Journal of Islamic Studies in Indonesia and Southeast Asia, 1(2) August 2016
ABSTRACT: “The Movement of Islamic Students Association in Thinking and Preaching in Indonesia”. This study aims to elaborate
on the role of the organization of HMI (Islamic Students Association) and the contribution to the Islamic thinking and preaching in
Indonesia. The methods of research used are the historical approach and socio-political study. The study results indicate that the role and
contribution most significantly of HMI, in the mainstream of Indonesian Islamic movement, is the renewal of Islamic thought which aims
to establish new values in Islamic doctrine. HMI is an Islamic students associations oldest and largest in Indonesia, established in 1947, a
period of Indonesian revolution. Due to HMI is an organization grow and thrive in the social and political landscape of Indonesia, so the
HMI is an organization that is different from those in other Islamic countries in the world. From its experiences and long journey history
that full of dynamics, HMI has had the typical patterns of thinking and preaching, that is an attempt to integrate the values of Islam and
the Indonesian-ness within a framework of thinking and paradigms, which can be formulated in the vision, mission, and a real program.
Based on the typical framework and paradigm, i.e. integrating the values of Islam and the Indonesian-ness, with the characteristic of its
independence, HMI can provide a solution to the problems and conditions of Indonesian society that is very diverse and dynamic.
KEY WORD: Islamic Student; Preaching Movement; Islam and Indonesian-ness; Indonesian Muslim Community; Modern,
Prosperous, and Civilized.
About the Authors: Dr. Ismail Suardi Wekke ialah Dosen di STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri) Sorong, Papua
Barat, Indonesia; dan Research Fellow di UNIZA (Universiti Sultan Zainal Abidin), Malaysia. Prof. Dr. Agussalim Sitompul ialah
Dosen UIN (Universitas Islam Negeri) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Indonesia, dan telah Allahyarham pada tahun 2015, dengan
disertai doa Al-Fatihah. Rafiuddin Afkari ialah Dosen di UTHM (Universiti Tun Hussein Onn Malaysia), Johor, Malaysia. Alamat
emel penulis: iswekke@gmail.com
How to cite this article? Wekke, Ismail Suardi, Agussalim Sitompul & Rafiuddin Afkari. (2016). “Gerakan Himpunan Maha-
siswa Islam dalam Pemikiran dan Dakwah di Indonesia” in INSANCITA: Journal of Islamic Studies in Indonesia and Southeast Asia,
Vol.1(2), August, pp.167-184. Bandung, Indonesia: Minda Masagi Press, ISSN 2443-1776.
Chronicle of the article: Accepted (April 18, 2016); Revised (July 1, 2016); and Published (August 30, 2016).
Penyajian data dalam kajian ini tidak Kedua, Sumber Sekunder, yakni berupa
cukup bersifat deskriptif saja, tetapi keterangan dan informasi dari hasil-hasil
memerlukan suatu analisis. Maka, penelitian yang telah dibuat oleh orang lain
dipergunakanlah metode analisis isi (content mengenai HMI, termasuk berita dan artikel
analysis), suatu metode yang melihat dalam media-media massa, yang tidak
masalah dengan mengelaborasi sejauh secara resmi menyatakan sebagai pembawa
mungkin aspek isi, manganalisisnya dari suara HMI. Data yang berasal dari sumber
sudut bahasa, kedalaman dan keluasan sekunder hanya akan digunakan, apabila
materi, kaitan masalah dengan faktor- data yang diperlukan tidak terdapat pada
faktor yang mempengaruhi, menarik sumber primer (Kuntowjoyo, 1999; dan
garis konsistensi antara berbagai materi, Sjamsuddin, 2007).
serta kemudian menyimpulkannya
(Surachmad, 1972; dan Suryabrata, 1983). HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN
Dipergunakannya metode content analysis HMI, Pembaharuan Pemikiran,
adalah juga untuk memahami berbagai dan Dakwah Islam. Di ibukota Negara
tema, pendapat, dan pemikiran tentang Republik Indonesia pada masa revolusi,
ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an HMI, yakni di Yogyakarta, tanggal tanggal 14
yang diharapkan akan ditemukan, baik Rabiulawal 1366 Hijriah, bertepatan
dari segi kedalaman mahupun jangkauan dengan tanggal 5 Februari 1947, pendirian
yang panjang dan makna dari ide-ide yang “Himpunan Mahasiswa Islam”, disingkat
dimiliki tersebut. HMI, oleh para mahasiswa tingkat I STI
Dalam melaksanaan penelitian ini ada (Sekolah Tinggi Islam), yang dicetuskan
dua sumber yang dipergunakan, yang dan diprakarsai oleh Lafran Pane dan
sejalan dengan objek kajian (Suryabrata, kawan-kawan, tanpa campur tangan dari
1983; Kuntowjoyo, 1999; dan Sjamsuddin, pihak luar, kecuali oleh mahasiswa itu
2007). Pertama, Sumber Primer, yaitu sendiri, di ruang kuliah STI, dengan tujuan
bahan tertulis dari tangan pertama, yang utama: (1) Mempertahankan Negara
diperoleh dengan melakukan riset di Republik Indonesia dan mempertinggi
lembaga arsip, lapangan, dan perpustakaan. derajat rakyat Indonesia; serta (2)
Penelitian sumber-sumber primer ini Menegakan dan mengembangkan ajaran
mengutamakan bahan tertulis, yakni Islam (Sitompul, 1976, 1995, dan 2010).
berupa dokumen-dokumen, naskah, serta Menurut pandangan para pendiri,
sejumlah literatur yang memuat pemikiran, pemimpin, dan alumni HMI, tidak
ide-ide, gagasan, dan konsep dari para ada dikotomi antara wawasan ke-Islam-
pemimpin dan anggota HMI tentang ke- an dan wawasan kebangsaan atau ke-
Islam-an dan ke-Indonesia-an. Data-data Indonesia-an (Madjid, 1997a; PB HMI,
yang berkaitan dengan sumber primer 2002; dan Sitompul, 2002). Walaupun
itu juga lebih mengutamakan dokumen- pada rumusan tujuan HMI yang utama,
dokumen resmi yang dibuat oleh HMI. wawasan kebangsaan ditempatkan pada
Kemudian, untuk melengkapi data-data urutan pertama dan wawasan ke-Islam-
primer, dilakukan pula wawancara untuk an di urutan kedua, tetapi hal demikian
mendapatkan data-data dan informasi adalah sebagai taktik perjuangan untuk
tambahan secara mendalam. mencapai tujuan mempertahankan
dan mempertinggi derajat rakyat dan merdeka (cf Madjid, 1997a; Sitompul,
Indonesia, baik dalam aspek politik, yaitu 2001; dan Latif, 2012).
membebaskan bangsa Indonesia dari Ketika berusia 9 bulan, setelah melalui
belenggu penjajahan; aspek pendidikan, masa-masa kritis, maka dilangsungkanlah
dengan mencerdaskan kehidupan bangsa; Kongres I HMI di Yogyakarta, pada
aspek ekonomi, dengan mensejahterakan tanggal 30 November 1947. Rumusan
kehidupan rakyat; maupun aspek budaya, tujuan HMI, yang utama, mengalami
dengan membentengi budaya bangsa dari pergeseran urutan. Rumusan butir
pengaruh budaya asing. pertama dipindahkan ke urutan kedua;
Kerana selama revolusi Indonesia, 1945- dan sebaliknya, rumusan-rumusan tujuan
1950, persoalan politik khususnya lebih butir kedua dipindahkan ke urutan
mengemuka, yaitu perlunya Indonesia pertama. Penyempurnaan kalimat juga
bebas dari penjajahan Belanda, sehingga dilakukan. Rumusan tujuan utama HMI
menjadi bangsa yang merdeka dan yang telah disempurnakan dalam Kongres
berdaulat penuh, maka tujuan untuk I tersebut adalah: (1) Mempertegak dan
mempertinggi derajat rakyat Indonesia mengembangkan agama Islam; serta (2)
di bidang pendidikan, ekonomi, dan Mempertinggi derajat rakyat dan negara
sosial-budaya; serta untuk menegakan Republik Indonesia (cf Sitompul, 1976 dan
dan mengembangkan agama Islam, secara 1995; dan PB HMI, 2002).2
politis tidak mungkin dilakukan dan Melihat rumusan tujuan HMI yang
diperoleh dengan maksimal. Hal ini karena pertama, sebagai hasil keputusan pendirian
kekuasaan de facto dan de jure, sebagian HMI pada tanggal 5 Februari 1947; dan
besar, masih berada di tangan pemerintah rumusan tujuan yang kedua, sebagai
kolonial Belanda, serta kedaulatan bangsa hasil Kongres I HMI di Yogyakarta, pada
Indonesia belum diakui sepenuhnya tanggal 30 November 1947, maka dapat
(Sitompul, 1976; dan Saidi, 1984). disimpulkan bahwa sejak awal HMI,
Ketika perjuangan diplomasi “telah memiliki pemikiran ke-Islam-an dan
rnenunjukan tanda-tanda keberhasilan, ke-Indonesia-an; atau wawasan ke-Islam-
dengan ditandatanganinya hasil dari proses an dan wawasan kebangsaan” (Madjid,
Perjanjian Linggarjati, yang berlangsung 1997a; Sitompul, 2001; dan PB HMI,
dari bulan November 1946 hingga bulan 2002). Pemikiran atau wawasan ke-Islam-
Maret 1947 (Suwirta, 2000 dan 2015), an tergambar dalam rumusan tujuan HMI
maka Kongres I HMI di Yogyakarta, pada butir kedua, sebagai hasil keputusan rapat
tanggal 30 November 1947, mengubah pada tanggal 5 Februari 1947; dan pada
urutan strategi perjuangan. Menurut para butir pertama hasil keputusan Kongres I
pendiri, pemimpin, dan alumni HMI, HMI pada tanggal 30 November 1947.
secara strategiknya adalah bahwa bangsa Sedangkan pemikinan atau wawasan ke-
Indonesia telah berhasil mempertahankan Indonesia-an atau kebangsaan, tertuang
kemerdekaan 17 Agustus 1945, serta dalam rumusan tujuan HMI butir pertama,
dapat melaksanakan tujuan HMI dalam sebagai hasil rapat pada tanggal 5 Februari
bentuk wawasan ke-Islam-an dan ke- 2
Lihat juga, misalnya, Panitia Kongres HMI [Himpunan
Indonesia-an dalam tarikan nafas yang satu Mahasiswa Islam]. (1947). “Anggaran Dasar HMI: Hasil
dan sama, di alam Indonesia yang bebas Keputusan Kongres I HMI di Yogyakarta, Tanggal 30
November 1947”. Dokumen Tidak Diterbitkan.
1947; dan pada butir kedua, sebagai hasil (Azis, 1997). Oleh karena itu, HMI
keputusan Kongres I HMI di Yogyakarta, menempatkan wawasan nasional
pada tanggal 30 November 1947 atau kebangsaannya di tengah-tengah
(Sitompul, 1976, 1995, dan 2010). masyarakat Indonesia yang majemuk.
Dalam konteks pemikiran ke-Islam-an Kedua, telah menjadi arus pemikiran
dan ke-Indonesia-an, atau wawasan ke- yang kuat dalam tubuh HMI, untuk
Islam-an dan wawasan kebangsaan, HMI senantiasa teguh dan aktif menegakan dan
yang bersumber dari rumusan tujuan HMI melaksanakan ajaran Islam sesuai dengan
yang pertama dan kedua, Harry Azhar Azis, Al-Qur’an dan Al-Hadits, di seluruh lini
Ketua Umum PB HMI (Pengurus Besar kehidupan organisasi, sehingga dapat
Himpunan Mahasiswa Islam), periode membentuk Intellectual Moslem Society atau
1983-1986, setelah 50 tahun kemudian, masyarakat Ulil Albab, sebagai perwujudan
melakukan refleksi dengan mengatakan dari tujuan HMI dalam menegakan dan
bahwa orientasi pemahaman perspektif mengembangkan ajaran agama Islam di
kesejarahan memberikan gambaran tentang tengah-tengah masyarakat, sehingga Islam
gerak perjuangan HMI sebagai bukan menjadi agama yang rahmatan lil alamin
peristiwa tentang pendirian organisasi itu (Shihab, 2000; dan al-Bukhari, 2012).
sendiri, melainkan ia akan selalu tampil Kedua pemikiran tersebut terintegrasi dan
sebagai pancaran dari ide dasar kelahiran manuggal dalam kehidupan dan perjuangan
HMI, seperti terungkap dari tujuan HMI HMI, sebagaimana HMI menyatu dalam
(Azis, 1997). tubuh kehidupan bangsa Indonesia (Azis,
Terdapat dua makna yang mewarnai 1997:278). Dalam akar sejarah, seperti yang
pemikiran HMI. Pertama, telah diungkapkan oleh Harry Azhar Azis (1997),
menjadi tekad HMI untuk membela, terkandung prinsip-prinsip yang menjadi
mempertahankan negara Republik jiwa, bentuk, dan sifat “masyarakat” HMI
Indonesia, serta menjaga kedaulatannya dalam lingkungan masyarakat Indonesia
sejak merdeka, dari tanggal 17 Agustus (Azis, 1997).
1945 hingga sekarang. Telah menjadi Pada dasawarsa menjelang berakhirnya
keyakinan bagi HMI, bahwa hanya dalam abad ke-20, perkembangan pemikiran
negara merdeka dan berdaulat saja cita- HMI tentang ke-Islam-an di Indonesia
cita untuk meningkatkan derajat rakyat mengalami perkembangan yang sangat
Indonesia di bidang politik, ekonomi, menonjol. Barangkali inilah salah satu ciri
pendidikan, dan sosial-budaya, dalam dari abad ini, dengan menghasilkan corak
rangka mewujudkan masyarakat adil dan pemikiran yang sangat kaya dan beragam
makmur, akan dapat tercapai (Noer, 1983; khasanahnya. Indikasinya bisa terlihat
dan Rahardjo, 1993). dari tampilnya pemikiran-pemikiran atau
Dari tema pemikiran seperti itu, tesa-tesa baru dari golongan intelektual
menurut Harry Azhar Azis (1997), muda, yang berwawasan kreatif-inovatif (cf
HMI menempatkan dirinya sebagai Habibie, 1991; dan Rahardjo, 1993).
salah satu barisan, yang selalu tampil Fenomena ini ditopang oleh suasana
ke atas, manakala datang panggilan kebebasan berpendapat, yang menjebol
untuk membela, mempertahankan, rintangan-rintangan ideologis dan politik
dan mempersatukan bangsa Indonesia aliran yang kaku pada waktu itu (Saidi,
1984; dan Rahardjo, 1993). Sebagai tradisi dalam bidang ideologi, politik, pendidikan,
ilmiah, gejala itu juga mendatangkan umpan ekonomi, dan sosio-kultural (Rasjidi, 1977;
balik berupa bangkitnya gerakan revivalisme, Saidi, 1984; dan Barton, 1999). Gerakan
dengan membuahkan pemikiran-pemikiran pembaharuan pemikiran Islam dari M.
yang berbeda atau antitesis terhadap Nurcholish Madjid ini semakin signifikan,
pendapat sebelumnya. Di satu pihak, hal kerana ianya mengalami modifikasi
ini sangat menggembirakan; tetapi di pihak dengan menggunakan metodologi dari
lain, perbedaan pendapat ini sebagai warisan penafsiran tekstual menjadi penafsiran
historis masa lalu dalam dunia Islam. kontekstual untuk dapat memenuhi
Menelaah kurun waktu sejarah keperluan kontemporer yang membumi
pergerakan pembaharuan pemikiran dalam konteks Indonesia (Barton, 1999;
Islam di Indonesia, umumnya, Rachman, 2011; dan Latif, 2012).
ditandai oleh tampilnya tokoh-tokoh Wacana-wacana tentang ke-Islam-an
pemikir yang menggerakan organisasi telah menampilkan agama monotheistik
pembaharuan Islam, dari pendiri ini secara nyata dan signifikan di dunia
organisasi Muhammadiyah (pengikut Nabi modern. Semaraknya kajian Islam, dengan
Muhammad), K.H. (Kyai Haji) Ahmad wacana modernitas, merupakan salah satu
Dahlan, pada awal abad ke-20, sampai jawaban terhadap fenomena globalisasi
dengan M. Nurcholish Madjid, pada akhir yang memberi nuansa transparansi dan
abad ke-20 (Noer, 1980; Kuntowijoyo, memungkinkan tingkat daya kritis umat
1985; dan Suryanegara, 1995). Jika Islam semakin tinggi, serta interaksi
dibandingkan, pemikiran kedua tokoh dialogis di antara penganut agama-
tersebut memiliki tumpuan gerakan yang agama besar dunia juga semakin terbuka
berbeda. K.H. Ahmad Dahlan, pada awal (Rahardjo, 1993; dan Mishra, 2000).
gerakannya, mencanangkan perlunya Tetapi mesti disadari bahawa umat Islam
kembali kepada Al-Qur’an dan Al-Sunnah, dan para intelektual Muslim, meminjam
sebagai usaha untùk membersihkan Islam istilah M. Nurcholish Madjid (1992), masih
dari praktek-praktek yang keliru dan lebih banyak mengurusi masalah-masalah
penyakit TBC (Takhayul, Bid‘ah, dan “domestik”. Para intelektual Muslim belum
Churafat), yang dinilai menyesatkan dan dapat menghindarkan diri dari konflik-
tidak menumbuhkan semangat Islam konflik sosial dan teologis di tingkat tertentu
yang senantiasa membawa pesan-pesan dengan golongan-golongan lain (Madjid,
pembaharuan (Noer, 1980; Saidi, 1984; 1992). Pemunculan wacana-wacana
dan Kuntowijoyo, 1985). keilmuan dalam Islam, yang mencita-citakan
Dengan semangat kembali kepada Al- usaha menampilkan atau mengakrabkan
Qur’an dan Al-Sunnah, yang memberikan ajaran Islam dengan situasi yang selalu
roh kepada gerakannya, K.H. Ahmad berubah di dunia modern tersebut, adalah
Dahlan melakukan pembaharuan suatu kemestian sejarah. Ajaran Islam yang
pemikiran dalam Islam dan pendidikan universal, dan kejayaannya di masa lalu,
(Noer, 1980). Sementara itu, M. seakan-akan kurang bersahabat dengan
Nurcholish Madjid menekankan gerakan dunia moden (Madjid, 1992).
pembaharuannya, dimulai pada tahun Doktrin tentang tekstual-eksklusifistik
1970-an, pada pencerahan pemikiran yang pernah dimiliki oleh umat Islam pada
masa lalu, dengan demikian, mesti diganti keyakinan Tauhid dalam kehidupan
dengan wajah baru Islam yang kontekstual- bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
inklusif, integratif, dan pro-aktif (Shihab, yang majemuk di Indonesia, dengan
1998; dan Barton, 1999). Jalinan interaksi melakukan dakwah amar ma‘ruf dan nahi
dan komunikasi memungkinkan terjadinya munkar (Depag RI, 1982/1983; Nasution,
perbenturan ide-ide dan gagasan dasar; dan 1985; Shihab, 2000; dan al-Habsyi, 2002).
sebaliknya, ia sangat memungkinkan pula Kedua, HMI berperan dan berpartisipasi
terjadinya pertemuan-pertemuan gagasan aktif, konstruktif, pro-aktif, inklusif,
yang beragam. Tetapi yang ingin dilakukan dan integratif, bersama-sama dengan
dari kondisi seperti ini adalah gagasan pemerintah Republik Indonesia
orisinil Islam yang lebih membumi, yakni serta seluruh kekuatan bangsa, guna
meng-Indonesia dan modern (Barton, meningkatkan harkat dan martabat
1999; dan Effendy, 2011). serta peradaban bangsa Indonesia dalam
Hasil pemikiran tentang Islam di bidang kehidupan beragama, pendidikan,
Indonesia mesti berjalan paralel dengan ekonomi, kebudayaan, sosial, politik,
nilai-nilai ke-Indonesia-an, yakni suatu kemasyarakatan, dan dimensi kehidupan
entitas negara-bangsa yang ber-bhinneka lainnya; serta berusaha agar mampu hidup
tunggal ika. Meskipun umat Islam adalah berdampingan dengan bangsa-bangsa lain
mayoritas sebagai warga negara-bangsa, di dunia untuk mencapai masyarakat adil
tapi proses pembaharuan pemikiran dan makmur berdasarkan Pancasila dan
dan menyegarkan kembali proses-proses UUD (Undang-Undang Dasar) 1945,
ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an harus yang diridhoi Allah SWT (Subhanahu
terus-menerus dilakukan. Berdasarkan Wa-Ta’ala), menuju Indonesia baru di masa
pemikiran-pemikiran tersebut, bagaimana depan (PB HMI, 2002; dan Azis, 2016).
mereformulasi pemahaman tentang ke- Ketiga, HMI berusaha menguasai dan
Islam-an dan ke-Indonesia-an dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan
visi baru bagi bangsa Indonesia adalah teknologi dalam rangka membangun masa
menjadi keniscayaan (cf Azis, 1997:5; dan depan bangsa Indonesia. Sebagai insan
Madjid, 1992). akademik, pencipta, dan pengabdi, HMI
Pembahasan. Dalam penjelasan, sejak awal berdirinya sudah bertekad dan
dan kaitannya dengan kajian ini, dapat melekatkan fungsinya sebagai manusia yang
diidentifikasi tentang proses pemikiran harus berpikir rasional, jernih, objektif,
dan hasil dakwah yang telah dilakukan visioner, dan berwawasan luas, yang
oleh HMI (Himpunan Mahasiswa Islam). ditunjang oleh iman dan takwa yang kuat,
Berikut ini adalah penjelasan tambahan kreativitas dan sikap inovasi yang tinggi,
tentang beberapa hal, yang berkaitan serta berdedikasi secara ikhlas dan yakin
dengan proses pemikiran dan aktivitas tentang perlunya “ilmu yang amaliah”
dakwah yang telah, sedang, dakan terus dan “amal yang ilmiah” bagi kemajuan,
dilakukan oleh HMI di Indonesia. kesejahteraan, keadilan, kemerdekaan, dan
Pertama, HMI berusaha menegakan keberadaban bangsa Indonesia (Sitompul,
dan mengembangkan agama Islam 1986; Habibie, 1991; dan Madjid, 1997b).
yang bersumber pada Al-Qur’an dan Al- Keempat, HMI membina kader-kader
Sunnah. Hal itu dilakukan untuk tegaknya intelektual dan pejuang bangsa yang
Dalam pandangan HMI, komitmen kepada ke- tampaknya cukup sadar akan hal ini. Dan ini
Indonesia-an merupakan kelanjutan dari sistem merupakan bagian dari persepsi ke-Islam-an
keimanannya. HMI meng-Indonesia, karena HMI dalam sebuah negara yang berdasarkan
hendak mengejawantahkan nilai-nilai luhur yang Pancasila. HMI ini “membangun identitasnya
diserapnya dari ajaran-ajaran Islam. Maka, dalam dalam kerangka Indonesia”. Bila cara ini yang kita
meng-lslam pun, HMI meng-Islam dalam wadah tempuh dalam mencapai tujuan, maka benturan-
yang dikaruniakan Tuhan kepadanya, yaitu Tanah benturan antara nilai-nilai ke-Islam-an dan
Air Indonesia. Ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an, nilai-nilai yang dijumpainya dalam kultur atau
bagi HMI, bukan masalah alternatif satu sama sub-kultur Indonesia akan dapat menjinakkan
lain, tetapi dua sisi dari sekeping mata uang yang unsur-unsur yang kurang sehat, bila bukan
sama (Madjid, 1997a:iv). destruktif, yang mungkin terdapat dalam sub-
kultur bangsa kita (Ma’arif, 1993:157).
Dalam tulisan lain, M. Nurcholish
Madjid (1997b) mengatakan bahwa Mengkaji dan mengelaborasi pemikiran
selain ke-Indonesia-an atau kebangsaan ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an mesti
dan kemahasiswaan, kualifikasi HMI dilakukan dengan beberapa pendekatan,
(Himpunan Mahasiswa Islam) sebagai seperti: pendekatan ideologis, pendekatan
gerakan pemuda adalah ke-Islam- kultural, dan pendekatan fungsional
an. Maka, selain mesti tampil sebagai (Kuntowijoyo, 1997; dan Hart, 2002).
pendukung nilai-nilai ke-Indonesia-an dan Yang dimaksud dengan pendekatan
kemahasiswaan, HMI juga mesti tampil ideologis adalah dengan tetap berpegang
sebagai pendukung nilai-nilai ke-Islam-an. pada nilai-nilai ke-Islam-an secara
Sekalipun dukungan pada nilai-nilai ke- realistis, jauh dari sifat kaku dan eksklusif,
Islam-an itu tetap dalam format yang tidak tapi justru mesti bersikap inklusif dan
dapat dipisahkan dari ke-Indonesia-an dan pro-aktif. Sementara itu, pendekatan
kemahasiswaan (Madjid, 1997b). kultural diperlukan agar nilai-nilai yang
Dengan perkataan lain, penghayatan terdapat pada berbagai kultur yang telah
HMI pada nilai-nilai ke-Islam-an tentu membudaya di Indonesia dapat diatasi
tidak dapat lepas dari lingkungan ke- dengan penuh kearifan dan kesantunan
Indonesia-an; serta juga tidak lepas dari (Sitompul, 1982; Kuntowijoyo, 1997; dan
nilai-nilai kemahasiswaan. Kerana ke- Shihab, 1998).
Indonesiaan-nya itulah, HMI tampil Sementara itu, menurut A. Syafii
sebagai organisasi Islam dalam format dan Ma’arif (1993), pendekatan fungsional
citra yang sedikit banyak berbeda dari mestilah dilihat dari fungsinya sebagai
organisasi Islam dalam kawasan lingkungan pandangan hidup yang mementingkan
budaya besar, seperti dunia Arab dan India, kesejahteraan warga masyarakat. Nilai-nilai
misalnya (Madjid, 1997b:89). Islam mesti dapat difungsikan sepenuhnya
Dalam ungkapan yang berbeda, A. Syafii dalam sebuah bangsa, terlepas dari
Ma’arif (1993), salah seorang cendekiawan bentuk negara yang digunakan (Ma’arif,
dan sejarawan Muslim Indonesia, melihat 1993:189). Dalam konteks ke-Islam-an
hubungan antara ke-Islam-an dan ke- dan ke-Indonesia-an, dengan demikian,
Indonesia-an dalam HMI itu, dengan pendekatan fungsional ini masih tetap
menulis sebagai berikut: relevan untuk dilaksanakan.
Selain tiga pendekatan tersebut, umat
Proses Islamisasi itu mestilah ditempuh dengan Islam mesti memiliki kesadaran historis,
jalan damai, melalui saluran konstitusi dan
peraturan-peraturan yang berlaku. HMI yaitu kesadaran bahawa semua tatanan
Madjid, M. Nurchohish. (1997b). Tradisi Islam: Peran (1998). Nilai Identiti Kader HMI: Hasil-hasil Kongres
dan Fungsinya dalam Pembangunan di Indonesia. ke-21. Jakarta: Pusat Data dan Informasi PB HMI.
Jakarta: Paramadina. PB HMI [Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam].
Madjid, M. Nurcholish. (1999). Cita-cita Politik Islam (2002). AD/ART Himpunan Mahasiswa Islam.
Era Reformasi. Jakarta: Penerbit Paramadina. Jakarta: Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam.
Malik, Kholis. (2002). Konflik Ideologi: Kemelut Asas PB HMI [Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam].
Tunggal di Tubuh HMI. Yogyakarta: Insani Press. (2013). Hasil-hasil Kongres Himpunan Mahasiswa
Mansur, Muhammad. (1971). “Himpunan Mahasiswa Islam ke-XVIII. Jakarta: Pengurus Besar Himpunan
Islam (HMI): Azas dan Sikap Mahasiswa Islam.
Perdjuangannja”. Skripsi Sardjana Muda Tidak Rachman, Budhy Munawar. (2011). Ensiklopedi
Diterbitkan. Yogyakarta: Djurusan Perbandingan Nurcholish Madjid: Jilid 2, H-L. Jakarta: Yayasan
Agama, Fakultas Ushuluddin IAIN [Institut Agama Abad Demokrasi.
Islam Negeri] Sunan Kalidjaga, di bawah bimbingan Rahardjo, M. Dawam. (1993). Intelektual, Intelegensia,
Dr. H.A. Mukti Ali & Drs. H. Sjamsudin Abdullah. dan Perilaku Politik Bangsa. Bandung: Penerbit Mizan.
Martha, A.D. et al. (1984). Pemuda Indonesia dalam Rasjidi, Muhammad. (1977). Koreksi Terhadap Drs.
Dimensi Sejarah Perjuangan Bangsa. Jakarta: Kantor Nurcholish Madjid tentang Sekularisasi. Jakarta: Bulan
Menegpora RI [Menteri Negara Pemuda dan Bintang.
Olahraga Republik Indonesia]. Roilion, F. (1989). Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia.
Mishra, Ramesh. (2000). Globalization and the Welfare Jakarta: Penerbit LP3ES, terjemahan Nasir Tamara.
State. London: McMillan. Saidi, Ridwan. (1984). Pemuda Islam dalam Dinamika
Mubarok, A. (2001). Imam: Apa Tanggungjawabnya? Politik Bangsa. Jakarta: CV Rajawali.
Jakarta: Yayasan Berkat Rahmat Allah. Saidi, Ridwan. (1995). A. Dahlan Ranuwihardjo: Biografi,
Mubin, A. Halim. (1970). Fragmen Lintasan Sedjarah Pemikiran, dan Perjuangan. Jakarta: Penerbit LSIP.
Perdjuangan HMI Periode Yogyakarta. Makassar: Saifullah, S.A. (1994). “Konsep Nasionalisme HMI
Pengurus HMI BADKO INTIM [Himpunan sebagaimana Tercermin dalam Pidato Dies dan
Mahasiswa Islam, Badan Koordinasi Indonesia Timur]. Penerapannya dalam Gerakan Angkatan ‘66”.
Mulyana, Agus. (1990). “Peranan Himpunan Mahasiswa Disertasi Doktor Tidak Diterbitkan. Jakarta: Program
Islam dalam Menghadapi Studi Ilmu Agama Islam, Program Pascasarjana IAIN
Kekuatan PKI di Indonesia, 1947-1966”. Skripsi [Institut Agama Islam Negeri] Syarif Hidayatullah
Sarjana Tidak Diterbitkan. Bandung: Jurusan Jakarta.
Pendidikan Sejarah FPIPS IKIP [Fakultas Pendidikan Shaleh, Hasanuddin M. (1996). HMI dan Rekayasa
Ilmu Pengetahuan Sosial, Institut Keguruan dan Asas Tunggal Pancasila. Yogyakarta: Kelompok Studi
Ilmu Pendidikan] Bandung. Lingkaran.
Nasri, I. (1995). Mahasiswa dan Masa Depan Politik Shihab, Alwi. (1998). Islam Inklusif. Bandung: Penerbit
Indonesia. Yogyakarta: Penerbit PSIP DPP IMM. Mizan.
Nasution, Harun. (1985). Teologi Islam. Jakarta: Penerbit Shihab, M. Quraish. (2000). Wawasan Al-Qur’an: Tafsir
UI [Universitas Indonesia] Press. Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung:
Noer, Deliar. (1980). Gerakan Modern Islam di Penerbit Mizan.
Indonesia, 1900-1942. Jakarta: Penerbit LP3ES, Siradj, A.Z. (1992). Kenangan 70 Tahun Achmad
terjemahan Awad Bahaosan. Tirtosudiro: Profil Prajurit Pengabdi. Jakarta: PT
Noer, Deliar. (1983). Ideologi, Politik, dan Pembangunan. Intermasa.
Jakarta: Yayasan Perhidmatan. Sirfefa, Moksen Idris & M. Alfan. (1997). Mencipta
Panitia Kongres HMI [Himpunan Mahasiswa Islam]. dan Mengabdi: Komitmen Nilai Islam untuk Masa
(1947). “Anggaran Dasar HMI: Hasil Keputusan Depan Bangsa. Jakarta: PB HMI [Pengurus Besar
Kongres I HMI di Yogyakarta, Tanggal 30 November Himpunan Mahasiswa Islam].
1947”. Dokumen Tidak Diterbitkan. Siroj, Said Aqil. (2006). Tasawuf sebagai Kritik Sosial:
PB HMI [Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi, Bukan
Islam]. (1991). Hasil-hasil Ketetapan Kongres ke-18 Aspirasi. Bandung: Penerbit Mizan.
Himpunan Mahasiswa Islam. Jakarta: Direktorat Sitompul, Agussalim. (1976). Sejarah Perjuangan HMI:
Publikasi, Direktorat Jenderal Pembinaan Pers Tahun 1947-1975. Surabaya: Penerbit Bina Ilmu.
dan Grafika Depen RI [Departemen Penerangan Sitompul, Agussalim. (1982). HMI dalam Pandangan
Republik Indonesia]. Seorang Pendeta. Jakarta: PT Gunung Agung.
PB HMI [Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam]. Sitompul, Agussalim. (1986). Citra HMI. Yogyakarta:
(1997). Tafsir Independensi HMI. Jakarta: Pusat Data Sumbangsing Offset.
dan Informasi PB HMI. Sitompul, Agussalim. (1995). Historiografi HMI, 1947-
PB HMI [Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam]. 1993. Jakarta: Penerbit Intermasa.
Sitompul, Agussalim. (2001). “Pemikiran HMI Suryabrata, Sumadi. (1983). Metode Penelitian. Jakarta:
(Himpunan Mahasiswa Islam) tentang Keislaman Penerbit Rajawali Press.
– Keindonesiaan, 1947-1997”. Disertasi Tidak Suryanegara, Ahmad Mansur. (1995). Menemukan
Diterbitkan. Yogyakarta: Program Pascasarjana IAIN Sejarah: Wacana Pergerakan Islam di Indonesia.
[Institut Agama Islam Negeri] Sunan Kalijaga. Bandung: Penerbit Mizan.
Sitompul, Agussalim. (2002). Menyatu dengan Umat Susanto, Eko Harry. (2014). “Media Baru, Kebebasan
Menyatu dengan Bangsa: Pemikiran Himpunan Informasi, dan Demokrasi di Kalangan Generasi
Mahasiswa Islam tentang Ke-Islam-an dan Ke-Indonesia- Muda”. Tersedia secara online juga di: http://journal.
an, 1947-1997. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. tarumanagara.ac.id/index.php/kidFik/article/
Sitompul, Agussalim. (2010). “Refleksi 63 Tahun viewFile/1246/1283 [diakses di Sorong, Indonesia: 2
Perjuangan HMI, Mendiagnosa Lima Zaman Maret 2016].
Perjalanan HMI: Suatu Tinjauan Historis dan Suwirta, Andi. (2000). Suara dari Dua Kota: Revolusi
Kritis terhadap Fase-fase Perjuangan HMI dalam Indonesia dalam Pandangan Suratkabar Merdeka di
Menjawab Tantangan Masa Depan”. Makalah Jakarta dan Kedaulatan Rakjat di Yogyakarta, 1945-
dipresentasikan dalam Latihan Kader II Tingkat 1947. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Nasional HMI [Himpunan Mahasiswa Islam] Suwirta, Andi. (2015). Revolusi Indonesia dalam News
Cabang Malang, Jawa Timur, pada hari Senin, & Views: Sebuah Antologi Sejarah. Yogyakarta:
tanggal 20 Juni. Tersedia secara online juga Penerbit Ombak.
di: http://www.malang.hmi.or.id/wp-content/ Tanja, Victor I. (1982). Himpunan Mahasiswa Islam:
uploads/2013/06/Refleksi-63-Tahun-Perjuangan- Sejarah dan Kedudukannya di Tengah Gerakan-
HMI-Agus-Salim-Situmpul.pdf [diakses di Sorong, gerakan Muslim Pembaharu di Indonesia. Jakarta:
Indonesia: 2 Maret 2016]. Sinar Harapan. Karya ini ditulis pada tahun 1979
Sjamsuddin, Helius. (2007). Metodologi Sejarah. dan merupakan hasil penelitian untuk Disertasi
Yogyakarta: Penerbit Ombak. Doktor, yang dipertahankan pada Dewan Pengajar
Sulastomo. (1989). Hari-hari yang Panjang, 1963-1966. Hartford Seminary Foundation, Amerika Serikat,
Jakarta: CV Haji Mas Agung. dengan judul asli, dalam Bahasa Inggris, “Islamic
Surachmad, Winarno. (1972). Dasar dan Teknik Riset: Students Association: Its History and its Place
Pengantar Metode Ilmiah. Bandung: Penerbit Tarsito. among Muslim Reformist Movement in Indonesia”.
Kiprah Anggota, Kader, dan Alumni HMI di Indonesia: Dulu, Kini, dan Nanti
(Sumber: Album Foto KAHMI, 5/2/2016)
Dari pengalaman dan perjalanan sejarahnya yang panjang dan penuh dinamika itu, yang menjadi corak pemikiran dan
dakwah HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) adalah bagaimana memadukan nilai-nilai ke-Islam-an dan ke-Indonesia-
an dalam suatu kerangka berpikir yang khas, yang bisa dirumuskan dalam visi, misi, dan program yang nyata. Karena
apabila ke-Islam-an dan ke-Indonesia-an tidak dipadukan, maka dikotomi antara keduanya akan tetap muncul dan
menjadi masalah sepanjang masa. Berdasarkan ideologi HMI, yaitu ke-Islama-n dan ke-Indonesia-an, dengan sifat
independensinya, maka HMI bisa memberikan solusi terhadap problematika dan kondisi nyata masyarakat Indonesia
yang sangat beragam dan dinamis ini.