Anda di halaman 1dari 14

BAB II

PEMBAHASAN

A. ZAT ATAU BAHAN KIMIA BERBAHAYA


1. PENGERTIAN
Bahan Kimia Berbahaya adalah bahan kimia dalam bentuk tunggal atau
campuran yang berdasarkan sifat kimia dan atau fisika dan atau toksikologi berbahaya
terhadap tenaga kerja, instalasi dan lingkungan. (Kemenaker, 1999)
Bahan berbahaya adalah setiap bahan atau benda yang oleh karena sifat dan
ciri khas serta keadaannya, merupakan bahaya terhadap keselamatan dan ketertiban
umum serta terhadap jiwa atau kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya
(Departemen Perhubungan, 1993).
Bahan berbahaya dan beracun yang disingkat B3 adalah zat energi, dan atau
komponen lain yang karena sifat, konsentrasi dan atau jumlahnya, baik secara
langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan
hidup adan atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan serta kelangsungan
hidup manusia dan mahkluk hidup lain. (Undang-undang Republik Indonesia No.32
tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup).
Nilai Ambang Kuantitas yang selanjutnya disebut NAK adalah standar
kuantitas bahan kimia berbahaya untuk menetapkan potensi bahaya bahan kimia di
tempat kerja. (Kemenaker, 1999).
Toksikologi hiperkes (okupasi) adalah ilmu tentang racun yang dimaksudkan
untuk memberikan perlindungan keselamatan dan kesehatan kepada tenaga kerja dan
orang lainnya di tempat kerja dari pengaruh zat kimia yang dipergunakan, diolah,
diproduksi dalam pekerjaan di tempat kerja; spesialisasi ilmu toksikologi hiperkes ini
terletak pada visi utamanya yaitu perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Berbahaya tidaknya suatu zat atau bahan kimia tergantung dari kriteria bahaya
yang ditimbulkannya yaitu keracunan, sifat reaktifnya, mudah-tidaknya menyebabkan
peledakan, daya oksidasi, dan potensi terjadinya peristiwa kebakaran. Atas dasar itu
bahan kimia berbahaya dapat diklasifikasikan menurut bahan kimia kriteria beracun,
bahan kimia kriteria sangat beracun, bahan kimia kriteria reaktif, bahan kimia kriteria
mudah meledak, bahan kimia kriteria oksidator, bahan kimia kriteria cairan mudah
terbakar, bahan kimia kriteria cairan sangat mudah terbakar, dan bahan kimia kriteria
gas mudah terbakar. (Suma’mur, 2014).
Sebagaimana halnya dalam toksikologi industri, maka toksikologi dalam
kaitan pekerjaan dan lingkungan kerja mengelompokkan racun pada tiga kelompok
yaitu: 1) zat kimia industri; 2) zat kimia pertanian; dan 3) racun hewan dan tumbuhan.
Zat kimia industri dikelompokkan lagi menjadi 1. Persenyawaan nitrogen; 2.
Persenyawaan halogen hidrokarbon; 3. Alkohol, glikol dan keton; 4. Ester, aldehida
dan eter; 5. Hidrokarbon; 6. Zat korosif; 7. Logam beracun; 8. Sianida, sulfida dan
karbon monoksida; 8. Partikel dalam udara.
2. KRITERIA BAHAN KIMIA BERBAHAYA
Menurut Kemenaker (1999) Kriteria bahan kimia berbahaya terdiri dari :

a. Bahan beracun
b. bahan sangat beracun.
c. cairan mudah terbakar.
d. cairan sangat mudah terbakar.
e. gas mudah terbakar.
f. bahan mudah meledak.
g. bahan reaktif.
h. bahan oksidator.

Berdasarkan potensi keracunan yang diakibatkannya terdapat dua kelompok


yaitu bahan kimia kriteria beracun dan bahan kimia kriteria sangat beracun. Sebagai
dasar untuk kriteria beracun atau sangat beracun digunakan Dosis Letal 50 (DL 50)
(Lethal Dose 50 atau LD 50) yaitu dosis yang menyebabkan kematian pada 50%
binatang percobaan dan Konsentrasi Letal 50 (KL 50) (Lethal Concentration 50 atau
LC 50) yaitu konsentrasi yang menyebabkan kematian pada 50% binatang percobaan.

Bahan kimia termasuk kriteria bahan beracun atau sangat beracun


sebagaimana dengan memperhatikan sifat kimia, fisika dan toksik:

a) Tergolong bahan kimia beracun bila masuknya bahan tersebut ke dalam tubuh
melalui mulut LD 50 > 25 tetapi < 200 mg per kg berat badan atau melalui kulit >
25 tetapi < 400 mg per kg berat badan atau melalui pernapasan > 0,5 tetapi < 2 mg
per liter udara.
Contoh bahan kimia beracun menurut kriteria tersebut adalah akrilonitril
(acrylonitrile) dengan Nilai Ambang Kuantitas (NAK) 20 ton; amonia dengan
NAK 100 ton; asam fluorida dengan NAK 10 ton; asam klorida dengan NAK 250
ton; asam sianida dengan NAK 20 ton; brom dengan NAK 10 ton; etilenimin
(ethylene-imine) dengan NAK 50 ton; formaldehida dengan NAK 20 ton; sulfur
dioksida dengan NAK 20 ton; dan TEL dangan NAK 50 ton
b) Tergolong bahan kimia sangat beracun bila masuknya bahan tersebut ke dalam
tubuh melalui mulut LD 50 < 25 mg per kg berat badan atau melalui kulit < 25 mg
per kg berat badan atau melalui pernapasan < 0,5 mg per liter udara.
Contoh bahan kimia sangat beracun menurut kriteria tersebut diatas adalah amiton
dengan NAK I (satu) kg; arsen trioksida atau garamnya dengan NAK 100 kg ;
arsin (arsen hibrida) dengan NAK 10 kg; asam fluoroasetat atau garam esternya
dengan NAK I kg; benzidin dengan NAK I kg; demeton dengan NAK 100 ton;
EPN dengan NAK 100 kg; isodrin dengan NAK 10 kg; oksigen diflourida dengan
NAK 100 kg; paration dengan NAK 100 kg; TEPP dengan NAK 100 kg; dan
warfarin dengan NAK 100 kg.

Sifat racun zat kimia tidak sekadar digambarkan oleh nilai LD 50 atau LC 50,
melainkan banyak efek lainnya sebagai indikator berbahaya atau tidaknya suatu
indikator penting lain efek buruk zat kimia adalah sifat karsinogenitasnya. Zat kimia
yang merupakan karsinogen kepada manusia antara lain 4-aminodifenil, arsen baik
unsur maupun persenyawaan anorganisnya, benzidin, debu kayu keras, bis-
klorometil-eter, persenyawaan krom heksavalen, uranium, vanadium pentoksida, vinil
klorida, dan seng kromat. Lebih banyak lagi zat kimia yang merupakan karsinogen
pada hewan dan jauh lebih banyak lagi zat kimia yang diperkirakan dapat menjadi
penyebab kanker pada hewan dan juga manusia.

Suatu indikator efek buruk lainnya zat kimia adalah kemampuannya untuk
menimbulkan gangguan pada fungsi reproduksi manusia. Laki-laki atau perempuan
dapat mengalami gangguan tersebut sekalipun tidak persis sama gangguan yang
dialami oleh kedua jenis kelamin dimaksud. Zat kimia yang dapat mengganggu fungsi
reproduksi antara lain air raksa, arsen dan persenyawaannya, DDT, dioksin, etil-
etilen-glikol, etilen oksida, karbon disulfida, karbon monoksida, PCB, timah hitam,
dan lainnya.

Zat kimia tertentu sangat reaktif bereaksi dengan air mengeluarkan panas dan
gas yang mudah terbakar serta bereaksi dengan asam mengeluarkan panas dan gas
yang mudah terbakar atau beracun atau korosif. Contoh zat kimia sangat reaktif
adalah asitilen (eten) dengan NAK 50 ton, amonium nitrat dengan nitrat dengan NAK
500 ton, etilen oksida dengan NAK 50 ton, etilen nitrat dengan NAK 50 ton, hidrogen
dengan NAK 10 ton, dan oksigen dengan NAK 500 ton.

Zat kimia yang mudah meledak menyebabkan reaksi kimia yang menghasilkan
gas dalam jumlah dan tekanan yang besar serta suhu yang tinggi, sehingga
menimbulkan kerusakan di sekelilingnya. Contoh zat kimia yang mudah meledak
adalah air raksa fulminat dengan NAK 50 ton, asam pikrat dengan NAK 50 ton;
barium azid dengan sulminat NAK 50 ton, hidrazin nitrat dengan NAK 50 ton,
klorotrinitrobenzen dengan NAK 50 ton, nitrogliserin NAK 10 ton, dan selulosa nitrit
dengan NAK 50 ton.

Zat kimia oksidator adalah zat kimia yang dapat menimbulkan reaksi atau
mengurai menghasilkan oksigen yang dapat menyebabkan kebakaran.

a) Cairan mudah menyala(terbakar) mempunyai titik nyala >20o C tetap < 55oC pada
tekanan udara I (satu) atmosfer.
b) Cairan sangat mudah menyala mempunyai titik nyala < 21o dan titik didih > 20o C
pada tekanan udara I (satu) atmosfer.
c) Gas mudah menyala mempunyai titik nyala < 20oC pada tekanan udara I (satu)
atmosfer.
B. UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP LINGKUNGAN KERJA

Pengusaha atau Pengurus yang menggunakan, menyimpan, memakai,


memproduksi dan mengangkut bahan kimia berbahaya di tempat kerja wajib
mengendalikan bahan kimia berbahaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja.Upaya pencegahan yang ditujukan kepada lingkungan kerja
dilaksanakan sebagai berikut:

1. Unit-unit operasi yang menimbulkan gas atau uap ke udara harus memakai sistem
tertutup dengan ventilasi keluar setempat. Ventilasi umum dan dilusi biasanya
tidak memadai bahkan mungkin memperbesar risiko terjadinya keracunan efek
lainnya dengan menyebarkan zat kimia berbahaya ke tempat lain;
2. Kanopi (corong tutup ventilasi keluar setempat) harus menutupi unit operasi
sesempurna mungkin agar menghindari meluasnya efek bahan berbahaya pada
pekerja yang bekerja di tempat lain;
3. Bahan kimia berbahaya harus diangkut dengan alat angkut mekanis selama
pengangkutan menurut cara itu mungkin dan dapat dilaksanakan;
4. Tempat pengolaan bahan berbahaya harus berlantai dan berbangku kerja yang
tidak dapat ditembus oleh bahan berbahaya yang bersangkutan, agar tempat dan
bangku kerja mudah dibersihkan sehingga dapat dicegah tertimbunnya bahan
berbahaya baik padat maupun cair. Selain itu harus ada saluran air mengalir, agar
tempat kerja dan perlengkapan kerja mudah sering dicuci dan dibersihkan;
5. Bubuk yang tumpah harus diambil dengan alat penghisap vacum;
6. Menyapu harus dilakukan secara basah dengan air atau kadang-kadang dipakai
minyak untuk persenyawaan tertentu yang larut dalam minyak;
7. Cairan yang tumpah harus dibuang dengan mencuci dan pembuangan air cuci
melalui saluran pembuangan air limbah;
8. Untuk ventilasi umum harus dipakai udara segar; udara yang telah dipakai tidak
boleh digunakan berulang kali;
9. Sedapat mungkin diupayakan substitusi bahan beracun dengan bahan yang kurang
toksisitasnya;
10. Suhu udara tempat kerja harus diatur sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan,
apabila terdapat bahan berbahaya yang mengalami dekomposisi oleh karena
panas;
11. Udara tempat kerja tidak boleh mengandung kadar bahan berbahaya yang
melebihi NAB-nya.
C. PENGENDALIAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA DI TEMPAT KERJA

Guna melindungi kesehatan dan keselamatan kerja, pemaparan kerja harus


ditentukan dan dievaluasi secara kualitatif dan kuantitatif. Zat kimia yang bersangkutan
harus diketahui macam unsur atau persenyawaannya; oleh karena pemaparan kerja
biasanya dan terutama terjadi oleh zat kimia di udara tempat kerja, maka kadar zat kimia
di udara tempat kerja harus diukur; kemudian dianalisis kemungkinan sumber pemaparan
lain. Kadar suatu zat kimia di udara di tempat kerja merupakan indikator pemaparan
kerja. Ternyata indikator pemaparan atas dasar zat kimia di udara tempat kerja sangat
efektif untuk melindungi kesehatan dan keselamatan kerja yang terpapar kepada zat kimia
(Suma’mur, 2014).

Perusahaan yang menggunakan bahan kimia berbahaya yang tidak melebihi NAK
dikategorikan mempunyai potensi bahaya menengah, sedangkan perusahaan yang
mempergunakan bahan kimia berbahaya yang melebihi NAK dikategorikan mempunyai
potensi bahaya besar.

Pengujian faktor kimia dan instalasi dilakukan oleh perusahaan jasa K3 atau
instansi yang berwenang. Hasil pengujian faktor kimia dan instalasi dipergunakan sebagai
acuan dalam melakukan pengendalian bahan kimia berbahaya ditempat kerja.

Perusahaan yang mempunyai potensi bahaya besar diwajibkan untuk:

1. Memperkerjakan petugas keselamatan dan kesehatan kerja kimia dengan sistem


kerja non-shift sekurang-kurangnya 2 (dua) orang dari sistem kerja shift
sekurang-kurangnya 5 (lima) orang;
2. Mempekerjakan ahli keselamatan dan kesehatan kerja kimia sekurang-kurangnya
1 (satu) orang;
3. Membuat dokumen pengendalian instalasi potensi bahaya besar
4. Melaporkan setiap perubahan mengenai nama nama bahan kimia dan kuantitas
bahan kimia, proses dan modefikasi instalasi yang digunakan;
5. Melakukan pemeriksaan dan pengujian faktor kimiawi yang ada di tempat kerja
sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali;
6. Melakukan pemeriksaan dan pengujian instalasi yang ada ditempat sekurang-
kurangnya 2 (dua) tahun sekali;

Perusahaan yang mempunyai potensi bahaya menengah diwajibkan:

1. Mempekerjakan petugas keselamatan dan kesehatan kerja kimia dengan sistem


kerja non-shift sekurang-kurangnya 1 (satu) orang dari sistem kerja shift
sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang;
2. Membuat dokumen pengendalian instalasi potensi bahaya menengah;
3. Melaporkan setiap terjadi perubahan mengenai nama bahan kimia, proses dan
modefikasi instalasi yang digunakan;
4. Melakukan pemeriksaan dan pengujian faktor kimiawi yang ada di tempat kerja
sekurang-kurangnya I (satu) tahun sekali;
5. Melakukan pemeriksaan dan pengujian instalasi yang ada di tempat kerja
sekurang-kurangnya I (satu) tahun sekali; dan
6. Melakukan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja sekurang-kurangnya I (satu)
tahun sekali.
Dokumen pengendalian instalasi potensi bahaya menengah memuat hal-hal:

1. Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko;


2. Kegiatan teknis, rancang bangun, konstruksi, pemilihan bahan kimia, serta
pengoperasian dan pemeliharaan instalasi;
3. Kegiatan pembinaan tenaga kerja di tempat kerja;
4. Prosedur kerja aman.

Pengusaha atau Pengurus yang menggunakan, menyimpan, memakai,


memproduksi dan mengangkut bahan kimia berbahaya di tempat kerja wajib
mengendalikan bahan kimia berbahaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja. Pengendalian berbahaya kimia berbahaya sebagaimana dimaksud
meliputi :
1. penyediaan lembar data keselamatan bahan (LDKB) yang meliputi keterangan
tentang:
a. identitas bahan dan perusahaan.
b. komposisi bahan.
c. identifikasi bahaya.
d. tindakan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K).
e. tindakan penanggulangan kebakaran.
f. tindakan mengatasi kebocoran dan tumpahan.
g. penyimpanan dan penanganan bahan.
h. pengendalian pemajanan dan alat pelindung diri.
i. sifat fisika dan kimia.
j. stabilitas dan reaktifitas bahan.
k. informasi toksikologi
l. informasi ekologi.
m. pembuangan limbah.
n. pengangkutan bahan.
o. informasi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
p. informasi lain yang diperlukan
2. penyediaan label yang meliputi keterangan tentang:
a. nama produk.
b. identifikasi bahaya.
c. tanda bahaya dan artinya.
d. uraian resiko dan penanggulangannya.
e. tindakan pencegahan.
f. instruksi dalam hal terkena atau terpapar.
g. instruksi kebakaran.
h. instruksi tumpahan atau bocoran.
i. instruksi pengisian dan penyimpanan.
j. referensi.
k. nama, alamat dan no. telepon pabrik pembuat dan atau distributor
3. penunjukan petugas K3 Kimia dan Ahli K3 Kimia. /PT
Seorang ahli kimia mempunyai kewajiban:
a. membantu mengawasi pelaksanaan peraturan perundang¬undangan K3
bahan kimia berbahaya.
b. memberikan laporan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk mengenai
hasil pelaksanaan tugasnya.
c. merahasiakan segala keterangan yang berkaitan dengan rahasia perusahaan
atau instansi yang didapat karena jabatannya.
d. menyusun program kerja pengendalian bahan kimia berbahaya di tempat
kerja.
e. melakukan identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko.
f. mengusulkan pembuatan prosedur kerja aman dan penanggulangan
keadaan darurat kepada pengusaha atau pengurus

Dokumen pengendalian potensi bahaya besar disampaikan kepada Kantor


Wilayah Departemen Tenaga Kerja dengan tembusan kepada Kantor Departemen / Dinas
Tenaga Kerja setempat. Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja dan Kantor
Departemen/ Dinas Tenaga Kerja setempat selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja
setelah menerima dokumen pengendalian. Kebenaran isi dokumen sebagaimana tersebut
harus dinyatakan secara tertulis dengan membubuhkan tanda persetujuan. Dokumen
pengendalian digunakan sebagai acuan pengawasan pelaksanaan K3 di tempat kerja.
Hasil pengujian faktor kimia dan instalasi dipergunakan sebagai acuan dalam
melakukan pengendalian bahan kimia berbahaya ditempat kerja yang memuat sekurang-
kurangnya;
a) identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko.
b) kegiatan tehnis, rancang bangun, konstruksi, pemilihan bahan kimia serta
pengoperasian dan pemeliharaan instalasi.
c) kegiatan pembinaan tenaga kerja di tempat kerja.
d) prosedur kerja aman
D. KEPATUHAN ATAS KETENTUAN MENGENAI ALAT KESELAMATAN

Kepatuhan atas ketentuan mengenai pemakaian alat keselamatan dilakukan


sebagai berikut:

1. Pekerja harus dilatih dan dididik agar menginsyafi bahaya yang ada dan
menghindarinya dengan memakai alat keselamatan;
2. Sarung tangan, kaca mata, skort, dan pakaian pelindung harus dipakai dalam hal
diperlukan dalam menjalankan pekerjaan;
3. Air untuk mandi dan mencuci mata harus cukup tersedia terutama untuk
membersihkan bahan yang korosif seandainya mata terkena bahan tersebut;
4. Pakaian pelindung yang dipakai harus dicuci setiap hari;
5. Untuk unit-unit operasi yang tak mungkin ventilasi keluar setempat dilaksanakan,
masker yang dialiri udara atau masker gas harus tersedia;
6. Masker yang dialiri udara atau masker gas harus tersedia untuk keperluan darurat,
yaitu jika bahan yang sangat berbahaya sedang diolah. Pintu-pintu darurat harus
ada untuk mengeluarkan pekerja dari ruang tersebut sewaktu-waktu diperlukan;
7. Pekerja yang mengolah bahan beracun diwajibkan mencuci tangan sebersih-
bersihnya sebelum minum atau makan. Demikian pula pada waktu pulang pakaian
harus dicuci dan ditinggalkan;
8. Pekerja diwajibkan melapor untuk diperiksa pada kejadian kecelakaan.
E. UPAYA KESEHATAN YANG BAIK
Upaya kesehatan yang baik antara lain sebagai berikut:
1. Pekerja yang bekerja menghadapi bahaya harus diperiksa kesehatannya setiap
enam bulan sampai setahun sekali sebagai penilaian efek pekerjaan kepada
kesehatan dan juga efektivitas upaya pencegahan;
2. Alat-alat harus diperiksa tiap minggu atau tiap bulan untuk menilai kemungkinan
bahaya yang mungkin timbul. Antara lain harus dilakukan pengambilan sampel
udara dan juga pemeriksaan sampel tersebut di laboratorium;
3. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja ditujukan kepada adanya kemungkinan
sakit pernafasan menahun, kelainan ginjal, atau penyakit sistemik lainnya pada
calon pekerja. Siapapun dengan penyakit tersebut tidak diperkenankan bekerja
pada pekerjaan yang mungkin kontak dengan atau menghirup uap bahan
berbahaya yang mungkin menimbulkan efek yang memperburuk kelainan organ
tubuh dimaksud.

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa tujuan Hiperkes adalah ilmu


yang bertujuan mewujudkan tenaga kerja sehat dan produktif dengan;

1. Upaya kesehatan / kedokteran promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif


(hiperkes medis)
2. Perlindungan tenaga kerja atas pengaruh buruk pekerjaan dan atau lingkungan
kerja terhadap keselamatan dan kesehatan kerja (hiperkes teknis)
3. Penyesuaian / kecocokan antara tenaga kerja dan pekerjaannya (hiperkes
ergonomis). Dalam hiperkes, toksikologi hiperkes atau toksikologi kerja
(okupasi) merupakan komponen dari hiperkes teknis.
F. EFEK BAHAN KIMIA DAN PRODUKTIVITAS

Seorang tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya di lingkungan kerja yang


bersangkutan bekerja mengalami pemaparan kerja dari aneka faktor yang terdapat pada
pekerjaan atau lingkungan kerja tersebut sebagai akibat dari pemaparan kerja demikian
dapat terjadi suatu efek dari faktor-faktor yang tenaga kerja terpapar kepadanya. Untuk
keperluan keselamatan kerja dan hiperkes dipergunakan terminologi pemaparan dan efek.
Pemaparan kerja adalah kerja adalah keadaan seorang tenaga kerja dalam pekerjaannya
menghadapi satu atau lebih faktor yang mungkin berpengaruh kepada tingkat kesehatan
dan keselamatannya.

Efek buruk dari pemaparan kerja terhadap zat kimia merupakan hal yang tidak
dikehendaki dan pencegahan harus dilakukan terhadapnya. Untuk istilah pemaparan
terkadang dipakai kata pemajanan, sedangkan bagi efek digunakan kata dampak;
pemajanan dan dampak berpangkal kepada lingkungan hidup, sedangkan pemaparan dan
efek adalah terminologi yang telah berakar dalam keselamatan dan kesehatan kerja dan
hiperkes.

Akibat dari pemaparan kerja terhadap satu atau lebih faktor dalam pekerjaan atau
lingkungan kerja dapat terjadi suatu efek dari faktor-faktor dimaksud kepada tenaga kerja
yang mengalami paparan. Tergantung dari kualitas dan kuantitasnya serta sejauh mana
kemampuan mana kemampuan tekhnologi telah berkembang, efek demikian dapat atau
tidak dapat dideteksi. Efek buruk dari pemaparan kerja terhadap suatu atau lebih faktor
dalam pekerjaan atau lingkungan kerja merupakan efek yang tidak dikehendaki adalah
penyakit akibat kerja dengan kecacatannya. Guna pencegahan, agar tidak berkembang
menjadi menjadi penyakit berat, harus diketahui efek buruk pada tingkat paling dini. Efek
buruk demikian meliputi hal-hal berikut ini; 1. Efek yang menimbulkan penyakit secara
klinis dari tingkat paling dini (bukan penyakit ringan atau pun berat lebih-lebih cacat dan
kematian); 2. Efek yang tidak cepat pulih dan menunjukkan penurunan kemampuan tubuh
dalam mempertahankan homeostatis; 3. Efek yang memudahkan kerentanan individu
terhadap efek buruk pengaruh lingkungan pada umumnya; 4. Efek yang menyebabkan
hasil pengukuran yang bersangkutan berada diluar variasi ‘normal’ jika parameter yang
diukur tersebut dipandang sebagai indikasi dini penurunan kemampuan fungsi; dabn 5.
Efek yang menunjukkan perubahan metabolisme dan biokimiawi (Suma’mur, 2014).

Pemaparan kerja terhadap suatu zat kimia adalah penyebab dari efek zat kimia
terhadap tenaga kerja. Pengetahuan tentang tingkat pemaparan kerja dan beratnya efek
sangat penting dan selama ini sangat banyak dan demikian luas tersedia informasi
mengenai hubungan tersebut. Beberapa hubungan tersebut, adalah:

- Hubungan pemaparan – efek adalah hubungan antara tingkat pemaparan kepada


suatu zat kimia dan tingkat berat efeknya secara secara kuantitatif terhadap kesehatan
pada seseorang atau kelompok tenaga kerja
- Hubungn pemaparan – respons adalah hubungan antara tingkat pemaparan kepada
suatu zat kimia dan persentasi dari tenaga kerja dengan efek tertentu terhadap
kesehatan.
- Untuk perlindungan tenaga kerja dipergunakan kadar tanpa efek/ respons buruk
yaitu kadar batas pemaparan yang tidak lagi mempelihatkan efek buruk dan respon
buruk terhadap kesehatan tenaga kerja.

Jenis keracunan akibat kerja sebagaimana diatur oleh ketentuan normatif adalah
sebagai berikut (suma’mur, 2014):

1. Keracunan yang disebabkan oleh berilium atau persenyawaan yang beracun;


2. Keracunan yang disebabkan oleh kadmium atau persenyawaan yang beracun;
3. Keracunan yang disebabkan oleh fosfor atau persenyawaannya yang beracun;
4. Keracunan yang disebabkan oleh krom atau perseyawaaannya yang beracun;
5. Keracunan yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya yang
beracun;
6. Keracunan yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya yang beracun;
7. Keracunan yang disebabkan oleh air raksa atau persenyawaannya yang
beracun;
8. Keracunan yang disebabkan oleh timah hitam (timbal) atau persenyawaannya
yang beracun;
9. Keracunan yang disebabkan oleh fluor atau persenyawaannya yang beracun;
10. Keracunan yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan
hidrokarbon alifatis atau aromatis beracun;
11. Keracunan yang disebabkan oleh benzen atau homolgnya yang beracun;
12. Keracunan yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya.
13. Keracunan yang disebabkan oleh alkohol, glikol dan keton.

Mengingat toksikologi tidak hanya terbatas kepada kelainan atau penyakit yang
manifestasinya keracunan, melainkan mencakup semua efek lainnya apa pun bentuknya,
maka penyakit akibat kerja lain baik yang secara tegas diatur dalam ketentuan normatif
maupun tidak sepanjang disebabkan oleh zat kimia harus dipandang sebagai penyakit
akibat efek toksis zat kimia. Dalam kaitan ini, harus dipandang sebagai akibat kerja yang
biasanya tidak dapat dipandang sebagai suatu keracunan tetapi sebenarnya merupakan
efek racun zat kimia kepada organ sasaran, adalah (Suma’mur, 2014);

1. Pnemokoniosis yang disebabkan debu mineral pembentuk jaringan parut


(silikosis, antrakosilkosis, asbetosis) dan silikotuberkolosis yang merupakan
faktor utama penyebab cacat dan kematian;
2. Penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan
oleh debu logam keras;
3. Penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan
oleh debu kapas, vlas, henep dan sisal (bissionosis);
4. Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat
perangsang yang dikenal berada dalam proses pekerjaan;
5. Penyakit kulit (dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab faktor kimiawi;
6. Penyakit kulit epotelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen,
minyak mineral, antrasen atau persenyawaan, produk atau residu dari zat
tersebut;
7. Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes

Selain keracuan dan juga penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh efek
penyakit yang disebabkan oleh zat kimia dalam pekerjaan atau lingkungan kerja yang
belum dinyatakan dalam ketentuan normatif dikelompokkan sebagai penyakit akibat
kerja yang disebabkan zat kimia lainnya termasuk bahan obat.

Hiperkes secara khusus dan k3 pada umumnya berkepentingan dengan kesehatan


dan produktivitas tenaga kerja. Untuk mewujudkan cakupan aktivitas yaitu upaya
medis/kesehatan, perlindungan tenaga kerja dari faktor lingkungan kerja khususnya zat
kimia beracun serta penyerasian interaksi antara tenaga kerja dengan pekerjaannya sangat
diperlukan pengetahuan tentang sifat racun zat kimia. Dengan pengetahuan tersebut
upaya medis hiperkes (k3) dapat diselenggarakan dengan baik, sedangkan perlindungan
tenaga kerja dan juga penyerasian tenaga kerja terhadap pekerjaannya dapat dilakukan
dengan tatacara atas alasan yang lebih mendasar.

Efek buruk dari pemaparan terhadap zat kimia antara lain adalah efek yang
menyebabkan hasil pengukuran yang bersangkutan berada di luar variasi ‘normal’, jika
parameter yang diukur dipandang sebagai indikasi dini penurunan kemampuan fungsi
atau efek yang menunjukkan perubahan metabolisme dan biokimiawi pada tenaga kerja
biasanya dapat diukur dalam media biologis sebagai indikator dari pemaparan atau
indikator efek. Indikator biologis adalah zat kimia dalam media biologis yang merupakan
petunjuk dari zat kimia yang terhadapnya tenaga kerja terpapar atau petunjuk dari efek
yang disebabkan oleh terjadinya pemaparan terhadap suatu zat kimia. Media biologis
demikian mungkin darah lengkap, plasma, air liur, urin, rambut, gigi susu dan biopsi
tulang. (Suma’mur, 2014).

Dalam hal ini, tenaga kerja yang terpapar dan telah menunjukkan penurunan
kemampuan fungsi atau efek bahan kimia akan memungkinkan berdampak pada
kesehatan fisiknya sehingga tidak dapat bekerja secara optimal atau produktivitasnya
menurun.

G. MENYELAMATKAN KORBAN

Menyelamatkan serta mengobati korban keracunan oleh racun gas yang berbeda
mempunyai beberapa kesamaan dalam tindakan gawat daruratnya, yaitu sebagai berikut:
1. Memindahkan penderita ke tempat lain yang udaranya segar; sekali-kali korban
tidak boleh ditolong di tempat peristiwa kejadian keracunan;
2. Menolong penderita dengan pernapasan buatan, apabila alat pernapasan korban
terganggu fungsinya;
3. Memberi oksigen kepada korban;
4. Memberikan terapi khusus jenis keracunan, misalnya pada keracunan H2S
diberikan pula pengobatan yang ditujukan kepada edema paru dan lainnya. Dalam
hal keracunan CO boleh dikatakan pertolongan itu sendiri yaitu memindahkan
korban ker tempat yang udaranya tidak tercemar CO sudah merupakan antidot.

Khusus untuk pertolongan korban, perlu diperhatikan bahwa tidak seorang pun
boleh menolong korban, apabila ia sendiri tidak tahu cara memberikan pertolongan dan
juga tidak mampu mempergunakan alat pelindung yang memadai. Pengalaman yang
menunjukkan bahwa para penolong yang tidak memenuhi persyaratan tersebut akhirnya
menjadi korban keracunan pula. Maka dari itu pengetahuan yang cukup dan kesadaran
tinggi pekerja/buruh merupakan syarat mutlak untuk menghidari ada banyaknya korban
yang disebabkan oleh gas beracun yang berada dalam pekerjaan pada tempat kerja
diperusahaan.

H. STUDY CASE
o Jurnal Terlampir

Anda mungkin juga menyukai