PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah mahluk yang paling tinggi derajatnya dibandingkan makhluk tuhan
yang lainnya. Mengapa demikian?,tentu jawabannya karena manusia telah diberkahi
dengan akal dan fikiran yang bisa membuat manusia tampil sebagai khalifah dimuka bumi
ini. Akal dan fikiran ini lah yang membuat manusia bisa berubah dari waktu ke
waktu.Dalam kehidupan manusia sulit sekali dipredeksi sifat dan kelakuannya bisa berubah
sewaktu-waktu. Kadang dia baik,dan tidak bisa bisa dipungkiri juga banyak manusia yang
jahat dan dengki pada sesame manusia dan makhluk tuhan lainnya.
Setiap manusia kepercayaan akan sesuatu yang dia anggap angung atau
maha.kepercyaan inilah yang disebut sebagai spriritual. Spiritual ini sebagai kontrol
manusia dalam bertindak, jadi spiritual juga bisa disebut sebagai norma yang mengatur
manusia dalam berperilaku dan bertindak.
Dalam ilmu keperawatan spiritual juga sangat diperhatikan.Berdasarkan konsep
keperawatan, makna spiritual dapat dihubungkan dengan kata-kata : makna, harapan,
kerukunan, dan sistem kepercayaan (Dyson, Cobb, Forman, 1997). Dyson mengamati
bahwa perawat menemukan aspek spiritual tersebut dalam hubungan seseorang dengan
dirinya sendiri, orang lain, dan dengan Tuhan. Menurut Reed (1992) spiritual mencakup
hubungan intra-, inter-, dan transpersonal. Spiritual juga diartikan sebagai inti dari manusia
yang memasuki dan mempengaruhi kehidupannya dan dimanifestasikan dalam pemikiran
dan prilaku serta dalam hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, alam, dan Tuhan
(Dossey & Guzzetta, 2000).
B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian distress spiritual?
b. Bagaimana patofisiologi distress spiritual?
c. Apa karakteristik distress spiritual?
d. Apa penyebab terjadinya distres spiritual?
e. Apa konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien distress spiritual?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian :
B. Patofisiologi :
Patofisiologi distress spiritual tidak bisa dilepaskan dari stress dan struktur serta fungsi
otak.
Stress adalah realitas kehidupan manusia sehari-hari. Setiap orang tidak dapat dapat
menghindari stres, namun setiap orang diharpakan melakukan penyesuaian terhadap
perubahan akibat stres. Ketika kita mengalami stres, otak kita akan berespon untuk
terjadi. Konsep ini sesuai dengan yang disampikan oleh Cannon, W.B. dalam Davis M,
dan kawan-kawan (1988) yang menguraikan respon “melawan atau melarikan diri”
sebagai suatu rangkaian perubahan biokimia didalam otak yang menyiapkan seseorang
menghadapi ancaman yaitu stres.
Stres akan menyebabkan korteks serebri mengirimkan tanda bahaya ke hipotalamus.
Hipotalamus kemudian akan menstimuli saraf simpatis untuk melakukan perubahan.
Sinyal dari hipotalamus ini kemudian ditangkap oleh sistem limbik dimana salah satu
bagian pentingnya adalah amigdala yang bertangung jawab terhadap status emosional
seseorang. Gangguan pada sistem limbik menyebabkan perubahan emosional, perilaku
dan kepribadian. Gejalanya adalah perubahan status mental, masalah ingatan,
kecemasan dan perubahan kepribadian termasuk halusinasi (Kaplan et all, 1996),
depresi, nyeri dan lama gagguan (Blesch et al, 1991).
Kegagalan otak untuk melakukan fungsi kompensasi terhadap stresor akan
menyebabkan seseorang mengalami perilaku maladaptif dan sering dihubungkan
dengan munculnya gangguan jiwa. Kegagalan fungsi kompensasi dapat ditandai
dengan munculnya gangguan pada perilaku sehari-hari baik secara fisik, psikologis,
sosial termasuk spiritual.
Gangguan pada dimensi spritual atau distres spritual dapat dihubungkan dengan
timbulnya depresi.
Tidak diketahui secara pasti bagaimana mekanisme patofisiologi terjadinya depresi.
Namun ada beberapa faktor yang berperan terhadap terjadinya depresi antara lain faktor
genetik, lingkungan dan neurobiologi.
Perilaku ini yang diperkirakan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam
memenuhi kebutuhan spiritualnya sehingga terjadi distres spritiual karena pada kasus
depresi seseorang telah kehilangan motivasi dalam memenuhi kebutuhannya termasuk
kebutuhan spritual.
C. Karakteristik
Karakteristik Distres Spritual menurut Nanda (2005) meliputi empat hubungan dasar
yaitu :
a. Harapan
b. Arti dan tujuan hidup
c. Perdamaian/ketenangan
d. Penerimaan
e. Cinta
f. Memaafkan diri sendiri
g. Keberanian
2. Marah
3. Kesalahan
4. Koping yang buruk
D. Penyebab :
Menurut Vacarolis (2000) penyebab distres spiritual adalah sebagai berikut :
a. F : Faith atau keyakinan (apa keyakinan saudara?) Apakah saudara memikirkan diri
saudara menjadi sesorang yang spritual ata religius? Apa yang saudara pikirkan tentang
keyakinan saudara dalam pemberian makna hidup?
b. I : Impotance dan influence. (apakah hal ini penting dalam kehidupan saudara). Apa
pengaruhnya terhadap bagaimana saudara melakukan perawatan terhadap diri sendiri?
Dapatkah keyakinan saudara mempengaruhi perilaku selama sakit?
c. C : Community (Apakah saudara bagian dari sebuah komunitas spiritual atau religius?)
Apakah komunitas tersebut mendukung saudara dan bagaimana? Apakah ada seseorang
didalam kelompok tersebut yang benar-benar saudara cintai atua begini penting bagi
saudara?
d. A : Adress bagaimana saudara akan mencintai saya sebagai seorang perawat, untuk
membantu dalam asuhan keperawatan saudara?
e. Pengkajian aktifitas sehari-hari pasian yang mengkarakteristikan distres spiritual,
mendengarkan berbagai pernyataan penting seperti :
1. Faktor Predisposisi :
a. Respon Kognitif
b. Respon Afektif
c. Respon Fisiologis
d. Respon Sosial
e. Respon Perilaku
4. Sumber Koping :
Menurut Safarino (2002) terdapat lima tipe dasar dukungan sosial bagi distres spiritual :
a. Dukungan emosi yang terdiri atas rasa empati, caring, memfokuskan pada kepentingan
orang lain.
b. Tipe yang kedua adalah dukungan esteem yang terdiri atas ekspresi positif thingking,
mendorong atau setuju dengan pendapat orang lain.
c. Dukungan yang ketiga adalah dukungan instrumental yaitu menyediakan pelayanan
langsung yang berkaitan dengan dimensi spiritual.
d. Tipe keempat adalah dukungan informasi yaitu memberikan nasehat, petunjuk dan
umpan balik bagaimana seseorang harus berperilaku berdasarkan keyakinan
spiritualnya.
e. Tipe terakhir atau kelima adalah dukungan network menyediakan dukungan kelompok
untuk berbagai tentang aktifitas spiritual. Taylor, dkk (2003) menambahkan dukungan
apprasial yang membantu seseorang untuk meningkatkan pemahaman terhadap stresor
spiritual dalam mencapai keterampilan koping yang efektif.
5. PSIKOFARMAKA :
B. Diagnosa :
Distters Spritual
Kriteria hasil:
Individu :
a. Klien dapat melakukan spiritual yang tidak mengganggu kesehatan
b. Klien dapat mengekspresikan pengguguran perassaan bersalah dan ansietas
c. Klien dapat mengekspresikan kepuasan dengan kondisi spiritual.
C. Intervensi :
Sp. 1-P :
a. Bina hubungan saling percaya dengan pasien
b. kaji faktor penyebab distress spiritual pada pasien
c. bantu pasien mengungkapkan perasaan dan pikiran terhadap agama yang
diyakininya
d. bantu klien mengembangkan kemampuan untuk mengatasi perubahan spritual
dalam kehidupan.
Sp. 2-P :
a. Fasilitas klien dengan alat-alat ibadah sesuai keyakinan klien,
b. fasilitas klien untuk menjalankan ibadah sendiri atau dengan orang lain
c. bantu pasien untuk ikut serta dalam kegiatan keagamaan.
Tindakan keperawatan
Tujauan intervensi keperawatan untuk pasien:
Tujuan tindakan keperawatan untuk keluarga pada pasien distres spritual, agar keluarga
mampu:
SP 1-K: Bantu keluarga mengidentifikasi masalah yang dihadapi dalam merawat pasien,
bantu keluarga untuk mengetahui proses terjadinya masalah spiritual yang dihadapi
dan perawatannya.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan mengintegrasikan
arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang lain, seni, musik, literature, alam dan
kekuatan yang lebih besr dari dirinya namun adapun penyebabnya yaitu dapaat dilihat dari
pengkajian fisik, pengkajian psikologis & Status mental, mungkin adanya depresi, marah,
kecemasan, ketakutan, makna nyeri, kehilangan kontrol, harga diri rendah, dan pemikiran
yang bertentangan dan Pengkajian sosial budaya & dukungan sosial dalam memahami
keyakinan.
DAFTAR PUSTAKA
Achir Yani S. Hamid, Bunga rampai asuhan keperawatan kesehatan jiwa/ Achir Yani S.
Hamid: editor, Monica Ester,Onny Anastasia Tampubolon. –Jakarta: EGCC, 2008.
Manajemen kasus gangguan jiwa : CMHN ( intermadiate course )/ editor, Budi Ana Keliat,
Akemat Pawiro Wiyono, Herni Susanti ; editor penyelaras, Monica Ester, Egi Komara Yudha
– Jakarta : EGC, 2011