BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Terwujudnya keadaan sehat adalah kehendak semua pihak, tidak hanya oleh
perorangan, tetapi juga oeh kelompok dan bahkan oleh masyarakat. Sehat adalah suatu
keadaan sejahtera badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
secara sosial dan ekonomi.
Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, pada tahun 2010
diperkirakan penyakit ini akan menempati urutan keempat sebagai penyebab kematian.
Prevalensi terjadinya kematian akibat rokok pada penyakit penyakit paru obstruksi kronis
pada tahun 2010 sebanyak 80-90 % (Kasanah, 2011).
Menurut hasil penelitian Setiyanto dkk. (2008) di ruang rawat inap RS.Persahabatan
Jakarta selama April 2005 sampai April 2007 menunjukkan bahwa dari 120 pasien, usia
termuda adalah 40 tahun dan tertua adalah 81 tahun. Dilihat dari riwayat merokok, hampir
semua klien adalah bekas perokok yaitu 10 penderita dengan proporsi sebesar 90,83%.
Kebanyakan pasien PPOK adalah laki-laki. Hal ini disebabkan lebih banyak
ditemukan perokok pada laki-laki dibandingkan pada wanita. Hasil Susenas (Survei Sosial
Ekonomi Nasional) tahun 2001 menunjukkan bahwa sebanyak 62,2% penduduk laki-laki
merupakan perokok dan hanya 1,3% perempuan yang merokok. Sebanyak 92,0% dari
perokok menyatakan kebiasaannya merokok di dalam rumah, ketika bersama anggota rumah
tangga lainnya, dengan demikian sebagian besar anggota rumah tangga merupakan perokok
pasif.
Maka dari itu, penulis tertarik untuk mengangkat kasus ini dalam suatu asuhan
keperawatan yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernafasan : Penyakit Paru Obstruksi Kronis Di Ruang 4 Paru RSPAD Gatot Soebroto”.
Alasan penulis tertarik untuk mengambil kasus ini adalah karena penyakit ini memerlukan
pengobatan dan perawatan yang optimal sehingga perawat memerlukan ketelatenan untuk
dapat memelihara, mengembalikan fungsi paru dan kondisi pasien sebaik mungkin. Penyakit
ini akan terus mengalami perkembangan yang progresif dan belum ada penyembuhan secara
total. Maka dari itu, perawat terfokus untuk melakukan perawatan yang meliputi terapi obat,
perubahan gaya hidup, terapi pernafasan dan juga dukungan emosional bagi penderita
penyakit paru obstruksi kronis (Reeves, 2001).
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan suatu kelainan dengan ciri-ciri
adanya keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible (Lyndon Saputra, 2010).
Pada klien PPOK paru-paru klien tidak dapat mengembang sepenuhnya dikarenakan adanya
sumbatan dikarenakan sekret yang menumpuk pada paru-paru.
PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara
di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya
respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD, 2009). Selain itu
menurut Arita Murwani (2011) Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan satu
kelompok penyakit paru yang mengakibatkan obstruksi yang menahun dan persisten dari
jalan napas di dalam paru, yang termasuk dalam kelompok ini adalah : bronchitis, emfisema
paru, asma terutama yang menahun, bronkiektasis.
PPOK/COPD (CRONIC OBSTRUCTION PULMONARY DISEASE) merupakan
istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya (Price, Sylvia Anderson : 2005). Sedangkan menurut T.M.Marrelli, Deborah
S.Harper (2008), Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah suatu kondisi kronis yang
berkaitan dengan sekelompok penyakit : emfisema, asma dan bronchitis.
Dari beberapa pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa penyakit paru
obstruktif kronis adalah suatu kelainan penyakit paru dengan ciri-ciri adanya keterbatasan
udara yang mengakibatkan obstruksi yang menahun dan persisten dari jalan napas di dalam
paru, yang termasuk dalam kelompok ini adalah : bronkhitis kronis, asma dan emfisema.
2.2 Etiologi
Faktor – faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru Obstruksi Kronis
menurut Brashers (2007) adalah :
a. Merokok merupakan > 90% resiko untuk PPOK dan sekitar 15% perokok menderita
PPOK. Beberapa perokok dianggap peka dan mengalami penurunan fungsi paru
secara cepat. Pajanan asap rokok dari lingkungan telah dikaitkan dengan penurunan
fungsi paru dan peningkatan resiko penyakit paru obstruksi pada anak.
5
b. Terdapat peningkatan resiko PPOK bagi saudara tingkat pertama perokok. Pada
kurang dari 1% penderita PPOK, terdapat defek gen alfa satu antitripsin yang
diturunkan yang menyebabkan awitan awal emfisema.
c. Infeksi saluran nafas berulang pada masa kanak – kanak berhubungan dengan
rendahnya tingkat fungsi paru maksimal yang bisa dicapai dan peningkatan resiko
terkena PPOK saat dewasa. Infeksi saluran nafas kronis seperti adenovirus dan
klamidia mungkin berperan dalam terjadinya PPOK.
d. Polusi udara dan kehidupan perkotaan berhubungan dengan peningkatan resiko
morbiditas PPOK.
2.4 Patofisiologi
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen
untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil
6
metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi
adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran
gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang
sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan
pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran
napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital
(KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa
detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas
vital paksa (VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok
merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi
bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan
pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari
saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi
dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses
ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan (GOLD,
2009).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik
pada paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur
penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka
ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal
terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian,
apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran
udara kolaps (GOLD, 2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil,
komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh
neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic
Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan
jaringan (Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas
dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan
adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan
perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).
7
Sumber : http://dokumen.tips/documents/patofisiologi-55cac88875ac1.html
2.6 Komplikasi
Komplikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Mansjoer (2002) adalah
infeksi nafas yang berulang, pneumotoraks spontan, eritrositosis karena keadaan hipoksia
kronik, gagal nafas dan kor pulmonal.
Reeves (2001) menambahkan komplikasi pernafasan utama yang bisa terjadi pada
pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis yaitu gagal nafas akut (Acute Respiratory
Failure), pneumotoraks dan giant bullae serta ada satu komplikasi kardiak yaitu penyakit
cor-pulmonale.
9
pleural, maka kapasitas paru-paru untuk pertukaran udara secara normal, menjadi
melemah dan hal ini menyebabkan menurunnya kapasitas vital dan hipoksemia.
d. Giant Bullae.
Pneumotoraks seringkali dikaitkan dengan komplikasi PPOM lainnya yaitu
pembentukan giant bullae. Jika pneumotoraks adalah udara yang terakumulasi di
rongga pleura. Tetapi bullae adalah timbul karena udara terperangkap di
parenkim paru-paru. Sehingga alveoli yang menjadi tempat menangkapnya udara
untuk pertukaran gas menjadi benar-benar tidak efektif. Bullae dapat
menyebabkan perubahan fungsi pernafasan dengan cara 2 hal yaitu dengan
menekan jaringan paru-paru, mengganggu berlangsungnya pertukaran udara. Jika
udara yang terperangkap dalam alveoli semakin meluas maka semakin banyak
pula kerusakan yang terjadi di dinding alveolar.
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut
Mansjoer (2002) adalah :
1. Pencegahan yaitu mencegah kebiasaan merokok, infeksi, polusi udara.
2. Terapi eksasebrasi akut dilakukan dengan :
a. Antibiotik, karena eksasebrasi akut biasanya disertai infeksi. Infeksi ini
umumnya disebabkan oleh H. Influenzae dan S. Pneumonia, maka
digunakan ampisillin 4 x 0,25-0,5 g/hari atau eritromisin 4 x 0,5 g/hari.
b. Augmentin (amoksisilin dan asam kluvanat) dapat diberikan jika kuman
penyebab infeksinya adalah H. Influenzae dan B. Catarhalis yang
memproduksi beta laktamase.
c. Pemberian antibiotik seperti kotrimoksasol, amoksisilin, atau doksisilin
pada pasien yang mengalami eksasebrasi akut terbukti mempercepat
penyembuhan dam membantu mempercepat kenaikan peak flow rate.
Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode eksasebrasi. Bila terdapat
infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotic
yang lebih kuat.
d. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2.
e. Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.
11
a. Hubungan ketergantungan.
b. Kurang sistem pendukung.
c. Kegagalan dukungan dari atau terhadap pasangan atau orang
terdekat.
d. Penyakit lama atau kemampuan membaik.
Tanda :
a. Ketidakmampuan untuk membuat atau mempertahankan suara
karena distress pernafasan.
b. Keterbatasan mobilitas fisik.
c. Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.
11. Penyuluhan atau pembelajaran
Gejala :
a. Penggunaan atau penyalahgunaan obat pernafasan.
b. Kesulitan menghentikan merokok.
c. Penggunaan alkohol secara teratur.
d. Kegagalan untuk membaik
BAB III
TINJAUAN KASUS
Klien Tn. E (67 tahun) masuk RS melalui IGD pada hari kamis tanggal 01 Oktober
2015, dengan keluhan sesak nafas sudah seminggu SMRS. Saat dilakukan pengkajian pada
tanggal 05 Oktober 2015 klien mengatakan nafas terasa berat, dada terasa sesak, batuk-batuk
namun dahak tidak bisa keluar, sakit di tenggorokan dan dada, skala nyeri 5, sakit saat
bernafas dan batuk, sakit di bagian dada saja, nafas terasa capek, klien mampu tidur malam 5
jam hanya terbangun bila batuk saja, klien merasa sedih akan penyakitnya dan ingin cepat
sembuh. Keluarga mengatakan klien pernah dilakukan operasi dan radiasi tiroid bulan juni
2015 lalu, klien riwayat DM tipe 2 dengan sudah meminum obat DM 4 bulan lalu dan
meminum obat-obatan rutin (Glimepiride, Actalipid, Metformin, LPG), saat klien ke kamar
mandi klien tampak ngos-ngosan, porsi makan klien habis setengah porsi tidak ada mual atau
muntah, klien nafsu makan menurun,BB menurun 2 kilo sejak sakit,BB saat ini 44 kg dengan
TB 167 cm, klien tampak sulit saat bernafas dan memegangi dada saat bernafas, klien tampak
cemas, klien sering memainkan kakinya ketika sulit bernafas, suara pernafasan klien
wheezing, pernafasan klien dalam dan cepat, ronchi +, batuk +, TTV klien TD 140/90
mmHg, RR 27 x/menit, N 88 x/menit, S 36,80C, klien terpasang IVFD asering 20 tpm.
Terapi obat yang klien dapatkan Bricasma 2 amp, Metyl Prednisolon 3x62,5 gram, Lasal
ekspektoran syrup 3x1, Cefriaxon 1x2 amp, Amlodipin 1x5 mg, Inhalasi pilmicont 2xsehari.
Klien di diagnosa Medis dengan PPOK Eksaserbasi + atelektaksis lobus atas paru kanan + Ca
tiroid pasca radiasi dengan suspek metastasis tumor di paru.
Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan:
- Hematologi
Hemoglobin 11,7 g/dL
Hematokrit 37 %
Eritrosit 54 juta/mL
Leukosit 9160 /mL
Trombosit 363 000 /mL
MCV 68 /L
MCH 22 pg
MCHC 32 g/Dl
24
- Kimia klinis
Ureum 29 mg/dL
Kreatinin 1.1 mg/dL
GDS 184 mg/dL
Natrium 142 mmol/L
Kalium 3,8 mmol/L
Klorida 97 mmol/L
- Analisa darah
PH 7,362
PCO2 26,5 mmHg
PO2 137,7 mmHg
HCO3- 15,2 mmol/L
BE -8,6 mmol/L
Saturasi O2 99,1 %
Hasil Rontgen AP thoraks
- Atelektaksis lobus atas paru kanan
- Penyempitan saluran pernafasan (sisa 1cm) dengan susp,metastasis tumor di paru
- PPOK eksaserbasi akut
3.1 Pengkajian
3.1.1 Analisa Data
Data Fokus Problem Etiologi
DS : Perubahan pola nafas Obstruksi jalan nafas oleh
- Klien mengatakan sekret dan tumor paru
nafas terasa berat
- Klien mengatakan
dada terasa sesak
- Klien mengatakan
nafas terasa capek
DO:
- Keluarga
mengatakan saat
klien ke kamar
25
mandi klien
tampak ngos-
ngosan
- Klien tampak sulit
saat bernafas
- Suara pernafasan
klien wheezing
- Pernafasan klien
dalam dan cepat
- Ronchi (+)
- TTV klien:
TD :140/90 mmHg
RR 27 x/menit
N 88 x/menit
S 36,8oC
- Hasil Rontgen AP
thoraks
Atelektaksis lobus
atas paru kanan,
Penyempitan
saluran pernafasan
(sisa 1cm) dengan
susp,metastasis
tumor di paru,
PPOK eksaserbasi
akut
DS: Bersihan jalan nafas tidak Peningkatan produksi
- Klien mengatakan efektif sekret
batuk-batuk namun
dahak tidak bisa
keluar
DO:
- Suara pernapasan
26
klien ronchi
- Batuk (+)
- TTV
TD 140/90 mmHg
RR 27 x/menit
N 88 x/menit
S 36,80C
DS: Gangguan rasa nyaman: Obstruksi jalan nafas oleh
- Klien mengatakan nyeri sekret dan tumor paru
tenggorokan terasa
sakit
- Klien mengatakan
sakit saat bernafas
dan batuk
- Klien mengatakan
sakit di bagian
dada saja
DO:
- Skala nyeri 5
- Klien memegangi
dada saat bernafas
- TTV
TD 140/90 mmHg
RR 27 x/menit
N 88 x/menit
S 36,80C
- Hasil Rontgen AP
thoraks :
Atelektaksis lobus
atas paru kanan,
Penyempitan
saluran pernafasan
(sisa 1cm) dengan
27
susp,metastasis
tumor di paru,
PPOK eksaserbasi
akut
DS: Ansietas Ketidakmampuan untuk
- Klien mengatakan bernafas dengan normal :
merasa sedih akan proses penyakit
penyakitnya
- Klien mengatakan
ingin cepat sembuh
DO:
- Klien tampak
cemas
- Klien sering
memainkan
kakinya ketika sulit
bernafas
- TTV
TD 140/90 mmHg
RR 27 x/menit
N 88 x/menit
S 36,80C
DS: Resiko perubahan nutrisi Meningkatnya kebutuhan
- Keluarga klien kurang dari kebutuhan energi metabolik : Dispnea
mengatakan porsi tubuh
makan klien habis
setengah porsi
- Keluarga
mengatakan tidak
ada mual dan
muntah
- Keluarga klien
mengatakan BB
28
menurun 2 kilo
sejak sakit
DO:
- BB sebelum sakit
= 47 kg
- BB sesudah sakit =
44 kg
- IMT = 15, 77
- TTV
TD 140/90 mmHg
RR 27 x/menit
N 88 x/menit
S 36,80C
S:
Perubahan pola nafas
- Klien mengatakan sesak sedikit
Senin, 05 berhubungan dengan obstruksi
berkurang setelah diuap
Oktober 2015 jalan nafas oleh sekret dan tumor
O:
paru
- Klien composmentis
36
- KU lemah
- Klien masih terlihat sesak
- Saat diauskultasi ronchi di
bronkus masih ada
- Klien bernafas dalam dan cepat
- Klien diposisikan semifowler
dengan 450
- Klien mampu mempraktekkan
batuk efektif
- Sekret tidak keluar
- Oksigen masuk 3L/menit
- Suara nafas whezing dan ronchi
+
- Nebulizer masuk dengan
pulmicont 1 cc
- Obat masuk bricasma 2 amp,
ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin
1x5gr
- TTV : TD 140/80 mmHg, N 76
x/menit RR 24 x/menit, S 360C
A:
- Masalah keperawatan perubahan
pola nafas belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
- Observasi TTV klien
- 0bservasi frekuensi, irama dan
kedalaman pernapasan klien
- Pertahankan oksigenasi
tambahan klien
- Lakukan kolaborasi untuk
dilakukan nebulizer (pulmicont
2x1 hari)
37
O:
- Batuk dengan sekret berwarna
putih dan tidak berdarah
- Klien membuang sekret diwadah
kusus/kom sputum
- Obat masuk lasal ekspektoran
syrup 3x1
- Nebulizer masuk dengan
pulmicont 2x1cc
- TTV
TD 140/90 mmHg
N 100 x/menit
RR 25 x/menit
S 360C
A:
- Masalah keperawatan bersihan
jalan nafas sedikit teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV klien
- Kaji pola batuk dan karakteristik
batuk klien
- Lakukan kolaborasi dilakukan
nebulizer (pulmicont 2x1 hari)
- Lakukan kolaborasi untuk
pemberian terapi obat bricasma 2
amp, metyl prednisolon 3x62,6
gr, lasal ekspektoral syrup 3x1,
ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin 1x5
gr
Gangguan rasa nyaman : nyeri S:
berhubungan dengan obstruksi - Klien mengatakan nyeri masih
jalan nafas oleh sekret dan tumor terasa bila batuk dan bernafas
43
paru kuat
- Klien mengatakan nyeri di dada
dan tenggorokan
O:
- Skala nyeri 4
- Klien tampak memegangi dada
dan leher saat batuk atau
bernafas
- Klien tampak sedikit meringis
- TTV
TD 140/90 mmHg
N 100 x/menit
RR 25 x/menit
- S 360C
A:
- Masalah keperawatan gangguan
rasa nyaman nyeri sedikit teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV klien
- Kaji karakteristik nyeri klien
(PQRST)
- Lakukan kolaborasi untuk
pemberian terapi obat metyl
prednisolon 3x62,6 gr
S:
- Klien mengatakan ingin cepat
sembuh dan bernafas normal
Ansietas berhubungan dengan
karena capek nafas seperti ini
ketidakmampuan untuk bernafas
- Klien mengatakan sedih dan
dengan normal : proses penyakit
takut karena untuk bernafas aja
sulit
O:
44
- Klien mengungkapkan
perasaanya
- Klien menjawab pertanyaan yang
diajukan tentang perasaannya
- Klien menanyakan kenapa sulit
bernafas
- TTV
TD 140/90 mmHg
N 100 x/menit
RR 25 x/menit
S 360C
A:
- Masalah keperawatan ansietas
sedikit teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV klien
- Observasi ansietas dan perasaan
klien
- Berikan penguatan atau semangat
dalam penyembuhan
S:
- Klien mengatakan makan banyak
- Klien mengatakan tidak mual
dan muntah
Resiko perubahan nutrisi - Keluarga mengatakan klien juga
berhubungan dengan makan makanan cemilan
meningkatnya kebutuhan energi O:
metabolik : Dispnea - Tidak ada mual dan muntah
- Porsi makan klien habis 1 porsi
- IMT klien 15,77
- TTV
TD 140/90 mmHg
45
N 100 x/menit
RR 25 x/menit
S 360C
A:
- Masalah keperawatan resiko
perubahan nutrisi sedikit teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV klien
- Kaji pola makan klien saat ini
- Lakukan kolaborasi dengan ahli
gizi untuk nutrisi yang baik
untuk klien
S:
- Klien mengatakan sesak makin
teratas berat hari ini
- Klien mengatakan setelah
dilakukan uap masih terasa sesak
dan sesak tidak berkurang
- Klien mengatakan nafas terasa
berat dan susah
Perubahan pola nafas - Klien mengatakan dahak sudah
Rabu, 07 berhubungan dengan obstruksi banyak keluar tapi tetap terasa
Oktober 2015 jalan nafas oleh sekret dan tumor sesak
paru O:
- Klien bernafas dalam dan cepat
- Klien bernafas wheezing
- Klien tampak sulit bernafas
- Oksigen masuk 3L/menit
- Nebulizer masuk masuk dengan
pulmicont 1cc
- Obat bricasma masuk 2amp
- TTV
46
TD 150/80 mmHg
N 96 x/menit
RR 25 x/menit
S 37,30C
A:
- Masalah keperawatan perubahan
pola nafas sedikit teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV klien
- Observasi frekuensi, irama dan
bunyi nafas klien
- Pertahankan oksigenasi
tambahan klien
- Lakukan kolaborasi dilakukan
nebulizer (pulmicont 2x1 hari)
- Lakukan kolaborasi untuk
pemberian terapi obat bricasma 2
amp, metyl prednisolon 3x62,6
gr, lasal ekspektoral syrup 3x1,
ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin 1x5
gr
S:
- Klien mengatakan masih sering
batuk
- Klien mengatakan sudah banyak
Bersihan jalan nafas tidak efektif dahak yang keluar
berhubungan dengan - Klien mengatakan setelah di
peningkatan produksi sekret nebulizer dahak mudah keluar
- Klien mengatakan setelah minum
oabat lasal ekspektoran syrup
3x1 sdm batuk berkurang
O:
47
- TTV
TD 150/80 mmHg
N 96 x/menit
RR 25 x/menit
S 37,30C
A:
- Masalah keperawatan resiko
perubahan nutrisi sedikit teratsi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV klien
- Kaji pola makan klien saat ini
- Lakukan timbang BB
- Kaji IMT klien
- Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk makanan yang baik untuk
klien
S:
- Klien mengatakan sesak makin
terasa berat
- Klien mengatakan makin sulit
bernafas
- Klien mengatakan dinebulizer
Perubahan pola nafas tidak ada perubahan
Kamis, 08 berhubungan dengan obstruksi - Klien mengatakan sudah tidak
Oktober 2015 jalan nafas oleh sekret dan tumor mau dinebulizer sebab tidak ada
paru perubahan
O:
- Klien tampak sulit bernafas
- Suara nafas klien wheezing
- Saat diauskultasi masih terdengar
ronkhi di bronkus
- Klien bernafas dalam dan cepat
51
O:
- Saat auskultasi masih terdengar
sekret di bronkus
- Obat masuk lasal ekspektoran
syrup 3x1 sdm
- Klien menghentikan saat
nebulizer dilakukan
- Ronkhi +
- TTV
TD 150/90 mmHg
N 103 x/menit
RR 26 x/menit
S 36,80C
A:
- Masalah keperawatan bersihan
jalan nafas sedikit teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV klien
- Kaji karakteristik batuk
- Lakukan kolaborasi dilakukan
nebulizer (pulmicont 2x1 hari)
- Lakukan kolaborasi untuk
pemberian terapi obat bricasma 2
amp, metyl prednisolon 3x62,6
gr, lasal ekspektoral syrup 3x1,
ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin 1x5
gr
- Antar klien ke ruang OK untuk
dilakukan trakeostomi
Gangguan rasa nyaman : nyeri S:
berhubungan dengan obstruksi - Klien mengatakan nyeri masih
jalan nafas olehsekret dan tumor terasa
53
dilakukan trakeostomi
S:
- Klien mengatakan makan sedikit
- Klien mengatakan nafsu makan
berkurang
O:
- Porsi makan klien habis ½ porsi
- Tidak ada mual dan muntah
- BB klien stabil 44 kg
- IMT 15, 77
- TTV
TD 150/90 mmHg
N 103 x/menit
Resiko perubahan nutrisi
RR 26 x/menit
berhubungan dengan
S 36,80C
meningkatnya kebutuhan energi
A:
metabolik : Dispnea
- Masalah keperawatan resiko
perubahan nutrisi sedikit teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV
- Kaji pola makan klien setiap hari
- Kaji ada mual atau muntah
- BB stabil atau penaikan
- IMT stabil atau dalam batas
normal
- Antar klien ke ruang OK untuk
dilakukan trakeostomi
56
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas masalah yang muncul dalam Asuhan
Keperawatan pada Tn. E dengan Gangguan Sistem Pernafasan Penyakit Paru Obstruksi
Kronis di Ruang 4 Paru RS Gatot Soebroto. Adapu yang menjadi lingkup pembahasan
meliputi pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi. Penulis
mengelola Tn. E selama 6 hari yaitu dari tanggal 5 Oktober sampai 10 Oktober 2015. Penulis
menggunakan pengkajian langsung pada klien dengan metode wawancara, observasi,
pemeriksaan fisik pada Tn. E serta studi dokumentasi dengan pembelajaran rekam medis dan
studi kepustakaan. Penulis menemukan adanya kesenjangan antara teori dan resume kasus
yang terjadi pada klien sabagai berikut :
4. 1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses sistematis dalam mengumpulkan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien
(Nursalam, 2001). Dalam pengkajian ini penulis menggunakan beberapa cara untuk
memperoleh data yang digunakan sebagai berikut :
a. Wawancara
Pengertian wawancara menurut Nazir (2000) adalah proses memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka
antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan
menggunakan alat yang dinamakan interviev guide (panduan wawancara).
Dari hasil pengkajian pada tanggal 5 Oktober 2014 dengan metode wawancara
penulis mendapatkan kesulitan karena pasien sulit bicara, sulit mengeluarkan kata
atau kalimat, sehingga penulis tidak hanya melakukan wawancara terhadap pasien,
tetapi juga ke anggota keluarga pasien seperti ke istri dan anak nya serta anggota
keluarga lain yang kooperatif. Saat dilakukan pengkajian istri klien mengatakan
bahwa klien mengeluh nafas terasa berat, dada terasa sesak, batuk-batuk namun dahak
tidak bisa keluar, sakit di tenggorokan dan dada.
Berdasarkan data diatas terdapat kesamaan antara teori dengan kasus. Menurut
teori Doenges (2012) pada pengkajian pernafasan pasien mengalami rasa dan
tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas, batuk yang menetap, adanya produksi
57
kasus. Menurut teori Engram (2000) pasien mengalami batuk yang menetap pada
waktu tidur.
Dari hasil observasi pada tanggal 5 Oktober 2015 penulis juga mendapakan
data yitu tidak ditemukan tanda-tanda anoreksia seperti mual, muntah, nafsu makn
buruk, penurunan berat badan menetap dan turgor kulit buruk.
Berdasarkan data diatas terdapat kesenjangan antara teori dengan kasus.
Menurut Doengoes (2012) pasien dapat mengalami penurunan berat badan, mengeluh
gangguan sensasi pengecap dan keengganan untuk makan atau kurang tertarik pada
maknan. Pada saat dilakukan pengkajian penulis tidak mengalami mual dan muntah,
pasien juga diberikan mengalami muntah dan mual oasien juga dberikan injeksi
ranitin 30mmHg untuk mencegah terjadi nya anoresia.
c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik menurut Nursalam (2001) adalah melakukan pemeriksaan
fisik pasien untuk menentukan masalah kesehatan pasien. Pemeriksaan fisik dapat
dilakukan dengan menggunakan 4 tekhnik yaitu :
1) Inspeksi yaitu proses observasi yang dilaksanakan secarasistematil
dilaksananakan dengan menggunakan indera penglihatan, pendengaran dan
penciuman. Dari hasil pengkajian pada tanggal 5 Oktober 2015 dengan
tekhnik inpeksi penulis mendapatkan data yitu adanya bentuk dada seperti
tong terlihat meninggikan bahu untuk bernafas.
d. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi menurut Arikunto (2002) adalh mencari data mengenai hal-
hal atau variable yang berupa catatan, transkrip, buku dan sebagainya sebagai data
penunjang.
Pada studi dokuemntasi diperoleh identitas pasien, pemeriksaan laboratorium.
Hasil pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan laboratorium yaitu
Hemoglobin:11,7 g/dL, Hematokrit 37 %, Eritrosit : 54 juta/mL, Leukosit :
9160 /mL, Trombosit 363 000 /mL,MCV : 68 /L,MCH :22 pg, MCHC : 32 g/Dl,
Ureum : 29 mg/dl,Kreatinin : 1.1 mg/dL,GDS :84 mg/dL, Natrium : 142mmol/L,
Kalium : 3,8 mmol/L, Klorida: 97 mmol/L.
Analisa darah
PH 7,362
PCO2 26,5 mmHg
PO2 137,7 mmHg
59
4. 2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut Doenges (2012) yaitu cara mengidentifikasikan,
memfokuskan dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respon terhadap masalah actual
dan resiko tinggi serta untuk mengekspresikan bagian identifikasi maslaah dari proses
keperawatan.
Diagnosa keperawatan menurut teori Doenges (2012) untuk kasus penykit paru
obstruksi kronis ada 4 diagnosa yaitu Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
bronkospasma, peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan
energi atau kelemahan.Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan supply
oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasma bronkus, jebakan udara), kerusakan
alveoli.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual atau muntah.Resiko tinggi
terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama (penurunan kerja
60
diimplementasikan oleh penulis pada tanggal 5-10 Oktober 2015 antara lain :
Mengkaji frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan klien, rasional :
takipnea biasanya ada pada beberapa derajat obstruksi jalan nafas, pernafasan
dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang disbanding inspirasi,
Mengauskultasi bunyi nafas dan mencatat bunyi nafas klien catat adanya
bunyi nafas misalnya mengi, ronchi, krekels. Rasional : obstruksi jalan jalan
nafas redup ditandai dengan bunyi nafas krekels, bunyi nafas redup dengan
ekspirasi mengi. Mencatat adanya penggunaan otot bantu pernafasan, rasional
menandakan adanya infeksi atau reaksi alergi. Memberikan posisi semi
fowler, rasional pasien meas nyaman dan memudahkan pengembangan paru
untuk bernafas. Membantu latihan nafas dengna bibir dimonyongkan, rasional
mengatasi sesak nafas. Mengobservasi karakteristik batuk dan mengajarkan
batuk efektif, rasional membantu mengeluarkan secret dan mempermudah
pengeluaran secret.
Kekuatan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan adalah pasien dan
keluarga sangat kooperatif terhadap semua tindakan keperawatan yang
dilakukan untuk mengatasi sesak nafasnya. Kelemahannya penulis
membutuhkan ketelatenan, ketelitian dan kesabaran untuk mengatasi sesak
nafas yang dialami pasien.
Evaluasi untuk diagnose keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan peningkatan produksi secret pada hari Kamis, 8 Oktober
2015 adalah :
S : Klien mengatakan sesak nafas berkurang, klien mengatakan lega setelah
dilakukan nebulizer karena pasien dapat mengeluarkan dahak, pasien
mengatakan batuk berkurang setelah minum obat Lasal exp syp 3x1, respirasi
24x/menit.
O : Nebulizer pulmicort 1 ampul masuk via inhalasi, secret keluar berwarna
putih purulent, suara nafas mengi dan ronchi pada paru kanan nasih ada,
pasien dapat mempraktekkan batuk efektif.
A : Diagnose keperawatan bersihan jalan nafas belum teratasi.
P : Lanjutkan intervensi dengan auskultasi suara nafas tambahan, berikan
terapi nebulizer dan anjurkan untuk meningkatkan intake cairan dengan
minum air matang hangat agar secret dapat keluar.
62
b. Diagnose keperawatan yang tercantum dalam teori tetapi tidak muncul dalam kasus
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan oksigenasi
(obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara), kerusakan
alveoli.
Kerusakan pertukaran gas adalah kelebihan atau deficit pada oksigenasi dan
atau eliminasi karbondioksida pada membrane alveolar-kapiler (Amin,2013).
Batasan karakteristik menurut Doenges (2012) antara lain dyspnea, bingung,
gelisah, ketidakmampuan membuang secret, nilai AGD tidak normal,
perubahan tanda vital, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
Diagnose keperawatan ini tidak muncul dalam kasus karena didalam kamus
tidak peroleh data-data pendukung untuk menegakkan diagnose ini antara lain
pada pasien tidak mengalami bingungdan gelisah, pasien mampu membuang
secret walaupun dengan usaha minimal, tidak ada perubahan pada tanda-tanda
vital pasien.
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama
(penurunan kerja silia, menetapnya secret), tidak adekuatnya imunitas
(kerusakan jaringan, peningkatan pemajanan pada lingkungan), proses
penyakit kronis, malnutrisi.
Resiko tinggi terhadap infeksi menurut Amin (2013) adalah mengalami
peningkatan resiko tentang organisme patogenik. Batasan karakteristik
menurut Doenges (2012) adalah tidak ada tanda-tanda dan gejala resiko
infeksi.
Diagnose keperawatan ini tidak muncul dalam kasus karena tidak diperoleh
data pendukung untuk diagnose keperawatan ini. Pengkajian yang dilakukan
penulis yaitu paisen tidak mengalami tanda dan gejala infeksi, leukosit
9160/UL, suhu tubuh selama 7hari dalam batas normal (36,5-37,5oC)
64
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil asuhan keperawatan Tn. E dengan PPOK, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa :
5.1.1 Melakukan pengkajian pada Tn. E terkait dengan PPOK
Dalam melakukan pengkajian pada Tn. E, penulis mengalami kesulitan dalam
melakukan komunikasi dengan Tn. E karena Tn. E kesulitan berbicara. Maka dari
itu, penulis tidak hanya melakukan wawancara pada pasien saja, tetapi juga pada
anggota keluarga Tn. E
5.1.2 Merumuskan diagnose keperawatan pada Tn. E
Dari hasil pengkajian yang dilakukan oleh penulis, penulis memprioritaskan 3
diagnosa yaitu Perubahan pola nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
oleh sekret dan tumor paru. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
peningkatan produksi sekret. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan
obstruksi jalan nafas oleh sekret dan tumor paru
5.1.3 Melakukan perencanaan terhadap Tn. E
Perencanaan yang dibuat disesuaikan dengan kondisi pasien. Sehingga intervensi
yang dilakukan dapat terlaksana dengan baik terkait dukungan dan kerjasama dari
Tn. E dalam mengatasi penyakit yang dideritanya. Saat penulis melakukan
kontrak waktu untuk pemberian asuhan keperawatan yang akan dilakukan
selanjutnya, klien dan keluarga klien juga kooperatif.
5.1.4 Melakukan tindakan keperawatan pada Tn. E terkait penyakit PPOK yang dialami
Tn. E
Saat dilakukan tindakan keperawatan, Tn. E sangat kooperatif saat dilakukan
injeksi, fisioterapi dada, diajarkan tekhnik mengeluarkan secret dengan batuk
efektif dan pasien juga memperhatikan saran yang diberikan oleh penulis antara
lain minum air hangat matang untuk memudahkan keluarnya secret.
5.1.5 Melakukan evaluasi keperawatan pada keluarga Tn. E
Evaluasi setelah memberikan tindakan keperawatan selama 7 hari, untuk diagnose
pertama sampai ketiga belum teratasi sedangkan diagnose keempat sedikit teratasi.
5.1.6 Melakukan dokumentasi keperawatan pada keluarga Tn. E
65
5.2 Saran
9.2.1 RSPAD Gatot Soebroto
Penulis memberikan saran kepada Rumah Sakit agar dapat meningkatkan dan
mempertahankan standar asuhan keperawatan sehingga mutu pelayanan rumah
sakit dapat terjaga.
9.2.2 STiKes Jayakarta
Penulis berharap akademik dapat menyediakan sumber buku dengan tahun dan
penerbit terbaru sebagai bahan informasi yang penting dalam pembuatan seminar
kecil dan dapat meningkatkan kualitas pendidikan teruatama dengan pembuatan
asuhan keperawatan dalam praktek maupun teori.
9.2.3 Profesi Perawat
Penulis berharap agar perawat ruangan dapat meningkatkan mutu pelayanan, lebih
ramah lagi tehadap pasien dan dapat memberikan asuhan keperawatan dengan
sebaik-baiknya.
66
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis NANDA
Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta : FIP. IKIP.
Asih, Niluh Gede Yasmin. 2003. Keperawatan Medikal Bedah Klien dengan Gangguan
Brashers, Valentina L. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan dan Manajemen Edisi
Doenges, Marilynn E. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Engram, Barbara. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 1. Jakarta :
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. 2009. Global Strategy for The
from: http://www.goldcopd.org
Hidayat, Azis Alimul. 2008. Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses
Kasanah. 2011. Analisis Keakuratan Kode Diagnosis Penyakit Paru Obstruksi Kronis
Eksasebrasi Akut Berdasarkan ICD 10 Pada Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat
Tangerang
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC Buku Kedokteran.
Nursalam. 2001. Proses dan Prinsip Keperawatan : Konsep dan Praktik. Jakarta : Salemba
Medika.
Price, Sylvia A. Dkk. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6
Reeves, Charlene J. 2001. Buku Satu Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba
Medika.
Sherwood, L., 2001. Sistem Pernapasan. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem edisi 2. Jakarta:
EGC, 410-460.