Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infark Miokard Akut (IMA) dikalangan masyarakat biasa dikenal dengan


sebutan serangan jantung. Penyakit jantung merupakan penyakit utama
penyebab kematian di dunia salah satunya Infark Miokard Akut (IMA) (Pratiwi,
2012). Infark Miokard Akut (IMA) sangat mengkhawatirkan karena sering
berupa serangan mendadak dan tanpa ada keluhan sebelumnya (Farissa,
2012). Infark Miokard Akut (IMA) menyebabkan ancaman hidup yang
berbahaya karena timbulnya nyeri dada umum, kolaps dan kematian yang
mendadak.Kemungkinan kematian akibat komplikasi selalu menyertai IMA.
Tujuan kolaborasi utama antara lain pencegahan komplikasi yang
mengancam jiwa atau paling tidak mengenalinya. (Black, 2014). Dengan
melakukan perawatan kesehatan pengurangan nyeri dada seperti pemberian
relaksasi diharapkan dapat mencegah terjadinya komplikasi lebih buruk
(Kurnawati, 2018).
Menurut (Christofferson, 2009 dalam Tisa Kurnawati 2018) menyebutkan
Data dari WHO pada tahun 2012 sebesar 17,5 juta (31%) orang meninggal
dikarenakan penyakit kardiovaskuler dan penyebab kedua terbesar adalah
Infark Miokard Akut (IMA) (WHO, 2016). Di ASEAN salah satu negaranya
yakni Indonesia menduduki peringkat kedua dengan jumlah 371,0 ribu jiwa
(WHO, 2014). Penyakit kardiovaskuler menempati urutan pertama hasil Riset
Kesehatan Dasar Indonesia. Sedangkan di Jawa Timur menempati urutan ke
delapan di Indonesia. Pada penelitian sebelumnya tahun 2014 lebih dari 1
juta orang di Amerika Serikat menderita Infark Miokard Akut (IMA), dan lebih
dari 300.000 orang diperkirakan meninggal karena Infark Miokard Akut (IMA)
sebelum sampai ke rumah sakit.
Nyeri yang timbul merupakan tanda yang muncul saat adanya infarkyang
disebabkan oleh iskemia yang berlangsung selama kurang lebih 30-45 menit.
Iskemia terjadi akibat kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai
oksigen oleh pembuluh darah mengalami gangguan karena adanya
sumbatan trombosis plak ateroma pada arteri koroner. Plak dapat
menyebabkan penyempitan arteri koroner, sehingga bisa terjadi
iskemiamiokard.Nyeri akan timbul saat manifestasi hemodinamika yang
sering terjadi yaitu peningkatan ringan tekanan darah dan denyut jantung.
Infark Miokard Akut (IMA) dapat menyebabkan disritmia, gagal jantung
kongestive dan syok kardiogenik, tromboemboli, perikarditis, ruptura
miokardium, dan aneurisma ventrikel (Tisa Kurnawati 2018).
Nyeri akut merupakan permasalahan utama pada pasien Infark Miokard
Akut (IMA). Nyeri merupakan suatu rasa sensorik tidak nyaman yang sifatnya
subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan berhubungan dengan
rusaknya jaringan aktual, potensial, ataupun menggambarkan kondisi
terjadinya kerusakan. Nyeri akut merupakan nyeri yang terjadi setelah cidera
akut, penyakit atau intervensi bedah dan berawal yang cepat dengan
intensitas ringan sampai berat dalam waktu yang singkat atau kurang dari 6
bulan (Andarmoyo, 2013). Dalam penanganan nyeri akut dapat dilakukan
asuhan keperawatan seperti manajemen nyeri dan monitor tanda-tanda vital
(Bulechek dkk, 2013). Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan
(care provider) berperan dalam melaksanakan intervensi keperawatan yakni
perawatan manajemen nyeri (Potter&Perry, 2009). Peran perawat juga
sebagai care giver untuk membantu pasien dapat melalui proses
penyembuhan dan kesehatannya kembali membaik atau sembuh dari
penyakit tertentu pada kebutuhan kesehatan klien secara holistik meliputi
kesehatan emosi, spiritual, dan sosial (Tisa Kurnawati 2018).

B. Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan pada klien Infark Miokard Akut (IMA) dengan
masalah nyeri akut di Ruang IGD Sentral RSUD Banjarmasin ?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mampu melakukan asuhan keperawatan pada klien Infark Miokard Akut


(IMA) dengan masalah nyeri akut di Ruang IGD Sentral RSUD
BANJARMASIN.
2. Tujuan Khusus

1) Melakukan pengkajian keperawatan pada klien Infark Miokard


Akut(IMA) dengan masalah nyeri akut di Ruang IGD RSUD Ulin
Banjarmasin.

2) Menetapkan diagnosis keperawatan pada klien Infark Miokard Akut


(IMA) dengan masalah nyeri akut di Ruang IGD RSUD Ulin
Banjarmasin.

3) Menyusun perencanaan keperawatan pada klien Infark Miokard


Akut (IMA) dengan masalah nyeri akut di Ruang IGD RSUD Ulin
Banjarmasin.

4) Melakukan tindakan keperawatan pada klien Infark Miokard Akut


(IMA) dengan masalah nyeri akut di Ruang IGD RSUD Ulin
Banjarmasin.

5) Melakukan evaluasi pada klien Infark Miokard Akut (IMA) dengan


masalah nyeri akut di Ruang IGD RSUD Ulin Banjarmasin.

3. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari hasil ini bisa menjadi referensi untuk pembelajaran
mahasiswa.

2. Manfaat Praktis

1) Bagi Mahasiswa dan Dosen

Dapat menjadi tambahan referensi bagi mahasiswa dan pengajar dalam


meningkatkan ilmu pengetahuan tentang proses keperawatan pada
kasus Infark Miokard Akut (IMA).

2) Bagi Perawat
Dapat meningkatkan mutu pelayanan pada kasus Infark Miokard Akut
(IMA) dan bisa memperhatikan kondisi serta kebutuhan pasien Infark
Miokard Akut (IMA) dengan masalah nyeri akut.

3) Bagi Rumah Sakit

Menambah Referensi rumah sakit dalam pelayanan mutu kesehatan


pada kasus Infark Miokard Akut (IMA).
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Acute Coronary Syndrome (ACS) adalah penyakit jantung yang
mempengaruhi arteri yang menyediakan darah, oksigen, dan nutrisi ke
miokardium. Ketika aliran darah melalui arteri koroner sebagian atau seluruhnya
diblokir, iskemia dan infark miokardium dapat terjadi. Iskemia terjadi ketika
oksigen tidak mencukupi disediakan untuk memenuhi kebutuhan dari miokardium
karena sumbatan akut terjadi oleh adanya aterosklerotik pada dinding arteri
koroner sehingga menyumbat aliran darah sehingga terjadi penurunan suplai
darah ke jaringan otot jantung akibat adanya oklusi atau thrombosis arterik
oronaria atau akibat shock atau anemia akut. Infark (nekrosis atau kematian sel)
terjadi ketika iskemia parah berkepanjangan dan menurunkan perfusi sehingga
menyebabkan kerusakan permanen pada jaringan. (Ignatavicius dan Workman,
2010; Black and Joyce, 2014; Awan Hariyanto, 2015; Kasron, 2016)

B. Etiologi
Infark miokard akut disebabkan oleh adanya suplai oksigen yang kurang
pada koroner jantung, miokardium menjadi hipertropidan kebutuhan oksigen
darah meningkat. Kemudian, terjadi trombosis yang dapat mengakibatkan
perdarahan. Perdarahan karena plakarematosa dalam arteri koronaria epikardial.
Faktor penyebab menurut (Hariyanto, 2015) adalah :
1. Suplai oksigen miokard kurang
2. Faktor pembuluh darah : Aterosklerosis, Spasme, Arteritis
3. Faktor Sirkulasi : Hipotensi, Stenosos Aurta, Polistemia
4. Faktor darah : Anemia, Hipoksemia, Polistemia
5. Curah jantung yang meningkat :
6. Aktifitas berlebihan
7. Emosi
8. Makan terlalu banyak
9. Hypertiroidisme
10. Kebutuhan oksigen miokard meningkat pada:
11. Kerusakan miokard
12. Hypertropimiokard
13. Hypertensi diastolic

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang berhubungan dengan IMA berasal dari iskemia otot
jantung dan penurunan fungsi serta asidosis yang terjadi. Manifestasi klinis
utama dari IMA adalah nyeri dada yang serupa dengan angina pectoris tetapi
lebih parah dan tidak berkurang dengan nitrogliserin. Nyeri dapat menjalar ke
leher, rahang, bahu, punggung atau lengan kiri. Nyeri juga dapat ditemukan di
dekat epigastrium, menyerupai nyeri pencernaan. IMA juga dapat berhubungan
dengan manifestasi klinis yang jarang terjadi berikut ini. (Black and Joyce, 2014)
1. Nyeri di seluruh dada seperti terbakar atau di remas
2. Mual atau pusing
3. Sesak napas dan kesulitan bernapas
4. Kecemasan, kelemahan, atau kelelahan yang tidak dapat dijelaskan
5. Palpitasi, keringat dingin, pucat

D. Klasifikasi
Infark Miokard Akut diklasifikasikan berdasar EKG 12 sandapan menjadi :
1. NSTEMI (Non ST-segmen Elevasi Miokard Infark)
Oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas
meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi
segmen ST pada EKG.
2. STEMI (ST-segmen Elevasi Miokard Infark)
Oklusi parsial dari arteri koroner akibat trombus dari plak atherosklerosis,
tidak disertai adanya elevasi segmen ST pada EKG.
3. Unstable Angina
Penyempitan yang diakibat timbunan lemak atau pembekuan darah yang
mengurangi atau menghalangi aliran darah menuju jantung.

E. Patofisiologi
IMA dapat dianggap sebagai titik akhir dari PJK. Tidak seperti iskemia
sementara yang terjadi dengan angina, iskemia jangka panjang yang tidak
berkurang akan menyebabkan kerusakan ireversibel terhadap miokardium. Sel-
sel jantung dapat bertahan dari iskemia selama 15 menit sebelum akhirnya mati.
Manifestasi iskemia dapat dilihat dalam 8 hingga 10 detik setelah aliran darah
turun karena miokardium aktif secara metabolic. Ketika jantung tidak
mendapatkan darah dan oksigen, sel jantung akan menggunakan metabolisme
anaerobic, menciptakan lebih sedikit adenosine trifosfat (ATP) dan lebih banyak
asam laktat sebagai hasil sampingannya. Sel miokardium sangat sensitif
terhadap perubahan pH dan fungsinya akan menurun. Asidosis akan
menyebabkan miokarium menjadi lebih rentan terhadap efek dari enzim lisosom
dalam sel. Asidosis menyebabkan gangguan sistem konduksi dan terjadi
disritmia. Kontraktilitas juga akan berkurang, sehingga menurunkan kemampuan
jantung sebagai suatu pompa. Saat sel miokardium mengalami nekrosis, enzim
intraselular akan dilepaskan ke dalam aliran darah, yang kemudian dapat
dideteksi dengan pengujian laboratorium. (Black and Joyce, 2014)
Dalam beberapa jam IMA, area nekrotik akan meregang dalam suatu
proses yang disebut ekspansi infark. Ekspansi ini didorong juga oleh aktivasi
neurohormonal yang terjadi pada IMA. Peningkatan denyut jantung, dilatasi
ventrikel, dan aktivasi dari system renin-angiotensin akan meningkatkan preload
selama IMA untuk menjaga curah jantung. Infark transmural akan sembuh
dengan menyisakan pembentukan jaringan parut di ventrikel kiri, yamg disebut
remodeling. Ekspansi dapat terus berlanjut hingga enam minggu setelah IMA dan
disertai oleh penipisan progresif serta perluasan dari area infark dan non infark.
Ekspresi gen dari sel-sel jantung yang mengalami perombakan akan berubah,
yang menyebabkan perubahan structural permanen ke jantung. Jaringan yang
mengalami remodelisasi tidak berfungsi dengan normal dan dapat berakibat
pada gagal jantung akut atau kronis dengan disfungsi ventrikel kiri, serta
peningkatan volume serta tekanan ventrikel. Remodeling dapat berlangsung
bertahun-tahun setelah IMA. (Black and Joyce, 2014)
Lokasi IMA paling sering adalah dinding anterior ventrikel kiri didekat
apeks, yang terjadi akibat trombosis dari cabang desenden arteri coroner kiri.
Lokasi umum lainnya adalah (1) dinding posterior dari ventrikel kiri di dekat dasar
dan di belakang daun katup/ kuspis posterior dari katup mitral dan (2) permukaan
inferior (diafragmantik) jantung. Infark pada ventrikel kiri posterior terjadi akibat
oklusi arteri coroner kanan atau cabang sirkumfleksi arteri coroner kiri. Infark
inferior terjadi saat arteri coroner kanan mengalami oklusi. Pada sekitar 25 % dari
IMA dinding inferior, ventrikel kanan merupakan lokasi infark. Infark atrium terjadi
pada kurang dari 5 %. Peta konsep menjelaskan efek selular yang terjadi selama
infark miokard. (Black and Joyce, 2014)

F. Komplikasi
Komplikasi menurut (Black and Joyce, 2014) adalah sebagai berikut :
1. Disritmia
2. Syok kardiogenik
3. Gagal jantung dan edema paru
4. Emboli paru
5. Infark miokardum berulang
6. Aneurisme ventrikel
7. Ruptur miokardium
8. Defek septal ventrikel (VSD)
9. Perikarditis
10. Sindrom dressler (perikarditis akut)
11. Kematian

G. Pemeriksaan Penunjang
Penegakan diagnosa serangan jantung berdasarkan gejala, riwayat
kesehatan pribadi dan keluarga, serta hasil test diagnostik.
1. EKG (Electrocardiogram)
Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan
menghasilkan perubahan gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran
listrik diarahkan menjauh dari jaringan iskemik, lebih serius lagi, jaringan
iskemik akan mengubah segmen ST menyebabkan depresi ST.

Daerah Infark Perubahan IKG

Elevasi segmen ST pada lead V3-V4, perubahan


Anterior
resiprokal (depresi ST) pada lead II,III,AVF.

Elevasi segmen T pada lead II,III,Avf, perubahan


Inferior
resiprokal (depresi ST) V1-V6, I, Avl.

Lateral Elevasi segmen ST pada I, Avl, V5-V6.

Perubahab resiprokal (depresi) pada II, III, Avf,


Posterior
terutama gelombang R pada V1-V2.

Ventrikel kanan Perubahan gambaran dinding inferior.

2. Test Laboratorium Darah


Selama serangan, sel-sel otot jantung mati dan pecah sehingga
protein-protein tertentu keluar masuk aliran darah.
Kreatinin Pospokinase (CPK) termasuk dalam hal ini CPK-MB
terdeteksi setelah 6-8 jam, mencapai puncak setelah 24 jam dan kembali
menjadi normal setelah 24 jam berikutnya. LDH (Laktat Dehidrogenisasi)
terjadi pada tahap lanjut infark miokard yaitu setelah 24 jam kemudian
mencapai puncak dalam 3-6 hari. Masih dapat dideteksi sampai dengan 2
minggu. Iso enzim LDH lebih spesifik dibandingkan dengan CPK-MB akan
tetapi penggunaan klinisnya masih kalah akurat dengan nilai troponin,
terutama troponin T. Ternyata isoenzim CPK-MB maupun LDH selain
ditemukan pada otot jantung juga ditemukan pada otot skeletal.
Troponin T&I merupakan protein tanda paling spesifik cedera otot
jantung, terutama troponin T (TnT). Tn T sudah terdeteksi 3-4 jam paca
kerusakan miokard dan masih tetap tinggi dalam serum selama 1-3 minggu.
Pengukuran serial enzim jantung di ukur setiap selama tiga hari pertama;
peningkatan bermakna jika nilainya 2 kali batas tertinggi nilai normal.
Ketidakseimbangan Elektrolit dapat mempengruhi konduksi dan
kontraktilitas, misal hipokalemi, hiperkalemi. Leukosit (10.000-20.000)
biasanya tampak pada hari ke 2 setelah IMA berhubungan dengan proses
inflamasi. Kolesterol atau Trigliserida serum meningkat menunjukkan
arteriosclerosis sebagai penyebab IMA. GDA dapat menunjukkan hypoksia
atau proses penyakit paru akut atau kronis.
3. Radiologis
a. Cooronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x
pada jantung dan pembuluh darah.
b. Foto dada, mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung
diduga GJK atau aneurisma ventrikuler.
c. Pencritaan darah jantung (MUGA), mengevaluasi penampilan ventrikel
khusus dan umum, gerakan dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran
darah).
d. Angiografi koroner, Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri
koroner.
e. Digital subtraksion angiografi (PSA), teknik yang digunakan untuk
menggambarkan pembuluh darah yang mengarah ke atau dari jantung.
f. Nuklear Magnetic Resonance (NMR), memungkinkan visualisasi aliran
darah, serambi jantung atau katub ventrikel, lesivaskuler, pembentukan
plak, area nekrosis atau infrak dan bekuan darah.

H. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


1. Medis
a. Fibrinolisis
Fibrinolosis adalah teknik reperfusi dengan memberikan obat
“penghancur bekuan darah”. Obat ini menguraikan trombus dengan
mengkonversi plasminogen menjadi plasmin dan mendegradasi bekuan
bekuan fibrin. Obat yang sering digunakan diantaranya adalah alteplase
(recombinant tissue–type plasminogen activator [rt-PA]; Activase),
reteplase (Retavase), and tenecteplase (TNKase) (Overbaugh, 2009).
Obat harus segera diberikan dalam 30 menit sejak pasien masuk RS.
Terapi ini sangat efektif diberikan 3 jam dari onset gejala ACS. Walaupun
begitu, pemberian setelah 12 jam onset masih memberikan keuntungan
untuk reperfusi koroner. Sedangkan pemberian setelah 24 jam dari
onset dapat berbahaya. Beberapa kontraindikasi untuk terapi ini adalah
pasien dengan perdarahan, pasien baru menjalani operasi atau
prosedur invasif, trauma, active peptic ulcer disease, penggunaan obat
anticoagulants, recent ischemic stroke, cerebrovascular disease,
hipertensi tidak terkontrol, dan tumor otak. Komplikasi utama dari terapi
ini adalah perdarahan.
b. PCI
PCI adalah tindakan invasif dengan memasukan kateter melalui
pembuluh darah arteri femoral (atau radial) menuju arteri koroner yang
mengalami sumbatan untuk membuka sumbatan tersebut dan
mengembalikan perfus ke miokard. Indikasi PCI meliputi; onset < 3jam;
pasien dengan kontraindikasi terapi fibrinolisis; pasien dengan risiko
terjadinya gagal jantung; atau pasien dengan diagnosis tersangka (susp)
STEMI. PCI harus dilakukan 90 menit sejak pasien masuk RS.
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien meliputi perdarahan,
hematoma di area insersi kateter, penurunan perfusi perifer,
retroperitoneal bleeding, cardiac arrhythmias, coronary spasm, acute
renal failure, stroke, dan cardiac arrest. Perawatan pasca tindakan
meliputi monitoring tanda tanda vital, irama jantung pulsasi perifer, area
insersi kateter, keluhan nyeri dan intake output secara rutin.
2. Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1 Nyeri akut berhubungan Pain Control NIC :

dengan: 1. Mampu mengontrol Pain Management


nyeri dengan Analgesic
Agen injuri (biologi, kimia, farmakologi Administration
maupun non 1. Lakukan pengkajian
fisik, psikologis), kerusakan farmakologi nyeri secara
2. Mampu mengenali komprehensif
jaringan nyeri SOCRATES (SOCRATES)
3. TTV dalam rentang 2. Monitor TTV
DS:
normal 3. Lakukan observasi
1. Laporan secara verbal Pain Level Verbal dan non
DO: verbal
1. Melaporkan bahwa 4. Berikan informasi
1. Posisi untuk menahan skala nyeri mengeni nyeri,
nyeri berkurang seperti penyebab
2. Tingkah laku berhati- nyeri berpa lama
hati nyeri yang
3. Gangguan tidur (mata dirasakan, dan
sayu, tampak capek,
antisifasi dari ketidak
sulit atau gerakan
kacau, menyeringai)
nyamanan dari
4. Terfokus pada diri prosedur.
sendiri 5. Kendalikan factor
5. Fokus menyempit lingkungan yang
(penurunan persepsi dapat
waktu, kerusakan mempengaruhi
proses berpikir, respon px terhadap,
penurunan interaksi ketidaknyamanan,
dengan orang dan 6. Ajarkan prensip2
lingkungan) manajemen nyeri
6. Tingkah laku distraksi, 7. Ajarkan teknik non
contoh : jalan-jalan, farmakologi
menemui orang lain
Gali pengunakan
dan/atau aktivitas,
aktivitas berulang- farmakologi
ulang)
7. Respon autonom
(seperti diaphoresis,
perubahan tekanan
darah, perubahan
nafas, nadi dan dilatasi
pupil)
8. Perubahan autonomic
dalam tonus otot
(mungkin dalam
rentang dari lemah ke
kaku)
9. Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah,
merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh
kesah)
10. Perubahan dalam nafsu
makan dan minum
2 Penurunan curah jantung NOC : NIC :

Berhubungan dengan: Setelah dilakukan tinfakan Cardiac Care


gangguan irama jantung, 1. Monitor tanda-tanda
keperawatan selama …. vital
stroke volume, pre load dan 2. Monitor status
afterload, kontraktilitas Pasien tidak mengalami
pernafasan
nyeri, dengan kriteria hasil: 3. Kaji kualitas nyeri
jantung.
4. Monitor EKG adanya
DS/DO: Cardiac Pump perubahan segmen
Effectiveness ST
1. Aritmia, takikardia, Circulation status 5. Lakukan penilaian
bradikardia Vital sign status sirkulasi perifer (CRT
2. Palpitasi, oedem 1. Tidak ada dan warna serta
3. Kelelahan penurunan suhu ektremitas
4. Peningkatan/penurunan kesadaran 6. Kolaborasi dalam
JVP pemeberian obat
2. Tidak ada
5. Distensi vena jugularis farmakologi
6. Kulit dingin dan lembab perubahan pola
pernafasan Cardiac Care Acute
7. Penurunan denyut nadi
perifer 3. TTV dalam rentang
normal 1. Monitor EKG
8. Oliguria, kaplari refill
4. tidak terdapat nyeri sebagaimana
lambat
mestinya, apakah
9. Nafas pendek/ sesak
nafas terdapat perubahan
10. Perubahan warna kulit segmen ST
11. Batuk, bunyi jantung 2. Monitor irama
S3/S4 jantung dan
12. Kecemasan kecepatan denyut
jantung
3. Auskultasi suara
jantung
4. Auskultasi paru-
paru, adalah ronkhi
atau suara
tambahan lain
5. Evaluasi nyeri dada (
intensitas, lokasi,
radiasi, durasi, faktor
pemicu dan yang
mengurangi)
6. Lakukan terapi
relaksasi dengan
tepat
Cardiac Care
Rehabilitative
1. Berikan dukungan
harapan pada pasien
dan keluarga
2. Skrining akan
adanya kecemasan
dan depresi pada
pasien,
sebagaimana
mestinya
3. Instruksikan kepada
pasien dan keluarga
mengenai modifikasi
faktor resiko jantung
( misalnya,
menghentikan
kebiasaan diet dan
aktivitas
sebagaimana
mestinya
4. Intruksikan pasien
dan keluarga
mengenai
pertimbangan
khusus terkait
dengan aktivitas
sehari-hari
3 Intoleransi aktivitas NOC : NIC :

Berhubungan dengan : Self Care : ADLs 1. Observasi adanya


pembatasan klien
1. Tirah Baring atau Toleransi Aktivitas dalam melakukan
imobilisasi aktivitas
2. Kelemahan menyeluruh Konservasi energi 2. Kaji adanya faktor
3. Ketidakseimbangan yang menyebabkan
antara suplei oksigen Setelah dilakukan tindakan kelelahan
dengan kebutuhan 3. Monitor nutrisi dan
4. Gaya hidup yang keperawatan selama ….
sumber energi yang
dipertahankan. adekuat
DS: Pasien bertoleransi
4. Monitor pasien akan
terhadap adanya kelelahan fisik
1. Melaporkan secara dan emosi secara
verbal adanya kelelahan aktivitas dengan Kriteria
berlebihan
atau kelemahan. 5. Monitor respon
2. Adanya dyspnea atau Hasil :
kardivaskuler
ketidaknyamanan saat
1. Berpartisipasi dalam terhadap aktivitas
beraktivitas.
aktivitas fisik tanpa (takikardi, disritmia,
DO :
disertai peningkatan sesak nafas,
diaporesis, pucat,
1. Respon abnormal dari tekanan darah, nadi perubahan
tekanan darah atau nadi dan RR hemodinamik)
terhadap aktifitas 2. Mampu melakukan 6. Monitor pola tidur dan
2. Perubahan ECG : aktivitas sehari hari lamanya tidur/istirahat
aritmia, iskemia (ADLs) secara mandiri pasien
3. Keseimbangan 7. Kolaborasikan dengan
aktivitas dan istirahat Tenaga Rehabilitasi
Medik dalam
merencanakan
progran terapi yang
tepat.
8. Bantu klien untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang mampu
dilakukan
9. Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten
yang sesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologi dan social
10. Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk
aktivitas yang
diinginkan
11. Bantu untuk
mendpatkan alat
bantuan aktivitas
seperti kursi roda,
krek
12. Bantu untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
13. Bantu klien untuk
membuat jadwal
latihan diwaktu luang
14. Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
15. Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
16. Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
17. Monitor respon fisik,
emosi, social dan
spiritual
4 Gangguan Pertukaran gas NOC : NIC :

Berhubungan dengan : Respiratory Status : Gas 1. Posisikan pasien


untuk memaksimalkan
1. Ketidakseimbangan exchange ventilasi
perfusi ventilasi 2. Pasang mayo bila
2. Perubahan membrane Keseimbangan asam perlu
kapiler-alveolar basa, elektrolit 3. Lakukan fisioterapi
DS: dada jika perlu
Respiratory Status : 4. Keluarkan sekret
1. Sakit kepala ketika ventilation dengan batuk atau
bangun suction
2. Dyspnoe Vital Sign Status 5. Auskultasi suara
3. Gangguan penglihatan nafas, catat adanya
DO: Setelah dilakukan tindakan suara tambahan
6. Berikan
1. Penurunan CO2 keperawatan selama …. bronkodilator ;-
2. Takikardi ………………….
3. Hiperkapnia Gangguan pertukaran -………………….
4. Keletihan 7. Berikan pelembab
5. Iritabilitas pasien teratasi dengan
udara
6. Hypoxia 8. Atur intake untuk
7. Kebingungan kriteria hasi:
cairan
8. Sianosis mengoptimalkan
9. Warna kulit abnormal 1. Mendemonstrasikan
peningkatan ventilasi keseimbangan.
(pucat, kehitaman) 9. Monitor respirasi dan
10. Hipoksemia dan oksigenasi yang
adekuat status O2
11. Hiperkarbia 10. Catat pergerakan
12. AGD abnormal 2. Memelihara
kebersihan paru paru dada,amati
13. pH arteri abnormal kesimetrisan,
14. Frekuensi dan dan bebas dari tanda
tanda distress penggunaan otot
kedalaman nafas tambahan, retraksi
abnormal pernafasan
otot supraclavicular
3. Mendemonstrasikan
dan intercostal
batuk efektif dan suara
11. Monitor suara nafas,
nafas yang bersih,
seperti dengkur
tidak ada sianosis dan
12. Monitor pola nafas :
dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, bradipena, takipenia,
mampu bernafas kussmaul,
dengan mudah, tidak hiperventilasi, cheyne
ada pursed lips) stokes, biot
4. Tanda tanda vital 13. Auskultasi suara
dalam rentang normal nafas, catat area
penurunan / tidak
5. AGD dalam batas
adanya ventilasi dan
normal
suara tambahan
6. Status neurologis
14. Monitor TTV, AGD,
dalam batas normal
elektrolit dan ststus
mental
15. Observasi sianosis
khususnya membrane
mukosa
16. Jelaskan pada pasien
dan keluarga tentang
persiapan tindakan
dan tujuan
penggunaan alat
tambahan (O2,
Suction, Inhalasi)
17. Auskultasi bunyi
jantung, jumlah, irama
dan denyut jantung
5 Ketidakefektifan Perfusi NOC: NIC:
jaringan perifer
Tissue Integrity : Skin & Neurologic monitoring
mucous membrane
Fluid Management
Tissue perfusion :
Peripheral 1. Monitor tanda-tanda
vital, seperti suhu,
Setelah dilakukan tindakan tekanan darah, nadi
dan pernafasan
keperawatan selama … x
2. Monitor status
24jam diharapkan pernafasan , ABC
ketidakefektifan perfusi level, oksimetri denyut
jaringan perifer pada klien nadi, kedalaman,
teratasi dengan kriteria pola, dan laju
hasil : pernafasan
3. Monitor ICP dan CPP
1. Suhu kulit klien di 4. Monitor status hidrasi
kisaran normal (misalnya :
2. Integritas kulit yang kelembapan
baik bisa membrane mukosa,
dipertahankan kecukupan denyut
3. Melaporkan adanya nadi dan tekanan
gangguan sensasi darah ortostatik)
atau nyeri pada daerah dengan tepat
kulit yang mengalami 5. Monitor tanda-tanda
gangguan vital, dengan tepat
4. Suhu ektremitas kulit 6. Berikan therapy IV,
normal dengan tepat

I. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan infrak miokardium akut merupakan salah
satu aspekpenting dalam proses keperawatan. Hal ini penting untuk
merencanakan tindakan selanjutnya. Perawat mengumpulkan data dasar
informasi status terkini klien mengenai pengkajain sistem kardiovaskuler sebagai
prioritas pengakajian/ pengkajian sistematis pasien mencakuo riawayt yang
berhubungan dengan gambaran gejala berupa nyeri dada, sulit bernapas
(dispnea), palpitasi, pingsan (sinkop), dan keringat dingin (diaphoresis). Masing-
masing gejala harus dievaluasi waktu dan durasinya serta faktor yang
mencetuskn dan meringankan.
1. Anamnesis
Anammesis penyakit ini terdiri dari keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan kondisi psikologis klien.

2. Keluhan Utama
Keluhan utam biasanya nyeri dada, perasaan sulit bernapas, dan pingsan.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian pemuakit sekarang yang mendukung keluhan utama dengan
melakukan seangkaian pertanyaan tentang nyeri dada klien secara
SOCRATES adalah sebagai berikut :
a. Site (Lokasi), di mana bagian yang terasa nyeri.
b. Onset (Mulai timbul), kapan timbulnya nyeri (mendadak atau bertahap)
c. Character (Sifat), gambaran dari sifat nyeri (seperti diremas, terbakar,
dll)
d. Radiation (Penjalaran), penjalaran rasa nyeri ke bagian lain
e. Association (Hubungan), gejala yang terjadi bersamaan dengan rasa
nyeri (mual, sesak, dll)
f. Timing (Saat terjadinya), perubahan intensitas nyeri
g. Exacerbating and relieving factor (Faktor yang menyebabkan dan
meringankan), hal-hal yang menyebabkan nyeri dan menghilangkan
nyeri
h. Severity (Tingkat keparahan), penilaian tingkat rasa nyeri
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian riwayat dahulu yang mendukung dengan mengkaji apakah
sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM, dan
hiperlipidemia. Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien
pada masa lalu yang masih relevan. Obat-obat ini meliputi antiangina nitrat
dan penghambat beta serta obat-obat antihipertensi. Catat adanya efek
samping yang terjadi di masa lalu. Tanyakan juga mengenai alergi obat dan
catat reaksiapa yang timbul. Sering kali klien tidak bisa membedakan
anatara reaksi dengan efek smaping obat.
5. Riwayat Keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga
serta bila ada anggota keluarga yang meninggal, maka penyebab kematian
juga ditanyakan. Penyakit jantung iskemikpada orang tua yang timbulnya
pada usia muda merupakan fakto resiko utama untuk penyakit jantung
iskemik pada keturunannya.

6. Riwayat pekerjaan dan kebiasaan


Perawat menanyakan situasi tempat bekerja dan lingkungannya. Kebiasaan
sosial ditanyak dengan menanyakan kebiasaan pola hidup, misalnya minum
alkohol atau obat tertentu. Kebiasaan merokok sudah berapa lama, berapa
batang perhari dan jenis rokok. Di samping pertanyaaan-pertanyaan tersebut
diatas, maka data biografi juga merupakan data yang perlu diketahui, yaitu :
nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, suku dan agama yang dianut oleh
klien. Dalam mengajukan pertanyaan kepada kllien, hendaknya diperhatikan
kondisi klien. Bila klien dalam keadaan kritis maka pertanyaan yang diajukan
bukan pertanyaan tebuka, tetapi pertanyaan tertutup yang jawabannya
adalah “ya” atau “tidak” pertanyaan yang dapat dijawab dengan gerak tubuh,
yaitu menggangguk atau menggelengkan kepala saja, sehingga tidak
memerlukan energy yang besar.
2. Psikologis
Adanaya keluhan nyeri dada yang sangat hebat dan sesak napas akan
memberikan dampak psikologis yang negative pada klien. klien infrak
miokardium akut dengan nyeri akan mengalami kecemasan berat sampai
ketakutan akan kematian. Penting bagi perawat untuk memahami adanya
kecemasan yang berta yang dapat memberikan respon patologis sehingga
menyebabkan terjadinya serangkaian mekanisme pengeluaran hormone.
Berdasarkan konsep psikoneuro imunologi, stress merupakan stresor yang
dapat menurunkan sistem imunitas tubuh. Hal ini tejadi melalui serangkaian
aksi yang diperantai oleh HPA-axis (hipotalanus, pituitary, dan adnernal).
Sters akan merangsang hipotalamus untuk meningkatkan produksi CRF
(corticotrophin releasing faktor). CRF ini selanjutnya akan merangsang
kelenjar pituitari anterior untuk meningkatkan produksi ACTH (adreno cortico
tropin hormone). Hormone ini yang akan merangsang korteks adrenal untuk
meningkatkan sekresi kortisol. Kortisol inilah yang akan menekan sistem
imun tubuh. Kecemasan juga akan menstimulasi respon saraf simpatis untuk
menjawab respon fight or flight dengan upaya peningkatan denyut jantung
dan tekanan darah dengan manisfestasi terjadinya vasokonstriksi pembuluh
darah. Vasokontriksi, peningkatan denyut jantung dan tekanan darah akan
memperberat beban jantung serta meningkatkan komsumsi miokardium,
sehingga dapat memperberat kondisi iskemia dan akan memperluas area
infrak pada miokadium. Saat ini, perawat perlu mengkaji mekanisme koping
yang digunakan klien dan berupaya untuk membantu alternative koping yang
positif untuk diterima klien.

3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik klien terdiri atas keadaan umum dan
B1-B6
4. Keadaan umum
Pada pemeriksaan umum klien IMA biasanya didapatkan kesadaran baik
atau compos mentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang
melibatkan perfusi sistem saraf pusat.
a. B1 (Breathing)
Terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal, dan keluhan napas
seperti tercekik. Biasanya juga terdpat dispnea kardia. Sesak napas ini
terjadi akibat pengerahan tenaga dan disebabkan oleh kenaikan
tekanan akhir diastolic dai ventikel kiri yang meningkatkan tekanan vena
pulmonalis. Hal ini terjadi karena terdapat kegagalan peningkaan curah
darah ventrikel kiri pada waktu melakukan kegiatn fisik. Dispnea kardia
dapat timbul pada waktu beristirahat bila keadaannya sudah parah.
b. B2 (Bleeding)
Pemeriksaaan B2 yang dilakukan dapat melalui teknik inspeksi, palpasi
dan auskultasi.
1) Inspeksi : adnaya parut
2) Palpasi : denyut nadi perifer melemah. Thrill pada IMA tanpa
kompliaksi biasnya tidak didapatkan.
3) Auskultasi : tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan
volume sekuncup pada IMA. Bunyi jantung tambahan akibat
kelainan katup biasanya tidak didapatkan pada IMA tanpa
kompliaksi.
4) Perkusi : tidak ada pergeseran batas jantung
c. B3 (Brain)
Kesadaran biasanya CM, tidak didapatkan sianonis perifer. Pengkajian
objektif klien berupa adanya wajah meringis, perubahan postur tubuh,
menangis merintih, meregang, dan menggeliat.
d. B4 (Bladder)
Pengukuran volume keluaran urine berhubungan dengan asupan cairan,
oleh karena itu perawat perlu memantau adanya oliguria pada klien IMA
karena merupakan tanda awal dari syok kardiogenik.
e. B5 (Bowel)
Kaji pola makan klien apakah sebelumnya terdapat peningkatan
konsumsi garam dan lemak. Adanya nyeri akan memberikan respons
mual dan muntah. Palpasi abdomen didapatakan nyeri tekan pada
keempat kuadran. Penuunan peristaltik usus merupakan tanda kardial
pada IMA.
f. B6 (Bone)
Hasil yang biasanya terdapat pada pemeriksaan B6 adalah sebgai
berikut :
1) Aktivitas dan gejala, kelemahan, kelelehan, tidak dapat tidur, gerak
statis, dan jadwal olahraga tidak teratur.
2) Tanda : takikkardi, dispnea pada saat istirahat/aktivitas, dan
kesulitan melakuakn tugas perawatan diri.

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini merupakan pembahasan dari asuhan keperawatan pada


pasien dengan ACS atau Infark Miokard Akut di IGD RSUD Ulin Banjarmasin.
Dalam BAB ini penulis akan membahas meliputi pengkajian,diagnosa,
prencanaan keperawatan,implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan
mengenai kasus diangkat.
Pengkajian tahap pertama yang penulis lakukan dalam proses
keperawatan gawat darurat yaitu pengkajian primer/triage dimana terdapat
pengkajian ABCD dan riwayat penyakit.Menurut M.Black, 2014 dalam kurniawati
2018 manifestasi yang muncul pada pasien IMA berupa Nyeri di seluruh dada
seperti terbakar atau di remas,Mual atau pusing,sesak napas dan kesulitan
bernapas,Kecemasan, kelemahan, atau kelelahan yang tidak dapat
dijelaskan,Palpitasi, keringat dingin, pucat.

Hasil pengkajian kepada pasien didapatkan pasien mengeluh nyeri pada


dada, sesak nafas,tampak keringat dingin,pasien tampak cemas dan ujung jari
serta bibir tampak pucat, CRT kembali >2 detik.TD : 110/70 mmHg N: 92 x/mnt,
SPO2 : 98% dengan oksigen nasalkanul 2 liter T : 36,5 C GCS : E 4 M 5 V 6
Composmentis.pada keluarga tidak ada memiliki penyakit jantung menurun. Akan
tetapi pasien memiliki penyakit DM. menurut Sari & Widyatmoko,2016 penyebab
IMA salah satunya adalah Diabetes mellitus.

Diagnosa keperawatan merupakan suatu klinik yang diberikan kepada


pasien mengenai respon individu untuk menjaga penurunan
kesehatan,status,dan mencegah serta merubah (NANDA,2015). Berdasarkan hal
tersebut penulis dalam kasus Resume gawat darurat medik dengan pasien IMA
dapat mengangkat 2 diagnosa sebagai berikut,Penurunan Curah jantung b.d
perubahan volume sekuncup

Adapun alasan penulis mengangkat diagnosa tersebut berdasarkan


Nanda 2018-2020 memenuhi batasan karateristik yaitu pasien mengeluh sesak
pasien mengeluh nyer, hasil EKG pada pasien abnormal,akral teraba dingin
,ujung jari dan bibir tampak pucat. Adapun patofisiologinya cardiac output
menurun akibat perubahan volume sekuncup yang disebabkan otot atau
jaringan pada jantung mengalami iskemia sehingga jantung tidak bisa memompa
darah keseluruh organ.

Nyeri akut b.d cedera biologis Adapun alasan penulis mengangkat


diagnosa tersebut karena menurut pengkajian pasien mengeluh nyeri pada dada
dengan wajah meringis dan memegangi daerah yang nyeri dan sudah
memenuhu batasan karakteristik NANDA diagnosis. Dimana patofisiologinya
oksigen tidak sampai ke miokardium atau otot jantung sehingga menyebabkan
otot jantung kekurang oksigen dan muncul nyeri

Adapun penatalaksanaan dari infark miokard akutyaitu Penurunan Curah


jantung b.d perubahan volume sekuncup dan Dan pada diagnosa kedua Nyeri
akut b.d cedera biologis dimana dilakukan yaitu :

Pada tatalaksana Terapi fibrinolosis adalah teknik reperfusi dengan


memberikan obat “penghancur bekuan darah”. Oba tini menguraikan trombus
dengan mengkonversi plasminogen menjadi plasmin dan mendegradasi bekuan
bekuan fibrin. Obat yang sering digunakan diantaranya adalah alteplase
(recombinant tissue–type plasminogen activator [rt-PA]; Activase), reteplase
(Retavase), and tenecteplase (TNKase) (Overbaugh, 2009). Obat harus segera
diberikan dalam 30 menit sejak pasien masuk RS.Terapi ini sangat efektif
diberikan 3 jam dari onset gejala ACS. Walaupun begitu, pemberian setelah
12jam onset masih memberikan keuntungan untuk reperfusi koroner. Sedangkan
pemberian setelah 24jam dari onset dapat berbahaya. Beberapa kontraindikasi
untuk terapi ini adalah pasien denganperdarahan, pasien baru menjalani operasi
atau prosedur invasif, trauma, active peptic ulcer disease,penggunaan obat
anticoagulants, recent ischemic stroke, cerebrovascular disease, hipertensi tidak
terkontrol, dan tumor otak. Komplikasi utama dari terapi ini adalah
perdarahan.pada pasien diberikan terapi farmakologi
lanzoprazol,aspilet,clopidorel,dan melaui siringe pump selaitu tindakan yang
dilakukan pada pasien IMA. Selain itu pasien juga dilakukan monitoring tekanan
darah nadi dan repirasi serta melakukan pemantauan ekg untuk mengetahui
perkembangan irama jantung per 15 menit sekali untuk memantau
perkembangan reaksi obat. Pada observasi ke 3 pasien mengalami penurunan
pernafasan dan alat oksigen diganti menjadi nrm 8 liter

Adapun penatalaksaanaan yang tidak dilakukan pada pasien yaitu PCI


adalah tindakan invasif dengan memasukan kateter melalui pembuluh darah
arteri femoral (atau radial) menuju arteri koroner yang mengalami sumbatan
untuk membuka sumbatan tersebut dan mengembalikan perfus ke miokard.
Indikasi PCI meliputi; onset < 3jam; pasien dengan kontraindikasi terapi
fibrinolisis; pasien dengan risiko terjadinya gagal jantung; atau pasien dengan
diagnosis tersangka (susp) STEMI. PCI harus dilakukan 90 menit sejak pasien
masuk RS. Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien meliputi perdarahan,
hematoma di area insersi kateter, penurunan perfusi perifer, retroperitoneal
bleeding, cardiac arrhythmias, coronary spasm, acute renal failure, stroke, dan
cardiac arrest. Pada kasus tidak dilakukan pemasangan PCI karena dirumah
sakit jarang melakukan diruang gawat darurat dan biasanya dilakukan pada
ruang ICCU.

Adapun hasil dari tindakan keperawatan dan medic didapatkan neri


pasien berkurang dari 5 menjadi 3, pasien tampak tenang dan pasie terpasang
o2 8 liter dengan NRM pukul 19.00 pasien dipindahkan keruangan rawat inap
untuk penanganan lebih lanjut.

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Acute Coronary Syndrome (ACS) adalah penyakit jantung yang
mempengaruhi arteri yang menyediakan darah, oksigen, dan nutrisi ke
miokardium. Ketika aliran darah melalui arteri koroner sebagian atau
seluruhnya diblokir, iskemia dan infark miokardium dapat terjadi. Iskemia
terjadi ketika oksigen tidak mencukupi disediakan untuk memenuhi
kebutuhan dari miokardium karena sumbatan akut terjadi oleh adanya
aterosklerotik pada dinding arteri koroner sehingga menyumbat aliran
darah sehingga terjadi penurunan suplai darah ke jaringan otot jantung
akibat adanya oklusi atau thrombosis arterik oronaria atau akibat shock
atau anemia akut. Infark (nekrosis atau kematian sel) terjadi ketika
iskemia parah berkepanjangan dan menurunkan perfusi sehingga
menyebabkan kerusakan permanen pada jaringan. (Ignatavicius dan
Workman, 2010; Black and Joyce, 2014; Awan Hariyanto, 2015; Kasron,
2016)

B. SARAN
Untuk mencapai suatu keberhasilan yang baik dalam pembuatan laporan
selanjutnya,maka penulis memberikan saran kepada :
1. Mahasiswa
Dalam pengumpulan data, penulis mendapatkan berbagai kesulitan.
Dengan usaha yang sungguh-sungguh, sehingga penulis
mendapatkan data untuk menyelesaikan makalah ini.
2. Pendidikan
Pada rodi keperawatan, khususnya perpustakaan. Agar dapat
menyediakan buku-buku yang sudah mengalami perubahan-
perubahan yang lebih maju sehingga buku tersebut bukan saja
sebagai sumber ilmu tetapi dapat di jadikan sumber referensi untuk
materi makalah. Khususnya untuk makalah-makalah yang akan
dijadikan makalah selanjutnya.
3. Dengan adanya makalah ini yang berisikan tentang Asuhan
Keperawatan Miocardium Infaction diharapkan mahasiswa
mengetahui, mengerti, dan memahami akan arti, manfaat serta akibat/
dampak dari apa yang telah dibahas pada makalah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, S. (2013). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri, Ar- Ruzz,


Yogyakarta.

Black, M. Joyce&Hawks J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Buku


2. Elsevier : Singapore

Bulechek, M.G dkk.(2013). Nursing Interventions Classification (NIC), 6th


Indonesian edition. Indonesia: Mocomedia.
Perry & Potter (Erik Erikson). (2009). Fundamental Keperawatan, Edisi 7,
terjemahan (Federderika, A): Salemba Medika: Jakarta.

Kurniawati, T (2018)

Anda mungkin juga menyukai