Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Retinopati diabetik adalah suatu mikrovaskular retina yang diakibatkan oleh


hiperglikemik kronik yang menjadi komplikasi dari diabetes mellitus (DM).1
Prevalensi kejadian retinopati diabetik menurut American Academy of
Ophthalmology, pada pasien DM tipe 1 sebanyak 25% yang setalah 5 tahun akan
mengalami retinopati diabetik dan setelah 15 tahun sebanyak 80%, sedangkan pada
pasien DM tipe 2 sebanyak 84% akan mengalami retinopati diabetik setelah 10
tahun.2
Faktor risiko yang menyebabkan retinopati diabetik yaitu hiperglikemia
kronik, hipertensi, hiperkolesterolemia dan merokok.3 Retinopati diabetik dibagi
menjadi 2 yaitu non proliferatif dan proliferatif.1,3 Diagnosis penegakkan retinopati
diabetik berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Gejala yang ditemukan penglihatan kabur, sulit membaca, melihat bintik hitam dan
mata terasa nyeri. Pada pemeriksaan didapatkan mikroaneurisma, hard exudate, soft
exudate, neovaskularisasi, edema retina dan dilatasi pembuluh darah vena.2
Pengobatan dari retinopati diabetik terlebih dahulu dikontrol kadar gula darah,
melakukan skrinning ke dokter mata dan menghindari faktor risiko yang bisa dirubah
seperti merokok, hiperkolesterolemia, dan lainnya. Beberapa pengobatan yang
digunakan untuk retinopati diabetik yaitu laser fotokoagulasi, anti VGEF dan
vitrektomi. Terai laser fotokoagulasi paling efektif untuk neovaskularisasi pada iris
dan retina. Laser foto koagulasi atau disebut dengan panretinal photocoagulation
(PRP), yang diindikasikan untuk retinopati diabetik proliferatif yang dapat
menurunkan kejadian gangguan penglihatan sebanyak 50% karena merangsang
regresi pembuluh darah baru.3 Terapi laser berguna untuk mencegah terjadinya
kebutaan pada pasien yang menderita DM. Oleh karena itu, pada makalah ini akan
dijelaskan tentang retinopati diabetik dan terapi laser fotokoagulasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Retinopati diabetes merupakan suatu kelainan retina (retinopati) yang
ditemukan pada penderita diabetes melitus. Retinopati akibat diabetes melitus
lama berupa aneurismata, melebarnya vena, perdarahan dan eksudat lemak.
Insidensi pada retinopati diabetik cukup tinggi yaitu mencapai 40-50% penderita
diabetes, sehingga retinopati diabetik menjadi penyulit penyakit diabetes yang
paling penting dan memiliki prognosis yang kurang baik terutama bagi
penglihatan.4

2. Patogenesis
Penyebab dari penyakit mikrovaskuler diabetes masih kurang di mengerti,
paparan hipeglikemia selama periode yang panjang menghasilkan perubahan
biokimia dan fisiologis yang akhirnya menyebabkan kerusakan endotel.
Perubahan kapiler retina spesifik seperti penebalan membran basement dan
hilangnya selektif pericytes mendukung oklusi kapiler dan nonperfusi retina. Di
samping itu, dekompensasi penghalang endotel menyebabkan kebocoran serum
dan retina. Selain itu, dekompensasi penghalang endotel menyebabkan kebocoran
serum dan edema retina. tahap-tahap penyakit hasil dari perkembangan terus-
menerus dari kerusakan retinovaskular, yang mengarah pada manifestasi klinis
yang berkisar dari lesi proliferatif ringan hingga lanjut. Laju perkembangan
bervariasi di antara pasien dan terutama tergantung pada faktor-faktor sistemik
seperti kadar glukosa darah, tekanan darah, profil lipid darah, dan lain-lain.2
Terdapat beberapa kelainan hematologis dan biokimia yang berhubungan
dengan prevalensi dan keparahan dari retinopati, yaitu :
- Peningkatan perlekatan trombosit
- Peningkatan agregasi eritrosit
- Kadar lipid serum yang abnormal
- Rusaknya fibrinolysis
- Growth hormone yang abnormal
- Regulasi dari vascular endothelial groeth factor (VGEF)
- Kelainan di dalam serum dan viskositas darah lengkap
- Inflamasi local dan sistemik
Masing-masing dari kelainan ini berperan sesuai pathogenesis retinopati,
baik secara individu ataupun bersamaan, dan tidak didefinisikan dengan baik.2

3. Klasifikasi Retinopati Diabetik


International Clinical Diabetic Retinopathy and Diabetic Macular Edema
mengemukakan klasifikasi retinopati diabetik berdasarkan penelitian ETDRS
sebagai nonproliferative diabetic retinopathy (NPDR), dan Proliferatif diabetic
retinopathy (PDR). NPDR dibagi menjadi NPDR ringan ( hanya terdapat
mikroaneurisma), NPDR sedang ( lebih dari hanya mikroaneurisma ringan tetapi
lebih ringan dari NPDR berat), dan NPDR berat (lebih dari 20 perdarahan intra
retina.Proliferatif diabetic retinopathy (PDR) didiagnosis jika didapatkan
neovaskularisasi dan atau perdarahan vitreus/preretina yang dibagi menjadi PDR
awal ( adanya neovaskularisasi di diskus/NVD (neovaskularization of the disc )
atau tempat lain / NVE (neovascularization elsewhere) ), PDR resiko tinggi (
NVD ≥ ⅓ - ¼ daerah diskus atau NVD disertai perdarahan vitreus/ preretina, atau
NVE ≥ ½ daerah diskus dan perdarahan preretina/ vitreus), serta PDR berat (
polus posterior tertutup oleh perdarahan preretina/vitreus). Selama progresifitas
retinopati diabetik berjalan, edema makula diabetik ( Diabetic macular edema/
DME) dapat terjadi, karena rusaknya sawar darah retina sehingga terjadi
kebocoran pembuluh kapiler yang hiperpermiabel. DME dapat dibagi menjadi
non CSME dan CSME, termasuk CSME bila terdapat penebalan retina pada
jarak 500 meter dari sentral makula, atau terdapat eksudat keras pada daerah
tersebut, atau terjadi penebalan retina yang lebih luas dari 1 area diskus dalam
jarak 1 diameter diskus dari sentral makula. 5
3.1 Retinopati Diabetika Nonproliferatif (RDNP)
Retinopati diabetika adalah bentuk retinopati yang paling ringan
dan sering tidak memperlihatkan gejala. Cara pemeriksaannya dengan
menggunakan foto warna fundus atau fundal fluoroscein angiography(FFA).
Mikroaneurisma merupakan tanda awal terjadinya RDNP, yang terlihat dalam
foto warna fundus berupa bintik merah yang sering di bagian posterior.
Kelainan morfologi lain antara lain penebalan membran basalis, perdarahan
ringan, hard exudate yang tampak sebagai bercak warna kuning dan soft
exudate yang tampak sebagai bercak halus (Cotton Wool Spot). Eksudat
terjadi akibat deposisi dan kebocoran lipoprotein plasma. Edema terjadi akibat
kebocoran plasma. Cotton wool spot terjadi akibat kapiler yang mengalami
sumbatan.3 RDNP selanjutnya dapat dibagi menjadi tiga stadium.5
a) Retinopati nonproliferatif minimal
Terdapat satu atau lebih tanda berupa dilatasi vena, mikroaneurisma,
perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras
b) Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang
Terdapat satu atau lebih tanda berupa dilatasi vena derajat ringan,
perdarahan, eksudat keras, eksudat lunak atau IRMA
c) Retinopati nonproliferatif berat
Terdapat satu atau lebih tanda berupa perdarahan dan mikroaneurisma
pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 kuadran, IRMA ekstensif
minimal pada 1 kuadran
d) Retinopati nonproliferatif sangat berat
Ditemukan dua atau lebih tanda pada retinopati nonproliferatif berat.
Gambar 1. Standar fotografi dari ETDRS yang digunakan sebagai
standar dalam mennetukan derajat retinopati yang menunjukan abnormalitas
mikrovaskular (dilatasi kapiler).

Gambar 2. Standar fotografi ETDRS menunjukkan perdarahan retina


dan Mikroaneurisma.

Gambar 3. Fotografi fundus berwarna dari RDNP menunjukkan


perdarahan, eksudat lemak kuning, dan cotton wool spo.
3.2 Retinopati Diabetika Proliferatif (RDP)

Retinopati diabetika proliferatif ditandai dengan terbentuknya


pembuluh darah baru (Neovaskularisasi). Dinding pembuluh darah baru
tersebut hanya terdiri dari satu lapis sel endotel tanpa sel perisit dan
membrana basalis sehingga sangat rapuh dan mudah mengalami
perdarahan.Pembentukan pembuluh darah baru tersebut sangat berbahaya
karena dapat tumbuh menyebar keluar retina sampai ke vitreus sehingga
menyebabkan perdarahan di vitreus yang mengakibatkan kebutaan. Apabila
perdarahan terus berulang akan terbentuk jaringan sikatrik dan fibrosis di
retina yang akan menarik retina sampai lepas sehingga terjadi ablasio retina.
RPD dapat dibagi lagi menjadi :

a) Retinopati proliferatif tanpa resiko tinggi


Bila ditemukan minimal adanya neovaskular pada diskus (NVD) yang
mencakup lebih dari satu per empat daerah diskus tanpa disertai
perdarahan preretina atau vitreus; atau neovaskular di mana saja di retina
(NVE) tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus.
b) Retinopati proliferatif resiko tinggi
Apabila ditemukan 3 atau 4 faktor risiko berikut :
i. Ditemukan pembuluh darah baru dimana saja di retina
ii. Ditemukan pembuluh darah baru pada atau dekat diskus optikus
iii. Pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang
mencakup lebih dari satu per empat daerah diskus
iv. Perdarahan vitreus

Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada diskus optikus atau

setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahan, merupakan dua

gambaran yang paling sering diteditemukan pada retinopati proliferatif

dengan resiko tinggi.5


4. Penatalaksanaan Retinopati Diabetik

a) Fotokoagulasi Laser

Fotokoagulasi laser dilakukan untuk mengurangi resiko penurunan

penglihatan yang disebabkan oleh retinopati diabetik, dan bertujuan untuk

membatasi kebocoran vaskular pada daerah retina yang mengalami

kerusakan, dapat dilakukan pada edema makula dan daerah yang

mengalami kebocoran yang difus. Pasien dengan NPDR tanpa edema

makula bukan indikasi terapi fotokoagulasi laser. Hal terpenting pada

pasien – pasien ini adalah disiplin dalam memonitor kadar gula darah

secara teratur tiap 4 – 6 bulan sekali. Terdapat beberapa tekhnik

fotokoagulasi laser, yaitu :2

i. Panretinal photocoagulation (PRP)/Scatter

Pada retinopati diabetik, fotokoagulasi yang digunakan adalah PRP

( Panretinal photocoagulation), yang dilakukan dalam pola

menyebar ( scatter) pada retina, yang berguna untuk regresi

neovaskularisasi, tetapi intensitas dan besarnya bakaran pada PRP

bervariasi tergantung dari setiap kasus dan protokol yang

ditetapkan.

ii. Focal dan Grid Laser Photocoagulation

Penatalaksanaan edema makula pada retinopati diabetik dapat

menggunakan dua metoda yang berbeda dengan PRP, yaitu :


1) Focal laser photocoagulation, diarahkan langsung pada

pembuluh darah yang abnormal dengan tujuan mengurangi

kebocoran cairan yang kronis.

2) Grid laser Photocoagulation, digunakan pada kebocoran

difus, dan dilakukan dengan pola grid pada area yang edema.2

5. Metode Laser

Penatalaksanaan retinopati diabetik dibuat berdasarkan pada tingkat

kelainan penyakitnya. Salah satu cara adalah dengan menggunakan terapi

fotokoagulasi laser. Fotokoagulasi laser telah memberikan hasil yang baik

pada retinopati diabetik yang disertai clinically significant macular edema

(CSME), neovaskularisasi pada retina dan pada penderita dengan resiko tinggi

proliferative disease. Dengan fotokoagulasi laser, progesifitas retinopati

diabetic dapat diturunkan secara efektif yaitu sekitar 90%, sehingga

kehilangan tajam penglihatan yang berat dapat dihindari.6

Laser adalah singkatan dari kata “Light Amplification by Stimulated


Emission of Radiation”, yang berarti menghasilkan sumber cahaya dengan
intensitas yang besar dan fase koheren.6 Laser memiliki intensitas sinar yang
tinggi, dengan ‘pulse energies’ sebesar 104 joule dan ‘pulse durations’ 6 X
10 -15 detik.7

Terdapat tiga metode fotokoagulasi laser pada retinopati diabetik.6

1. Scatter (panretinal) yang dapat memperlambat perkembangan serta meregresi


neovaskularisasi pada diskus optikus dan permukaan retina.
2. foto koagulasi fokal yang ditujukan langsung pada kebocoran di fundus
posterior retina untuk mengurangi edema makula.
3. fotokoagulasi grid, yang ditujukan pada daerah edema yang terjadi akibat
kebocoran kapiler yang difus.

Efektifitas fotokoagulasi retina tergantung pada seberapa baik cahaya


menembus media okular dalam perjalanan ke jaringan retina dan seberapa baik
cahaya yang diserap oleh pigmen di jaringan target. Dalam jaringan retina, cahaya
diserap oleh melanin, xantofil atau hemoglobin. Melanin menyerap hijau, kuning,
merah dan inframerah panjang gelombang; xantofil (di makula) menyerap biru
tapi minimal menyerap panjang gelombang kuning atau merah; hemoglobin
menyerap biru, hijau dan kuning dan minimal dalam penyerapan panjang
gelombang merah.8 Kemungkinan bahaya pada mata dan kulit karena radiasi laser
bergantung pada panjang gelombang (wavelength), lama penyinaran (exposure
duration), dan kondisi yang nampak (viewing conditions).7

Adapun berdasarkan metode penghantaran sinar laser, terdapat 3 pendekatan:9


a. Slit-lampbiomicroscope:
Merupakan metode paling umum dan popular. Laser parameter yaitu;
kekuatan (power),lama paparan (expsure time) dan spot size dapat diubah
b. Laser indirect ophthalmoscope
Menggunakan argon hijau dan diode laser yang disalurkan lewat kabel fiber
optic. Ideal untuk fotokoagulasi pada Panretinal Photocoagulation (PRP)
dan anak-anak dengan anastesi general, pasien dengan pupil yang kecil dan
kekeruhan lensa. Tidak cocok untuk fokal atau grid laser pada macula. Spot
size dapat diubah dengan memanipulasi kekuatan dioptri lensa pada
condensing lens yang dipegang dan menggerakan tuas di headset. Spot size
juga dipengaruhi oleh status refraksi mata pasien. Spot size pada mata yang
mengalami hipertropi lebih kecil daripada mata emetropi. Sedangkan pada
mata miopi, spot size lebih luas daripada mata yang emetropi.
c. Intraoperativelaser endoscope
Menggunakan argon hijau dan diode laser yang disalirkan lewat laser
endoscope saat dilakukan vitrektomi. Ideal untuk photocoagulation o retinal
surface neovascularization (NVE)

6. Cara Kerja Laser Fotokoagulopati

Cahaya masuk dan di absobsi pada melanin di RPE dan terjadi


coagulasi suhu di RPE. Lalu berikatan dengan fotoreseptor, sehingga
terjadi kematian sel RPE dan fotoreseptor. Sehingga menurun konsumsi
oksigen pada lapisan retina luar. Sehingga fotoreseptor digantikan oleh
glia untuk memberikan oksigen melalui pembuluh choroidal sehingga
langsung masuk ke retina bagian dalam, akibatnya berkurang produksi
VEGF, terjadilah vasokontriksi arteriol sehingga terjadi penurunan
poliferasi endotel, lalu terjadi penurunan neovaskularisasi.10

Gambar 4. Cara kerja laser fotokoagluasi


7. Indikasi dan Kontraindikasi Laser Fotokoagulopati
Indikasi tindakan fotokoagulasi laser.yaitu

a) NPDR yang dIsertai dengan CSME. Pada dasarnya semua pasien dengan
CSME memerlukan terapi fotokoagulasi untuk melindungi makula dan
penglihatan sentral
b) PPDR (preproliferative retinopathy)merupakan indikasi terapi laser,
karena resiko perkembangan penyakit kearah PDR tinggi ( 10 – 50 %
dalam 1 tahun kecuali diterapi dengan laser). Keadaan ini
mengindikasikan iskemi retina yang progresif, ditandai dengan
perdarahan di seluruh kuadran retina, atau didapatkan kaliber vena
yang abnormal ( beading ) di dua kuadran atau setidaknya terdapat IRMA
( intraretinal microvascular abnormalities ) di satu kuadran, dan
cotton wool spot.
c) Early/moderate PDR ( proliferative diabetic retinopathy )Penderita
early/moderate PDR merupakan indikasi terapi laser, karena sudah
didapatkan pertumbuhan neovaskularisasi yang tidak normal sehingga
fotokoagulasi laser dapat meregresi neovaskularisasi ini.Keadaan ini
ditandai dengan perdarahan luas, eksudat lunak, cotton wool spot, dan
perdarahan intraretina yang multiple disertai NVE ( neovascularization
elsewhere )
d) PDR dengan CSMEKeadaan ini merupakan indikasi fotokoagulasi laser
untuk meregresi neovaskularisasi yang tidak normal dan untuk melindungi
makula juga penglihatan sentral.Keadaan ini ditandai dengan perdarahan
subretinal yang luas disertai eksudat. Focal/grid dan PRP ( panretinal
photocoagulation) merupakan pilihan terapi pada keadaan ini.
e) PDR lanjut yang disertai neovaskularisasi8Keadaan ini merupakan
stadium lanjut retinopati diabetik, biasanya ditandai dengan
neovaskularisasi pada diskus ( NVD ) pada area yang lebih besar dari ¼
ukuran diskus, atau perdarahan vitreus dan perdarahan preretina yang
disertai NVD, atau perdarahan vitreus dan preretina yang disertai
neovaskularisasi lebih besar dari ½ diameter diskus tetapi jauh dari diskus
optikus ( NVE ).

Pada keadaan ini, laser merupakan pilihan terapi untuk meregresi


neovaskularisasi yang tidak normal dengan syarat, operator dapat melihat
fundus retina secara adekuat, karena jika terjadi perdarahan vitreus yang
hebat, akan sulit bagi operator untuk melakukan laser, sehingga pada keadaan
ini perlu dipertimbangkan untuk dilakukan vitrektomi.7

8. Efek Samping dan Manfaat Laser Fotokoagulopati


a) Makula laser
Prinsip terapi makula laser adalah untuk mengurangi tingkat kehilangan
penglihatan. Pasien harus di edukasi bahwa terapi ini untuk menstabilkan
penglihatan bukan untuk memperbaiki penglihatan. Sekali terjadi
kehilangan penglihatan, akan sulit untuk dikembalikan. Selain itu, terapi
laser tidak dapat mencegah kehilangan penglihatan. Pada beberapa pasien,
edema dapat menetap meskipun telah dilakukan terapi awal; edema
muncul di area baru. Pada pasien ini, terapi laser lanjutan mungkin
dibutuhkan. Iskemia makula signifikan pada mata yang berhubungan
dengan edema makula dapat berlanjut menjadi perburukan penglihatan
daripada perbaikan edema. Lama pengobatan hingga beberapa bulan dan
hasil penglihatan dapat bervariasi. Biasanya, terjadi resolusi edema,
eksudat lipoprotein berdeposit di retina, lalu dihancurkan oleh makrofag.11
b) Panretinal laser terapi
Sama seperti terapi laser makula, prinsip panretina fotokoagulasi untuk
mengurangi tingkat kehilangan penglihatan. Pasien seharusnya tidak
berharap adanya perbaikan penglihatan namun hanya untuk menstabilkan
penglihatan. Pasien disarankan, bahwa sekali terjadi kehilangan
penglihatan, akan sulit dikembalikan. Pertumbuhan pembuluh darah baru,
kehilangan penglihatan dan hemoragik di kavitas vitreus dapat muncul.
Pada pasien ini, terapi laser lanjutan mungkin dibutuhkan, meskipun dapat
dihambat oleh adanya perdarahan vitreus. Meskipun caliber pembuluh
darah berkurang, kontraksi gel vitreus dapat menyebabkan perdarahan
berulang. Jika perdarahan menetap, mencegah terapi laser atau jika
kontraksi gel vitreus, menyebabkan pelepasan retina, pembedahan
vitrektomi melibatkan pengeluaran gel vitreus, mungkin dibutuhkan untuk
membersihkan perdarahan, tindakan panretina fotokoagulasi atau
menyatukan kembali retina. Panretina fotokoagulasi biasanya
membutuhkan beberapa bulan hingga mencapai efek maksimal meskipun
beberapa berespon lebih cepat. Jumlah tembakan berdasarkan regresi
pembuluh darah baru yang ingin dicapai. Pada pasien diabetes tipe 1,
dibutuhkan jumlah tembakan hingga ribuan dan beberapa sesi terapi. Pada
pasien diabetes tipe 2 yang sedikit agresif hanya diperlukan seribu
tembakan. 11

Sebelum menjalankan tindakan fotokoagulasi, pasien harus


diinformasikan tentang kemungkianan komplikasi tersebut, antara lain
meliputi:12

a. Komplikasi segmen anterior seperti kekeruhan kornea dan lensa


b. Kehilangan penglihatan sementara
c. Fotokoagulasi fovea
d. Edema 13acula
e. Pendarahan
f. Efusi koroid
g. Perubahan penglihatan warna
h. Kerusakan lapang pandang dan gangguan pandangan di malam hari
i. hemeralopia/rabun senja.
DAFTAR PUSTAKA

1. Andayani G. Retinopati diabetik. Dalam: Sitorus RS, Sitompul R, Widyawati


S, Bani AP, Editor. Buku Ajar Oftalmologi. Edisi 1. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2017. Hal 210.
2. American Academy of Ophthalmology Staff. Basic clinical science course.
Section 12. Retina and Vitreous. San Franscico:2014.p84-128.
3. Fletcher E et al. Retina. Dalam: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan &
Asbury Ofalmologi umum edisi 17. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran
EGC:2009.p190-3. 425.
4. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata Edisi ketiga: “Retinopati Diabetes
Melitus”. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia,
2008.p218-219.
5. Verdaguaer J. Classification and Management of Diabetic Retinopathy.
Dalam :Boyd BF, Boyd editor. Retinal and Vitreoretinal Surgery Mastering
the Latest Technique. Panama : Highlights of Ophthalmology ; 2002.p161-87
6. Tappang R, et all. Jurnal E-CliniC; Indikasi Fotokoagulasi Laser pada Pasien
Retinopati Diabetik di Balai Kesehatan Mata Propinsi Sulawesi Utara Periode
Januari – Desember 2012. Vol 2, No . 2014. Bagian Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado.
7. Kaparang AH, et all. 2014. Jurnal E-biomedik vol 2 no 1; Penggunaan Laser
Argon Sebagai Fotokoagulasi Laser dalam Terapi Penyakit Perdarahan Retina
di Beberapa Tempat Pelayanan Kesehatan Mata di Manado. Available at
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/view/4549 (Accessed
June 26, 2016)
8. Santos EM. 2015. Retinal Photocoagulation. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1844294-overview (accessed June 26,
2016).
9. Bhattacharyya B. 2009. Step by step laser in ophthalmology. New Delhi:
Jaypee brothers medical publishers.
10. Budhiasra P, Andayani A. Laser fotokoagulasi pada kelainan retina. Seminar
penatalaksanaa terkini penyakit mata. Persatuan dokter mata indonesia. 2017.
11. Dowler JGF. Laser Management of Diabetic Retinopaty. London. Journal of
The Royal Society of Medicine 2003(96)277-9.
12. Santos EM. 2015. Retinal Photocoagulation. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1844294-overview (accessed Februari
2, 2019)

Anda mungkin juga menyukai