Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KELOMPOK TUTORIAL

SISTEM UROGENITALIA

MODUL 3

SAKIT PERUT MENDADAK

KELOMPOK 8

Tutor : dr. Mario, Sp. OT

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2013
KELOMPOK 8

Nurfitriyana

Evi Febrianti Alwy

Enha Muthiah

Lupyta Nimandala

Sidratul Akbar

Hamida

Hartin Arizka

Nur Azizah Noviyana

Tenri Anugrawati

Bilqis Queen
MODUL 3
SAKIT PERUT MENDADAK

Skenario: Sakit Perut Bagian Kanan

Seorang ibu, 35 thn, datang ke RS dengan keluhan sakit di daerah perut kanan dan
menjalar sampai ke bawah 5 jam yang lalu. Sakitnya bersifat datang-datang. Penderita
merasa mual tapi tidak sampai muntah, tidak ada demam.

Kata Kunci

 Ibu 30 tahun
 Sakit perut kanan
 Nyeri menjalar ke bawah
 Sejak 5 jam yang lalu
 Sakitnya bersifat intermitten
 Mual tetapi tidak sampai muntah
 Tidak ada demam

Pertanyaan

1. Jelaskan anatomi, histologi, fisiologi, dan biomikia organ yang terkait?


2. Apa penyebab dari sakit perut dan penyakit apa-apa saja yang menyebabkan
sakit perut?
3. Jelaskan patomekanisme nyeri perut tiba-tiba ?
4. Epidemologi dan pencegahan dari setiap DD ?
5. Bagaimana differensial diagnosisnya?
Jawaban

1. Anatomi, histologi, fisiologi, dan biomikia organ yang terkait

A. ANATOMI
Ginjal terletak di bagian belakang
abdomen atas, di belakang
peritonium, di depan dua iga
terakhir, dan tiga otot besar-
transversus abdominis, kuadratus
lumborum, dan psoas mayor.
Ginjal dipertahankan dalam posisi
tersebut oleh bantalan lemak yang
tebal. Kelenjar adrenal terletak di
atas kutub masing-masing ginjal.
Pada orang dewasa, panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7
hingga 5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1inci) dan
beratnyasekitar 150 gram. Permukaan anterior dan posterior kutub atas dan bawah
serta tepi lateral ginjal berbentuk cembung sedangkan tepi medialnya berbentuk
cekung karena adanya hilus. Struktur yang masuk dan keluar melalui hilus adalah
arteria dan vena renalis, saraf, pembuluh limfatik dan ureter. Ginjal diliputi oleh
suatu kapsula fibrosa tipis mengkilat, yang berikatan longgar dengan jaringan di
bawahnya.
Apabila dilihat melalui potongan longitudinal, ginjal terbagi menjadi dua
bagian yaitu korteks bagian luar dan medulla di bagian dalam. Medulla terbagi-
bagi menjadi biji segitiga yang disebut piramid, piranidpiramid tersebut diselingi
oleh bagian korteks yang disebut kolumna bertini. Piramid-piramid tersebut
tampak bercorak karena tersusun oleh segmen-segmen tubulus dan duktus
pengumpul nefron. Papilla (apeks) dari piramid membentuk duktus papilaris
bellini dan masuk ke dalam perluasan ujung pelvis ginjal yang disebut kaliks
minor dan bersatu membentuk kaliks mayor, selanjutnya membentuk pelvis
ginjal.
Ginjal tersusun dari beberapa nefron. Struktur halus ginjal terdiri atas
banyak nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal, jumlahnya sekitar satu
juta pada setiap ginjal yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi yang
sama. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowman yang mengintari rumbai kapiler
glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus
distal yang mengosongkan diri ke duktus pengumpul. Kapsula bowman
merupakan suatu invaginasi dari tubulus proksimal. Terdapat ruang yang
mengandung urine antara rumbai kapiler dan kapsula bowman dan ruang yang
mengandung urine ini dikenal dengan nama ruang bowmen atau ruang kapsular.
Kapsula bowman dilapisi oleh sel - sel epitel. Sel epitel parielalis berbentuk
gepeng dan membentuk bagian terluar dari kapsula, sel epitel veseralis jauh lebih
besar dan membentuk bagian dalam kapsula dan juga melapisi bagian luar dari
rumbai kapiler. Sel viseral membentuk tonjolan - tonjolan atau kaki -kaki yang
dikenal sebagai podosit, yang bersinggungan dengan membrana basalis pada jarak
- jarak tertentu sehingga terdapat daerah-daerah yang bebas dari kontak antar sel
epitel. Daerah - daerah yang terdapat diantara pedosit biasanya disebut celah pori
- pori.
Vaskularisasi ginjal terdiri dari arteri renalis dan vena renalis. Setiap arteri
renalis bercabang waktu masuk kedalam hilus ginjal. Cabang tersebut menjadi
arteri interlobaris yang berjalan diantara pyramid dan selanjutnya membentuk
arteri arkuata yang melengkung melintasi basis pyramid-piramid ginjal. Arteri
arkuata kemudian membentuk arteriolaarteriola interlobaris yang tersusun oleh
parallel alam korteks, arteri ini selanjutnya membentuk arteriola aferen dan
berakhir pada rumbai-rumbai kapiler yaitu glomerolus. Rumbai-rumbai kapiler
atau glomeruli bersatu membentuk arteriola eferen yang bercabang-cabang
membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan kapiler
peritubular. Darah yang mengalir melalui system portal akan dialirkan ke dalam
jalinan vena menuju vena intelobaris dan vena renalis selanjutnya mencapai vena
kava inferior. Ginjal dilalui oleh darah sekitar 1.200 ml permenit atau 20%-25%
curah jantung (1.500 ml/menit).
B. HISTOLOGI
Nefron
Unit kerja fungsional ginjal disebut sebagai
nefron. Setiap nefron terdiri dari kapsul Bowan
yang emngitari rumbai kapiler glomerulus, tubulus
kontortus proksimal, lengkung Henle, dan tubulus
kontortus distal, yang mengosongkan diri ke
duktus pengumpul.
Korpuskulus Ginjal
Terdiri dari kapsula Bowman dan
rumbai kapiler glomerulus. Kapsula Bowman
merupakan suatu invaginasi dari tubulus
proksimal. Terdapat ruang yang mengandung
urine antara rumbai kapiler dan kapsula Bowman,
yang disebut ruang Bowman atau ruang kapsular.
Kapsula Bowman dilapisi oleh:
a. Sel epitel parietalis berbentuk gepeng :
membentuk bagian terluar kapsula
b. Sel epitel viseralis membentuk bagian dalam kapsula dan bagian luar rumbai
kapiler.
Sel-sel viseralis membentuk tonjolan-tonjolan atau kaki-kaki dikenal sbagai
podosit, yang bersinggungan dengan membrana basalis pada jarak-jarak
tertentu sehingga terjadi daerah-daerah yang bebas dari kontak antar sel
epitel. Daerah-daerah yang terdapat di antara podosit disebut celah pori-pori.
c. Membrana basalis membentuk lapisan tengah dinding kapiler, terjepit di antara
sel-sel epitel pada satu sisi dan sel-sel endotel di sisi lain.
d. Sel-sel endotel membentuk bagian terdalam dari rumbai kapiler. Sel-sel endotel
berlanjut dengan endotel yang membatasi arteriola aferen dan eferen.
Komponen penting lainnya dari glomerulus adalah mesangium, yang
terdiri dari sel mesangial dan matriks mesangial. Sel mesangial menyekresi
matriks mesangial. Sel mesangial memiliki aktivitas fagositik dan menyekresi
prostaglandin. Sel mesangial mungkin berperan dalam memengaruhi kecepatan
filtrasi glomerulus dengan mengatur aliran melalui kapiler karena sel mesangial
memiliki kemampuan untuk berkontraksi dan terletak bersebelahan dengan
kapiler glomerulus. Sel mesangial yang terletak di luar rumbai glomerulus denkat
dengan kutub vaskuar glomerulus disebut sel lacis.

Aparatus Jukstaglomerulus
Aparatus jukstaglomerulus
(JGA) terdiri dari
sekelompok sel-sel khusus
yang letaknya dekat dengan
kutub vaskular masing-
masing glomerulus yang
berperan penting dalam
mengatur pelepasan renin
dan mengontrol volume
cairan ekstraseluler (ECF)
dan tekanan darah. JGA terdiri dari tiga macam sel: (1) jukstaglomerulus (JG)
atau sel granuar (yang memproduksi dan menyimpan renin) pada dinding arteriol
aferen, (2) makula densa tubulus distal, dan (3) mesangial extraglomeruler atau sel
lacis. Makula densa adalah sekelompok sel epitel tubulus distal yang diwarnai
dengan pewarna khusus. Sel ini bersebelahan dengan ruangan yang berisi sel lacis
dan sel JG yang menyekresi renin.
Secara umum, sekresi renin dikontrol oleh faktor eksternal dan internal.
Dua mekanisme penting untuk mengontrol sekresi renin adalah sel JG dan makula
densa. Setiap penurunan tegangan dinding arteriol aferen atau penurunan
pengiriman Na ke makula densa dalam tubulus distal akan merangsang sel JG
untuk melepaskan renin dari granula tempat renin tersebut disimpan di dalam sel.
Sel JG, yang sel mioepithelialnya secara khusus mengikat arteriole aferen, juga
bertindak sebagai transduser tekanan miniatur, yaitu merasakan tekanan prefusi
ginjal. Volume ECF atau volume sirkulasi efektif (ECV) yang sangat menurun
menyebabkan menurunnya tekanan prefusi ginjal, yang dirasakan sebagai
penurunan regangan oleh sel JG. Sel JG kemudian melepaskan renin ke dalam
sirkulasi yang sebaliknya mengaktifkan mekanisme renin-angiotensin-aldosteron.
Mekanisme kontrol kedua untuk pelepasan berpusat di dalam sel makula densa,
yang dapat berfungsi sebagai kemoreseptor, mengawasi beban klorida yang
terdapat pada tubulus distal. Dalam keadaan kontraksi volume , sedikit natrium
klorida (NaCl) dialirkan ke tubulus distal (karena banyak yang diabsorpsi dalam
tubulus proksimal); kemudian timbal balik dari sel makula densa ke sel JG
menyebabkan peningkatan pelepasan renin. Mekanisme sinyal klorida yang
diartikan menjadi perubahan sekresi renin ini belum diketahui dengan pasti. Suatu
peningkatan volume ECF yang menyebabkan peningkatan tekanan perfusi ginjal
dan meningkatkan pengiriman NaCl ke tubulus distal memiliki efek yang
berlawanan dari contoh yang diberikan oleh penurunan volume ECF yaitu
menekan sekresi renin.
Faktor lain yang memengaruhi sekresi renin adalah saraf simpatis ginjal,
yang merangsang pelepasan renin melalui reseptor beta-adrenergik dalam JGA,
dan angiotensin II yang menghambat pelepasan renin. Banyak faktor sirkulasi lain
yang juga mengubah sekresi renin, termasuk elektrolit plasma (kalsium dan
natrium) dan berbagai hormon, yaitu hormon natriuretik atrial, dopamin, hormon
antidiuretik (ADH), hormon adrenokortikotropik (ACTH), dan nirit oksida
(dahulu dikenal sebagai faktor relaksasi yang berasal dari endotelium [EDRF]),
dan prostaglandin. Hal ini terjadi mungkin karena JGA adalah tempat integrasi
berbagai input dan sekresi renin itu mencerminkan interaksi dari semua faktor.

C. FISIOLOGI
a. Fungsi ginjal
Menurut Price dan Wilson (2005), ginjal mempunyai berbagai macam fungsi yaitu
ekskresi dan fungsi non-ekskresi. Fungsi ekskresi diantaranya adalah :
 Mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 285 mOsmol dengan
mengubah-ubah ekskresi air.
 Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalamrentang
normal.
 Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan
H+dan membentuk kembali HCO3
 Mengekresikan produk akhir nitrogen dari metabolism protein, terutama
urea, asam urat dan kreatinin.
Sedangkan fungsi non-ekresi ginjal adalah :
 Menghasilkan rennin yang penting untuk pengaturan tekanan darah.
 Menghasilkan eritropoetin sebagai factor penting dalam stimulasi produksi
sel darah merah olehsumsum tulang.
 Metabolism vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
 Degradasi insulin.
 Menghasilkan prostaglandin.

b. Fisiologi pembentukan urine


Pembentukan urine diginjal dimulai dari proses filtrasi plasma pada
glomerolus. Sekitar seperlima dari plasma atau 125 ml/menit plasma dialirkan di
ginjal melalui glomerolus ke kapsula bowman. Halini dikenal dengan istilah laju
filtrasi glomerolus/glomerular filtration rate (GFR) dan proses filtrasi pada
glomerolus disebut ultrafiltrasi glomerulus. Tekanan darah menentukan beberapa
tekanan dan kecepatan aliran darah yang melewati glomeruls. Ketika darah
berjalan melewati struktur ini, filtrasi terjadi. Air dan molekul-molekul yang
kecilia akan dibiarkan lewat sementara molekul-molekul besar tetap bertahan
dalam aliran darah. Cairan disaring melalui dinding jonjot-jonjot
kapilerglomerulus dan memasukitubulus.cairan ini disebut filtrate. Filrat terdiri
dari air, elektrolit dan molekul kecil lainnya. Dalam tubulus sebagian substansi ini
secara selektif diabsobsi ulang kedalam darah. Substansi lainnya diekresikan dari
darah kedalam filtrat ketika filtrat tersebut mengalir di sepanjang tubulus. Filtrate
akan dipekatkan dalam tubulus distal serta duktud pengumpul dan kemudian
menjadi urine yang akan mencapainpelvis ginjal.
Sebagian substansi seperti glukosa normalnya akan diabsorbsi kembali
seluruhnya dalam tubulus dan tidak akan terlihat dalam urine. Berbagai substansi
yang secara normal disaring oleh glomerulus, diabsorbsi oleh tubulus dan
diekresikan kedalam urine mencakup natrium, klorida, bikarbinat, kalium,
glukosa, ureum, kreatinin dan asam urat.
Terdapat 3 proses penting yang berhubungan dengan proses pembentukan urine,
yaitu :
a. Filtrasi (penyaringan) : kapsula bowman dari badan malpighi menyaring darah
dalam glomerus yang mengandung air, garm, gula, urea dan zat bermolekul
besar (protein dan sel darah) sehingga dihasilkan filtrat glomerus (urine
primer). Di dalam filtrat ini terlarut zat yang masih berguna bagi tubuh maupun
zat yang tidak berguna bagi tubuh, misal glukosa, asm amino dan garam-
garam.
b. Reabsorbsi (penyerapan kembali) : dalam tubulus kontortus proksimal zat
dalam urine primer yang masih berguna akan direabsorbsi yang dihasilkan
filtrat tubulus (urine sekunder) dengan kadar urea yang tinggi.
c. Ekskesi (pengeluaran) : dalam tubulus kontortus distal, pembuluh darah
menambahkan zat lain yang tidak digunakan dan terjadi reabsornsi aktif ion
Na+ dan Cl- dan sekresi H+ dan K+ Di tempat .sudah terbentuk urine yang
sesungguhnya yang tidak terdapat glukosa dan protein lagi, selanjutnya akan
disalurkan ke tubulus kolektifus ke pelvis renalis.
Fungsi lain dari ginjal yaitu memproduksi renin yang berperan dalam
pengaturan tekanan darah. Apabila tekanan darah turun, maka sel-sel otot polos
meningkatkan pelelepasan reninnya. Apabila tekanan darah naik maka sel - sel
otot polos mengurangi pelepasan reninnya. Apabila kadar natrium plasma
berkurang, maka sel-sel makula dansa memberi sinyal pada sel-sel penghasil renin
untuk meningkatkan aktivitas mereka. Apabila kadar natrium plasma meningkat,
maka sel-sel makula dansa memberi sinyal kepada otot polos untuk menurunkan
pelepasan renin. Setelah renin beredar dalam darah dan bekerja dengan
mengkatalisis penguraian suatu protein kecil yaitu angiotensinogen menjadi
angiotensin I yang terdiri dari 10 asam amino, angiotensinogen dihasikna oleh hati
dan konsentrasinya dalam darah tinggi. Pengubahan angiotensinogen menjadi
angiotensin I berlangsung diseluruh plasma, tetapi terutama dikapiler paru-paru.
Angoitensi I kemudian dirubah menjadi angiotensin II oleh suatu enzim konversi
yang ditemukan dalam kapiler paru-paru. Angiotensin II meningkatkan tekanan
darah melalui efek vasokontriksi arteriola perifer dan merangsang sekresi
aldosteron. Peningkatan kadar aldosteron akan merangsang reabsorbsi natrium
dalam tubulus distal dan duktus pengumpul selanjutnya peningkatan reabsorbsi
natrium mengakibatkan peningkatan reabsorbsi air, dengan demikian volume
plasma akan meningkat yang ikut berperan dalam peningkan tekanan darah yang
selanjutnya akan mengurangi iskemia ginjal.

2. Penyebab dari sakit perut dan penyakit apa-apa saja yang menyebabkan sakit perut

Penyebab sakit perut sebelah kanan bawah meliputi:

radang usus buntu Mittelschmerz (rasa sakit yang


Kancer terkait dengan ovulasi)
Kolesistitis (radang kandung kista ovarium
empedu) Salpingitis (peradangan tuba
diverticulitis falopi)
kehamilan ektopik radang vesikula seminalis
endometriosis Thoracic aneurisma aorta
inguinal hernia Tuboovarian abses (kantung
cedera nanah pada tuba falopi dan
obstruksi usus ovarium)
infeksi ginjal Viral gastroenteritis (flu perut)
batu ginjal (radang lambung)
Penyebab nyeri perut sebelah kanan atas meliputi:

radang usus buntu batu ginjal


Cholangitis (peradangan Abses Hati (kantung nanah
saluran empedu) pada hati atau liver)
diverticulitis kanker hati
Tinja impaksi (tinja kanker pankreas
mengeras yang tidak dapat Pankreatitis (radang pankreas)
dikeluarkan) bisul perut
Kanker Kandung empedu Perikarditis (peradangan pada
Batu empedu jaringan di sekitar jantung)
Gastritis (Sakit mag) Pleurisy (radang membran yang
Hepatitis (radang hati) mengelilingi paru-paru Anda)
hiatus hernia pneumonia
cedera Infark Paru (hilangnya aliran
obstruksi usus darah ke paru-paru)
kanker ginjal Pyloric stenosis (pada bayi)
infeksi ginjal
3. Patomekanisme nyeri perut tiba-tiba hingga nyerinya menjalar

Sumbatan oleh Peregangan Spasme dan


batu parenkim hiperperistaltik otot
halus kallses

Rangsangan nervus
Medulla Spinalis
N.Sphlancnicus L1 dan L2 (Ureter)

Penyampaian
Medulla Oblongata Nyeri
rangsang nyeri

Batu di ureter (bentuk


Menjalar ke bawah
memanjang ke bawah)

4. Epidemologi dan pencegahan dari setiap DD ?

A. Ureterolithiasis
 Epidemiologi
Penyakit ini dapat menyerang penduduk di seluruh dunia tidak terkecuali
penduduk di Negara kita. Angka kejadian penyakit ini tidak sama di berbagai
belahan bumi. Di Negara- Negara berkembang banyak di jumpai pasien batu
bulu-buli sedangkan di Negara maju lebih banyak di jumpai penyakit batu
saluran kemih bagian atas. Hal ini karena adanya pengaruh status gizi dan
aktivitas pasien sehari-hari.
Di Amerika serikat 5-10% penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di
seluruh Dunia rata-rata terdapat 1-12% penduduk menderita batu saluran
kemih.
 Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsure yang
menyusun batu saluran kemih yang di peroleh dari analisi batu. Umumnya
pencegahan dapat berupa menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan di
usahakan produksi urin sebanyak 2-3 liter per hari, diet untuk mengurangi kadar
zat-zat komponen pembentuk batu, aktivitas harian yang cukup dan pemberian
medikamentosa.
Beberapa diet yang di anjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah diet
rendah protein karena protein akan memacu ekskresi kalsium urin dan
menyebabkan suasana urin menjadi lebih asam. Diet rendah oksalat, diet
rendah garam karena natriuresis akan memicu timbulnya hiperkalsiuria dan diet
rendah purin.

B. Nefrolithiasis Dextra
 Epidemiologi
Satu dari 20 orang menderita batu ginjal. Pria : wnita = 3:1. Puncak kejadian di
usia 30-60 tahun atau 20-49 tahun. Prevalensi di USA sekitar 12% untuk pria dan
7% untuk wanita. Batu struvite lebih sering ditemukan pada wanita daripada
pria.
 Pencegahan
Minum air putih 2,3-3,3 liter setiap hari. Pembatasan garam dapur. Pembatasan
protein hewani. Diet rendah oksalat ( mengurangi konsumsi : sayuran berwarna
hijau, gula bit, kacang-kacangan, biji-bijian, produk kedelai, the, coklat,
strawberry). Diet rendah purin .
C. Appendicitis
 Epidemiologi
Insiden appendicitis di Negara maju lebih tinggi dari pada di Negara berkembang
, namun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara
bermakna, hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan
berserat dalam menu sehari-hari. Appendicitis dapat ditemukan pada semua
umur, hanya pada anak-anak kurang dari satu tahun jarang di laporkan. Insiden
tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insiden pada
laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun ,
insiden pada laki-laki lebih tinggi.
 Pencegahan
Pencegahan appendicitis adalah sebagai berikut :
1. Diet tinggi serat akan sangat membantu melancarkan aliran pergerakan
makanan dalam saluran cerna sehingga tidak tertumpuk lama dan
mengeras.
2. Minum air putih minimal 8 gelas sehari dan tidak menunda buang air besar
juga akan membantu kelancaran pergerakan saluran cerna secara
keseluruhan.

D. Kolelitiasis
 Epidemiologi
Batu empedu di Amerika serikat cukup tinggi sekitar 10-20% orang dewasa.
Setiap tahunnya bertambah sekitar 1-3% kasus baru.
 Pencegahan
Pencegahan dengan perubahan pola makan yaitu mengurangi konsumsi lemak .
serta melakukan olah raga teratur.
5. Bagaimana differensial diagnosisnya?
A. Ureterolithiasis
B. Nefrolithiasis Dextra
C. Appendicitis
D. Kolelitiasis

Penjelasan :

A. URETEROLITHIASIS
1. Definisi
Adalah kalkulus atau batu di dalam ureter (Sue Hincliff, 1999 Hal 145)

2. Etiologi

Pembentukan batu meliputi idiopatik, gangguan aliran kemih,


gangguan metabolisme, infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme
berdaya membuat urease (Proteus mirabilis), dehidrasi, benda asing,
jaringan mati (nekrosis papil) dan multifaktor.

Teori Pembentukan Batu

1. Teori Nukleasi
2. Teori Matriks
3. Penghambatan kristalisasi

3. Klasifikasi

Batu calcium

70%-80% tersusun dari calcium oksalat dengan atau tanpa fosfat.

Kelebihan calcium dalam urine dapat disebabkan oleh :

1. intake berlebihan makanan yang mengandung calcium tinggi

2. kelebihan vitamin D,absorbsi calcium

3. imobilisasi lama

4. hiperparatiroidism  ekskresi calcium


BATU Sreuvite

-Terdiri dari MgNH4PO4 /batu MAP

-Sering disebut batu infeksi ok adanya infeksi VU ( gol.pemecah urea sep.


proteu spp, klebsiella,serratia,enterobacter,pseudomonas,stafilokokkus--->
menghasilkan enzim urease --> urin menjadi basa ok urea menjadi
amoniak shg mbtk garam MgNH4PO4 dan karbonat apatit).

-Tidak berhubungan dengan makanan spesifik

-Tidak ada terapi diet spesifik

-Biasanya berukuran besar  perlu operasi

Angka kejadiannya : sering

BATU ASAM URAT

Kelebihan ekskresi asam urat, gangguan metabolisme purin.

Terjadi pada penyakit gout, atau karena pemecahan jaringan yang cepat
selama ‘kelaparan’

BATU Cystine

-Angka kejadiannya jarang

-Terjadi karena defect genetik pada metabolisme asam amino cystine, akan
terjadi sorbsi asam amino cystine cystinuria

-Terjadi pada anak dengan riwayat penyakit genetik

- Sifat-Sifat

1. Batu ureter berasal dari ginjal

2. Batu masuk ke ureter oleh :

- Gaya gravitasi

- Peristaltik

3. Batu jarang sebabkan obstruksi total


4. Patofisiologi

Komposisi batu saluran kemih yang dapat ditemukan adalah dari


jenis urat, asam urat, oksalat, fosfat, sistin, dan xantin. Batu oksalat kalsium
kebanyakan merupakan batu idiopatik. Batu campuran oksalat kalsium dan
fosfat biasanya juga idiopatik; di antaranya berkaitan dengan sindrom alkali
atau kelebihan vitamin D. Batu fosfat dan kalsium (hidroksiapatit) kadang
disebabkan hiperkalsiuria (tanpa hiperkalsemia). Batu fosfat amonium
magnesium didapatkan pada infeksi kronik yang disebabkan bakteria yang
menghasilkan urease sehingga urin menjadi alkali karena pemecahan
ureum. Batu asam urin disebabkan hiperuremia pada artritis urika. Batu urat
pada anak terbentuk karena pH urin rendah (R. Sjamsuhidajat, 1998 Hal.
1027).
Pada kebanyakan penderita batu kemih tidak ditemukan penyebab yang
jelas. Faktor predisposisi berupa stasis, infeksi, dan benda asing. Infeksi,
stasis, dan litiasis merupakan faktor yang saling memperkuat sehingga
terbentuk lingkaran setan atau sirkulus visiosus. Jaringan abnormal atau
mati seperti pada nekrosis papila di ginjal dan benda asing mudah menjadi
nidus dan inti batu. Demikian pula telor sistosoma kadang berupa nidus
batu (R. Sjamsuhidajat, 1998 Hal. 1027).

5. Gambaran Klinis

Keluhan utama : nyeri yang menjalar dan hilang timbul, juga dapat berupa
nyeri yang menetap di daerah costo vertebra. Bsmenjalar dari daerah
pinggang sampai ke testis atau labium.
- Dull pain Tegangan kapsul ginja
- Refleks gastro-intestinal
- Gross haematuri ( 1/3 kasus)
- Bila ada inf., terjadi demam, urgensi & frekuensi

6. Langkah-Langkah Diagnosis

Dalam anamnesis, yang pertama kita tanya adalah identitas seperti nama,
usia, alamat, pekerjaan, status perkawinan, yang mana semua tersebut tadi
dapat menjadi faktor risiko dari penyakit yang diderita. Dari anamnesis dapat
pula diketahui keluhan yang dirasakan oleh pasien, sehingga dapat membantu
kita dalam menegakkan diagnosis penyakitnya. Selain itu, dapat pula kita
tanyakan riwayat pemyakit dahulunya, riwayat penyakit keluarganya, keadaan
dan kebiasaan penyakitnya.

Pemeriksaan Fisik

Purnomo dalam buku Dasar-dasar Urologi tahun 2011 menyebutkan


pemeriksaan fisik pada pasien yang dicurigai menderita penyakit pada saluran
kemih meliputi pemeriksaan tentang keadaan umum pasien dan pemeriksaan
urologi. Pada pemeriksaan fisik yang perlu kita lakukan adalah menilaia secara
keseluruhan. Mulai dari keadaan umum pasien, tingkat kesadaran, serta tanda-
tanda vital (tekanan darah, pernapasan, nadi, respirasi, dan suhu).

Pemeriksaan vital sign yang dilakukan pada kasus ini menunjukkan hasil
normal kecuali untuk tekanan nadi sebesar 104kali/menit. Namun tidak
dilakukan pemeriksaan fisik untuk mengetahui fungsi ginjal, meliputi inspeksi,
auskultasi, perkusi maupun palpasi pada daerah ginjal dan saluran kemih.

Pemeriksaan Penunjang

Effendi et all dalam buku Ilmu Penyakit Dalam 2009 menjelaskan bahwa untuk
membantu proses penegakkan diagnosis penyakit saluran kemih, perlu
dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti :

-Pemeriksaan sedimen urin : untuk mengetahui adanya leukosituria, hematuria,


dan dijumpai Kristal-kristal pembentuk batu.

Pemeriksaan kultur urin : mengetahui adanya pertumbuhan kuman pemecah


urea.

Pemeriksaan urinalisis & darah rutin : pemeriksaan kadar elektrolit seperti kadar
kalsium, oksalat, fosfat, urat, maupun darah dalam urin.

Purnomo dalam buku Dasar-Dasar Urologi menerangkan bahwa selain


pemeriksaan laboratorium, dapat pula dilakukan pemeriksaan penunjang lain
seperti :

-Pemeriksaan Foto Polos Abdomen

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu


radio-opak pada saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium
fosfat yang bersifat radio-opak dan paling sering dijumpai diantara batu jenis
lain, sedangkan batu asam urat bersifat non-opak (radio-lusen). Untuk urutan
radiopasitas batu saluran kemih sebaga berikut :

Jenis Batu radiopasitas


Kalsium Opak
MAP Semiopak
Urat/sistin Non-opak

-Pemeriksaan Pielografi-Intravena (PIV)

Tujuannya adalah untuk mengetahui dana menilai anatomi dan fungsi


ginjal, mendeteksi adanya batu semi-opak maupun batu non-opak yang
tidak dapat pada foto polos perut. Untuk penatalaksanaan PIV ini
menggunakan bahan kontras radio-opak.

- Ultrasonografi (USG)
Prinsip dari pemeriksaan ini adalah menangkap gelombang bunya yangi
dipantulkan oleh organ organ atau jaringan yang berbeda kepadatannya.
Pemeriksaan ini digunakan utnuk membedakan massa padat (hiperekoik)
dengan massa kistus (hipoekoik). Fungus USG berbeda tiap tempat.
Berikut ini daijabarkan :
a) Pemeriksaan mendeteksi keberadaan dan keadaan ginjal (adanya
hidronefrosis, kista massa atau pengerutan ginjal)
b) Sebagai penuntun saat fungsi ginjal atau nefrostomi perkutan
dilakukan.
c) Sebagai pemeriksaan penyaring pada dugaan adanya trauma
ginjal derajat ringan.
 Pemeriksaan pada vesika urinaria
a. Untuk menghitung saja urin pasca miksi dan mendeteksi adanya
batu/tumor di buli buli.

6. Penatalaksanaan

 Konservatif :
Dengan melakukan :
Banyak minum (3 liter/ 24 jam)
Olah raga
Bentuk-ukuran batu oval - < 5mm, maka : 80% batu dapat keluar
spontan
 Pembedahan :
Indikasi :
Konservatif gagal
Bentuk batu bergerigi & diameter > 5 mm
 Minimal invasive :
Dilatasi / Basket / ESWL / Fusolith
B. NEPHROLITIASIS DEXTRA

1. Definisi
Batu perkemihan dapat timbul dari berbagai tingkat dari system perkemihan (
ginjal, ureter, kandung kemih ). tetapi yang paling sering ditemukan adalah di dalam
ginjal (Barbara, 1996).
Batu ginjal ( nephrolithiasis ) adalah suatu keadaan terdapat satu atau lebih batu
di dalam pelvis atau kalik ginjal atau di dalam saluran ureter. Pembentukan batu
ginjal dapat terjadi di bagian mana saja dari saluran kencing, tetapi biasanya
terbentuk pada dua bagian terbanyak pada ginjal, yaitu di pelvis dan kalik renal. Jika
batu terbentuk di dalam kandung kemih disebut urolitiasis. Batu dapat terbentuk
dari kalsium, fosfat, atau kombinasi asam urat yang biasanya larut di dalam urine.
Batu ginjal dijumpai pada 1 dari 1.000 orang, biasanya lebih banyak dijumpai
pada pria (berumur 30-50 tahun) ketimbang wanita. Walaupun secara pasti tidak
diketahui penyebab batu ginjal, kemungkinannya adalah bila urine menjadi terlalu
pekat dan zat-zat yang ada di dalam urine membentuk kristal batu. Penyebab lain
adalah infeksi, adanya obstruksi, kelebihan sekresi hormon paratiroid, asidosis pada
tubulus ginjal, peningkatan kadar asam urat (biasanya bersamaan dengan radang
persendian), kerusakan metabolisme dari beberapa jenis bahan di dalam tubuh,
terlalu banyak mempergunakan vitamin D atau terlalu banyak memakan kalsium.

2. Etiologi
Batu ginjal merupakan konsisi terdapatnya kristal kalsium dalam ginjal, kristal
tersebut dapat berupa kalsium oksalat, kalsium fosfat maupun kalsium sitrat.
Tidak ada penyebab yang bisa dibuktikan yang sering menjadi predisposisi adalah
infeksi saluran kemih hiperkasiuria, hiperpospaturia, hipervitaminosis D dan
hipertiroidism dan kebanyakan intake kalsium serta alkali cenderung timbul
presipitasi garam kalsium dalam urine ( wong de jong. 1996 )

3. Patofisiologi
Nefrolitiasis merupakan kristalisasi dari mineral dan matriks seperti pus darah,
jaringan yang tidak vital dan tumor. Komposisi dari batu ginjal bervariasi, kira-kira
tiga perempat dari batu adalah kalsium, fosfat, asam urin dan cistien.peningkatan
konsentrasi larutan akibat dari intake yang rendah dan juga peningkatan bahan-
bahan organic akibat infeksi saluran kemih atau urin ststis sehingga membuat
tempat untuk pembentukan batu. Ditambah dengan adanya infeksi meningkatkan
kebasaan urin oleh produksi ammonium yang berakibat presipitasi kalsium dan
magnesium pospat (long. 1996 : 323)Proses pembentukan batu ginjal dipengaruhi
oleh beberapa faktor yang kemudian dijadikan dalam beberapa teori ;
a. Teori supersaturasi
Tingkat kejenuhan kompone-komponen pembentuk batu ginjal mendukung
terjadinya kristalisasi. Kristal yang banyak menetap menyebabkan
terjadinya agresi kristal kemudian timbul menjadi batu.
b. Teori matriks
Matriks merupakan mukoprotein yang terdiri dari 65% protein, 10% heksose,
3-5 heksosamin dan 10% air. Adapun matriks menyebabkan penempelan
kristal-kristal sehingga menjadi batu.
c. Teori kurang inhibitor
Pada kondisi normal kalsium dan fosfat hadir dalam jumlah yang melampui
daya kelarutan, sehingga diperlukan zat penghambat pengendapat. Phospat
mukopolisakarida dan dipospat merupakan penghambatan pembentukan
kristal. Bila terjadi kekurangan zat ini maka akan mudah terjadi
pengendapan.
d. Teori epistaxi
Merupakan pembentukan baru oleh beberapa zat secra- bersama-sama,
salauh satu batu merupakan inti dari batu yang merupakan pembentuk
pada lapisan luarnya. Contohnya ekskresi asam urayt yanga berlebihan
dalam urin akan mendukung pembentukan batu kalsium dengan bahan urat
sebagai inti pengendapan kalsium.
e. Teori kombinasi
Batu terbentuk karena kombinasi dari berbagai macam teori di atas.

4. Manifestasi klinis
 Nyeri dan pegal di daerah pinggang
 Lokasi nyeri tergantung dari dimana batu itu berada. Bila pada ginjal
rasa nyeri adalah akibat dari hidronefrosis yang rasanya lebih tumpul
dan sifatnya konstan. Terutama timbul pada costoverteral. (barbara.
1996:324)
 Hematuria
 Hematuria sering kali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada
mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu. Kadang kadang
hematuria didaptkan dari pemeriksaan urinalisis berupa hematuria
mikroskopik.
 Infeksi
 Batu dapat mengakibatkan gejala infeksi traktus urinarius maupun
infeksi asistemik yang dapat menyebabkan disfungsi ginjal yang
progresif.

Kencing panas dan nyeri

 Adanya nyeri tekan pada daerah ginjal

Keluhan yang disampaikan pasien tergantung posisi, besar batu dan


penyulit yang ditimbulkan. Keluhan yang paling sering dirasakan pasien
adalah nyeri pinggang yang bersifat kolik maupun non kolik. Nyeri kolik
terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kaliks dalam usaha
untuk mengeluarkan batu. Peningkatan peristaltik ini menyebabkan
tekanana intraluminal meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal
saraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri non kolik terjadi akibat
peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal

5. Pencegahan Batu Ginjal


Tindakan pencegahan pembentukan batu tergantung kepada komposisi batu
yang ditemukan pada penderita.
a. Batu kalsium
Sebagian besar penderita batu kalsium mengalami hiperkalsiuria,
dimana kadar kalsium di dalam air kemih sangat tinggi. Obat diuretik thiazid
(misalnya trichlormetazid) akan mengurangi pembentukan batu yang baru.
 Dianjurkan untuk minum banyak air putih (8-10 gelas/hari).
 Diet rendah kalsium dan mengkonsumsi natrium selulosa fosfat.
Untuk meningkatkan kadar sitrat (zat penghambat pembentukan batu kalsium)
di dalam air kemih, diberikan kalium sitrat. Kadar oksalat yang tinggi dalam air
kemih, yang menyokong terbentuknya batu kalsium, merupakan akibat dari
mengkonsumsi makanan yang kaya oksalat (misalnya bayam, coklat, kacang-
kacangan, merica dan teh). Oleh karena itu sebaiknya asupan makanan tersebut
dikurangi. Kadang batu kalsium terbentuk akibat penyakit lain, seperti
hiperparatiroidisme, sarkoidosis, keracunan vitamin D, asidosis tubulus renalis atau
kanker. Pada kasus ini sebaiknya dilakukan pengobatan terhadap penyakit-penyakit
tersebut.
b. Batu asam urat
Dianjurkan untuk mengurangi asupan daging, ikan dan unggas, karena makanan
tersebut menyebabkan meningkatnya kadar asam urat di dalam air kemih. Untuk
mengurangi pembentukan asam urat bisa diberikan allopurinol. Batu asam urat
terbentuk jika keasaman air kemih bertambah, karena itu untuk menciptakan
suasana air kemih yang alkalis (basa), bisa diberikan kalium sitrat. Dan sangat
dianjurkan untuk banyak minum air putih.

6. Langkah-langkah Diagnostik
Selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk menegakkan
diagnosis, penyakit batu ginjal perlu didukung dengan pemeriksaan radiologik,
laboratorium, dan penunjang lain untuk menentukan kemungkinan adanya
obstruksi saluran kemih, infeksi dan gangguan faal ginjal.

a) Anamnesis
Anamnesa harus dilakukan secara menyeluruh. Keluhan nyeri harus
dikejar mengenai onset kejadian, karakteristik nyeri, penyebaran nyeri,
aktivitas yang dapat membuat bertambahnya nyeri ataupun berkurangnya
nyeri, riwayat muntah, gross hematuria, dan riwayat nyeri yang sama
sebelumnya. Penderita dengan riwayat batu sebelumnya sering mempunyai
tipe nyeri yang sama

b) Pemeriksaan Fisik
 Penderita dengan keluhan nyeri kolik hebat, dapat disertai takikardi,
berkeringat, dan nausea.
 Masa pada abdomen dapat dipalpasi pada penderita dengan obstruksi
berat atau dengan hidronefrosis.
 Bisa didapatkan nyeri ketok pada daerah kostovertebra, tanda gagal
ginjal dan retensi urin.
 Demam, hipertensi, dan vasodilatasi kutaneus dapat ditemukan pada
pasien dengan urosepsis.

c) Pemeriksaan penunjang
 Radiologi
Secara radiologi, batu dapat radiopak atau radiolusen. Sifat
radiopak ini berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini
dapat diduga batu dari jenis apa yang ditemukan. Radiolusen
umumnya adalah jenis batu asam urat murni.
Pada yang radiopak pemeriksaan dengan foto polos sudah cukup
untuk menduga adanya batu ginjal bila diambil foto dua arah. Pada
keadaan tertentu terkadang batu terletak di depan bayangan tulang,
sehingga dapat luput dari penglihatan. Oleh karena itu foto polos
sering perlu ditambah foto pielografi intravena (PIV/IVP). Pada batu
radiolusen, foto dengan bantuan kontras akan menyebabkan defek
pengisian (filling defect) di tempat batu berada. Yang menyulitkan
adalah bila ginjal yang mengandung batu tidak berfungsi lagi sehingga
kontras ini tidak muncul. Dalam hal ini perludilakukan pielografi
retrograd.
Ultrasonografi (USG) dilakukan bila pasien tidak mungkin
menjalani pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaan-keadaan; alergi
terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dan pada wanita
yang sedang hamil Pemeriksaan USG dapat untuk melihat semua jenis
batu, selain itu dapat ditentukan ruang/ lumen saluran kemih.
Pemeriksaan ini juga dipakai unutk menentukan batu selama tindakan
pembedahan untuk mencegah tertinggalnya batu.

 Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan
kemih yang dapat menunjang adanya batu di saluran kemih,
menentukan fungsi ginjal, dan menentukan penyebab batu
a. Pemeriksaan urin
- PH lebih dari 7,6
- Sediment sel darah merah lebih dari 90%
- Biakan urin
- Ekskresi kalsium fosfor, asam urat
b. Darah
- Hb turun
- Leukositosis
- Urium krestinin
- Kalsium, fosfor, asam urat
7. Penatalaksanaan
a) Terapi umum
1. Istrahat
Banyak minum/cairan
2. Diet
Disesuaikan dengan jenis batu
 Batu kalsium maka perlu dibatasi
- Ikan teri
- Bayam
- Coklat
- Kacang
- Strawberry
 Batu urat, maka perlu dibatasi
- Jeroan
- Otak
 Makanan yang banyak mengandun purin
- Rendah protein
- Rendah garam
b) Farmako
Bila terdapat infeksi, berikan anti mikroba yang sesuai dengan jenis batu:
 Batu urat (hiperurikosuria)
- Alpurinol 3 X 100 mg atau 1 X 300 mg/hari
- Kalsium sitrat
 Hipositraturi
- Kalsium sitrat
 Hiperkalsuri
- Tiazid
 Batu sistin
- D-penicillamine
c) Obat alternative
 Analgesic: NSAD, opiate
 Antispasmodic
d) Operasi
Operasi bisa dilakukan jika terjadi obstuksi/ adanya batu besar
e) Ekstracorporeal lihottripsi

C. APPENDICITIS

1. Definisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks verniformis tau
peradangan infeksi pada usus buntu (apendiks) yang terletak diperut kuadran
kanan bawah. Walaupun apendisitis dapat terjadi pada setiap usia, namun
paling sering terjadi pada remaja dan dewasa muda, angka mortalitas penyakit
ini tinggi sebelum era antibiotik.

2. Etiologi
Penyebab apendisitis akut yang paling sering terjadi adalah obstruksi
lumen. Obstruksi lumen biasanya diakibatkan oleh fekalit (batu tinja),
hiperplasia jaringan limfe, tumor apendiks dan parasit yang ada diusus besar.
Parasit yang berperan menyebabkan obstruksi adalah cacing ascaris dan
strongiloides species.
Penelitian epidemiologi menunjukan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.
Konstipasi akan menaikan tekanan intralumen yang berakibat timbulnya
sumbatan fungsional apendiks dn meningkatnya pertumbuhan flora kolon biasa.
Ssemuanya ini akan mempermuda timbulnya apendisitis.

3. Patofisiologi
Secara patogenesis faktor penting terjadinya apendisitis adalah adanya
obstruksi lumen apendiks yang biasanya disebabkan oleh fekalit. Obstruksi
lumen apendiks merupak faktor penyebab dominan pada apendisitis akut.
Peradangan pada apendiks berawal di mukosa dan kemudian melibatkan
seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam. Obstruksi pada bagian
yang lebih proksimal dari lumen menyebabkan statis bagian distal apendiks,
sehingga mukus yang terbentuk secara terus menerus akan terakumulasi.
Slanjutnya akan menyebbkan tekanan intraluminal meningkat, kondisi ini akan
memacu proses translokasi kuman dan terjadi peningkatan jumlah kuman dalam
lumen apendiks. Selanjutnya terjadi gangguan sirkulasi limfe yang menyebabkan
oedem. Kondisi ini memudahkan invasi bakteri dari dalam lumen menembus
mukosa apendiks maka terjadi keadaan yang disebut apendiks fokal.
Obstruksi yang terus menerus menyebabkan tekanan intraluminer
semakin tinggi dan menyebabkan terjadinya gangguan sirkulasi vaskuler.
Keadaan ini akan menyebabkan oedem bertambah berat, terjadi iskemia, dan
invasi bakteri semakin berat sehingga terjadi penumpukan nanah pada dinding
apendiks atau disebut dengan apendisitis akut supuratif. Pada keadaan yang
lebih lanjut, dimana tekanan intraluminer semakin tinggi, oedem menjadi lebih
hebat, terjadi gangguan sirkulasi arteria. Hal ini menyebabkan terjadi gangren.
Gangren biasanya ditengah-tengah apendiks dan berbentuk ellipsoid, keadaan
ini disebut apendisitis gangrenosa. Bila tekanan terus meningkat, maka akan
terjadi perforasi yang mengakibatkan cairan mukosa apendiks akan tercurah
kerongga peritoneum dan terjadilah peritonitis lokal.
Uaha pertahan tubuh adalah membatasi proses radang dengan
menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga
terbentuk massa periapendikular. Apabila terjadi pernanahan maka akan
terbentuk suatu rongga yang berisi nanah disekitar apendiks disebut abses
periapendikular.
Pendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi
akan membentuk jaringan parut yang akan menyebabkan perlengketan dengan
jaringan sekitarnya. Peerlengketan ini dapat menimbulakan serangan berulang
diperut kanan bawah disebut dengan apendisitis rekurens. Pada suatu ketika
organ ini dapat meradang akut lagi dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.

4. Klasifikasi
Klasifikasi apandisitis menurut klinikopatologis yitu :
a) Apendisitis akut
Apendisitis akut merupakan keadaan akut abdomen yang memerlukan
pembedahan segera untuk mencegah komplikasi yang lebih buruk jika telah
terjadi perforasi, maka komplikasi dapat terjadi seperti peritonitis umum,
terjadinya abses dan komplikasi pasca operasi seperti fistula dan infeksi luka
operasi
Apendisitis kut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun
tidak diertai ragsangan peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis ialah
nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah
epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering dsertai mual dan kadang
ada muntah. Umumnya nafsu makan akan menurun. Dalam beberapa jam
nyeri akan pindah ke kanan bawah. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan
lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang
tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita
seperti memerlukan obat pencahar.
Bila dilakukan penekan pada perut kanan bawah maka pasien akan
meransakan nyeri yang tajam. Penekan juga dapat dilakukan pada perut kiri
bawah , dikatakan apendisitis jika pasien merasakan nyeri di perut kanan
bawah. Apendisitis akut diklasifikasikan lagi menjadi :
- Apendisitis akut simpel, peradangan baru terjadi pada mukosa dan
submukosa. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual,
muntah, anoreksia, malaise, dan demam ringan. Apendisitis hiperemia
dan tidak ada eksudat serosa.
- Apendisitis supuratif, ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal
seperti, nyeri tekan , nyeri lepas dititik MC Burney, defans muskulerr,
dan nyeri pada gerak aktif dan pasif.
- Apendisitis akut gengrenosa, didapatkan tanda-tanda supuratif,
apendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding apendiks
berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman.
b) Apendisitis Kronik
Apendisitis kronik adalah nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu atau
terjadi secara menahun. Apendisitis kronik sangat jarang terjadi.
Prevalensinya hanya 1-5 %. Diagnosis apendisitis akut sulit ditegakkan.
Terdapat riwayat nyeri perut kan bawah yang biasa terjadi secara berulang.
Pemeriksaan fisik hampir sama dengan apendisistis akut. Walaupun ada
beberapa kriteria yang berbeda. Pada pemeriksaan laboratorium dam
peperiksaan radiologi terkadang menggambarkan hasil yang normal. Setelah
dilakukan apendektomi, gejala akan menghilang pada 82-93 % pasien
Patologi anatomi digunakan untuk enegakan apendisitis kronik karena
diagnosis sebelum operasi sulit ditegakkan. Ciri apendisitis kronik adalah
fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen
apendiks, aanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel
inflamasi kronik.

5. Gambaran Klinis
Apendisitis sering ditanda dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak
disertai rangsangan peritoneum lokal. Gejala klasik adalah rasa nyeri samar-
samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium
disekitar umbilicus. Gejala ini umumnya berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari.
Biasanya disertai keluhan tambahan berrupa mual dan napsu makan berkurang,
anoreksia, pada beberapa penderita kadang mengalami diare dan obstipasi.
Demam ringan dan leuksitosis sedang dapat ditemukan. Dalam beberapa jam
nyeri akn berpindah kekanan bawah. Nyeri dirasakan lebih hebat dan terlokalisir
dengan tepat sehingga merupakan nyeri somatic setempat.
6. Diagnosis
Diagnosis apendisitis dapat ditegakan dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan lab dan pemeriksaan penunjang bila diperlukan untuk
menyingkirkan diagnosis lain.
a) Pemeriksaan Fisik
Saat melakukan inspeksi, pasien terlihat sakit ringan dan biasanya suhu
dan pulse mengalami peningkatan. Pada abdomen biasanya tidak ditemukan
gambaran spesifik. Bila sudah terjadi komplikasi massa atau abses
periapendikular maka perut kanan bawah akan terlihat menonjol.
Tanda kunci diagnosis apendisitis yaitu bila terdapat nyeri tekan kuadran
kanan bawah. Saat melakukan penekanan yang perlahan dan dalam pada
kuadran kanan bawah kemudian secara tiba-tiba dilepaskan, akan dirasakan
nyeri hebat di abdomen kanan bawah, disebut dengan Rebound tenderness
(nyeri lepas tekan) positif.
Rovsign sign (+) apabila dilakukan penekan abdomen kiri bawah dan
nyeri dirasakan pada abdomen kanan bawah. Hal ini terjadi karena tekanan
merangsang peristaltik dan udara usus, sehingga menggerakan peritoneum
sekitar apendiks yang meradang.
Defans muscular (+) merupakan nyeri tekn seluruh lapangan abdomen
yang menunjukan adanya rangsangan peritoneum parietle. Psoas sign dapat
(+) terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan yang
terjadi pada apendiks.
Pada pemeriksaan perkusi dibagian abdomen didapatkan nyeri ketok
(+). Auskultasi memperlihatkan peristaltik yang normal, peristaltik (-) pada
ileus perelitik karena peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata.
Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakan diagnosis apendisitis,
tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik.
b) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium merupakan bagian penting untuk menilai awal
keluhan nyeri kuadran kanan bawah dalam menegakkan diagnosis
apendisitis akut. Penyakit infeksi pada pelvis terutama pada wanita akan
memberikan gambaran laboratorium yang terkadang sulit dibedakan
dengan pandesitis akut. Pada pasien dengan apendisitis akut 70-90% hasil
laboratorium nilai leukosit dan neutrofil akan meningkat, walaupun bukan
hasil yang karakterrstik.
- Hitung leukosit
Hitung leukosit adalah menghitung jumlah leukosit/mm3 atau
mikroliter darah. Leukosit merupakan bagian penting dari sistem
pertahanan tubuh, terhadap benda asing, mikroorgnismme atau
jaringan asing, sehingga hitung jumlah leukosit merupakan indikator
yang baik untuk mengatahui respon tubuh terhadap infeksi.
Pada penderita dengan keluhan dan pemeriksaan fisik yng
karakteristik apendisitis akut, akan ditemukan pada pemeriksaan darah
adanya leukositosis 11.000-14.000/mm3, dengan pemeriksaan hitung
jenis menunjukan pergeseran ke kiri hampir 75%. Jika jumlah leukosit
lebih dari 18.000/mm3 maka umumnya sudah terjadi perforasi dan
peritonitis. Kombinasi antara kenaikan angka leukosit dan granulosit
adalah yang dipakai untuk pedoman menentukan diagnosa apendisitis
akut. Tes laboratorium untuk apendisitis bersifat kurang spesifik,
sehingga hasilnya juga kurang dapat dipakai sebagai konfirmasi
penegakan diagnosa. Jumlah leukosit untuk apendisitis akut
>10.000/mm3, sehingga gambaran leukositosis dengan peningkaan
granulosit dipakai sebagai pedoman untuk apendiitis akut.
Kontroversinya adalah beberapa penderita dengan apendisitis akut,
memiliki jumlah leukosit dan granulosit tetap normal.
c) Foto Polos Abdomen
Pada apendisitis foto polos aabdomen tidak banyak membantu,
mungkin terlihat adanya fekalit pada abdomen sebelah kanan bawah yang
sesuai dengan lokasi apendiks, gambaran ini ditemukan pada 20% kasus.
Pemeriksaan radiologi dengan kontras barium enema hanya digunakan pada
kasus-kasus menahun, pada apandisitis kronik. Pemeriksaan radiologi
dengan barium enema dapat menentukan penyakit lain yang menderita
apendisitis.
d) Ultrasonografi
Ultrasonografi telah banyak digunakan untuk diagnosis apendisitis akut
maupun apendisitis dengan abses. Apendiks yang normal jarang tampak
dengan pemeriksaan in. Apendiks yang meradang tampak sebagai lumen
tubuler, diameter lebih dari 6 mm, tidak ada peristaltik pada penampakan
longitudinal, dan gambaran target pada penanpakan transversal. Keadaan
awal apendisitis akut ditandai dengan perbedaan densitas pada lapisan
apendiks, lumen yang utuh, dan diametr 9 – 11 mm. Keadaan apendiks
supurasi atau gangren ditandai dengan distensi lumen oleh cairan
penebalan dinding apendiks dengan atau tanpa apendikolit. Keadaan
apendiks perforasi ditandai dengan tebal dinding apendiks yang asimetris,
cairan bebas intraperitonial dan abses tunggal atau multiple.
e) Computed Tomography scanning (CT-Scan)
Pada keadaan normal apendiks, jarang tervisualisasi dengan
pemerriksaan skrining ini. Gambaran penebalan dinding apendiks dengan
jaringan lunak sekitar yang melekat, mendukung keadaan apendiks yang
meradang, CT-Scan sangat baik untuk mendeteksi apendiks dengan abses
atau flegmon. Pada pasien yang tidk hamil, CT-Scan pada daerah apendiks
sangat berguna untuk mendiagnosis apendisitis dan abses periapendikular
sekaligus menyingkirkan adanya penyakit lain dalam rongga perut dan pelvis
yang menyerupai apendisitiis.
f) Laparoskopi
Dibidang bedah, laparokopi dapat berfungsi sebagai ala diagnostik dan
terrapi. Disamping dapat mendiagnosis apendisitis secara langsung,
laparoskopi juga dapat digunakan untuk melihat keadaan organ
intraabdomen lainnya. Hal ini sanggat bermanfaat terutama pada pasien
wanita. Pada apendisitis akut laparoskopi diagnostik biasanya dilanjutkan
dengan apendektomi laparoskopi.

7. Penatalaksanaan
Pembedahan di indikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan.
Penundaan apendektomi yang lama dengan memberikan antibiotik dapat
mengakibatkan abses dan perforasi. Antibiotik dan cairan intavena diberikan
sampai pembedahan dilakukan. Sebelum operasi dilakukan, pasien apendisitis
perlu diperrsiapkan secra fisik maupun psikis, disamping itu juga pasien perlu
diberikan pengetahuan tentang peristiwa yang akan dialami setelah operasi dan
diberikan latihan-latihanfisik (pernapasan dalam, gerakan kaki dan duduk) untuk
digunakan dalam periode post operatif. Hal ini penting oleh karena banyak
pasien merasa cemas atau khawatir bila akan dioperasi dan juga terhadap
penerimaan anastesi.

8. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan apendisitis. Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Kondisi ini
menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas komplikasi paling
sering pada anak dan orang tua. Adapun jenis komplikasi diantaranya :
a) Abses merrupakan peradangan apendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak dikuadran kanan bawah atau daerah pelvis.
b) Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut.
c) Peritonitis merupakan komplikasi yang berbahaya yang dapat terjadi dalam
bentuk akut maupun kronik. Bila infeksi tersebar luas pada perrmukaan
peritoneum menyebabkan peritonitis umum.

9. Pencegahan
Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor resiko
terhadap kejadian apendisitis. Upaya dilakukan seecara mnyeluruh kepada
masyarakat. Salah satu upaya pencegahan adalah dengan mengkonsumsi serat
untuk membabtu memperrcepat pengeluaran sisa-sisa makanan sehingga tidak
terjadi konstipasi yang mengakibatkan penekanan pada dinding kolon. Selain itu,
defekasi yang teratur akan membantu pengurangan angka kejadian apendisitis.
D. KOLELITIASIS

1. Definisi
Kolelitiasis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu, biasanya
berhubungan dengan batu empedu yang tersangkut pada duktus kistik,
menyebabkan distensi kandung empedu. Batu-batu (kulkuli) dibuat oleh kolesterol,
kalsium bilirubinat, atau campuran, disebabkan oleh perubahan pada komposisi
empedu. Batu empedu dapat terjadi pada duktus koledukus, duktus hepatica, dan
duktus pancreas.
2. Etiologi
Kolelitiasis timbul karena adanya batu empedu. Terbentuknya batu dalam
kandung empedu terlalu jenuh dengan kolesterol atau endapan bilirubin.
Pertumbuhan batu juga disebabkan oleh infeksi atau gangguang metabolism
kolesterol. Peningkatan insiden kolelitiasis bisa dilihat dalam kelompok resiko tinggi
yang disebut “5Fs” : female (wanita), fertile (subur), khususnya selama masa
kehamilan, fat (gemuk), fair, forty (empat puluh tahun).
3. Klasifikasi
Adapunklasifikasidaribatuempeduadalahsebagaiberikut :
a) Batu Kolesterol
Biasanya berukuran besar, soliter, berstruktur bulat atau oval, berwarna
kuning pucat dan seringkali mengandung kalsium dan pigmen. Kolesterol
yang merupakan unsur normal pembentukan empedu bersifat tidak larut
dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan lestin
(fosfolipid) dalam empedu.
b) Batu Pigmen
Terdiri atas garam kalsium dan salah satu dari anion (bilirubinat, karbonat,
fosfat, atau asam lemak rantai panjang). Batu-batu ini cenderung berukuran
kecil, multiple, dan berwarna hitam kecoklatan. Batu pigmen berwarna
coklat berkaitan dengan hemolysis kronis. Batu pigmen akan terbentuk bila
pigmen tidak terkonjugasi dalam empedu dan terjadi proses presipitasi
(pengendapan) sehingga terjadi batu.
c) Batu Campuran
Batu ini merupakan campuran antara batu kolesterol dengan batu pigmen
atau dengan substansi lain (kalsium karbonat, fosfat, garam empedu, dan
palmitat) dan biasanya berwarna coklat tua.
4. Patomekanisme
Sekresi empedu memungkinkan hati untuk mengeluarkan bilirubin xenebiotik
dan koleterol (sebagai kolesterol bebas serta garam-garam empedu). Garam-garam
empedu yang bersifat deterjen sangat penting untuk memecah dan menghidrolisis
butiran lipid dari makanan dan memudahkan absorbsinya didalam usus. Kolesterol
akan dilarutkan oleh garam-garam empedu dan lesitin yang disekresikan secara
bersamaan: super saturasi getah empedu dengan kolesterol atau garam bilirubin
akan meningkatkan pembentukan batu. Disamping batu kolesterol (>50% berupa
Kristal kolesterol monohidrat) dapat pula terbentuk batu kolesterol berpigmen (yang
didominasi oleh garam-garam kalsium bilirubin).
5. GejalaKlinik
a) Gejala akut
- Nyeri hebat mendadak pada epigastrium atau abdomen kuadran kanan
atas, nyeri dapat menyebar ke punggung dan bahu kanan.
- Penderita dapat berkeringat banyak dan gelisah
- Nausea dan muntah serrng terjadi
- Ikterus
- Perubahan warna urin dan feses
b) Gejala kronis
- Nyeri di daerah epigastrium kuadran kanan atas
- Pucat, biasanya dikarenakan kurangnya fungsi empedu
- Pusing akibat racun yang tidak dapat diuraikan
- Demam
- Urin yang berwarna gelap seperti warna teh
- Dyspepsia yang kadang disertai intoleransi terhadap makanan-makanan
berlemak
- Nausea dan muntah
- Berkeringat banyak dan gelisah
- Defisiensi vit. A, D, E, K
6. PemeriksaanPenunjang
a) Pemeriksaan sinar X abdomen
b) USG
c) Pemeriksaan pencitraan radionuklida dan koleskintografi
d) Kolesistografi
e) Pemeriksaan laboratorium
f) ERCP ( Endoscopic Retrograde CholangioPancreatographi)
7. Penatalaksanaan
a) Konservatif (non bedah)
- Diet rendahlemak
- Obat-obatan antikolinergik-antispasmodik
- Analgesic
- Antibiotic, biladi sertai kolesistitis
- Asam empedu (asam kenodeoksikolat) 6,75-4,5 g/hr, diberikan dalam
waktu yang lama.
- Lisisbatu : pelarutan batu dengan menggunakan metal-butil-eter
- Litotripsi : pemecahan batu empedu dengan gelombangk ejut dari
perangkat elektromagnetik yaitu ESWL (Extracorporal Shock-Wave
Lithotripsy)
- Pengobatan endoskopi
b) Bedah
Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang
meskipun telah dilakukan perubahan pola makan, makan dianjurkan untuk
menjalani pengangkatan kandung empedu. Dengan kolesistektomi, pasien
tetap dapat hidup normal, makan seperti biasa.Umumnya dilakukan pada
pasien dengan kolikbilier atau diabetes.
Kolesistektomi dapat dilakukan secara operatif maupun laparoskopik
- Kolesistektomit erbuka (operatif)
Operasiini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan
kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat
terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien.
Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%.
Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah
kolikbiliarisrekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
- Kolesistektomilaparoskopi
Indikasi awal hanya pada pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa
adanya kolesistitis akut. Dengan kolesistektomi lparoskopi, kandung
empedu diangkat melaluis elang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di
dinding perut. Jenis pembedahan ini memiliki keuntungan, yaitu
mengurangi rasa tidak nyaman pasca pembedahan dan memperpendek
masa perawatan di rumah sakit.
8. Pencegahan
Karena komposisi terbesar batu empedu adalah kolesterol, sebaiknya
menghindari makanan berkolesterol tinggi yang pada umumnya berasal dari lemak
hewani.
9. Prognosis
Umumnya baik
10. Komplikasi
a) Empiema kandungempedu
b) Hidropsataumukokel kandungempedu
c) Perforasi
d) Gangren
e) Pembentukan fistula
f) Ileus batuempedu
g) Empedulimau (susukalsium) dan kandung empedu porcelain
h) Kolesistitis (akut/kronik)
i) Kolangitis
j) Pankreatitis
k) Koledukolitiasis
l) Abseshati
m) Sirosisbilier
n) Icterus obstruktif
Differential diagnosa
Sakit
Differential Prevalensi Menjalar Sakitnya Mual Muntah
perut Demam
Diagnosa Umur/J.K ke bawah Intermitten
kanan
Uretetoroli dewasa (+) (+) (+) (+) (+) (+)
thiasi
Nefrolithias dewasa (-) (-) (+)/(-) (+) (+) (+)/(-)
is Dextra

Apendicitis Dewasa (+) (-) (-) (+) (+) (+)/(-)


Kolelitiasis Semua (+) (-) (+) (-) (+) (+)
umur

Kesimpulan :

DS kami adalah Ureterolithiasis

Anda mungkin juga menyukai