Anda di halaman 1dari 21

TUGAS KEBIJAKAN TAMBANG

1. Hierarki peraturan perundang-undangan penting untuk dilaksanakan


a. Sebut dan jelaskan dengan singkat hierarki peraturan perundang-undangan
tersebut
b. Dampak apa yang dapat terjadi bila hierarki perundang-undangan tidak
dipatuhi

2. pertambangan mineral dan/atau batubara dikelola berasaskan :


a. Manfaat, keadilan dan keseimbangan
b. Keberpihakan kepada kepentingan bangsa
c. Partisipatif, transparansi dan akuntabilitas

d. Berkelanjutan dan berwawasan lingkungan


Jelaskan keempat hal tersebut diatas.

3. wilayah pertambangan (WP) sebagai bagian dari tata ruang nasional,


merupakan landasan bagi penetapan kegiatanpenambangan. Jelaskan apa yang
dimaksud sebagai :
a. Bagian dari tata ruang nasional
b. Landasan bagi penetapan kegiatan penambangan.

4. Wilayah pertambangan (WP), dibagi menjadi WUP, WPR dan WPN.


a. Untuk menetapkan 1 WUP menjadi satu atau beberapa WIUP harus
memenuhi kriteria :
 Letak Geografis
 Kaidah Konservasi
 Daya dukung lingkungan
 Optimalisasi sumberdaya mineral dan /atau batubara
 Tingkat kepdatan penduduk
Jelaskan kelima kriteria tersebut diatas.
b. Bagaimana hubungan ketiga wilayah pertambagan tersebut dan mana
sebaiknya pertama kali ditentukan WUP, WPR, atau WPN. Jelaskan
pendapat saudara.

5. a. Mengapa penggunaan hak atas tanah sering menjadi perdebatan dalam


pelaksanaan usaha pertambangan
b. Sebagai pendapatan negara dan daerah, apa yang dimaksud dengan biaya
kompensasi data informasi.

c. Mengapa pengelolaan mineral radioaktif memerlukan pengaturan tersendiri.

6. a. Mengapa pemerintah perlu memberikan pengumuman setempat terhadap


suatu tempat yang akan dijadikan wilayah pertambangan.

b. Setiap pemegang IUP dan IUPK perlu memperhatikan pemberdayaan dan


pengembangan mesyarakat disekitarnya, mengapa dan jelaskan.

7. a. Bandingkan bagaimana cara mendapatkan WIUP dengan WIUPK.

b. Mengapa dalam kegiatan usaha pertambangan perlu dilakukan pembinaan


dan pengawasan terhadap pengelolaan usaha pertambangan Minerba.

8. konsep reklamasi dan pasca tambang sejalan dengan pengelolaan pertambangan


yang baik dan benarj yang pada dasarnya berisikan :

a. Peraturan peundang-undangan
b. Teknis Pertambangan
c. K3
d. Lindungan lingkungan pertambangan
e. Peningkatan nilai tambang
f. Standarisasi pertambangan
g. Perencanaan penutupan tambang

Jelaskan ketujuh hal tesebut diatas.

JAWABAN :
1. a. Hierarki peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut:
 Undang-undang Dasar 1945
 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
 PP (pengganti UU)
 Peraturan Pemerintah
 Peraturan Presiden
 Peraturan Pemeritah Provinsi (Tingkat I)
 Peraturan Pemerintah Kota/Kabupaten (Tingkat II)

b. Dampak yang dapat terjadi apabila hierarki perundang-undangan tidak


dipatuhi yaitu akan terjadi tumpang tindih peraturan dan perebutan
kewenangan terhadap penerbitan IUP yang dimohonkan. Pemerintah
Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten / Kota akan saling
mengeluarkan IUP terhadap suatu wilayah yang mengakibatkan sengketa
lahan. Dampak paling buruknya adalah hasil bahan galian tidak dapat
termanfaatkan dengan baik untuk kemakmuran rakyat akibat peraturan
yang tumpang tindih.

Contohnya adalah : Sengketa hak atas tanah yang terjadi di Desa Bades,
Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, merupakan sengketa antara PT
IMMS dengan pihak pemilik lahan.

2. Terdapat beberapa asas dan tujuan pertambangan minerba yaitu sebagai


berikut :
a. Manfaat, keadilan, dan keseimbangan
Manfaat merupakan asas dimana didalam pengelolaan sumber daya
mineral dan batubara dapat memberikan kegunaan bagi kesejahteraan
masyarakat banayak. Keadilan merupakan asas dalam pengelolaan dan
manfaat mineral dan batubara dimana didalam pemanfaatan itu haarus
memberikan hak yang sama rasa dan rata bagi masyarakat banyak.
Masyarakat dapat diberikan hak untuk mengelola dan memanfaatkan
mineral dan batubara dan juga dibebankan kewajiban untuk menjaga
kelestarian lingkungan hidup. Selama ini masyarakat kurang mendapat
perhatian karena pemerintah selalu memberikan hak istimewa kepada
perusahaan-perusahaan besar dalam mengelola sumber daya mineral dan
batubara. Keseimbangan merupakan suatu asas yang menghendaki bahwa
dalam pelaksanaan pertambanngan mineral dan batubara harus mempunyai
kedudukan hak dan kewajiban yang setara dan seimbang antara pemberi
izin dan pemegang izin. Pemberi izin dapat menuntut hak-haknya kepada
pemegang izin. Begitu jjuga pemegang izin dapat menuntut haknya kepada
pemberi izin supaya pemberi izin dapat melaksanakan kewajibannya,
seperti memberikan pembinaan dan pengawasan terhadap pemegang izin.
Ini berarti keseimbangan dalam hak dan kewajiban.
b. Keberpihakan kepada kepentingan bangsa
Merupakan asas bahwa dalam pelaksanaan pertambangan dalam mineral
dan batubara bahwanpemerintah, baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah harus memihak atau pro terhadap kepentingan bangsa
yang lebih besar. Ini berarti bahwa kepentingan bangsa yang harus
diutamakan dibandingkan dengan kepentingan para investor. Namun
demikian pemerintah juga harus memperhatikan kepentingan investor.
c. Partisipatif, transparansi, dan akuntabilitas
Partisipatif merupakan asas bahwa dalam pelaksanaan pertambangan
mineral dan batubara, tidak hanya peran serta pemberi dan pemegang izin
semata-mata, namun masyarakat terutama masyarakat yang berada
dilingkungan tambang harus ikut berperan serta dalam pelaksanaan
kegiatan tambang. Wujud peran serta masyarakat yaitu masyarakat dapat
ikut bekerja dalam perusahaan tambang, dapat menjadi pengusaha maupun
distributor. Transparansi merupakan asas bahwa dalam pelaksanaan
pertambangan mineral dan batubara harus dilaksanakan secara terbuka.
Artinya setiap informasi yang disampaikan kepada masyarakat oleh
pemberi an pemegang izin harus disosialisasikan secara jelas dan terbuka
kepada masyarakat. Akuntabilitas merupakan setiap pertambangan mineral
an batubara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat dengan
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Asas akkuntabilitas ini erat
kaitannya dengan hak-hak yang akan diterima oleh pemerintah, baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang bersumber dari kegiatan
pertambangan mineral dan batubara.
d. Berkelanjutan dan berwawasan lingkungan
Asas ini secara sederhana mengintegrasikan dimensi ekonomi, lingkungan,
dan social budaya dalam keseluruhan usaha pertambangan mineral dan
batubara untuk mewujudkan kesejahteraan masa kini dan masa yang akan
datang.

3. A. Yang dimaksud dengan bagian dari tata ruang nasional adalah


Di Indonesia, Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah arahan kebijakan
dan strategi pemanfaatan ruang wilayah negara yang dijadikan acuan untuk
perencanaan jangka panjang.
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional merupakan:
 Pedoman untuk penyusunan rencana pembangunan jangka panjang
nasional;
 Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional;
 Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah
nasional;
 Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan
antarwilayah provinsi, serta keserasian antarsektor;
 Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;
 Penataan ruang kawasan strategis nasional;
 Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang yang


antara lain untuk sektor pertambangan mengamanatkan pengaturan kawasan
peruntukan pertambangan sebagai berikut:
a. Kawasan peruntukan pertambangan sebagai bagian dari kawasan budi
daya
b. Kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis nasional dibidang
pertambangan ditetapkan sebagai kawasan andalan pertambangan
c. Kawasan pertambangan minyak dan gas bumi termasuk pertambangan
dan gas bumi lepas pantai sebagai kawasan strategis nasional dari sudut
kepentingan sumber daya alam.
Sedangkan pengaturan kawasan budidaya pertambangan dan kawasan
strategis nasional berbasis pertambangan diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(RTRWN). RTRWN ini merupakan arahan kebijakan dan strategi
pemanfaatan ruang wilayah negara yang terdiri atas struktur ruang dan pola
ruang. RTRWN mempunyai tujuan untuk mewujudkan antara lain :

a. Ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan


berkelanjutan;
b. Keterpaduan :
• RTRWN, RTRW Provinsi, dan RTRW Kabupaten/Kota;
• Pemanfaatan ruang darat, laut, dan udara termasuk ruang di dalam
bumi; dan
• Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota.
c. Pemanfaatan sumber daya alam bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat;
d. Keseimbangan dan keserasian perkembangan antarwilayah dan
antarsektor; dan
e. Pertahanan dan keamanan negara yang dinamis serta integrasi nasional.

B. Dalam UU No. 4 tahun 2009 dikemukakan Wilayah Pertambangan (WP)


yaitu wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak
terikat dengan batasan administrasi. Adapun wilayah hukumnya meliputi
seluruh wilayah daratan, perairan dan landas kontinen Indonesia. WP ini
sebagai bagian dari tata ruang nasional yang merupakan landasan bagi
penetapan kegiatan pertambangan. WP terdiri dari Wilayah Usaha
Pertambangan (WUP), Wilayah Pencadangan Negara (WPN) dan Wilayah
Pertambangan Rakyat (WPR).
Penetapan Wilayah Pertambangan (WP) harus disesuaikan dengan tata ruang
nasional bukan hanya mengikuti kepentingan daerah tertentu. Sehingga,
penetapan ini tak bisa hanya ditentukan oleh pemerintah daerah melainkan
harus berkoordinasi dengan pemerintah pusat.
4. A. Letak geografis posisi keberadaan sebuah wilayah berdasarkan letak dan
bentuknya dimuka bumi. Letak geografis biasanya di batasi dengan berbagai
fitur geografi yang ada di bumi dan nama daerah yang secara langsung
bersebelahan dengan daerah tersebut. Fitur bumi yang dimaksud disini
contohnya seperti benua, laut, gunung, samudera, gurun, dan lain sebagainya.
a. Kaidah konservasi merupakan suatu bentuk evolusi kultural
dimana pada saat dulu, upaya konservasi lebih buruk daripada
saat sekarang. Konservasi juga dapat dipandang dari segi
ekonomi dan ekologi dimana konservasi dari segi ekonomi
berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk
sekarang, sedangkan dari segi ekologi, konservasi merupakan
alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan masa yang akan
datang. kegiatan konservasi seharusnya dilaksanakan secara
bersama oleh pemerintah dan masyarakat, mencakup
masayarakat umum, swasta, lembaga swadaya masayarakat,
perguruan tinggi, serta pihak-pihak lainnya
b. daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan
hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk
hidup lain, dan keseimbangan antarkeduanya. Daya dukung
lingkungan pada hakekatnya adalah daya dukung lingkungan
alamiah, yaitu berdasarkan biomas tumbuhan dan hewan yang
dapat dikumpulkan dan ditangkap per satuan luas dan waktu di
daerah itu. Daya dukung lingkungan dapat pula diartikan
kemampuan lingkungan memberikan kehidupan organisme
secara sejahtera dan lestari bagi penduduk yang mendiami
suatu kawasan.
c. sumber daya mineral (mineral resource) adalah endapan
mineral yang diharapkan dapat dimanfaatkan secara nyata.
sumber daya mineral dengan keyakinan geologi tertentu dapat
berubah menjadi cadangan setelah dilakukan pengkajian
kelayakan tambang dan memenuhi kriteria layak tambang.
Kepadatan penduduk adalah jumlah penduduk di suatu wilayah per
satuan luas atau dengan kata lain perbandingan jumlah penduduk
dengan luas lahan. Secara umum, tingkat kepadatan penduduk atau
population density dapat diartikan sebagai perbandingan banyaknya
jumlah penduduk dengan luas daerah atau wilayah yang ditempati
berdasarkan satuan luas tertentu.Kepadatan penduduk di tiap-tiap
wilayah tidaklah sama, hal ini tentu saja menimbulkan permasalahan
kependudukan. Permasalahan ini terkait dengan penyediaan sarana dan
prasarana sosial, kesempatan kerja, stabilitas keamanan, serta
pemerataan pembangunan. Informasi kepadatan penduduk tiap daerah
perlu diketahui untuk mengetahui ada tidaknya gejala kelebihan
penduduk (overpopulation).

B. Hubungan WUP, WPR dan WPN yaitu :


WUP (Wilayah Usaha Pertambangan) , WPR (Wilayah Pertambangan
Rakyat), dan WPN (Wilayah Pertambangan Nasional) memiliki hubungan
terkait Wilayah atau daerah yang berkenaan dengan Usaha Pertambangan.
Yang membedakannya hanya Lingkup dan Badan yang mengupayakan,
menjalankan, dan mengelola usaha tersebut.
dari ketiga wilayah tersebut yang lebih menjadi perhatian (yang sebaiknya
pertama kali di tentukan) adalah:
Yang biasanya memerlukan perhatian lebih dalam penentuannya adalah
WPN di karenakan Usaha tambang yang akan di dirikan melibatkan banyak
pihak. Di perlukan BUMD/BUMN dimana di utamakan BUMN agar aliran
dana untuk investasi jaminan dan Pasca tambang dapat terpenuhi. Sebab
Investasi reklamasi dan pasca tambang yang harus dipenuhi adalah biaya
jaminan perusahaan yang diberikan pada Negara pertama kali. Maka dapat
disimpulkan, apabila dalam persyaratannya pun melibatkan BUMN otomatis
usaha yang kelak dijalankan statusnya jelas dan dalam skala besar. Oleh
sebab itu pun, Pengelolaan WPN akan menjadi hal yang wajib untuk pertama
kali di perhatikan sebab Wilayah yang kelak digunakan pun milik Negara dan
dalam skala besar-besaran.
Akan tetapi apabila BUMN/BUMD menyatakan tidak sanggup untuk
melakukan kegiatan usaha pertambangan, barulah WPN tersebut di lelang
untuk diperebutkan perusahaan swasta yang ada.

5. A. Penggunaan hak atas tanah sering menjadi perdebatan dalam pelaksanaan


usaha pertambangan :
Dikarenakan pemahaman masyarakat mengenai hak atas tanah yang
beranggapan bahwa kekayaan yang ada di dalamnya adalah kepemilikan
pribadi masyarakat. Akan tetapi hal tersebut bertentangan dengan pasal 33
ayat 3 yang berbunyi bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Sehingga masyarakat hanya memiliki hak atas tanah
permukaannya saja sedangkan kekayaan alam yang ada dibawahnya
merupakan milik negara yang dapat digunakan untuk kesejateraan rakyatnya.
Pembebasan lahan wajib dilakukan apabila WUP yang dimiliki oleh
perusahaan berkenaan dengan wilayah seperti : Pemukiman warga, Hutan
Lindung, ataupun mungkin berkenaan dengan Wilayah Usaha Warga
setempat. Apabila perusahaan tidak segera melakukan pembebasan maka
Perusahaan akan dinyatakan bersalah karena melanggar perizinan WUP. Dan,
individu yang merasa dirugikan dan memiliki Hak atas Tanah wilayah yang
dilanggar oleh perusahaan dapat melakukan gugatan terhadap perusahaan
terkait. Namun apabila sebelumnya perusahaan telah melaksanakan prosedur
pembebasan lahan dan telah di buktikan dengan sertifikat pemilikan dan
kesahan Tanah untuk dijadikan WUP maka pihak lain tidak berhak dan tidak
dapat melakukan gugatan apapun.

B. Biaya kompensasi data informasi adalah biaya lelang yang harus


diberikan kepada Negara atas pemberian suatu IUP baik untuk wilayah yang
sifatnya masih pra produksi, maupun wilayah yang telah beroperasi. biaya-
biaya yang dimaskud meliputi, harga tipe deposit, harga status wilayah dan
harga pengangkutan, biaya eksplorasi, dll.
C. Mineral radioaktif memerlukan pengelolaan sendiri karena mineral
radioaktif memiliki sinar radiasi yang berbahaya dan apabila tidak dikelola
secara baik, akan terjadi pencemaran lingkungan dan bisa disalahgunakan
oleh orang orang yang tidak bertanggung jawab. Penanganan terhadap limbah
mineral radioaktif pun harus khusus. Harus disimpan di container yang kedap
udara dan disimpan di ruang bawah tanah dengan suhu yang dingin untuk
menghindari kebocoran radiasi.

6. A. Untuk memberitahu masyarakat setempat bahwa daerah tersebut akan


dibuka tambang, akibatnya masyarakat dapat menyiapkan diri untuk pindah
dari daerah tersebut. Selain hal itu, pemberitahuan juga ditujukan untuk
mengklarifikasikan apabila daerah tersebut sudah ada yang punya izin atau
belum.
B. Pemberdayaan dan pengembangan masyarakat di sekitar WIUP dan
WIUPK penting menjadi perhatian setiap pemegang IUP dan IUPK karena :
dalam UU No. 4 tahun 2009 disebutkan bahwa para pemegang IUP dan
IUPK wajib menyusun program pengembangan dan pemberdayaan
masyarakat. Penyusunan program tersebut untuk kemudian akan
dikonsultasikan kepada Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
Selanjutnya dalam UU Perseroan Terbatas (UU PT), pengaturan mengenai
program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat atau CSR (Corporate
Social Responsibilty) hanya terdapat dalam 1 (satu) pasal yakni Pasal 74.
Pasal 74 menegaskan perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di
bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, yang mana kewajiban tersebut
dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang
pelaksanaannya dilakukandengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
Apabila kewajiban tersebut tidak dijalankan maka akan dikenakan sanksi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya
dalam penjelasan pasal tersebut ditegaskan pula mengenai tujuan
diberlakukannya kewajiban CSR, “untuk tetap menciptakan hubungan
Perseroan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma,
dan budaya masyarakat.”
Setiap pemegang IUP harus melaksanakan program CSR-nya. Dimana
program CSR ini haruslah sesuai dan sejalan dengan program dari masyarakat
untuk menyejahterakan masyarakat disekitar WIUP dan WIUPK.
Pemberdayaan dan pengembangan masyarakat di sekitar WIUP dan WIUPK
ini juga termasuk didalam pengawasan dari pemerintah, agar dapat berjalan
dengan benar an tepat sasaran. Selain itu, kegiatan usaha pertambangan yang
berjalan di sekitar masyarakat tersebut harus membawa dampak positif
terhadap masyarakat sekitarnya.
Ketentuan Pasal 74 UU PT kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut PP CSR). Salah satu
pengaturan penting dalam PP CSR, terdapat dalam Pasal 6, dimana diatur
pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan dimuat dalam laporan
tahunan Perseroan dan dipertanggungjawabkan kepada RUPS. Penjelasan
Umum PP CSR juga menguraikan tujuan pemberlakuan CSR. Pengaturan
tanggung jawab sosial dan lingkungan tersebut dimaksudkan untuk:
1. Meningkatkan kesadaran Perseroan terhadap pelaksanaan tanggung jawab
sosial dan lingkungan di Indonesia;

2. Memenuhi perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat mengenai


tanggung jawab sosial dan lingkungan; dan

3. menguatkan pengaturan tanggung jawab sosial dan lingkungan yang telah


diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan sesuai dengan bidang
kegiatan usaha Perseoan yang bersangkutan.
Selanjutnya secara spesifik, pengaturan CSR di bidang industri
pertambangan mineral dan batubara diatur dalam Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Barubara (UU Minerba).
Dalam Pasal 108 UU Minerba dinyatakan “pemegang IUP dan IUPK wajib
menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat,
penyusunan program tersebut dikonsultasikan kepada Pemerintah, pemerintah
daerah, dan masyarakat. Ketentuan lebih lanjut dari Pasal 108 UU Minerba
terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, tepatnya dalam Pasal
106-109.
Kementerian ESDM meyakini kegiatan pengembangan masyarakat
(Community Development) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
upaya pengembangan sektor ESDM. Program ini tidak hanya penting bagi
pemilik perusahaan tetapi juga bagi masyarakat sekitar dalam rangka
menciptakan kondisi yang kondusif bagi kegiatan perusahaan juga bagi
pemberdayaan masyarakat yang ada disekitar tambang.

7. A. cara mendapatkan WIUP dan WIUPK.


Tahapan mendapatkan WIUP :
 Pada mineral non-logam dan batuan :
1) Pemohon mencari informasi, baik kepada DPMPTSP (Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu)
maupun kepada Dinas ESDM Provinsi setempat;
2) Setelah mendapatkan informasi tentang WIUP, Pemohon
melengkapi syarat-syarat dan mengajukan permohonan
WIUP.
3) Pemohon mengajukan permohonan ke DPMPTSP Provinsi
setempat;
a. Dokumen tidak lengkap dikembalikan
b. Dokumen lengkap siap diserahkan ke Dinas ESDM.
4) Dokumen diterima oleh Dinas ESDM Provinsi setempat
a. Dinas ESDM melakukan disposisi surat masuk, mulai
dari Sekretariat kemudian ke Kepala Dinas, kemudian
diserahkan ke Bidang GMB (Geologi, Mineral dan
Batubara).
b. Bidang GMB melakukan verifikasi data awal
permohonan. Jika berkas lengkap maka akan diteruskan
ke proses rekomendasi. Disini Kepala Bidang GMB akan
meneruskan disposisi proses berkas ke bidang/balai. Jika
berkas kurang lengkap / data salah maka akan
dikembalikan ke DPMPTSP.
c. Balai ESDM akan melakukan pemrosesan dan
pengkajian data teknis terhadap berkas permohonan dan
mempersiapkan tinjauan lapangan.
d. Balai ESDM melaksanakan peninjauan lapangan sesuai
dengan jadwal yang telah ditentukan. Dari hasil
kunjungan, tim teknis membuat draf laporan kajian
lapangan dan berita acara.
e. Setelah selesai ditinjau dan tidak ada masalah maka tim
teknis Balai ESDM memproses dan menganalisis data
lapangan serta tindak lanjut selanjutnya membuat nota
dinas laporan peninjauan lapangan.
f. Setelahnya Tim teknis Balai ESDM menyusun konsep
rekomendasi teknis WIUP dan berkas dinaikkan kembali
ke Bidang GMB. Bidang GMB menaikkan berkas ke
Kepala Dinas untuk menyetujui konsep/draf rekomendasi
teknis WIUP.
g. Setelah Kepala Dinas menyetujui konsep/draft rekomtek
berkas dikembalikan kembali ke Bidang GMB untuk
dilakukan pengarsipan rekomendasi. Setelahnya
rekomendasi teknis WIUP dikirimkan ke DPMPTSP.
h. DPMPTSP mengeluarkan izin WIUP.
 Pada mineral logam dan batubara :
1) WIUP mineral logam dan WIUP batubara ditetapkan oleh
Menteri setelah ditentukan oleh gubernur dan bupati/walikota
berdasarkan kriteria sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Sebelum menentukan WIUP mineral
logam dan WIUP batubara yang akan diusulkan kepada
Menteri, Gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya, wajib mengumumkan kepada masyarakat
secara terbuka. Dan apabila terdapat lebih dari 1 (satu)
permohonan WIUP mineral logam dan WIUP batubara maka
dilakukan pelelangan
2) Dilakukan pelelangan dengan tata cara pelelangan wilayah
izin usaha pertambangan atau wilayah izin usaha
pertambangan khusus mineral logam dan batubara yang
meliputi:
 Persiapan Lelang
 Pembentukan Panitia Lelang
 Persyaratan Peserta Lelang
 Prosedur Lelang
 Dokumen Prakualifikasi
 Dokumen Lelang
 Pelaksanaan Lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan
dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus
Eksplorasi
 Evaluasi dan Penetapan Pemenang Lelang
 Jaminan Kesungguhan Lelang

Tahapan mendapatkan WIUPK :


1) Menteri menawarkan kepada BUMN dan BUMD dengan
cara prioritas untuk mendapatkan WIUPK mineral logam
atau WIUPK batubara setelah WIUPK mineral logam atau
WIUPK batubara ditetapkan. Apabila terdapat lebih dari 1
(satu) BUMN dan/atau BUMD yang berminat, WIUPK
mineral logam atau WIUPK batubara diberikan dengan cara
Lelang. Dan Apabila tidak ada BUMN dan/atau BUMD yang
berminat, WIUPK mineral logam atau WIUPK batubara
ditawarkan kepada badan usaha swasta dengan cara lelang.
2) Dilakukan pelelangan dengan tata cara pelelangan wilayah
izin usaha pertambangan atau wilayah izin usaha
pertambangan khusus mineral logam dan batubara yang
meliputi:
 Persiapan Lelang
 Pembentukan Panitia Lelang
 Persyaratan Peserta Lelang
 Prosedur Lelang
 Dokumen Prakualifikasi
 Dokumen Lelang
 Pelaksanaan Lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan
dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus
Eksplorasi
 Evaluasi dan Penetapan Pemenang Lelang
 Jaminan Kesungguhan Lelang

B. Dalam kegiatan usaha pertambangan perlu dilakukan pembinaan dan


pengawasan penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan minerba
karena :
Dengan dilakuakn pembinaan dan pengawasan maka segala kegiatan usaha
pertambangan dapat berjalan dengan baik dan benar. Sesuai amanat Undang-
undang Minerba, ada kewajiban dari pemerintah melalui Inspektur Tambang
untuk melakukan pengawasan terhadap kegiatan usaha pertambangan.
Adapun obyek utama pengawasan dilakukan terhadap: (1) Teknis
Pertambangan; (2) Konservasi Sumberdaya Mineral dan Batubara; (3)
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pertambangan; (4) Keselamatan
Operasi Pertambangan; serta (5) Pengelolaan Lingkungan Hidup, Reklamasi
dan Pascatambang.
Dalam pelaksanaannya, pengawasan terhadap penyelenggaraan pengelolaan
usaha pertambangan dapat dilakukan oleh Menteri, Gubernur dan/atau Bupati
sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Pengawasan dimaksud
meliputi: Administrasi/Tata Laksana, Operasional, Kompetensi Aparatur serta
Pelaksanaan Program Pengelolaan Usaha Pertambangan.
Pengawasan dilakukan dalam rangka pengawasan dan penjaminan, yaitu:
(1) Tingkat kepatuhan dan pentaatan terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku; (2) Pencapaian target dari rencana kerja yang telah disusun dan
disampaikan kepada Pemerintah melalui RKAB dan RKTTL; (3) Mengetahui
sejak dini apabila terjadi penyimpangan berdasarkan ketentuan / peraturan
perundangan ataupun rencana kerja; dan (4) Dapat segera melakukan koreksi
bila terjadi perubahan rencana kerja atau perubahan kebijakan Pemerintah.
Dengan pengawasan diharapkan terciptanya perencanaan tambang yang
benar; pelaksanaan kegiatan pertambangan mengacu pada kaidah
pertambangan yang baik; tidak terbuangnya bahan galian; aktivitas
pertambangan berlangsung secara aman, bebas dari: kecelakaan, penyakit
akibat kerja, kejadian berbahaya, dan pencemaran lingkungan; serta
termanfaatkannya lahan bekas tambang secara tepat dan baik yang
mendorong meningkatnya perekonomian rakyat.

8. Konsep tentang pengelolaan pertambangan yang baik dan benar pada


dasarnya berisikan

a. Peraturan perudangan dan perizinan


Kegiatan pertambangan yang mematuhi ketentuan hukum dan perundang-
undangan yang berlaku didaerah atau Negara tempat aktivitas
pertambangan tersebut dilaksanakan. Dalam praktik pertambangan yang
baik harus sinkron antara kepentingan pembuat regulasi dan kepentingan
pemegang izin usaha pertambangan (IUP). Pemerintah harus mampu
memberikan kepastian dan kejelasan mengenai peraturan dan kebijakan
pertambangan pada satu sisi, sementara pemegang izin usaha
pertambangan (IUP) harus menaati peraturan dan kebijakan yang berlaku
ditempat tersebut pada sisi lain.

b. Teknik pertambangan
Pada prinsipnya, teknik pertambangan yang baik dapat dilakukan apabila
didalam aktiita pertambangan tersebut dilakukan hal-hal sebagai berikut:
 Eksplorasi harus dilakukan secara baik, benar, dan memadai.
 Perhitungan cadangan layak tam,bang harus ditetapkan dengan baik
(tingkat akurasi tinggi)
 Studi geohidrologi, geoteknik dan metalurgi harus dilakukan secara
baik dan benar.
 Studi kelayakan yang komperhensif dengan didukung data yang
cukup, perlu didukung dengan baik termasu studi lingkungannya.
 Teknik dan sistem tambang serta proses pengelolaan atau pemurnian
harus direncanakan dan dilaksanakan secara baik.
 Teknik konstruksi dan pemilihan peralatan harus tepat guna.
 Sistem pengangkutan bahan tambang harus tept guna.
 Sistem pengangkutan bahan tambang harus terencana baik, termasuk
pemilihan alat angkut dan alat berat lainnya.
 Produksi hendaknya disesuaikan dengan jumlah ketersediaan
cadangan dan spesifikasinya.
 Program pasca tambang harus terencana dengan baik sebelum
seluruh aktifitas dihentikan. Pada pasca tambang harus segera
dilakukan kegiatan penataan dan reklamasi pada lahan bekas
tambang yang disesuaikan dengan perencanaannya. Pelaksanaan
penataan dan reklamasi sebaiknya mengacu pada rencana tata ruang
daerah yang bersangkutan dan disesuaikan dengan kondisi lahan.

c. K3
Praktik pertambangan yang baik sangat memperhatikan keselamatan dan
kesehatan pekerjanya. Dalam hal ini, perusahaan berkewajiban meliputi
pembinaan, pelatihan atau pendidikan, dan melakukan control terhadap
pelaksanaan yang berkaitan dengan upaya meningkatkan keselamatan dan
kesehatan kerja. Hal yang dilakukan adalah dengan melakukan regulasi
dan pengguanaan alat-alat perlindungan diri, agar terhindar dari
kecelakaan yang sering terjadi pada saat kerja.

d. Lindungan lingkungan pertambangan


Lingkungan aktivitas pertambangan yang selalu menunjukkan kepedulian
terhadap dampak lingkungan. Tidak bisa seratus persen dihindari, dalam
eksplrasi, perencanaan, dan design produksi, pemilihan metode an
teknologi, penempatan-penempatan bangunan pendukung pengelolaan
tailing, reklamasi dan pasca eksploitasi hendaknya benar-benar
memperhatikan aspek lingkungan.

e. Peningkatan nilai tambah


Berdasarkan pasal 103-104 UU No.4 tahun 2009 tentang Minerba,
para pelaku usaha (pemegang Izin Usaha Pertambangan) operasi produksi
wajib melakukan peningkatan nilai tambah melalui proses pengolahan dan
pemurnian hasil tambang di dalam negeri. Peningkatan nilai tambah
tersebut dapat meningkatkan nilai jual bahan galian tersebut hingga 10 –
14 kali dari bahan mentah melalui smelting. Keuntungan peningkatan nilai
tambah yaitu :
 Nilai tambah pendapatan rumah tangga untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat,
 Nilai tambah surplus usaha untuk menarik minat investor
menanamkan modal,
 Nilai tambah pendapatan pajak untuk meningkatkan kemampuan dan
kemandirian fiskal bagi pemerintah pusat dan daerah (APBD),
 Nilai tambah tenaga kerja untuk memperluas lapangan pekerjaan
bagi masyarakat sekaligus mengurangi pengangguran dan
kemiskinan.

f. Standarisasi pertambangan
Memasuki era perdagangan global, pelaku usaha dituntut untuk
memiliki daya kompetitif tinggi(kinerja,harga,mutu dan jaminan produk),
dengan mengikuti standar dan aturan negara tujuan ekspor/impor.
Kecenderungan dunia menuju satu pasar, satu standar, satu sistem
penilaian kesesuaian serta transparasi dalam pemberlakuan peraturan
teknis akan mewujudkan persaingan yang sehat dan tidak ada diskriminatif
terhadap produk yang beredar di pasar.
Tujuan standarisasi pertambangan :
Meningkatkan efisiensi, perlindungan konsumen, tenaga kerja dan
masyarakat lain baik dari aspek keselamatan, keamanan, kesehatan,
maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Kegiatan standarisasi di lingkungan pertambangan umum berkembang


sesuai sistem standarisasi nasional yang berlaku. Hal ini terlihat dengan
telah lengkapnya komponen standarisasi yang selama ini merupakan
kegiatan rutin unit teknis. Oleh sebab itu, program yang perlakukan saat
ini adalah pengembangan kegiatan yang selaras dengan perkembangan
standarisasi secara nasional serta peningkatan kualitas sumber daya
manusia yang mampu sebagai bagian dari perangkat yang dibutuhkan
dalam pengelolaan dan pengembangan standarisasi dilingkungan
departemen energi dan sumber daya mineral.
Dengan terbitnya PP No. 102/2000 yang akan segera diangkat menjadi
Undang – undang maka departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Cq.
Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral terus merumuskan
kebijakan baru dibidang standarisasi pertambangan serta selaras dengan
kebijakan standarisasi secara nasional.
Dengan berlakunya UU No. 13/ 2003 Tentang Ketenaga Kerjaan ,
maka seluruh komponen industri dan jasa berkewajiban meningkatkan
kompetensi profesi tenaga kerjanya agar dapat bersaing dengan tenaga
kerja asing. Untuk itu menjadi kewajiban dari Departemen Energi dan
Sumber Daya Mneral dan Direktorat Jenderal Geologi dan Sumber Daya
Mineral untuk merumuskan kebijakan yang terkait sehingga dalam
penerapannya berjalan secara optimal.

g. Perencanaan penutupan tambang


Kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir sebagian
atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi
lingkungan alam dan fungsi social menurut kondisi local diseluruh wilayah
penambangan. Kegiatan pertambangan bersifat proyek, jadi ada jangka
waktu perrhitungan yang jelas, maka pasca tambang diharapkan mampu
memberikan manfaat berkelanjutan pada social dan lingkungan sekitar
tambang.
Beberapa prinsip dalam perencanaan dan pelaksanaan pasca tambang
yang harus menjadi perhatian antara lain :
 Perlu adanya transparansi, komunikasi yang terbuka, komitmen,
dukungan dan partisipasi yang ber-asal dari seluruh stake holders
(pemerintah, masyarakat dan pelaku bisnis).
 Perencanaan dan pelaksanaannya harus sejalan dengan ketentuan dan
standard yang berlaku.
 Rencana pasca tambang harus dapat diterima oleh seluruh stake
holders dan sesuai dengan keinginan publik.
 Pelaksanaan harus mempunyai target terjaminnya keselamatan lahan
ex tambang, terpeliharanya
lingkungan dan lahan ex tambang dapat pergunakan kembali untuk
kegiatan lainnya yang lebih bermanfaat.
 Pelaku kegiatan harus dapat mempertanggung-jawabkan dari aspek
teknik dan sosio-ekonomi.
 Pelaksanaan kegiatan pasca tambang harus disesuaikan dengan
rencana pembangunan daerah.
 Secara teknis dan ekonomis, pelaksanaan pasca tambang dapat
dilaksanakan.
 Ditangani oleh sumber daya manusia yang profesional dan paham.
 Program pasca tambang harus dipantau secara kontinyu dan segera
direvisi jika terjadi perubahan.
 Program hendaknya bersifat adaptatif terhadap adanya perubahan
kondisi.
 Harus ada kriteria yang jelas terhadap tingkat keberhasilan secara
kuantitatif.
 Jaminan pasca tambang perlu ada dalam jumlah yang memadai.

Anda mungkin juga menyukai