Anda di halaman 1dari 44

Batuk dan Sesak pada Dewasa

SKENARIO
Seorang laki-laki 69 tahun, pensiunan pekerja di pabrik semen, dibwawa kerumah sakit oleh
anaknya yang juga seorang dokter puskesmas karena menderita sesak yang hebat dan sangat
lemah. Kondisi kelemahan ini sebenarnya telah dialaminya sejak 4 bulan lalu dimana pada saat
itu ia menderita batuk yang tidak produktif yang disertai demam, yang membaik setelah
diberikan antibiotik selama 6 hari ditambah obat-obat simptomatik. Saat ini ia juga menderita
batuk yang produktif dengan sputum yang kecoklatan sejak 4 hari lalu, dan sejak 2 hari lalu ia
mengeluh demam yang disertai muntah. Ia tidak ada riwayat merokok ataupun minuman-
minuman keras. Ia tidak pernah keluar kota atau melakukan perjalanan jauh sejak 1 tahun
terakhir dan tidak pernah kontak dengan orang sakit sebelumnya. Selain itu ia sering mengalami
gastric reflux yang disertai mual dan muntah.

KATA SULIT
Gastric reflux : melemahnya tonus spinchter atau lambung dengan oesophagus sehingga cairan
dari lambung bisa masuk ke oesophagus sehingga menimbulkan mual dan muntah.
KATA KUNCI
1. Laki-laki 69 tahun pensiunan pekerja di pabrik semen.
2. Sesak yang hebat dan sangat lemah
3. Kelemahan ini telah dialaminya sejak 4 bualn lalu
4. Batauk yang tidak produktif
5. Demam
6. Membaik setelah diberikan antibiotik selama 6 hari
7. Saat ini menderita batuk yang produktif
8. Sputum yang kecoklatan sejak 4 hari lalu
9. Sejak 2 hari lalu ia menegluh demam
10. Muntah
11. Tidak ada riwayat merokok ataupun minum-minuman keras
12. Tidak pernah kontak dengan orang sakit sebelumnya
13. Sering mengalami gastric reflux yang disertai mual dan muntah
PERTANYAAN

1. Bagaimana anatomi, fisiologi paru?


2. Bagaimana patomekanisme sesak, batuk dan deman yang ada hubungannya dengan
skenario?
3. Differential diagnosa?
4. Bagaimana penjalaran batuk dari batuk tidak produktif sampai batuk produktif?
5. Apa yang menyebabkan sehingga sputumnya berwarna kecoklatan?
6. Mengapa pasien sering mengalami gastric refluks yang disertai dengan mual dan
muntah?
7. Bagaimana manfaat pemberian obat antibiotik dan obat simptomatik pada skenario?
8. Apa ada hubungan riwayat pekerjaan dengan penyakit yang diderita oleh pasien?
9. Sebutkan pemeriksaan yang digunakan untuk menegakkan diagnosa?
10. Bagaimana penatalaksanaan dari diagnosa?
11. Bagaimana komplikasi dari diagnosa?
12. Bagaimana prognosis dari diagnosa?

JAWABAN PERTANYAAN
1. Anatomi, fisiologi, system pernapasan:
Anatomi

Secara umum saluran udara pernapasan adalah sebagai berikut : dari nares anterior
menuju ke cavitas nasalis, choanae, nasopharynx, larynx, trachea, bronchus primarius, bronchus
secundus, bronchus tertius, bronchiolus, bronchiolus terminalis, bronchiolus respiratorius, ductus
alveolaris, atrium alveolaris, sacculus alveolaris, kemudian berakhir pada alveolus tempat
terjadinya pertukaran udara (Budiyanto, dkk, 2005) Tractus respiratorius dibagi menjadi 2 bagian
: (1) zona konduksi, dari lubang hidung sampai bronciolus terminalis, (2) zona respiratorik,
mulai dari bronciolus respiratorius sampai alveolus. Zona konduksi berfungsi sebagai
penghangat, pelembab, dan penyaring udara pernapasan. Zona respiratorik untuk pertukaran gas
(Guyton, 1997).
Fisiologi
Respirasi terdiri dari dua mekanisme, yaitu inspirasi dan ekspirasi. Pada saat inspirasi
costa tertarik ke kranial dengan sumbu di articulatio costovertebrale, diafragma kontraksi turun
ke caudal, sehingga rongga thorax membesar, dan udara masuk karena tekanan dalam rongga
thorax yang membesar menjadi lebih rendah dari tekanan udara luar. Sedangkan ekspirasi adalah
kebalikan dari inspirasi (Ganong, 1999).
Respirasi melibatkan otot-otot regular dan otot bantu. Otot reguler bekerja dalam
pernapasan normal, sedang otot bantu atau auxiliar bekerja saat pernapasan sesak. Otot reguler
inspirasi : m. Intercostalis externus, m. Levator costae, m. Serratus posterior superior, dan m.
Intercartilagineus. Otot auxiliar inspirasi : m. Scaleni, m. Sternocleidomastoideus, m. Pectoralis
mayor et minor, m. Latissimus dorsi, m. Serrarus anterior. Otot reguler ekspirasi : m.
Intercostalis internus, m. Subcostalis, m. Tranversus thorachis, m. Serratus posterior inferior.
Otot auxiliar ekspirasi : m. Obliquus externus et internus abdominis, m. Tranversus abdominis,
m. Rectus abdominis (Syaifulloh, dkk, 2008).

1. Bagaimana patomekanisme sesak, batuk dan deman yang ada hubungannya dengan skenario?
MEKANISME BATUK
Rangsang pada reseptor batuk dialirkan ke pusat batuk ke medula, dari medula dikirim
jawaban ke otot-otot dinding dada dan laring sehingga timbul batuk. Refleks batuk sangat
penting untuk menjaga keutuhan saluran napas dengan mengeluarkan benda asing atau sekret
bronkopulmoner. Iritasi salah satu ujung saraf sensoris nervus vagus di laring, trakea, bronkus
besar atau sera aferen cabang faring dari nervus glossofaringeal dapat menimbulkan batuk. Batuk
juga timbul bila reseptor batuk di lapisan faring dan esofagus, rongga pleura dan saluran telinga
luar dirangsang. Ada 4 fase mekanisme batuk, yaitu fase iritasi, fase inspirasi dalam, fase
kompresi dan fase ekspulsi/ekspirasi. Selama fase kompresi, glotis menutup, otot-otot interkostal
dan abdominal berkontraksi kuat sehingga tekanan intratoraks dan intraabdomen meningkat.
Bila tekanan intratoraks mencapai tingkat yang sangat tinggi, glotis membuka sedikit
secara tiba-tiba. Keadaan ini menyebabkan tekanan intrapulmoner turun. Menurunnya tekanan
intrapulmoner menyebabkan turunnya tekanan intraabdomen yang tinggi akibat kontraksi otot-
otot abdomen. Keadaan ini menyebabkan diafragma akan menaik secara tajam. Naiknya
diafragma akan menimbulkan pengeluaran udara yang kuat dari paru. Aliran udara ini akan
mendorong benda asing di saluran napas ke dalam mulut sehingga bisa dikeluarkan. Bunyi batuk
terutama disebabkan oleh getaran pita suara dan kadang-kadang oleh getaran sekret. Berbagai
kelainan atau penyakit yang merangsang reseptor batuk atau komponen refleks batuk dapat
menimbulkan batuk. Batuk merupakan gejala umum yang mempunyai nilai diagnostik terbatas,
tetapi dapat merupakan satu-satunya indikasi terdapatnya penyakit bronkopulmoner yang serius.
Batuk sangat sering terjadi pada perokok, yang kadang-kadang tidak disadari; perubahan pada
sifat batuk dan ekspektorasilah yang membuat mereka menyadari hal ini. Perubahan ini sering
disebabkan oleh infeksi, tetapi mungkin juga merupakan indikasi terdapatnya keganasan yang
banyak ditemukan pada perokok. Masa tanpa gejala berarti pada perokok berlangsung kira-kira
10 tahun setelah merokok dimulai, setelah itu timbul gejala batuk kronik biasanya disertai
dengan sejumlah sputum.
SESAK NAPAS
Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti jika ruang fisiologi
meningkat maka akan dapat menyebab kan gangguan pada pertukaran gas antara O2 dan CO2
sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi makin meningkat sehingga terjadi sesak napas. Pada
orang normal ruang mati ini hanya berjumlah sedikit dan tidak terlalu penting, namun pada orang
dalam keadaan patologis pada saluran pernapasn maka ruang mati akan meningkat.
Begitu juga jika terjadi peningkatan tahanan jalan napas maka pertukaran gas juga akan
terganggu dan juga dapat menebab kan dispnea. Dispnea juga dapat terjadi pada orang yang
mengalami penurnan terhadap compliance paru, semakin rendah kemampuan terhadap
compliance paru maka makin besar gradien tekanan transmural yang harus dibentuk selama
inspirasi untuk menghasilkan pengembangan paru yang normal. Penyebab menurunnya
compliance paru bisa bermacam salah satunya adalah digantinya jaringan paru dengan jaringan
ikat fibrosa akibat inhalasi asbston atau iritan yang sama.
DEMAM
Substansi penyebab demam disebut pirogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh,
baik dari produk proses infeksi maupun non infeksi. Lipopolysaccharyde (LPS) pada dinding
bakteri gram negatif atau peptidoglikan dan teichoic acid pada bakteri gram positif, merupakan
pirogen eksogen. Substansi ini merangsang makrofag, monosit, limfosit, dan endotel untuk
melepaskan IL1, IL6, TNF-α, dan IFN-α, yang bertindak sebagai pirogen endogen.8,12,14
Sitokinsitokin proinflamasi ini akan berikatan dengan reseptornya di hipotalamus dan
fofsolipase-A2. Peristiwa ini akan menyebabkan pelepasan asam arakidonat dari membran
fosfolipid atas pengaruh enzim siklooksigenase-2 (COX-2). Asam arakidonat selanjutnya diubah
menjadi prostaglandin E2 (PGE2). PGE2 baik secara langsung maupun melalui adenosin
monofosfat siklik (c-AMP), akan mengubah setting termostat (pengatur suhu tubuh) di
hipotalamus pada nilai yang lebih tinggi. Selanjutnya terjadi peningkatan produksi dan
konservasi panas sesuai setting suhu tubuh yang baru tersebut. Hal ini dapat dicapai melalui
refleks vasokonstriksi pembuluh darah kulit dan pelepasan epinefrin dari saraf simpatis, yang
menyebabkan peningkatan metabolisme tubuh dan tonus otot. Suhu inti tubuh dipertahankan
pada kisaran suhu normal, sehingga penderita akan merasakan dingin lalu menggigil dan
menghasilkan panas.

2. Differential diagnosa?

PNEUMONIA
Definisi.
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pada pemeriksaan histologis terdapat
pneumonitis atau reaksi inflamasi berupa alveolitis dan pengumpulan eksudat yang dapat
ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi.
Pneumonia merupakan radang paru yang disebabkan mikroorganisme (bakteri, virus,
jamur, dan parasit). Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan
adanya konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli. (Axton & Fugate, 1993).
Penumonia adalah inflamasi parenkim paru, biasanya berhubungan dengan pengisian cairan di
dalam alveoli. Hal ini terjadi ini terjadi akibat adanya invaksi agen atau infeksius adalah adanya
kondisi yang mengganggu tahanan saluran. Trakhabrnkialis, adalah pun beberapa keadaan yang
mengganggu mekanisme pertahanan sehingga timbul infeksi paru misalnya, kesadaran menurun,
umur tua, trakheastomi, pipa endotrakheal, dan lain-lain. Dengan demikian flora endogen yang
menjadi patogen ketika memasuki saluran pernafasa. ( Ngasriyal, Perawatan Anak Sakit, 1997).
Patofisiologi
Pneumonia dapat terjadi akibat menghirup bibit penyakit di udara, atau kuman di tenggorokan
terisap masuk ke paru-paru. Penyebaran bisa juga melalui darah dari luka di tempat lain,
misalnya di kulit. Jika melalui saluran napas, agen (bibit penyakit) yang masuk akan dilawan
oleh pelbagai sistem pertahanan tubuh manusia. Misalnya, dengan batuk-batuk, atau perlawanan
oleh sel-sel pada lapisan lendir tenggorokan, hingga gerakan rambut-rambut halus (silia) untuk
mengeluarkan mukus (lendir) tersebut keluar. Tentu itu semua tergantung besar kecilnya ukuran
sang penyebab tersebut.
ü Terpajan Bakteri
ü Teraspirasi ke dalam Bronkus Distal dan Alveoli
ü Konsolidasi Paru
ü Darah di Sekitar Alveoli Tidak Berfungsi Peradangan / Inflamasi di Paru
ü Hipoksia Ketidakadekutan Pembentukan Edema
ü Pertahanan Utama
ü Dx : Kerusakan Pertukaran Gas Dx : Ketidakefektifan
ü Dx : Infeksi, Resiko Tinggi Bersihan Jln Nfs
BRONCHITIS
Definisi
Bronchitis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi ( ektasis ) bronkus lokal
yang bersifat patologis dan berjalan kronik. Perubahan bronkus tersebut disebabkan oleh
perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis dan otot-
otot polos bronkus. Bronkus yang terkena umumnya bronkus kecil (medium size ), sedangkan
bronkus besar jarang terjadi.
Patogenesis
Apabila bronchitis kongenital patogenesisnya tidak diketahui diduga erat hubungannya
dengan genetic serta factor pertumbuhan dan perkembangan fetus dalam kandungan. Pada
bronchitis yang didapat patogenesisnya diduga melelui beberapa mekanisme : factor obstruksi
bronkus, factor infeksi pada bronkus atau paru-paru, fibrosis paru, dan factor intrinsik dalam
bronkus atau paru.
Patogenesis pada kebanyakan bronchitis yang didapat melalui dua mekanisme dasar :
1. Infeksi bacterial pada bronkus atau paru, kemudian timbul bronchitis. Infeksi pada bronkus atau
paru akan diikuti proses destruksi dinding bronkus daerah infeksi dan kemudian timbul
bronchitis.
2. Obstruksi bronkus akan diikuti terbentuknya bronchitis, pada bagian distal obstruksi dan terjadi
infeksi juga destruksi bronkus.
Bronchitis merupakan penyakit paru yang mengenai paru dan sifatnya kronik. Keluhan-keluhan
yang timbul juga berlangsung kronik dan menetap . keluhan-keluhan yang timbul erat dengan :
luas atau banyaknya bronkus yang terkena, tingkatan beratnya penyakit, lokasi bronkus yang
terkena, ada atau tidaknya komplikasi lanjut.. keluhan-keluhan yang timbul umumnya sebagai
akibat adanya beberapa hal : adanya kerusakan dinding bronkus, akibat komplikasi, adanya
kerusakan fungsi bronkus.
TBC
Tuberculosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. TBC terutama menyerang paru-paru sebagai tempat infeksi primer.
Selain itu, TBC dapat juga menyerang kulit, kelenjar limfe, tulang, dan selaput otak. TBC
menular melalui droplet infeksius yang terinhalasi oleh orang sehat. Pada sedikit kasus, TBC
juga ditularkan melalui susu. Pada keadaan yang terakhir ini, bakteri yang berperan adalah
Mycobacterium bovis.

4. Bagaimana penjalaran batuk dari batuk tidak produktif sampai batuk produktif?

Infeksi (Bakteri/virus)  sistem respi  menghasilkan polisakarida kapsular kental dalam


jumlah besar  batuk produktif

5. Apa yang menyebabkan sehingga sputumnya berwarna kecoklatan?


Mula-mula dimulai dengan adanya suatu infeksi bakteri dimana seperti kita ketahui bahwa
bakteri yang paling banyak menyebabkan infeksi saluran pernapasan yaitu streptococcus 
menyerang salah satu organ misalnya menyerang daerah parenkim paru pada penyakit
pneumonia  terjadi infeksi atau peradangan sehingga menyebabkan sputumnya berwarnah
kecoklatan ditambah penyakitnya sudah kronis.

6. Mengapa pasien sering mengalami gastric refleks yang disertai dengan mual dan muntah?
Melemahnya tonus sfingther esofagus dan tekanan dalam lambung lebih tinggi, sehingga
makanan dapat masuk kembali ke esofagus dan menyebabkan muntah.
7. Bagaimana manfaat pemberian obat antibiotik dan obat simptomatik pada skenario?
· Obat antibiotik :untuk mencegah/mengurangi infeksi, kekebalan tubuh
· Obat simptomatik:Untuk menghilangkan gejala dari suatu penyakit Dimana pemberian obat-
obatan ini hanya sekedar menjadikan gejala penyakit agar tidak dialami lagi, tetapi obat-obatan
ini tidak dapat memberikan suatu penyembuhan yang sebenarnya atau tidak akan dapat
meniadakan keluhan-keluhan dalam jangka waktu yang cukup lama.
8. Apa ada hubungan riwayat pekerjaan dengan penyakit yang diderita oleh pasien?
Debu industri( arang,semen, dll)berukuran kecil  ditimbum pada paru  paralisis
silia  hipersekresi & hipertrofi kelenjar mucus  rentan terhadap infeksi batuk

9. Sebutkan pemeriksaan yang digunakan untuk menegakkan diagnosa?

PEMERIKSAAN PENUNJANG
TBC PARU
- Tuberculin skin testing
Dilakukan dengan menginjeksikan secara intracutaneous 0.1ml Tween-stabilized liquid PPD
pada bagian punggung atau dorsal dari lengan bawah. Dalam wkatu 48 – 72 jama, area yang
menonjol (indurasi), bukan eritema, diukur.
- Pemeriksaan radiologis
1. Adanya infeksi primer digambarkan dengan nodul terkalsifikasi pada bagian perifer paru
dengan kalsifikasi dari limfe nodus hilus
2. Sedangkan proses reaktifasi TB akan memberikan gambaran :
a) Nekrosis
b) Cavitasi (terutama tampak pada foto posisi apical lordotik)
c) Fibrosis dan retraksi region hilus
d) Bronchopneumonia
e) Infiltrate interstitial
f) Pola milier
g) Gambaran diatas juga merupakan gambaran dari TB primer lanjut
3. TB pleurisy, memberikan gambaran efusi pleura yang biasanya terjadi secara massif
4. Aktivitas dari kuman TB tidak bisa hanya ditegakkan hanya dengan 1 kali pemeriksaan
rontgen dada, tapi harus dilakukan serial rontgen dada. Tidak hanya melihat apakah penyakit
tersebut dalam proses progesi atau regresi.
- Pemeriksaan darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang-kadang meragukan,
tidak sensitif, tidak juga spesifik. Pada saat TB baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah
leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih
dibwah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Jika penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit
kembali normal, dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal
lagi. Bisa juga didapatkan anemia ringan dengan gambaran normokron dan normositer, gama
globulin meningkat dan kadar natrium darah menurun.
Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting, karena dengan ditemukannnya kuman BA, diagnosis
tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Kriteria BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya
ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan.

PNEUMONIA
Pemeriksaan penunjang:
o Rontgen dada
o Pembiakan dahak
o Hitung jenis darah
o Gas darah arteri.
BRONCHITIS
1. Pemeriksaan Lab :
Sputum biasa berlapis tiga, lapisan atas terdiri dari busa, lapisan tengah adalah sereus, lapisan
bawah terdiri dari pus.
2. Pem Radiologi :
Didapatkan corakan paru menjadi lebih kasar dan berkelompok

11. Bagaimana penatalaksanaan dari diagnosa?

PENATALAKSANAAN
BRONCHITIS
Pengelolaan pasien bronchitis terdiri atas dua kelompok :
A. Pengobatan konservatif, terdiri atas :
1. Pengelolaan umum
Pengelolaan umum ditujukan untuk semua pasien bronchitis, meliputi :
a. Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat untuk pasien :
Contoh :
Membuat ruangan hangat, udara ruangan kering.
Mencegah / menghentikan rokok
Mencegah / menghindari debu,asap dan sebagainya.
b. Memperbaiki drainase secret bronkus, cara yang baik untuk dikerjakan adalah sebagai berikut
:
• Melakukan drainase postural
• Mencairkan sputum yang kental
• Mengatur posisi tepat tidur pasien
c. Mengontrol infeksi saluran nafas.
2. Pengelolaan khusus
a. Kemotherapi pada bronchitis
Kemotherapi dapat digunakan : secara continue untuk mengontrol infeksi bronkus (ISPA) untuk
pengobatan aksaserbasi infeksi akut pada bronkus/paru atau kedua-duanya digunakan
Kemotherapi menggunakan obat-obat antibiotic terpilih, pemkaian antibiotic antibiotic sebaikya
harus berdasarkan hasil uji sensivitas kuman terhadap antibiotic secara empiric.
Walaupun kemotherapi jelas kegunaannya pada pengelolaan bronchitis, tidak pada setiap pasien
harus iberikan antibiotic. Antibiotik diberikan jika terdapat aksaserbasi infeki akut, antibiotic
diberikan selama 7-10 hari dengan therapy tunggal atau dengan beberapa antibiotic, sampai
terjadi konversi warna sputum yang semula berwarna kuning/hijau menjadi mukoid ( putih
jernih).
Kemotherapi dengan antibiotic ini apabila berhasil akan dapat mengurangi gejala batuk, jumlah
sputum dan gejala lainnya terutama pada saat terjadi aksaserbasi infeksi akut, tetapi keadaan ini
hanya bersifat sementara.
b. Drainase secret dengan bronkoskop
Cara ini penting dikerjakan terutama pada saat permulaan perawatan pasien. Keperluannya
antara lain :
Menentukan dari mana asal secret
Mengidentifikasi lokasi stenosis atau obstruksi bronkus
Menghilangkan bstruksi bronkus dengan suction drainage daerah obstruksi.
3. Pengobatan simtomatik
Pengobatan ini diberikan jika timbul simtom yang mungkin mengganggu atau membahayakan
pasien.
a. Pengobatan obstruksi bronkus
Apabila ditemukan tanda obstruksi bronkus yang diketahui dari hasil uji faal paru ( % FEV 1 <
70% ) dapat diberikan obat bronkodilator.
b. Pengobatan hipoksia.
Pada pasien yang mengalami hipoksia perlu diberikan oksigen.
c. Pengobatan haemaptoe.
Tindakan yang perlu segera dilakukan adalah upaya menghentikan perdarahan. Dari berbagai
penelitian pemberian obat-obatan hemostatik dilaporkan hasilnya memuaskan walau sulit
diketahui mekanisme kerja obat tersebut untuk menghentikan perdarahan.
d. Pengobatan demam.
Pada pasien yang mengalami eksaserbasi inhalasi akut sering terdapat demam, lebih-lebih kalau
terjadi septikemi. Pada kasus ini selain diberikan antibiotic perlu juga diberikan obat antipiretik.
PNEUMONIA
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan antibiotik per-oral
(lewat mulut) dan tetap tinggal di rumah.
Penderita yang lebih tua dan penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit jantung atau
paru-paru lainnya, harus dirawat dan antibiotik diberikan melalui infus. Mungkin perlu diberikan
oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik.
Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap pengobatan dan keadaannya membaik
dalam waktu 2 minggu.
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang ditentukan oleh
pemeriksaan sputum mencakup :
Oksigen 1-2 L/menit.
IVFD dekstrose 10 % : NaCl 0,9% = 3 : 1, + KCl 10 mEq/500 ml cairan. Jumlah cairan sesuai
berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang nasogastrik
dengan feeding drip.
Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta agonis untuk
memperbaiki transport mukosilier.
Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan :
Untuk kasus pneumonia community base :
1. Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
2. Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
Untuk kasus pneumonia hospital base :
o Sefatoksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
o Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
11. Bagaimana komplikasi dari diagnosa?

12. Bagaimana prognosis dari diagnosa?


· Tergantung pada berat ringannya serta luasnya penyakit waktu pasien berobat
· Pembedahan dapat menurunkan gejala
· Pada kasus berat yang tidak di obati prognosisnya jelek survivalnya tidak akan lebih 5 – 15
tahun.

REFERENSI
ü Miravitlless, Marc. 2007. Determining Factors in the Prescription of Moxifloxacin in
Exacerbations of Chronic Bronchitis in the Primary-Care Setting.
http://web.ebscohost.com/ehost. 2007
ü Rubenstein, D., et al. 2007. Lecture Notes: Kedokteran Klinis, edisi keenam. Penerbit Erlangga.
Jakarta
ü Setiawati, A., Darmansjah, I., and Mangunnegoro, H. 2005. Safety and tolerability of moxifloxacin
in the treatment of respiratory tract infections a post-marketing surveillance conducted in
Indonesia. Medical Journal of Indonesia. vol.:14, no:1, hlm. 11-19
RESPIRASI SISTEM

SEBAGAI BAHAN ACUAN UNTUK MEMBUAT LAPORAN ATAU BAHAN BACAAN,..


BUKAN SEBAGAI LAPORAN KHUSUS DAN PRIBADI

SKENARIO 2 modul 1

Seorang laki-laki 69 tahun, pensiunan pekerja di pabrik semen, di bawah ke rumah sakit oleh
anaknya yang juga seorang dokter puskesmas karena menderita sesak yang hebat dan sangat lemah.
Kondisi kelemahan ini sebenarnya telah dialaminya sejak 4 bulan yang lalu di mana paa saat itu ia
menderita batuk yang tidak produktif yang di sertai demam, yang membaik setelah di berikan antibiotik
selama 6 hari di tambah obat-obat simptomatik.

Saat ini ia juga menderita batuk yang produktif dengan sputum yang kecoklatan sejak 4 hari lalu
dan sejak 2 hari lalu ia mengeluh demam dengan di sertai muntah. Ia tidak ada riwayat merokok
ataupun minum-minuman keras. Ia tidak pernah keluar kota atau melakukan perjalanan jauh sejak 1
tahun terakhir dan tidak pernah kontak dengan orang sakit sebelumnya. Selain itu ia sering mengalami
gastric reflux yang di sertai mual dan muntah.

KATA KUNCI

1. Laki-laki 69 tahun
2. Pensiunan pekerja di pabrik semen
3. Sesak yang hebat dan sangat lemah
4. Kelemahan yang telah dialami sejak 4 bulan yang lalu
5. Batuk yang tidak produktif yang di sertai demam
6. Membaik setelah di berikan antibiotik selama 6 hari di tambah obat-obat simptomatik
7. Saat ini menderita batuk yang produktif
8. Sputum yang kecoklatan sejak 4 hari lalu
9. Mengeluh demam dengan di sertai muntah 2 hari yang lalu
10. Tidak ada riwayat merokok ataupun minum-minuman keras
11. Tidak pernah keluar kota atau melakukan perjalanan jauh sejak 1 tahun terakhir
12. Tidak pernah kontak dengan orang sakit sebelumnya
13. Sering mengalami gastric reflux yang di sertai mual dan muntah
KATA SULIT
Gastric refluks = yakni kondisi dimana cairan dari paruh di muntahkan kembali (refluks) kedalam
oesofagus.

PERTANYAAN DAN JAWABAN

1. Bagaimana anatomi, fisiologi, histologi, dan biokimia pada sistem respirasi ?

Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme sel dan
karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru.
A. Anatomi

Struktur Sistem Respirasi

Sistem respirasi terdiri dari:

1. Saluran nafas bagian atas

Pada bagian ini udara yang masuk ke tubuh dihangatkan, disarung dan dilembabkan.

2. Saluran nafas bagian bawah

Bagian ini menghantarkan udara yang masuk dari saluran bagian atas ke alveoli

3. Alveoli
Terjadi pertukaran gas anatara O2 dan CO2

4. Sirkulasi paru

Pembuluh darah arteri menuju paru, sedangkan pembuluh darah vena meninggalkan paru.

5. Paru terdiri dari :

a. Saluran nafas bagian bawah

b. Alveoli

c. Sirkulasi paru

6. Rongga Pleura

Terbentuk dari dua selaput serosa, yang meluputi dinding dalam rongga dada yang disebut pleura
parietalis, dan yang meliputi paru atau pleura veseralis

7. Rongga dan dinding dada

Merupakan pompa muskuloskeletal yang mengatur pertukaran gas dalam proses respirasi

Saluran Nafas Bagian Atas

a. Rongga hidung

Udara yang dihirup melalui hidung akan mengalami tiga hal :

- Dihangatkan

- Disaring

- Dan dilembabkan

Yang merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi ( terdiri dari : Psedostrafied ciliated columnar
epitelium yang berfungsi menggerakkan partikel partikel halus kearah faring sedangkan partikel yang
besar akan disaring oleh bulu hidung, sel golbet dan kelenjar serous yang berfungsi melembabkan udara
yang masuk, pembuluh darah yang berfungsi menghangatkan udara). Ketiga hal tersebut dibantu
dengan concha. Kemudian udara akan diteruskan ke
b. Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius)

c. Orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat pangkal lidah)

d. Laringofaring(terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan)

Saluran Nafas Bagian Bawah

a. Laring

Terdiri dari tiga struktur yang penting

- Tulang rawan krikoid

- Selaput/pita suara

- Epilotis

- Glotis

b. Trakhea

Merupakan pipa silider dengan panjang ± 11 cm, berbentuk ¾ cincin tulang rawan seperti huruf C.
Bagian belakang dihubungkan oleh membran fibroelastic menempel pada dinding depan usofagus.

c. Bronkhi

Merupakan percabangan trakhea kanan dan kiri. Tempat percabangan ini disebut carina. Brochus
kanan lebih pendek, lebar dan lebih dekat dengan trachea.

Bronchus kanan bercabang menjadi : lobus superior, medius, inferior. Brochus kiri terdiri dari : lobus
superior dan inferior

Alveoli

Terdiri dari : membran alveolar dan ruang interstisial.

Membran alveolar :

- Small alveolar cell dengan ekstensi ektoplasmik ke arah rongga alveoli

- Large alveolar cell mengandung inclusion bodies yang menghasilkansurfactant.


- Anastomosing capillary, merupakan system vena dan arteri yang saling berhubungan langsung, ini terdiri
dari : sel endotel, aliran darah dalam rongga endotel

- Interstitial space merupakan ruangan yang dibentuk oleh : endotel kapiler, epitel alveoli, saluran limfe,
jaringan kolagen dan sedikit serum.

Aliran pertukaran gas

Proses pertukaran gas berlangsung sebagai berikut: alveoli epitel alveoli « membran dasar « endotel
kapiler « plasma « eitrosit.

Membran « sitoplasma eritrosit « molekul hemoglobin

Surfactant

Mengatur hubungan antara cairan dan gas. Dalam keadaan normal surfactant ini akan menurunkan
tekanan permukaan pada waktu ekspirasi, sehingga kolaps alveoli dapat dihindari.

Sirkulasi Paru

Mengatur aliran darah vena – vena dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis dan mengalirkan darah yang
bersifat arterial melaului vena pulmonalis kembali ke ventrikel kiri.

Paru

Merupakan jalinan atau susunan bronhus bronkhiolus, bronkhiolus terminalis, bronkhiolus respiratoty,
alveoli, sirkulasi paru, syaraf, sistem limfatik.

Rongga dan Dinding Dada

Rongga ini terbentuk oleh:

- Otot –otot interkostalis

- Otot – otot pektoralis mayor dan minor

- Otot – otot trapezius

- Otot –otot seratus anterior/posterior

- Kosta- kosta dan kolumna vertebralis


- Kedua hemi diafragma

Yang secara aktif mengatur mekanik respirasi.

B. Fisiologi

a. Pulmonary blood flow total = 5 liter/menit

Ventilasi alveolar = 4 liter/menit

Sehingga ratio ventilasi dengan aliran darah dalam keadaan normal = 4/5 = 0,8

b. Tekanan arteri pulmonal = 25/10 mmHg dengan rata-rata = 15 mmHg.

Tekanan vena pulmolais = 5 mmHg, mean capilary pressure = 7 mmHg. Sehingga pada keadaan
normal terdapat perbedaan 10 mmHg untuk mengalirkan darah dari arteri pulmonalis ke vena
pulmonalis

c. Adanya mean capilary pressure mengakibatkan garam dan air mengalir dari rongga kapiler ke
rongga interstitial, sedangkan osmotic colloid pressure akan menarik garam dan air dari rongga
interstitial kearah rongga kapiler. Kondisi ini dalam keadaan normal selalu seimbang.Peningkatan
tekanan kapiler atau penurunan koloid akan menyebabkan peningkatan akumulasi air dan
garam dalam rongga interstitial.

Transpor Oksigen

1.Hemoglobin

Oksigen dalam darah diangkut dalam dua bentuk:

- Kelarutan fisik dalam plasma

- Ikatan kimiawi dengan hemoglobin

Ikatan hemoglobin dengan tergantung pada saturasi O2, jumlahnya dipengaruhi oleh pH darah dan suhu
tubuh. Setiap penurunan pH dan kenaikkan suhu tubuh mengakibatkan ikatan hemoglobin dan O2
menurun.

2. Oksigen content
Jumlah oksigen yang dibawa oleh darah dikenal sebagai oksigen content (Ca O2 )

- Plasma

- Hemoglobin

Regulasi Ventilasi

Kontrol dari pengaturan ventilasi dilakukan oleh sistem syaraf dan kadar/konsentrasi gas-gas yang ada di
dalam darah

Pusat respirasi di medulla oblongata mengatur:

-Rate impuls Respirasi rate

-Amplitudo impuls Tidal volume

Pusat inspirasi dan ekspirasi : posterior medulla oblongata, pusat kemo reseptor : anterior medulla
oblongata, pusat apneu dan pneumothoraks : pons.

Rangsang ventilasi terjadi atas : PaCo2, pH darah, PaO2

C. Histologi

Dalam melaksanakan proses Metabolisme, oleh hewan dan manusia dibutuhkan oksigen..
System respirasi berfungsi untuk mengambil oksigen dan membuang karbondioksida, yang keduanya
diangkut dari dan ke tubuh.

Tractus respiratorius dapat dibagi menjadi:

1. Pars Conductoria

Meliputi saluran yang menghubungkan antara bagian luar tubuh dengan paru-paru untuk menyalurkan
udara. Saluran ini terdiri dari:

Hidung

Pharynx

Larynx
Trachea

Bronchus

Bronchiolus

2. Pars Respiratoria

Merupakan bagian dari paru-paru yang berfungsiuntuk pertukaran gas antara darah dan udara. Bagian
ini terdiri dari:

Saccus alveolaris.

Alveolus.

HIDUNG

Hidung merupakan organ yang berongga dengan dinding yang tersusun oleh jaringan tulang,
cartilage, otot dan jaringan pengikat. Pada kulit yang menutupi bagian luar hidung diketemukan
Glandula sebacea dan rambut-rambut halus. Kulit ini melanjutkan diri melalui nares untuk melapisi
vestibulum nasi. Di daerah vestibulum nasi ini banyak rambut yang bersifat kaku yang berfungsi untuk
menghalangi debu dan kotoran yang ikut dihirup. Pada sisa cavum nasi yang lain dilapisi oleh epitel
silindris semu berlapis bersilia dengan banyak kelenjar mucosa ( sel piala).
Di indera pembau terdapat epitel khusus , yang pada bagian bawahnya terdapat membrane basalis yang
memisahkan epitel dengan jaringan pengikat yang banyak mengandung kelenjar serosa-mukosa.
Di bawah epitel yang menutupi concha nasalis inferior banyak plexus fenosus yang berguna untuk
memanasi udara yang lewat.

Organon olfactorius

Merupakan reseptor rangsang bau yang terletak pada ephitelium olfactorius. Epitelnya
merupakan epitel silindris semu berlapis dengan 3 macam sel: Sel penyokong Sel ini berbentuk langsing,
di dalam sitoplasmanya tampak adanya berkas-berkas tonofibril dan jelas tampak terminal bar. Pada
permukaannya tampak banyak mikrovili yang panjang yang terpendam dalam lapisan lender. Kompleks
golgi yang kecil terdapat pada bagian puncak sel. Di dalamnya juga terdapat pigmen coklat yang
memberi warna pada epitel olfactory tersebut. Sel Basal Sel ini berbentuk kerucut rendah dengan
tonjolan tersusun selapis dan berinti gelap.

Sel Olfactoori.

Sel ini terdapat diantara sel-sel penyokong sebagai sel syaraf yang berbentuk bipolar. Bagian
puncak sel olfactory membulat dan menonjol merupaka dendrite yang meluas sebagai tonjolan silindris
pada permukaan epitel. Bagian basal mengecil menjadi lanjutan sel halus yang tidak berselubung
myelin. Bagian yang membulat di permukaan disebut vesicular olfactorius, dari bagian yang menonjol ini
timbul tonjolan yang berpangkal pada corpuscullum basale sebagai cilia olfactory yang tidak dapat
bergerak. Ujung cilia inilah yang merupakan komponen indra pembau dan dapat menerima rangsang.
Dalam lamina propria terdapat sel-sel pigmen dan sel limfosit. Selain itu, dalam lamina propria terdapat
banyak sekali anyaman pembuluh darah. Di dalam lamina proproia area olfactory terdapat pula kelenjar
tubulo-alveolar sebagai Glandula Olfactorius Bowmani, yang berfungsi menghasilkan sekrit yang
menjaga agar epitel olfactory tetap basah dan bersih.

Sinus paranasal

Merupakan ruangan yang dibatasi tulang dan berhubungan dengan cavum nasi. Sinus paranasal ini
kita kenal: sinus paranasal, sinus ethmoidale, sinus maxilla dan sinus spenoidalis yang terdapat dalam
tulang-tulang yang bersangkutan.

LARYNX

Larynx berbentuk sebagai pipa yang irregular dengan dinding yang terdiri atas cartilage hyaline,
cartilage elastis, jaringan pengikat dan otot bercorak. Larynx menghubungkan antara pharynx dengan
trachea. Fungsinya adaalah menyokong, mencegah makanan/minuman untuk masuk ke dalam trachea.
Rangka larynx terdiri dari beberapa potong kartilago: Cartilage thyrooidea, cartilage cricoidea dan
epiglotis yang terdapat tunggal Cartilage arythenoidea, Cartilago corniculata, dan cartilage cuneiformis
yang terdapat sepasang. Otot bercorak dari larynx dapat dibagi menjadi : Otot ekstrinsik, yang berfungsi
untuk menopang dan menghubungkan sekitarnya. Kontraksinya terjadi pada proses digulatio(menelan).
Otot instrinsik, yang berfungsi menhubungkan masing-masing cartilage larynx . kontraksinya berpereran
dalam proses bersuara.
Epiglottis.
Merupakan cartilage elastis yang berbentuk seperti sendok pipih. Permukaan depan, bagian atas
permukaan belakang epiglotia (plica aryepiglotica) dan plica vokalis dilapisi oleh epitel gepeng berlapis.
Plica vokalis merupakan lipatan membrane mukosa yang didalamnya mengandung ligamentum vokalis
yang merupakan pengikat elastis. Epitel yang menutupi merupakan epitel gepeng berlapis.

TRACHEA

Merupakan lanjutan dari larynx yang lebarnya 2-3.5 cm dan panjangnya sekitar 11 cm. trachea
berakhir dengan cabang dua yang disebut sebagai bronchus. Epitel yang melapisi sebelah dalam ialah
epitel silindris semu berlapis bercilia dan bertumpu pada membrane basalis yang tebal. Di antara sel-sel
tersebar sel-sel piala. Dibawah membrane basalis terdapat lamina propria yang banyak mengandung
serabut elastis. Di lapisan dalam lamina propria serabut elastis membentuk anyaman padat sebagai
suatu lamina elastica, maka jaringan pengikat dibawahnya kadang-kadang disebut tunica submukosa. Di
dalam tunica submukosa inilah terdapat kelenjar-kelenjar kecil seperti pada dinding larynx yang
bermuara pada permukaan epitel. Yang merupakan ciri khas dari trachea adalah adnya kerangka cincin-
cincin cartilago hyaline yang berbentuk huruf C sebanyak 16-20 buah yang berderet mengelilingi lumen
dengan bagian yang terbuka di bagian belakang( pars cartilaginea). Masing-masing cincin dibungkus oleh
serabut fibro elastis. Bagian belakan tidak memiliki cincin cartilage (pars membranacea) diisi oleh
serabut-serabut otot polos yang sebagian berjalan melintang dan berhubungan dengan jaringan fibro
elastis disekitarnya.

BRONCHUS DAN CABANG-CABANGNYA

Trachea bercabang menjadi 2 bronchus primaries yang masuk ke jaringan paru-paru melalui
hilus pulmonalis dengan arah ke bawah dan lateral. Bronchus yang sebelah kana bercabang menjadi 3
dan yang sebelah kiri becabang menjadi 2, dimana setiap cabang tersebut merupakan percabangan dari
bronchus primaries. Lamina propria terdiri dari jaringan pengikat yang banyak mengandung serabut
elastis dan serabut kolagen dan retikuler serta beberapa limfosit. Di bawah membrane mocosa terdapat
stratum musculare yang tidak merupakan lapisan tertutup.
Banyaknya serabut elastis berhubungan erat dengan sel-sel otot polos dan serabut elastis ini sangat
penting dalam proses respirasi. Di dalam anyaman muskuloelastis ini terdapat banyak jalinan pembuluh
darah kecil. Perbedaan struktur antara trachea serta bronchus extrapulmonalis serta intrapulmonalis.
Bentuk cincin cartilage. Susunan serabut otot pada trachea hanya dibagian dorsal sedangkan pada
bronchus terdapat disekeliling dinding. Kontraksi lapisan otot ini akan menimbulkan lipatan memanjang
pada membrane mukosa. Suatu lapisan anyaman elastis yang membatasi membrane mukosa seperti
pada trachea tidak ada, tetapi terdapat serabut-serabut elastis yang berjalan sejajar sepanjang bronchus
dengan percabangannya.

Perbedaan Bronchus dan Bronchiolus.

Dengan bercabangnya bronchus, maka kalibernya akan semakin mengecil, yang menyebabkan
gambaran stukturnya akan semakin berbeda karena lempeng-lempeng cartilage yang makin berkurang.
Kalau struktur pulmo disamakan seperti kelenjar, maka bronchus merupakan ‘ductus extraloburalis’,
sebab terdapat diluar lobuli. Cabang bronchus yang memasuki lobulus pada puncaknya disebut
‘bronchiolus’ yang sesuai dengan ‘ductus intralobularis’ pada kelenjar. Biasanya dinding brochiolus
berdiameter lebih kecil dari 1mm dengan epitel silindris selapis bercilia dan tanpa cartilago.

PULMO

Paru-paru pada manusia terdapat sepasang yang menempati sebagian besar dalam cavum
thoracis. Kedua paru-paru dibungkus oleh pleura yang terdiri atas 2 lapisan yang saling berhubungan
sebagai pleura visceralis dan pleura parietalis.

Stuktur Pulmo

Unit fungsional dalam paru-paru disebut lobulus primerius yang meliputi semua struktur mulai
bronchiolus terminalis, bronchiolus respiratorius, ductus alveolaris, atrium, saccus alveolaris, dan alveoli
bersama-sama dengan pembuluh darah, limfe, serabut syaraf, dan jarinmgan pengikat. Lobulus di
daerah perifer paru-paruberbentuk pyramidal atau kerucut didasar perifer, sedangkan untuk mengisi
celah-celah diantaranya terdapat lobuli berbentuk tidak teratur dengan dasar menuju ke sentral. Cabang
terakhir bronchiolus dalamlobulus biasanya disebut bronchiolus terminalis. Kesatuan paru-paru yang
diurus oleh bronchiolus terminalis disebut acinus.

Bronchiolus Respiratorius

Memiliki diameter sekitar 0.5mm. saluran ini mula-mula dibatasi oleh epitel silindris selapis
bercilia tanpa sel piala, kemudian epitelnya berganti dengan epitel kuboid selapis tanpa cilia. Di bawah
sel epitel terdapat jaringan ikat kolagen yang berisi anyaman sel-sel otot polos dan serbut elastis. Dalam
dindingnya sudah tidak terdapat lagi cartilago. Pada dinding bronchiolus respiratorius tidak ditemukan
kelenjar. Disana-sini terdapat penonjolan dinding sebagai alveolus dengan sebagian epitelnya
melanjutkan diri. Karena adanya alveoli pada dinding bronchiolus inilah maka saluran tersebut
dinamakan bronchiolus respiratorius.

Ductus Alveolaris

Bronchiolus respiratorius bercabang menjadi 2-11 saluran yang disebut ductus alveolaris.
Saluran ini dikelilingi oleh alveoli sekitarnya. Saluran ini tampak seperti pipa kecil yang panjang dan
bercabang-cabang dengan dinding yang terputus-putus karena penonjolan sepanjang dindingnya
sebagai saccus alveolaris. Dinding ductus alveolaris diperkuat dengan adanya serabut kolagen elastis dan
otot polos sehingga merupakan penebalan muara saccus alveolaris.

Saccus alveolaris dan Alveolus

Ruangan yang berada diantara ductus alveolaris dan saccus alveolaris dinamakan atrium.
Alveolus merupakan gelembung berbentuk polyhedral yang berdinding tipis. Yang menarik, dindingnya
penuh dengan anyaman kapiler darah yang saling beranastomose. Kadang ditemukan lubang yang
disebut porus alveolaris dan terdapat sinus pemisah(septa) antara 2 alveoli. Fungsi lubang tersebut
belum jelas, namun dapat diduga untuk mengalirkan udara apabila terjadi sumbatan pada salah satu
bronchus.

Pelapis Alveolaris
Epitel alveolus dengan endotil kapiler darah dipisahkan oleh lamina basalis. Pada dinding
alveolus dibedakan atas 2 macam sel: sel epitel gepeng ( squamous pulmonary epitheal atau sel alveolar
kecil atau pneumosit tipeI). sel kuboid yang disebut sel septal atau alveolar besar atau pneumosit tipe II.

Sel alveolar kecil membatasi alveolus secara kontinyu, kadang diselingi oleh alveolus yang besar.
Inti sel alveolus kecil ini gepeng. Bentuk dan ketebalan sel alveolar kecil tergantung dari derajat
perkemangan alveolus dan tegangan sekat antara alveoli. Sel alveolar besar ialah sel yang tampak
sebagai dinding alveolus pada pengamatan dengan mikroskop cahaya. Sel ini terletak lebar ke dalam
daripada pneumosit typeI. Kompleks golginya sangat besar disertai granular endoplasma reticulu m
dengan ribosom bebas. Kadang-kadang tampak bangunan ini terdapat dipermukaan sel seperti
gambaran sekresi sel kelenjar. Diduga benda-benda ini merupakan cadangan zat yang berguna untuk
menurunkan tegangan permukaan dan mempertahankan bentuk dan besar alveolus. Secret tersebut
dinamakan ‘Surfactant’ Udara di dalam alveolus dan darah dalam kapiler dipisahkan oleh: Sitoplasma sel
epitel alveolus. Membrana basalis epitel alveolus.

Membrane basalis yang meliputi endotel kapiler darah Sitoplasma endotel kapiler darah.

Fagosit Alveolar, Sel Debu (Dust cell) Hampir pada setiap sediaan paru-paru ditemukan fagosit
bebas. Karena mereka mengandung debu maka disebut sel debu. Pada beberapa penyakit jantung sel-
sel tersebut mengandung butir-butir hemosiderin hasil fagositosis pigmen eritrosit.

Pembuluh Darah

Sebagian besar pulmo menerima darah dari arteri pulmonalis yang bertripe elastis. Cabang
arteri ini masuk melalui hilus pulmonalis dan bercabang-cabang mengikuti percabangan bronchus sejauh
bronchioli respiratorius. Dari sini arteri tersebut memberi percabangan menuju ke ductus alveolaris, dan
memberi anyaman kapiler di sekeliling alveolus. Venula menampung darah dari anyaman kapiler di
pleura dan dinding penyekak alveolus. Vena yang menampung darah dari venula tidak selalu seiring
dengan arterinya, tetapi melalui jaringan pengikat di antara lobules dan segmen. Pulmonalis dan vena
pulmonalis terutama untuk pertukaran gas dalam alveolus. Disamping itu terdapat arteri bronchialis
yang lebih kecil, sebagai cabang serta mengikuti bronchus dengan cabang-cabangnya. Arteri ini
diperlukan untuk nutrisi dinding bronchus termasuk kelenjar dan jaringan pengikat sampai di bawah
pleura. Darah akan kembali sebagian besar melalui vena pulmonalis disamping vena bronchialis.
Terdapat anastomosis dengan kapiler dari arteri pulmonalis.

Pembuluh Limfe

Terdapat 2 kelompok besar, sebagian dalam pleura dan sebagian dalam jaringan paru-paru.
Terdapat hubungan antara 2 kelompok tersebut dan keduanya mengalirkan limfa ke arah nodus
limfatikus yang terdapat di hilus. Pembuluh limfe ada yang mengikuti jaringan pengikat septa
interlobularis dan ada pula yang mengikuti percabangan bronchus untuk mencapai hilus.
Pleura
Seperti juga jantung paru-paru terdapat didalam sebuah kantong yang berdinding rangkap,
masing-masing disebut pleura visceralis dan pleura parietalis. Kedua pleura ini berhubungan didaerah
hilus. Sebelah dalam dilapisi oleh mesotil. Pleura tersebut terdiri atas jaringan pengikat yang banyak
mengandung serabut kolagen, elastis, fibroblas dan makrofag. Di dalamnya banyak terdapat anyaman
kapiler darah dan pembuluh limfe.

HISTOGENESIS

Perkembangan pulmo terdiri dari 3 fase:

Fase glanduler(12-16 minggu)

Mula-mula sebagai tonjolan yang akan menjadi trachea yang kemudian bercabang menjadi 2 sebagai
calon bronchus. Tonjolan ini dengan cepat tumbuh memanjang dan mencapai kelompok sel-sel
mesenkhim sehingga akhirnya menyerupai kelenjar. Pars conductoria tractus respiratorius telah
dilengkapi selama kehidupan intrauterin bersama pula dengan sistem pembuluh darah.

Fase kanalikuler(bulan ke-4-7)

Terjadi pertumbuhan cepat sel-sel mesenkim di sekitar percabangan bronchus. Sel-sel tersebut dan
serabut jaringan pengikat sangat menonjol disamping anyaman kapiler darah. Pada tingkat ini belum
tumbuh alveolus. Kelenjar-kelenjar timbul sebagai tonjolan dinding bronchus.

Fase alveolar(6,5 bulan sampai lahir)

Paru-paru kehilangan bentuk kelenjarnya karena sekarang banyak sekali pembuluh darah. Ujung-ujung
bronchus yang mengembang akan tumbuh bercabang-cabang hingga terbentuk alveoli.
Epitel alveoli menipis sehingga terjadi hubungan yang erat dengan kapiler darah. Sesudah lahir masih
terjadi perkembangan pars respiratoria untuk penyempurnaan yang meliputi bronchiolus respiratorius
sampai alveoli.

D. Biokimia

2. Bagaimana patomekanisme terjadinya sesak dan batuk pada skenario ?

3. Bagaimana hubungan penyakit terdahulu dengan penyakit sekarang ?

Ada beberapa hal yang menyebabkan terapi obat mengalami kegagalan. Dosis yang kurang
adekuat, kurangnya masa terapi, kesalahan menetapkan etiologi, faktor pasien, gangguan
farmakokinetik, pemilihan obat yang tidak tepat dan lain-lain adalah faktor-faktor yang dapat menjadi
penyebab timbulnya kegagalan terapi.
Dosis yang kurang adekuat menyebabkan tidak tercapainya kadar minimum obat dalam darah
untuk menimbulkan efek. Kadar minimum obat dalam darah adalah syarat yang harus dipenuhi agar
obat dapat menimbulkan efek yang diharapkan. Penggunaan obat-obatan dengan dosis yang tidak
adekuat tidak akan memberikan manfaat apapun terhadap tubuh. Oleh karena itu diperlukan penetapan
dosis yang ideal untuk tiap individu. Penetapan dosis berdasarkan luas permukaan tubuh adalah cara
penetapan dosis yang terbaik, namun bila tidak memungkinkan, penetapan berdasarkan berat badan
dan umur sudah cukup memadai, yang mana penetapan berdasarkan berat badan lebih utama daripada
berdasarkan umur.

Kurangnya masa terapi juga menjadi faktor penentu keberhasilan atau kegagalan pengobatan.
Terutama untuk obat-obat yang membutuhkan kadar yang konstan dalam darah dan jaringan tubuh
selama beberapa waktu sebelum akhirnya memberikan hasil terapi yang positif. Antibiotika adalah salah
satu contoh obat yang membutuhkan masa terapi yang lengkap untuk menghasilkan paparan konstan
terhadap bakteri jahat penyebab penyakit. Paparan yang konstan akan menekan pertumbuhan sekaligus
membunuh bakteri penyebab penyakit hingga tuntas.

Kesalahan dalam menetapkan etiologi penyakit akan menelurkan pengobatan yang tidak tepat
dan tidak rasional. Pengobatan tidak tepat hanya akan merugikan pihak pengguna obat dalam hal ini
adalah pihak pasien. Selain itu, pengobatan yang tidak tepat juga tidak akan memberikan kesembuhan
kepada penderita, karena target pengobatannya tidak tepat.

Kegagalan terapi juga dapat disebabkan oleh gangguan farmakokinetik obat. Gangguan
farmakokinetik dapat berupa gangguan penyerapan obat pada tempat absorpsinya, gangguan distribusi
obat dalam tubuh, gangguan metabolisme obat dan gangguan pengeluaran obat dari dalam tubuh.
Gangguan farmakokinetik akan memicu timbulnya gangguan bioavailabilitas, yakni gangguan kadar obat
dalam dalam darah yang aktif dan siap memberikan efek pengobatan. Penurunan bioavailabilitas dapat
menyebabkan berkurangnya efek terapi, sebaliknya bila bioavailabilitas meningkat drastis, akan memicu
munculnya efek toksik (berbahaya) kepada tubuh.

Pemilihan obat juga menjadi salah satu penentu keberhasilan atau kegagalan pengobatan.
Pemilihan obat harus berdasarkan etiologi penyakit dan faktor-faktor lain yang harus turut
dipertimbangkan. Faktor-faktor tersebut antara lain: umur pasien, fungsi hati dan ginjal, penyakit lain
yang diderita pasien selain penyakit yang dijadikan target pengobatan, obat-obatan yang sedang
dikonsumsi serta keadaan biologis pasien seperti masa kehamilan atau menyusui.

4. Apa yang menyebabkan penderita mengalami gastric reflux yang disertai oleh mual dan
muntah ?
5. Differensial diagnostik dari skenario ?

Gejala kliniks Bronkiektasis TBC paru Pneumonia


infeksi sepsi
sekunder

Batuk + + +

Nyeri dada + +

Berdahak + + +

Mual muntah +

Sesak + + +

Demam + +

Anoreksia + +

Penurunan BB + +

Malaise +

Batuk yg tdk + + +/-


berproduktif/
berproduktif

6. Etiologi dari DD ?

A. Pneumonia sepsis
Definisi.
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang
mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat. Pada pemeriksaan histologis terdapat pneumonitis atau reaksi
inflamasi berupa alveolitis dan pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab
dan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi.

Pneumonia merupakan radang paru yang disebabkan mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, dan
parasit). Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan adanya konsolidasi
akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli. (Axton & Fugate, 1993).

Penumonia adalah inflasi parenkim paru, biasanya berhubungan dengan pengisian cairan di dalam
alveoli. Hal ini terjadi ini terjadi akibat adanya invaksi agen atau infeksius adalah adanya kondisi yang
mengganggu tahanan saluran. Trakhabrnkialis, adalah pun beberapa keadaan yang mengganggu
mekanisme pertahanan sehingga timbul infeksi paru misalnya, kesadaran menurun, umur tua,
trakheastomi, pipa endotrakheal, dan lain-lain. Dengan demikian flora endogen yang menjadi patogen
ketika memasuki saluran pernafasa. ( Ngasriyal, Perawatan Anak Sakit, 1997)

Pneumonia adalah sebuah penyakit pada paru-paru di mana pulmonary alveolus (alveoli) yang
bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer menjadi "inflame" dan terisi oleh cairan.
Pneumonia dapat disebabkan oleh beberapa penyebab, termasuk infeksi oleh bakteria, virus, jamur,
atau parasit. Pneumonia dapat juga disebabkan oleh iritasi kimia atau fisik dari paru-paru atau sebagai
akibat dari penyakit lainnya, seperti kanker paru-paru atau terlalu banyak minum alkohol.

Etiologi

Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh bakteri, yang timbul secara primer atau sekunder setelah
infeksi virus. Penyebab tersering pneumonia bakterialis adalah bakteri positif-gram, Streptococus
pneumoniae yang menyebabkan pneumonia streptokokus. Bakteri Staphylococcus aureus dan
streptokokus beta-hemolitikus grup A juga sering menyebabkan pneumonia, demikian juga
Pseudomonas aeruginosa. Pneumonia lainnya disebabkan oleh virus, misalnya influenza. Pneumonia
mikoplasma, suatu pneumonia yang relatif sering dijumpai, disebabkan oleh suatu mikroorganisme yang
berdasarkan beberapoa aspeknya, berada di antara bakteri dan virus. Individu yang mengidap acquired
immunodeficiency syndrome, (AIDS) sering mengalami pneumonia yang pada orang normal sangat
jarang terjadi yaitu pneumocystis carinii. Individu yang terpajan ke aerosol dari air yang lama tergenang,
misalnya dari unit pendingin ruangan (AC) atau alat pelembab yang kotor, dapat mengidap pneumonia
Legionella. Individu yang mengalami aspirasi isi lambung karena muntah atau air akibat tenggelam dapat
mengidap pneumonia asporasi. Bagi individu tersebut, bahan yang teraspirasi itu sendiri yang biasanya
menyebabkan pneumonia, bukan mikro-organisme, denmgan mencetuskan suatu reaksi peradangan.

Klasifikasi
Menurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia yang
dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003 menyebutkan tiga klasifikasi pneumonia.

Berdasarkan klinis dan epidemiologis:

o Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia).

o Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired pneumonia/nosocomial pneumonia).

o Pneumonia aspirasi.

o Pneumonia pada penderita immunocompromised.

Berdasarkan bakteri penyebab:

o Pneumonia bakteri/tipikal.

Dapat terjadi pada semua usia. Pneumonia bakterial sering diistilahkan dengan pneumonia akibat
kuman. Pneumonia jenis itu bisa menyerang siapa saja, dari bayi hingga mereka yang telah lanjut usia.
Para peminum alkohol, pasien yang terkebelakang mental, pasien pascaoperasi, orang yang menderita
penyakit pernapasan lain atau infeksi virus adalah yang mempunyai sistem kekebalan tubuh rendah dan
menjadi sangat rentan terhadap penyakit itu.

Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri
pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak paru-paru.
Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, atau pun seluruh lobus, bahkan sebagian
besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan.
Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah.
Bakteri Pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia bakteri tersebut.

Gejalanya
Biasanya pneumonia bakteri itu didahului dengan infeksi saluran napas yang ringan satu minggu
sebelumnya. Misalnya, karena infeksi virus (flu). Infeksi virus pada saluran pernapasan dapat
mengakibatkan pneumonia disebabkan mukus (cairan/lendir) yang mengandung pneumokokus dapat
terisap masuk ke dalam paru-paru.
Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya klebsiella pada
penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza. Pneumonia Atipikal.
Disebabkan mycoplasma, legionella, dan chalamydia.
o Pneumonia Akibat virus.

Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza (bedakan dengan bakteri hemofilus influenza
yang bukan penyebab penyakit influenza, tetapi bisa menyebabkan pneumonia juga).

Gejalanya
Gejala awal dari pneumonia akibat virus sama seperti gejala influenza, yaitu demam, batuk kering, sakit
kepala, nyeri otot, dan kelemahan. Dalam 12 hingga 36 jam penderita menjadi sesak, batuk lebih parah,
dan berlendir sedikit. Terdapat panas tinggi disertai membirunya bibir.

Tipe pneumonia itu bisa ditumpangi dengan infeksi pneumonia karena bakteri. Hal itu yang disebut
dengan superinfeksi bakterial. Salah satu tanda terjadi superinfeksi bakterial adalah keluarnya lendir
yang kental dan berwarna hijau atau merah tua.
o Pneumonia jamur,

sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah
(immunocompromised).

Berdasarkan predileksi infeksi:

o Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan besar dari pohon bronkus)
baik kanan maupun kiri.

o Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat
di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau
orang tua. Pada penderita pneumonia, kantong udara paru-paru penuh dengan nanah dan cairan yang
lain. Dengan demikian, fungsi paru-paru, yaitu menyerap udara bersih (oksigen) dan mengeluarkan
udara kotor menjadi terganggu. Akibatnya, tubuh menderita kekurangan oksigen dengan segala
konsekuensinya, misalnya menjadi lebih mudah terinfeksi oleh bakteri lain (super infeksi) dan
sebagainya. Jika demikian keadaannya, tentu tambah sukar penyembuhannya. Penyebab penyakit pada
kondisi demikian sudah beraneka macam dan bisa terjadi infeksi yang seluruh tubuh.
Patofisiologi
Pneumonia dapat terjadi akibat menghirup bibit penyakit di udara, atau kuman di tenggorokan terisap
masuk ke paru-paru. Penyebaran bisa juga melalui darah dari luka di tempat lain, misalnya di kulit. Jika
melalui saluran napas, agen (bibit penyakit) yang masuk akan dilawan oleh pelbagai sistem pertahanan
tubuh manusia. Misalnya, dengan batuk-batuk, atau perlawanan oleh sel-sel pada lapisan lendir
tenggorokan, hingga gerakan rambut-rambut halus (silia) untuk mengeluarkan mukus (lendir) tersebut
keluar. Tentu itu semua tergantung besar kecilnya ukuran sang penyebab tersebut.

Terpajan Bakteri

Teraspirasi ke dalam Bronkus Distal dan Alveoli

Konsolidasi Paru

Darah di Sekitar Alveoli Tidak Berfungsi Peradangan / Inflamasi di Paru

Hipoksia Ketidakadekutan Pembentukan Edema

Pertahanan Utama

Dx : Kerusakan Pertukaran Gas Dx : Ketidakefektifan

Dx : Infeksi, Resiko Tinggi Bersihan Jln Nfs

(Keperawatan Medikal Bedah, Barbara C. Long)

Manifestasi Klinis

Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului infeksi saluran nafas atas akut selama beberapa hari.
Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat celsius, sesak
nafas, nyeri dada, dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada
sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala.

Tanda dan Gejala berupa:

Batuk nonproduktif Ingus (nasal discharge)

Suara napas lemah Retraksi intercosta


Penggunaan otot bantu nafas Demam
Ronchii Cyanosis
Leukositosis Thorax photo menunjukkan infiltrasi melebar

Batuk Sakit kepala

Kekakuan dan nyeri otot Sesak nafas

Menggigil Berkeringat
Lelah.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan: - kulit yang lembab - mual dan muntah kekakuansendi.
Secara umum dapat dibagi menjadi :

Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit kepala, iritabel, gelisah, malise, nafsu
makan kurang, keluhan gastrointestinal.

Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnu, ekspektorasi sputum, napas cuping
hidung, sesak napas, air hunger, merintih, dan sianosis. Anak yang lebih besar dengan pneumonia akan
lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada.

Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernapas
bersama dengan peningkatan frekuensi napas), perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas
melemah, dan ronki.

Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak ekskursi dada tertinggal di daerah efusi, perkusi pekak,
fremitus melemah, suara napas melemah, suara napas tubuler tepat di atas batas cairan, friction rub,
nyeri dada karena iritasi pleura (nyeri berkurang bila efusi bertambah dan berubah menjadi nyeri
tumpul), kaku kuduk/meningismus (iritasi meningen tanpa inflamasi) bila terdapat iritasi pleura lobus
atas, nyeri abdomen (kadang terjadi bila iritasi mengenai diafragma pada pneumonia lobus kanan
bawah). Pada neonatus dan bayi kecil tanda pneumonia tidak selalu jelas. Efusi pleura pada bayi akan
menimbulkan pekak perkusi. Tanda infeksi ekstra pulmunal.

Komplikasi
- Abses paru - Efusi pleural - Empisema - Gagal nafas

- Perikarditis - Meningitis - Atelektasis - Hipotensi


- Delirium - sidosis metabolik - Dehidrasi

- Penyakit multi lobular

B. Bronkhiektasis eksaserbasi akut

Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi bronkus yang
bersifat patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi tersebut menyebabkan berkurangnya aliran udara
dari dan ke paru-paru. Dengan alasan ini, bronkiektasis digolongkan dalam penyakit paru obstruktif
kronik, yang bermanifestasi sebagai peradangan saluran pernafasan dan mudah kolaps, lalu
menyebabkan obstruksi aliran udara dan menimbulkan sesak, gangguan pembersihan mukus yang
biasanya disertai dengan batuk dan kadang-kadang hemoptisis.

Bronkiektasis paling banyak bermanifestasi sebagai: Proses fokal yang melibatkan satu lobus
segmen atau sub-segmen paru, atau Proses yang bersifat difus dan melibatkan kedua paru Proses
pertama adalah yang umum terjadi, sedangkan proses kedua biasanya berkaitan dengan penyakit
sistemik dan/atau penyakit sinopulmoner dan asma.

Bronkiektasis merupakan akibat dari proses patologis yang berlangsung luas dan lama,
termasuk kelainan srtuktur bronkus (Defisiensi kartilago pada William Campbell Syndrome), penyakit
akibat penimbunan mukus (Fibrosis kistik, kelainan fungsi silia), akibat infeksi (Pneumonia yang berat
pada anak, defisiensi imunoglobulin) dan penyakit inflamasi (Kolitis ulceratif). Pada kebanyakan kasus,
infeksi merupakan penyebab tersering dari inflamasi, kerusakan danr em odelling jalan nafas.

Dalam keadaan normal, dinding bronkus terbuat dari beberapa lapisan yang ketebalan dan
komposisinya bervariasi pada setiap bagian dari saluran pernapasan. Lapisan dalam (mukosa) dan
daerah dibawahnya (submukosa) mengandung sel-sel yang melindungi saluran pernafasan dan paru-
paru dari zat- zat yang berbahaya. Sel-sel ini terdiri dari Sel penghasil lendir

Sel bersilia, yang memiliki rambut getar untuk membantu menyapu partikel - partikel dan lendir ke
bagian atas atau keluar dari saluran pernafasan. Sel-sel lainnya yang berperan dalam kekebalan dan
sistem pertahanan tubuh melawan organisme dan zat-zat yang berbahaya lainnya.

Struktur saluran pernafasan dibentuk oleh serat elastis, otot dan lapisan kartilago (tulang
rawan), yang memungkinkan bervariasinya diameter saluran pernafasan sesuai kebutuhan. Pembuluh
darah dan jaringan limfoid berfungsi sebagai pemberi zat makanan dan sistem pertahanan untuk dinding
bronkus.

Diagnosis penyakit didasarkan pada riwayat klinis dari gejala respirasi yang bersifat kronik,
seperti batuk setap hari, produksi sputum yang kental dan penemuan radiografi seperti penebalan
dinding bronkus dan dilatasi lumen yang terlihat pada CT Scan.

Patofisiologi

Berdasarkan defenisinya, bronkiektasis menggambarkan suatu keadaan dimana terjadi dilatasi


bronkus yang ireversibel (> 2 mm dalam diameter) yang merupakan akibat dari destruksi komponen
muskular dan elastis pada dinding bronkus. Rusaknya kedua komponen tersebut adalah akibat dari
suatu proses infeksi, dan juga oleh pengaruh cytokine inflamasi, nitrit okside dan netrophilic protease
yang dilepaskan oleh system imun tubuh sebagai respon terhadap antigen.

Bronkiektasis dapat terjadi pada kerusakan secara langsung dari dinding bronkus atau secara
tidak langsung dari intervensi pada pertahanan normal jalan nafas. Pertahanan jalan nafas terdiri dari
silia yang berukuran kecil pada jalan nafas. Silia tersebut bergerak berulang-ulang, memindahkan cairan
berupa mukus yang normal melapisi jalan nafas. Partikel yang berbahaya dan bakteri yang terperangkap
pada lapisan mukus tersebut akan dipindahkan naik ke tenggorokan dan kemudian batukkan keluar atau
tertelan.

Terlepas dari apakah kerusakan tersebut diakibatkan secara langsung atau tidak langsung, daerah
dinding bronkus mengalami kerusakan dan menjadi inflamasi yang kronik. Bronkus yang mengalami
inflamasi akan kehilangan keelastisannya, sehingga bronkus akan menjadi lebar dan lembek serta
membentuk kantung atau saccus yang menyerupai balon yang kecil. Inflamasi juga meningkatkan sekresi
mukus. Karena sel yang bersilia mengalami kerusakan, sekret yang dihasilkan akan menumpuk dan
memenuhi jalan nafas dan menjadi tempat berkembangnya bakteri. Yang pada akhirnya bakteri-bakteri
tersebut akan merusak dinding bronkus, sehingga menjadi lingkaran setan antara infeksi dan kerusakan
jalan nafas.
Gambaran Klinis

Manifestasi klasik dari bronkiektasis adalah batuk dan produksi sputum harian yang mukopurulen
sering berlangsung bulanan sampai tahunan. Sputum yang bercampur darah atau hemoptisis dapat
menjadi akibat dari kerusakan jalan nafas dengan infeksi akut.

Variasi yang jarang dari bronkiektasis kering yakni hemoptisis episodik dengan sedikit atau tanpa
produksi sputum. Bronkiektasis kering biasanya merupakan sekuele (gejala sisa) dari tuberculosis dan
biasanya ditemukan pada lobus atas.

Gejala spesifik yang jarang ditemukan antara lain dyspnea, nyeri dada pleuritik,wheez ing,
demam, mudah lelah dan berat badan menurun. Pasien relatif mengalami episode berulang dari
bronkitis atau infeksi paru

yang merupakan eksaserbasi dari bronkiektasis dan sering membutuhkan antibiotik. Infeksi bakteri yang
akut ini sering diperberat dengan onsetnya oleh peningkatan produksi sputum yang berlebihan,
peningkatan kekentalan sputum, dan kadang-kadang disertai dengan sputum yang berbau.

Batuk kronik yang produktif merupakan gejala yang menonjol. Terjadi hampir 90% pasien.
Beberapa pasien hanya menghasilkan sputum dengan infeksi saluran pernafasan atas yang akut. Tetapi
sebaliknya, pasien-pasien itu mengalami infeksi yang diam. Sputum yang dihasilkan dapat berbagai
macam, tergantung berat ringannya penyakit dan ada tidaknya infeksi sekunder. Sputum dapat berupa
mukoid, mukopurulen, kental dan purulen. Jika terjadi infeksi berulang, sputum menjadi purulen dengan
bau yang tidak sedap. Dahulu, jumlah total sputum harian digunakan untuk membagi karakteristik berat
ringannya bronkiektasis. Sputum yang kurang dari 10 ml digolongkan sebagai bronkiektasis ringan,
sputum dengan jumlah 10-150 ml perhari digolongkan sebagai bronkiektasis moderat dan sputum lebih
dari 150 ml digolongkan sebagai bronkiektasis berat. Namun sekarang, berat ringannya bronkiektasis
dikalsifikasikan berdasarkan temuan radiologis. Pada pasien fibrosis kistik, volume sputum pada
umumnya lebih banyak dibanding penyakit penyebab bronkiektasis lainnya.

Hemoptisis terjadi pada 56-92% pasien dengan bronkiektasis. Homoptisis mungkin terjadi masif
dan berbahaya bila terjadi perdarahan pada arteri bronkial. hemoptisis biasanya terjadi pada
bronkiektasis kering, walaupun angka kejadian dari bronkiektasis tipe ini jarang ditemukan.

Dyspnea terjadi pada kurang lebih 72% pasien bronkiektasis tapi bukan merupakan temuan yang
universal. Biasanya terjadi pada pasien dengan bronkiektasis luas yang terlihat pada gambaran
radiologisnya. Wheezing sering dilaporkan dan mungkin akibat obstruksi jalan nafas yang diikuti oleh
destruksi dari cabang bronkus. Seperti dyspnea, ini juga mungkin merupakan kondisi yang mengiringi,
seperti asma.

Nyeri dada pleuritik kadang-kadang ditemukan, terjadi pada 46% pasien pada sekali observasi.
Paling sering merupakan akibat sekunder pada batuk kronik, tetapi juga terjadi pada eksaserbasi akut.

Penurunan berat badan sering terjadi pada pasien dengan bronkiektasi yang berat. Hal ini terjadi
sekunder akibat peningkatan kebutuhan kalori berkaitan dengan peningkatan kerja pada batuk dan
pembersihan sekret pada jalan nafas. Namun, pada umumnya semua penyakit kronik disertai dengan
penurunan berat badan. Demam biasanya terjadi akibat infeksi yang berulang.

Gambaran radiologis

Foto thorax

Dengan pemeriksaan foto thoraks, maka pada bronkiektasis dapat ditemukan gambaran seperti
dibawah ini:

Ring shadow

Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran (dapat mencapai diameter 1 cm).
dengan jumlah satu atau lebih bayangan cincin sehingga membentuk gambaran ‘honeycomb
appearance’ atau ‘bounches of grapes’. Bayangan cincin tersebut menunjukkan kelainan yang terjadi
pada bronkus.

C. TBC paru infeksi sekunder

Penyebab Penyakit TBC

Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa.
Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam
(BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk
mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru
kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP).
Bakteri Mikobakterium tuberkulosa

Cara Penularan Penyakit TBC

Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa
yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal
dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan
berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan
dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC
dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan,
tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena
yaitu paru-paru.

Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh
koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri
TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru.
Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan
bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat
sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.

Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant sepanjang
hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan
mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini
membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi
sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami
pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC.

Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan
beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas
pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat
tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun,
virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya
infeksi TBC.

Gejala Penyakit TBC

Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan
organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup
sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.

Gejala sistemik/umum
 Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat
malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.

 Penurunan nafsu makan dan berat badan.

 Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).

 Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

Gejala khusus
 Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang
menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan
suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.

 Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.

 Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat
membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.

 Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis
(radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya
kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru
dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah
dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan
pemeriksaan serologi/darah.

Penegakan Diagnosis

Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan untuk
menegakkan diagnosis adalah:

o Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.

o Pemeriksaan fisik.

o Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).

o Pemeriksaan patologi anatomi (PA).

o Rontgen dada (thorax photo).

o Uji tuberkulin

7. Langkah- langkah penegakan diagnostik

A. Anamnesis
B. Pemeriksaan fisik

C. Pemeriksaan penunjang

1. Sinar X

Mengidentifikasikan distribusi strukstural (mis. Lobar, bronchial); dapat juga menyatakan abses
luas/infiltrate, empiema (stapilococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bacterial); atau
penyebaran/perluasan infiltrate nodul (lebih sering virus). Pada pneumonia mikoplasma, sinar x dada
mungkin bersih.

2. GDA
Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.

3. JDL leukositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi
tekanan imun.
4. LED meningkat

Fungsi paru hipoksemia, volume menurun, tekanan jalan nafas meningkat dan komplain menurun.

5. Elektrolit Na dan Cl mungkin rendah

6. Bilirubin meningkat

7. Aspirasi / biopsi jaringan paru

Alat diagnosa termasuk sinar-x dan pemeriksaan sputum. Perawatan tergantung dari penyebab
pneumonia; pneumonia disebabkan bakteri dirawat dengan antibiotik.

8. Jelaskan patomekanisme dari diagnosa sementara ?


9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaa pada kasus ini dengan pemberian Antibiotik Pemberian antibiotik sebaiknya
berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaan . Suportif karena hasil uji kepekaan
memerlukan waktu maka pemeilihan antibiotik dapat diberikan secara empiris .

A. Kelompok 1

Kuman peny. Enterobacter . e coli proteus, h influensa

Obat pilihan : sefalosporin generasi 2 atau 3 , non pseudomonas beta laktam + inhibitor betalaktamase

Jika alergi penisilin dapat diberikan fluorokuinolon atau klindamisin

B. Kelompok 2

Kuman peny. utama enterobacter, E.Coli, klebsiella , proteus, H influenza, S. pneumoniae, S. Aureus

Obat pilihan sefalosporin generasi 2 atau 3 non pseudomonas , beta laktam + inhibitor betalaktamasi

Jika dicurigai anaerob diberikan klindamisin atau metronidazole atau betalaktam

Jika dicurigai legionella , makrolid atau Fluorokuinolon

C. Kelompok 3
Kuman peny. utama : enterobacter, E.Coli,klebsiella, proteus,h.influenzae, S.Pneumoniae, S.Aureus

Kuman peny. tambahan : avinobacter, S.Maltophilia

Obat pilihan : aminoglikosid dikombinasi dengan salah satu

Penisilin,piperasin, seftasidin , sefoperason, meropenem

10. Prognosis

Prognosis pada pneumonia tergantung apa kuman penyebabnya dan tingkat keparahannya misalnya
infeksi melalui droplet streptococcus pneumoniae, melalui selang infus oleh staphylococcus aureus,
infeksi pada pemakaian ventilator oleh P. Aeruginosa dan Enterobacter dimana prognosisnya buruk.

Anda mungkin juga menyukai