Anda di halaman 1dari 86

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya/rupturnya selaput amnion

sebelum dimulainya persalinan yang sebenarnya atau pecahnya selaput amnion

sebelum usia kehamilannya mencapai 37 minggu dengan atau tanpa kontraksi

(Mitayani, 2011. Buku keperawatan maternitas). Ketuban Pecah Dini (KPD)

merupakan penyakit dalam kehamilan dan persalinan yang berperan dalam

morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kehamilan perinatal

yang cukup tinggi. Pecahnya selaput janin bisa terjadi bila leher rahim tertutup

atau melebar. Terkadang hal itu bisa terjadipada kehamilan yang sangat awal

(sebelum 28 minggu) atau pada trimester ketiga (antara28 minggu dan 34

minggu). Faktor risiko yang sangat terkait yaitu infeksi, malpresentation dari

fetus, multiple pregnancy and excess amniotic fluid, servical incompetence,

trauma Abdomen (Gahwagi, 2015 :495).

Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI, 2016), memperlihatkan

bahwa 54% dari kelahiran tidak mengalami komplikasi selama persalinan. Wanita

yang mengalami persalinan lama dilaporkan sebesar 35% kelahiran, KPD lebih

dari 6 jam sebelum kelahiran dialami oleh 15% kelahiran, perdarahan berlebihan

sebesar 8% persen, dan demam sebesar 8%. Komplikasi lainnya dan kejang

dialami juga pada saat persalinan (masing-masing 5 dan 2%). Sementara itu,

partus lama dan perdarahan merupakan dampak yang bisa ditimbulkan oleh KPD

(SDKI, 2016 : 131-132).

1
Sementara itu, menurut penelitian Yaze dan Dewi (2016), insidensi KPD

terjadi 10% pada semua kehamilan. Pada kehamilan aterm insidensinya bervariasi

6-19%, sedangkan pada kehamilan preterm insidensinya 2% dari semua

kehamilan. Hampir semua KPD pada kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm

atau persalinan akan terjadi dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah.

70% KPD terjadi padakehamilan cukup bulan. Sekitar 85% morbiditas dan

mortalitas perinatal disebabkan oleh prematuritas. KPD berhubungan dengan

penyebab kejadian prematuritas dengan insidensi 30-40%(Yaze dan Dewi,2016

:76). Pada umumnya kehamilan dan persalinan memiliki resiko bagi ibumaupun

janin. Pada kasus KPD komplikasi yang dapat terjadi yaitu infeksi dalam

persalinan, infeksi masa nifas, partus lama, meningkatnya tindakan Operatif

obstetric atau secsio sesarea (SC), atau akan mengarah ke Morbiditas dan

Mortalitasibu, selain KPD dapat memberidampak buruk bagi ibu,KPDjuga dapat

memberi resiko pada janin yaitu prematuritas(sindrom distres pernafasan,

hipotermia, masalah pemberian makan neonatal, retinopati premturit, perdarahan

intraventrikular, enterecolitis necroticing, gangguan otakdan risikocerebral palsy,

hiperbilirubinemia, anemia, sepsis, prolaps funiculli / penurunan tali pusat,

hipoksia dan asfiksia sekunder pusat, prolaps uteri, persalinan lama, skor APGAR

rendah, ensefalopati, cerebral palsy, perdarahan intrakranial, gagal ginjal, distres

pernapasan), dan oligohidromnion (sindrom deformitas janin, hipoplasia

paru,deformitas ekstremitas dan pertumbuhan janin terhambat), morbiditas dan

mortalitas perinatal (Marmi dkk, 2016 : 105-106).

AKI menjadi salah satu indikator penting dalam menentukan derajat

kesehatan masyarakat. Salah satu prioritas utama dalam pembangunan sektor

2
kesehatan sebagaimana tercantum dalam program pemerintah nasional serta

strategi Making Pregnancy Safer (MPS) atau kehamilan yang aman sebagai

kelanjutan dari program Safe Motherhood dengan tujuan untuk mempercepat

penurunan angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir (Arifin, 2015

:1)Kematian ibu pada saat ini masih menjadi masalah kesehatan reproduksi yang

sangat penting di Indonesia. Indikator kesehatan yang menggambarkan tingkat

kesehatan ibu dan anak adalah AKIdan AKB. Disamping itu AKI merupakan

tolak ukur untuk menilai keadaan pelayanan obstetrik di suatu negara. Bila AKI

masih tinggi, berarti system pelayanan obstetrik belum sempurna, sehingga

memerlukan perbaikan (KEMENKES, 2015). Menurut laporan World Health

Organization (WHO),AKI di dunia masih tinggi, dan Indonesia berada di posisi

teratas dengan jumlah kematian ibu tertinggi dibandingkan dengan negara-negara

ASEAN yang lain. AKIdi dunia tahun 2014 yaitu 289.000 jiwa per 100.000

kelahiran hidup. Beberapa negara memiliki AKI cukup tinggi seperti Afrika Sub-

Saharan 179.000 jiwa, Asia Selatan 69.000 jiwa, dan Asia Tenggara 16.000 jiwa.

AKIdi negara-negara Asia Tenggaradimana Indonesia yaitu 190 per 100.000

kelahiran hidup, Vietnam 49 per 100.000 kelahiran hidup, Thailand 26 per

100.000 kelahiran hidup, Brunei 27 per 100.000 kelahiran hidup, dan Malaysia 29

per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2014).

Menurut data dari Kementerian Kesehatan RI, AKI di Indonesia pada

tahun 2012 meningkat tajam menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup. Tujuan

milenium dalam target MDGs pada 2015 adalah AKI dapat diturunkan menjadi

102 per100.000 kelahiran hidup. Namun berdasarkan data yang didapat, AKI pada

tahun 2015 sebanyak 305 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini sangat jauh dari

3
target MDGs. (KEMENKES,2015: 104). Kematian perinatal yang cukup tinggi ini

antara lain disebabkan karena kematian akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi

yang meningkat karena partus tidak maju, partus lama yang sering dijumpai pada

pengelolaan kasus ketuban pecah dini terutama pada pengelolaan konservatif.

Dari hasil penelitian, didapatkan kejadian KPD berkisar antara 8-10 % dari

semua kehamilan. Dilihat dari kejadian KPD yang ada, bahwa lebih banyak

terjadi pada kehamilan yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu

sekitar 95%. Sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau KPD pada

kehamilan preterm terjadi sekitar 34% semua kelahiran prematur.

Dari hasil survey yang didapatkan di RSUD Dr. Rasidin padang kejadian

KPD pada tahun 2017 dengan jumlah 68 orang dan kejadian post SC sebanyak

65 orang. Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera

bersikap aktif terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus menunggu

sampai terjadinya proses persalinan, sehingga masa tunggu akan memanjang

berikutnya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Dengan sikap

konservatif sebaiknya dilakukan pada KPD kehamilan kurang bulan dengan

harapan tercapainya pematangan paru dan berat badan janin yang cukup.

Berdasarkan uraian diatas dan dilihat dari kejadian KPD yang banyak terjadi pada

ibu hamil, maka penulis tertarik untuk mengangkat judul “Asuhan Keperawatan

pada pasien dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) di Ruangan Kebidanan RSUD Dr.

Rasidin Padang”.

4
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah diatas penulis tertarik untuk melakukan seminar

keperawatan pada pasien Ketuban Pecah Dini (KPD) di Ruangan Kebidanan

RSUD Dr. Rasidin Padang.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan penulisan melakukan makalah ini adalah mahasiswa mampu

memaparkan hasil asuhan keperawatan pada pasien dengan Ketuban Pecah

Dini (KPD)di RSUD Dr. Rasidin Padang.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penulisan makalah ini sebagai berikut :

a. Mampu melaksanakan pengkajian pada Ny. A dengan Ketuban Pecah

Dini (KPD) di Ruangan Kebidanan RSUD Dr. Rasidin Padang.

b. Mampu menegakkan diagnose keperawatan pada Ny. A dengan

Ketuban Pecah Dini (KPD) di Ruangan Kebidanan RSUD Dr. Rasidin

Padang.

c. Mampu membuat perencanaan keperawatan pada Ny. A dengan

Ketuban Pecah Dini (KPD) di Ruangan Kebidanan RSUD Dr. Rasidin

Padang.

d. Mampu melaksanakan implementasi keperawatan dengan Ketuban

Pecah Dini (KPD)di Ruangan Kebidanan RSUD Dr. Rasidin Padang.

e. Mampu mendokumentasikan evaluasi keperawatan dengan Ketuban

Pecah Dini (KPD)di Ruangan Kebidanan RSUD Dr. Rasidin Padang.

5
D. Manfaat

1. Bagi Profesi Keperawatan

Hasil dari penulisan makalah seminar ini diharapkan dapat menjadi

pertimbangan untuk mengambil kebijakan dalam upaya meningkatkan

asuhan keperawatan pada pasien terutama pada pasien dengan Ketuban

Pecah Dini (KPD).

2. Bagi Pasien

Penerapan pelayanan asuhan keperawatan yang komprehensif dengan

menerapkan asuhan keperawatan pada penderita Ketuban Pecah Dini

(KPD).

3. Bagi Institusi Rumah Sakit

Hasil penulisan makalah seminar ini dapat menjadi alternative pemberian

asuhan keperawatan khususnya pasien dengan Ketuban Pecah Dini (KPD).

4. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penulisan seminar ini dapat memberikan referensi dan masukan

tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan Ketuban Pecah Dini

(KPD).

5. Bagi Penulis

Penulisan ini dapat menambah wawasan penulis dalam menangani klien

dengan Ketuban Pecah Dini (KPD).

6
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Sectio caesaria

1. Defenisi

Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan

membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau

vagina atau suatu histerektomia untuk janin dari dalam rahim (Mochtar,

1998). Sedangkan Wiknjosastro (2010), mengatakan bahwa Sectio

caesaria (SC) adalah membuka perut dengan sayatan pada dinding perut

dan uterus yang dilakukan secara vertical atau mediana, dari kulit sampai

fasia (Wiknjosastro, 2010). Pendapat lain mengatakan bahwa SC adalah

pembedahan untuk mengeluarkan anak dari rongga rahim dengan mengiris

dinding perut dan dinding rahim (Angraini, 2008). SC adalah suatu

pembedahan guna melahirkan janin lewat insisi pada dinding abdomen

dan uterus persalinan buatan, sehingga janin dilahirkan melalui perut dan

dinding perut serta dinding rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh dan

sehat (Harnawatiaj, 2008). Prawirohardjo (2005), berpendapat bahwaSC

adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding

perut dan dinding uterus.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Sectio

Caesarea merupakan suatu pembedahan untuk melahirkan janin dengan

membuka dinding perut dan dinding uterus.

7
2. Anatomi Fisiologi

Menurut Syaifuddin ( 2009 : 312 ) , anatomi fisiologi sistem reproduksi

wanita :

a. Genitalia eksterna

Gambar : Genitalia Eksterna

Genitalia eksterna sering dinamakan vulva, yang artinya

pembungkus atau penutup vulva terdiri dari :

1) Mons pubis

Merupakan bantalan jaringan lemak yang terletak di atas simpisis

pubis

2) Labia mayora

Terdiri dari 2 buah lipatan kulit dengan jaringan lemak di

bawah nya yang berlanjut ke bawah sebagai perluasan dari

mons pubis dan menyatu menjadi perinium

3) Labia minora

Merupakan 2 buah lipatan tipis kulit yang terletak di sebelah

dalam labia mayora, labia minora tidak memiliki lemak subkutan.

8
4) Klitoris

Merupakan tonjolan kecil jaringan erektif yang terletak pada

titik temu labia minora di sebelah anterior, sebagai salah satu

zona erotik yang utama pada wanita.

5) Vestibulum

Adalah rongga yang di kelilingi oleh labia minora .

6) Perinium

Struktur ini membentang dari fourchette (titik temu labia

minora di sebelah posterioranus

b. Genitalia interna

Gambar : Genetalia Interna

1) Vagina

Merupakan saluran fibromuskuler elastis yang membentang ke

atas danke belakang dari vulva hingga uterus. Dinding anterior

vagina memiliki panjang 7,5 cm dan dinding posteriornya 9 cm.

Fungsi vagina :

a) Lintasan bagi spermatozoa

9
b) Saluran keluar bagi janin dan produk pembuahan lainnya saat

persalinan

c) Saluran keluar darah haid

2) Uterus

Berbentuk seperti buah advokat, sebesar telur ayam. Terdiri

dari fundus uteri, korpus uteri dan serviks uteri. Korpus uteri

merupakan bagian uterus terbesar dan sebagai tempat janin

berkembang.

Uterus terdiri dari :

a) Fundus uteri

b) Korpus uteri

Fungsi uterus adalah :

a) Menyediakan tempat yang sesuai bagi ovum yang suadah

di buahi untuk menanamkan diri.

b) Jika korpus luteum tidak berdegenerasi, yaitu jika korpus

luteum dipertahankan oleh kehamilan, maka estrogen akan

terus di produksi sehingga kadar nya tetap berada di atas

nilai ambang perdarahan haid dan amenorea merupakan

salah satu tanda pertama untuk kehamilan.

c) Memberikan perlindungan dan nutrisi pada embrio atau janin

sampai matur.

d) Mendorong keluar janin dan plasenta pada persalinan.

e) Mengendalikan perdarahan dari tempat perlekatan plasenta

melalui kontraksi otot-otot.

10
3) Tuba fallopi

Disebut juga dengan oviduct, saluran ini terdapat pada setiap

sisi uterus dan membentang dari kornu uteri ke arah dinding

lateral pelvis.

4) Ovarium

Merupakan kelenjar kelamin. Ada 2 buah ovarim yang masing-

masing terdapat pada tiap sisi dan berada di dalam kavum

abdomen di belakang ligamentum latum dekat ujung fibria

tuba falopi.Fungsi ovarium adalah untuk produksi hormon dan

ovulasi.

3. Etiologi

Manuaba (2012), indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah

ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini.

Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi

4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan

beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:

a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )

Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul

ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat

menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang

panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga

panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika

akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan

atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam

proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi.

11
Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul

menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi

abnormal.

b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)

Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung

disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas.

Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan

penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu

kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu

mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.

c. KPD (Ketuban Pecah Dini)

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda

persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar

ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu.

d. Bayi Kembar

Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena

kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi

daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat

mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk

dilahirkan secara normal.

e. Faktor Hambatan Jalan Lahir

Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak

memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan

bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.

12
f. Kelainan Letak Janin

1) Kelainan pada letak kepala

a) Letak kepala tengadah

Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan

dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan

panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,

kerusakan dasar panggul.

b) Presentasi muka

Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang

terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-

kira 0,27-0,5 %.

c) Presentasi dahi

Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi

terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu,

biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka

atau letak belakang kepala.

2) Letak Sungsang

Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak

memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di

bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang,

yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna,

presentasi bokong kaki tidak sempurna (Saifuddin, 2002).

13
4. Manifestasi Klinis

Persalinan dengan Sectio Caesaria, memerlukan perawatan yang

lebih koprehensif yaitu: perawatan post operatif dan perawatan post

partum.Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2001),antara

lain :

a. Nyeri akibat ada luka pembedahan

b. Adanya luka insisi pada bagian abdomen

c. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus

d. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak

banyak)

e. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800ml

f. Emosi labil/perubahan emosional dengan mengekspresikan

ketidakmampuan menghadapi situasi baru

g. Biasanya terpasang kateter urinarius

h. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar

i. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah

j. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler

k. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang

paham prosedur

l. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan.

5. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan post partum menurut Siswosudarmo,2008 :

a. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari

kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada

pembedahan.

14
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi

c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah

d. Urinalisis / kultur urine

e. Pemeriksaan elektrolit.

6. Penatalaksanaan

Penatalakanaan yang diberikan pada pasien Post SC atas indikasi

ketuban pecah dini menurut (Prawirohardjo, 2007) diantaranya:

1. Penatalaksanaan secara medis

a. Analgesik diberikan setiap 3 – 4 jam atau bila diperlukan seperti

Asam Mefenamat, Ketorolak, Tramadol.

b. Pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan partum yang

hebat.

c. Pemberian antibiotik seperti Cefotaxim, Ceftriaxon dan lain-lain.

Walaupun pemberian antibiotika sesudah Sectio Caesaria efektif

dapat dipersoalkan, namun pada umumnya pemberiannya

dianjurkan.

d. Pemberian cairan parenteral seperti Ringer Laktat dan NaCl.

2. Penatalaksanaan secara keperawatan

a. Periksa dan catat tanda – tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam

pertama dan 30 menit pada 4 jam kemudian.

b. Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat

c. Mobilisasi

15
Pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari tempat

tidur dengan dibantu paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua

penderita sudah dapat berjalan ke kamar mandi dengan bantuan.

d. Pemulangan

Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada

hari kelima setelah operasi

7. Komplikasi

Kemungkinan komplikasi dilakukannya pembedahan SC menurut

Wiknjosastro (2002) :

1. Infeksi puerperal

Komplikasi yang bersifat ringan seperti kenaikan suhu tubuh selama

beberapa hari dalam masa nifas yang bersifat berat seperti

peritonitis,sepsis.

2. Perdarahan

Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang

arteriauterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.

3. Komplikasi lain seperti luka kandung kemih, kurang kuatnya jaringan

parutpada dinding uterus sehingga bisa terjadi ruptur uteri pada

kehamilanberikutnya

8. Tahap Tahap Mobilisasi Dini Post SC

Mobilisasi dini Post SC dilakukan secara bertahap(kasdu, 2013) Tahap

tahap mobilisasi dini Post SC pada ibu post operasi sectio caesarea:

1) 6 jam pertama ibu post SC istirahat tirah baring, mobilisasi dini Post SC

yang bisa dilakukan adalah menggerakan lengan, tangan, menggerakan

16
ujung jari kaki dan memutar pergelangan kaki, mengkat tumit,

menggerakan otot betis, serta menekuk dan menggeser kaki.

2) 6-10 jam ibu diharuskan untuk dapat miring kanan dan kiri mencegah

trombosis dan trombo emboli

3) Setelah 24 jam ibu dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk duduk

4) Setelah ibu dapat duduk, dianjurkan ibu belajar berjalan.

Pelaksanaan mobilisasi dini Post SC

1) Hari ke 1

a) Berbaring miring kekanan dan ke kiri yang dapat dimulai sejak 6-10

jam setelah penderita/ ibu sadar.

b) Latihan pernafasan dapat dilakukan ibu sambil tidur telentang sedini

mungkin setalah sadar.

2) Hari ke 2

a) Ibu dapat duduk lima 5 dan minta untuk bernafas dalam-dalam lalu

menghembuskannya disertai batuk-batuk kecil yang gunanya untuk

melonggarkan pernafasan sekaligus menumbuhkan kepercayaan diri

ibu/penderita bahwa ia mulai pulih.

b) Kemudian posisi telentangdirubah menjadi setengah duduk

c) Selanjutnya secara berturut turut hari demi hari penderita/ibu yang

sudah melahirkan dianjurkan untuk belajar duduk selama sehsri

3) Hari ke 3 sampau 5

a) Belajar berjalan kemudian berjalan sendiri pada hari setelah operasi

b) Moblisasi secara teratur dan bertahap serta di ikuti dengan istirahat

dapat membantu penyembuhan ibu.

17
B. Konsep Dasar Ketuban Pecah Dini

1. Pengertian

Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput sebelum terdapat

tanda tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu

terjadi pada pembukaan< 4 cm yang dapat terjadi pada usia kehamilan

cukup waktu atau kurang waktu (Wiknjosastro, 2011; Mansjoer, 2010;

Manuaba, 2009). Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh

sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia

kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi

lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan.

2. Etiologi

Penyebab ketuban pecah dini masih belum dapat diketahui dan

tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan ada

faktor faktor yang berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, namun

faktor faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Adapun yang

menjadi faktor risiko menurut (Rukiyah, 2010; Manuaba, 2009;

Winkjosastro, 2011) adalah : infeksi, serviks yang inkompeten, ketegangan

intra uterine, trauma, kelainan letak janin, keadaan sosial ekonomi,

peninggian tekanan intrauterine, kemungkinan kesempitan panggul,

korioamnionitis, faktor keturunan, riwayat KPD sebelumnya, kelainan atau

kerusakan selaput ketuban dan serviks yang pendek pada usia kehamilan

23 minggu.

Infeksi, yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban dari

vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya

18
ketuban pecah dini. Ketegangan intra uterin yang meninggi atau

meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma,

hidramnion, gemelli. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena

berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin

atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran

disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks.

Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetrik

(Rukiyah, 2010).

Inkompetensi serviks (leher rahim) adalah istilah untuk menyebut

kelainan pada otot – otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak

dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena

tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Inkompetensi

serviks adalah serviks dengan suatu kelainan anatomi yang nyata,

disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan

suatu kelainan kongenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya

dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan

trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan

dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi (Manuaba, 2009).

Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara

berlebihan dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya :

Trauma (hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis), Gemelli

(Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih). Pada

kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga

menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi

19
karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung

(selaput ketuban) relatif kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang

menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah.

Makrosomia adalah berat badan neonatus > 4000 gram kehamilan dengan

makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over

distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga

menekan selaput ketuban, menyebabkan selaput ketuban menjadi

teregang,tipis, dan kekuatan membran menjadi berkurang, menimbulkan

selaput ketuban mudah pecah. Hidramnion atau polihidramnion adalah

jumlah cairan amnion > 2000 mL. Uterus dapat mengandung cairan

dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis adalah peningkatan

jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur – angsur. Hidramnion akut,

volume tersebut meningkat tiba – tiba dan uterus akan mengalami distensi

nyata dalam waktu beberapa hari saja (Winkjosastro, 2011).

3. Faktor Risiko ibu bersalin dengan Ketuban Pecah Dini

a. Pekerjaan

Pekerjaan adalah suatu kegiatan atau aktivitas responden sehari-

hari, namun pada masa kehamilan pekerjaan yang berat dan dapat

membahayakan kehamilannya hendaklah dihindari untuk menjaga

keselamatan ibu maupun janin. Kejadian ketuban pecah sebelum

waktunya dapat disebabkan oleh kelelahan dalam bekerja. Hal ini

dapatdijadikan pelajaran bagi ibu-ibu hamil agar selama masa

kehamilan hindari/ kurangi melakukan pekerjaan yang berat (Abdul,

2010).

20
Pekerjaan adalah kesibukan yang harus dilakukan terutama untuk

menunjang kehidupan dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah

sumber kesenangan tetapi lebih banyak merupakan cara mencari

nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Bekerja

pada umumnya membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak aktivitas

yang berlebihan mempengaruhi kehamilan ibu untuk menghadapi

proses persalinanya.

Menurut penelitian Abdullah (2012) Pola pekerjaan ibu hamil

berpengaruh terhadap kebutuhan energi. Kerja fisik pada saat hamil

yang terlalu berat dan dengan lama kerja melebihi tiga jam perhari

dapat berakibat kelelahan. Kelelahan dalam bekerja menyebabkan

lemahnya korion amnion sehingga timbul ketuban pecah dini.

Pekerjaan merupakan suatu yang penting dalam kehidupan, namun

pada masa kehamilan pekerjaan yang berat dan dapat membahayakan

kehamilannya sebaiknya dihindari untuk mejaga keselamatan ibu

maupun janin. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Huda

(2013) yang menyatakan bahwa ibu yang bekerja dan lama kerja ≥40

jam/ minggu dapat meningkatkan risiko sebesar 1,7 kali mengalami

KPD dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja. Hal ini disebabkan

karena pekerjaan fisik ibu juga berhubungan dengan keadaan sosial

ekonomi. Pada ibu yang berasal dari strata sosial ekonomi rendah

banyak terlibat dengan pekerjaan fisik yang lebih berat.

21
b. Paritas

Multigravida atau paritas tinggi merupakan salah satu dari

penyebabterjadinya kasus ketuban pecah sebelum waktunya. Paritas 2-

3merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian. Paritas

1dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal

lebih tinggi, risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan

obstetrik lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat

dikurangi/ dicegah dengan keluarga berencana (Wiknjosastro, 2011).

Menurut penelitian Fatikah (2015) konsistensi serviks pada

persalinan sangat mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini pada

multipara dengan konsistensi serviks yang tipis, kemungkinan

terjadinya ketuban pecah dini lebih besar dengan adanya tekanan

intrauterin pada saat persalinan. konsistensi serviks yang tipis dengan

proses pembukaan serviks pada multipara (mendatar sambil membuka

hampir sekaligus)dapat mempercepat pembukaan serviks sehingga

dapat beresiko ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap. Paritas 2-

3 merupakan paritas yang dianggap aman ditinjau dari sudut insidensi

kejadian ketuban pecah dini.

Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai resiko

terjadinya ketuban pecah dini lebih tinggi. Pada paritas yang rendah

(satu), alat-alat dasar panggul masih kaku (kurang elastik) daripada

multiparitas. Uterus yang telah melahirkan banyak anak (grandemulti)

cenderung bekerja tidak efisien dalam persalinan (Cunningham, 2009).

Menurut penelitian Abdullah (2012) Paritas kedua dan ketiga

22
merupakan keadaan yang relatif lebih aman untuk hamil dan

melahirkan pada masa reproduktif, karena pada keadaan tersebut

dinding uterus belum banyak mengalami perubahan, dan serviks

belum terlalu sering mengalami pembukaan sehingga dapat

menyanggah selaput ketuban dengan baik (Varney, 2010). Ibu yang

telah melahirkan beberapa kali lebih berisiko mengalami KPD, oleh

karena vaskularisasi pada uterus mengalami gangguan yang

mengakibatkan jaringan ikat selaput ketuban mudah rapuh dan

akhirnya pecah spontan (Cunningham. 2009).

c. Umur

Adalah umur individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai

saatberulang tahun. Semakin cukup umur,tingkat kematangan dan

kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja

(Santoso, 2013). Dengan bertambahnya umur seseorang maka

kematangan dalam berfikir semakin baik sehingga akan termotivasi

dalam pemeriksaan kehamilam untuk mecegah komplikasi pada masa

persalinan. Menurut Mundi (2007) umur dibagi menjadi 3 kriteria

yaitu < 20 tahun, 20-35 tahun dan > 35 tahun. Usia reproduksi yang

aman untuk kehamilan dan persalinan yaitu usia 20-35 tahun

(Winkjosastro, 2011).

Pada usia ini alat kandungan telah matang dan siap untuk dibuahi,

kehamilan yang terjadi pada usia < 20 tahun atau terlalu muda sering

menyebabkan komplikasi/ penyulit bagi ibu dan janin, hal ini

disebabkan belum matangnya alat reproduksi untuk hamil, dimana

23
rahim belum bisa menahan kehamilan dengan baik, selaput ketuban

belum matang dan mudah mengalami robekan sehingga dapat

menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Sedangkan pada usia

yang terlalu tua atau > 35 tahun memiliki resiko kesehatan bagi ibu

dan bayinya (Winkjosastro, 2011). Keadaan ini terjadi karena otot-otot

dasar panggul tidak elastis lagi sehingga mudah terjadi penyulit

kehamilan dan persalinan. Salah satunya adalah perut ibu yang

menggantung dan serviks mudah berdilatasi sehingga dapat

menyebabkan pembukaan serviks terlalu dini yang menyebabkan

terjadinya ketuban pecah dini.

Cunningham et all (2009) yang menyatakan bahwa sejalan dengan

bertambahnya usia maka akan terjadi penurunan kemampuan organ –

organ reproduksi untuk menjalankan fungsinya, keadaan ini juga

mempengaruhi proses embryogenesis, kualitas sel telur juga semakin

menurun, itu sebabnya kehamilan pada usia lanjut berisiko terhadap

perkembangan yang janin tidak normal, kelainan bawaan, dan juga

kondisi – kondisi lain yang mungkin mengganggu kehamilan dan

persalinan seperti kelahiran dengan ketuban pecah dini. Hal ini sesuai

dengan hasil penelitian Kurniawati (2012) yang membuktikan bahwa

umur ibu < 20 tahun organ reproduksi belum berfungsi secara optimal

yang akan mempengaruhi pembentukan selaput ketuban menjadi

abnormal. Ibu yang hamil pada umur >35 tahun juga merupakan faktor

predisposisi terjadinya ketuban pecah dini karena pada usia ini sudah

terjadi penurunan kemampuan organ-organ reproduksi untuk

menjalankan fungsinya, keadaan ini juga mempengaruhi proses

24
embryogenesis sehingga pembentukan selaput lebih tipis yang

memudahkan untuk pecah sebelum waktunya.

d. Riwayat Ketuban Pecah Dini

Riwayat KPD sebelumnya berisiko 2-4 kali mengalami KPD

kembali. Patogenesis terjadinya KPD secara singkat ialah akibat

adanya penurunan kandungan kolagen dalam membran sehingga

memicu terjadinya KPD aterm dan KPD preterm terutama pada pasien

risiko tinggi. Wanita yang mengalami KPD pada kehamilan atau

menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya akan lebih

berisiko mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari pada wanita yang

tidak mengalami KPD sebelumnya, karena komposisi membran yang

menjadi mudah rapuh dan kandungan kolagen yang semakin menurun

pada kehamilan berikutnya (Cunningham, 2009).

Menurut penelitian Utomo (2013) Riwayat kejadian KPD

sebelumnya menunjukkan bahwa wanita yang telah melahirkan

beberapa kali dan mengalami KPD pada kehamilan sebelumnya

diyakini lebih berisiko akan mengalami KPD pada kehamilan

berikutnya, hal ini dikemukakan oleh Cunningham et all (2006).

Keadaan yang dapat mengganggu kesehatan ibu dan janin dalam

kandungan juga juga dapat meningkatkan resiko kelahiran dengan

ketuban pecah dini. Preeklampsia/ eklampsia pada ibu hamil

mempunyai pengaruh langsung terhadap kualitas dan keadaan janin

karena terjadi penurunan darah ke plasenta yang mengakibatkan janin

kekurangan nutrisi.

25
e. Usia Kehamilan

Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung

pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal,

persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas

janin, meningkatnya insiden Sectio Caesaria, atau gagalnya persalinan

normal. Persalinan prematur setelah ketuban pecah biasanya segera

disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan.

Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban

pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24

jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi

dalam1minggu. Usia kehamilan pada saat kelahiran merupakan satu –

satunya alat ukur kesehatan janin yang paling bermanfaat dan waktu

kelahiran sering ditentukan dengan pengkajian usia kehamilan.

Pada tahap kehamilan lebih lanjut, pengetahuan yang jelas tentang

usia kehamilan mungkin sangat penting karena dapat timbul sejumlah

penyulit kehamilan yang penanganannya bergantung pada usia janin.

Periode waktu dari KPD sampai kelahiran berbanding terbalik dengan

usia kehamilan saat ketuban pecah. Jika ketuban pecah trimester III

hanya diperlukan beberapa hari saja hingga kelahiran terjadi dibanding

dengan trimester II. Makin muda kehamilan, antar terminasi kehamilan

banyak diperlukan waktu untuk mempertahankan hingga janin lebih

matur. Semakin lama menunggu, kemungkinan infeksi akan semakin

besar dan membahayakan janin serta situasi maternal (Astuti, 2012).

26
f. Cephalopelvic Disproportion(CPD)

Keadaan panggul merupakan faktor penting dalam kelangsungan

persalinan, tetapi yang tidak kurang penting ialah hubungan antara

kepala janin dengan panggul ibu. Partus lama yang sering kali disertai

pecahnya ketuban pada pembukaan kecil, dapat menimbul dehidrasi

serta asdosis, dan infeksi intrapartum. Pengukuran panggul

(pelvimetri) merupakan cara pemeriksaan yang penting untuk

mendapat keterangan lebih banyak tentang keadaan panggul

(Prawirohardjo, 2011).

4. Patofisiologi Ketuban Pecah Dini

Menurut Manuaba (2009) mekanisme terjadinya KPD dimulai

dengan terjadi pembukaan premature serviks, lalu kulit ketuban

mengalami devaskularisasi. Setelah kulit ketuban mengalami

devaskularisasi selanjutnya kulit ketuban mengalami nekrosis sehingga

jaringan ikat yang menyangga ketuban makin berkurang. Melemahnya

daya tahan ketuban dipercepat dengan adanya infeksi yang mengeluarkan

enzim yaitu ensim proteolotik dan kolagenase yang diikuti oleh ketuban

pecah spontan. Menurut Sujiyatini, Muflidah, dan Hidayat (2009)

menjelaskan bahwa KPD biasanya terjadi karena berkurangnya kekuatan

membran dan peningkatan tekanan intra unterine ataupun karena sebab

keduanya. Kemungkinan tekanan intrauterine yang kuat adalah penyebab

dari KPD dan selaput ketuban yang tidak kuat dikarenakan kurangnya

jaringan ikat dan vaskularisasi akan mudah pecah dengan mengeluarkan

air ketuban. Hubungan serviks inkompeten dengan kejadian KPD adalah

27
bahwa cervik yang inkompeten adalah leher rahim yang tidak mempunyai

kelenturan, sehingga tidak kuat menahan kehamilan. Selain karena infeksi

dan tekanan intra uterin yang kuat, hubungan sexual pada kehamilam tua

berpengaruh terhadap terjadinya KPD karena pengaruh prostaglandin yang

terdapat dalam sperma dapat menimbulkan kontraksi, tetapi bisa juga

karena faktor trauma saat hubungan seksual. Pada kehamilan ganda dapat

menyebabkan KPD karena uterus meregang berlebihan yang disebabkan

oleh besarnya janin, dua plasenta dan jumlah air ketuban yang lebih

banyak (Oxorn, 2013).

5. Patogenesis KPD

Prawirohardjo (2011), mengatakan Patogenesis KPD berhubungan

denganhal – hal berikut:

a. Adanya hipermotilitis rahim yang sudah lama terjadi sebelum

ketubanpecah dini. Penyakit-penyakit seperti pielonefritis, sistitis,

sevisitis, danvaginitis terdapat bersama – sama dengan hipermotilitas

rahim ini.

b. Selaput ketuban terlalu tipis (kelainan ketuban)

c. Infeksi (amnionitis atau koroamnionnitis)

d. Faktor – faktor lain yang merupakan predisposisi ialah multifara,

malposisi, servik inkompeten dan lain – lain.

e. Ketuban pecah dini artificial (amniotomi), di mana berisi ketuban

dipecahkan terlalu dini.

28
6. Cara Menentukan KPD

Menurut Prawirohardjo (2011) cara menentukan terjadinya KPD dengan :

a. Memeriksa adanya cairan yang berisi mekoneum, verniks

kaseosa,rambutlanugo atau bila telah terinfeksi berbau.

b. Inspekulo: lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari

kanalis serviks dan apakah adabagian yang sudah pecah.

c. Gunakan kertas lakmus (litmus) : bila menjadibiru (basa) berarti air

ketuban, bila menjadi merah (merah) berarti air kemih (urine).

d. Pemeriksaan pH forniks posterior pada KPD pH adalah basa (air

ketuban).

e. Pemeriksaan histopatologi air ketuban.

7. Pengaruh KPD

Pengaruh KPD menurut Prawirohardjo (2011) yaitu:

a. Terhadap janin

Walaupun ibu belum menunjukan gejala-gejala infeksi tetapi janin

mungkin sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu

terjadi (aminionitis, vaskulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan,

jadikan meninggikan mortalitas dan mobiditas perinatal. Dampak yang

ditimbulkan pada janin meliputi prematuritas, infeksi, mal presentasi,

prolaps tali pusat dan mortalitas perinatal.

b. Terhadap ibu

Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartum,apa

lagi terlalu sering diperiksa dalam, selain itu juga dapat dijumpai

infeksi peupuralis (nifas), peritonitis dan seftikamia, serta dry-labor.

29
Ibu akan merasa lelah karena terbaring ditempat tidur, partus akan

menjadi lama maka suhu tubuh naik, nadi cepat dan nampaklah gejala-

gejala infeksi. Hal – hal di atas akan meninggikan angka kematian dan

angka morbiditas pada ibu. Dampak yang ditimbulkan pada ibu yaitu

partus lama, perdarahan post partum, atonia uteri, infeksi nifas.

8. Prognosis

Prognosis ketuban pecah dini ditentukan oleh cara penatalaksanaan dan

komplikasi – komplikasi dari kehamilan (Mochtar, 2011). Prognosis untuk

janin tergantung pada :

a. Maturitas janin: bayi yang beratnya di bawah 2500 gram mempunyai

prognosis yang lebih jelek dibanding bayi lebih besar.

b. Presentasi: presentasi bokong menunjukkan prognosis yang jelek,

khususnya kalau bayinya premature.

c. Infeksi intra uterin meningkat mortalitas janin.

d. Semakin lama kehamilan berlangsung dengan ketuban pecah,

semakintinggi insiden infeksi.

9. Komplikasi

Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung

pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal,

persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin,

meningkatnya insiden SC, atau gagalnya persalinan normal (Mochtar,

2011). Persalinan Prematur Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul

oleh persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan

aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan

30
antara 28 – 34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan

kurang dari 26minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu (Mochtar,

2011).Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini.

Pada ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia,

pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin

terinfeksi. Pada ketuban pecah dini premature, infeksi lebih sering dari

pada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada KPD meningkat

sebanding dengan lamanya periode laten (Mochtar, 2011).

Pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat

hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya

gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban,

janin semakin gawat. Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini

menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan

kompresi muka dananggota badan janin, serta hipoplasi pulmonal

(Mochtar, 2011).

10. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala ketuban pecah dini yang terjadi adalah keluarnya cairan

ketuban merembes melalui vagina, aroma ketuban berbau amis dan tidak

berbau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes,

dengan ciri pucat dan bergaris warna darah, cairan ini tidak akan berhenti

atau kering kerana tersu diproduksi sampai kelahiran tetapi bila anda

duduk atau berdiri kepala janin yang sudah terletak dibawah biasanya

mengganjal. Kebocoran untuk sementara, demam, bercak vagina yang

31
banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat, merupakan

tanda infeksi yangterjadi (Nugroho, 2012).

11. Penatalaksanaan

Menurut Abadi (2008) membagi penatalaksanaan ketuban pecah dini pada

kehamilan aterm, kehamilan pretem, ketuban pecah dini yang dilakukan

induksi, dan ketuban pecah dini yang sudah inpartu.

a. Ketuban pecah dengan kehamilan aterm

Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm yaitu : diberi

antibiotika,Observasi suhu rektal tidak meningkat, ditunggu 24 jam,

bila belum ada tanda – tanda inpartu dilakukan terminasi. Bila saat

datang sudah lebih dari24 jam, tidak ada tanda-tanda inpartu dilakukan

terminasi.

b. Ketuban pecah dini dengan kehamilan prematur

Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm yaitu :

1) EFW (Estimate Fetal Weight) < 1500 gram yaitu pemberian

Ampicilin 1 gram/ hari tiap 6 jam, IM/ IV selama 2 hari dangen

tamycine 60-80 mg tiap 8-12 jam sehari selama 2 hari, pemberian

Kortikosteroid untuk merangsang maturasi paru (betamethasone

12mg, IV, 2x selang 24 jam), melakukan Observasi 2x24 jam kalau

belum inpartu segera terminasi, melakukan Observasi suhu rektal

tiap3 jam bila ada kecenderungan meningkat > 37,6°C segera

terminasi.

2) EFW (Estimate Fetal Weight) > 1500 gram yaitu melakukan

Observasi 2x24 jam, melakukan Observasi suhu rectal tiap 3 jam,

32
Pemberian antibiotika/ kortikosteroid, pemberian Ampicilline

1gram/hari tiap 6 jam, IM/IV selama 2 hari dan Gentamycine 60-

80 mgtiap 8-12 jam sehari selama 2 hari, pemberian Kortikosteroid

untuk merangsang meturasi paru (betamethasone 12 mg, IV, 2x

selang 24jam), melakukan VT selama observasi tidak dilakukan,

kecuali adahis/ inpartu, Bila suhu rektal meningkat >37,6°C segera

terminasi. Bila 2x24 jam cairan tidak keluar, USG: bagaimana

jumlah air ketuban: Bila jumlah air ketuban cukup, kehamilan

dilanjutkan, perawatan ruangan sampai dengan 5 hari, Bila jumlah

air ketuban minimal segeraterminasi. Bila 2x24 jam cairan ketuban

masih tetap keluar segera terminasi, Bila konservatif sebelum

pulang penderita diberi nasehat :Segera kembali ke RS bila ada

tanda-tanda demam atau keluar cairanlagi, Tidak boleh coitus,

Tidak boleh manipulasi digital.

C. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas klien

Biasanya biodata klien berisi tentang : Nama, Umur, Pendidikan,

Pekerjaan, Suku, Agama, Alamat, No. Medical Record, Nama Suami,

Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku, Agama, Alamat, Tanggal

Pengkajian.

b. Alasan masuk

Biasanya keluar cairan warna putih, keruh, jernih, kuning, hijau /

kecoklatan sedikit / banyak

33
c. Data kesehatan umum

a) Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya klien mengeluh keluarnya cairan ketuban merembes

melalui vagina, aroma air ketuban berbau amis. Demam, bercak

vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah

cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi

b) Riwayat kesehatan dahulu

Biasanya klien mempunyai riwayat pekerjaan yang berat,

multigravida, umur ≥ 35 tahun atau ≤ 20 tahun, mempunyai riwayat

ketuban pecah dini, usia kehamilan.

c) Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya tidak ada keluarga yang menderita pnyakit yang sama

klien

d) Riwayat kehamilan dan persalinan dahulu

Biasanya pada kehamilan sebelumnya klien juga mengalami

ketuban pecah dini

e) Riwayat kehamilan saat ini

Biasanya klien rutin memeriksakan kehamilannya

f) Riwayat persalinan

Biasanya klien dulunya juga melakukan operasi ceasehar

g) Riwayat ginekologi

Biasanya klien tidak ada mengalami masalah tentang kehamilanya

34
h) Riwayat haid

Biasanya umur menarche pertama kali, lama haid, jumlah darah

yang keluar, konsistensi, siklus haid, hari pertama haid dan

terakhir, perkiraan tanggal partus

i) Riwayat Perkawinan

Biasanya berisikan kehamilan ini merupakan hasil pernikahan ke

berapa? Apakah perkawinan sah atau tidak, atau tidak direstui

dengan orang tua ?

d. Data umum kesehatan saat ini

a) kesadaran : biasanya compass mentis

b) BB / TB : biasanya berat badan meningkat

c) Tanda-tanda vital

1) tekanan darah : biasanya normal

2) nadi : biasanya meningkat

3) pernafasan : biasanya normal

4) suhu : biasanya meningkat

d) Kepala

Biasanya kepala bersi tidak ada ketombe

e) Leher

Biasanya tidak ada pembesaran kelenjer toroid dan getah bening

f) Mata

Biasanya simetris, tidak anemis tidak ikterik

35
g) Telinga

Biasanya bentuk telingga simetris atau tidak, bagaimana

kebersihanya, adakah cairan yang keluar dari telinga.

h) Hidung

Biasanya simetris kiri-kanan tidak ada serumen, tidak ada polip

i) Dada

Biasanya terdapat adanya pembesaran payudara, adanya

hiperpigmentasi areola mamae dan papila mamae, biasanya asi

lancar

j) Abdomen

Biasanya pada klien nifas abdomen kendor kadang-kadang striae

masih terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari dibawa pusat

k) Perineun dan genital

Biasanya bersi tidak ada varises, tidak ada hematoma

l) Eliminasi

Biasanya tidak ada mengalami kesulitas BAB dan BAK

m) Ekstremitas

Biasanya tidak ada oedema, tidak ada varises,

n) Istirahat dan tidur

Biasanya klien dengan KPD mengalami nyeri pada daerah

pinggang sehingga pola tidur klien menjadi terganggu, apakah

mudah terganggu dengan suara-suara, posisi saat tidur (penekanan

pada perineum)

36
o) Mobilisasi dan latihan

Biasanya klien sulit untuk melakukan mobilisasi karena nyeri post

op.

p) Nutrisi dan cairan

Biasanya pada umum nya klien dengan KPD mengalami

penurunan nafsu makan, frekuensi minum klien juga mengalami

penurunan

q) Keadaaan mental

Biasanya klien senang dengan kelahiran anaknya

r) Kemampuan menyusui

Biasanya klien mampu untuk menyusui anaknya.

2. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (prosedur bedah)

2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive

3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber

informasi Penyakit

37
3. Intervensi

no diagnosa NOC NIC


1 Nyeri akut  Pain Level, Pain Management
berhubungan  Pain control,  Lakukan pengkajian
dengan agen  Comfort level nyeri secara
cidera fisik  Mampu mengontrol nyeri komprehensif
(tahu penyebab nyeri, termasuk lokasi,
mampu menggunakan karakteristik, durasi,
tehnik nonfarmakologi frekuensi, kualitas
untuk mengurangi nyeri, dan faktor presipitasi
mencari bantuan)  Observasi reaksi
 Melaporkan bahwa nyeri nonverbal dari
berkurang dengan ketidaknyamanan
menggunakan manajemen  Gunakan teknik
nyeri komunikasi terapeutik
 Mampu mengenali nyeri untuk mengetahui
(skala, intensitas, frekuensi pengalaman nyeri
dan tanda nyeri) pasien
 Menyatakan rasa nyaman  Kaji kultur yang
setelah nyeri berkurang mempengaruhi respon
 Tanda vital dalam rentang nyeri
normal  Evaluasi pengalaman
nyeri masa lampau
 Evaluasi bersama
pasien dan tim
kesehatan lain tentang
ketidakefektifan
kontrol nyeri masa
lampau
 Bantu pasien dan
keluarga untuk

38
mencari dan
menemukan
dukungan
 Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
 Kurangi faktor
presipitasi nyeri
 Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
 Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk
menentukan
intervensi
 Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi
 Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
 Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan
dokter jika ada
keluhan dan tindakan

39
nyeri tidak berhasil
 Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri

Analgesic Administration
 Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
 Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari
satu
 Tentukan pilihan
analgesik tergantung
tipe dan beratnya
nyeri
 Tentukan analgesik
pilihan, rute
pemberian, dan dosis
optimal
 Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri

40
secara teratur
 Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
 Berikan analgesik
tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)
2 Resiko  Immune Status Infection Control
infeksi  Knowledge : Infection (Kontrol infeksi)
berhungan control  Bersihkan lingkungan
dengan  Risk control setelah dipakai pasien
prosedur  Klien bebas dari tanda lain
invasif dan gejala infeksi  Pertahankan teknik
 Mendeskripsikan proses isolasi
penularan penyakit,  Batasi pengunjung
factor yang bila perlu
mempengaruhi penularan  Instruksikan pada
serta penatalaksanaannya, pengunjung untuk
 Menunjukkan mencuci tangan saat
kemampuan untuk berkunjung dan
mencegah timbulnya setelah berkunjung
infeksiJumlah leukosit meninggalkan pasien
dalam batas normal  Gunakan sabun
 Menunjukkan perilaku antimikrobia untuk
hidup sehat cuci tangan
 Cuci tangan setiap
sebelum dan sesudah
tindakan kperawtan

41
 Gunakan baju, sarung
tangan sebagai alat
pelindung
 Pertahankan
lingkungan aseptik
selama pemasangan
alat
 Ganti letak IV perifer
dan line central dan
dressing sesuai
dengan petunjuk
umum
 Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
 Tingktkan intake
nutrisi
 Berikan terapi
antibiotik bila perlu
 Infection Protection
(Proteksi Terhadap
Infeksi)
 Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan lokal
 Monitor hitung
granulosit, WBC
 Monitor kerentanan
terhadap infeksi
 Batasi pengunjung

42
 Saring pengunjung
terhadap penyakit
menular
 Partahankan teknik
aspesis pada pasien
yang beresiko
 Pertahankan teknik
isolasi k/p
 Berikan perawatan
kuliat pada area
epidema
 Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Ispeksi kondisi luka /
insisi bedah
 Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
 Dorong masukan
cairan
 Dorong istirahat

3 Kurang  Knowledge increase  Kaji kesiapan dan


pengetahuan 1. Mampu menjelaskan motivasi klien untuk
berhungan patologi penyakit belajar. Bantu klien /
dengan tidak pasangan dalam
mengenal mengidentifikasi
sumber kebutuhan-kebutuhan
informasi  Berikan rencana
penyakit penyuluhan tertulis

43
dengan menggunakan
format yang
standarisasi atau
ceklis,dokumentasi
informasi yang
diberikan dan respon
klien.
 Berikan informasi
yang berhubungan
dengan perubahan
fisiologis dan
psikologis yang
normal berkenaan
dengan kelahiran
sesar dan kebutuhan
berkenaan dengan
periode pascapartum
 Diskusikan rencana-
rencana untuk
penatalaksanaan
dirumah : membantu
pekerjaan rumah,
susunan fisik
rumah,pengaturan
tidur bayi.
 Berikan atau
kuatkan informasi
yang berhubungan
dengan pemeriksaan
pascapartum lanjutan.

44
D. Implementasi

Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai

tujuan yang spesifik( Nursalam,2001).

Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan berguna

untuk memenuhi kebutuhan klien mencapai tujuan yang diharapkan secara

optimal.

Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang

lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.

Dokumentasi tindakan keperawatan ini berguna untuk komunikasi antar tim

kesehatan sehingga memungkinkan pemberian tindakan keperawatan yang

berkesinambungan.

E. Evaluasi

Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf

keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan

untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker,

2011).

45
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian

1. Identitas klien

Nama : Ny.A

Umur : 28 tahun

Pekerjaan : IRT

Alamat : Banda Luruih

No.MR : 100062006

Tanggal masuk : 20-1-2019

2. Alasan masuk

Klien seorang perempuan usia 28 tahun dengan G1P0A0H0 masuk

tanggal 20 Januari 2019, klien mengeluhkan air ketuban keluar berwarna

coklat pada tangga 20-1-2019.lalu dibawa keklinik tempat biasa klien

kontrol karena takut ada masalah pada kehamilannya sesampai di klinik

klien diperiksa lalu klien dirujuk ke rumah sakit RSUD dr Rasidin Padang,

sesampai di IGD air ketuban berubah warna menjadi kehijauan dan klien

di anjurkan untuk operasi caesare.

3. Data kesehatan umum

a. Riwayat kesehatan sekarang

pada saat pengkajian tanggal 21-1-2019 klien mengatakan nyeri pada

luka post operasi, klien mengatakan nyeri seperti mendenyut denyut,

nyeri 1-5 menit, nyeri terasa hilang timbul, nyeri timbul jika

46
melakukan aktivitas seprti berpindah posisi(miring kanan dan kiri)

dengan skala nyeri 6. Klien juga mengatakan cemas dengan bekas

operasinya, klien mengatakan baru pertama kali operasi, klien tampak

cemas, gerakan klien tampak kaku, klien mengatakan susah bergerak

karena nyeri yang dirasakan, klien mengatakan semua aktivitas dibantu

oleh keluarga dan perawat. Klien tampak berbaring di tempat tidur,

klien hanya bergerak miring kanan dan kiri, aktivitas klien dibantu

oleh keluarga.

b. Riwayat kesehatan dahulu

Klien mengatakan klien ada mengontrol kandungannya, klien

mengatakan tidak ada permasalahan

c. Riwayat kesehatan keluarga

Klien mengatakan ada keluarga yang menderita penyakit hipertensi

d. Riwayat kehamilan dan persalinan

Klien mengatakan tidak ada riwayat hamil atau persalinan sebelumnya

kaarena klien baru pertama melahirkan.

a. Riwayat kehamilan saat ini

1) Klien mengatakan memeriksa kehamilan 8 kali

2) Maslah kehamilan tidak ada

b. Riwayat persalinan

1) Jenis persalinan yaitu sectio caesaria pada tanggal 20-1-2019

2) Jenis kelamin bayi perempuan dengan BB/PB 2600gram/48cm

3) Perdarahan ada tetapi dalam batas normal

47
4) Masalah dalam persalinan: air ketuban bewarna coklat dan

setelah itu warna ketuban bewarna kehijauan

c. Riwayat ginekologi

1) Tidak ada masalah ginekologi

2) Tidak ada riwayat keluarga berencana dan belum ada rencna

untuk keluarga berencana

d. Riwayat menstruasi

1) Usia menarche klien mengatakan pada usia 12 tahun

2) Jumlah perdarahan 2-3 ganti pembalut

3) Lamanya haid 5 hari

4. Data umum kesehatan saat ini

a) Status obstetri G0 P1 A0 H1

b) Keadaan umum baik dengan kesadaran compos mentis, BB 63kg/TB

154 cm

c) Tanda tanda vital:

1) TD: 110/70 mmhg

2) Suhu 36,7 c

3) Pernafasan 20x/i

4) Nadi 83x/i

d) kepala leher

1) Kepala: bersih tidak ada benjolan, tidak ada lesi, rambut hitam

2) Mata: simetris, pupil isikor, sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak

anemis

48
3) Hidung : simetris tidak ada polip, tidak ada pernafasan cupping

hidung

4) Mulut: normal, bersih tidak ada caries

5) Telinga: normal, tidak ada serumen

6) Leher: normal, tidak ada pembesaran kelnjar limfe dan tiroid

tidak ada masalah khusus

e) Dada

1) Jantung: normal

2) Paru: normal

3) Payudara:

inspeksi: areola mengalami hiperpigmentasi, simetris kiri dan

kanan

4) pengeluaran ASI: ada

5) Putting susu:

inspeksi : putting susu menonjol di kedua mamae

palpasi: kolostrum ada tidak ada masalah khusus

f) Abdomen

1) Involusi uteru

Inspeksi : linea nigra ada terlihat, striae ada

Auskultasi : bising usus 15x/i

Palpasi : fundus uteri teraba 2 jari dibawah pusat

g) perineum dan genital

1) Perinium utuh

tidak ada tanda REEDA

49
2) Kebersihan klien mengatakan cukup mrnjaga kebersihan

3) Lochea

jenis/warna: rubra warna merah muda

konsistensi cair

bau : tidak berbau

tidak ada maslah khusus

4) Hemoroid tidak ada

h) Eliminasi

1) klien mengatakan tidak ada kesulitan BAK

2) klen mengatakan tidak ada kesulitan BAB

tidak ada maslah khusus

i) Ekstremitas

1) Ekstremitas atas:

inspeksi:lengan klien sebelah kanan terpasang infus, tidak oedema

palpasi:varises tidak ada

2) Ekstremitas bawah

inspeksi tidak ada oedema

palpasi: varises tidak ada

tidak ada masalah khusus

j) Istirahat dan kenyamanan

1) Pola tidur: klien mengatakan biasanya lama tidur 7-8 jam pada

malam hari, 1-2 jam pada siang hari

pola tidur saat ini klien mngatakan klien tidur 6-7 jam

50
2) Keluhan ketidaknyamanan nyeri pada luka pos operasi di

abdomen, nyeri hilang timbul

k) Mobilisasi dan latihan

1) Tingkat mobilisasi baik , klien ada melakukan miring kanan dan

kiri

2) Latihan/senan: klien mengatakan tidak ada mengikuti senam

tidak ada masalah khusus

l) Nutrisi dan cairan

1) Asupan nutrisi:klien mendapatkan diit dari rumah sakit, nafsu

makan baik

2) Asupan cairan: klien minum air putih

tidak ada masalah

DAFTAR MENU 24 JAM

Waktu Jenis makanan Jumlah

Pagi Nasi, lauk pauk, sayuran 1 porsi

Siang Nasi, lauk pauk, sayuran 1 porsi

Malam Nasi, lauk pauk, sayuran 1 porsi

m) Keadaan mental

1) Adaptasi psikologis baik

2) Penerimaan terhadap keadaan sekarang: klien mengatakan senang

dengan kelahiran putri pertamanya

3) Tidak ada maslah khusus

n) Kemampuan menyusui

Klien mengatakan sudah mulai menyusui bayinya

51
o) Obat-obatan yang dikonsumsi

- Ceftriaxone 2gr (IV) 2x1

- Dexa 2 amp (IV) 1x1

- Antalgin 3x1 tab

- vit c 2x1 tab

-sf 2x1 tab

B. Analisa data

No Data penunjang masalah Etologi

1. DS: Nyeri akut Agen pencidera

- Klien mengatakan fisik

nyeri pada luka pos

operasi

- Klien mengatakan

nyeri seperti

berdenyut denyut

- Klien mengatakan

nyeri terasa hilang

timbul

- Klien mengatakan

nyeri 1-5 mnit

Do:

- Sakla nyeri 6

- Klien tampak

52
meringis

- Klien miring kiri dan

kanan tampak berhati-

hati

- Klien tampak sedikit

gelisah

2. DS Ansietas Status kesehatan

- Klien mengatakan

cemas dengan bekas

operasinya

- Klien mengatakan

baru pertama kali

melakukan operasi

DO

- Pasien tampak cemas

- Gerakan klien tampak

kaku

- TD: 110/70 mmhg

- N: 85 x/i

- P : 20x/i

- S : 36,7 c

53
3. DS: Hambatan Nyeri

- Pasien mengatakan mobilitas fisik

susah bergerak karena

nyeri yang dirasakan

- Pasien mengatakan

semua aktivitas

dibantu keluarga dan

perawat

DO :

- Pasien tampak

terbaring di tempat

tidur

- Pasien hanya bergerak

miring kiri dan kanan

- Pasien dibantu oleh

leuarga utk

aktivitasnya

54
C. Intervensi keperawatan

Diagnosa
No Noc Nic
keperawatan

1. Nyeri akut b.d Kontrol nyeri Manajemen nyeri

agen pencidera Indikator: 1. Lakukan pengkajian

fisik - Mampu mengontrol nyeri secara

nyeri komprehensif

- Melaporkan bahwa 2. Observasi reaksi non

nyeri berkurang verbal dari

- Mampu mengenali ketidaknyamanan

nyeri 3. Kontrol lingkungan

- Tanda tanda vital yang dapat

dalam rentang mempengaruhi nyeri

normal seprti suhu ruangan,

pencegahan

kebisingan

4. Anjarkan teknik non

farmakologi

5. Tingkatkan istirahat

6. Pantau TTV

Analgetic administrasion

1. Tentukan lokasi,

karakteristik, kualitas,

55
nyeri sebelum

pemberian obat

2. Cek instruksi dokter

tentang jenis obat,

dosis, dan frekuensi

3. Cek riwayat alergi

4. Pilih analgesik yang

diperlukan

5. Monitor TTV sebelum

dan sesudah

pemberian analgesik

pertama kali

2. Ansietas b.d Kontrol kecemasan Pengurangan kecemasan

status Indikator: 1. Gunakan pendekatan

kesehatan - Mampu yang tenag dan

mengidentifikasi dan meyakinkan

mengungkapkan 2. Jelaskan semua

kecemasan prosedur dan sensasi

- Mengurang yang dirasakan

rangsangan 3. Berikan informasi

lingkungan ketika faktual terkait

cemas diagnosis, perawatan

- Menunjukan teknik dan prognosis

relaksasi untuk

56
mengurangi 4. Berada disisi klien

kecemasan untuk meningkatkan

- Mempertahankan rasa aman dan

tidur adekuat mengurangi

- Tanda-tanda vital ketakutan

dalam batas normal 5. Dorong aktivitas

yang tidak

kompotitif secara

tepat

6. Identifikasi pada

saat terjadi

perubahan tingkat

kecemasan

7. Kaji untuk tanda dan

verbal dan non

verbal kecemasan

Terapi relaksasi

1. Gambarkan

rasionalisasi dan

manfaat relaksasi

serta jenis relaksasi

2. Dorong klien untuk

mengambil posisi

yang nyaman

57
dengan dengan

pakaian longgar dan

mata tertutup

3. Minta klien untuk

rileks dan merasakan

sensasi yang terjadi

4. Gunakan rlaksasi

sebagai strategi

tambahan dengan

penggunaan obat-

obatan nyeri atau

sejalan dengan terapi

lainnya

3. Hambatan Pergerakan Terapi latihan: ambulasi

mobilitas fisik Indikator: Aktivitas-aktivitas:

b.d nyeri - Keseimbangan 1. Tentukan kemampuan

- Cara berjalan pasien untuk

- Gerakan otot berpartisipasi dalam

- Berjalan kegiatan- kegiatan

- Bergerak dengan yang membutuhkan

mudah keseimbangan

2. Berikan kesempatan

untuk mendiskusikan

58
faktor-faktor yang

mempengaruhi

ketakukan akan jatuh

3. Instruksikan pasien

untuk melakukan

latihan keseimbangan

4. Sesuaikan lingkungan

untuk memfaslitasi

konsentrasi

5. Bantu pasien untuk

berdiri (atau duduk)

dan menghayun tubuh

tubuh dari sisi ke sisi

untuk menstimulasi

mekanisme

keseimbngan

6. Monitor respon pasien

pada latihan

keseimbangan

59
D. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

No Hari No implementasi Hari Evaluasi Ttd


/tgl/jam diagno /tgl/jam
sa
1 Senin/ 1 1. Melakukan pengkajian nyeri secara Senin/ S:

21-1- komprehensif 21-1- - Klien mengatakan masih nyeri pada luka

2019 2. Mengobservasi reasi non verbal 2019 post op

dariketidaknyamanan - Klien mengatakan nyeri hilang timbul

3. Mengontrol lingkungan yang dapat - Klien mengatakan nyeri seperti berdenyut-

mempengaruhi nyeri denyut

4. Mengajarkan teknik non farmakologi O:

5. Meningkatkan istirahat - Skala nyeri 5

6. Memantau TTV - Klien tampak meringis

- TD: 120/80 mmhg

- Nadi 87x/i

60
- P 20x/i

- S 36,7 c

A: nyeri akut belum terasi

P: intervensi dilanjutkan

1. Melakukan pengkajian nyeri secara

komprehensif

2. Mengobservasi reasi non verbal dari

ketidaknyamanan

3. Mengontrol lingkungan yang dapat

mempengaruhi nyeri

4. Mengajarkan teknik non farmakologi

5. Meningkatkan istirahat

6. Memantau TTV

61
2 Senin/ 2 8. Menggunakan pendekatan yang tenang Senin/ S:
21-1- 21-1-
2019 dan meyakinkan 2019 - Klien mengatakan cemas dengan keadaan

9. Menjelaskan semua prosedur dan sensasi luka yang klien miliki

yang dirasakan - Klien mengatakan cemas nyeri belum

10. Memberikan informasi faktual terkait berkurang

diagnosis, perawatan dan prognosis O:

11. Berada disisi klien untuk meningkatkan - Klien tampak cemas

rasa aman dan mengurangi ketakutan - Nadi 87x/i

12. Mengidentifikasi pada saat terjadi

perubahan tingkat kecemasan A: ansietas belum teratasi

13. Mengkaji untuk tanda dan verbal dan non P: intervensi dilanjutkan

verbal kecemasan 1. Menggunakan pendekatan yang tenang

dan meyakinkan

2. Menjelaskan semua prosedur dan

62
sensasi yang dirasakan

3. Memberikan informasi faktual terkait

diagnosis, perawatan dan prognosis

4. Berada disisi klien untuk meningkatkan

rasa aman dan mengurangi ketakutan

5. Mengidentifikasi pada saat terjadi

perubahan tingkat kecemasan

6. Mengkaji untuk tanda dan verbal dan

non verbal kecemasan

3. Senin/ 7. Menentukan kemampuan pasien untuk Senin/ S:


21-1- 3 21-1-
2019 berpartisipasi dalam kegiatan- kegiatan 2019 - Klien mengatakan sulit beraktivitas karna

yang membutuhkan keseimbangan nyeri post op

8. Memberikan kesempatan untuk - Klien mengatakan dibantu oleh keluarga dan

mendiskusikan faktor-faktor yang perawat jika beraktivitas

63
mempengaruhi ketakukan akan jatuh O:

9. Menginstruksikan pasien untuk - Klien tampak dibantu saat melakukan

melakukan latihan keseimbangan pergerakan

10. Menyesuaikan lingkungan untuk - ADLs klien dibantu keluarga dan perawat

memfaslitasi konsentrasi A: Hambatan mobilitas fisik belum teratasi

11. Membantu pasien untuk berdiri (atau P: intervensi dilanjutkan

duduk) 1. Menentukan kemampuan pasien untuk

12. Memonitor respon pasien pada latihan berpartisipasi dalam kegiatan- kegiatan

keseimbangan yang membutuhkan keseimbangan

2. Memberikan kesempatan untuk

mendiskusikan faktor-faktor yang

mempengaruhi ketakukan akan jatuh

3. Menginstruksikan pasien untuk

melakukan latihan keseimbangan

64
4. Menyesuaikan lingkungan untuk

memfaslitasi konsentrasi

5. Membantu pasien untuk berdiri (atau

duduk)

65
No Hari No implementasi Hari Evaluasi
/tgl/jam diagno /tgl/jam
sa
1 Selasa / 1 1. Melakukan pengkajian nyeri secara Selasa / S:

22-1- komprehensif 22-1- - Klien mengatakan masih nyeri pada luka post

2019 2. Mengobservasi reasi non verbal dari 2019 op

ketidaknyamanan - Klien mengatakan nyeri masih hilang timbul

3. Mengontrol lingkungan yang dapat - Klien mengatakan nyeri seperti berdenyut-

mempengaruhi nyeri denyut

4. Mengajarkan teknik non farmakologi - Klien mengatakan nyeri jika melakukan

5. Meningkatkan istirahat pergerakan

6. Memantau TTV
O:

- Skala nyeri 5

- Klien tampak meringis

- TD: 110/70 mmhg

66
- Nadi 85x/i

- P 20x/i

- S 36,5 c

A: nyeri akut belum terasi

P: intervensi dilanjutkan

1. Melakukan pengkajian nyeri secara

komprehensif

2. Mengobservasi reasi non verbal dari

ketidaknyamanan

3. Mengontrol lingkungan yang dapat

mempengaruhi nyeri

4. Mengajarkan teknik non farmakologi

5. Meningkatkan istirahat

6. Memantau TTV

67
2 Selasa / 2 1. Menggunakan pendekatan yang tenang dan Selasa / S:
22-1- 22-1-
2019 meyakinkan 2019 - Klien mengatakan cemas dengan keadaan luka

2. Menjelaskan semua prosedur dan sensasi yang klien miliki

yang dirasakan - Klien mengatakan cemas nyeri belum

3. Memberikan informasi faktual terkait berkurang

diagnosis, perawatan dan prognosis O:

4. Berada disisi klien untuk meningkatkan - Klien tampak cemas

rasa aman dan mengurangi ketakutan - Nadi 85x/i

5. Mengidentifikasi pada saat terjadi A: ansietas belum teratasi

perubahan tingkat kecemasan P: intervensi dilanjutkan

6. Mengkaji untuk tanda dan verbal dan non 1. Memberikan informasi faktual terkait

verbal kecemasan diagnosis, perawatan dan prognosis

2. Berada disisi klien untuk meningkatkan

rasa aman dan mengurangi ketakutan

68
3. Mengidentifikasi pada saat terjadi

perubahan tingkat kecemasan

4. Mengkaji untuk tanda dan verbal dan non

verbal kecemasan

3. Selasa / 6. Menginstruksikan pasien untuk melakukan Selasa / S:


22-1- 3 22-1-
2019 latihan keseimbangan 2019 - Klien mengatakan baru bisa miring kanan dan

7. Menyesuaikan lingkungan untuk kiri

memfaslitasi konsentrasi - Klien mengatakan dibantu oleh keluarga dan

8. Membantu pasien untuk berdiri (atau perawat jika beraktivitas

duduk) dan menghayun tubuh tubuh dari O:

sisi ke sisi untuk menstimulasi mekanisme - Klien tampak miring kanan dan kiri

keseimbngan - ADLs klien dibantu keluarga dan perawat

9. Memonitor respon pasien pada latihan A: Hambatan mobilitas fisik belum teratasi

keseimbangan P: intervensi dilanjutkan

69
1. Menginstruksikan pasien untuk

melakukan latihan keseimbangan

2. Menyesuaikan lingkungan untuk

memfaslitasi konsentrasi

3. Membantu pasien untuk berdiri (atau

duduk)

70
No Hari No implementasi Hari Evaluasi
/tgl/jam
diagno /tgl/jam
sa
1 Rabu / 1 1. Melakukan pengkajian nyeri secara Rabu / S:

23-1- komprehensif 23-1- - Klien mengatakan masih nyeri pada luka post

2019 2. Mengobservasi reasi non verbal 2019 op

dariketidaknyamanan - Klien mengatakan nyeri hilang timbul

3. Mengontrol lingkungan yang dapat - Klien mengatakan nyeri seperti berdenyut-

mempengaruhi nyeri denyut

4. Mengajarkan teknik non farmakologi

5. Meningkatkan istirahat O:

6. Memantau TTV - Skala nyeri 5

- Klien tampak meringis

- TD: 120/70 mmhg

- Nadi 79x/i

71
- P 19x/i

- S 36,6 c

A: nyeri akut belum terasi

P: intervensi dilanjutkan

7. Mengobservasi reasi non verbal dari

ketidaknyamanan

8. Mengajarkan teknik non farmakologi

9. Meningkatkan istirahat

10. Memantau TTV

2 Rabu / 2 1. Menggunakan pendekatan yang tenang dan Rabu / S:


23-1- 23-1-
2019 meyakinkan 2019 - Klien cemas mulai berkurang setelah dijelaskan

2. Menjelaskan semua prosedur dan sensasi prosedur

yang dirasakan - Klien mengatakan masih sedikit cemas karena

3. Memberikan informasi faktual terkait nyeri belum berkurang

72
diagnosis, perawatan dan prognosis O:

4. Berada disisi klien untuk meningkatkan - Cemas klien tampak berkurang

rasa aman dan mengurangi ketakutan - Nadi 79x/i

5. Mengidentifikasi pada saat terjadi A: ansietas belum teratasi

perubahan tingkat kecemasan P: intervensi dilanjutkan

6. Mengkaji untuk tanda dan verbal dan non 1. Memberikan informasi faktual terkait

verbal kecemasan diagnosis, perawatan dan prognosis

7. 2. Berada disisi klien untuk meningkatkan

rasa aman dan mengurangi ketakutan

3. Mengidentifikasi pada saat terjadi

perubahan tingkat kecemasan

4. Mengkaji untuk tanda dan verbal dan non

verbal kecemasan

73
3. Rabu / 1. Menentukan kemampuan pasien untuk Rabu / S:
23-1- 3 23-1-
2019 berpartisipasi dalam kegiatan- kegiatan 2019 - Klien mengatakan sulit beraktivitas karna nyeri

yang membutuhkan keseimbangan post op masih terasa

2. Memberikan kesempatan untuk - Klien mengatakan sudah bisa miring kanan dan

mendiskusikan faktor-faktor yang kiri

mempengaruhi ketakukan akan jatuh - Klien mengatakan sudah berangsur angsur

3. Menginstruksikan pasien untuk melakukan duduk tapi diabntu keluarga

latihan keseimbangan - Klien mengatakan dibantu oleh keluarga dan

4. Menyesuaikan lingkungan untuk perawat jika beraktivitas

memfaslitasi konsentrasi O:

5. Membantu pasien untuk berdiri (atau - Klien sudah tampak bisa miring kanan dan kiri

duduk) dan menghayun tubuh tubuh dari - ADLs klien dibantu keluarga dan perawat

sisi ke sisi untuk menstimulasi mekanisme A: Hambatan mobilitas fisik belum teratasi

keseimbngan P: intervensi dilanjutkan

74
6. Memonitor respon pasien pada latihan 1. Menginstruksikan pasien untuk

keseimbangan melakukan latihan keseimbangan

2. Menyesuaikan lingkungan untuk

memfaslitasi konsentrasi

3. Membantu pasien untuk berdiri (atau

duduk)

4. Memonitor respon pasien pada latihan

keseimbangan

75
BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah dilakukan studi kasus pada Ny. A dengan Ketuban Pecah Dini (KPD)

di Ruangan Rawat Inap Kebidanan RSUD. Dr. Rasidin Padang dari tanggal 21

Januari 2019, penulis masih menemukan kesenjangan antara teori yang telah

dibahas dan kenyataan yang ada. Meskipun ada kesenjangan ini bukan berarti

asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien dengan Ketuban Pecah Dini

(KPD) selama ini mutunya sangat rendah. Dengan adanya perbedaan antara teori

dan kenyataan yang penulis temukan, bukan berarti semua yang ada tidak

mendekati teori sama sekali. Untuk lebih jelasnya akan penulis uraikan satu

persatu sesuai langkah – langkah proses keperawatan yaitu pengkajian,

penegakkan diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi.

A. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan teori dari proses keperawatan,

dari pengkajian ini dapat kita lihat perbedaan kasus dengan teori yaitu :

1. Identitas Klien

Identitas klien diperoleh melalui klien sendiri dan keluarga. Penulis

mendapatkan respon yang baik dari klien dan keluarga, hal ini tidak

terlepas dari pendekatan yang dilakukan terlebih dahulu dengan

komunikasi terapeutik dan rasa empati yang ditunjukkan atas penyakit

yang dialami oleh klien.

2. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat Kesehatan Dahulu

76
Berdasarkan teori yang telah dibahas pada BAB II makalah ini,

Manuaba (2012) indikasi ibu dilakukan Sectio Caesarea adalah ruptur

uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan

indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000

gram. Adapun beberapa faktor Sectio Caesarea diatas dapat diuraikan

beberapa penyebab sectio caesarea ialah CPD (Chepalo Pelvik

Disproportion), PEB (Pre – Eklamsi Berat), KPD (Ketuban Pecah

Dini), bayi kembar, faktor hambatan jalan lahir dan kelainan letak

janin.

Pada kasus yang dibahas pada BAB III didapati data yang tidak

jauh berbeda dengan teori pada Ny. A yaitu klien mengatakan klien

ada mengontrol kandungannya, klien mengatakan dahulu nya

kehamilan klien tidak ada permasalahan.

b. Riwayat Kesehatan Sekarang

Berdasarkan teori persalinan dengan Sectio Caesaria, memerlukan

perawatan yang lebih komprehensif yaitu perawatan post operatif dan

perawatan post partum. Pada pasien dengan Sectio Caesarea menurut

Doenges (2011), ialah nyeri akibat ada luka pembedahan, adanya luka

insisi pada bagian abdomen, fundus uterus kontraksi kuat dan terletak

di umbilicus, aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan

(lokhea tidak banyak), kehilangan darah selama prosedur pembedahan

kira – kira 600 – 800 ml, emosi labil / perubahan emosional dengan

mengekspresikan ketidakmampuan menghadapi situasi baru, biasanya

terpasang kateter urinarius, auskultasi bising usus tidak terdengar atau

77
samar, pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah, status

pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler, pada kelahiran secara SC

tidak direncanakan maka bisanya kurang paham prosedur, bonding dan

Attachment pada anak yang baru dilahirkan. Sedangkan tanda dan

gejala dari Ketuban Pecah Dini (KPD) yang terjadi adalah keluarnya

cairan ketuban merembes melalui vagina, aroma ketuban berbau amis

dan tidak berbau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes

atau menetes dengan ciri pucat dan bergaris warna darah, cairan ini

tidak akan berhenti atau kering kerana terus diproduksi sampai

kelahiran tetapi bila anda duduk atau berdiri kepala janin yang sudah

terletak dibawah biasanya mengganjal. Kebocoran untuk sementara,

demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin

bertambah cepat, merupakan tanda infeksi yang terjadi (Nugroho,

2012).

Pada kasus Ny. A didapati data tidak jauh berbeda dengan teori

diatas yaitu klien mengatakan keluar air ketuban warna coklat lalu

dibawa ke klinik tempat biasa klien kontrol lalu klien dirujuk ke rumah

sakit RSUD dr Rasidin padang, saat di IGD air ketuban berubah warna

menjadi kehijauan dan klien di anjurkan untuk operasi Caesare.

Sedangkan pada saat pengkajian tanggal 21 – 1 – 2019 klien

mengatakan nyeri pada luka post operasi, klien mengatakan nyeri

seperti berdenyut denyut, nyeri 1 – 5 menit, nyeri terasa hilang timbul,

nyeri timbul jika melakukan aktivitas seperti berpindah posisi (miring

kanan dan kiri) dengan skala nyeri 6.

78
c. Riwayat Kesehatan Keluarga

Pada riwayat kesehatan keluarga didapatkan data yang tidak sesuai

dengan teori yaitu tidak ada anggota keluarga yang mempunyai atau

menderita penyakit yang sama dengan klien.

3. Pemeriksaan Fisik

Dari data pemeriksaan fisik yang ditemukan sebagian gejala ada

yang terdapat pada teori dan sebagian lainnya tidak ditemukan (Nugroho,

2012). Pada teori data – data seperti biasanya pada klien nifas abdomennya

kendor kadang – kadang striae masih terasa nyeri. Fundus uteri 3 jari

dibawa pusat tidak ditemukan pada kasus ini.

Dalam pemeriksaan fisik pada klien, penulis menggunakan metode

Head To Toe sesuai dengan teori yang dijelaskan pada BAB II. Karena

dari pemeriksaan tersebut kita lebih menguasai dan banyak mendapatkan

data yang bisa ditetapkan dalam menunjang tanda dan gejala pada

penyakit yang diderita klien. Pada kasus ini didapatkan pemeriksaan fisik

spesifik terutama pada abdomen didapatkan pada data involusi uterus,

fundus uteri 2 jari dibawah pusat, linea nigra ada terlihat, striae ada dan

tidak ada masalah khusus pada Ny. A.

B. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan analisa data, maka penulis mengangkat diagnosa keperawatan,

yaitu:

1. Nyeri akut b.d agen cidera fisik.

Nyeri menurut IASP (International Assosiation for the Study of

Pain adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

79
menyenangkan akibat kerusakan jaringan atau yang cenderung merusak

jaringan atau seperti yang dimaksud dengan kata kerusakan jaringan

(Suza, 2013). Pasien mengalami nyeri karena adanya kerusakan jaringan

yang disebabkan oleh tindakan pembedahan yaitu operasi. Diagnosa ini

dapat diangkat karena adanya data – data yang menunjang yaitu klien

mengatakan klien mengatakan nyeri pada luka pos operasi, klien

mengatakan nyeri seperti berdenyut denyut, klien mengatakan nyeri terasa

hilang timbul, klien mengatakan nyeri 1-5 menit, skala nyeri 6, klien

tampak meringis, klien miring kiri dan kanan tampak berhati – hati dan

klien tampak sedikit gelisah.

2. Ansietas b.d status kesehatan.

Kecemasan merupakan salah satu masalah psikologis yang dialami oleh

pasien setelah dilakukannya tindakan pembedahan. Tindakan operasi atau

pembedahan merupakan pengalaman yang bisa menimbulkan kecemasan.

Kecemasan merupakan perasaan yang paling umum di alami oleh pasien

yang dirawat dirumah sakit, kecemasan yang sering terjadi adalah apabila

pasien yang dirawat di rumah sakit harus mengalami proses pembedahan.

Kecemasan yang tidak teratasi akan berdampak pada lamanya proses

penyembuhan. Tejadimya ansietas atau cemas yaitu karena adanya insisi

atau tindakan pembedahan yang membuat adanya perubahan – perubahan

fisiologis pada tubuh ataupun status kesehatan sehingga menyebabkan

berdampak salah satunya pada sistem kardiovaskulernya yaitu tekanan

darahnya akan tinggi sehingga terjadinya perdarahan pada luka operasi.

Pada wanita efek kecemasan dapat mempengaruhi menstruasinya menjadi

80
lebih banyak. Diagnosa ini di angkat sesuai data – data yang ditemukan

saat pengkajian yaitu klien mengatakan cemas dengan bekas operasinya ,

klien mengatakan baru pertama kali melakukan operasi, pasien tampak

cemas , gerakan klien tampak kaku, TD : 110/70 mmHg, N: 85 x/i, P :

20x/i dan S : 36,7 ºC.

3. Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri.

Terjadinya hambatan mobilitas fisik pada kasus ini dikarenakan terjadinya

kerusakan pada jaringan tubuh yaitu pada abdomen klien sehingga klien

akan merasakan nyeri pada saat beraktivitas dan dapat menyebabkan klien

enggan untuk bergerak ataupun beraktivitas. Diagnosa ini di angkat sesuai

data – data yang ditemukan saat pengkajian yaitu klien mengatakan susah

bergerak karena nyeri yang dirasakan, pasien mengatakan semua aktivitas

dibantu keluarga dan perawat, pasien tampak terbaring di tempat tidur,

pasien hanya bergerak miring kiri dan kanan dan pasien dibantu oleh

leuarga untuk aktivitasnya.

C. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah tindakan yang dirancang untuk membantu

klien dalam beralih dari tingkat kesehatan saat ini ke tingkat yang diinginkan

dalam hasil yang diharapkan sehingga dengan tersusunnya intervensi

keperawatan dengan baik, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan

yang maksimal pada klien dengan penyakit tertentu salah satunya Sectio

Caesare dengan indikasi Ketuban Pecah Dini (KPD).

Pada teori yang dibahas pada BAB II makalah ini, telah ditulis intervensi

keperawatan pada masing – masing diagnosa keperawatan yang mungkin

81
muncul pada klien dengan Sectio Caesare dengan indikasi Ketuban Pecah

Dini (KPD) sehingga dalam mengaplikasikan langsung kepada Ny. A penulis

tidak menemukan perbedaan dalam intervensi keperawatan tersebut, karena

intervensi yang diterapkan telah sesuai dengan pembahasan teori pada BAB II.

D. Implementasi Keperawatan

Dalam melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan Sectio

Caesare dengan indikasi Ketuban Pecah Dini (KPD) di Ruangan Rawat Inap

Kebidanan RSUD. Dr. Rasidin Padang, penulis tidak mengalami masalah atau

hambatan dalam hal pelaksanaannya karena tindakan yang diberikan pada

ruangan tersebut sebelumnya telah mendekati teori yang ada. Sehingga penulis

dapat menyesuaikan tindakannya dengan teori yang telah ada. Serta dengan

alat – alat medis yang menunjang tindakan keperawatan yang maksimal maka

penulis dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan Sectio

Caesare dengan indikasi Ketuban Pecah Dini (KPD).

1. Nyeri akut b.d agen cidera fisik.

Untuk diagnosa keperawatan diatas, penulis sudah melakukan semua

rencana tindakan keperawatan yang telah disusun sebelumnya. Sehingga

didalam penerapan implementasi yang berlandaskan pada intervensi

keperawatan dapat dilakukan secara keseluruhan.

2. Ansietas b.d status kesehatan.

Untuk diagnosa keperawatan diatas, penulis sudah melakukan semua

rencana tindakan keperawatan yang telah disusun sebelumnya. Sehingga

didalam penerapan implementasi yang berlandaskan pada intervensi

keperawatan dapat dilakukan secara keseluruhan.

82
3. Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri.

Untuk diagnosa keperawatan diatas, penulis sudah melakukan semua

rencana tindakan keperawatan yang telah disusun sebelumnya. Sehingga

didalam penerapan implementasi yang berlandaskan pada intervensi

keperawatan dapat dilakukan secara keseluruhan.

E. Evaluasi Keperawatan

Berdasarkan penilaian yang dilakukan, pada dasarnya semua intervensi yang

direncanakan sudah di implementasikan dan terjadi perbaikan sesuai dengan

hasil yang diharapan meskipun demikian, peneliti tetap menganjurkan pasien

untuk mengatur pernafasan dengan melakukan relaksasi napas dalam ketika

klien merasa nyeri.

83
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penerapan proses keperawatan pada salah seorang klien dengan

Sectio Caesare dengan indikasi Ketuban Pecah Dini (KPD) di Ruangan Rawat

Inap RSUD. Dr. Rasidin Padang, dari tanggal 21 Januari 2019 sampai 27

Januari 2019 dapat diambil kesimpulan yaitu :

1. Pengkajian

Pada pengkajian dengan klien Sectio Caesare dengan indikasi Ketuban

Pecah Dini (KPD), data yang dikumpulkan adalah identitas klien, tanda –

tanda vital, riwayat kesehatan (riwayat kesehatan dahulu, riwayat

kesehatan sekarang, riwayat kesehatan keluarga), dan observasi,

pemeriksaan fisik, pola kebiasaan sehari – hari, data sosial ekonomi, data

psikososial dan hasil pemeriksaan laboratorium.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus ini hanya berdasarkan

kondisi dan respon klien, sehingga ada diagnosa keperawatan yang sesuai

dengan tinjauan teoritis dan ada yang tidak sesuai dengan tinjauan teoritis.

Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus ini yaitu :

a. Nyeri akut b.d agen cidera fisik.

b. Ansietas b.d status kesehatan.

c. Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri.

84
3. Intervensi Keperawatan

Intervensi atau rencana tindakan keperawatan pada ketiga diagnosa

keperawatan yang muncul, penulis dapat melakukan semua rencana

tindakan keperawatan tersebut dengan waktu yang tepat.

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan pada kasus ini dapat dilaksanakan oleh penulis

sesuai rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan dan mengacu

pada aktivitas dari intervensi yang direncanakan (NIC).

5. Evaluasi

Evaluasi yang dilakukan penulis telah sesuai dengan implementasi dari 3

implementasi yang telah dilakukan penulis. Evaluasi diagnosa nyeri akut

yang sebagian teratasi dengan mengajarkan pasien dan keluarga untuk

mengatur pola pernafasan dengan tarik nafas dalam, ansietas klien teratasi

dan hambatan mobilitas fisik sudah sebagian teratasi.

B. Saran

1. Bagi Penulis

Agar terus mengembangkan pengetahuan yang telah didapat tentang Sectio

Caesare dengan indikasi Ketuban Pecah Dini (KPD) serta membaginya

kepada orang lain sehingga tindakan pencegahan dan penanganannya

dapat dilakukan secara optimal.

2. Bagi Pasien

Agar klien dapat menunjukkan perubahan dan merasakan manfaat yang

baik selama mendapatkan Asuhan Keperawatan Dengan Sectio Caesare

85
dengan indikasi Ketuban Pecah Dini (KPD) sehingga masalah

keperawatan dapat berkurang atau teratasi.

3. Bagi RSUD. Dr. Rasidin Padang

Supaya rumah sakit dapat mengoptimalkan penerapan proses keperawatan

dilapangan, yang ditunjang oleh fasilitas – fasilitas yang memadai untuk

pemeriksaan penunjang penyakit Sectio Caesare dengan indikasi

Ketuban Pecah Dini (KPD) serta didukung dengan peraturan – peraturan

dan kebijakan standar pelayanan pada pemberian Asuhan Keperawatan

Pada Klien Dengan Sectio Caesare dengan indikasi Ketuban Pecah Dini

(KPD).

86

Anda mungkin juga menyukai