Anda di halaman 1dari 49

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

S DENGAN

DEMENSIAMENGGUNAKAN EVIDANCE BASE PRAKTICE

(EBP) TERAPI SENAM OTAK DI RUMAH PELAYANAN SOSIAL

LANJUT USIA PUCANG GADING SEMARANG

DISUSUN OLEH:

1. Nia Puspita U P1337420918091


2. Virgiana P1337420918147
3. Kamila Aulia P1337420918075
4. Atika Gita P P1337420918017
5. Sanjay Alwighani P1337420918130
6. Rosi Widyarini P1337420918127
7. Indah Apriliana P1337420918070

JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena atas karunia-Nya laporan


asuhan keperawatan pada Ny.S dengan Demensia ini dapat diselesaikan. Laporan
asuhan keperawatan ini disusun sebagai syarat untuk memenuhi target kompetensi
stase Gerontik Pendidikan Profesi Ners Poltekkes Kemenkes Semarang. Penulis
mengalami banyak kesulitan dalam penyusunan laporan ini, akan tetapi dapat
dilaksanakan atas bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak.
Akhirnya semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak yang
membantu dalam penyelesain laporan asuhan keperawatan ini. Penulis menyadari
bahwa laporan ini belum sempurna, segala kesalahan hanya milik penulis semata
dan saya akan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang saya tuliskan dalam
laporan ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Semarang, Februari 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................1
B. Tujuan ..........................................................................................................6
C. Manfaat ..........................................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORI


A. Lansia .............................................................................................................
B. Demensia ........................................................................................................
C. Senam Otak ....................................................................................................
D. Kerangka Teori...............................................................................................

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


A. Karakteristik Demografi.................................................................................
B. Pemahaman dan Penatalaksanaan Masalah Kesehatan ..................................
C. Pola kebiasaan sehari-hari ..............................................................................
D. Status Kesehatan ............................................................................................
E. Hasil Pengkajian Khusus ...............................................................................
F. Lingkungan tempat tinggal ............................................................................
G. Analisa Data ...................................................................................................
H. Diagnosa.........................................................................................................
I. Intervensi ........................................................................................................
J. Implementasi ..................................................................................................
K. Evaluasi ..........................................................................................................

BAB IV PEMBAHASAN
A. Analisa Jurnal .................................................................................................
B. Pembahasan ....................................................................................................
C. Evaluasi Kegiatan...........................................................................................
D. Faktor Pendukung ..........................................................................................
E. Faktor Penghambat.........................................................................................

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................................
B. Saran ...............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demensia adalah sebuah sindrom karena penyakit otak, bersifat
kronis atau progresif dimana ada banyak gangguan fungsi kortikal yang
lebih tinggi, termasuk memori, berpikir, orientasi, pemahaman,
perhitungan, belajar,kemampuan, bahasa, dan penilaian kesadaran tidak
terganggu. Gangguan fungsikognitif yang biasanya disertai, kadang-
kadang didahului, oleh kemerosotandalam pengendalian emosi, perilaku
sosial, atau motivasi. Sindrom terjadi pada penyakit Alzheimer, di
penyakit serebrovaskular dan dalam kondisi lain terutama atau sekunder
yang mempengaruhi otak (Durand dan Barlow, 2006).
Data dari World Alzheimer’s Report tahun 2013 memprediksi
bahwa jumlah orang lansia yang dependent akan meningkat dari 101 juta
menjadi 277 juta dalam 2050, hampir tiga kali lipat. Hampir setengahnya
hidup dengan penyakit alzheimer atau jenis demensia lainnya, yang secara
cepat akan menjadi krisis kesehatan global. Di Indonesia sendiri
diperkirakan sekitar satu juta orang menderita alzheimer (Alzheimer’s
Disease International, 2013). Laporan alzheimer dunia yang dikeluarkan
oleh Alzheimer’s Disease International (2013) menyatakan bahwa
investasi dalam penelitian dan pengembangan mengenai demensia
(termasuk pencegahan, perawatan, penyembuhan, dan pelayanan) akhir-
akhir ini lebih rendah dibandingkan beban dan biaya dari penyakit
tersebut. Inilah mengapa pemerintah dan para penyandang dana 3 seluruh
dunia perlu mengubah sistem prioritas mereka, untuk memastikan
terwujudnya peningkatan setidaknya 10 kali lipat dalam tingkat investasi
tersebut.
Demensia merupakan penyebab kematian ke-4 setelah penyakit
jantung, kanker dan stroke. Sampai saat ini diperkirakan ada 30 juta
penduduk dunia yang mengalami demensia dengan berbagai sebab seperti
karena penyakit, trauma, obat-obatan, dan depresi. Diperkirakan 2 juta
penduduk Amerika Serikat mengalami demensia berat dan 1 sampai 5 juta
mengalami demensia ringan sampai sedang. Sedangkan di Indonesia 15 %
dari jumlah penduduk lansianya mengalami demensia (Putri Widita
Muharyani, 2010).
Selama melakukan praktik Keperawatan Gerontik di Ruang
Cempaka bagian B di Rumah Pelayanan Sosial Pucang Gading Semarang
kami mendapatkan data bahwa terdapat 11 dari 11 lansia yang mengalami
dimensia. Sebagian besar lansia termasuk dalam kategori demensia ringan
yaitu 9 orang, dan 2 sisanya masuk kategori demensia sedang. Kami
menentukan kategori demensia pada lansia menggunakan MMSE.
Karena banyaknya beban dalam merawat penderita demensia,
maka perlu adanya cara penanganan yang lebih maju namun lebih
sederhana sehingga dapat mengurangi beban perawatan dan bahkan
mampu membantu memudahkan para penderita demensia dalam menjalani
masa perawatan. Salah satu cara penanganan demensia adalah dengan
memberikan latihan olahraga. Agar memperbaiki sirkulasi darah dan
berbagai organ-organ lain. Hanya saja intensitas dan jenis latihan harus
disesuaikan secara individual (Boedhi Darmojo, 2010).
Salah satu contohnya yaitu senam otak. Senam otak (brain gym)
adalahserangkaian gerak sederhana yangmenyenangkan dan digunakan
untukmeningkatkan kemampuan belajar denganmenggunakan keseluruhan
otak. Senam otakdalam bentuk Edu-K (EducationalKinesthetics) pertama
kali diperkenalkan olehDennison. Brain Gym awalnya hanyaditunjukkan
untuk melatih anak-anak yangmengalami gangguan hiperaktif,
kerusakanotak, sulit konsentrasi dan depresi. Namundalam
perkembangannya, setiap orang baikanak-anak maupun orang dewasa
biasmemanfaatkannya untuk beragam kegunaan (Dennison, 2006).
Senam otak berguna untuk melatihotak. Latihan otak akan
membuat otak bekerjaatau aktif. Otak seseorang yang aktif (sukaberpikir)
akan lebih sehat secara keseluruhandari orang yang tidak atau
jarangmenggunakan otaknya. Senam otak jugasangat praktis, karena bisa
dilakukan dimanasaja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Porsilatihan yang
tepat adalah sekitar 10-15 menit,sebanyak 2-3 kali dalam sehari. Latihan-
latihansenam otak ini adalah inti dariEducational Kinesiology yang artinya
adalahilmu tentang gerakan tubuh manusia (Yanuarti, 2013).
Berdasarkan jurnal Rochmad Agus, dkk (2013) tentang Pengaruh
Senam Otak Dengan Fungsi Kognitif Lansia Demensia di Panti Darma
Bhakti Kasih didapatkan hasil penelitian menunjukkan bahwa senam otak
mampu meningkatkan fungsi kognitif lansia dengan demensia(p=0,000,
alfa=0,05).
Berdasarkan uraian diatas, kami bermaksud untuk menerapkan
tindakan asuhan keperawatan terapi senam otak berdasarkan Evidence
Based Nursing (EBN) untuk diterapkan pada pasien lansia dengan
demensia.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mengetahui pengaruh tindakan asuhan keperawatan senam otak
mampu meningkatkan fungsi kognitif pada pasien lansia dengan
demensia.
2. Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian pada pasien lansia yang mengalami
demensia
b. Menentukan diagnosa keperawatan berdasarkan masalah yang
muncul
c. Merencanakan intervensi berdasarkan Evidence Based Nursing
(EBN)yang akan diberikan pada pasien lansiayang mengalami
demensia
d. Melakukan implementasi dan evaluasi tindakan berdasarkan
Evidence Based Nursing (EBN)
C. Manfaat
1. Bagi Perawat
a. Menambah pengetahuan tentang demensia berdasarkan Evidence
Based Nursing.
b. Dapat memberikan intervensi pada klien dengan demensia pada
lansia.
c. Dapat mengetahui prosedur dalam melakukan intervensi pada klien
dengan .
2. Bagi Masyarakat
Dapat menambah pengetahuan tentang demensia pada lansia.
3. Bagi Klien dan Keluarga
Dapat tanggap terhadap gejala-gejala atau faktor resiko dari demensia
serta klien maupun keluarga dapat menggunakan senam otak untuk
meningkatkan fungsi kognitif pada lansia dengan demensia.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Lansia

1. Pengertian

Organisasi kesatuan (WHO) mengolongkan lansia menjadi 4 yaitu

(middle age) adalah 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) adalah 60-74 tahun,

lanjut usia tua (old) adalah 75-90 tahun dan usia sangat tua (very old)

diatas 90 tahun (Nugroho, 2008). Menurut pasal 1 ayat (2),(3),(4),UU No.

13 tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa lanjut usia adalah

sesorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Siti, 2011).

2. Klasifikasi

Klasifikasi lansia dibagi menjadi menjadi 5 yaitu pralansia, lansia,

lansia resiko tinggi, lansia potensial, pralansia (prasenelis) adalah

seseorang yang berusia antara 45-59 tahun. Lansia yaituSeseorang yang

berusia 60 tahun atau lebih untuk lansia resiko tinggi yaitu seseorang yang

berusia 70 tahun atau lebih dan bermasalah dengan kesehatan seperti

menderita rematik, demenia, mengalami kelemahan dan lain lain, lansia

potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga

hidupnya bergantung pada orang lain (Darmojo, 2009).

3. karakteristik

Lansia memiliki tiga karakteristik yakni berusia lebih dari 60

tahun, kebutuhan dan masalah yang bervairiasi dari rentang sehat sampai
sakit dari kebutuhan biopsikososial hingga serta dari kondisi adaptif

hingga kondisi maladaptive, lingkungan tempat tinggal yang bervariasi

(Dewi, 2012).

Menurut Johannesen dalam penelitian Ummi (2016), faktor risiko

dari lansia itu sendiri yaitu diantaranya gangguan kognitif, gangguan

perilaku, penyakit psikiatrik atau masalah psikologis, keterganntungan

fungsional, kesehatan fisik yang buruk (frailty), pendapatan rendah,

trauma atau riwayat penganiayaan dan suku atau etnis. Gangguan kognitif

sebagai salah satu faktor risiko dibuktikan dari beberapa studi yang

dilakukan pada populasi umum, studi lansia yang membutuhkan bantuan

dalam aktivitas sehari-hari dan studi lansia dengan demensia. Studi-studi

tersebut menunjukkan bahwa gangguan fungsi kognitif berisiko

menyebabkan terjadinya salah perlakuan. Sementara itu, gangguan

perilaku pada lansia yang menjadi faktor risiko salah perlakuan meliputi

sikap provokatif, agresif atau menolak perawatan. Hal tersebut dibuktikan

pada beberapa studi yang dilakukan pada lansia yang membutuhkan

bantuan dalam aktivitas sehari-hari dan pada studi lansia dengan demensia.

4. Tipe-Tipe Lansia

Tipe lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup,

lingkungan, kondisi fisik, mental, social dan ekonominya (Nugroho, 2008).

Tipe tersebut diantaranya :

a. Tipe arif bijaksana


Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyusaikan diri dengan perubahan

zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana

dermawan, memenuhi undangan dan menjadi panutan.

b. Tipe mandiri

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif, dalam

mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.

c. Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi

pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan

banyak menuntut.

d. Tidak pasrah

Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama dan

melakukan pekerjaan apa saja.

e. Tipe bingung

Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,

pasif dan acuh tak acuh.Tipe lain dari lansia adalah optimis, kontuktif,

dependen, (tergantung), defensive (bertahan), militant dan serius, tipe

pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu),

serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri).

B. Demensia

1. Pengertian

Demensia adalah sindrom klinis yang meliputi hilangnya fungsi

intelektual dan memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan


disfungsi hidup sehari-hari. Demensia adalah keadaan ketika seseorang

mengalami penurunan daya ingat dan daya piker lain yang secara nyata

mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari (Artinawati, 2014).

Menurut Seril (2017), demensia merupakan kemunduran kognitif

yang sedemikian beratnya sehingga mengganggu aktivitas hidup sehari-

hari dan aktivitas sosial. Kemunduran kognitif pada demensia biasanya

diawali dengan kemunduran memori/daya ingat. Faktor ketidaktahuan,

baik dari pihak keluarga, masyarakat maupun pihak tenaga kesehatan

mengenai tanda dan gejala demensia, dapat menyebabkan demensia sering

tidak terdeteksi dan lambat ditangani.

2. Patofisiologi

Patofisiologi demensia merupakan rangkaian perjalanan penyakit

yang muncul setelah terjadinya ketidaknormalan kognitif yang disebabkan

karena bagian otak mengalami kerusakan terutama adalah korteks serebri

dan hipotalamus, keduanya merupakan bagian penting dalam fungsi

kognitif dan memori. Demensia multi infark adalah penyebab demensia

kedua yang banyak menjadi penyebab terjadinya demensia. Perbandingan

antara Alzeimer dengan demensia multi infark keduanya sama-sama

mengalami gejala yang datang secara tiba-tiba dan kondisinya lebih dari

deteriorasi linear pada kognisi dan fungsi dapat menunjukan beberapa

perbaikan diantara serebrovaskuler (Kovach, Cristine, R., dan Sarah, A,

Wilson., 2007 dalam Sarifah, 2016).


Secara umum, menjadi tua ditandai oleh kemunduran biologis yang

terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik, antar lain kulit mulai

mengundur dan wajah mulai keriput serta garis-garis yang menetap,

rambut kepala mulai memutih atau beruban, gigi mulai lepas (ompong),

penglihatan dan pendengaran berkurang, mudah lelah dan mudah jatuh,

gerakan menjadi lambat dan kurang lincah. Disamping itu juga terjadi

kemunduran kognitif antara lain suka lupa, ingatan tidak berfungsi baik,

ingatan terhadap hal-hal dimasa muda lebih baik dari pada hal-hal yang

baru saja terjadi, sering adanya disorientasi terhadap waktu, tempat dan

orang, sulit menerima ide-ide baru (Padila, 2013).

Proses menua, sel otak juga mengalami penuaan dan kehausan.

Tidak bisa diramal betapa besar kecepatannya bahkan ada yang

mengalaminya ,sedangkan orang lain tidak. Dengan bertambahnya umur,

kemampuan orang untuk memusatkan pikiran juga mundur. Dalam

keadaan hiruk pikuk, menjelang usia senja orang lebih sukar lagi

memusatkan pikiran. Makin sedikit perhatian yang diberikan, makan sukar

orang mengingatkan kembali (Watson 2003 dalam Guslinda, 2013).

3. Penyebab Demensia

Beberapa penyebab antara lain adanya tumor pada jaringan otak

atau metastasis tumor dari luar jaringan otak mengalami trauma atau

benturan yang mengakibatkan perdarahan dan terjadinya infeksi kronis

kelainan kongenital seperti penyakit Huntington, dan penyakit


Metacheomatic leukodystrophy (kelainan dari bagian putih jaringan otak)

(Atun, 2010).

4. Stadium Demensia

Stadium demensia dibagi menjadi 3 yaitu stadium awal, stadium

menengah dan stadium akhir.

a. Stadium awal

Gejala stadium awal yang dialami lansia menunjukan gejala sebagai

yaitu kesulitan dalam berbahasa dan komunikasi mengalami

kemunduran daya ingat serta disorientasi waktu dan tempat.

b. Stadium menengah

Pada stadium menengah, demensia ditandai dengan mulai mengalami

kesulitan melakukan aktivitas kehidupan sehari hari dan menunjukan

gejala seperti mudah lupa, terutama untuk peristiwa yang baru dan

nama orang. Tanda lainnya adalah sangat bergantung dengan orang

lain dalam melakukan sesuatu misalnya ke toilet, mandi dan

berpakaian.

c. Pada stadium lanjut, lansia mengalami ketidak mandirian dan inaktif

yang total serta tidak mengenali lagi anggota kelurga (disorientasi

personal). Lansia juga memhami dan menilai peristiwa yang telah

dialaminya (Nugroho 2008).

d. Instrument Pengukuran Fungsi Kognitif Mini Mental Status

Examination (MMSE)
Instrumen penilain status mental menggunakan Mini Mental

State Examination (MMSE) adalah tes kuesioner singkat 30 poin yang

digunakan untuk mengetahui adanya kerusakan kognitif. Tes ini biasa

digunakan pada screening demensia. Selain itu juga digunakan untuk

memperkirakan keparahan kerusakan kognitif di suatu titik waktu dan

mengikuti bagian perubahan kognitif dalam individu selama beberapa

waktu, sehingga merupakan cara yang efektif untuk mengetahui

respon individu terhadap perawatan yang diberikan. MMSE ini

dilakukan dalam jangka waktu sekitar 10 menit.

MMSE menanyakan pertanyaan yang menilai lima wilayah

yaitu: orientasi, retensi, perhatian, recall, dan bahasa. Berikut adalah

klasifikasi demensia menurut interpretasi MMSE yang dipakai dalam

penelitian ini: 1) Jika skor < 16 maka dinyatakan mengalami definite

gangguan kognitif, 2) Jika skor 17-23 maka dinyatakan probable

gangguan kognitif, 3) Jika skor 24-30 maka dinyatakan normal

(Saryono, 2013).

Goldman, 2000 (dalam Wijayanti, Kuswati., dan Sumedi.,

2015), aspek-aspek Kognitif diantaranya yaitu Orientasi (tempat,

orang, waktu), bahasa (kelancaran, pemahaman, pengulangan,

naming), atensi (mengingat segera, konsentrasi), memori (verbal,

visual), fungsi konstruksi (kemampuan seseorang untuk membangun

dengan sempurna, mencontoh dan meniru), kalkulasi, penalaran.

Selain aspek-aspek kognitif yang disebutkan, terdapat pengkajian


yang dilakukan kepada lansia.Pengkajian status kognitif pada lansia

dapat dilakukan menggunakan instrumen Mini-Mental State Exam

(MMSE).

C. Senam Otak

1. Pengertian

Senam otak dikenal di Amerika, dengan tokoh yang menemukanya

yaitu Paul E. Denisson seorang ahli pelopor dalam penerapan penelitian

otak, bersama istrinya Gail E.Deniddon seorang mantan penari.Senam

otak atau Brain Gym adalah serangkaian latihan berbasis gerakan tubuh

sederhana. Gerakan itu dibuat untuk merangsang otak kiri dan otak kanan

(dimensi lateralis), Meringankan atau mereleksi belakang otak dan bagian

depan otak (dimensi pemfokus), merangsang system yang terkait dengan

perasaan/emosional, yakni otak tengah (limbik) serta otak besar (dimensi

pemusatan)(Dennison,P. E. dan Dennison, G. E., 2009).

2. Manfaat Senam Otak

Manfaat senam otak (Brain Gym) yaitu kemampuan berbahasa dan

daya ingat meningkat, orang menjadi lebih sehat karena stress berkurang

dan prestasi belajar dan bekerja meningkat (Dennison, G. E., 2004).

Penelitian yang dilakukan oleh Purwanto (2009) mengenai manfaat brain

gym dikemukakan oleh Ayinosa (2009) brain gym dapat memberikan

manfaat yaitu berupa stress emosional berkurang dan pikiran lebih jernih,

hubungan antar manusia dan suasana belajar/kerja lebih rileks dan senang,
kemampuan berbahasa dan daya ingat meningkat, orang menjadi lebih

bersemangat, lebih kreatif dan efesien, orang merasa lebih sehat karena

stress berkurang, prestasi belajar dan bekerja meningkat.

Hasil penelitian Zulaeni (2016), manfaat dari senam otak yaitu

meningkatkan konsentrasi, mengurangi stres, meningkatkan daya ingat,

dapat berfikir lebih cepat, bagi pelajar dapat menangkap pelajaran dengan

baik, dapat meningkatkan percaya diri, melawan penuaan dan

meningkatkan rasa bahagia.

3. Pelaksanaan Gerakan Senam Otak

Gambar2.1.Senam Otak (Brain Gym)

1) Dimensi Lateralis

a) Delapan Tidur (Lazy 8)

Cara melakukannya adalah dengan meluruskan tubuh

menghadap satu titik yang terletak setinggi posisi mata lalu

menggambar angka 8 dalam posisi tidur dengan titik tengah yang

jelas, yang memisahkan wilayah lingkaran kiri dan lingkaran

kanan, dan dihubungkan dengan garis tersambung. Pandangan

mata mengikuti gerakan 8 tidur, kepala bergerak sedikit dan leher


tetap relaks. Sebaiknya gerakan dilakukan sebanyak 3 kali untuk

setiap tangan dan juga 3 kaliuntuk kedua tangan bersama-sama.

Gerakan ini berfungsi untuk meningkatkan integrasi belahan otak

kiri dan kanan serta memperbaiki keseimbangan dan koordinasi

(Dennison, G. E., 2004).

b) Coretan ganda

Coretan ganda adalah gerakan seperti menggambar di

kedua sisi tubuh yang dilakukan pada bidang tengah. Latihan

dimulai dengan menggerakkan lengan secara leluasa, tengkuk dan

mata relaks. Menggambar dilakukan dengankedua tangan pada

saat yang sama. Coretan ganda paling baik dikerjakan dengan otot

utama lengan dan bahu. Sebaiknya gerakan ini dilakukan

sebanyak 8 kali (dengan arah yang berlawanan) pada setiap

bentuk gerakan dan menggunakan 3 bentuk gerakan yang

berbeda. Fungsinya adalah untuk menunjang kemampuan agar

mudah mengetahui arah dan orientasi yang berhubungan dengan

tubuh (Dennison, P. E. dan Dennison, G. E., 2009).

c) Putaran Leher (Neck Rolls)

Cara melakukannya yaitu dengan menaikkan bahu lalu

menundukkan kepala ke depan sampai menyentuh dada dan

pelan-pelan memutar kepala dilakukan diposisi depan saja,

setengah lingkaran dari kiri ke kanan dan sebaliknya. Bersamaan

dengan memutar hembuskan nafas keluar. Ulangi gerakan


tersebutdengan bahu diturunkan. Tidak disarankan memutar

kepala hingga ke belakang.Sebaiknya dilakukan minimal

sebanyak 3 kali atau lebih pada setiap gerakanlengkap dari satu

sisi ke sisi lain. Fungsinya adalah untuk menunjang relaksnya

tengkuk, melepaskan ketegangan, memacu kemampuan

penglihatan dengan kedua mata serta memperbaiki pernafasan

(Dennison, G. E., 2004).

d) Pernafasan Perut (Belly Breathing)

Pernafasan perut dilakukan dengan memperlebar rangka

dada dari depan kebelakang, ke samping, dan atas ke bawah,

termasuk rongga perut. Caranya adalah dengan meletakkan

tangan di atas perut bagian bawah lalu mengambil nafas melalui

hidung dengan sedikit melengkungkan punggung. Perut ikut

mengembang pada saat mengambil nafas dan perut kembali

seperti semula pada saat menghembuskan nafas. Cara

menghembuskan nafas dilakukan pendek-pendek melalui mulut

seperti meniup putus-putus secara perlahan, selainitu juga

menghembuskan nafas melalui hidung. Selanjutnya menarik

nafas,menahan nafas dan menghembuskan nafas dalam hitungan

yang sama.Sebaiknya dilakukan minimal sebanyak 3 kali atau

lebih untuk setiap gerakan. Pernafasan perut dapat memperbaiki

pasokan oksigen keseluruh tubuh sehingga meningkatkan fungsi


otak secara lebih khusus (Dennison, P.E. dan Dennison, G.E.,

2009).

2) Dimensi Pemfokusan

Dimensi pemfokusan berisi gerakan yang membantu melepaskan

hambatan fokus adalah aktivitas integrasi depan/belakang. Gerakan-

gerakan dalam dimensiini adalah:

a) Burung Hantu (The Owl)

Memijat bahu kiri dengan tangan kanan atau sebaliknya

memijat bahu kanan dengan tangan kiri secara bergantian.

Bersamaan dengan memijat menarik nafas saat kepala berada di

posisi tengah, kemudian dengan tinggi posisi dagutegap

menggerakkan kepala perlahan ke arah bahu yang dipijat lalu

menghembuskan nafas ke sisi bahu yang tegang sambil relaks.

Selanjutnya yaitu menarik nafas saat kepala kembali ke posisi

tengah, lalu menundukkan kepala sambil menghembuskan nafas.

Setelah itu menarik nafas lagi saat kepala kembali ke posisi

tengah lalu menghembuskan nafas ke arah bahu yang tidak

dipijat. Saat menoleh, kepala diharapkan dapat digerakkan lebih

jauh ke posisi pendengaran kiri dan kanan. Gerakan ini dilakukan

sebanyak 3 kali atau lebih dengan 1 kali pernafasan ke setiap

arah. Fungsinya adalah melepaskan ketegangan tengkuk dan bahu

yang timbul karena stres. Gerakan ini mengatur kembali

jangkauan dan peredaran darah ke otak untuk meningkatkan


kemampuan fokus, perhatian, dan ingatan (Dennison, G. E.,

2004).

b) Mengaktifkan Tangan (The Active Arm)

Cara melakukannya adalah dengan posisi awal meluruskan

satu tangan kearah atas dan tangan yang lain ditekuk untuk

memegang serta menahan gerakan tangan yang mengarah ke atas.

Gerakan tangan yang diluruskan ke arah atas dilakukan pada

empat posisi yaitu menjauhi kepala, ke arah depan, ke arah

belakang, dan ke arah telinga sambil menghembuskan nafas

secara perlahan.Menarik nafas dilakukan setiap kembali ke posisi

awal saat akan melakukan perpindahan gerakan. Gerakan

dilanjutkan dengan memutar atau menggerakkan bahu sambil

merasakan relaksasinya. Setelah itu melakukan gerakan dengan

posisi tangan sebaliknya. Setiap gerakan dilakukan selama 8

hitungan atau lebih. Fungsinya adalah melepaskan ketegangan

tangan sehingga dapat meningkatkan relaksasi, koordinasi serta

vitalitas (Dennison, P. E. dan Dennison, G. E.,2009).

c) Lambaian Kaki (The Footflex)

Cara melakukannya adalah duduk dengan meletakkan

pergelangan kakipada lutut kaki yang lain, kemudian

mencengkeram tempat-tempat yang terasasakit di pergelangan

kaki, betis dan belakang lutut secara bergantian sambil pelan-

pelan kaki dilambaikan atau digerakkan ke atas dan ke bawah


dengan sedikit diluruskan, setelah itu melakukan gerakan

sebaliknya dengan mengganti posisi kaki. Gerakan sebaiknya

dilakukan selama 30 detik-1 menit. Fungsinya adalah

mengembalikan panjang alami tendon sehingga tubuh menjadi

lebih tegak dan relaks, lutut tidak kaku lagi (Dennison, G. E.,

2004).

d) Pompa Betis

Pompa betis berdiri dan menumpukan kedua tangan pada

dinding atau sandaran kursi. Salah satu kaki ditumpukan lurus ke

belakang dan badan condong ke depan, lalutekuk lutut kaki yang

di depan. Antara kaki yang di posisi belakang dengan punggung

membentuk satu garis lurus. Pada posisi awal, tumit kaki

belakang diangkat dari lantai sehingga beban ada di kaki depan.

Pada posisi kedua, beban diganti ke kaki belakang saat tumit

ditekan ke lantai. Hembuskan nafas saat menekankan tumit ke

lantai, dan tarik nafas saat mengangkat tumit. Ulangisebanyak 3

kali atau lebih dengan posisi kaki yang berganti. Fungsinya

mengembalikan panjang alamiah dari tendon pada kaki dan

tungkai bawah. Gerakan ini dikembangkan untuk membawa

kesadaran ke daerah betis, tempat asal naluri untuk menahan diri

(Dennison, P. E. dan Dennison, G. E., 2009).


e) Luncuran Gravitasi (The Gravitational glider)

Duduk secara nyaman dengan menyilangkan kaki di

pergelangannya dan merentangkan tangan depan, lalu

meluncurkannya ke daerah kaki sambil membuang nafas

perlahan. Lakukan gerakan ini selama 3 pernafasan atau lebih,

kemudian melakukan lagi dengan mengubah persilangan kaki.

Fungsinya adalah melepaskan ketegangan di pinggul dan pelvis

agar dapat menemukan sikap tubuh duduk dan berdiri dengan

nyaman (Dennison, G. E., 2004).

f) Pasang Kuda-kuda (Grounder)

Cara melakukannya adalah membuka kedua kaki dengan

jarak sedikit lebih lebar dari pada bahu. Arahkan salah satu kaki

ke samping dan tekuk lutut, lalu kaki lainnya mengarah ke depan

dan tetap lurus, keduanya di satu garis. Lutut yang ditekuk

bergerak dalam satu garis lurus melewati kaki, tetapi tidak lebih

jauh dari pada ujung jarinya. Tubuh bagian atas dan pinggul tetap

menghadaplurus ke depan. Gerakan dilakukan sambil membuang

nafas, lalu mengambil nafas waktu lutut diluruskan kembali.

Ulangi sebanyak 3 kali pada setiap pergantian posisi kaki.

Gerakan ini berfungsi untuk menstabilkan,menyeimbangkan,

serta meningkatkan koordinasi dan fokus tubuh (Dennison, P.E.

dan Dennison, G. E., 2009).


3) Dimensi Pemusatan

Dimensi pemusatan berisi gerakan yang membuat sistem

badan menjadi relaks dan membantu menyiapkan kemampuan untuk

mengolah informasi tanpa pengaruh emosi negatif disebut pemusatan

atau bertumpu pada dasar yang kokoh. Gerakan-gerakan dalam

dimensi ini adalah:

a) Sakelar Otak (Brain Buttons)

Cara melakukannya adalah memegang pusar dengan satu

tangan sementara tangan yang lain memijat sakelar otak (jaringan

lunak di bawah tulangselangka di kiri dan kanan tulang dada),

sambil mata melirik dari kanan ke kiri dan sebaliknya. Gerakan

dilakukan selama 30 detik-1 menit. Setelah itu lakukan dengan

mengganti posisi tangan. Fungsinya adalah merangsang arteri

karotis yang membawa darah segar dengan kandungan oksigen

tinggi ke otak(Dennison, G. E., 2004).

b) Tombol Imbang (Balance Buttons)

Cara melakukannya adalah menyentuhkan 2 jari ke

belakang telinga, dilekukan sebelah bawah tulang tengkorak dan

letakkan tangan satunya di pusar. Kepala sebaiknya lurus ke

depan, gerakan dilakukan sambil bernafas dengan baik selama 1

menit bergantian. Fungsinya adalah mengembalikan

keseimbangan ke bagian belakang otak dan telinga bagian dalam


sehingga dapat memulihkan keseimbangan tubuh secara

keseluruhan (Dennison, P. Edan Dennison, G. E., 2009).

c) Menguap Berenergi (The Energy Yawn)

Cara melakukannya adalah dengan memijat secara lembut

otot-otot disekitar persendian rahang sekitar gigi geraham atas

dan bawah sambil membuka mulut seperti hendak menguap

dengan bersuara untuk melemaskan otot-otot ersebut. Ulangi

sebanyak 3 kali atau lebih dengan 8 kali hitungan pada

setiappenguapan. Fungsinya adalah meningkatkan peredaran

udara ke otak dan merangsang seluruh tubuh, menghilangkan

ketegangan di kepala dan rahang, mengaktifkan otak untuk

peningkatan oksigen agar berfungsi secara efisien dar ileks

(Dennison, G. E., 2004).

d) Pasang Telinga (The Thinking Cap)

Cara melakukannya adalah kepala tegak dan dagu lurus

dengan nyaman. Selanjutnya memijat daun telinga

menggunakan ibu jari dan telunjuk secara lembut mulai dari

ujung atas menurun sepanjang lengkungan sambil

menariknyakeluar. Gerakan ini dilakukan bersama dengan

gerakan pernafasan yang rileks. Sebaiknya dilakukan sebanyak

3 kali atau lebih pada masing-masing telinga. Fungsinya adalah

memusatkan perhatian terhadap pendengaran serta

menghilangkan ketegangan pada tulang-tulang kepala sehingga


fokus perhatian meningkat, dan keseimbangan menjadi lebih

baik (Dennison, P. E. DanDennison, G. E., 2009).

D. Kerangka Teori

Faktor Penyebeb Disfungsi


Otak

Gangguan Kognitif

Senam Otak Demensia

Penurunan Tingkat
Demensia

Lansia Mandiri

Gambar 2.2.Kerangka Teori


Sumber : Atun, (2010), Ummi, (2016), Artinawati, (2014), Dennison, P. E.
DanDennison, G. E., (2009).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Karakteristik Demografi
1. Identitas PM
a. Nama : Ny. S
b. Tempat, tanggal lahir : semarang, 31/12/1942
c. Jenis kelamin : perempuan
d. Status perkawinan : janda cerai mati
e. Pendidikan terakhir : SD
f. Agama : katolik
g. Suku bangsa : jawa
h. TB/BB : 145 cm/42 kg
i. Tanggal masuk : 22/2/2018
j. Tanggal pengkajian : 5/2/2019
2. Keluarga atau orang lain yang penting/dekat yang dapat dihubungi :
Nama : Nn. E
Alamat : Semarang
Hubungan dengan PM : Anak
No. Telp :-
3. Riwayat kesehatan dan status ekonomi
PM mengatakan sebelum masuk ke rumah pelayanan sosial ini PM tidak
bekerja semenjak anaknya lahir.
4. Aktivitas dan rekreasi
PM mengatakan sebelum masuk ke rumah pelayanan sosial PM senang
memasak, PM juga mengatakan tidak suka bepergian/wisata.
Keanggotaan organisasi : PM tidak menjadi pengurus organisasi di
lingkungannya.
5. Riwayat keluarga
a. Saudara kandung
Nama Keadaan Saat Ini Keterangan
Tn. S Sehat Tn.S tinggal di Semarang menempati
rumah Ny. S. Kadang sebulan sekali Tn.
S datang ke rumah pelayanan sosial.

b. Riwayat kematian dalam keluarga (1 tahun terakhir)


PM mengatakan tidak ada anggota keluarga yang meninggal dalam 1
tahun terakhir ini.
c. Kunjungan keluarga
PM mengatakan jika anaknya sedang libur bekerja, anaknya akan
menengok PM ke rumah pelayanan sosial. Kakak PM yaitu Tn. S juga
kadang sebulan sekali datang ke rumah pelayanan sosial.
d. Genogram

Keterangan :
: Laki-laki meninggal : Perempuan
: Perempuan meninggal : PM
: Laki-laki

B. Pemahaman dan Penatalaksanaan Masalah Kesehatan


PM mengatakan kurang paham tentang demensia dan apa yang harus dilakukan
untuk memaksimalkan kemampuan diri.

C. Pola Kebiasaan Sehari – hari


1. Nutrisi
PM makan 3 kali sehari teratur sesuai dengan jadwal makan pagi, siang dan
malam panti. Makan PM habis 1 porsi dengan isi menu nasi, lauk dan sayur.
Ditambah lagi dengan buah yang disediakan. Minum PM juga teratur 1
gelas setelah makan dan minum jika haus kurang lebih PM minum 7 gelas
dalam sehari. PM mengatakan sebelum makan PM berdoa terlebih dahulu.
Tidak ada alergi terhadap makanan.
2. Eliminasi
PM buang air kecil sekitar 7-9 kali dalam sehari karena faktor usia. Sebelum
tidur PM harus buang air kecil dahulu agar tidak mengompol. Air seni
bewarna kuning, encer, bau khas.
Buang air besar PM 1-2 hari sekali tidak tentu, PM buang air besar lancar.
Feses bewarna coklat, bau khas.
3. Personal hygine
Setiap hari PM mandi 2 kali sehari secara mandiri, PM mampu melakukan
aktivitas membersihkan diri seperti gosok gigi, mencuci rambut untuk
memotong kuku, PM dibantu perawat karena penglihatan kabur dan tangan
tidak mampu.
4. Istirahat dan tidur
PM tidur mulai pukul 9 malam sesuai jadwal tidur, dan bangun pukul 3.30
wib pagi secara rutin. Di siang hari PM tiduran walaupun kadang tidak bisa
tidur, namun PM mengatakan bisa istirahat.
5. Kebiasaan mengisi waktu luang
Biasanya PM mengisi waktu luang setelah makan pagi dengan bercerita
dengan teman di panti
6. Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
PM mengatakan tidak pernah memiliki riwayat merokok ataupun
mengonsumsi zat adiktif lainnya
7. Uraian kronologis sehari – hari
No Waktu Aktivitas
1. 3.30 wib Bangun
2. 4.00 wib Mandi
3. 6.00 wib Makan
4. 7.00-10.00 Mengisi waktu luang
5. 11.00 wib Makan
6. 12.00 wib Tidur/istirahat siang
7. 16.00 wib Mandi
8. 17.00 wib Makan
9. 21.00 wib tidur

D. Status Kesehatan
1. Status kesehatan saat ini
PM mengatakan mudah lupa, sulit mengingat nama orang, PM mengeluh
lutut sebelah kiri nyeri
Pengkajian nyeri :
P : jika digerakkan
Q : lutut terasa linu
R : nyeri dibagian lutut sebelah kiri
S : skala nyeri 3
T : nyeri dirasakan hilang timbul
2. Riwayat kesehatan masa lalu
PM mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi, DM, jantung
maupun asma. PM juga mengatakan tidak memiliki alergi obat, makanan,
ataupun debu. PM mengatakan waktu di rumah pernah jatuh karena
terpeleset tetapi tidak sampai masuk ke rumah sakit, dan PM tidak pernah
dirawat di rumah sakit.
3. Pengkajian fisik
a. Keadaan umum : lemah
b. BB/TB : 145 cm/42 kg
c. Rambut : hitam beruban, bersih, mudah rontok
d. Mata : bentuk simetris, fungsi penglihatan menurun
karena usia, sklera tidak ikterik (putih), konjungtiva tidak anemis (merah
muda)
e. Telinga : bentuk simetris, fungsi pendengaran baik, bersih
f. Mulut, gigi, bibir : bentuk bibir simetris, mukosa bibir lembab
bewarna merah muda, terdapat gigi yang ompong, karang gigi, mulut dan
gigi bersih, lidah bewarna merah muda
g. Dada :I: pengembangan dada simetris
Pa: tidak ada masa abnormal
Pe: sonor pada kedua lapang paru
Aus: vesikuler pada kedua lapang paru
h. Jantung :I: ictus cordis tidak tampak
Pa: ictus cordis teraba pada ic 4
Pe: pekak
Aus: terdengar suara s1 dan s2
i. Abdomen :I: perut datar tidak nampak asites
Aus: bising usus terdengar 8x/menit
Pe: timpani
Pa: supel tidak ada nyeri tekan
j. Kulit : kulit kering, turgor kulit kembali <2 detik, warna
sawo matang, tidak ada lesi
k. Ekstremitas : tidak ada edema pada kedua ektremitas atas
maupun bawah, jari lengkap. Kekuatan otot atas 5/5, kekuatan otot
bawah 5/5
l. Sistem imun : PM mengatakan jarang sakit, mudah merasa lelah,
PM mengatakan tidak memiliki alergi terhadap makanan, minuman,
obat-obatan, cuaca maupun debu, pasien tidak memiliki riwayat
pembedahan, PM tidak memiliki riwayat penyakit DM dan HT terkontrol
m. Sistem reproduksi : jenis kelamin perempuan dan mempunyai 1 orang
anak
n. Sistem pengecapan : PM masih mampu membedakan rasa manis, asam,
asin, dan pahit
o. Sistem penciuman : PM masih bisa membedakan bau secara benar dan
mampu menyebutkan asal bau benda dengan benar
E. Hasil Pengkajian Khusus (Format Terlampir)
1. Fungsi kognitif : MMSE skor 19 (demensia sedang)
2. Status fungsional : Barthel index skor 90 (ketergantungan
BBS/resiko jatuh skor : 16 (risiko jatuh menengah)
3. Status psikologis : skala depresi skor 3 (depresi ringan)

F. Lingkungan Tempat Tinggal


Selama tinggal dipanti, PM mampu beradaptasi dengan keadaan panti. Segala
kebutuhan PM disediakan dengan maksimal oleh panti.

G. Analisa data
No Tanggal Data Problem Etiologi Ttd
1 Selasa, DS: Hambatan Gangguan kognitif Mhs
5 Februari PM mengatakan mudah memori ringan
2019 lupa, sulit mengingat (NANDA
09.30 nama orang :00131)
WIB DO :
PM sering mengulang
kata-kata
- MMSE skor : 19
(demensia sedang)
2 Selasa, DS : Nyeri akut Ageens cedera Mhs
5 Februari PM mengeluh lutut (NANDA biologis
2019 sebelah kiri nyeri 00132)
09.30 Pengkajian nyeri :
WIB P : jika digerakkan
Q : lutut terasa linu
R : nyeri dibagian lutut
sebelah kiri
S : skala nyeri 3
T : nyeri dirasakan hilang
timbul
DO :
PM menunjukkan bagian
lututnya yang nyeri, PM
berjalan dengan kaki
diseret
3 Selasa, DS: Risiko jatuh Gangguan Mhs
5 Februari PM mengatakan untuk (NANDA : keseimbangan
2019 berjalan ke kamar mandi 00155)
09.30 harus pelan – pelan,
WIB beliau mengatakan dahulu
pernah jatuh terpeleset
saat di rumah dan
pinggangnya mudah
pegal. PM mengatakan
tidak bisa lagi sigap
seperti masa muda karena
sudah tua
DO:
Skor resiko jatuh 16,
Badan tampak berdiri
tidak tegap, mobilisasi
perlahan,

H. Diagnosa
1. Hambatan memori b.d gangguan kognitif ringan (00131)
2. Nyeri akut b.d agens cedera biologis (00132)
3. Risiko jatuh b.d gangguan keseimbangan (00155)
I. Intervensi
Tujuan dan kriteria
No Tanggal Diagnosa Intervensi Ttd
hasil
1 Selasa, 5 Hambatan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Demensia Mh
Februari memori b.d keperawatan selama 3x8 (6460) : s
2019 gangguan jam diharapkan PM 1. Tentukan jenis dan
09.45 kognitif ringan mampu mengingat tingkat deficit
WIB (00131) beberapa informasi kognitif
dengan kriteria hasil : menggunakan alat
1. Mengingat informasi pengkajian MMSE
baru saja terjadi 2. Monitor fungsi
secara akurat kognitif
2. Mengingat informasi menggunakan alat
yang terbaru secara pengkajian MMSE
akurat 3. Penerapan EBP :
3. Mengingat informasi senam otak (brain
yang sudah lama gym)
secara akurat
2 Selasa, 5 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri Mh
Februari agens cedera keperawatan selama 3x8 (1400) : s
2019 biologis jam diharapkan nyeri 1. Lakukan pengkajian
09.45 (00132) berkurang dengan nyeri secara
WIB kriteria hasil : komprehensif yang
Kontrol nyeri meliputi lokasi,
Skala output : karakteristik,
1. Mengenali kapan onset/durasi,
nyeri terjadi frekuensi, kualitas,
2. Menggunakan intensitas atau
tindakan beratnya nyeri dan
pengurangan nyeri faktor pencetus
tanpa analgesic 2. Observasi adanya
3. Melaporkan nyeri petunjuk nonverbal
yang terkontrol mengenai
ketidaknyamanan
3. Ajarkan penggunaan
teknik non
farmakologi
(relaksasi napas
dalam)
3 Selasa, 5 Risiko jatuh Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji resiko jatuh Mh
Februari b.d gangguan keperawatan selama 3x8 2. Kenalkan penyebab s
2019 keseimbangan jam diharapkan resiko jatuh
09.45 (00155) jatuh teratasi dengan 3. Kaji kekuatan otot
WIB kriteria hasil: dan pergerakan sendi
1. PM mampu 4. Ajarkan terapi
mengenali resiko latihan
penyebab jatuh keseimbangan
2. PM mampu 5. Manajemen dimensia
menghindari 6. Monitor latihan
penyebab jatuh keseimbangan
3. PM tidak jatuh

J. Implementasi
TGL/JAM DX TINDAKAN RESPON TTD
KEPERAWATAN
Selasa, Hambatan memori 1. Memonitor fungsi DS: Mhs
5 Februari b.d kognitif menggunakan PM mengatakan
2019 gangguan kognitif alat pengkajian MMSE masih sering lupa,
09.50 WIB ringan (00131) nama teman
disebelahnya lupa
DO:
PM tidak ingat nama
teman sebelahnya
Skor MMSE 19
(demensia sedang)
10.00 WIB 2. Mengaplikasikan jurnal DS: Mhs
senam otak (brain gym) PM mengatakan
pada PM demensia enak setelah senam,
tetapi belum hafal
gerakan senam
DO:
PM tampak
mengikuti senam
yang diajarkan
dengan bantuan
10.15 wib 1. Mengobsrvasi adanya DS :
petunjuk nonverbal -
mengenai DO :
ketidaknyamanan PM tampak
Nyeri akut b.d
menunjukkan
agens cedera
lututnya yang nyeri
biologis (00132)
dan meringis
Risiko jatuh
kesakitan
b.d gangguan
10.18 wib 2. Mengajarkan teknik non DS : Mhs
keseimbangan
farmakologis (relaksasi PM mengatakan
(00155)
napas dalam) nyaman
DO :
PM tampak rileks
dalam melakukan
relaksasi napas
dalam)

10.25 WIB 3. Melakukan pengkajian DS : Mhs


nyeri PM mengeluh lutut
sebelah kiri nyeri
Pengkajian nyeri :
P : jika digerakkan
Q : lutut terasa linu
R : nyeri dibagian
lutut sebelah kiri
S : skala nyeri 3
T : nyeri dirasakan
hilang timbul
DO :
PM menunjukkan
bagian lututnya yang
nyeri, PM berjalan
dengan kaki diseret
10.30 wib 1. Mengkaji resiko jatuh DS: Mhs
-
DO:
Skor resiko jatuh 16
Risiko jatuh (risiko jatuh
b.d gangguan menengah)
10.40 wib keseimbangan 2. Mengenalkan penyebab DS: Mhs
(00155) jatuh PM mampu
mengatakan
beberapa hal yang
beresiko
menyebabkan
dirinya bisa jatuh
DO:
PM menyebutkan
terpeleset, kakinya
sakit, terburu - buru
10.50 wib 3. Mengkaji kekuatan otot DS: Mhs
dan pergerakan sendi PM mengatakan kuat
berdiri dan berjalan
sendiri, tapi pelan –
pelan, tidak bisa
cepat.
DO:
Kekuatan otot
ekstremitas atas 5/5,
Kekuatan otot bawah
5/5, Pergerakan
sendi tangan
maksimal,
Pergerakan sendi
kaki maksimal,
Pergerakan/
mobilisasi perlahan
10.55 wib 4. Mengajarkan terapi DS: Mhs
latihan keseimbangan PM mengatkan
belum tau apa itu
latihan
keseimbangan
DO:
PM mampu
mengikuti latihan
keseimbangan
dengan benar sesuai
instruksi mahasiswa

11.45 wib 1. Mengaplikasikan jurnal DS: Mhs


senam otak (brain gym) PM mengatakan
pada PM demensia mudah lupa, senang
Hambatan memori
bisa melakukan
b.d
senam
gangguan kognitif
DO:
ringan (00131)
Skor MMSE 19,
dimensia sedang,
dapat mengikuti
gerakan senam
Rabu, 6 1. Mengaplikasikan jurnal DS : Mhs
Februari senam otak (brain gym) PM mengatakan
2019 Hambatan memori pada PM demensia masih mudah lupa
09.00 WIB b.d DO :
gangguan kognitif PM dapat
ringan (00131) menyebutkan 1
gerakan senam dari 2
gerakan yang telah
diajarkan
09.15 WIB 1. Melakukan pengkajian DS : Mhs
nyeri PM mengeluh lutut
sebelah kiri nyeri
Pengkajian nyeri :
Nyeri akut b.d
P : jika digerakkan
agens cedera
Q : lutut terasa linu
biologis (00132)
R : nyeri dibagian
lutut sebelah kiri
S : skala nyeri 3
T : nyeri dirasakan
hilang timbul
DO :
PM berjalan dengan
kaki diseret
09.20 WIB 2. Memotivasi PM untuk DS : Mhs
melakukan tindakan PM mengatakan
nonfarmakologis tenang, rasa nyeri
(relaksasi napas dalam) sedikit berkurang
ketika sedang
melakukan napas
dalam
DO :
PM tampak rileks
dan melakukan
relaksasi napas
dalam dengan
bimbingan
09.30 WIB 1. Mengajarkan terapi DS: Mhs
latihan keseimbangan PM mengatkan bisa
melakukan latihan
keseimbangan
Risiko jatuh DO:
b.d gangguan PM mampu
keseimbangan mengikuti latihan
(00155) keseimbangan
dengan benar sesuai
instruksi mahasiswa
09.40 WIB 2. Mengkaji risiko jatuh DS: Mhs
-
DO:
Skor resiko jatuh 16
(risiko jatuh
menengah)
11.50 WIB 1. Mengaplikasikan jurnal DS : Mhs
senam otak (brain gym) PM mengatakan
pada PM demensia masih ingat gerakan
senam otak tadi pagi
DO:
PM melakukan 2
gerakan senam otak,
Hambatan memori
keemudian ditambah
b.d
dengan 1 gerakan
gangguan kognitif
lagi dan PM dapat
ringan (00131)
melakukannya
12.05 WIB 2. Memonitor fungsi DS: Mhs
kognitif menggunakan PM mengatakan
alat pengkajian MMSE kadang masih lupa
DO:
Skor MMSE 20
(demensia sedang)
7 Februari 1. Mengaplikasikan jurnal DS : Mhs
2019 senam otak (brain gym) PM mengatakan
09.00 WIB Hambatan memori pada PM demensia ingat dengan gerakan
b.d senamnya. PM juga
gangguan kognitif mengatakan senang
ringan (00131) habis senam
DO :
PM memperagakan 3
gerakan senam
09.20 WIB 1. Melakukan pengkajian DS : Mhs
Nyeri akut b.d
agens cedera nyeri dan mengobsrvasi PM mengatakan
biologis (00132) nonverbal nyeri berkurang
Pengkajian nyeri :
P : jika digerakkan
Q : lutut terasa linu
R : nyeri dibagian
lutut sebelah kiri
S : skala nyeri 2
T : nyeri dirasakan
hilang timbul
DO :
PM tidak tampak
kesakitan
09.30 WIB 2. Motivasi relaksasi napas DS : Mhs
dalam saat nyeri muncul PM mngatakan bisa
melakukan relaksasi
napas dalam
DO :
PM memperagakan
teknik relaksasi
napas dalam
09.40 WIB 1. Monitor latihan DS: Mhs
keseimbangan PM mengatkan bisa
Risiko jatuh melakukan latihan
b.d gangguan keseimbangan
keseimbangan DO:
(00155) PM mampu
mengikuti latihan
keseimbangan
dengan benar sesuai
instruksi mahasiswa

09.50 WIB 2. Mengkaji skala risiko DS: Mhs


jatuh -
DO:
Skor resiko jatuh 16
(risiko jatuh
menengah)
11.30 WIB 1. Mengaplikasikan jurnal DS :
senam otak (brain gym) PM mengatakan
Hambatan memori pada PM demensia senang setelah
b.d melakukan senam
gangguan kognitif DO :
ringan (00131) PM dapat mengikuti
gerakan senam
sesuai dengan
instruksi mahasiswa
11.45 WIB 2. Mengkaji skor MMSE DS:
PM mengatakan
kadang masih suka
lupa
DO:
Skor MMSE 21
(demensia ringan)

K. Evaluasi
Hari/Tanggal Dx Evaluasi TTD
/Jam
Selasa, Hambatan S:
5 Februari memori PM mengatakan masih lupa dengan nama PM
2019 b.d yang ada disebelahnya, belum hafal dengan
12.00 WIB gangguan gerakan senamnya
kognitif ringan O:
(00131) PM tidak ingat nama teman sebelahnya, dan
mengikuti gerakan senam dengan bantuan
Skor MMSE 19 (demensia sedang)
A:
Hambatan memori b.d gangguan kognitif ringan
belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
1. Monitor fungsi kognitif menggunakan
alat pengkajian MMSE
2. Aplikasikan jurnal senam otak (brain
gym) pada PM demensia
Nyeri akut b.d S:
agens cedera PM mengeluh lutut sebelah kiri nyeri
biologis (00132) Pengkajian nyeri :
P : jika digerakkan
Q : lutut terasa linu
R : nyeri dibagian lutut sebelah kiri
S : skala nyeri 3
T : nyeri dirasakan hilang timbul
Saat dilakukan relaksasi PM mengatakan
nyaman
O:
PM menunjukkan bagian lututnya yang nyeri,
PM berjalan dengan kaki diseret, tetapi saat
dilakukan teknik nonfarmakologis (relaksasi
napas dalam) PM tampak rileks
A:
Nyeri akut b.d agens cedera biologis belum
teratasi
P:
Lanjutkan intervensi :
1. Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan
faktor pencetus
2. Observasi adanya petunjuk nonverbal
mengenai ketidaknyamanan
3. Ajarkan penggunaan teknik non
farmakologi (relaksasi napas dalam)
Risiko jatuh S:
b.d gangguan PM mengatakan paham resiko penyebab jatuh,
keseimbangan PM mengatakan bisa belajar keseimbangan, PM
(00155) mengatakan mau melatih senam otak setiap hari
O:
PM mampu menyebutkan resiko penyebab jatuh
sesuai yang diajarkan mahasiswa, PM mampu
melakukan latihan keseimbangan, PM mampu
melakukan senam otak
A:
masalah Risiko jatuh b.d gangguan
keseimbangan belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
1. Monitor latihan keseimbangan
2. Mengkaji risiko jatuh
Rabu, 6 Hambatan S:
Februari memori PM mengatakan ingat 2 gerakan senam
2019 b.d O :
14.00 WIB gangguan PM melakukan 2 gerakan senam otak, 1 gerakan
kognitif ringan senam otak dibantu oleh mahasiswa
(00131) A:
Hambatan memori b.d gangguan kognitif ringan
belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
1. Monitor fungsi kognitif menggunakan
alat pengkajian MMSE
2. Aplikasikan jurnal senam otak (brain
gym) pada PM demensia
Nyeri akut b.d S:
agens cedera PM mengeluh lutut sebelah kiri nyeri
biologis (00132) Pengkajian nyeri :
P : jika digerakkan
Q : lutut terasa linu
R : nyeri dibagian lutut sebelah kiri
S : skala nyeri 3
T : nyeri dirasakan hilang timbul
Rasa nyeri sedikit berkurang saat napas dalam
O:
PM tampak rileks dan melakukan relaksasi napas
dalam dengan bimbingan
A:
Nyeri akut b.d agens cedera biologis belum
teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
1. Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan
faktor pencetus
2. Observasi adanya petunjuk nonverbal
mengenai ketidaknyamanan
3. Ajarkan penggunaan teknik non
farmakologi (relaksasi napas dalam)
Risiko jatuh S:
b.d gangguan PM mengatkan bisa melakukan latihan
keseimbangan keseimbangan
(00155) O:
PM mampu mengikuti latihan keseimbangan
dengan benar sesuai instruksi mahasiswa
Skor risiko jatuh BBS = 16
A:
Risiko jatuh b.d gangguan keseimbangan belum
teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
1. Monitor latihan keseimbangan
2. Mengkaji risiko jatuh
Kamis, 7 Hambatan S:
Februari memori PM mengatakan senang setelah melakukan
2019 b.d senam, PM juga mengatakan ingat dengan
14.00 WIB gangguan gerakan senam
kognitif ringan O :
(00131) Skor MMSE : 21 (demensia ringan)
PM dapat memperagakan gerakan senam otak
A:
Hambatan memori b.d gangguan kognitif ringan
Nyeri akut b.d S:
agens cedera PM mengatakan nyeri berkurang
biologis (00132) Pengkajian nyeri :
P : jika digerakkan
Q : lutut terasa linu
R : nyeri dibagian lutut sebelah kiri
S : skala nyeri 2
T : nyeri dirasakan hilang timbul
O:
PM tidak tampak kesakitan
A:
Nyeri akut b.d agens cedera biologis belum
teratasi
P:
Lanjutkan intervensi :
1. Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan
faktor pencetus
Risiko jatuh S:
b.d gangguan PM mengatkan bisa melakukan latihan
keseimbangan keseimbangan
(00155) O:
PM mampu mengikuti latihan keseimbangan
dengan benar sesuai instruksi mahasiswa
Skor risiko jatuh BBS = 16
A:
Risiko jatuh b.d gangguan keseimbangan belum
teratasi
P:
Lanjutkan intervensi :
1. Monitor latihan keseimbangan
2. Mengkaji risiko jatuh

Anda mungkin juga menyukai