Anda di halaman 1dari 16

Nama : Imanuel Soni Tanudjaya

NIM : 04011281621123
Kelas : Beta 2016
Kelompok B3
I. Learning Issue
1. HPP
a. Diagnosis Banding

b. Algoritma Penegakan Diagnosis


Pemeriksaan Fisik
a. Pemerikasan tanda – tanda vital
1. Pemeriksaan suhu badan
Suhu biasanya meningkat sampai 380C dianggap normal. Setelah
satu hari suhu akan kembali normal ( 36 – 370C ), terjadi
penurunan akibat hipovolemia.
2. Nadi
Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi
hipovolemia yang semakin berat.
3. Tekanan darah
Tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia.
4. Pernafasan
Bila suhu dan nadi tidak normal pernafasan juga menjadi tidak
normal.

Pemeriksaan Khusus
Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda – tanda
komplikasi dengan mengevaluasi system dalam tubuh. Pengkajian ini :
meliputi
1. Nyeri / ketidaknyamanan
Nyeri tekan uterus ( fragmen – fragmen plasenta tertahan ).
2. Sistem vaskuler
a. Perdarahan diobservasi setiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap
jam berikutnya.
b. Tensi diawasi setiap 8 jam.
c. Apakah ada tanda – tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan
merah.
d. Haemorroid diobservasi, konjungtiva anemis / sub anemis, defek
koagulasi congenital, idiopatik trombositopeni purpura.
3. Sistem reproduksi
a. Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari postpartum,
kemudian tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan
posisinya serta konsistensinya.
b. Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna,
banyak dan bau.
c. Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda – tanda
infeksi, luka jahitan dan apakah ada jahitan yang lepas.
d. Vulva dilihat, apakah ada edema atau tidak.
e. Payudara dilihat kondisi aerola, konsistensi dan kolostrum.
f. Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan
fungsi sebelum kehamilan ( sub involusi ).
4. Traktus urinarus
Diobservasi tiap 2 jam hari pertama.Meliputi miksi lancer atau tidak,
spontan dan lain – lain.
5. Traktur gastro intestinal.
Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi.
6. Integritas ego : mungkin cemas, ketakutan dan khawatir.
Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap
Untuk menetukan tinghkat hemoglobin ( Hb ) dan hematokrit ( Hct ),
melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan
yang disertai dengan infeksi
2. Menentukan adanya gangguan kongulasi
Dengan hitung protombrin time ( PT ) dan activated Partial
Tromboplastin Time ( aPTT ) atau yang sederhanadengan Clotting
Time ( CT ) atau Bleeding Time ( BT ). Ini penting untuk
menyingkirkan garis spons desidua.

c. Definisi
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500 – 600 ml
selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio
plasenta.

d. Epidemiologi
Frekuensi perdarahan postpartum 4/5 – 15% dari seluruh
persalinan. Bedasarkan penyebabnya :
1. Atoni uteri ( 50 – 60% ).
2. Retensio plasenta ( 16 – 17% ).
3. Sisa plasenta ( 23 – 24% ).
4. Laserasi jalan lahir ( 4 – 5% ).
5. Kelainan darah ( 0,5 – 0,8% ).

e. Etiologi
Perdarahan postpartum bisa disebabkan karena :
 Atonia Uteri
Atonia uteri adalah ketidakmampuan uterus khususnya
miometrium untuk berkontraksi setelah plasenta lahir. Perdarahan
postpartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serat-serat
miometrium terutama yang berada di sekitar pembuluh darah yang
mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta.
Kegagalan kontraksi dan retraksi dari serat miometrium
dapat menyebabkan perdarahan yang cepat dan parah serta syok
hipovolemik. Kontraksi miometrium yang lemah dapat diakibatkan
oleh kelelahan karena persalinan lama atau persalinan yang terlalu
cepat, terutama jika dirangsang. Selain itu, obat-obatan seperti obat
anti-inflamasi nonsteroid, magnesium sulfat, beta-simpatomimetik,
dan nifedipin juga dapat menghambat kontraksi miometrium.
Penyebab lain adalah situs implantasi plasenta di segmen bawah
rahim, korioamnionitis, endomiometritis, septikemia, hipoksia
pada solusio plasenta, dan hipotermia karena resusitasi masif.
Atonia uteri merupakan penyebab paling banyak PPP,
hingga sekitar 70% kasus. Atonia dapat terjadi setelah persalinan
vaginal, persalinan operatif ataupun persalinan abdominal.
Penelitian sejauh ini membuktikan bahwa atonia uteri lebih tinggi
pada persalinan abdominal dibandingkan dengan persalinan
vaginal.
 Laserasi jalan lahir
Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan
dengan trauma. Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif
dan traumatik akan memudahkan robekan jalan lahir dan karena itu
dihindarkan memimpin persalinan pada saat pembukaan serviks
belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi,
robekan spontan perineum, trauma forsep atau vakum ekstraksi,
atau karena versi ekstraksi. Laserasi diklasifikasikan berdasarkan
luasnya robekan yaitu:
1) Derajat satu
Robekan mengenai mukosa vagina dan kulit perineum.
2) Derajat dua
Robekan mengenai mukosa vagina, kulit, dan otot perineum.
3) Derajat tiga
Robekan mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot
perineum, dan otot sfingter ani eksternal.
4) Derajat empat
Robekan mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot
perineum, otot sfingter ani eksternal, dan mukosa rektum.
 Retensio plasenta
Retensio plasenta adalah plasenta belum lahir hingga atau
melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. Hal ini disebabkan
karena plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta
sudah lepas tetapi belum dilahirkan. Retensio plasenta merupakan
etiologi tersering kedua dari perdarahan postpartum (20% - 30%
kasus). Kejadian ini harus didiagnosis secara dini karena retensio
plasenta sering dikaitkan dengan atonia uteri untuk diagnosis
utama sehingga dapat membuat kesalahan diagnosis. Pada retensio
plasenta, resiko untuk mengalami PPP 6 kali lipat pada persalinan
normal.
Terdapat jenis retensio plasenta antara lain:
1) Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot
korion plasenta sehingga menyebabkan mekanisme separasi
fisiologis.
2) Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta
hingga memasuki sebagian lapisan miometrium.
3) Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta
yang menembus lapisan serosa dinding uterus.
4) Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta
yang menembus serosa dinding uterus.
5) Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam
kavum uteri, disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.
 Koagulopati
Perdarahan postpartum juga dapat terjadi karena kelainan
pada pembekuan darah. Penyebab tersering PPP adalah atonia
uteri, yang disusul dengan tertinggalnya sebagian plasenta. Namun,
gangguan pembekuan darah dapat pula menyebabkan PPP. Hal ini
disebabkan karena defisiensi faktor pembekuan dan penghancuran
fibrin yang berlebihan. Gejala-gejala kelainan pembekuan darah
bisa berupa penyakit keturunan ataupun didapat. Kelainan
pembekuan darah dapat berupa hipofibrinogenemia,
trombositopenia, Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP),
HELLP syndrome (hemolysis, elevated liver enzymes, and low
platelet count), Disseminated Intravaskuler Coagulation (DIC),
dan Dilutional coagulopathy.
Kejadian gangguan koagulasi ini berkaitan dengan
beberapa kondisi kehamilan lain seperti solusio plasenta,
preeklampsia, septikemia dan sepsis intrauteri, kematian janin
lama, emboli air ketuban, transfusi darah inkompatibel, aborsi
dengan NaCl hipertonik dan gangguan koagulasi yang sudah
diderita sebelumnya. Penyebab yang potensial menimbulkan
gangguan koagulasi sudah dapat diantisipasi sebelumnya sehingga
persiapan untuk mencegah terjadinya PPP dapat dilakukan
sebelumnya.

f. Faktor Resiko
Riwayat perdarahan postpartum pada persalinan sebelumnya
merupakan faktor resiko yang paling besar sehingga segala upaya
harus dilakukan untuk menentukan tingkat keparahan dan
penyebabnya. Beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan postpartum meliputi penggunaan anestesi
umum, rahim yang distensi berlebihan terutama dari kehamilan
multipel, janin besar, atau polihidramnion, persalinan lama, persalinan
yang terlalu cepat, penggunaan oksitosin untuk induksi persalinan,
paritas tinggi terutamanya grande multipara, chorioamnionitis, atau
riwayat atoni pada kehamilan sebelumnya.
Faktor resiko utama yang mempengaruhi perdarahan postpartum
adalah seperti faktor usia, gravida, paritas, jarak antara kelahiran,
antenatal care, dan kadar hemoglobin.
Usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 18-35 tahun,
karena pada usia tersebut rahim sudah siap untuk menghadapi
kehamilan, mentalnya sudah matang, dan sudah mampu merawat bayi
dan dirinya. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan
pada usia kurang dari usia 18 dan lebih dari 35 tahun ternyata 2 sampai
5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal yang terjadi pada usia
18-35 tahun. Pada ibu yang usianya kurang dari 18 tahun, secara fisik
dan mentalnya belum siap lagi untuk menghadapi kehamilan dan
pesalinan. Selain itu, rahim dan panggul ibu belum berkembang
dengan sempurna sehingga perlu diwaspada terhadap gangguan
kehamilan. Sebaliknya pada ibu yang berusia lebih dari 35 tahun,
mereka cenderung untuk mengalami komplikasi persalinan.
Ibu-ibu dengan kehamilan lebih dari 1 kali mempunyai risiko lebih
tinggi terhadap terjadinya perdarahan postpartum dibandingkan dengan
ibu-ibu yang termasuk golongan primigravida. Hal ini dikarenakan
fungsi reproduksi mengalami penurunan pada setiap persalinan.
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut
perdarahan postpartum yang dapat mengakibatkan kematian maternal.
Paritas lebih dari atau sama dengan 4 mempunyai resiko besar untuk
terjadinya perdarahan postpartum karena pada multipara otot uterus
sering diregangkan sehingga dindingnya menipis dan kontraksinya
menjadi lebih lemah.
Selain itu, pada jarak kelahiran yang terlalu rapat (< 2 tahun) akan
mengakibatkan kontraksi uterus menjadi kurang baik dan kesehatan
ibu mundur secara progressive. Hal ini menyebabkan angka kejadian
perdarahan postpartum lebih tinggi. Selama kehamilan berikutnya
dibutuhkan 2-4 tahun agar kondisi tubuh ibu kembali seperti kondisi
sebelumnya.
Seterusnya, pemeriksaan antenatal yang baik dan tersedianya
fasilitas rujukan bagi kasus risiko tinggi terutama perdarahan yang
selalu mungkin terjadi setelah persalinan, mengakibatkan kematian
maternal dapat diturunkan. Hal ini disebabkan karena dengan adanya
antenatal care tanda-tanda dini perdarahan yang berlebihan dapat
dideteksi dan ditanggulangi dengan cepat.
Akhirnya, anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan
penurunan nilai hemoglobin di bawah nilai normal, jika kadar
hemoglobin kurang dari 8gr%. Kekurangan hemoglobin dalam darah
dapat menyebabkan komplikasi lebih serius bagi ibu baik dalam
kehamilan, persalinan, dan nifas yaitu dapat mengakibatkan salah
satunya adalah perdarahan postpartum karena atoni uteri.

g. Patogenesis dan Patofisiologi


Perdarahan berasal dari tempat plasenta, bila tonus uterus tidak
ada, kontraksi uterus lemah, maka anteri-arteri spiral yang
seharusnya tertutup akibat kontraksi uterus tetap terbuka. Darah
akan terus mengalir melalui bekas melekatnya plasenta ke cavum
uteri dan seterusnya keluar pervaginam.
Setelah kelahiran anak, otot-otot rahim terus berkontraksi dan
plasenta mulai memisahkan diri dari dinding rahim selama jangka
waktu tersebut. Jumlah darah yang hilang tergantung pada berapa
cepat hal ini terjadi. Biasanya, persalinan kala III berlangsung
selama 5-15 menit. Bila lewat dari 30 menit, maka persalinan kala
III dianggap lama. Perdarahan postpartum bisa terjadi karena
kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta atau karena
plasenta melekat terlalu erat pada dinding uterus.

h. Klasifikasi
Klasifikasi klinis perdarahan postpartum yaitu:
1. Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan postpartum yang

terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama

perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri, retensio

plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri.

2. Perdarahan Postpartum Sekunder yaitu perdarahan postpartum

yang terjadi setelah 24 jam pertama kelahiran. Perdarahan

postpartum sekunder disebabkan oleh infeksi, penyusutan rahim

yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.

i. Manifestasi klinis
Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah sebelum
hamil, derajat hipervolemia-terinduksi kehamilan, dan derajat anemia
saat persalinan. Gambaran PPP yang dapat mengecohkan adalah
kegagalan nadi dan tekanan darah untuk mengalami perubahan besar
sampai terjadi kehilangan darah sangat banyak. Kehilangan banyak
darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu penderita pucat,
tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin,
dan lain-lain.
j. Tatalaksana
k. Penanganan pasien dengan PPP memiliki dua komponen utama

yaitu resusitasi dan pengelolaan perdarahan obstetri yang mungkin

disertai syok hipovolemik dan identifikasi serta pengelolaan

penyebab dari perdarahan. Keberhasilan pengelolaan perdarahan

postpartum mengharuskan kedua komponen secara simultan dan

sistematis ditangani (Edhi, 2013).

l.

m.

n. Penggunaan uterotonika (oksitosin saja sebagai pilihan pertama)

memainkan peran sentral dalam penatalaksanaan perdarahan

postpartum. Pijat rahim disarankan segera setelah diagnosis dan

resusitasi cairan kristaloid isotonik juga dianjurkan. Penggunaan

asam traneksamat disarankan pada kasus perdarahan yang sulit


diatasi atau perdarahan tetap terkait trauma. Jika terdapat

perdarahan yang terus-menerus dan sumber perdarahan diketahui,

embolisasi arteri uterus harus dipertimbangkan. Jika kala tiga

berlangsung lebih dari 30 menit, peregangan tali pusat terkendali

dan pemberian oksitosin (10 IU) IV/IM dapat digunakan untuk

menangani retensio plasenta. Jika perdarahan berlanjut, meskipun

penanganan dengan uterotonika dan intervensi konservatif lainnya

telah dilakukan, intervensi bedah harus dilakukan tanpa penundaan

lebih lanjut (WHO, 2012).

o. Komplikasi
Komplikasi Maternal:
 Gagal Ginjal akibat akut tubuler nekrosis
 Akute kortikal nekrosis
 Gagal Jantung
 Edema Paru
 Trombositopenia, DIC
 Cerebrovaskuler accident
Komplikasi janin :
 Persalinan prematur
 Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT), terjadi sekitar 30 – 40% pada
 preeklamsia superimposed
 Solusio plasenta, terjadi 4 – 8 kali lebih sering pada kehamilan
dengan hipertensi kronis. perinatal asfiksia
 Kematian perinatal mendekati 25% pada hipertensi kronis yang
berat

p. Prognosis
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam
Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka
gejala perbaikan akan tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri.
Segera setelah persalinan berakhir, perubahan patofisiologik akan
segera pula mengalami perbaikan. Prognosis janin pada penderita
eklamsia tergolong buruk. Seringkali janin mati intrauterine atau mati
pada fase neonatus karena memang kondisi bayi sudah sangat inferior.

q. Edukasi dan Pencegahan


Pre-eklampsia dan eklampsia memiliki etiologi yang belum pasti,
namun dengan riwayat eklampsia sebelumnya maka berisiko tinggi
mengalaminya di kehamilan selanjutnya. Pencegahan eklampsia ialah
sebagai berikut.
1) Meningkatkan cakupan, kemudian kepada semua ibu hamil
diberikan perawatan dan skrining antenatal untuk deteksi dini
secara proaktif yaitu mengenal masalah yang perlu diwaspadai dan
menemukan secara dini adanya tanda bahaya dan faktor risiko pada
kehamilan. 2. Meningkatkan kualitas pelayanan sesuai kondisi dan
faktor risiko yang ada pada ibu hamil. 3. Meningkatkan akses
rujukan yaitu: pemanfaatan sarana dan fasilitas pelayanan
kesehatan ibu sesuai dengan faktor risikonya melalui rujukan
berencana bagi ibu dan janin.
2) Pencegahan terbaik preeklampsia/eklampsia adalah dengan
memantau tekanan darah ibu hamil.
3) Padukan pola makan berkadar lemak rendah dan perbanyak suplai
kalsium, vitamin C dan A serta hindari stres. Selain bedrest, ibu
hamil juga perlu banyak minum untuk menurunkan tekanan darah
dan kadar proteinuria, sesuai petunjuk dokter. Lalu, untuk
mengurangi pembengkakan, sebaiknya ibu hamil mengurangi
garam dan beristirahat dengan kaki diangkat ke atas.
4) Bila sejak awal kehamilan tekanan darah ibu hamil sudah tinggi,
berarti ibu hamil harus berhati-hati dengan pola makanannya. Ibu
hamil harus mengurangi makanan yang asin dan bergaram seperti
ikan asin, ebi, makanan kaleng, maupun makanan olahan lain yang
menggunakan garam tinggi. Bila tekanan darah meningkat,
istirahatlah sampai turun kembali. Lakukan relaksasi secukupnya,
karena relaksasi dapat menurunkan tekanan darah tinggi.
Upaya pencegahan preeklampsia/eklampsia sudah lama dilakukan
dan telah banyak penelitian dilakukan untuk menilai manfaat berbagai
kelompok bahan-bahan non-farmakologi dan bahan farmakologi
seperti: diet rendah garam, vitamin C, toxopheral (vit E), beta caroten,
minyak ikan (eicosapen tanoic acid), zink, magnesium, diuretik, anti
hipertensi, aspirin dosis rendah, dan kalsium untuk mencegah
terjadinya preeklampsia dan eklampsia.

r. SKDI
3B (Gawat Darurat)
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan
terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyealmatkan
nyawa atau mencegah keparahan danatau kecacatan pada pasien.
Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan pasien.
Selanjutnya lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah
kembali dari rujukan.

2. Presentasi Janin
Pada kehamilan aterm atau hampir aterm terdapat bermacam-
macam presentasi yaitu:
a. Presenatsi kepala
 Presentase belakang kepala
Presentase belakang kepala dengan petunjuk ubun-ubun
kecil di segmen depan, di sebelah kiri depan ( kira-kira 2/3), dan
disebelah kanan depan ( kira-kira 1/3). Presentase belakang kepala
adalah posisi yang normal atau normoposisi. Presentase belakang
kepala dengan petunujuk ubun-ubun kecil di belakang dapat di
sebelah kiri belakang, kanan belakang, dan dapat pula ubun-ubun
kecil terletak melintang baik kanan maupun kiri dan ini adalah
posisi yang tidak normal atau malposisi.
 Presentase puncak kepala
Presentasi puncak kepala adalah bagian terbawah janin
yaitu puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang
paling rendah, dan UUB sudah berputar ke depan. Presentase
puncak kepala disebut juga presentase Simput terjadi bila derajat
defleksi ringan sehingga ubun-ubun besar merupakan bagian
terendah. Pada presentase puncak kepala, lingkar kepala yang
melalui jalan lahir adalah Sikumferensia Frontooksipo dengan titik
perputaran yang berada dibawah simfisis adalah grabella.
 Presentasi muka
Presentasi muka disebabkan oleh terjadinya ekstensi yang
penuh dari kepala janin. Yang teraba muka bayi = mulut, hidung,
dan pipi
Dagu merupakan titik acuan dari posisi kepala, sehingga
ada presentasi muka dagu anterior dan postorior.
1) Presentasi muka dagu anterior posisi muka fleksi.
2) Presentasi muka dagu posterior posisi muka defleksi max.
 Presentasi Dahi
Presentasi dahi adalah posisi kepala antara flexi dan
deflexi, sehingga dahi merupakan bagian terendah. Posisi ini
biasanya akan berubah menjadi letak muka/letak belakang kepala.
Kepala memasuki panggul dengan dahi melintang/miring
pada waktu putar paksi dalam, dahi memutar kedepan depan dan
berada di bawah arkus pubis, kemudian terjadi flexi sehingga
belakang kepala terlahir melewati perinerum lalu terjadi deflexi
sehingga lahirlah dagu.
b. Presentasi Bokong
Presentasi bokong adalah keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada dibawah
kavum uteri. Presentasi Bokong terdiri dari :
 Presentasi Bokong Murni (Frank Breech)
Yaitu letak sungsang dimana kedua kaki terangkat ke atas
sehingga ujung kaki setinggi bahu atau kepala janin. Posisi ini
paling sering ditemukan yang terjadi sebesar 75% kejadian
presentasi bokong pada primigravida dan 50% pada multigravida.
Penempelan yang baik terhadap serviks mungkin dilakukan tetapi
tungkai yang ekstensi dapat membebat janin yang menghambat
fleksi lateral tubuh. Kelahiran tungkai memerlukan bantuan.
 Presentasi Bokong Sempurna
Kedua kaki berada disamping bokong.
 Presentasi Bokong Kaki
Kaki Terlipat pada bagian atas paha dak lekuk lutut.
 Presentasi Bokong Kaki Sempurna (Complete Breech)
Yaitu letak sungsang dimana kedua kaki dan tangan
menyilang sempurna dan di samping bokong dapat diraba kedua
kaki. Terjadi terutama pada ibu multigravida dengan diameter
pelviks baik atau pada gestasi multipel terdapat resiko prolaps tali
pusat. Proses persalinan secara spontan atau melalui ekstremitas
bawah yang mudah mungkin dapat dilakukan.
 Presentasi Bokong Kaki tidak Sempurna (Incomplete Breech)
Yaitu letak sungsang dimana hanya satu kaki di samping
bokong, sedangkan kaki yang lain terangkat ke atas. Presentasi ini
jarang terjadi. Terdapat penempelan yang buruk pada serviks
sehingga memiliki resiko yang lebih tinggi terjadinya prolaps tali
pusat. Presentasi ini dapat mengindikasikan kesulitan dalam
penurunan sehingga direkomendasikan kelahiran dengan sectio
sesaria.
 Presentasi Kaki
Kaki turun kebawah lebih rendah dari bokong, terdiri dari 2, yaitu :
a) Kaki Sempurna : terbawa 2 kaki
b) Kaki tidak Sempurna : terbawa 1 kaki
 Presentasi Lutut
Lutut turun kebawah lebih rendah dari bokong, terdiri dari 2 yaitu :
a) Lutut Sempurna : terbawa 2 lutut
b) Lutut tidak Sempurna : terbawa 1 lutut
c. Presentasi Bahu
Presentasi bahu adalah ketika bahu, lengan atau tangan keluar
pertama pada saat partus. Jenis presentasi ini jarang terjadi, kurang dari
1% kasus dan lebih umum pada kelahiran prematur atau kehamilan
kembar.

II. Analisis Masalah


1. Apa tatalaksana awal pada kasus ?
2. Apa interpretasi pemeriksaan lab ?
Hasil pemeriksaan Nilai normal Interpretasi
Hb 10,2 gr/dl > 11 Anemia ringan
PLT 132.000/mm3 150.000-450.000/mm3 Trombositopenia
WBC 12.600/mm3 6.000-15.000/mm3 Normal
Protein urin +4 - Proteinuria
Silinder (-) - Normal

3. Bagaimana mekanisme abnormal pemeriksaan lab ?


 Anemia
Kehamilan  peningkatan jumlah plasma darah  hemodilusi 
kadar Hb turun
 Trombositopenia
Penurunan invasi trofoblast pada A. Spiralis  lumen otot menjadi
kaku dan tegang  vasokontriksi A.spiralis  gangguan aliran darah
uteroplasenta  hipoksia dan iskemia plasenta  kondisi tersebut
memproduksi radikal hidroksil  menghancurkan membran sel,
nukleus, protein  terjadilah disfungsi endotel  peningkatan
agregasi trombosit  peningkatan destruksi trombosit  penurunan
jumlah trombosit
 Proteinuria
Penurunan invasi trofoblast pada A. Spiralis  lumen otot menjadi
kaku dan tegang  vasokontriksi A.spiralis  gangguan aliran darah
uteroplasenta  hipoksia dan iskemia plasenta  kondisi tersebut
memproduksi radikal hidroksil  menghancurkan membran sel,
nukleus, protein  terjadilah disfungsi endotel  peningkatan
permeabilitas kapiler protein mudah lolos ke urine  proteinuria

Daftar Pustaka

Cunningham FG, et al. (2014). Williams Obstetric (Ed.24). New York: McGraw-
Hill.
Prawirohardjo, Sarwono. (2016). Ilmu Kebidanan. Jakarta: P.T. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Supono. (2014). Ilmu Kebidanan. Palembang: Universitas Sriwijaya.

Anda mungkin juga menyukai