Anda di halaman 1dari 10

PERUBAHAN DAN PERKEMBANGAN BUDAYA PENGELOLAAN DAN

PEMANFAATAN LAHAN KERING DI DAERAH MANGGARAI


PENDAHULUAN

Padi sawah merupakan salah satu komoditi strategis untuk mencukupi kebutuhan
pangan sebagian besar masyarakat Nusa Tenggara Timur dan Kabupaten Manggarai pada
khususnya Kegagalan mengembangkan teknologi untuk meningkatkan produksi padi sawah akan
berdampak pada ketersediaan pangan di Nusa Tenggara Timur dan Kabupaten Manggarai
khususnya Teknologi unggulan -hasil pengkajian padi sawah sudah cukup banyak tersedia baik
varietas, cara tanam, maupun pemupukan. Beberapa komponen teknologi padi sawah tersebut
belum sepenuhnya diadopsi oleh petani sehingga produksi yang diharapkan belum memberikan
hasil yang optimal. Kondisi ini disebabkan antara lain karena proses penyebarluasan hasil
pengakajian yang dilakukan masíh terbatas pada beberapa metode penyuluhan dan terpusat pada
daerah lokasi pengkajian tertentu saja. .
Pengembangan sistem usaha tani padi sawah mengisaratkan adanya dukungan
teknologi hasil pengkajian spesifik lokasi. Hasil-hasil pengkajian ini perlu diikuti kegiatan
penyebar luasan pada wilayah sentra produksi padi dengan pendekatan berbagai metode
Penyuluhan Pertanian yang sesuai dengan kondisi dan karakter petani. .
Suatu teknologi baru usaha tani padi sawah akan memiliki daya dan hasil guna yang
tinggi apabila dapat diadopsi oleh petani secara penuh dan berkelanjutan, karena itu dalam proses
mempercepat adopsi teknologi pertanian di Nusa tenggaraTimur pada umunya dan Kabupaten
Manggarai secara khusus perlu mencermati kondisi rill sosial budaya masyarakat guna mencapai
efektifitas penyebar-luasan hasil pengkajian dan adopsi teknlogi oleh petani Masyarakat
Kabupaten Manggarai dalam pengembangan usahatani pada dasarnya memiliki sifat kerja keras,
sifat taat, suka menerima seuatu yang baru yang dianggap menguntungkan, mudah kecewa bila
ingkar janji. Keinginan untuk menerapkan teknlogi cukup tingi, namun bersifat tidak terbuka
karena masih dipengaruhi oleh tradisi dan kebiasaan-kebiasaan lama. Mereka sulit untuk
menyampaikan permasalahannya kepada siapa saja yang tidak atau belum dikenal
Dengan memahami dan menghayati berbagai dimensi hidup masyarakat Kabupaten
Mnggarai, maka pendekatan yang dilakukan dalam rangka mempercepat proses adopsi
teknologi padi sawah kepada petani di Kabupaten Manggarai adalah pendekatan
perorangan, pendekatan kelompok, serta memahami pola budaya yang berkembang seperti nilai-
nilai, norma-norma yang berlaku. Padi sawah merupakan salah satu komoditi strategis untuk
mencukupi kebutuhan pangan sebagian besar masyarakat Nusa Tenggara Timur dan Kabupaten
Manggarai pada khususnya Kegagalan mengembangkan teknologi untuk meningkatkan produksi
padi sawah
akan berdampak pada ketersediaan pangan di Nusa Tenggara Timur dan Kabupaten
Manggarai khususnya Teknologi unggulan -hasil pengkajian padi sawah sudah cukup banyak
tersedia baik varietas, cara tanam, maupun pemupukan. Beberapa komponen teknologi padi
sawah tersebut belum sepenuhnya diadopsi oleh petani sehingga produksi yang diharapkan
belum memberikan hasil yang optimal. Kondisi ini disebabkan antara lain karena proses
penyebar luasan hasil pengakajian yang dilakukan masíh terbatas pada beberapa metode
penyuluhan dan terpusat pada daerah lokasi pengkajian tertentu saja. .
Pengembangan sistem usaha tani padi sawah mengisaratkan adanya dukungan
teknologi hasil pengkajian spesifik lokasi. Hasil-hasil pengkajian ini perlu diikuti kegiatan
penyebar luasan pada wilayah sentra produksi padi dengan pendekatan berbagai
metodePenyuluhan Pertanian yang sesuai dengan kondisi dan karakter petani. .
Suatu teknologi baru usaha tani padi sawah akan memiliki daya dan hasil guna yang
tinggi apabila dapat diadopsi oleh petani secara penuh dan berkelanjutan, karena itu dalam proses
mempercepat adopsi teknologi pertanian di Nusa tenggaraTimur pada umunya dan Kabupaten
Manggarai secara khusus perlu mencermati kondisi rill sosial budaya masyarakat guna mencapai
efektifitas penyebar-luasan hasil pengkajian dan adopsi teknlogi oleh petani Masyarakat
Kabupaten Manggarai dalam pengembangan usahatani pada dasarnyamemiliki sifat kerja keras,
sifat taat, suka menerima seuatu yang baru yang dianggap menguntungkan, mudah kecewa bila
ingkar janji. Keinginan untuk menerapkan teknlogi cukup tingi, namun bersifat tidak terbuka
karena masih dipengaruhi oleh tradisi dan kebiasaan-kebiasaan lama. Mereka sulit untuk
menyampaikan permasalahannya kepada siapa saja yang tidak atau belum dikenal Dengan
memahami dan menghayati berbagai dimensi hidup masyarakat Kabupaten Manggarai, maka
pendekatan yang dilakukan dalam rangka mempercepat proses adopsi teknologi padi sawah
kepada petani di Kabupaten Manggarai adalah pendekatan
perorangan, pendekatan kelompok, serta memahami pola budaya yang berkembang seperti nilai-
nilai, norma-norma yang berlaku.

PERSIAPAN DAN PENGELOLAAN UMUM

Lingko dan Lodok


Berbicara tentang lingko/lodok berarti berbicara tentang hal kedua di atas "uma bate duat".
Orang Manggarai berkebun di tempat yang mereka sebut lingko.
Lingko dapat berupa kebun yang sedang dikerjakan orang tetapi juga dapat berupa belukar atau
hutan biasa yang belum atau sudah pernah dijadikan kebun.

Yang membuat lingko menjadi kebun adalah "teno". Teno adalah roh pelindung kebun yang
dipercayai memberi kesuburan serta perlindungan pada tanaman tanaman di dalamnya.
Sesungguhnya Teno itu adalah nama sejenis pohon yang dalam istilah Latin disebut melochia
arborea/melochia ef umbelata. Pohon ini dapat hidup dengan baik di tanah yang kurang subur.

Untuk menjadikan lingko sebagai kebun melalui tahap tahap berikut :

1. Tahap Persiapan
Para tetua suku berunding di rumah gendang untuk menentukan hal hal seperti, menetapkan
lingko mana yang akan dibagi, menetapkan jumlah anggota suku yang akan mendapat bagian
lahan, menyiapkan perlengkapan kerja , bahan bahan kebutuhan ritus ritus.
Sekembalinya dari pertemuan ini tu’a tu’a kilo dan tu’a panga berembug ke dalam untuk
menentukan siapa siapa anggota keluarga mereka yang bakal mendapat pembagian dan mungkin
ada juga orang luar yang ingin mendapat bagian seperti

1) warga lain suku yang sudah tinggal menetap dengan suku pemilik lingko. disebut sebagai “ata
long”.
2) warga lain suku yang secara khusus datang untuk meminta agar mendapat bagian tanah
disebut sebagai”ata kapu manuk lele tuak” dan
3) keturunan anak perempuan yang menetap dalam suku atau tidak menetap pada suku suami.

Nama nama mereka ini harus masuk melalui kilo atau panga di dalam suku.

Dalam pertemuan persiapan berikut agendanya adalah memasukan nama nama dari setiap kilo/
panga yang bakal menerima lahan, menentukan hari membersihkan lingko, menentukan titik
pusat lingko, menentukan hari pembagian dan agenda yang paling penting yakni menentukan
Tu’a Teno. Tu’a Teno adalah orang yang berwewenang membagi lahan dan menyelenggarakan
ritus pembagian lingko.

Di antara suku suku di Manggarai ada yang mempunyai tu’a teno tetap namun ada juga tu’a teno
yang dipilih secara bergiliran setiap kali ada pembagian tanah lingko dari panga panga yang ada
dalam suku. Bahkan ada juga yang meminta bantuan seseorang dari kilo atau panga keturunan
saudari perempuan yang mereka percayai orang itu bertangan dingin dan selalu membawa
keberhasilan. Orang ini dipinjam tangannya untuk menancapkan teno dan disebut sebagai "wari
lime".

2. Tahap Pelaksanaan
Pada hari pembagian, kegiatan diawali dengan ritus "wuat wa’i" di rumah gendang. Wuat wa’i
adalah ritus memohon restu dan bimbingan dari leluhur dan roh pelindung kampung atau naga
beo agar acara pembagian lahan ini berjalan dengan lancar. Kurban pada ritus ini adalah seekor
ayam. Selesai ritus wu’at wai, warga kampung dipimpin oleh tu’a Teno berprosesi (sorongge)
menuju lingko yang akan dibagi.
Tiba di lingko yang hendak dibagi tu’a teno duduk diseputar titik pusat kebun dan anggota-
anggota yang akan menerima bagian bersama tu’a tu’a kilo dan panga duduk membentuk sebuah
lingkaran yang besar. Kemudian ritual dimulai dengan "tente arong", membuat lubang tempat
teno akan diletakan/ditancapkan,na’a ruha one arong , meletakan telur di lubang/arong, renge ela
yaitu doa persembahan babi kurban dan puncak acaraTua Teno melakukan tente teno/derek teno.

Secara harafiah "tente teno" berarti menancapakan kayu teno pada pusat lingko itu. Teno yang
ditancapkan harus memecahkan telur yang telah diletakkan terlebih dahulu. Yang terakhir
"mbukut", memerciki/menuang darah babi persembahan yang telah didoakan pada teno sebagai
meterai sahnya perkawinan yang adikodrati dan ibu bumi.

Teno yang di tancapkan menyerupai gasing atau mangka dalam bahasa Manggarai.
Mangka/gasing merupakan lambang dunia atas (adikrodati) dan tanah merupakan lambang
ibu/feminim. Penancapan teno (lingga) ke dalam tanah melambangkan perkawinan sakral antara
Bapa ”dunia adikrodati” dengan Ibu Bumi. ("ema eta", "enden wa").

Perkawinan ini dilandasi keyakinan tradisional, bahwa tanah bersifat feminim atau ibu yang
membuat benih yang bersifat maskulin dapat bertumbuh, dan melahirkan hidup baru.

Selanjutnya di sekeliling teno dibuat lengker yakni sebuah lingkaran kecil tali dari sejenis
tanaman merambat di mana ditancapkan kayu kayu kecil yang disebut lance koe.
Jarak antara satu lance koe dengan lance koe lainnya tergantung pada besarnya jari yang di
tempelkan ketanah.

Ada jarak sebesar lima lima jari yang disebut "moso rembo", ada jarak tiga jari yang disebut
"lide", jarak dua jari dan jarak satu jari dan yang paling kecil yaitu jari kelingking di sebut koret
atau lidi adalah bagian yang diberikan kepada para pendatang yaitu ata long atau ata kapu manuk
lele tuak.
Tindakan mengulur jari sebagai dasar jarak antara lance disebut "sor moso". Sor berarti
mengulur. Sor moso berarti hak untuk memperoleh bagian tanah yang besarnya tergantung pada
banyaknya jari yang dipakai untuk mengukur jarak antara kedua lance koe. Banyaknya jumlah
jari itu tergantung status/kedudukan yang dimiliki dalam suku seperti status status, tu’a golo, tu’a
teno, tu’a panga, tu’a kilo, anggota biasa dstnya.

Dari patok lance koe lepar yakni belahan batang bambu akan diletakan kearah patok lance yang
ditanamkan di lingkaran luar yang lebih besar kemudian dari patok di lingkaran luar tadi bambu
diletakan kearah lance acer, kayu patok panjang yang masing masing dipegang oleh anggota sor
moso yang duduk melingkar dalam sebuah lingkaran yang lebih besar. Dengan membagi kebun
dari lingkaran kecil, keluar ke patok di lingkaran besar kemudian kearah lingkaran lebih luar
yang lebih besar lagi di mana orang duduk melingkar itulah yang membuat bentuk pembagian
dengan berpusat di lodok itu berbentuk seperti sarang laba laba.

Besar atau kecilnya lingkaran tempat sor moso tergantung banyak dan sedikitnya jumlah anggota
suku yang akan menerima bagian lahan. Apabila jumlah penerima banyak tentu lengker/
lingkaran pusatnya semakin besar dan sebaliknya bila penerimanya sedikit maka lengkernya
akan kecil.

3. Tahap penutup
Acara pelaksanaan pembagian tanah ini berlangsung hanya satu hari. Inti pembagiannya cukup
sampai pada penancapan patok lance acer di mana para penerima lahan duduk. Titik pada lance
koe,patok lance pada lingkaranluar dan patok lance acer pada lingkaran orang duduk akan
menjadi panduan untuk penancapan patok patok berikutnya sampai pada batas paling luar kebun/
cicing dan dapat dilakukan pada hari berikutnya. Sebelum matahari terbenam semuanya harus
berprosesi pulang ke kampung. Prosesi pulang kampung ini dinamakan” barong poli“,
mewartakan bahwa acara pembagian tanah telah selesai.

ISTILAH

tujuh ritual adat petani di Manggarai mulai dari pembukaan lahan hingga syukuran atas panen
1. Lea Lose

Lea lose adalah upacara (adak) saat membuka kebun baru. Adak yang dipimpin tua teno (ketua
adat yang bertanggung jawab dalam urusan tanah ulayat) ini bertujuan untuk meminta restu para
pemilik atau penjaga hutan yang sebentar lagi dijadikan kebun. Lea lose penting, selain
memohon berkat dari nenek moyang, juga menghindari beo (kampung) dari bala yang mungkin
ditimpakan si empunya hutan.

2. Benco Raci

Setelah hutan dibuka, biasa disebut rimu (tebang hutan) dan dibakar, tua teno atau setiap pemilik
kebun, mengadakan adak benco raci. Adak ini dibuat sebelum menanam padi atau jagung di
lahan yang sudah disiapkan. Tujuannya untuk memohon berkat atas benih baru.

3. Wasa

Wasa diadakan saat padi atau jagung berumur sekitar 1-2 bulan untuk memohon perlindungan
dan berkat atas benih yang sudah tumbuh. Maklum, saat-saat seperti ini jagung atau padi menjadi
incaran kera atau babi hutan.

Sawah Lodok, model sawah khas Manggarai, mirip jaring laba-laba.

4. Oli
Oli adalah adak memohon berkat kesuburan atas seluruh tanaman dari wura agu ceki (nenek
moyang suku). Ada dua jenis oli, yaitu oli beo dan oli uma weru (kebun baru). Oli beo dibuat di
kampung dan oli uma weru dibuat di kebun baru. Kedua jenis oli ini dipimpin oleh tua teno,
yang ditandai dengan penanaman satu biji jagung di natas beo (halaman kampung) oleh tua teno.
Kemudian, sang tua teno melempar sebuah biji pinang yang sudah dibelah ke udara. Apabila
kedua belah biji pinang jatuh dalam keadaan terbuka, maka itu menandakan seluruh tanaman di
kebun akan bertumbuh subur. Tapi, kalau salah satu atau kedua belah biji pinang jatuh dalam
keadaan tertutup, maka seluruh tanaman ditengarai tidak akan bertumbuh sesuai dengan harapan.
Saat adak oli, warga beo biasanya menanak nasi dalam bambu yang dibakar, biasa disebut tapa
kolo.

5. Hang Latung Weru dan Hang Rani

Kedua adak ini dibuat untuk menandakan jagung dan padi siap dipanen. Sebelum adak ini
dibuat, setiap pemilik kebun atau siapa saja tidak boleh memanen jagung atau mengetam padi.
Biasanya dikenal istilah “tako le anak koe” untuk orang-orang yang diam-diam memanen jagung
di kebunnya sebelum adak ini dibuat.

6. Penti

Penti merupakan adak untuk mengungkapkan rasa syukur atas panen dan kehidupan, yang telah
dilalui selama satu tahun terakhir. Upacara ini juga sebagai ungkapan mohon perlindungan serta
keharmonisan untuk kehidupan yang akan datang. Penti biasanya dilakukan saat dimulainya
kegiatan berladang (wulang cekeng). Adak ini biasanya diisi dengan upacara adat, pemberkatan,
serta atraksi budaya yang sangat unik, seperti caci (tarian ketangkasan)

PROSES PANEN PADI


Perlu anda ketahui, untuk mendapatkan sebutir beras membutuhkan proses panjang, dari
Penyiapan lahan pertanian, Pembibitan padi, Penanaman padi dan proses Memanen, serta
terakhir adalah Penggilingan padi menjadi beras. Proses Memanen yang benar sangat
berpengaruh terhadap hasil panen padi, karena kesalahan proses memanen bisa berakibat pada
berkurangnya hasil padi pada suatu wilayah. Petani di Indonesia pada umumnya masih
menggunakan cara-cara tradisonal untuk memanen padi. cara memanen seperti ini sudah
diturunkan secara turun-temurun.
Berikut merupakan Langkah Memanen Padi Secara Tradisional :

1. Siapkan peralatan untuk memanen padi, seperti : Sabit, Terpal sebagai alas saat
merontokan padi dan Alat Perontok Padi (Dalam bahasa Jawa disebut Gepyokan).
2. Langkah pertama, potong batang padi dengan menggunakan sabit. Caranya, gengam satu
rumpun batang padi dan potong tepat di batang bagian bawah. Setelah itu, tumpuk ke
dalam tumpukan kecil. Berhati-hatilah pada saat memotong batang padi, karena jika anda
lalai, bukan tidak mingkin jari anda akan terpotong.
3. Setelah semua batang padi terpotong, kumpulkan tumpukan-tumpukan kecil tersebut ke
dekat terpal yang sudah digelar. Siapkan alat perontok tradisional, dan mulailah merontok
padi.
4. Merontok padi dapat diloakukan dengan cara memegang segengam batang padi. Pegang
batang bagian bawah dan pukul-pukulkan padi ke alat perontok sampai padi rontok. Bagi
pemula, jangan menggenam batang padi terlalu besar, karena hasilnya tidak akan
maksimal. Cara merontokan padi seperti ini cukup menguras tenaga.
5. Terakhir, setelah semua padi selesai dirontokan. Bersihkan padi dari daun-daun padi yang
ikut rontok beserta kotoran lainya. Jemur padi hingga kering dan padi siap untuk digiling
atau disimpan.

Untuk menghasilkan sebutir beras memerlukan usaha keras dari Petani, mulai dari Waktu, Mater,
juga Tenaga. Oleh sebab itu jangan anda biasakan membuang-buang nasi atau menyisakan nasi.
Hargailah setiap butir nasi, karena tidak semua orang seberuntung anda bisa mengkonsumsi nasi
setiap hari. Terakhir, Tetap Hijaukan Bumi Kita.

Anda mungkin juga menyukai