarganegaran, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib,
dan pengabdian sesuai dengan profesi diatur dengan undang-undang.
C.Status Kewarganegaraan

Kedudukan warganegara dalam Negara Hubungan warga negara dengan Negara terwujud dalam
bentuk hak dan kewajiban antara keduanya. Warga negara punya hak dan kewajiban terhadap negara.
Sebaliknya negara punya hak dan kewajiban terhadap warganya.Jadi warga negara dengan negara punya
hubungan timbal balik yang sederajat. Hubungan warga negara dengan negara ini bersifat khusus, sebab
mereka yang menjadi warga negaralah yang memiliki hubungan timbal balik.

1. Penentuan warga Negara

Penentuan kewaganegaraan didasarkan atas kelahiran yaitu Ius Soli dan Ius Sanguinis. Ius Soli
artinya kewarganegaraan seseorang ditentukan dari tempat mana orang tersebut dilahirkan. Sedangkan
Ius Sanguinis adalah kewarganegaraan seseorang ditentukan berdasarkan keturunan dari orang tersebut.

Selain dari ketentuan diatas, dapat juga kewarganegaraan seseorang ditentukan persamaan derajat.

a. Asas persamaan hukum didasarkan pandangan bahwa suami istri adalah suatu ikatan yang tidak
terpecah sebagai inti dari masyarakat. Dalam hidup bersama suami istri perlu mencerminkan suatu
kesatuan yang bulat termasuk dalam masalah kewarganegaraan. Berdasarkan asas ini diusahakan status
kewarganegaraan suami dan istri adalah sama an satu.

b. Asas persamaan derajat berasumsi bahwa suatu perkawinan tidak menyebabkan status
kewarganegaraan suami atau istri. Keduanya memiliki hak yang sama untuk menentukan sendiri
kewarganegaraan. Jadi mereka dapat berbeda kewarganegaraan seperti hak ketika belum berkeluarga

Jadi suami-istri yang berbeda kewarganegaraan melakukan ikatan perkawinan yang syah menurut
hukum negara, tidak serta merta kehilangan warga negara masng-masing. Jadi mereka kebebasan
apakah mau disatukan kewarganegaraannya atau tetap masing -masing kewarganegaraan asal. Jadi jelas
disini masalah kewarganegaraan merupakan hak asasi, sehingga undang-undang tidak bisa memaksakan
peralihan kewarganegaraan salah satu pihak dalam ikatan suami-istri tersebut. Yang menjadi masalah
kewarganegaraan adalah munculnya apatride dan bipatride.

Apatride adalah orang kehilangan kewarganegaraan. Bipatride adalah orang yang mempunyai dua
kewarganegaraan. Bahkan dapat muncul multipatride yaitu orang yang punya kewarganegaraan lebih
dari dua negara. Hal ini semuanya dapat terjadi karena penentuan warganegara berdasarkan Ius Soli dan
Ius Sanguinis, tiap-tiap negara tidak sama ada yang Ius Solidan ada Ius Sanguinis. Mungkin ada negara
yang menganut kedua teori ini.

2. Warga Negara Indonesia

Indonesia telah menentukan siapa yang menjadi WNI, yaitu pasal 26 UUD 1945 Yakni :

a. Orang-orang Indonesia asli dan orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang menjadi
Warga Negara Indonesia.
b. Penduduk ialah warga negara Indonesia dan warga negara asing.Ketentuan lebih lanjut diatur dalam
UU No. 12 tahun 2006 dan UU lainnya asalkan tidak bertentangan ( atau belum diganti) dengan UU
12/2006. Seperti peraturan pelaksanaan UU No. 62/1958 jo UU No./1976.

D. Kewajiban Dasar warga negara

1. Setiap orang yang ada di wilayah negara Republik Indonesia wajib patuh pada peraturan perundang-
undangan, hukum tak tertulis, dan hukum internasional mengenai hak asasi manusia yang telah diterima
oleh negara Republik Indonesia.

2. Setiap warga negara wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

3. Setiap warga negara wajib menghormati hak asasi manusia orang lain, moral, etika dan tata tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

4. Setiap hak asasi manusia seseorang menimbulkan kewajiban dasar dan tanggung jawab untuk
menghormati hak asasi orang lain secara timbal balik serta menjadi tugas Pemerintah untuk
menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukannya.

5. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan Undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak
dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral,
keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

E. Pelanggaran hak dan kewajiban Warga negara

1. Pelanggaran hak dan kewajiban negara

Macam- macam pelanggaran hak warga negara antara lain:

1. Tidak mendapatkan persamaan hukum

2. Dilarang Mengeluarkan pendapat

3. Tidak mendapatkan Kesempatan Memilih

4. Tidak mendapatkan pengajaran

5. Tidak mendapatkan pendidikan.


Macam- macam pelanggaran kewajiban warga negara Antara lain:

1. Tidak membayar pajak

2. Melawan hukum

3. Tidak menjaga ketertiban

4. Melanggar aturan yang berlaku

5. Tidak ikut mempertahankan NKRI

Contoh kasus pelanggaran hak warga negara

Bayi Debora

Belum lama ini ramai diberitakan pasien kurang mampu ditahan pihak rumah sakit karena tidak
mampu membayar biaya pengobatan. Dede Alif, balita berusia tiga tahun, ditahan Rumah Sakit (RS)
Nurhayati, Garut, Jawa Barat, karena orang tuanya tidak mampu melunasi biaya pengobatan senilai
Rp2,5 juta. Dokter telah menyatakan Dede bisa pulang sejak 26 September 2017, namun Dede sempat
ditahan dan baru bisa keluar rumah sakit pada 28 September 2017 tengah malam, setelah rumah sakit
memperoleh jaminan pembayaran dari Kepala Desa Karangsari.Sebelum kasus Dede, pada 3 September
2017 Tiara Debora meninggal karena keluarganya tidak mampu membayar uang jaminan perawatan
sebesar Rp19,8 juta. Uang tersebut diperlukan untuk memasukkan Debora ke Pediatric Intensive Care
Unit (PICU) di RS. Mitra Keluarga Kalideres, Jakarta, yang tidak bermitra dengan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Kasus lainnya, pada 11 Juni 2017, Reny Wahyuni, melahirkan putrinya
dengan kondisi telah meninggal di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja, Jakarta Timur. Diduga bayi
tersebut meninggal karena terlambat mendapatkan pertolongan medis. Sebelum melahirkan di RSUD
Koja, Reny ditolak oleh tujuh rumah sakit di Kota Bekasi dengan alasan penuh.Menurut Wakil Ketua
Komisi IX DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, kasus Dede Alif membuktikan bahwa pelayanan medis yang
dilakukan rumah sakit masih banyak berorientasi bisnis daripada panggilan kemanusiaan. Daulay
menyayangkan masih terjadinya komersialisasi pelayanan kesehatan di tengah upaya serius pemerintah
membangun sistem JKN. Anggaran yang besar dalam APBN akan sia-sia jika pelayanan kesehatan yang
diberikan belum berkeadilan.

Anggota Komisi IX DPR RI lainnya, Putih Sari menyatakan, dalam keadaan darurat, pihak rumah sakit
seharusnya tidak mempersoalkan uang muka perawatan, apalagi pasien sudah memberikan uang muka
semampunya dan menjamin akan dibayarkan setelah pasien ditangani. Kejadian pasien ditolak oleh
rumah sakit sudah sering terjadi, mungkin hampir setiap hari ada, hanya saja tidak diberitakan di
media.Perlindungan hukum bagi pasien kurang mampu telah diatur dalam beberapa undang-undang,
yaitu UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN), UU No. 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan (UU Kesehatan) dan UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (UU Rumah Sakit).
Namun, kasus perlakuan diskriminatif terhadap pasien kurang mampu di rumah sakit masih terus terjadi.
Tulisan ini bermaksud untuk menganalisis bagaimana perlindungan hukum terhadap pasien kurang
mampu dan efektivitas dalam pelaksanaannya Perlindungan Hukum bagi Pasien Kurang Mampu Di satu
sisi, perlindungan hukum merupakan hak tiap warga negara dan di sisi lain merupakan kewajiban bagi
negara. Oleh karena itu, negara wajib memberikan perlindungan hukum kepada warga negaranya.
Menurut Philipus M. Hadjon, negara Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila harus
memberikan perlindungan hukum terhadap warga masyarakatnya sesuai dengan Pancasila, termasuk
perlindungan bagi pasien kurang mampu.Perlindungan hukum bagi pasien kurang mampu merupakan
amanat Pasal 28H ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang mengatur hak setiap orang untuk memperoleh
pelayanan kesehatan. UU Kesehatan menyatakan kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah
satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan UUD NRI Tahun 1945. Oleh karena itu, setiap kegiatan dan
upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya antara lain
dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif.Negara juga telah mengalokasikan anggaran
kesehatan bagi penduduk miskin, lanjut usia, dan anak terlantar [Pasal 172 ayat (1) UU Kesehatan].
Alokasi anggaran kesehatan pemerintah pusat minimal 5% (lima persen) dari APBN di luar gaji.
Sedangkan alokasi anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota minimal 10%
(sepuluh persen) dari APBD di luar gaji. Alokasi anggaran kesehatan yang diprioritaskan untuk
kepentingan pelayanan publik tersebut jumlahnya sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari anggaran
kesehatan dalam APBN dan APBD (Pasal 171 UU Kesehatan).UU Kesehatan juga memuat sanksi bagi
rumah sakit yang melanggar kewajiban sosial rumah sakit bagi pasien kurang mampu. Sanksi
administratif berupa peringatan secara tertulis, dan pencabutan izin sementara atau izin tetap oleh
Menteri Kesehatan (Pasal 188). Sanksi pidana berupa pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan
denda paling banyak Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) bagi pimpinan fasilitas pelayanan
kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama
terhadap pasien dalam keadaan gawat darurat.Perlindungan hukum bagi pasien kurang mampu juga
diatur dalam UU Rumah Sakit yang menyatakan rumah sakit diselenggarakan berasaskanPancasila dan
didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan
anti-diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial
(Pasal 2). Rumah sakit memiliki kewajiban sosial menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat
tidak mampu [Pasal 29 ayat (1) huruf e; dan melaksanakan fungsi sosial, antara lain dengan memberikan
fasilitas pelayanan pasien tidak mampu, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulans gratis,
pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan [Pasal 29 ayat
(1) huruf f.Pemerintah juga telah memiliki program jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk, salah
satunya program jaminan kesehatan.

Meskipun perlindungan hukum bagi pasien kurang mampu telah diatur dalam beberapa UU, namun
perlakuan diskriminatif terhadap mereka masih terus terjadi. Perlindungan hukum bagi pasien kurang
mampu dalam pelaksanaannya masih belum efektif karena beberapa faktor, antara lain, pertama,
kurangnya pembinaan dan pengawasan terhadap rumah sakit. Pembinaan dan pengawasan terhadap
rumah sakit dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah dengan melibatkan organisasi
profesi, asosiasi perumahsakitan, dan organisasi kemasyaratan lainnya sesuai dengan tugas dan fungsi
masing-masing (Pasal 54 UU Rumah Sakit). Pembinaan dan pengawasan tersebut dilakukan oleh Badan
Pengawas Rumah Sakit (BPRS) Indonesia yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.BPRS mengalami
kesulitan dalam pelaksanaan tugasnya. BPRS DKI Jakarta misalnya, kesulitan memantau dan mengawasi
rumah sakit di Jakarta karena kekurangan personel dan anggaran. Menurut Ketua BPRS DKI Jakarta,
Supriyantoro, personel BPRS DKI Jakarta hanya lima orang, sementara di Jakarta ada 187 rumah sakit,
sehingga menanggung beban kerja yang sangat besar. BPRS juga membutuhkan anggaran untuk berbagai
kegiatan pembinaan dan pengawasan. Selama ini BPRS DKI Jakarta sering menjalankan tugasnya dengan
“menumpang” kegiatan yang dilaksanakan pihak lain, bukan kegiatan mandiri dari BPRS DKI
Jakarta.Dengan masih maraknya praktik diskriminasi terhadap pasien kurang mampu, Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong Presiden Joko Widodo membentuk BPRS di
kabupaten/kota. Saat ini BPRS baru terbentuk di tingkat provinsi. Komisioner KPAI Retno Listyarti
menerangkan pembentukan BPRS untuk menampung aduan dari masyarakat, terutama terkait
pelayanan rumah sakit yang dinilai lebih mengutamakan kepentingan bisnis dibandingkan keselamatan.
Kedua, kurangnya sosialisasi pelaksanaan program JKN di rumah sakit non-mitra BPJS dalam keadaan
darurat. Dalam kasus Debora, orang tua Debora adalah peserta BPJS, namun karena RS. Mitra Keluarga
Kalideres belum menjadi mitra BPJS, pihak rumah sakit menolak menangani bayi yang sudah dalam
keadaan kritis di IGD. Menurut Kepala BPJS Kesehatan Jakarta Barat Eddy Sulistijanto, prosedur
pelayanan kesehatan di rumah sakit mana pun termasuk non-mitra BPJS pasien dalam keadaan darurat
ditanggung oleh BPJS, dengan syarat pihak rumah sakit mengajukannya sesuai Peraturan Menteri
Kesehatan No. 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program JKN. Kepala Dinas Kesehatan DKI
Jakarta Koesmedi Priharto menduga pihak rumah sakit beranggapan biaya perawatan di ruang PICU tidak
ditanggung BPJS. Hal tersebut terjadi karena prosedur penanganan gawat darurat tersebut belum
disosialisasikan dengan baik.Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 28 Tahun 2014, pelayanan
kesehatan diberikan di fasilitas kesehatan yang telah melakukan kerja sama dengan BPJS Kesehatan atau
pada keadaan tertentu (darurat medik) dapat dilakukan oleh fasilitas kesehatan yang tidak bekerja sama
dengan BPJS Kesehatan. Namun, dalam keadaan tidak darurat, program JKN tidak menjamin pelayanan
kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Oleh
karena itu, untuk menghindari terulangnya kasus pasien kurang mampu ditolak rumah sakit, pemerintah
perlu mendorong semua rumah sakit, termasuk rumah sakit swasta untuk bekerja sama dengan BPJS
Kesehatan.

Ketiga, penegakan hukum bagi rumah sakit yang menolak pasien kurang mampu masih kurang.
Sekretaris YLKI, Agus Suyatno, menyayangkan tidak pernah ada penyelesaian yang konkret dalam kasus
penolakan penanganan pasien kurang mampu. Selain itu, belum ada rumah sakit yang diberi sanksi atau
diputus bersalah dalam kasus serupa. Menurut Agus, perlu ada penegakan hukum terhadap semua
rumah sakit, baik rumah sakit umum maupun rumah sakit swasta, agar mereka tidak menolak
menangani pasien tanpa uang muka ataupun pasien kurang mampu.

Contoh Kasus pelanggaran kewajiban warga negara

Pengusaha sepatu yang tak bayar pajak

Terjerat kasus hukum tindak pidana perpajakan, seorang pengusaha pembuatan sepatu di Bekasi,
Pengusaha sepatu itu dijebloskan Kejaksaan Negeri Bekasi ke Lembaga Pemasyarakatan Bulak Kapal RY
diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 1,6 Miliar karena tidak memungut Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) dan tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT PPh) ke
instansi terkait."Tersangka tidak membayar PPN dan tidak menyampaikan SPT PPh ke negara pada tahun
2006 lalu, sehingga diduga menimbulkan kerugian sebesar Rp 1,6 miliar," kata Edison, Kepala Bidang
Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jendral Pajak Wilayah Jawa Barat III di
Kejaksaan Negeri Bekasi. Menurut Edison, perbuatan tersangka telah melanggar UU No. 16 tahun 1983
sebagaimana diganti dengan UU No. 16 tahun 2000, tentang ketentuan umum perpajakan. Dalam
peraturan itu disebutkan, perusahaan yang memiliki omzet di atas Rp 600 juta per tahun, diwajibkan
membuat SPT PPh dan memungut PPN."Tersangka ini pengusaha yag seharusnya wajib mengukuhkan
dirinya sebagai pengusaha kena pajak. Tapi ia tidak melakukan kewajibannya itu,"katanya.Edison
menjelaskan, dalam perkara pajak apabila ditemukan indikasi pelanggaran pajak, terlebih dahulu
petugas akan melakukan himbauan untuk membayar pajaknya. Padahal saat penyelidikan dimulai sejak
2009, tersangka masih diberikan kesempatan untuk membayar sebelum kasus dilimpahkan ke
pengadilan."Penyidik telah melayangkan surat imbauan yang berisi kewajiban memungut PPN dan
membuat SPT PPh terhadap 25 karyawannya. Tapi dengan berbagai alasan dia tidak bayar," ungkap
Edison. Penyidik kemudian menggelar Pengungkapan Ketidakbenaran terhadap tersangka, sebagaimana
Pasal 8 ayat 3 UU KUP. Namun, RY kembali tidak mengacuhkan peraturan yang mewajibkannya
melakukan pelunasan kekurangan pembayaran pajak disertai denda 150 persen.Karena tersangka masih
belum membayar kewajibannya, penyidik kemudian menjerat tersangka dengan Pasal 44 B KUP. Dalam
pasal tersebut, tersangka diwajibkan membayar denda sebanyak 400 persen (4 kali lipat) kepada negara.
Hingga beberapa bulan dikenakan pasal itu, RY tetap tidak melaksanakan kewajibannya."Akhirnya
penyidik menyerahkan dia ke Kejari Bekasi untuk diproses hukum," katanya. Penyidik Direktorat Jendral
Pajak Jawa Barat III, Nengah Karta menambahkan, kasus ini terungkap saat petugas memperoleh
informasi dari rekan bisnis RY bahwa perusahaan tersebut tidak melaksanakan kewajibannya.Berbekal
laporan itu, kemudian penyidik mendatangi perusahaan RY di daerah Harapan Indah, Kecamatan Medan
Satria, Kota Bekasi pada 2009 lalu. Dari pemeriksaan itu, terungkap bahwa RY tidak memungut PPN dan
membuat SPT PPh tahun 2006 lalu.Sementara untuk tahun 2007 hingga 2015, penyidik belum
mengetahui apakah pihak yang bersangkutan mulai melaksanakan kewajibannya atau tidak.

2. Faktor penyebab pelamggaran hak dan kewajiban negara

1. Sikap terlalu mementingkan diri sendiri

Adanya sikap yang terlalu egois dari sebagian orang dapat mengakibatkan seorang warga negara
akan lebih menuntut terhadap hak-haknya dan mengabaikan hal yang menjadi kewajibannya. Hal
tersebut dapat mendorong seseorang untuk melakukan berbagai cara agar haknya dapat terpenuhi,
meskipun dengan melanggar hak orang lain.

2. Rendahnya kesadaran akan berbangsa dan bernegara

Hal ini dapat menyebabkan seseorang untuk bertindak tanpa menghormati hak dari orang lain dan
berbuat dengan seenaknya. Sikap demikian itu dapat menimbulkan tindakan penyimpangan terhadap
hak dan kewajiban warga negara.
3. Rendahnya sikap toleransi

Sikap ini dapat menyebabkan munculnya perilaku yang tidak saling menghargai dan tidak menghormati
atas kedudukan/ keberadaan orang lain. Rendahnya sikap toleransi ini pada akhirnya akan mendorong
seseorang untuk melakukan diskriminasi kepada orang lain.

4. Penyalahgunaan kekuasaan

Kehidupan bermasyarakat tentunya ada berbagai macam kekuasaan yang berlaku. Adanya seseorang
pemimpin yang bersikap tidak baik dalam menggunakan kekuasaannya dapat memicu timbulnya
pelanggaran hak dan kewajiban warga negara. Seperti sikap pemimpin yang tidak mau memperhatikan
dan menghargai hak dari bawahannya.

5. Aparat penegak hukum yang kurang tegas

Aparat penegak hukum yang tidak bertindak tegas terhadap setiap pelanggaran hak dan kewajiban
warga negara, tentu akan mendorong timbulnya pelanggaran lainnya. Para pelaku yang diberikan sanksi
yang tidak tegas menyebabkan pelaku tersebut tidak jera dan akan menimbulkan pelanggaran hak yang
berkelanjutan. Selain hal tersebut, aparat penegak hukum yang bertindak sewenang-wenang atau
semaunya juga merupakan bentuk pelanggaran hak warga negara.

6. Penyalahgunaan teknologi

Kemajuan teknologi juga dapat memberikan pengaruh yang negatif, bahkan dapat memicu timbulnya
tindak kejahatan. Penyalahgunaan teknologi ini misalnya seperti kasus penipuan, penculikan, pencurian,
dan lain sebagainya.

7. Eksploitasi Terhadap anak

Anda tentunya pernah melihat para anak jalanan sedang mengamen di pinggir jalan raya. Mungkin
juga anda pernah didatangi anak yang dijadikan pengemis yang selanjutnya meminta sumbangan kepada
anda. Anak jalanan dan pengemis merupakan salah satu golongan warga negara yang kurang beruntung,
karena tidak bisa mendapatkan haknya secara utuh. Kondisi yang mereka alami salah satunya disebabkan
oleh terjadinya pelanggaran terhadap hak mereka sebagai warga negara, misalnya pelanggaran terhadap
hak mereka untuk mendapatkan pendidikan, sehingga mereka menjadi putus sekolah dan akibatnya
mereka bisa saja menjadi anak jalanan.

8. Proses penegakkan hukum masih belum optimal dilakukan

Misalnya saja di indonsia ini masih terjadinya kasus salah tangkap, perbedaan perlakuan oknum
aparat penegak hukum terhadap para pelanggar hukum dengan dasar kekayaan atau jabatan, dan lain
sebagainya. Hal tersebut merupakan bukti bahwa amanat pada Pasal 27 ayat (1) UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya”, belum sepenuhnya dilaksanakan.
9. Tingkat kemiskinan dan angka pengangguran masih tinggi

Saat ini tingkat kemiskinan dan angka pengangguran di negara indonesia masih cukup tinggi,
padahal pada Pasal 27 ayat (2) UUD Tahun 1945 mengamanatkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

10. Semakin merebaknya kriminalitas

Masih adanya kasus pelanggaran hak asasi manusia seperti pemerkosan, pembunuhan, ataupun
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), padahal Pasal 28A–28J UUD Tahun 1945 menjamin keberadaan
Hak Asasi Manusia.

11. Masih terjadinya tindak kekerasan mengatasnamakan agama

Contohnya adalah penyerangan tempat peribadatan, padahal pada Pasal 29 ayat (2) UUD Tahun 1945
menegaskan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya.

12. Angka Anak Putus Sekolah Yang Cukup Tinggi

Hal ini mengindikasikan bahwa belum terlaksananya secara sepenuhnya amanat pada Pasal 31 ayat (1)
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak
mendapat pendidikan.

13. Pelanggaran hak cipta

Misalnya saja masih banyak beredarnya VCD/ DVD bajakan, perilaku plagiat dalam membuat sebuah
karya dan sebagainya.

3. Penyelesaian kasus pelanggaran hak warga Negara

Dalam mengatasi kasus kasus pelanggaran hak warga Negara tersebut dapat di awali dengan kita
melakukan instropeksi diri kita masing-masing. Apakah kita juga termasuk salah satu pelanggar hak
tersebut. Setelah kita sudah menyadarinya dan tidak melakukannya lagi, kita dapat membantu
pemerintah untukmengatasi hal tersebut dengan mengingatkan orang-orang terdekat kita apabila
mereka melakukan pelanggaran.

Kita tidak dapat menyerahkan sepenuhnya masalah ini terhadap pemerintah. Kita perlu mendukung
program yang dilakukan pemerintah, jangan hanya mengkritik saja tapi kita tidak melakukan apapun.

Anda mungkin juga menyukai