Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi Otak
a. Letak Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian terbesar dari encephalon yang terletak di fossa
cranii anterior et media, membentang dari os frontale hingga os occipitale.
Cerebrum terletak di superior tentorium cerebelli pada meninges 1.
b. Struktur Cerebrum
Cerebrum terdiri dari dua belahan yang biasa disebut Hemispherium Cerebri
dexter et sinister. Kedua hemispherium cerebri ini dipisahkan oleh suatu
alur yang disebut fissura longitudinalis cerebri. Alur ini akan ditempati oleh
falx cerebri serta dilalui oleh A. cerebri anterior. Hemispherium cerebri
dexter et sinister dihubungkan oleh suatu massa substansia alba yang disebut
corpus callosum2. Struktur hemispherium cerebri secara umum dibagi
menjadi:
1. Cortex cerebri
2. Centrum semiovale
3. Ganglia basalis
4. Rhiencephalon

Gambar 2.1. Cortex Cerebri (Yokochi, 1998)


c. Vaskularisasi Cerebrum
Arteriae encephalon berasal dari arteriae yang terletak di Basis
cranii. Aa. Vertebrales bersatu membentuk A. basilaris yang
mempercabangkan Aa. Cerebri posteriores dan cabang-cabang bagi
Truncus encephali, Cerebellum, dan telinga bagian dalam (disebut juga
tributaria vertebralis). Selain A. basilaris juga ada dua Aa. carotides
internae. A. carotis interna nantinya akan mempercabangkan A. cerebri
anterior dan A. cerebri media. A. cerebri posterior nantinya akan
dihubungkan dengan A. carotis interna oleh A. communicans posterior.
Sedangkan dua Aa. cerebri anteriores akan dihubungkan oleh A.
communicans anterior.
A. Cerebri posterior, A. cerebri anterior, A. cerebri media, A.
communicans posterior, dan A. communicans anterior nantinya akan
membentuk systema kolaterale arteriosa yang disebut Circulus arteriosus
cerebri (Circulus WILLISI)3.

Gambar 2.2. Vaskularisasi hemispherium cerebri (Drake et al., 2015)

1
Gambar 2.3. Circulus arterious cerebri (Circulus WILLISII) (Paulsen, 2010)

II. Stroke
a. Definisi Stroke
Definisi stroke menurut World Health Organization adalah “tanda-tanda
klinis yang berkembang dengan cepat yang berkaitan dengan fungsi cerebral
secara fokal (atau global), yang menetap selama lebih dari 24 jam atau
menyebabkan kematian, dengan tidak adanya penyebab lain selain karena
gangguan vaskuler” 4.
Stroke atau yang dikenal juga dengan istilah Gangguan Peredaran darah
Otak (GPDO), merupakan suatu sindrom yang diakibatkan oleh adanya
gangguan aliran darah pada salah satu bagian otak yang menimbulkan gangguan
fungsional otak berupa defisit neurologik atau kelumpuhan saraf 5.
b. Epidemiologi
Stroke adalah penyakit yang merupakan penyebab kematian tersering ke
tiga di negara Amerika, merupakan penyakit yang paling sering menimbulkan
kecacatan.Menurut American Heart Association, diperkirakan terjadi 3 juta
penderita stroke pertahun, dan 500.000 penderita stroke yang baru terjadi
pertahun. Sedangkan angka kematian penderita stroke di Amerika adalah 50-
100/100.000 penderita pertahun. Angka kematian tersebut mulai menurun

2
sejak awal tahun 1900, dimana angka kematian sesudah tahun 1969 menurun
hingga 5% pertahun. Beberapa peneliti mengatakan bahwa hal tersebut akibat
kejadian penyakit yang menurun yang disebabkan karena kontrol yang baik
terhadap faktor resiko penyakit stroke.5 Di Indonesia masih belum terdapat
epidemiologi tentang insidensi dan prevalensi penderita stroke secara nasional.
Dari beberapa data penelitian yang minim pada populasi masyarakat
didapatkan angka prevalensi penyakit stroke pada daerah urban sekitar 0,5%
(Darmojo , 1990) dan angka insidensi penyakit stroke pada darah rural sekitar
50/100.000 penduduk (Suhana, 1994). Sedangkan dari data survey Kesehatan
Rumah Tangga (1995) DepKes RI, menunjukkan bahwa penyakit vaskuler
merupakan penyebab kematian pertama di Indonesia.6

III. Klasifikasi Stroke


Stroke dapat dibagi menjadi 2 kategori utama yaitu, stroke iskemik dan
stroke hemorrhagik. Kedua kategori ini merupakan suatu kondisi yang berbeda,
pada stroke hemorhagik terdapat timbunan darah di subarahchnoid atau
intraserebral, sedangkan stroke iskemik terjadi karena kurangnya suplai darah
ke otak sehingga kebutuhan oksigen dan nutrisi kurang mencukupi.7
a. Stroke Iskemik
Stroke iskemik terjadi pada otak yang mengalami gangguan pasokan darah
yang disebabkan karena penyumbatan pada pembuluh darah otak.
penyumbatnya adalah plak atau timbunan lemak yang mengandung kolesterol
yang ada dalam darah. Penyumbatan bisa terjadi pada pembuluh darah besar
(arteri karotis), atau pembuluh darah sedang (arteri serebri) atau pembuluh
darah kecil. Penyumbatan pembuluh darah bisa terjadi karena dinding bagian
dalam pembuluh darah (arteri) menebal dan kasar, sehingga aliran darah tidak
lancar dan tertahan. Oleh karena darah berupa cairan kental, maka ada
kemungkinan akan terjadi gumpalan darah (trombosis), sehingga aliran darah
makin lambat dan lama-lama menjadi sumbatan pembuluh darah. Akibatnya,
otak mengalami kekurangan pasokan darah yang membawah nutrisi dan
oksigen yang diperlukan oleh darah. Sekitar 85 % kasus stroke disebabkan oleh

3
stroke iskemik atau infark, stroke infark pada dasarnya terjadi akibat kurangnya
aliran darah ke otak. Penurunan aliran darah yang semakin parah dapat
menyebabkan kematian jaringan otak. Penggolongan stroke iskemik atau
infark dikelompokkan sebagai berikut:
i. Transient Ischemic Attack (TIA)
Suatu gangguan akut dari fungsi lokal serebral yang gejalanya berlangsung
kurang dari 24 jam atau serangan sementara dan disebabkan oleh thrombus
atau emboli. Satu sampai dua jam biasanya TIA dapat ditangani, namun
apabila sampai tiga jam juga belum bisa teratasi sekitar 50 % pasien sudah
terkena infark.
ii. Reversible Ischemic Neurological Defisit (RIND)
Gejala neurologis dari RIND akan menghilang kurang lebih 24 jam,
biasanya RIND akan membaik dalam waktu 24–48 jam.
iii. Stroke in Evolution (SIE)
Pada keadaan ini gejala atau tanda neurologis fokal terus berkembang
dimana terlihat semakin berat dan memburuk setelah 48 jam. Defisit
neurologis yang timbul berlangsung bertahap dari ringan sampai menjadi
berat.
iv. Complete Stroke Non Hemorrhagic
Kelainan neurologis yang sudah lengkap menetap atau permanen tidak
berkembang lagi bergantung daerah bagian otak mana yang mengalami
infark.7

b. Stroke Hemorrhagik
Stroke hemoragik terjadi pada otak yang mengalami kebocoran atau
pecahnya pembuluh darah di dalam otak, sehingga darah menggenangi atau
menutupi ruang-ruang jaringan sel otak. Adanya darah yang mengenangi
atau menutupi ruang-ruang jaringan sel otak akan menyebabkan kerusakan
jaringan sel otak dan menyebabkan kerusakan fungsi kontrol otak.
Genangan darah bisa terjadi pada otak sekitar pembuluh darah yang pecah
(intracerebral hemorage) atau dapat juga genangan darah masuk kedalam

4
ruang sekitar otak (subarachnoid hemorage) bila ini terjadi stroke bisa
sangat luas dan fatal bahkan sampai pada kematian. Stroke hemoragik pada
umumnya terjadi pada lanjut usia, karena penyumbatan terjadi pada dinding
pembuluh darah yang sudah rapuh (aneurisma). Pembuluh darah yang sudah
rapuh ini, disebabkan karena faktor usia (degeneratif), akan tetapi bisa juga
disebabkan karena faktor keturunan (genetik). Keadaan yang sering terjadi
adalah kerapuhan karena mengerasnya dinding pembuluh darah akibat
tertimbun plak atau arteriosklerosis akan lebih parah lagi apabila disertai
dengan gejala tekanan darah tinggi.8
Beberapa jenis stroke hemoragik yaitu:
i. Hemoragi ekstradural (hemoragi epidural) adalah kedaruratan bedah
neuro yang memerlukan perawatan segera. Stroke ini biasanya diikuti
dengan fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah atau arteri
meningens lainnya. Pasien harus diatasi beberapa jam setelah mengalami
cedera untuk dapat mempertahankan hidup.
ii. Hemoragi subdural (termasuk subdural akut) yaitu hematoma subdural
yang robek adalah bagian vena sehingga pembentukan hematomanya
lebih lama dan menyebabkan tekanan pada otak.
iii. Hemoragi subaraknoid (hemoragi yang terjadi di ruang subaraknoid)
dapat terjadi sebagai akibat dari trauma atau hipertensi tetapi penyebab
paling sering adalah kebocoran aneurisma
iv. Hemoragi interaserebral, yaitu hemoragi atau perdarahan di substansi
dalam otak yang paling umum terjadi pada pasien dengan hipertensi dan
aterosklerosis serebral karena perubahan degeneratif karena penyakit ini
biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah.

IV. Patofisiologi Stroke


Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal maupun
global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan peredaran darah
otak berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah
otak. Otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan

5
menjadi terganggu.6 Stroke bukan merupakan penyakit tunggal tetapi
merupakan kumpulan dari beberapa penyakit diantaranya hipertensi, penyakit
jantung, diabetes mellitus dan peningkatan lemak dalam darah atau
dislipidemia. Penyebab utama stroke adalah thrombosis serebral, aterosklerosis
dan perlambatan sirkulasi serebral merupakan penyebab utama terjadinya
thrombus. Stroke hemoragik dapat terjadi di epidural, subdural dan
intraserebral.7 Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan
mengakibatkan pecahnya pembuluh darah sehingga dapat terjadi perdarahan
dalam parenkim otak yang bisa mendorong struktur otak dan merembes ke
sekitarnya bahkan dapat masuk kedalam ventrikel atau ke ruang intracranial.
Ekstravasi darah terjadi di daerah otak dan subaraknoid, sehingga jaringan yang
ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi
jaringan otak, sehingga dapat mengakibatkan penekanan pada arteri disekitar
perdarahan. Bekuan darah yang semula lunak akhirnya akan larut dan mengecil
karena terjadi penekanan maka daerah otak disekitar bekuan darah dapat
membengkak dan mengalami nekrosis karena kerja enzim-enzim maka bekuan
darah akan mencair, sehingga terbentuk suatu rongga.9 Gangguan neurologis
tergantung letak dan beratnya perdarahan. Pembuluh darah yang mengalami
gangguan biasanya arteri yang berhubungan langsung dengan otak. Timbulnya
penyakit ini mendadak dan evolusinya dapat secara cepat dan konstan,
berlangsung beberapa menit bahkan beberapa hari. Gambaran klinis yang sering
muncul antara lain: pasien mengeluh sakit kepala berat, leher bagian belakang
kaku, muntah penurunan kesadaran dan kejang. Sembilan puluh persen
menunjukan adanya darah dalam cairan serebrospinal, dari semua pasien ini 70-
75 % akan meninggal dalam waktu 1-30 hari, biasanya diakibatkan karena
meluasnya perdarahan sampai ke sistem ventrikel, herniasi lobus temporal dan
penekanan mesensefalon atau mungkin disebabkan karena perembesan darah
ke pusat-pusat yang vital. Penimbunan darah yang cukup banyak di bagian
hemisfer serebri masih dapat ditolerir tanpa memperlihatkan gejala-gejala klinis
yang nyata sedangkan adanya bekuan darah dalam batang otak sebanyak 5 ml
saja sudah dapat mengakibatkan kematian.9

6
V. Faktor Risiko Stroke
Stroke non hemoragik merupakan proses yang multi kompleks dan didasari oleh
berbagai macam faktor risiko.10 Ada faktor yang tidak dapat dimodifikasi, dapat
dimodifikasi dan masih dalam penelitian yaitu:
a. Tidak dapat diubah: Usia, Ras, Jenis kelamin, Genetik
b. Dapat diubah: Hipertensi, Merokok, Diabetes, Fibrilasi atrium, Kelainan
jantung, Hiperlipidemia, Terapi pengganti hormon, Nutrisi, Obesitas,
Aktivitas fisik
c. Dalam penelitian lebih lanjut: Sindrom metabolik, Penyalahgunaan zat,
Kontrasepsi oral, Obstructive Sleep Apnea, Migraine, Hiper-
homosisteinemia, Hiperkoagulabilitas, Inflamasi

VI. Diagnosis Stroke Non Hemoragik


a. Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami
defisit neurologis akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat
kesadaran.8 Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke non hemoragik
meliputi hemiparese, monoparese atau quadriparese, tidak ada penurunan
kesadaran, tidak adanya nyeri kepala dan reflek babinski dapat positif
maupun negatif. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri
namun umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya
gejala-gejala tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya
pemberian terapi trombolitik.6
Beberapa faktor dapat membuat anamnesis menjadi sedikit sulit
untuk mengetahui gejala atau onset stroke seperti:
- Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak
didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke)
- Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari
pertolongan
- Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke Terdapat
beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang, infeksi

7
sistemik, tumor serebral, perdarahan subdural, ensefalitis dan hiponatremia
b. Tanda dan Gejala Stroke
Tanda dan gejala yang timbul dapat berbagai macam tergantung dari
beratringannya lesi dan juga topisnya.6 Namun ada beberapa tanda dan
gejala yang umum dijumpai pada penderita stroke non hemoragik yaitu:
i. Gangguan motorik: Tonus abnormal (hipotonus/hipertonus),
Penurunan kekuatan otot, Gangguan gerak volunteer, Gangguan
keseimbangan, Gangguan koordinasi, Gangguan ketahanan
ii. Gangguan sensorik :Gangguan propioseptik, Gangguan kinestetik,
Gangguan diskriminatif
iii. Gangguan kognitif, memori dan atensi: Gangguan atensi, Gangguan
memori, Gangguan inisiatif, Gangguan daya perencanaan,
Gangguan cara menyelesaikan suatu masalah
iv. Gangguan kemampuan fungsional: Gangguan dalam beraktivitas
sehari-hari seperti mandi, makan, ke toilet dan berpakaian

8
VII. Sistem Skoring
1. Siriraj Score 11
Siriraj score = (2,5 x kesadaran) + (2 x muntah) + (0,1 x diastolik) – (3 x
atheroma) -12
Keterangan:
a. Derajat kesadaran
Kompos mentis = 0
Somnolen = 1
Sopor/ koma = 2
b. Muntah
Tidak ada = 0
Ada = 1
c. Sakit Kepala:
Tidak = 0
Ada = 1
d. Tanda aterom (Angina pektoris, Diabetes Mellitus, klaudikasio
intermittens)
Tidak ada = 0
Ada salah satu atau lebih = 1
Bila skor > +1 berarti stroke perdarahan
Bila skor <-1 berarti stroke iskemik
Nilai antara -1 sampai +1: tidak dapat ditentukan (dipastikan lebih lanjut
dengan CT Scan)
Sensitivitas : untuk perdarahan 89,3%; untuk infark 93,2%

9
2. The National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS)
No. PARAMETER SKALA
YANG DINILAI
1a Tingkat Kesadaran
0 = Sadar penuh
1 = Tidak sadar penuh; dapat dibangunkan
dengan stimulasi minor (suara)
2 = Tidak sadar penuh; dapat berespon dengan
stimulasi berulang atau stimulasi nyeri
3 = Koma; tidak sadar dan tidak berespon dengan
stimulasi apapun

1b Menjawab pertanyaan 0 = Benar semua


1 = 1 benar/ETT/disartria
2 = Salah semua/afasia/stupor/koma
1c Mengikuti perintah 0 = Mampu melakukan 2 perintah
1 = Mampu melakukan 1 perintah
2 = Tidak mampu melakukan perintah
2 Gaze: Gerakan mata 0 = Normal
konyugat horizontal 1 = Paresis gaze parsial pada 1 atau 2 mata,
terdapat abnormal gaze namun forced deviation
atau paresis gaze total tidak ada
2 = Forced deviation, atau paresis gaze total
tidak dapat diatasi dengan maneuver
okulosefalik
3 Visual: Lapang 0 = Tidak ada gangguan
pandang pada tes 1 = Paralisis minor (sulcus nasolabial rata,
konfrontasi asimetri saat tersenyum)
2 = Paralisis parsial (paralisis total atau near-total

10
dari wajah bagian bawah)
3 = Paralisis komplit dari satu atau kedua sisi
wajah (tidak ada gerakan pada sisi wajah atas
maupun bawah)
4 Paresis Wajah 0 = Normal
1 = Paralisis minor (sulcus nasolabial rata,
asimetri saat tersenyum)
2 = Paralisis parsial (paralisis total atau near-total
dari wajah bagian bawah)
3 = Paralisis komplit dari satu atau kedua sisi
wajah (tidak ada gerakan pada sisi wajah atas
maupun bawah)

11
3. Skor Gadjah Mada

VIII. Pemeriksaan Penunjang


Pencitraan otak sangat penting untuk mengkonfirmasi diagnosis stroke non
hemoragik. Noncontrast computed tomography (CT) scanning adalah
pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk evaluasi pasien dengan stroke
akut yang jelas. Selain itu pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan
distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan
lain yang gejalanya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses).8 Kasus
stroke iskemi hiperakut (0-6 jam setelah onset), CT Scan biasanya tidak sensitif
mengidentifikasi infark serebri karena terlihat normal pada > 50% pasien, tetapi
cukup sensitif untuk mengidentifikasi perdarahan intracranial akut dan/atau lesi
lain yang merupakan kriteria eksklusi untuk pemberian terapi trombolitik.7

12
Teknik-teknik pencitraan berikut ini juga sering digunakan:
- CT Angiografi
- CT Scan Perfusion
- MRI Pungsi lumbal kadang diperlukan untuk menyingkirkan meningitis atau
perdarahan subarachnoid ketika CT Scan negatif tetapi kecurigaan klinis tetap
menjadi acuan.

IX. Penatalaksanaan Stroke


Berikut adalah penatalaksanaan stroke menurut PERDOSSI (2007)8:
a. Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan
merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar
kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi
oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan
dekstrosa atau salin dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT scan otak,
elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit,
protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk
elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain di
Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada
pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.
b. Stadium Akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik
maupun penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan
psikologis serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan
dan edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke
terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat
dilakukan keluarga.
c. Stadium Subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan,
terapi wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat
perjalanan penyakit yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus

13
intensif pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien,
mengerti, memahami dan melaksanakan program preventif primer dan
sekunder.
Terapi fase subakut:
a. Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,

b. Penatalaksanaan komplikasi,

c. Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi


wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi,

d. Prevensi sekunder

e. Edukasi keluarga dan Discharge Planning

Pada stroke iskemik:

Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti


aspirin dan anti koagulan atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA
(recombinant tissue Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen
neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia).
Pada stroke hemoragik:
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator.
Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada
pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebelum
berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau
serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60 mL dengan tanda
peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi. Pada perdarahan
subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau tindakan
bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya
adalah aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous malformation,
AVM)

14
X. Program Rehabilitasi Medik pada Penderita Stroke
Rehabilitasi merupakan bagian penting dalam proses pemulihan stroke.
Tujuan rehabilitasi ini adalah untuk menolong penderita stroke untuk
memperoleh kembali apa yang mungkin dapat dipertahankan untuk
memaksimalkan fungsi tubuh pada penderita stroke.
Rehabilitasi penderita stroke paling baik dikerjakan di rumah sakit pada fase
akut dan pusat rehabilitasi pada fase lanjut. Pada saat ini belum ada pusat
rehabilitasi stroke diluar rumah sakit. Pada fase akut penderita stroke dirawat di
bangsal atau unit stroke, sedangkan pada fase lanjut dilatih di Instalasi
Rehabilitasi Medik.
Prinsip-prinsip rehabilitasi menurut Harsono (1996) yaitu12:
 Rehabilitasi dimulai sedini mungkin
 Tidak ada seorang penderitapun yang boleh berbaring satu hari lebih
lama dari waktu yang diperlukan, karena akan mengakibatkan
komplikasi
 Rehabilitasi merupakan terapi multidisipliner terhadap seseorang
penderita dan rehabilitasi merupakan terapi terhadap seorang
penderita seutuhnya
 Faktor yang paling penting dalam rehabilitasi adalah kontinuitas
perawatan
 Perhatian untuk rehabilitasi lebih dikaitkan dengan sisa kemampuan
fungsi neuromuskuler yang masih ada, atau dengan sisa kemampuan
yang masih dapat diperbaiki dengan latihan
 Dalam pelaksanaan rehabilitasi termasuk pula upaya pencegahan
serangan berulang
Rehabilitasi harus segera dimulai setelah penderita mengalami serangan
stroke. Menurut National Stroke Foundation rehabilitasi adalah proaktif dan
dimulai pada hari pertama setelah serangan stroke. Rehabilitasi dibagi menjadi
dua fase yaitu fase awal dan fase lanjut9.
a. Fase awal

15
Selama fase awal, mungkin dalam keadaan koma atau shock,
pengobatan ditujukan untuk mempertahankan kehidupan dan untuk
mencegah komplikasi. Harus dipastikan tidak ada gangguan jalan
nafas dan masalah jantung. Penempatan posisi yang benar penting
untuk mencegah kontraktur dan ulkus dekubitus. Luka karena
tekanan dan hipostatik pneumonia dapat dicegah dengan
menggunakan matras air atau udara dan perubahan posisi setiap 2
jam pada waktu siang dan 4 jam pada waktu malam. Prinsip-prinsip
penempatan posisi penderita stroke adalah sebagai berikut:

Gambar 2.4 Posisi tidur penderita stroke


Pada waktu tidur terlentang, bantal kecil diletakkan di dekat
trokanter mayor sisi parese, lengan abduksi 60-90 derajat dan tangan
dielevasikan lebih tinggi dari lutut. Kaki dicegah plantar fleksi
dengan foot board.
b. Fase lanjut
Tujuannya adalah untuk mencapai kemandirian fungsional
dalam mobilisasi dan aktifitas kegiatan sehari-hari (AKS). Fase ini
dimulai pada waktu penderita secara medik telah stabil. Biasanya
penderita dengan stroke trombotik atau embolik, biasanya
mobilisasi dimulai pada 2-3 hari setelah stroke. Penderita dengan
perdarahan subarakhnoid mobilisasi dimulai 10-15 hari setelah
stroke.
Pasien dengan stroke harus dimobilisasi dan dilakukan fisioterapi sedini
mungkin, bila kondisi klinis neurologis dan hemodinamik stabil. Untuk

16
fisioterapi pasif pada klien yang belum boleh, perubahan posisi badan dan
ekstremitas setiap dua jam untuk mencegah dekubitus. Pelaksanaan mobilisasi
dini pada pasien tidur adalah:
a. Berbaring terlentang
Posisi kepala, leher, dan punggung harus lurus. Letakkan bantal di
bawah lengan yang lumpuh secara hati- hati, sehigga bahu terangkat
ke atas dengan lengan agak ditinggikan dan memutar ke arah luar,
siku dan pergelangan tangan agak ditinggikan.Letakkan pula bantal
di bawah paha yang lumpuh dengan posisi agak memutar ke arah
dalam, lutut agak ditengkuk.
b. Miring ke sisi yang sehat
Bahu yang lumpuh harus menghadap ke depan, pastikan bahwa bahu
penderita tidak memutar secara berlebihan. Kaki yang lumpuh
diletakkan di depan, di bawah paha dan tungkai diganjal dengan
bantal, lutut ditekuk
c. Miring ke sisi yang sakit
Lengan yang lumpuh menghadap ke depan, pastikan bahwa bahu
penderita tidak memutar secara berlebihan. Tungkai agak ditengkuk,
tungkai yang sehat menyilang di atas tungkai yang lumpuh dengan
diganjal bantal
Latihan gerak sendi aktif adalah pasien menggunakan ototnya untuk
melakukan gerakan dan tidak ada ketidaknyamanan sedangkan untuk latihan
gerakan pasif adalah ketika dokter atau perawat menggerakan anggota gerak
dan memerintahkan keikutsertaan pasien agar terjadi gerakan penuh.
Latihan duduk dimulai dengan meninggikan letak kepala secara bertahap
untuk kemudian dicapai posisi setengah duduk dan pada akhirinya posisi duduk.
Latihan duduk secara aktif sering kali memerlukan alat bantu misalnya trapeze
untuk pegangan penderita. Bangun duduk dilakukan dengan bantuan perawat
yang memegang kuat siku sisi yang lumpuh pada tempat tidur, dengan tangan
yang lain berjabatan tangan dengan tangan penderita yang sehat. Siku penderita
yang sakit harus berada langsung di bawah bahu, bukan di belakang bahu.

17
Latihan ini dilakukan berulang sampai penderita merasakan gerakannya.
Penyanggaan berat di siku yang menyebar di atas sendi bahu sisi yang mampu
merupakan bagian yang penting dalam rehabilitas penderita stroke menuju
penyembuhan total.
Selain latihan mobilisasi, rehabilitasi juga dengan menggunakan teknik
fisioterapi:
a. Terapi panas seperi sinar infrared atau hot packs untuk mengurangi
nyeri, relaksasi spasme otot superfisial dan meningkatkan aliran
darah superfisial. Micro Wave Diatherymy (MWD), Short Wave
Diathermy (SWD), Ultra Sound Diathermy (USD).
b. Terapi listrik atau Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation
(TENS) untuk menghilangkan nyeri dan spasme otot.
c. Teknik masase merupakan terapi fisik tertua dan termurah. Pada
indikasi dan teknik yang tepat, hasil terapeutik sangat nyata.
Digunakan untuk menghilangkan nyeri otot dan tendon, spasme
otot, adhesi jaringan kutan dan subkutan serta relaksasi.
d. Hidroterapi adalah terapi fisik dengan menggunakan sifat- sifat fisik
air. Manfaat air di dalam terapi latihan terlihat dari efek buoyancy
air yang akan mengurangi efek gravitasi pada bagian manapun dari
tubuh sehingga terdapat penurunan aktifitas tubuh dan latihan tidak
disertai rasa nyeri.
Terapi okupasi bertujuan untuk mengembangkan kecakapan/ keterampilan
penderita untuk mencapai kehidupan yang produktif serta untuk mengatasi
masalahmasalah yang ada dalam hidup serta lingkuungan mereka masing-
masing. Terapi okupasi pada penderita stroke mencakup latihan:
 Aktivitas kegiatan sehari-hari
 Latihan prevokasional
 Proper bed positioning
 Latihan dengan aktivitas

18
Terapi ortotik prostetik dilakukan untuk mengembalikan fungsi dan
mencegah atau mengoreksi kecacatan pasien. Digunakan alat bantu seperti
tripod, quadripod, dan walker.
Terapi wicara adalah suatu tindakan atau usaha penyembuhan mengenai
kelainan bahasa, suara, dan bicara.
Psikolog melakukan evaluasi dan mengobati gangguan mental akibat
penyakit, untuk meningkatkan motivasi serta berusaha mengatasi penyakitnya.
Petugas sosial medik memberikan bantuan kepada penderitaa demi
menghadapi masalah sosial yang mempengaruhi penderita dalam hubungan
dengan penyakit dan penderita10.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Drake, R, Vogl A, Mitchell A. Gray’s Anatomy for Students 3rd edition.


Elsevier, United Kingdom, 2015.
2. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit
ed.6.EGC, Jakarta. 2006

3. Rohen J, Yokochi C, Lutjen-Drecoll E. Color atlas of anatomy: A


photographic of human body 4th edition. Lippincott William & Wilkins,
Philadelphia, 1998.

4. Hadijev, DI. Mineva, PP. Vukov, MI. Multiple Modifiable Risk Factors for
First Ischemic Stroke: a Population based Epidemiological Study. European
Journal of Neurology. 2003.

5. Japardi Iskandar. Patofisiologi stroke infark akibat tromboemboli. USU


Digital Library, 2002.
6. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010.
Available at: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview

7. Maas, MB. Safdieh, JE. Ischemic Stroke: Pathophysiology and Principles


of Localization. Neurology Board Review Manual Neurology. 2009
8. Poungvarin, N. Skor Siriraj stroke dan studi validasi untuk membedakan
perdarahan intraserebral supratentorial dari infark. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1670347/.

9. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit


ed.6.EGC, Jakarta. 2006

10. Hadijev, DI. Mineva, PP. Vukov, MI. Multiple Modifiable Risk Factors for
First Ischemic Stroke: a Population based Epidemiological Study. European
Journal of Neurology. 2003

11. Poungvarin, N. Skor Siriraj stroke dan studi validasi untuk membedakan
perdarahan intraserebral supratentorial dari infark. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1670347/

12. Thiruma V, Arumugam B, M. Sen, S. Simmons, J.Medical Rehabilitation


for Post Stroke Patient, USA. Neurology Asie. 2009

20
21

Anda mungkin juga menyukai