TH 2016
FPIK UNMUH-PNK ISSN 2541 - 3155
1 2 3
Farida , Rachimi , Adrianus
1. Staf Pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Muhammadiyah Pontianak
2. Staf Pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Muhammadiyah Pontianak
3. Alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan, Universitas Muhammadiyah
Pontianak farida11zf@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan suhu yang optimum pada proses penetasan telur ikan biawan.
Rancangan percobaan adalah rancangan acak lengkap (RAL). Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan
empat perlakuan dan tiga kali ulangan. Konsentrasi Suhu antara lain adalah, Perlakuan A (26 °C), B (28 °C), C (30 °C),
D (32 °C). Parameter pengamatan yang dilakukan adalah perkembangan embrio, waktu penetasan, derajat penetasan
telur (HR), kelansungan hidup larva (SR). dan kualitas air. Hasil pengamatan penelitian Pengaruh suhu yang berbeda
terhadap waktu penetasan dan kelangsungan hidup menunjukkan bahwa suhu yang terbaik untuk penetasan telur ikan
biawan adalah 27°C -28 °C. Sedangkan suhu terbaik 28 °C memberikan daya tetas tertinggi.
Kata kunci : Suhu, penetasan telur dan kelansungan hidup larva biawan
ABSTRACT
This study aims to determine the optimum temperature on fish egg hatching process biawan. The experimental
design was a completely randomized design (CRD). This study used an experimental method with four treatments and
three replications. The temperature of concentration include, Treatment A (26 ° C), B (28 ° C), C (30 ° C), D (32 ° C).
Parameter observations made is the development of the embryo, hatching time, hatching eggs (HR), kelansungan live
larvae (SR). and water quality. The results of observational studies Effect of different temperatures on hatching and
survival time showed that the best temperature for hatching fish eggs biawan is 27 ° C -28 ° C. While the best
temperature of 28C provide the highest hatchability.
63
JURNAL RUAYA VOL. 4. NO .2. TH 2016
FPIK UNMUH-PNK ISSN 2541 -
3155
PENDAHULUAN
Ikan biawan (Helostoma temmincki) adalah ikan dan Dalimunthe ( 2010) yaitu Pengaruh Perbedaan
Suhu Terhadap Penetasan Telur Ikan Gurami dengan
asli indonesia terdapat dibeberapa sungai di Sumatera hasil terbaik yakni pada perlakuan C inkubasi telur
dan Kalimantan. Seperti daerah Nanggroe Aceh pada suhu 30° C menghasilkan daya tetas telur 98,05%.
Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Menurut Tan (1979), bahwa suhu yang optimum bagi
Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan penetasan telur ikan berkisar antara 25–32ºC. Adapun
Selatan dan Kalimantan Timur, menurut Puslitbang perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut:
Perikanan (1992). Ikan tersebut hidup di sungai, anak Perlakuan A inkubasi telur pada suhu 26°C
Perlakuan B inkubasi telur pada suhu 28° C
sungai dan daerah genangan kawasan hulu hingga hilir
Perlakuan C inkubasi telur pada suhu 30° C
bahkan dimuara- muara sungai yang berlubuk dan Perlakuan D inkubasi telur pada suhu 32° C
berhutan dipinggirnya. Di alam ikan biawan menjadi Tahap pertama, Pelaksaan penelitian ini dimulai
target penangkapan yang potensial, dikarenakan dengan menyiapkan induk ikan biawan setelah itu
merupakan prodak hasil olahan perikanan yang menyiapkan 12 wadah penelitian yaitu berupa toples
memiliki harga jual tinggi seperti telur asin dan ikan Sebelum digunakan toples harus dalam keadaan bersih
asin dengan harga jual Rp.100.000 untuk telur ikan dan steril. Persiapan toples dilakukan dengan cara
mengelap dasar dan dinding toples dari kotoran dan
perkilogram dan Rp.50.000 perkilogram ikan asinnya.
penyakit yang ada. Sebelum melakukan penelitian,
Tujuan pasar ikan biawan bukan hanya di semua wadah disiapkan dengan cara diisi air dengan
Indonesia melainkan juga di negara Asia Tenggara pemberian aerator sebagai penyuplai oksigen dan
(Utomo dan Krismono, 2006). Berdasarkan heater sebagai pengatur suhu air sesuai dengan suhu
keunggulan tersebut, ikan biawan digolongkan sebagai yang diinginkan atau sesuai dengan perlakuan.
salah satu komoditas budidaya ikan yang potensial Tahap kedua pemijahan induk ikan biawan yang
untuk di kembangkan. Untuk melestarikan keberadaan telah matang gonad kemudian disuntik sebanyak satu
kali secara intramaskular. Penyuntikan yaitu dengan
ikan biawan maka diperlukan teknologi budidaya hormon ovaprim 0,6 ml/kg. Tahap ketiga Telur Telur
biawan yang tepat Teknologi budidaya ikan Biawan yang terbuahi berwarna kuning bening, sedangkan jika
dalam pembenihan belum sepenuhnya dapat dikuasi, berwarna putih susu berarti telur tidak dibuah, Mariska
salah satunya adalah manajemen kualitas air, hal ini (2013). Telur dimasukan ke dalam wadah inkubasi
berimbas pada ketersedian benih ikan dalam proses dalam 12 toples air sebagai wadah penelitian volume
budidaya. Oleh karena itu manajemen kualitas air 1,5 liter dan diisi air bersih sebanyak 1 liter, diberi
aerasi dengan jumlah telur masing-masing toples
berupa suhu sangat penting dalam proses pembenihan
adalah 100 butir (Redha, 2014). Setiap perlakuan
ikan biawan sehingga benih yang dihasilkan diulang masing-masing sebanyak tiga kali untuk
berkualitas baik. Salah satu faktor yang menentukan pengamatan daya tetas telur dan waktu penetasan yang
ketersediaan benih baik dari segi kualitas, kuantitas, penempatannya di dalam aquarium secara acak
dan kontinuitas dalam keberhasilan budidaya adalah menurut daftar bilangan acak. Pengamatan dilakukan
suhu baik pada proses pembesaran maupun sejak pertama kali telur dimasukkan ke dalam wadah
pembenihan khususnya proses penetasan telur. penelitian hingga telur menetas. Adapun parameter
yang diukur pada penelitian ini adalah meliputi lama
waktu penetasan, jumlah telur yang menetas dan
kelansungan hidup larva.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan pada bulan agustus pada HASIL
tanggal 18 sampai 31 September 2015 di Balai Hasil pengamatan embriogenesis ikan biawan,
Budidaya Ikan Sentral (BBIS) Anjongan, Kabupaten
setelah dilakukan pemijahan secara alami maka terjadi
Mempawah Provinsi Kalimantan Barat. Alat yang akan
fase pembelah sel (cleavage), morula, blastula, gastrula
digunakan dalam penelitian thermometer, heater, DO
dan organogenesis dapat dilihat pada tabel di bawah
meter, pH test, aerator, mikroskop, stopwatch,
ini.
timbangan, mangkok, spuit, alat tulis, alat
dokumentasi, dan toples 1,5 liter sebagai wadah uji
Fase Cleavage
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini
Fase cleavage dicirikan dengan pembentukan
adalah telur ikan Biawan sebanyak 1.200 butir yang
blastodisk pada kutub anima. Pembentukan blastodisk
diperoleh dari hasil pemijahan sepasang induk ikan
sempurna terjadi 60 menit setelah pembuahan.
biawan, ovaprim dan larutan fisiologis 0,9%. Penelitian
Blastodisk inilah yang nantinya akan membelah
ini dilakukan dengan menggunakan 4 perlakuan dan 3
menjadi banyak sel. Berdasarkan hasil penelitian
ulangan yang mengacu pada penelitian Sugihartono
menunjukan pembelahan satu sel membutuhkan waktu
30 menit setelah pembuahan. Kemudian blastodisk ini
64
JURNAL RUAYA VOL. 4. NO .2. TH 2016
FPIK UNMUH-PNK ISSN 2541 -
3155
65
JURNAL RUAYA VOL. 4. NO .2. TH 2016
FPIK UNMUH-PNK ISSN 2541 - 3155
cepat, diikuti dengan suhu 30°C, dan suhu 28°C dengan suhu inkubasi 26°C. Hal ini terjadi karena
selanjutnya diikuti oleh suhu 26ºC. dipengaruhi oleh suhu. Telur akan lebih cepat menetas
Hasil penelitian terhadap waktu penetasan yang pada suhu tinggi dan lambat pada suhu rendah.
paling tinggi menunjukkan pada suhu 32oC (perlakuan Perubahan suhu yang mencolok dapat mempengaruhi
D) yaitu 13,39 jam, kemudian diikuti berturut-turut proses metabolism, karena pada suhu yang tinggi
perlakuan C (14,29 jam), perlakuan B (15,29 jam), dan kecepatan metabolism akan menurun sesuai dengan
waktu penetasan yang lambat pada perlakuan A (16,03 mekanisme kerja enzim. Hal ini sesuai dengan yang
jam).Menurut Andriyanto et al., (2013) mengemukakan dikemukakan (Andriyanto et al.,2013) suhu merupakan
bahwa suhu air berpengaruh terhadap waktu penetasan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
telur dimana semakin tinggi suhu air maka semakin pertumbuhan rata-rata dan menentukan waktu
cepat proses penetasan telur. penetasan serta berpengaruh langsung pada proses
Penetasan terjadi karena kerja mekanik. Kerja perkembangan embrio dan larva.
mekanik disebabkan embrio sering mengubah Gambar 1 menunjukan bahwa suhu inkubasi
posisinya karena kekurangan ruang dalam 32°C menghasilkan waktu penetasan yang paling cepat
cangkangnya atau karena embrio lebih panjang dari dibandingkan dengan suhu inkubasi lainya. Perlakuan
lingkungannya dalam cangkang. Kerja enzimatik D dengan suhu inkubasi 32°C menghasilkan waktu
merupakan enzim atau unsur kimia yang disebut (13,39 jam). Yuningsih, (2002) mengemukakan waktu
chorion dikeluarkan oleh kelenjar endodermal di inkubasi telur ikan tambakan pada perlakuan suhu
daerah parink embrio. Gabungan kerja mekanik dan 30°C yaitu 16,18 jam. Arfah et al, (2006)
kerja enzimatik menyebabkan telur ikan menetas. Suhu mengemukakan waktu penetasan ikan gurami tertinggi
mempengaruhi aktivitas enzim yang berperan dalam waktu 24 jam. Ada kecendrungan semakin tinggi suhu
keberhasilan penetasan telur. Suhu yang ekstrim akan maka waktu penetasan semakin singkat atau cepat.
mengakibatkan kerusakan enzim sehingga kerja enzim
akan terganggu. Peningkatan suhu inkubasi akan Daya Tetas Telur (Hatcing Rate)
mempercepat kerja enzim hingga optimal, bila Suhu merupakan faktor yang sangat penting bagi
kenaikan suhu terjadi secara terus-menerus melewati kehidupan organisme dilautan. Suhu mempengaruhi aktivitas
batas toleransi enzim maka akan terjadi perubahan metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme-
struktur protein dan lemak enzim bahkan dapat organisme tersebut. Suhu air di permukaan dipengaruhi oleh
merusak enzim sehingga telur tidak dapat menetas. kondisi meteorologi seperti : curah hujan, penguapan,
Sebaliknya pada suhu rendah aktivitas enzim akan kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin, dan
terganggu bahkan enzim penetasan tidak dapat intensitas radiasi matahari (Nontji, 2007).
disekresikan. Daya tetas telur adalah persentase telur yang
menetas setelah waktu tertentu. Menetas merupakan
16,03 saat terakhir masa pengeraman sebagai hasil beberapa
16,50 ± 0,03 15,29 proses sehingga embrio keluar dari cangkangnya,
proses penetasan ini suhu memegang peranan yang
± 0,12 14,29
16,00 sangat penting. Rata-rata penetasan telur ikan biawan
15,50 ± 0,11 13,39 diperoleh dari jumlah telur yang menetas dibagi jumlah
15,00 telur yang ditebar setiap perlakuan dikali 100 %.
14,50 ±0,19 Perlakuan yang menunjukan hasil rata-rata tertinggi
14,00 hingga terendah yaitu dengan suhu 30°C menunjukan
13,50 hasil yang paling tinggi, diikuti dengan suhu 32°C, dan
13,00 suhu 28°C selanjutnya diikuti oleh suhu 26ºC.
12,50 Berdasarkan hasil penelitian perlakuan suhu
12,00 dengan daya tetas telur ikan Biawan pada masing-
A) 26 B) 28 C) 30 D) 32 masing perlakuan pada akhir pengamatan dapat
disimpulkan bahwa daya tetas telur ikan biawan yang
Suhu Penetasan terbaik terdapat pada perlakuan B (86,67%).
Gambar 1. Waktu penetasan telur ikan biawan
pada setiap perlakuan
Ikan tambakan akan menetas sekitar 12-16 jam
dengan suhu yang sesuai dengan habitatnya dialam
sekitar 28°C - 30°C (Sidi, 2009). Berdasarkan hasil
penelitian bahwa telur ikan biawan yang menetas
berkisar 13,39-16,03 jam (Gambar 1), rata-rata waktu
penetasan telur ikan biawan yang tercepat pada jam ke
13,39 pada perlakuan D dengan suhu inkubasi 32°C
dan yang terlama pada jam ke 16,03 pada perlakuan A
66
JURNAL RUAYA VOL. 4. NO .2. TH 2016
FPIK UNMUH-PNK ISSN 2541 -
3155
67
JURNAL RUAYA VOL. 4. NO .2. TH 2016
FPIK UNMUH-PNK ISSN 2541 -
3155
68
JURNAL RUAYA VOL. 4. NO .2. TH 2016
FPIK UNMUH-PNK ISSN 2541 - 3155
Perkembangan
Embrio
Dan
Daya
Tetas Telur Ikan Kelabau (Osteochilus
melanopleura). Skipsi. Universitas
Muhammadiyah Pontianak. (Tidak
dipublikasikan).
Sari.I.R., S.Anggraeni., I.Permatasari., S.R.J Pasaribu.,
R.A.N. Ginting.2006. Embriogenesis Ikan
Redfin Epalzeorhynchos Frenatum Dengan
pemijahan Semi-Alami. PKM Artikel Ilmiah
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2006.
Sulistyowati, D.T., Sarah dan H. Arfah. 2005.
Organogenesis Dan Perkembangan Awal Ikan
Corydoras panda. Jurnal Akuakultur Indonesia,
4(2): 67– 66 (2005).
Yuningsih, Y.S. 2002.Perkembangan larva ikan
tambakan (Helostoma teminckii C.V). (Skripsi)
Program Studi Budidaya Perairan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan.Institut Pertanian
Bogor. Bogor.(tidak dipublikasikan)
69