I.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makanan terutama buah-buahan umumnya dikonsumsi sebagai penghasil
vitamin dan mineral. Buah-buahan banyak ditemukan di pasar, swalayan, mall
dan di tempat lainnya. Umumnya daya simpan buah relatif rendah sehingga jika
tidak dilakukan pengemasan akan cepat mengalami pembusukan dan tidak dapat
dikonsumsi lagi. Memang buah-buahan dan produk hortikultur lainnya memiliki
sifat khas, yaitu cepat rusak dan masih terus berespirasi setelah dipanen kemudian
akan mengalami penguraian kandungan nutrisinya (Wahyono, 2009). Salah
satunya buah yang cepat membusuk adalah stroberi (Fragaria sp). Sementara
spesies lainnya yaitu Fragaria vesca L. tersebar lebih luas dibandingkan spesies
lainnya. Jenis stroberi Fragaria vesca yang pertama kali masuk di Indonesia
(Mu’min, 2012). Stroberi adalah tanaman subtropis yang dapat beradaptasi
dengan baik di dataran tinggi tropis yang memiliki temperatur 17-20°C dan
disertai dengan curah hujan 600-700 mm/tahun (Dwipayana, 2016). Stroberi
adalah satu di antara buah-buahan yang tergolong klimaterik, yaitu buah yang
proses respirasinya terjadi selama pematangan, sehingga memiliki peningkatan
CO2 yang mendadak. Adapun buah yang tergolong non-klimaterik yaitu repirasi
CO2 pada buah tersebut semakin menurun (Wahyono, 2009). Selain itu, gas-gas
yang berperan utama selama pascapanen adalah O2 dan etilen (Widodo, 2005).
Tapi perlu diingat, tidak diperbolehkan memakan biji mentah dari buah
yang berasal dari genus Durio ini, karena asam lemak siklopropena
(cyclopropene) yang terkandung dalam biji durian bersifat racun bagi tubuh
(Ferawati, 2015) Padahal jika diolah lebih lanjut biji durian dapat bermanfaat
lebih sebagai bahan baku berbagai hal yang tentunya akan memberikan nilai
tambah (Prasetyaningrum, 2010). Biji dari tanaman yang famili Bombacaceae
kaya akan karbohidrat terutama patinya yang cukup tinggi sekitar 42,1%
dibanding dengan ubi jalar (27,9%) atau singkong (34,7%). Pati adalah bahan
kimia utama komponen tepung biji durian, yang terdiri dari sekitar 56% dari berat
kering (Pimpa, 2015)
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana sifat fisik dan sifat mekanik edible film berbahan dasar kulit dan
biji durian (Durio zibethinus)?
2. Bagaimana kemampuan film tersebut dalam menahan berat susut stroberi dan
besar transmisi uap air setelah diaplikasikan?
3. Bagaimana lama waktu edible film dapat terdegradasi oleh mikroba pengurai
dalam keadaan normal (dibiarkan dalam keadaan bebas)?
1.3 Tujuan
1. Mengkaji sifat fisik dan sifat mekanik edible film berbahan dasar kulit dan biji
durian (Durio zibethinus).
2. Mengkaji kemampuan film tersebut dalam menahan berat susut stroberi dan
besar transmisi uap air setelah diaplikasikan.
3. Mengetahui lama waktu edible film dapat terdegradasi oleh mikroba pengurai
dalam keadaan normal (dibiarkan dalam keadaan bebas).
1.4 Manfaat
Durian (Durio zibethinus) adalah salah satu buah yang sangat popular di
Indonesia. Buah dengan julukan “The King of fruits” ini termasuk dalam famili
Bombacaceae dan banyak ditemukan di daerah tropis. Nama Durian adalah
diperkirakan berasal dari istilah Melayu yang "Duri" mendapatkan akhiran -an
menjadi durian. Di Indonesia, tanaman durian terdapat di seluruh pelosok Jawa
dan Sumatra. Sedangkan di Kalimantan dan Irian Jaya umumnya hanya terdapat
di hutan. Tiap pohon durian dapat menghasilkan 80 sampai 100 buah, bahkan
hingga 200 buah terutama pada pohon yang tua (Putri, 2011).
Durian yang dapat dikonsumsi ada sembilan spesies, yaitu D. zibethinus, D. kutejensis
(lai), D. excelsus (apun), D. graveolens (tuwala), D. dulcis (lahong), D. grandiflorus
(sukang), dan D. testudinarum (sekura), D. lowianus (teruntung), dan D.oxleyanus
(kerantungan). Dari sembilan jenis tersebut yang paling banyak dibudidayakan adalah D.
zibethinus (Muliani, 2014).
Tabel 2.2 Kandungan Gizi Buah Durian per 100g Bahan (Darmawan, 2013)
Kandungan Satu Juml
Gizi an ah
Energi Gram 92,6
Protein Gram 0,44
Lemak Gram 2,09
Karbohidrat Mgra 0,17
m
Kalsium Mgra 0,36
m
Fosfor Mgra 0,16
m
Air % 65
Vitamin A SI 175
Vitamin B1 Mgra 0,1
m
Vitamin C Mgra 53
m
Selama ini, bagian buah durian yang lebih umum dikonsumsi adalah
bagian salut buah atau dagingnya. Presentase berat bagian ini termasuk
rendah yaitu hanya 20-35%. Hal ini berarti kulit (60-75%) dan biji (5-15%)
belum termanfaatkan secara maksimal (Djaeni, 2010).
Biji durian juga banyak mengandung zat-zat gizi seperti lemak, protein,
karbohidrat dan lain-lain. Kandungan karbohidrat terutama patinya yang cukup
tinggi sekitar 43,6% dibanding dengan ubi jalar 27,9% atau singkong 34,7%
(Handayani, 2015). untuk memperjelas zat yang dikandung oleh biji durian
dapat dilihat pada tabel berikut:
Umumnya kulit dan biji menjadi limbah yang hanya sebagian kecil
dimanfaatkan sebagai pakan ternak, dan bahkan sebagian besar dibuang
begitu saja. Biji durian mentah tidak dapat dimakan karena mengandung
asam lemak siklopropena yang beracun. Asam lemak siklopropena yang
terdapat dalam biji durian akan hilang dengan sendirinya ketika biji durian
direbus atau dipanaskan pada suhu 80°C (Ambarita, 2012).
Pektin digunakan sebagai pembentuk gel dan pengental dalam pembuatan jelly,
marmalade, makanan rendah kalori dan dalam bidang farmasi digunakan untuk
obat diare (Novitarini, 2015). Kata pektin berasal dari bahasa Latin “pectos” yang
berarti pengental atau yang membuat sesuatu menjadi keras/ padat. Pektin
ditemukan oleh Vauquelin dalam jus buah sekitar 200 tahun yang lalu.
Pada tahun 1790, pektin belum diberi nama. Nama pektin pertama kali digunakan
pada tahun 1824, yaitu ketika Braconnot melanjutkan penelitian yang dirintis oleh
Vauquelin. Braconnot menyebut substansi pembentuk gel tersebut sebagai asam
pektat (Fitria, 2013).
Senyawa-senyawa pektin berfungsi sebagai perekat antara dinding sel
yang satu dengan yang lain. Pektin secara umum terdapat di dalam dinding sel
primer tanaman, khususnya di sela-sela antara selulosa dan hemiselulosa
(Lumbantoruan, 2013).
Ditinjau dari sifat fisika pektin dapat bersifat koloid reversibel, yaitu
dapat dilarutkan dalam air, diendapkan, dikeringkan dan dilarutkan kembali
tanpa perubahan sifat fisiknya. Pada penambahan air pada pektin kering
akan terbentuk gumpalan seperti pasta yang kemudian menjadi larutan
(Puspitasari, 2017).
Starch atau pati merupakan polisakarida hasil sintesis dari tanaman hijau
melalui proses fotosintesis. Pati memiliki bentuk kristal bergranula yang tidak
larut dalam air pada temperatur ruangan yang memiliki ukuran dan bentuk
tergantung pada jenis tanamannya. Pati digunakan sebagai pengental dan penstabil
dalam makanan (Indra, 2010). Pati adalah karbohidrat yang terdiri atas amilosa
dan amilopektin (Herawati, 2011).
Amilosa adalah polisakarida berantai lurus (tidak bercabang) dan larut dalam air,
dengan berat molekul berkisar antara 10.000 – 50.000, amilosa ini disusun oleh
sekitar 250-300 unit glukosa yang satu sama ainnya dihubungkan oleh ikatan 1-4
alpha glikosida melalui atom C-1 dan C-4 (Jepro, 2011). Pati merupakan glukan
yang terdiri dari dua macam fraksi. Granula pati tersusun secara berlapis-lapis
mengelilingi nukleus. Pembentukan granula pati dikontrol untuk endogeneus.
Granula pati dapat mengalami perubahan bila dipanaskan. Salah satu perubahan
tersebut adalah gelatinisasi (Wahyono, 2009).
Edible packaging pada bahan pangan pada dasarnya dibagi menjadi tiga
jenis bentuk, yaitu: edible film, edible coating, dan enkapsulasi. Hal yang
membedakan edible coating dengan edible film adalah cara pengaplikasiannya.
Edible coating langsung dibentuk pada produk, sedangkan pada edible film
pembentukannya tidak secara langsung pada produk yang akan dilapisi/dikemas.
Enkapsulasi adalah edible packaging yang berfungsi sebagai pembawa zat flavor
berbentuk serbuk. Edible film didefinisikan sebagai lapisan yang dapat dimakan
yang ditempatkan di atas atau di antara komponen makanan (Wahyu, 2009)
Film dapat diartikan sebagai lapisan tipis dari material. Biasanya tersusun dari
polimer yang memungkinkan untuk menguatkan secara mekanik pada stand yang
terstruktur. Tiap sheet adalah film yang tipis. Film dapat berbentuk wadah,
bungkus, kapsul, kantong, atau pelindung lapisan luar selama proses di pabrik.
(Fathony dkk., 2011)
Edible film dapat mengontrol kelembaban, oksigen, karbon dioksida, rasa
dan aroma perpindahan antara komponen makanan atau suasana di sekitar
makanan. Edible film dapat digunakan sebagai pembungkus makanan. Film-film
ini bertindak sebagai sistem kemasan baru dan mengontrol pelepasan senyawa
aktif seperti antioksidan, rasa dan agen antimikroba. Penggunaan edible film
dalam perlindungan dan pelestarian makanan baru-baru ini meningkat karena
mereka menawarkan beberapa keunggulan dibandingkan dengan bahan sintetis,
seperti menjadi biodegradable dan ramah lingkungan (Herawan, 2015).
2. Penghilangan pelarut
Penghilangan ini dilakukan dengan pengeringan. komponen
penyusun pati yang paling berperan adalah amilosa, karena amilosa
dapat dengan mudah membentuk gel, sedangkan amilopektin
mempunyai percabangan sehingga sulit terbentuk.
2.4.3 Sifat Fisik Edible Film
1. Ketebalan film
Ketebalan sangat mempengaruhi sifat fisik dan mekanik edible
film, seperti tensile strength, elongation, dan water vapor
transmission rate (WVTR). Faktor yang dapat mempengaruhi
ketebalan edible film adalah konsentrasi padatan terlarut pada
larutan pembentuk film dan ukuran pelat pencetak (Anugrah, 2014).
Semakin tinggi konsentrasi padatan terlarut, maka ketebalan film
akan meningkat. Sebagai kemasan, semakin tebal edible film maka
kemampuan penahanannya semakin besar, sehingga umur simpan
produk akan semakin panjang. Edible film dengan gliserol sebagai
plasticizer mempunyai ketebalan paling tipis jika dibandingkan
dengan yang lain, berat molekulnya paling kecil, mempunyai
Hipotesis Penelitian
Hingga saat ini, belum ditemukan edible film yang sempurna untuk
pengemasan buah stroberi. Hal tersebut sangat disayangkan karena buah
stroberi termasuk buah yang cukup diminati di Indonesia, tetapi kendala
pendistribusian akibat masa simpan stroberi yang tidak lama membuat
stroberi cukup sulit untuk di ekspor ke luar daerah.