Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Sistem pernafasan atau respirasi berperan dalam menjamin ketersediaan
oksigen untuk kelangsungan metabolisme sel-sel tubuh dan perputaran gas.
Melalui peran sistem respirasi, oksigen diambil dari atmosfer, di transpor masuk
ke paru-paru dan terjadi pertukaran gas oksigen dengan karbon dioksida di
alveoli, selanjutnya oksigen akan didifusi masuk kapiler darah untuk
dimanfaatkan oleh sel dalam proses metabolisme. (Tarwoto dan Wartonah. 2015)
Proses oksigenasi dimulai dari pengambilan oksigen di atsmosfer, kemudian
oksigen masuk melalui organ pernafasan bagian atas seperti hidung atau mulut,
faring, laring, dan selanjutnya masuk ke organ pernafasan bagian bawah seperti
trakea, bronkus utama, bronkus sekunder, bronkus tersier (segmental), terminal
bronkiolus, dan selanjutnya masuk ke alveoli. Selain untuk jalan masuknya udara
ke organ pernafasan bagian bawah, organ pernafasan bagian atas juga berfungsi
untuk pertukaran gas, proteksi terhadap benda asing yang akan masuk ke
pernafasan bagian bawah, menghangatkan, filtrasi, dan melembabkan gas.
Sementara itu, fungsi organ pernafasan bagian bawah, selain sebagai tempat
untuk masuknya oksigen, berperan juga dalam proses difusi gas. (Tarwoto dan
Wartonah. 2015)

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa definisi oksigenasi ?
2. Bagaimana penjelasan fisiologi kardiovaskular ?
3. Bagaimana penjelasan fisiologi oksigen ?
4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi ?
5. Apa saja masalah yang berhubungan dengan oksigenasi ?
6. Bagaimana format asuhan keperawatan oksigenasi ?

1
1.3 TUJUAN

1.3.2 Tujuan Khusus:

1. Memahami tentang definisi oksigenasi


2. Memahami tentang fisiologi kardiovaskular
3. Memahami tentang fisiologi oksigen
4. Memahami tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan
oksigenasi
5. Memahami masalah yang berhubungan dengan oksigenasi
6. Memahami format asuhan keperawatan oksigenasi

1.3.2 Tujuan Umum:


Adapun tujuan khusus dalam penulisan makalah ini adalah di harapkan
mahasiswa keperawatan mampu:
1. Mendeskripsikan tentang definisi oksigenasi
2. Mendeskripsikan tentang fisiologi kardiovaskular
3. Mendeskripsikan tentang fisiologi oksigen
4. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi
5. Mengetahui masalah yang berhubungan dengan oksigenasi
6. Mengetahui format asuhan keperawatan oksigenasi

1.3 MANFAAT

Adapun manfaat dalam penulisan makalah ini adalah di harapkan mahasiswa


keperawatan :

1. Perawat senantiasa selalu menghargai klien dengan menerima kelebihan


maupun kekurangan klien sehingga bisa memberikan pelayanan kesehatan
yang tepat.
2. Untuk memberikan asuhan fisik dan memperhatikan emosi sambil
meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI OKSIGENASI

Oksigen merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling vital. Oksigen


dibutuhkan oleh tubuh untuk menjaga kelangsungan metabolisme sel sehinnga
dapat mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai sel, jaringan, atau organ.
(Saputra, Dr.Lyndon. 2013)

Oksigenasi merupakan proses penambahan oksigen (O2) ke dalam sistem


(kimia atau fisika). Penambhan oksigen dalam tubuh dapat dilakukan secara
alami dengan cara bernafas. Pernafasan atau respirasi merupakan proses
pertukaran gas antara individu dan lingkungannya. Pada saat bernafas, tubuh
menghirup udara untuk mendapatkan oksigen dari lingkungan mengembuskan
udara untuk mengeluarkan karbondioksida kelingkungan. (Saputra, Dr.Lyndon.
2013)

Oksigen yang dihirup akan diangkut melalui pembuluh darah ke sel-sel


tubuh. Didalam sel-sel tubuh oksigen akan dibakar untuk mendapatkan energi.
Salah satu hasil pembakaran tersebut adalah karbondioksida. Karbondioksisa
diangkut melalui pembuluh darah ke paru-paru untuk kemudian dikeluarkan dari
tubuh. (Saputra, Dr.Lyndon. 2013)

2.2 FISIOLOGI KARDIOVASKULAR

Fisiologi kardiopulmonal meliputi penghantaran darah yang terdeoksigenasi


(darah dengan kadar karbodioksida yang tinggi dan oksigen yang rendah) ke
bagian kanan jantung dan sirkulasi pulmonal, serta darah yang teroksigenasi
(darah dengan kadar oksigen yang tinggi dan karbon dioksida yang rendah) dari
paru ke bagian kiri jantung dan jaringan. Sistem jantung menghantarkan oksigen,
nutrisi, dan substansi lain ke jaringan dan memindahkan produk sisa dari

3
metabolisme seluler melalui vaskular dan sistem tubuh lain (misalnya respirasi,
pencernaan, dan ginjal). (McCance dan Huether, 2005).

a) Pompa Miokard
Aksi pompa jantung penting dalam penyampaian oksigen.
Empat ruang jantung, yaitu dua atrium dan dua vetrikel, terisi darah
selama diastolik dan kosong selama sistolik. Penyakit arteri koroner
(coronary artery disease {CAD}) dan kardiomiopati (pembesaran
jantung) menyebabkan penurunan aksi pompa serta penurunan dalam
jumlah darah yang di keluarkan dari ventrikel (volume
sekuncup/stroke volume). Pembesaran darah dan dehidrasi
menyebabkan penurunan volume darah yang bersikulasi dan
penurunan volume sekuncup. (Potter,Perry. 2009)
Serabut-serabut miokard memiliki sifat kontraktil yang
membuatnya dapat meregang selama pengisian. Pada jantung yang
sehat, peregangan ini sebanding dengan kekuatan kontraksi
selanjutnya meningkat, ini kenal dengan hukum Frank-Starling
(Starling’s) jantung. Pada jantung yang sakit, hukum Starling tidak
dapat dipergunakan karena peregangan miokard melebihi batas
fisiologis jantung. Respons konstraktil selanjutnya menyebabkan
insufisiensi stroke volume, dan darah mulai “kembali” ke sirkulasi
pulmonal (gagal jantung kiri) atau sirkulasi sistemik (gagal jantung
kanan). (Potter,Perry. 2009)
b) Aliran Darah Miokard
Untuk menjaga aliran darah yang adekuat ke sirkulasi
pulmonal dan sistemik, aliran darah miokard harus menyediakan
oksigen dan nutrisi yang cukup bagi miokard itu sendiri. Aliran darah
yang melalui jantung tidak terarah. Empat katup jantung memastikan
aliran darah selanjutnya. Selama diastolik, ventrikel katup
atrioventrikular (mitral dan trikuspid) terbuka, dan darah mengalir

4
dari atrium bertekanan tinggi ke dalam ventrikel yang berelaksasi. Ini
menghasilkan S1 atau bunyi jantung pertama. Setelah pengisian
ventrikel, fase sistolik dimulai. (Potter,Perry. 2009)
Selama fase sistolik, katup seminular (aorta dan pulmonalis)
terbuka, dan darah mengalir dari ventrikel ke dalam aorta dan arteri
pulmonalis. Penutupan katup aorta dan pulmonalis menampilkan S2,
atau bunyi jantung kedua. (Potter,Perry. 2009)
c) Sirkulasi Arteri Koroner
Sirkulasi arteri koroner merupakan cabang dari sirkulasi
sistemik yang menyediakan oksigen dan nutrisi serta memindahkan
produk sisa pada miokard. Arteri koroner terisi selama diastolik
ventrikel (McCance dan Huether, 2005). Arteri koroner kiri dan kanan
yang merupakan cabang dari aorta yang tepat berada di belakang
katup aorta yang terus terbuka di sebut ostium koroner (lubang
koroner). Arteri koroner kiri memperdarahi miokard ventrikel kiri
yang mengandung lebih banyak otot dan melakukan sebagian besar
kerja jantung. (Potter,Perry. 2009)
d) Sirkulasi Sistemik
Arteri dan vena sirkulasi sistemik menghantarkan nutrisi dan
oksigen serta memindahkan produk sisa dari jaringan. Darah yang
teroksigenasi mengalir dari ventrikel kiri melalui aorta dan ke dalam
arteri sistemik yang besar. Arteri tersebut bercabang ke dalam arteri-
arteri yang kecil, kemudian ke arteriol, dan akhirnya ke pembuluh
darah yang lebih kecil, yaitu kapiler. Pada tingkat kapiler terjadi
pertukaran gas respirasi, nutrisi, dan produk sisa, serta jaringan
teroksigenasi. Produk sisa keluar dari jaringan kapiler melalui venula
yang bergabung membentuk vena. Vena-vena tersebut membentuk
vena-vena yang lebih besar, yang membawa darah terdeoksigenasi ke
bagian kanan jantung, dimana aliran kemudian berbalik ke sirkulasi
pulmonal. (Potter,Perry. 2009)

5
e) Regulasi Aliran Darah
Jumlah darah yang di keluarkan dari ventrikel kiri setiap menit
di sebut curah jantung (cardiac output). Curah jantung normal adalah
4-6 liter/menit pada individu dewasa yang sehat dengan berat badan
150 pon (68 kg) pada keadaan istirahat. Volume darah yang
bersikulasi berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan oksigen dan
metabolisme tubuh. Sebagai contoh, saat berolahraga, hamil, dan
demam, curah jantung meningkat, tetapi sewaktu tidur curah jantung
menurun. (Potter,Perry. 2009)
f) Indeks Jantung (cardiac indeks/CI)
Merupakan ukuran yang lebih tepat dan mempertimbangkan
perfusi jaringan dan luas permukaan tubuh klien (body surface
area/BSA). Menentukan CI adalah dengan membagi curah jantung
dengan BSA. Nilai normalnya adalah 2,5-4,0 liter/menit /m2.
(Potter,Perry. 2009)
g) Volume Sekuncup (stroke volume)
Adalah jumlah darah yang di keluarkan dari ventrikel kiri pada
setiap kontraksi. Jumlah darah dalam ventrikel kiri pada setiap
kontraksi. Jumlah darah dalam ventrikel kiri pada akhir diastol
(preload), tahanan terhadap keluaran ventrikel kiri (afterload), dan
kontraktilitas miokard kesemuanya memengaruhi volume.
(Potter,Perry. 2009)
h) Preload
Adalah volume akhir sistole. Ventrikel meregang ketika terisi
darah. Semakin ventrikel teregang, maka kontraksi semakin besar,
dan semakin besar pula volume sekuncupnya (hukum Starling). Pada
keadaan klinis, preload dan volume sekuncup berikutnya
dimanipulasi dengan mengubah jumlah volume darah yang
bersikulasi. Sebagai contoh ketika terjadi perdarahan, tetapi cairan
dan pergantian darah meningkatkan volume yang bersikulasi,

6
meningkatkan preload dan volume sekuncup berikutnya, serta curah
jantung. Jika volume tidak di ganti, maka preload dan curah hujan
berikutnya menjadi menurun. (Potter,Perry. 2009)
i) Afterload
Adalah tahanan terhadap keluaran ventrikel kiri. Jantung harus
bekerja untuk mengatasi tahanan terhadap keluarnya seluruh darah
dari ventrikel kiri. Tekanan aorta diastole merupakan ukuran klinis
afterload yang baik. (Potter,Perry. 2009)
2.3 FISIOLOGI OKSIGEN

Proses pernapasan dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu pernapasan


eksternal dan pernapasan internal.

1. Pernapasan eksternal adalah keseluruhan proses pertukaran gas antara


lingkungan eksternal dan pembuluh kapiler paru (kapiler pulmonalis).
Pernapasan eskternal dapat dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu ventilasi
pulmoner, difusi gas, dan transpor oksigen serta karbon dioksida.
a. Ventilasi pulmoner
Ventilasi merupakan proses pertukaran gas dari atmosfer ke alveoli
dan sebaliknya. Gas yang dihirup dari atmosfer ke alveoli adalah oksigen,
sedangkan gas yang dikeluarkan dari alveoli ke atmosfer adalah
karbondioksida.
Proses ventilasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Perbedaan tekanan udara antara atmosfer dan paru –paru.
2. Jalan nafas yang bersih serta sistem pernafasan yang utuh.
3. Kemampuan rongga toraks untuk mengembang dan berkontraksi
dengan baik.
4. Kerja sistem saraf autonom, yaitu rangsangan simpatetik dapat
menyebabkan relaksasi sehingga vasodilatasi dapat terjadi, sedangkan
rangsangan parasimpatetik dapat menyebabkan kontraksi sehingga
vasokonstriksi dapat terjadi.

7
5. Kerja sistem saraf pusat karena pada sistem saraf pusat terdapat bagian
yang berperan sebagai pusat pernafasan, yaitu medula oblongata dan
pons. Keberadaan karbondioksida akan merangsang kedua saraf
tersebut.
6. Kemampuan paru-paru untuk mengembang dan menyempit.
Kemampuan paru-paru untuk mengembang disebut complience.
Complience dipengaruhi oleh keberadaan surfaktan di alveoli yang
menurunkan tegangan permukaan dan keberadaan sisa udara sehingga
terjadi kolaps dan gangguan toraks. Kemampuan paru-paru untuk
menyempit sehingga dapat mengeluarkan co2 disebut recoil.
b. Difusi gas alveolar
Pada saat oksigen memasukki alveoli, terjadi difusi oksigen dari
alveoli ke pembuluh darah kapiler paru. Selain itu, juga terjadi difusi
karbon dioksida dari pembuluh darah kapiler paru ke alveoli. Proses difusi
ini oleh beberapa faktor, antara lain permukaan paru, ketebalan membran
respirasi, perbedaan tekanan karbon dioksida didalam alveoli dan di
kapiler paru, perbedaan tekanan dan konsentrasi oksigen didalam alveoli
dan dikapiler paru, serta afinitas gas (kemampuan O2 dan CO2 dalam
menembus dan mengikat hemoglobin).
c. Transpor oksigen dan karbon dioksida
Transpor gas didalam tubuh dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu
transpor oksigen dan transpor karbon dioksida.
1.) Trasnpor oksigen
Transpor oksigen merupakan proses pengangkutan oksigen dari
pembuluh kapiler ke jaringan tubuh. Oksigen yang masuk ke dalam
pembuluh kapiler sebagian besar akan berikatan dengan hemoglobin
(97%) dalam bentuk oksihemoglobin (HbO2) dan sisanya (3%)
terlarut didalam plasma. Transpor oksigen dipengaruhi oleh jumlah
oksigen yang masuk kedalam paru (ventilasi) serta aliran darah ke
paru dan jaringan (perfusi).

8
2.) Transpor karbon dioksida
Transpor karbon dioksida merupakan proses pengangkutan karbon
dioksida dari jaringan ke paru-paru. Secara umum pengakutan CO2
dapat terjadi melalui tiga cara, yaitu:
a.) CO2 larut dalam plasma dan membentuk asam karbonat, reaksi
yang terjadi sebagai berikut.
CO2 + H2O H2CO3
Presentase pengankutan dengan cara seperti ini hanyalah sebesar
5%.
b.) CO2 diangkut dalam bentuk karbomoinohemoglobin. CO2
berdifusi ke dalam sel darah merah dan berikatan dengan amin
(-NH2) yang merupakan protein dari hemoglobin.
Presentase pengangkutan dengan cara ini adalah sebesar 30%.
c.) CO2 diangkut melalui sel darah merah dalam bentuk iomn
bikarbonat (HCO3). Proses ini berantai dan disebut pertukaran
klorida. CO2 bersenyawa dengan air membentuk asam
karbonat, yang terurai menjadi H+ + HCO3. Reaksi yang
terjadi adalah sebagai berikut.
CO2+ H2O H2CO3 H+ + HCO3
Presentase pengangkutan dengan cara ini adalah sebesar 65%.
Pernapasan internal (pernapasan jaringan) merupakan proses
pertukaran gas antara pembuluh darah kapiler dan jaringan tubuh. Setelah
oksigen berdifusi kedalam pembuluh darah, darah yang banyak
mengandung oksigen diangkut keseluruh bagian tubuh hingga mencari
kapiler sistematik. Dibagian ini terjadi pertukaran oksigen dan karbon
dioksida antara kapiler sistemik dan sel jaringan. Oksigen berdifusi dari
kapiler sistemik ke sel jaringan, sedangkan karbon dioksida berdifusi dari
sel jaringan ke kapiler sistemik.

9
2.4 ANATOMI PARU
1. Saluran Paru
Setelah melalui saluran hidung dan faring, tempat udara pernapasan
dihangatkan dan dilembabkan oleh uap air, udara inspirasi berjalan menuruni
trakea, melalui bronkiolus, bronkiolus respiratorius dan duktus alveolaris
sampai ke alveolus. (Ganong, 2008)
Antara trakea dan kantong alveolar terdapat 23 kali percabangan saluran
udara. Enam belas percabangan pertama saluran udara merupakan zona
konduksi yang menyalurkan udara dari dan ke lingkungan luar. Bagian ini
terdiri atas bronkus, bronkiolus dan bronkiolus terminalis. Tujuh percabangan
berikutnya merupakan zona peralihan dan zona respirasi, tempat terjadinya
pertukaran gas, dan terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan
alveolus. Adanya percabangan saluran udara yang majemuk ini sangat
meningkatkan luas total penampang melintang saluran udara, dari 2,5 cm3 di
trakea, menjadi 11.800 cm3 di alveoli. Akibatnya, kecepatan aliran udara di
dalam saluran udara kecil berkurang ke nilai yang sangat rendah.
Tiap alveolus dikelilingi dilapisi oleh dua jenis sel epitel. Sel epitel 1
merupakan sel gepeng yang memiliki perluasan sitoplasma yang besar dan
merupakan sel pelapis utama. Sel tipe II (pneumosit granular) lebih tebal
dan mengandung banyak badan inklusi lamelar. Sel-sel ini mensekresi
surfaktan. Mungkin terdapat pula sel epitel jenis khusus lainnya, dan paru
juga memiliki makrofag alveolus paru.
2. Bronkus dan persarafannya
Dinding trakea dan bronkus mengandung tulang rawan, tetapi relatif hanya
sedikit otot polos. Dinding keduanya dilapisi oleh epitel bersilia yang
mengandung kelenjar mukosa dan serosa. Epitel bersilia ini terdapat sampai
dengan bronkiolus respiratorius, namun kelenjar tidak terdapat pada epitel
bronkiolus dan bronkiolus terminalis, serta dinding keduanya tidak
mengandung tulang rawan. Walaupun demikian, dinding bronkiolus dan
bronkiolus terminalis mengandung lebih banyak otot polos, dan jumlah otot

10
polos terbanyak, bila dibandingkan dengan ketebalan dindingnya, terdapat di
bronkiolus terminalis.
Dinding bronkus dan bronkiolus dipersarafi oleh susunan saraf
autonom. Reseptor muskarinik banyak dijumpai, dan pelepasan impuls
kolinergik menyebabkan bronkokonstriksi. Pada otot polos dan epitel bronkus
terdapat reseptor adrenergik B2. (Ganong, 2008)
3. Sirkulasi Paru
Hampir seluruh darah di dalam tubuh mengalir melalui arteri pulmonalis
menuju jalinan kapiler paru, termpat terjadinya oksigenasi darah dan
kemudian dikembalikan ke atrium kiri melalui vena pulmonalis. Arteri
bronkus yang jauh lebih kecil dan terpisah berasal dari arteri sistemik. Arteri-
arteri ini membentuk kapiler, yang mengalirkan darah ke dalam vena bronkus
atau beranastomosis dengan kapiler atau vena paru. Vena bronkus bermuara
ke dalam vena azigos. Peredaran darah bronkus berfungsi memberi nutrisi
pada bronkus dan pleura. Saluran limfe lebih banyak dijumpai di paru
dibandingkan organ lain. (Ganong, 2008)
4. Mekanisme Pernapasan
a. Inspirasi dan Ekspirasi
Paru dan dinding dada merupakan struktur yang elastis. Pada keadaan
normal, hanya ditemukan selapis tipis cairan di antara paru dan dinding
dada (ruang intrapleura). Paru dengan mudah dapat bergeser sepanjang
dinding dada, namun sukar untuk dipisahkan dari dinding dada seperti
halnya dua lempeng kaca basah yang dapat digeser namun tidak dapat
dipisahkan. Tekanan di dalam “ruang” antara paru dan dinding dada
(tekanan intrapleura) bersifat subatmosferik. Pada saat lahir, jaringan paru
mengembang sehingga teregang, dan pada akhir ekspirasi tenang,
kecenderungan daya recoil jaringan paru untuk menjauhi dinding dada
diimbangi oleh daya recoil dinding dada ke arah yang berlawanan. Jika
dinding dada dibuka, paru akan kolaps dan bila paru kehilangan

11
elastisitasnya, dada akan mengembung menyerupai bentuk gentong
(barrel shaped),
Inspirasi merupakan proses aktif. Kontraksi otot inspirasi akan
meningkatkan volume intratoraks. Tekanan intrapleura di bagian basis
paru akan turun dari nilai normal sekitar -2,5 mmHg (relatif terhadap
tekanan atmosfer) pada awal inspirasi, menjadi -6 mmHg. Jaringan paru
akan semakin terengang. Tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit
lebih negatif, dan udara mengalir ke dalam paru. Pada akhir inspirasi, daya
recoil paru mulai menarik dinding dada kembali kedudukan ekspirasi,
sampai tercapai kesimbangan kembali anatar daya recoil jaringan paru dan
dinding dada. Tekanan disaluran udara menjadi lebih positif, dan udara
mengalir meninggalkan paru. Selama pernapasan tenang, eskpirasi
merupakan proses pasif yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk
menurunkan volume intratoraks. Namun, pada awal skpirasi, sedikit
kontraksi otot inspirasi masih terjadi. Kontraksi ini berfungsi sebagai
peradam daya recoil paru dan memperlambat eskpirasi.
Pada inspirasi kuat, tekanan intrapleura turun mencapai -30 mmHg
sehingga penggembangan jaringan paru menjadi lebih besar. Bila ventilasi
meningkat, derajat pengempisan jaringan paru juga ditingkatkan oleh
kontaksi aktif otot ekspirasi yang menurunkan volume intratoraks.
b. Volume paru
Jumlah udara yang masuk ke dalam paru setiap kali inpirasi
(atau jumlah udara yang keluar dari paru setiap kali ekspirasi) disebut
volume tidal. Jumlah udara yang masih dapat masuk ke dalam paru
pada inspirasi maksimal setalah inspirasi biasa disebut volume
cadangan inspirasi (inspirasitory reserve volume / IRV). Jumlah udara
yang dapat dikeluarkan secara aktif dari dalam paru melalui kontraksi
otot ekspirasi, setelah ekspirasi biasa disebut volume cadangan
ekspirasi (ekspiratory reserve volume/ IRV), dan udara yang masih
tertinggal didalam paru setelah ekspirasi maksimal disebut volume

12
residu (residual volume / RV). Nilai normal berbagai volume paru dan
istilah yang digunakan untuk kombinasi berbagai volume paru
tersebut. Ruang disaluran napas yang berisi udara yang tidak ikut serta
dalam proses pertukaran gas dengan darah dalam kapiler paru disebut
ruang rugi pernapasan (respiratory deatspace).
Pengukuran kapasitas vital, yaitu jumlah udara terbesar yang
dapat dikeluarkan dari paru setelah inspirasi maksimal sering kali
digunakan di klinik sebagai indeks fungsi paru. Nilai tersebut
bermanfaat dalam memberikan informasi mengenai kekuatan
pernapasan serta beberapa aspek fungsi pernapasan lain. Fraksi
volume kapasitas vital yang dikeluarkan pada satu detik pertama
melalui ekspirasi paksa (volum eskpirasi paksa 1 detik, FEV/ Timet
vital capacity) dapat memberikan informasi tambahan: nilai kapasitas
vital normal yang menurun dapat diperoleh dengan nilai FEV menurun
pada mengidap penyakit seperti asma, yang mengalami peningkatakan
tahanan saluran udara akibat konstriksi bronkus. Pada keadaan normal,
jumlah udara yang di inspirasi selama satu menit (ventilasi paru,
volume respirasi semenit) sekitar enam, L (500mL/napas x 12 napas/
menit). Ventilasi volunter maksimal (maksimal volumtary ventilation,
MVV). Volume gas yang dikeluarkan oleh seorang dewasa normal
selama ekspirasi paksa, yang memperlihatkan FEV dan kapasitas vital
total (VC).
c. Otot pernapasan

Gerakan diafragma menyebabkan perubahan volume


intraktoraks sebesar 75% selama inspirasi tenang. Otot diafragma
melekat disekeliling bagian dasar rongga toraks, yang membentuk
kuba diatas hepar dan bergerak ke arah bawah sperti pisnton pada saat
berkontraksi.

13
Diafragma terdiri atas tiga bagian : bagian kostal, yang
dibentuk oleh serabut otot yang bermula dari iga-iga di sekeliling
bagian dasar rongga toraks; bagian krural, yang dibentuk oleh serabut
otot yang bermula dari ligamentum disepanjang tulang belakang; dan
tendon sentral, tempat insersi serabut kostal dan krural. Tendn sentral
juga mencakup bagian inferior perikardium. Serabut krural berjalan di
kedua sisi esofagus dan dapat menekan esofagus saat berkontraksi.
Bagian kostal dan krural diafragma dipersarafi oleh bagian-bagian
yang berbeda dari nervus frenikus dan dapat berkontraksi secara
terpisah. Contohnya, pada waktu muntah dan bersendawa, tekanan
intra abdomen meningkat akibat kontraksi serabuit kostal diafragma,
sedangkan serabut krural tetap lemas sehingga memungkinkan
bergeraknya berbagai zat dari lambung ke esofagus.

Otot inspirasi penting lainnya adalah muskulus interkostalis


eksternus, yang berjalan dari iga keniga seacara miring ke arah bawah
dan ke depan. Iga-iga berputar seolah bersend di bagian punggung
sehingga ketika muskulus interkostalis eksternus berkontraksi, iga-iga
di bawahnya akan terangkat. Gerakan ini akan mendorong sternum ke
luar dan memperbesar diameter anteroposterior rongga dada. Diameter
transversal juga meningkat, tetapi dengan derajat yang lebih kecil.
Baik muskulus interkostalis eksternus maupun diafragma dapat
mempertahankan ventilasi yang adekuat pada keadaan istirahat.
Transeksi medula spinalis di atas segmen servikalis ketiga dapat
berakibat fatal bila tidak diberikan pernapasan buatan, namun tidak
demikian halnya bila dilakukan transeksi di bawah segmen servikalis
kelima karena nervus frenikus yang mempersarafi diafragma tetap
utuh; nervus frenikus berasal dari medula spinalis setinggi segmen
servikalis 3-5. Sebaliknya, pada penderita dengan paralis bilateral
nervus frenikus namun dengan persarafan otot interkostla yang masih

14
utuh, pernapasan agak sukar tetapi cukup adekuat untuk
mempertahankan hidup. Muskulus skalenus dan
sternokleidomastoideus di leher merupakan otot inspirasi tambahan
yang ikut membantu mengangkat rongga dada pada pernapasan yang
sukar dan dalam.

Jika otot ekspirasi berkontraksi, volume intratoraks akan


berkurang dan terjadi ekspirasi paksa. Efek ini dimiliki oleh muskulus
interkostalis internus karena otot-otot ini berjalan miring ke arah
bawah dan belakang dari iga ke iga sehingga pada waktu berkontraksi,
otot-otot ini akan menarik rongga dada ke bawah. Kontraksi otot
dinding abdomen anterior juga ikut membantu proses ekspirasi dengan
cara menarik iga-iga ke bawah dan ke dalam serta dengan
meningkatkan tekanan intra-abdomen yang akan mendorong
diafragma ke atas.

d. Glotis

Pada awal inspirasi, terjadi kontraksi otot abduktor laring yang


akan memisahkan pita suara dan membuka glotis. Selama menelan
atau saat tersedak, secara refleks terjadi kontraksi otot aduktor yang
menutup glotis dan mencegah aspirasi makanan, cairan, atau bahan
muntahan ke dalam paru. Pada pasien yang dianestesi atau tidak sadar,
penutupan glotis dapat tidak sempurna sehingga bahan muntahan
dapat masuk ke dalam trakea dan menimbulkan reaksi peradangan di
paru (pneumonia aspirasi).

Otot laring dipersarafi oleh nervus vagus. Bila otot abduktor


lumpuh, stridor inspirasi akan timbul. Pada kelumpuhan otot aduktor,
makanan dan cairan akan masuk ke dalam trakea, yang menyebabkan
peneumonia aspirasi dan adema. Vagotomi serviks bilateral pada
hewan percobaan lambat laun akan menimbulkan kongesti paru dan

15
edema yang bersifat fatal. Rdema ini sebagian disebabkan oleh
aspirasi, dan bahkan sebagian edema ini juga timbul meskipin
trakeotomi sudah dilakukan sebelum vagotomi.

e. Tonus bronkus

Secara umum, otot polos pada dinding bronkus berfungsi


membantu pernapasan. Bronkus mengalami dilatasi selama inspirasi
dan berkonstriksi saat ekspirasi. Dilatasi disebabkan oleh pelepasan
impuls parasimpatis. Rangsangan pada reseptor sensorik di saluran
napas oleh iritan dan zat kimia seperti sulfur dioksida menimbulkan
refleks bronkokonstriksi yang dihantarkan melalui jaras kolinegrik.
Bronkokonstriksi juga dapat ditimbulkan oleh udara dingin dan juga
aktivitas jasmani, mungkin karena peningkatkan respirasi saat
berolahraga akan mendinginkan saluran napas. Selain itu, otot bronkus
juga melindungi bronkus sewaktu batuk. Tonus bronkus memiliki
irama sirkandi, yaitu konstriksi maksimal terjadi sekitar pukul 6.00
pagi dan dilatasi maksimal terjadi sekitar pukul 6.00 sore.

Seperti uraian sebelumnya, VIP menimbulkan bronkodilatasi.


Di pihak lain, substansi P menimbulkan bronkokonstriksi. Demikian
juga adenosin yang berkerja melalui reseptor A1, dan banyak sitokin
dan modulator inflamasi lain. Peran zat-zat ini pada pengaturan
fisiologis tonus bronkus masih belum pasti. Percabangan bronkus pada
manusia hidup kini dapat dilihat dengan teknik MRI saat subyek
menginhalasi helium yang telah terpolarisasi oleh laser. Teknik ini
seyogianya dapat memberikan analisis yang lebih rinci tentang respons
bronkus serta variasinya pada penyakit.

f. Compliance Paru dan Dinding Paru


Interaksi antara daya recoil jaringan paru dan daya recoil dinding dada
dapat diperlihatkan pada subjek hidup. Sebjek percobaan bernapas melalui

16
sebuah spirometer yang dilengkapi suatu katup tepat dibelakang
mouthpiece, dengan kedua cuping hidung dijepit rapat. Mouthpiece ini
dilengkapi dengan alat pengukur tekanan. Setelah subyek menghirup
sejumlah udara, katup diputar sehingga saluran napas tertutup. Otot-otot
pernapasan dibiarkan berelaksasi, sementara tekanan di saluran napas
dicatat. Tindakan ini diulang setelah menghirup atau secara aktif
mengeluarkan sejumlah volume udara.
g. Tekanan Permukaan Alveolus
Suatu faktor penting yang mempengaruhi compliance jaringan paru
adalah tegangan permukaan dilapisi cairan yang melapisi alveolus.
Dampak faktor ini pada berbagai volume paru dapat diukur dengan cara
mengeluarkan paru dari tubuh seekor hewan percobaan serta
mengembangkannya secara bergantian menggunakan salin dan udara
sambil mengukur tekanan intraparu.
h. Surfaktan
Tegangan permukaan yang rendah ketika alveolus mengecil
disebabkan oleh adanya surfaktan (suatu zat lemak yang menurunkan
tegangan permukaan) dalam cairan yang melapisi alveolus.
i. Kerja Pernapasan
Otot pernapasan melakukan kerja untuk meregangkan jaringan elastis
dinding dada dan paru (kerja elastis), menggerakkan jaringan non-elastis
(tahanan viskositas), serta menggerakkan udara melalui jalan pernapasan.
5. Sirkulasi Paru
a. Pembuluh Darah Paru
Jalinan pembuluh darah paru menyerupai pembuluh darah sistemik,
tetapi tebal dinding pembuluh arteri pulmonalis dan cabang-cabang
besarnya hanya sekitar 30% tebal dinding aorta, dan pembuluh arteri kecil,
berbeda dengan arteriol sistemik, merupakan tabung endotel yang relatif
sedikit mengandung otot polos di dalam dindingnya. Dinding pembuluh
pascakapiler juga memiliki sejumlah otot polos. Pembuluh kapiler paru

17
berukuran besar dan terdapat banyak anastomosis sehingga setiap alveolus
diliputi oleh jala-jala kapiler.
b. Tekanan, Volume, dan Aliran
Di luar dua pengecualian kecil, darah yang keluar dari ventrikel kiri
akan kembali ke atrium kanan dan selanjutnya diejeksikan oleh ventrikel
kanan, menyebabkan sirkulasi pulmonal memiliki keunikan, yaitu di
dalamnya terkandung aliran darah yang hampir sama banyaknya dengan
jumlah darah di seluruh organ tubuh lainnya. Salah stau pengecualian
adalah aliran darah yang hampir sama banyaknya dengan jumlah darah di
seluruh organ tubuh lainnya. Salah satu pengecualian adalah aliran
bronkus. Seperti uraian sebelumnya, terdapat anastomosis diantara kapiler
bronkus dan kapiler serta vena pulmonal, dan walaupun sejumlah darah
bronkus mengalir ke vena bronkus, sebagian darah akan mengalir ke
dalam kapiler dan vena pulmonal, tanpa melalui ventrikel kanan.
Pengecualian yang lain adalah darah yang mengalir dari arteri koronaria
ke dalam bilik jantung kiri.
c. Tekanan Kapiler
Tekanan kapiler di paru alah sekitar 10 mmHg, sedangkan tekanan
onkotiknya adalah 25 mmHg sehingga terdapat selisih tekanan yang
mengarah ke dalam sebesar 15 mmHg yang menjaga agar alveolus tetap
hanya mengandung selapis tipis cairan. Bila tekanan di kapiler paru
melampaui 25 mmHg.
d. Pengaruh Gravitasi
Gravitasi memberikan dampak yang cukup jelas pada sirkulasi
pulmonal. Pada posisi tegak, bagian atas paru berada jauh di atas jantung,
dan bagian atas paru berada jauh di atas jantung, dan bagian basis berada
setinggi atau sedikit di bawah jantung. Akibatnya, di bagian atas paru,
aliran darah berkurang, alveolus lebih besar, dan ventilasi lebih sedikit
dari pada di bagian basal. Tekanan di kapiler pada bagian puncak paru
mendekati tekanan atmosfer di alveolus. Pada keadaan normal, tekanan di

18
arteri pulmonalis cukup besar untuk mempertahankan perfusi, namun jika
tekanan ini menurun atau tekanan di alveolus meningkat, sejumlah kapiler
akan kolaps. Pada keadaan ini, tidak terjadi pertukaran gas pada alveolus
yang kolaps dan alveolus tersebut menjadi bagian dari ruang rugi
fisiologis.
Di bagian tengah paru, tekanan di arteri dan kapiler paru lebih besar
daripada tekanan di alveolus, namun tekanan di pembuluh venula menjadi
kolaps. Pada keadaan ini, aliran darah lebih ditentukan oleh perbedaan
tekanan antara arteri pulmonalis-alveolus dan bukan oleh selisih tekanan
arteri-vena pulmonalis. Setelah melampaui daerah sempit, darah masuk ke
dalam vena-vena paru yang bersifat compliant dan dapat menampung
berapapun banyaknya darah yang melewati daerah pembuluh vena yang
sempit. Peristiwa ini disebut efek air terjun. Jelaslah, tekanan pembuluh
yang ditimbulkan oleh tekanan alveolus berkurang dan aliran darah paru
meningkat sewaktu tekanan arteri meningkat menuju dasar paru.
Di bagian bawah paru, tekanan alveolus lebih rendah dibandingkan
dengan tekanan di seluruh bagian sirkulasi pulmonal dan aliran darah
ditentukan oleh perbedaan tekanan arteri-vena.
e. Reservoar paru
Akibat daya mengembangnya yang besar, vena-vena pulmonalis
menjadi reservoar darah yang penting.
f. Pengaturan aliran darah paru
Masih belum dipastikan apakah vena dan arteri pulmonalis diatur
secara terpisah walaupun konstriksi vena meningkatkan tekanan kapiler
paru dan konstriksi arteri paru meningkatkan beban di sisi kanan jantung.

19
2.5 ANATOMI SALURAN PERNAPASAN
Saluran penghantar udara yang membawa udara ke dalam paru adalah
hidung., faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Saluran pernapasan dari
hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Ketika masuk
rongga hidung, udara disaring, dihangatkan, dan dilembabkan. Ketiga proses ini
merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks
bertingkat, bersilia dan bersel goblet. Permukaan epitel diliputi oleh lapisan
mukus yang disekresi oleh sel goblet dan kelenjar mukosa. Partikel debu yang
kasar disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung, sedangkan
partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus. Gerakan siliya mendorong
lapisan mukus ke posterioir di dalam rongga hidung, dan ke superior didalam
sistem pernapasan bagian bawah menuju ke faring. Dari sini partikel halus akan
tertelan dibatukan keluar. Lapisan mukus memberikan untuk kelembaban, dan
banyaknya jaringan pembuluh darah dibawahnya akan menyuplai panas ke udara
inspirasi. Jadi udara inspirasi telah menyesuaikan sedemikian rupa sehingga udara
yang mencapai faraing hampir bebas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh, dan
kelembabannya mencapai 100%.
Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. Laring terdiri dari
rangakain cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot dan mengandung
pita suara. Ruang berbentuk segitiga di antara pita suara (yaitu glotis) bermuara
kedalam trakea dan membentuk bagian antara saluran pernapasan atas dan bawah.
Glotis merupakan pemisah antara saluran pernapasan bagian atas dan bawah.
Meskipun laring terutama dianggap berhubungan dengan fonasi, tetapi fungsinya
sebagai organ pelindung jauh lebih penting. Pada fungsi menelan, gerakan laring
ke atas, penutup glotis, dan fungsi seperti pintu dari epiglotis yang berbentuk
daun pada pintu masuk laring, berperan untuk mengarahkan makanan dan cairan
yang masuk ke dalam esofagus. Jika benda asing masih mampu masuk melampui
glotis fungsi batuk yang di miliki laring akan membantu menghalau benda dan
secret keluar dari saluran pernapasan luar bagian bawah.

20
Trakea disokong oleh cincin tulang rawan berbentuk seperti sepatu kuda yang
panjangnya kurang lebih 12,5 cm (5 inch). Struktur trakea dan bronkus
dianalogkan dengan sebuah pohon, dan oleh karena itu dinamakan pohon
trakeobonkial. Permukaan posterior trakea agak pipih dibandingkan sekelilingnya
karena tulang cincin rawan di daerah itu tidak sempurna, dan letaknya tepat di
depan esofagus. Akibatnya, jika suatu pipa endotrakea (ET) bulat yang kaku
dengan balon yang digembungkan dimasukkan selama ventilasi mekanik, dapat
menimbulkan erosi diposterior membran tersebut, dan membetuk fistula
trakeoesofageal. Erosi bagian arterior menembus cincin tulang rawan dapat juga
timbul tetapi tidak sering. Pembengkakan dan kerusakan pita suara juga
merupakan komplikasi dari pemakaian pipa ET. Tempat trakea percabang
menjadi bronkus utama kiri dan kanan di kenal sebagai karina. Karina memiliki
banyak syaraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk berat jika
dirasang.
Bronkus utama kiri dan kanan tidak simestris. Bronkus utama kanan lebih
pendek dan lebih lebar dibandingkan dengan bronkus utama kiri dan merupakan
kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir vertikal. Sebaliknya, bronkus utama
kiri lebih panjang dan lebih sempit dibandingkan dari bronkus utama kanan dan
merupakan kelanjutan dari trakea dengan sudut yang lebih tajam. Bentuk antomik
yang khusus ini mempunyai keterlibatan klinis yang penting. Satu pipa ET yang
telah dipasang untuk menjamin patensi jalan udara akan mudah meluncur
kebawah, ke bronkus utama kanan, jika pipa tidak tertahan dengan baik pada
mulut atau hidung. Jika terjadi demikian, udara tidak dapat memasuki paru kiri
dan akan menyebabkan kolabs paru (atelektasis). Namun demikian, arah bronkus
kanan yang hampir vertikal tersebut memudahkan masuknya kateter untuk
melakukan penghisapan yang lebih dalam. Selain itu, benda asing yang terhirup
lebih sering tersangkut pada percabangan bronkus kanan karena arahnya vertikal.
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris
dan kemudian bronkus segmentalis. Bercabangan ini berjalan terus menjadi
bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus

21
terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong
udara). Bronkiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm.
bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi dikelilingi oleh otot
polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah
samapai tingkat bronkiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena
fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ketempat pertukaran gas paru.
Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional
paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari (1) bronkiolus respiratorius,
yang terkedang meneliti kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya; (2)
duktus alveolaris, seluruhnya di batasi oleh alveolus, dan (3) saklus alveolaris
terminalis, struktur akhir paru. Asinus atau kadang-kadang di sebut lobulus
primer memiliki garis tengah kira-kira 0,5 sampai 1,0 cm. terdapat sekitar 2 kali
bercabang mulai dari trakea sampai sakus alveolaris terminalis. Alveolus (dalam
kelompok sakus alveolaris menyerupai anggur, yang membentuk sakus
terminalis) di pisahkan dari alveolus di dekatnya oleh dinding tipis atau septum.
Lubang kecil dapa dinding di namakan pori-pori kohn. Lubang ini
memungkinkan hubungan atau aliran udara antar sakus alveolaris terminalis.
Alveolus hanya mempunyai 1 lapis sel yang diameternya lebih kecil di
bandingkan diameter sel darah merah. Dalam setiap paru terdapat sekitar 300 juta
alveolus dengan lusa permukaan seluas sebuah lapangan tenis.
Terdapat dua tipe lapisan sel alveola: pneumosit tipe I, merupakan lapisan
tipis yang menyebar dan menutupi lebih dari 90% daerah permukaan, dan
pneumosit tipe II, yang bertanggung jawab terhadap sekresi surfaktan.struktur
mikrokospik sebuah duktus alveolaris dan aveolus –alveolus pada hakekatnya
merupakan suatu gelembung gas yang dikelilingi oleh jaringan kapiler sehingga
batas antara cairan dan gas membentuk tegangan permukaan yang cenderung
mendukung pengembangan saat inspirasi dan cenderung kolaps pada waktu
ekspirasi. Tetapi, untunglah alveolus di lapisi oleh zat lipoprotein (disebut
surfaktan) yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi
terhadap pengembangan pada waktu inspirasi, dan mencegah colaps alveolus

22
pada waktu ekspirasi. Pembentukan dan pengeluaran surfaktan oleh sel lapisan
alveolis (type II) bergantung pada beberapa faktor, yaitu: kematangan sel-sel
alveolus dan sistem enzim beosistentik, kecepatan pergantian surfaktan yang
normal, ventilasi yang memadai, dan aliran darah kedinding alveolus. Surfaktan
relatif lambat terbentuk pada kehidupan fetal; sehingga bayi yang lahir dengan
jumlah surfaktan yang sedikit (biasanya pada kelahiran premature) dapat
berkembang menjadi sindrom gawat napas pada bayi. Surfaktan disintetis secara
cepat dari asam lemak yang di ekstraksi dari darah, dengan kecepatan
pergantiannya yang cepat. Sehingga bila aliran darah ke daerah paru terganggu
(misalnya karena emboli paru), maka jumlah surfaktan pada daerah tersebut akan
berkurang. Produksi surfaktan di rangsang oleh ventilasi aktif, volume tidak yang
memadai, dan hiperventilasi periodik (cepat dan dalam) yang di cegah oleh
konsentrasi O2 tinggi pada udara yang di inspirasi. Sehingga pemberian O2
konsentrasi tinggi dalam waktu yang lama atau kegagalan untuk benapas cepat
dan dalam pada seorang pasien yang menggunakan ventilasi mekanikakan
menurunkan produksi sufaktan dan menyebabkan kolaps alveolar (ateletaksis).
Devisiensi surfaktan dianggap sebagai faktor penting pada atau genesis sejumlah
penyakit paru, termasuk sindrom gawat napas akut (ARGS).
2.6 KONTROL PERNAPASAN

Terdapat beberapa mekanisme yang berperan membawa udara ke dalam paru


sehingga pertukaran gas dapat berlangsung. Fungsi mekanisme pergerakan ke
dalam udara masuk dan keluar dari paru di sebut ventilasi dan mekanisme ini di
laksanakan oleh sejumlah komponen yang saling berinteraksi. Komponen yang
berperan penting adalah pompa yang bergerak maju mundur, di sebut pompa
pernapasan. Pompa ini mempunyai 2 komponen volume-elastis: paru itu sendiri
dan dinding mengelilingi paru. Dinding yang terdiri dari rangka ke jaringan
rangka toraks, serta diafragma, isi abdomen dan dinding abdomen. Otot-otot
pernapasan yang meruapakan bagian dinding toraks merupakan sumber untuk
mengembus pompa. Diafragma (dibantu oleh otot-otot yang dapat mengangkat

23
tulang iga sternum) merupakan otot utama yang ikut berperan dalam peningkatan
volume paru dan rangka toraks selama inspirasi; ekspirasi merupakan suatu
proses pasif pada pernapasan tenang.

Mekanisme lain mengontrol jumlah udara yang masuk ke dalam paru. Pada
waktu paru mengembang, reseptor-reseptor ini mengirim sinyal pada pusat
pernapasan agar menghentikan pengembangan lebih lanjut. Sinyal dari reseptor
regang tersebut akan berhenti pada akhir ekspirasi ketika paru dalam keadaan
mengempis dan pusat pernapasan bebas untuk memulai inspirasi lagi.
Mekanisme ini dikenal dengan nama refleks Hering-Breuer, pernah
dipertimbangkan berperan penting dalam mengontrol pernapasan; akan tetapi
penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa refleks ini tidak aktif pada orang
dewasa, kecuali bila volume tidak melebihi 1 liter seperti pada waktu
berolahraga.

2.7 KONTROL PERNAPASAN PADA JALAN NAPAS

Otot polos terdapat pada trakea hingga bronkiolus terminalis dan dikontrol
oleh sistem saraf otonom. Tonus bronkomotorik bergantung pada keseimbangan
antara kekuatan konstriksi dan relaksasi otot polos pernapasan. Persarafan
parasimpatis (kolinergik) (melalui nervus vagus) memberikan tonus
bronkokonstriktor pada jalan napas. Rangsangan parasimpatis menyebabkan
bronkokonstriksi dan peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan sel-sel goblet.
Rangsangan simpatis terutama ditimbulkan oleh epinefrin melalui reseptor-
reseptor adrenergik-beta, dan menyebabkan relaksasi otot polos bronkus,
bronkodilasi, dan berkurangnya sekresi bronkus. Simpatis mempersarafi jalan
nafas, namun hanya sedikit. Baru-baru ini, komponen ketiga pengontrolan saraf
yang telah digambarkan disebut nonkolinergik, sistem penghambat
nonatdrenergik (Diamond, 1996). Stimulasi serat saraf ini terletak pada nervus
vagus dan menyebabkan bronkodilasi, dan neurotransmiter yang digunakan
adalah nitrogen oksida. Reseptor-reseptor jalan nafas bereaksi terhadap iritan-
iritan mekanik ataupun kimia yang akan menimbulkan masukan sensoris melalui

24
jaras vagus aferen, dan dapat menyebabkan bronkokonstriksi, peningkatan
sekresi mukus, peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Pemahaman tentang
pengontrolan saraf jalan nafas berperan penting dalam pemahaman patofisiologi
asma dan farmakoterapinya.

2.8 PERTAHANAN SALURAN NAFAS


Permukaan paru yang luas, yang hanya dipisahkan oleh membrabn tipis dari
sistem sirkulasi, secara teoritris mengakibatkan seseorang rentan terhadap
infasi benda asing (debu) dan bakteri yang masuk bersama udara inspirasi;
tertapi, saluran respirasi bagian bawah dalam keadaan normal adalah steril.
Terdapat beberapa mekanisme pertahanan yang mempertahankan sterilitas ini.
Kita telah mengetahui refleks menelan atau refleks muntah yang mencegah
masuknya makanan atau cairan ke dalam trakea, juga kerja “eskalator
mukosiliaris” yang menjebak debu dan bakteri kemudian memindahkannya ke
krongkongan. Refleks batuk merupakan mekanisme lain yang lebih kuat
untuk mendorong sekresi ke atas sehingga dapat ditelan atau di keluarkan.
Makrofag alveolar merupakan pertahanan terakhir dan terpenting untuk
melawan infasi bakteri ke dalam paru. Makrofag alveolar merupakan sel
fagositik dengan sifat dapat bermigrasi dan aktifitas enzimatik yang unik. Sel
ini bergerak bebas pada permukaan alveolus dan meliputi serta menelan benda
atau bakteri. Sesudah partikel mikroba tertelan, metabolit-metabolit O2 akan
aktif kembali, seperti hidrogen peroksida didalam makrofag, akan membunuh
dan mencerna mikro organisme tersebut tanpa menyebabkan reaksi
peradangan yang jelas. Partikel debu mikroorganisme ini kemudian diangkut
oleh makrofag ke pembuluh linfe atau ke bronkiolus tempatr mereka akan
dibuang oleh eskalator mukosiliaris, makrofag alveolar dapat membersihkan
paru dari bakteri yang masuk sewaktu inspirasi dengan kecepatan
menakjubkan. Menelan etil alkohol, merokok, dan pemakaian obat-obat
kortikosteroid akan mekanisme pertahanan ini.

25
2.9 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBUTUHAN
OKSIGENASI

1. Kerja Saraf Autonom

Rangsangan saraf autonom dapat mempengaruhi kemampuan saluran


pernapasan untuk dilatasi untuk kontriksi. Ketika terjadi rangsangan oleh
saraf simpatetik, ujung saraf dapat mengeluarkan neurotransmiter
(contohnya norasdrenalin) yang berpangruh terhadap bronkodilatasi
(pelebaranalin) yang berpengaruh terhadap bronkodilatasi (pelebaran
saluran pernafasan). Pada saat terjadi rangsangan oleh saraf simpatetik,
contoh neurotransmiter yang dikeluarkan oleh ujung saraf adalah
asetilkolin yang berpengaruh terhadap bronkokontriksi (penyempitan
saluran pernapasan). (Saputra, Dr.Lyndon. 2013)

2. Hormon dan Medikasi

Semua hormon dari derivat catecholamine dapat memperlebar saluran


pernapasan. Beberapa jenis dapat memperlebar saluran pernapasan,
misalnya sulfas atropin dan ekstrak belladona. Contoh obat yang dapat
mempersempit saluran pernapasan adalah β-2 yang merupakan obat
penghambat adrenergik tipe beta. (Saputra, Dr.Lyndon. 2013)

3. Kondisi Kesehatan

Kondisi sakit tertentu dapat menghambat proses oksigenasi dalam


tubuh. Contohnya adalah penyakit yang menyerang saluran pernapasan
dan kardiovaskular serta penyakit kronis. Reaksi alergi terhadap sesuatu
dapat menyebabkan gangguan pada saluran napas, misalnya bersin,batuk,
dan sesak napas. (Saputra, Dr.Lyndon. 2013)

4. Perkembangan

Tingkat perkembangan seseorang dapat memengaruhi jumlah oksigen


yang masuk ke dalam tubuh. Bayi prematur berisiko menderita penyakit

26
membran hialin kerana produksi surfaktan yang masih sedikit. Setelah
anak tersebut sedikit dewasa, paru-parunya sudah dapat menghasilkan
surfaktan sehingga risiko tersebut menjadi berkurang. (Saputra,
Dr.Lyndon. 2013)

5. Perilaku dan Gaya Hidup

Contoh perilaku dan gaya hidup yang dapat memengaruhi fungsi


pernapasan adalah pola makan yang tidak baik sehingga menyebabkan
obesitas atau malnutrisi, kebiasaan berolahraga, ketergantungan zat
adiktif, emosi, dan kebiasaan merokok. (Saputra, Dr.Lyndon. 2013)

Obesitas dapat menghambat ekspansi paru, malnutrisi mengakibatkan


pelisutn otot pernpasan sehingga mengurangi kekuatan kerja pernapasan.
Pengonsumsian alkohol dan obat-obatan secara berlebihan serta
pengonsumsian narkotika dan analgesik (terutama morfin dan meperidin)
dapat mengakibatkan penurunan laju dan kedalaman pernapasan.
(Saputra, Dr.Lyndon. 2013)

Emosi, seperti rasa cemas, takut, dan marah, akan merangsang saraf
simpateti sehingga menyebabkan peningkatan denyut jantung dan
frekuensi pernapasan sehingga kebutuhan oksigen meningkat laju dan
kedalaman pernapasan. (Saputra, Dr.Lyndon. 2013)

6. Lingkungan

Kondisi lingkungan yang dapat memengaruhi funsi pernapasan antara


lain suhu,ketinggian, dan polusi udara. Suhu lingkungan memengaruhi
afinitas (kekuatan) ikatan Hb dan O2. Jadi, dapat dikatakan bahwa suhu
lingkungan memengaruhi kebutuhan oksigenasi seseorang. (Saputra,
Dr.Lyndon. 2013)

Makin tinggi suatu daerah, makin rendah tekanan oksigennya sehingga


makin sedikit oksigen yang dapat dihirup oleh individu yang berada di

27
daerah tersebut. Akibatnya, individu yang tinggal di daerah daratan tinggi
memiliki laju pernapasan, denyut jantung, serta kedalaman pernapasan
yang lebih tinggi daripada individu yang tinggal di daratan rendah.
(Saputra, Dr.Lyndon. 2013)

Polusi udara seperti debu dan asap dapat menyebabkan sakit kepala,
pusing, batuk, tersedak, dan berbagai gangguan pernapasan lain bagi
orang yang menghisapnya. (Saputra, Dr.Lyndon. 2013)

2.9 MASALAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN OKSIGENASI


1. Hipoksia

Hipoksia adalah kondisi ketika kebutuhan oksigen di dalam tubuh


tidak terpenuhi karena kadar oksigen di lingkungan tidak mencukupi atau
penggunaan oksigen ditingkat sel meningkat. (Saputra, Dr.Lyndon. 2013)

Tanda dan gejala:


a. Warna kebiruan pada kulit (sianosis).
b. Kelelahan.
c. Kecemasan.
d. Pusing.
e. Kelemahan.
f. Penurunan tingkat kesadaran dan konsentrasi.
g. Peningkatan tanda-tanda vital.
h. Dispenia (kesukaran bernapas).
2. Obstruksi jalan napas

Obstruksi jalan napas merupakan kondisi ketika pernpasan berjalan


tidak normal karena penyumbatan saluran pernapasan. (Saputra,
Dr.Lyndon. 2013)

Tanda dan gejala:


a. Batuk tidak efektif.

28
b. Tidak dapat mengeluarkan sekresi di jalan napas; jumlah, irama, dan
kedalaman pernapasan tidak normal.
c. Suara napas menunjukkan adanya sumbatan.
3. Perubahan pola napas

Hipovenlitalasi adalah penurunan jumlah udara yang masuk ke dalam


paru-paru karena ventilasi alveolar tidak adekuat untuk mencukupi
kebutuhan metabolik penyaluran O2 dan pembuangan CO2. (Saputra,
Dr.Lyndon. 2013)

Tanda dan gejala:


a. Nyeri kepala
b. Penurunan kesadaran
c. Disorientasi
d. Ketidak kesimbangan elektrolit

2.6 FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Pengkajian keperawatan pada masalah kebutuhan oskigenasi meliputi


riwayat keperawatan, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan diagnostik.
(Saputra, Dr.Lyndon. 2013)

a. Riwayat keperawatan
Riwayat keperawatan pada status oksigenasi meliputi hal-hal
sebagai berikut.
1. Masalah pada pernapasan (dulu dan sekarang), meliputi ada atau
tidak gangguan pernapasan seperti epistakis, obstruksi nasal, dam
keadaan lain yang menyebabkan gangguan pernapasan.
2. Adanya batuk, sputum, dan nyeri: perhatikan jenis batuknya dan
keadaan pada saat pasien batuk (misalnya sedng makan atau
hanya pada malam hari). Apabila terbentuk sputum, perhatikan
warna dan kejernihannya. Perhatikan apakah pasien mengalami

29
nyeri pada dada. Apabila dada terasa nyeri, perhatikan bagian
yang merasa nyeri, luas dan itensitasnya, faktor yang
menyebabkan rasa nyeri tersebut, perubahan nyeri dada jika
pasien berubah posisi, serta ada tidaknya hubungan antara waktu
inspirasi dan ekspirasi dengan rasa sakit.
3. Adanya infeksi kronis dari hidung, sakit pada sinus, otitis media,
nyeri ditenggorokan, kenaikan suhu tubuh hingga sekitar 38,5oC,
sakit kepala, lemas, sakit perut hingga muntah-muntah (pada
anak-anak), faring berwarna merah,dan terdapat edema.
4. Faktor resiko yang memperberat masalah oksigenasi, misalnya
riwayat hipertensi, penyakit jantung, atau penyakit CVA (cerebro
vascular accident), kebiasaan merokok, berusia lanjut, obesitas,
diet tinggi lemak, dan kolestrol tinggi.
5. Riwayat penggunaan medikasi.
6. Stresor yang dialami.

b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada masalah kebutuhan oksigenasi meliputi
4 teknik, yaitu inspeksi, palpasi, aukultasi, dan perkusi. Dari
pemeriksaan ini dapat dikethui antara lain adanya pembengkakan,
pola napas yang tidak normal, suara perkusi paru yang tidak normal,
atau suara napas yang tidak normal.
Pemeriksaan fisik pada masalah kebutuhan oksigenasi meliputi
empat teknik, yaitu inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi.
1. Inspeksi
Pada sat inspeksi, bagian yang diperhatikan antara lain:
a. Tingkat kesadaran pasien
b. Postur tubuh
c. Kondisi kulit dan membran mukosa

30
d. Bagian dada (misalnya kontur rongga interkosta, diameter
anterokposterior, struktur toraks, dan pergerakan dinding
dada)
e. Pola napas, meliputi :
a.) Tipe jalan napas, meliputi napas spontan melalui
hidung atau mulut atau menggunakan slang
b.) Frekuensi dan kedalaman pernapasan
c.) Sifat pernapasan, yaitu pernapasan torakal, abdominal,
atau kombinasi keduanya
d.) Irama pernapasan, meliputi durasi inspirasi dan
ekspirasi
e.) Ekspansi dada secara umum
f.) Adanya sianosis, deformitas, atau jaringan parut pada
dada

2. Palpasi
Palpasi dilakukan dengan meletakkan siku tangan pemeriksa
mendatar diatas dada pasien. Pemeriksaan ini berguna untuk
mendeteksi nyeri tekan, peradangan setempat, metastasis tumor
ganas, pleuritis, atau pembengkakkan dan benjolan pada dada.
Palpasi dilakukan antara lain untuk mengetahui suhu kulit,
pengembangan dada, abnormalitas massa dan kelenjar, sirkulasi
perifer, denyut nadi, dan pengisian kapiler.
3. Perkusi
Perkusi bertujuan untuk menentukan ukuran dan bentuk organ
dalam serta untuk mengkaji keberadaan abnormalitas, cairan, atau
udara didalam paru-paru. Hal-hal tersebut dapat dinilai dari
normal tidaknya suara perkusi paru. Suara perkusi normal adalah
suara perkusi sonor dengan bunyi seperti “dug-dug”.

31
Perkusi dilakukan dengan menekan jari tengah (tangan non-
dominan) pemeriksa mendatar diatas dada pasien. Lalu, jari
tersebut diketuk-ketukkan dengan menggunakan ujung jari tengah
atau jari telunjuk tangan sebelahnya. Normalnya, dada
menghasilkan bunyi resonansi atau gaung perkusi.
Suara perkusi yang redup terdapat pada penderita infiltrat,
konsolidasi, dan efusi pluera. Suara perkusi yang pekak atau
kempis (suara seperti ketika kita memperkusi paha kita) terdengar
apabila perkusi dilakukan diatas daerah yang mengalami
atelektasis, atau dapat juga terdengar pada rongga pleura yang
terisi oleh nanah, tumor pada permukaan paru, atau fibrosis paru
dengan penebalan pleura. Hipersonan atau bunyi drum dapat
ditemukan pada penyakit tertentu, misalnya pneumonia dan
emfisema.
4. Auskultasi
Auskultasi adalah proses mendengarkan suara yang dihasilkan
didalam tubuh. Proses ini dapat dilakukan langsung atau dengan
stetoskop. Bagian yang diperhatikan adalah nada, intensitas,
durasi, dan kualitas bunyi. Auskultasi dilakukan untuk mengetahui
apakah terdapat suara napas yang tidak normal.
Suara napas dasar adalah suara napas pada orang dengan paru
yang sehat. suara napas ini dapt dibagi menjadi tiga macam, yaitu
bunyi napas vesikular, bronkial, dan bronkovesikular. Bunyi
napas vesikular bernada rendah, terdengar disebagian besar area
paru, serta suara pada saat inspirasi lebih keras dan lebih panjang
daripada saat ekspirasi. Bunyi napas bronkial hanya terdengar
didaerah trakhea, bernada tinggi, serta keras dan panjang pada saat
ekspirasi. Bunyi napas bronkovesikular terdengar pada area utama
bronkus dan area paru bagian kanan atas posterior, bernada
sedang, serta bunyi pada saat ekspirasi dan inspirasi seimbang.

32
Suara napas tambahan adalah suara yang terdengar pada
dinding toraks yang disebabkan oleh kelainan dalam paru,
termasuk bronkus, alveoli dan pleura. Contoh suara napas
tambahan adalah rales dan ronkhi. Bunyi rales bernada pendek,
kasar, dan terputus-putus karena jeratan udara sekret selama fase
inhalasi, ekshalasi, atau batuk. Bunyi rales dapat ditemukan pada
penderita edema paru, pneumonia, fibrosis paru, dan akteletasis.
Suara ronkhi adalah suara yang berasal dari bronkhi yang
disebabkan oleh penyeempitan numen bronkus. Suara mengi
(wheezing) merupakan ronkhi kering yang tinggi, dengan nada
yang terputus-putus. Suara mengi umumnya dapat ditemukan
pada penderita asma. Suara ronkhi basah ditandai dengan suara
berisik yang terputus akibat aliran udara yang melewati cairan.
c. Pemeriksaan diagnostik
Macam-macam pemeriksaan diagnostik yang dapat diakukan
pada pasien yang mengalami masalah oksigenasi, yaitu:
1. Penilaian ventilasi dan oksigenasi, contohnya uji fungsi paru,
pemeriksaan gas darah arteri, oksimetri, dan pemeriksaan darah
lengkap.
2. Tes struktur darah sistem pernapasan, contohnya rontgen dada,
bronkoskopi (pemeriksaan bronkus dan bronkoskop), dan scan
paru. Rontgen dada dilakukan untuk melihat lesi paru pada
penyakit tuberkulosis, mendekteksi keberadaan tumor atau benda
asing, pembengkakan paru, penyakit jantung, dan untuk struktur
yang tidak normal.
3. Deteksi abnormalitas sel dan infeksi saluran pernpasan, contohnya
kultur trakea, sputum, uji kulit, dan torakentesis.

33
2. DIAGNOSIS KEPERAWATAN

Diagnosis keperawatan utama untuk pasien dengan masalah


oksigenasi adalah sebagai berikut. (Saputra, Dr.Lyndon. 2013)

a. Ketidakefektifan bersih jalan napas, berhubungan dengan:


1. Produksi sekret yang berlebihan dan kental yang dapat disebabkan
antara lain oleh infeksi, inflamasi, alergi, rokok, dan penyakit
jantung atau paru.
2. Imobilitas, statis sekret, dan batuk tidak efektif akibat gangguan
pada sistem saraf pusat, depresi sistem saraf pusat atau trauma
kepala, dan cedera serebrovaskular.
3. Efek sedatif dari obat, pembedahan (bedah toraks), trauma, nyeri,
kelelahan, gangguan kognitif, dan persepsi.
4. Supresi refleks batuk.
5. Penurunan oksigen dalam udara inspirasi.
6. Kelembaban yang sangat tinggi atau sangat rendah.
7. Terpapar udara dingin, tertawa, menangis, alergen, dan merokok.
8. Berkurangnya mekanisme pembersihan silia dan respons
peradangan.
b. Ketidakefektifan pola napas, berhubungan dengan (NANDA,2015-
2017).
Definisi: inspirasi dan atau eskpirasi yang tidak memberi ventilasi
adekuat (NANDA,2015).
Kemungkinan berhubungan dengan:
1. Ansietas
2. Cedera medulas psinalis
3. Deformitas dinding dada
4. Deformitas tulang
5. Disfungsi Neorurologis
6. Gangguan Muskuloskeletar

34
7. Gangguan neurologis(misalnya,{EEG} positif, trauma kepala,
gangguan kejang)
8. Hiperventilasi
9. Imaturitas Neurologis
10. Keletihan
11. Keletihan otot pernafasan
12. Nyeri
13. Obesitas
14. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
15. Sindrom hipoventilasi
c. Gangguan pertukaran gas, berhubungan dengan:
1) Perubahan suplai oksigen
2) Penyumbatan saluran pernapasan
3) Terdapat penumpukan cairan dalam paru atau edema paru
4) Atelektaksis
5) Bronkospasme
6) Terjadi tindakan pembedahan paru
d. Gangguan perfusi jaringan, berhubungan dengan:
1) Terdapat perdarahan dan edema
2) Imobilisasi
3) Penurunan aliran darah
4) Vasokontriksi
5) Hipovolumik

NOC NIC
NO Diagnosa
Kode Hasil Kode Hasil
Domain 3 : Eliminasi & Tujuan : setelah Domain 2 fisiologis :
pertukaran gas dilakukan intervensi kompleks
Kelas 4 : fungsi respirasi keperawatan selama 6 Kelas K : Manajemen
Diagnosa : gangguan jam, di harapkan pernafasan
pertukaran gas ketidakefektifan pola Intervensi :

35
a. Kode : 00030 nafas dapat teratasi 3140 Manajemen jalan nafas
Definisi kelebihan atau dengan kriteria hasil Definisi fasilitasi kepatenan
defisit oksigenasi sebagai berikut: jalan nafas
dan/atau eliminasi 1. Buka jalan nafas
karbondioksida pada 0415 Domain II kesehatan dengan teknik chin
membran alveolar- fisiologis lift atau jaw thrust,
kapiler. Kelas E : Jantung paru sebagaimana
Batasan karakteristik : Out come : mestinya.
1. Diaforesis Status pernafasan 2. Posisikan pasien
2. Dispnea Definisi proses keluar untuk
3. Gangguan masuknya udara ke memaksimalkan
penglihatan paru-paru serta ventilasi.
4. Gas darah arteri pertukaran 3. Masukkan alat
abnormal karbondioksida dan naspharyngeal
5. Gelisah oksigen di alveoli airway (NPA) atau
6. Hiperkapnia 041501 1. Frekuensi oropharyngeal
7. Hipoksemia pernafasan airway (OPA),
8. Hipoksia 041532 2. Kepatenan sebagaimana
9. Iritabilitas jalan nafas mestinya.
10. Konfusi 041508 3. Saturasi 4. Motivasi pasien
11. Napas cuping oksigen untuk bernafas
hidung Penggunaan pelan, dalam,
12. Penurunan otot bantu. berputar dan
karbondioksida 041510 Tujuan : Setelah di batuk.
13. pH arteri lakukan interfensi 5. Ajarkan pasien
abnormal setelah 6 jam di bagaimana
14. Pola pernapasan harapkan gangguaan menggunakan
abnormal pertukaran gas dapat inhaler sesuai
(misalnya, teratasi dengan resep,
kecepatan, irama, kriteria hasil sebagai sebagaimana
kedalaman) berikut: mestinya.
15. Sakit kepala saat 6. Posisikan untuk
bangun Domain II : Kesehatan meringankan sesak
16. Somnolen fisiologis nafas.
17. Takikardia Kelas E : Jantung paru 7. Monitor status
18. Warna kulit 0402 Out come : pernafasan dan
abnormal Status pernafasan : oksigen,
(misalnya, pucat, Pertukaran gas sebagaimana
kehitaman) Definisi pertukaran mestinya.
040208 karbondioksida dan
Domain 4 : Aktifitas / oksigen di alveoli 3350 Monitor pernafasan
istirahat untuk Definisi sekumpulan data
Kelas 4 : respon mempertahankan dan analisis keadaan pasien
kardiovaskular / pulmonal kosentrasi darah arteri untuk memastikan
Diagnosa : 1. Tekanan kepatenan jalan nafas dan
ketidakefektifan pola parsial oksigen kecukupan pertukaran gas

36
nafas. di darah arteri 1. Catat pergerakan
Kode : 00032 (PaO2) dada, catat
Definisi inspirasi dan/atau 2. Keseimbangan ketidaksimetrisan,
ekspirasi yang tidak ventilasi dan pengunaan otot-
memberi ventilasi perfusi otot bantu nafas,
adekuat. dan retraksi pada
Batasan karakteristik : otot
1. Bradipnea supraclaviculas dan
2. Dispnea 040211 interkosta.
3. Fase ekspirasi 2. Auskultasi suara
memanjang nafas, catat area
4. Ortopnea dimana terjadi
5. Penggunaan otot penurunan atau
bantu pernafasan tidak adanya
6. Penggunaan ventilasi dan
posisi tiga titik keberadaan suara
7. Peningkatan nafas tambahan.
diameter 3. Kaji perlunya
anterior-posterior penyedotan pada
8. Penurunan jalan nafas dengan
kapasitas vital 040214 auskultasi suara
9. Penurunan nafas ronki di paru.
tekanan ekspirasi 4. Auskultasi suara
10. Penurunan nafas setelah
tekanan inspirasi tindakan, untuk
11. Penurunan dicatat.
ventilasi semenit 5. Monitor keluhan
12. Pernafasan bibir sesak nafas pasien,
13. Pernafasan termasuk kegiatan
cuping hidung yang meningkatkan
14. Perubahan atau memperburuk
ekskursi dada sesak nafas
15. Pola napas tersebut.
abnormal 6. Berikan bantuan
(misalnya, irama, terapi nafas jika
frekuensi, diperlukan
kedalaman) (misalnya.,
16. Takipnea nebulizer).
3390 Bantuan ventilasi
Definisi peningkatan suatu
pola pernafasan spontan
optimal yang
memaksimalkan
pertukaran oksigen dan
karbondioksida dalam
paru-paru

37
1. Pertahankan
kepatenan jalan
nafas
2. Posisikan (pasien)
untuk mengurangi
dyspnea.
3. Posisikan untuk
meminimalkan
upaya bernafas
(misalnya.,
mengangkat kepala
tempat tidur dan
memberikan over
bed table bagi
pasien untuk
bersandar).
4. Mulai pertahankan
oksigen tambahan,
seperti yang
ditentukan.
5. Monitor
pernafasan dan
status oksigen.
6. Ajarkan tenik
pernafasan,
dengan tepat.

3. PERENCANAAN(INTERVENSI) KEPERAWATAN
Asuhan keperwatan pada masalah kebutuhan oksigenasi bertujuan
untuk:

(Saputra, Dr.Lyndon. 2013)

1. Mengefektifkan bersihan jalan nafas


2. Mengefektifkan pola pernapasan
3. Memperbaiki pertukaran gas
4. Memperbaiki perfusi jaringan

Rencana tindakan untuk memenuhi kebuthan oksigenasi antara lain


adalah sebagai berikut:

38
1) Mengefektifkan bersihan jalan nafas
a. Pertahankan kelembaban udara inspirasi yang adekuat.
b. Lakukan tindakan pembersihan jalan nafas dengan vibrasi,
clapping, atau drainase postural. Jika perlu, berkolaborasi
dengan dokter untuk melakukan suction.
c. Ajarkan pasien metode batuk efektif yang benar.
d. Jika pasien mengalami batuk kronis, minimalkan iritan pada
udara inspirasi, misalnya derbu dan alergen.
e. Berikan periode istirahat yang tidak terganggu.
f. Berikan obat yang diresepkan misalnya depresan batuk atau
ekspektoran-sesuai intruksi dokter.
2) Mengefektifkan pola pernapasan
a. Atur posisi sesuai kebutuhan (semi-Fowler)
b. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan.
3) Memperbaiki pertukarasn gas
a. Atur posisi sesuai kebutuhan (semi-Fowler)
b. Berrikan oksigenasi sesuai kebuthan
c. Jika perlu, berkolaborasi dengan dokter untuk melakukan
suction.
d. Berikan nutrisi tinggi protein dan rendah lemak
e. Pertahankan, chest tube, dan chest drainase sesuai dengan
inkan perkembangan paru dengan memasang ventilasi
mekndikasi.
4) Meperbaiki perfusi jaringan
a. Kaji perubahan tingkat perfusi jaringan (capilary refill time).
b. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan.
c. Cegah terjadinya perdarahan.
d. Hindari gerakan manuver valsalva, mislanya mengedan,
menahan nafas, dan batuk Pertahnkan perfusi dengan transfusi
sesuai indikasi.

39
e. Pertahankan perfusi dengan transfusi sesuai indikasi.
4. TINDAKAN(IMPLEMENTASI) KEPERAWATAN
1) Fisioterapi dada

Fisioterapi dada merupakan sekumpulan tindakan yang disusun


untuk meningkatkan efisiensi pernapasan, meningkatkan
pengembangan paru, kekuatan otot pernapasan, dan
mengeliminasi sekret yang berasal dari sistem pernapasan.
Fisioterapi dada terdiri atas turning, drainase postural, perkusi
dada, vibrasi dada, latihan napas dalam, dan batuk efektif.
(Saputra, Dr.Lyndon. 2013)

a) Turning
Turning berfungsi meningkatkan kemampuan
pengembangan (ekspansi) paru. Turning dilakukan dengan
cara meninggikan bagian atas tempat tidur (bagian kepala),
misalnya dengan bantal
b) Perkusi dan vibrasi dada
Perkusi adalah tindakan menepuk-nepuk kulit dengan
tenaga penuh menggunakan kedua tangan yang dibentuk
menyerupai mangkuk secara bergantian. Tindakan ini
bertujuan melepaskan sumbatan sekret pada dinding
bronkus. Vibrasi adalah serangkaian getaran kuat yang di
hasilkan oleh kedua tangan yang di letakkan mendatar di
atas dada pasien. Tindakan ini bertujuan meningkatkan
turbulensi udara yang diembuskan sehingga sekret terlepas
dari dinding bronkus.
c) Latihan napas dalam
Latihan napas dalam bertujuan membantu
pengembangan paru dan mendistribusikan sekret yang ada di
paru agar dapat di keluarkan. Pada latihan ini pasien di

40
anjurkan untuk menarik napas dengan kekuatan penuh dari
perut dan dialirkan ke dalam paru-paru. Lalu, pasien
dianjurkan untuk menahan napas selama 1-1,5 detik dan
mengembuskan napas melalui mulut dengan bentuk mulut
mencucu atau seperti orang meniup.

d) Latihan batuk efektif


Batuk efektif bertujuan mengeluarkan sekret dari paru-
paru dan membersihkan saluran pernapasan seperti laring.,
trakea, dan bronkus dari sekret dan benda asing di dalamnya.
e) Drainase Postural
Drainase postural bertujuan membantu mengalirkan
sekret dengan efektif dari paru-paru ke saluran pernapasan
utama sehingga dapat dikeluarkan dengan batuk efektif atau
suction. Pengeluaran sekret ini di lakukan melalui perkusi
dan vibrasi.
2) Terapi oksigen

Terapi adalah tindakan keperawatan dengan cara memberikan


oksigen ke dalam paru melalui saluran pernapasan dengan
menggunakan alat bantu oksigen. Terapi oksigen dapat dilakukan
melalui tiga cara, yaitu kateter nasal, kanula nasal, dan masker.
(Saputra, Dr.Lyndon. 2013)

3) Pengisapan lendir (suction)

Pengisapan lendir dilakukan pada pasien yang tidak mampu


mengeluarkan sekret atau lendir sendiri. Pengisapan lendir
dilakukan antara lain dengan menggunakan alat pengisapan lendir
dan kateter pengisap lendir. (Saputra, Dr.Lyndon. 2013)

41
5. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi keperawatan dalam masalah kebutuhan oksigen secara
umum dapat dinilai dari kemampuan dalam:
a. Mempertahankan jalan napas efektif yang dapat dilihat dari
kemampuan bernapas secara normal dan tidak terdapat sumbatan pada
jalan napas.
b. Mempertahankan pola napas yang efektif yang dapat dilihat dari
kemampuan untuk bernapas, frekuensi, irama, dan kedalaman napas
normal, tidak dapat di temukan hipoksia, serta paru mampu
mengembang dengan baik.
c. Mempertahankan pertukaran gas secara efektif yang dapat dilihat dari
kemampuan untuk bernapas, tidak terjadi dispnea ketika berusaha
bernapas, inspirasi dengan ekspirasi normal, serta saturasi oksigen
dan tekanan CO2 dalam keadaan normal.
d. Meningkatkan perfusi jaringan yang dapat di lihat dari kemampuan
pengisian kapiler, frekuensi, irama, dan kedalaman napas normal,
serta status hidrasi normal.

42
DAFTAR ISTILAH
1. Kardiopulmonal : adalah berhentinya ventilasi dan sirkulasi spontan setelah
kejadian cardiac atau respiratori
2. Pompa Miokard :
3. Arteri Koroner : adalah arteri yang memasok nutrisi dan oksigen ke otot
jantung (miokard).
4. Kardiomiopati : adalah penyakit yang melemahkan dan membesarkan ukuran
otot jantung.
5. Starling’s :
6. Sirkulasi Pulmonal : adalah sirkulasi darah antara jantung dan paru-paru.
7. Sirkulasi Sistemik : adalah bagian dari sistem kardiovaskuler yang membawa
darah beroksigen dari jantung, untuk tubuh, dan kembali terdeoksigenasi darah
kembali ke jantung.
8. Vertikel katup atrioventrikular :
9. Katup seminural : adalah dua struktur katup yang duduk di antara ventrikel
kanan dan arteri pulmonalis dan antara ventrikel kiri dan aorta.
10. Sirkulasi arteri koroner :
11. Regulasi aliran darah : adalah daya dorong darah keseluruh dinding pembuluh
darah pada permukaan tertutup.
12. Cardiac output : adalah volume darah yang dipompa tiap tiap ventrikel per
menit.. setiap periode tertentu volume darah yang mengalir melalui sirkulasi
pulmonalis di periode waktu tertentu ekuivalen dengan volume darah yang
mengalir ke sirkulasi sistemik.
13. Cardiac indeks :
14. Stroke volume : ialah volume darah yang dipompakan ventrikel tiap kali
berkontraksi.
15. Preload : yaitu derajat ketegangan serabut otot ventrikel jantung pada akhir
diastolik sesaat sebelum kontraksi ventrikel.
16. Afterload : adalah besarnya tegangan yang harus dihasilkan oleh ventrikel
selama fase sistole agar mampu membuka katup semilunaris dan memompa
darah keluar.
17. Kapiler pulmonalis :
18. Ventilasi pulmoner : adalah jalan masuk dan keluar udara dari saluran
pernapasan dan paru-paru.
19. Transpor oksigen : adalah Pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi di
antara paru-paru dan darah.
20. Saraf autonom : adalah bagian susunan saraf yang mengurus semua proses
badaniah yang involunter dan timbul secara reflektorik, seperti vasodilatasi-
vasokontriksi, bronkhodilatasi-bronkhokontriksi.
21. Medula oblongata : merupakan salah satu bagian dari batang otak yang
berada di bawah pons.
22. Pons : adalah bagian otak salah satu bagian dari batang otak yang terletak di
atas medula oblongata dan di bawah otak tengah.

43
23. Complience : Segala sesuatu yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan
pengobatan, salah satunya adalah kepatuhan minum obat.
24. Recoil :
25. Difusi gas alveolar : merupakan proses pertukaran gas antara alveoli dengan
darah pada kapiler paru.
26. Oksihemoglobin : adalah oksigen yang terikat pada hemoglobin.
27. Karbomoinohemoglobin : disebut juga karboksihemoglobin karena bagian
dari hemoblogin yang mengikat CO2 adalah gugus asam amino.
28. Hemoglobin : adalah metaloprotein (protein yang mengandung zat besi) di
dalam sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-
paru ke seluruh tubuh, pada mamalia dan hewan lainnya.
29. Saraf simpatetik : adalah saraf yang berpangkal di medula spinalis (sumsum
tulang belakang) yang berada di daerah dada dan pinggang yang terletak
didepan ruas tulang belakang.
30. Neurotransmiter : adalah senyawa organik endogenus membawa sinyal di
antara neuron.
31. Bronkodilatasi : adalah sebuah substansi yang dapat memperlebar luas
permukaan bronkus dan bronkiolus pada paru-paru, dan membuat kapasitas
serapan oksigen paru-paru meningkat.
32. Pelebaranalin :
33. Derivat catecholamine :
34. Sulfas atropin : adalah suatu obat anticholinergic atau antidot untuk
menangani zat kimia yang menyerang sistem saraf, keracunan pestisida,
beberapa tipe dari detak jantung yang melambat, dan untuk menurunkan
produksi air liur saat operasi.
35. Ekstrak belladona : adalah zat alami.
36. Morfin : adalah jenis obat yang masuk ke dalam golongan analgesik opium atau
narkotik. Obat ini digunakan untuk mengatasi rasa sakit yang terbilang parah
dan berkepanjangan atau kronis, seperti misalnya nyeri pada kanker stadium
lanjut.
37. Meperidin : adalah opioid sintetik dengan struktur yang tidak berhubungan
dengan morfin.
38. Hipoksia : adalah kandungan oksigen abnormal rendah pada organ dan
jaringan tubuh.
39. Obstruksi : adalah penyempitan dari anastomosis atau segmen dari saluran
pencernaan yang menghalangi perlintasan normal bahan makanan atau limbah.
40. Hipoventilasi :
41. Epistakis : (dalam bahasa awam dikenal sebagai mimisan) adalah perdarahan
dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan
sistemik).
42. Obstruksi nasal : merupakan tersumbatnya perjalanan udara melalui nostril
oleh deviasi septum nasi, hipertrofi tulang torbinat / tekanan polip yang dapat
mengakibatkan episode nasofaringitis infeksi.
43. Sputum : adalah mukus yang keluar saat batuk dari saluran pernapasan atas.

44
44. Kronis : adalah suatu kondisi dengan onset lambat, manifestasi ringan tetapi
terus-menerus dan tahan lama, sering berefek progresif.
45. Sinus : adalah rongga kecil berisi udara yang terletak di belakang tulang pipi
dan dahi.
46. Otitis media : adalah infeksi yang terjadi pada telinga bagian tengah, yaitu
ruang di belakang gendang telinga yang memiliki tiga tulang kecil dengan fungsi
untuk menangkap getaran dan meneruskannya ke telinga bagian dalam.
47. Cerebro vascular accident : Kerusakan otak akibat gangguan suplai darah.
48. Inpeksi : adalah proses pemeriksaan dengan metode pengamatan atau
observasi menggunakan panca indra untuk mendeteksi masalah kesehatan
pasien.
49. Palpasi : ialah metode pemeriksaan di mana penguji merasakan ukuran,
kekuatan, atau letak sesuatu (dari bagian tubuh di mana penguji ialah praktisi
kesehatan).
50. Auskultasi : adalah sebuah istilah kedokteran, di mana seorang dokter
mendengarkan suara di dalam tubuh pasien. Biasanya jantung, paru, dan usus
dapat diauskultasi untuk mendapatkan informasi fungsinya.
51. Perkusi : ialah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan dengan cara memukul
atau mengetuk bagian tubuh pasien dengan menggunakan jari atau tangan.
52. Rongga interkosta :
53. Diameter anterokposterior
54. Struktur toraks : struktur tubuh yang sangat penting berkaitan dengan
fungsi pernapasan serta melindungi struktur organ-organ penting di
dalamnya.
55. Torakal : ini terhubung ke tulang rusuk sehingga bagian tulang belakang ini
relatif kaku dan stabil. Pergerakan Torakal tidak sedinamis pergerakan di bagian
lain dari tulang belakang manusia.
56. Abdominal : adalah berhubungan dengan perut atau abdomen, yang
merupakan bagian tubuh antara dada dan pinggul yang berisi pankreas,
lambung, usus, hati, kandung empedu, dan organ lainnya.
57. Sianosis : adalah suatu kondisi yang menyebabkan kulit dan selaput lendir
(dalam mulut, tepi mata, dll) berubah warna menjadi kebiruan karena terlalu
sedikit oksigen dalam aliran darah.
58. Deformitas : Perubahan bentuk tubuh sebagian/umum yang tadinya bentuk
normal menjadi abnormal.
59. Metastasis tumor ganas : Sel-sel tumor ganas dapat lepas dari gerombolan
tumor induknya menyebar ke berbagai organmenimbulkan kanker sekunder
atau anak sebar atau metastase. Dalam keadaan normal, hanya sel-sel tertentu
saja yang dapat bergerak sendiri seperti leukosit, makrofag, dan lainnya.
60. Pleuritis : adalah peradangan yang terjadi pada pleura. Pleura terdiri dari dua
selaput yang masing-masing menempel pada paru-paru dan tulang rusuk yang
berfungsi untuk memisahkan kedua jaringan tersebut.
61. Sirkulasi perifer : kondisi dimana terdapat penyempitan arteri yang terjadi
mengurangi airan darah ke kaki.

45
62. Pengisian kapiler : adalah tes cepat dan mudah yang dapat memberikan
informasi penting tentang perfusi kulit pada bayi atau anak.
63. Infiltrat : gambaran densitas paru yang abnormal yang umumnya berbentuk
bercak-bercak atau titik-titik kecil dengan densitas sedang dan batas tidak tegas.
Merupakan gambaran suatu proses aktif paru.
64. Konsolidasi : adalah suatu gabungan dua perusahaan menjadi satu
perusahaan yang memiliki nama baru.
65. Efusi pleura : adalah kondisi yang ditandai oleh penumpukan cairan di antara
dua lapisan pleura. Pleura merupakan membran yang memisahkan paru-paru
dengan dinding dada bagian dalam.
66. Napas vesicular : adalah suara napas utama normal dan terdengar di
sebagian besar paru-paru.
67. Bronkial: adalah suatu penyakit kronis yang ditandai dengan adanya
peningkatan kepekaan saluran napas terhadap berbagai rangsang dari luar.
68. Bronkovesikular: suara napas campuran.
69. Wheezing : adalah suara pernapasan frekuensi tinggi nyaring yang terdengar di
akhir ekspirasi.
70. Bronkoskop: adalah tindakan medis yang bertujuan untuk melakukan
visualisasi trakea dan bronkus, melalui bronkoskop, yang berfungsi dalam
prosedur diagnostik dan terapi penyakit paru.
71. Tuberkulosis: adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh
mycobacterium, yang berkembang biak di dalam bagian tubuh dimana terdapat
banyak aliran darah dan oksigen.
72. Kultur trakea:
73. Uji kulit: adalah adanya reaksi wheal and flare pada kulit untuk membuktikan
adanya IgE spesifik terhadap alergen yang diuji (reaksi tipe I).
74. Torakentesis: yaitu tindakan untuk mengambil contoh cairan untuk diperiksa
menggunakan jarum.
75. Bedah toraks: adalah bidang kedokteran yang terlibat dalam perawatan bedah
penyakit yang mempengaruhi organ didalam toraks (dada) – terutama jantung
dan paru-paru.
76. Suction: adalah suatu tindakan untuk membersihkan jalan nafas dengan
memakai kateter penghisap melalui nasotrakeal tube (NTT), endothrakeal tube
(ETT), traceostomy tube(TT) pada saluran pernafasan bagian atas.
77. Vibrasi: adalah gerakan bolak-balik dalam suatu interval waktu tertentu.
78. Clapping: merupakan tindakan penepukan dada depan atau punggung dan
memberikan getaran (vibrasi) tangan pada daerah tersebut yang dilakukan pada
saat pasien ekspirasi.
79. Semi fowler: adalah suatu posisi dimana bagian kepala tempat tidur dinaikkan
25 – 30 derajat, bagian ujung dan tungkai kaki sedikit dianggkat, lutut diangkat
dan ditopang, dengan demikian membuat cairan dalam rongga abdomen
berkumpul diarea pelvis.
80. Chest tube: adalah chest drain atau tube thoracostomy berupa tube
(tabung/pipa/selang) plastik yang fleksibel yang dimasukan melalui sisi dada ke
dalam rongga pleural.

46
81. Chest drainase: yaitu melibatkan pemasangan tabung kecil dalam ruang pleura
Anda (ruang antara paru-paru dan tulang rusuk Anda) untuk menguras udara
atau cairan.
82. Capilary refill time: adalah tes yang dilakukan cepat pada daerah kuku untuk
memonitor dehidrasi dan jumlah aliran darah ke jaringan (perfusi).
83. Turning: adalah proses pembentukan benda kerja dengan mengurangi material
(material removal).

47
BAB 3

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
1. Kebutuhan oksigen dalam tubuh harus dipenuhi karena apabila
kebutuhan dalam tubuh berkurang, maka terjadi kerusakan
pada jaringan otak.
2. Masalah kebutuhan oksigen merupakan masalah utama dalam
pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Hal ini telah terbukti
pada yang kekurangan oksigen akan mengalami hypoxia dan
akan terjadi kematian.
3. Oksigenasi adalah pemasangan oksigen yang diberikan pada
pasien untuk mengatasi masalah pernapasan.
4. Fungsi utama pernapasan adalah memperoleh O2 agar dapat
digunakan oleh sel-sel tubuh dan mengeluarkan CO2 yang
dihasilkan oleh sel.
3.2 SARAN
Semoga, apa yang kita pelajari dalam makalah ini dapat kita
pelajari dengan sungguh-sungguh, dan dapat kita terapkan dengan
baik. Demikianlah makalah tentang kebutuhan dasar oksigenasi
ini kami buat, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua
baik kami yang membuat maupun anda yang membaca. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh sebab itu, saran dan kritik yang bersifat membangun dari
pembaca, kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

48
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M, dkk. 2013 Nursing Interventions Classification (NIC)

Yogyakarta: Mocomedia

Herdman, T. Heather. 2015. “Nanda Internatrional Inc, diagnosis keperawatan:


definisi & klasifikasi 2015-2017”. Jakarta: EGC

Ganong, F. William. 2008. Buku Ajar FISIOLOGI KEDOKTERAN. Jakarta: EGC

Moorhead, Sue, dkk. 2013 Nursing Outcomes Classification (NOC) Yogyakarta:


Mocomedia

Mubarak, Iqbal Wahit dan Nurul Cahyatin. 2007. “Kebutuhan Dasar Manusia Teori
dan Aplikasi dalam Praktik”. Jakarta: EGC

Patricia A. Potter, Anne G. Perry. 2009. “Fundamental Keperawatan, Edisi 7 Buku


3”. Jakarta: Salemba Medika

Price, A. Sylvia, dkk. 2012. PATOFISIOLOGI. Jakarta: EGC

Saputra, Dr.Lyndon. 2013. “Kebutuhan Dasar Manusia”. Tangerang Selatan:


Binarupa Aksara

Tarwoto dan Wartonah. 2015. “Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan,
Edisi 5”. Jakarta: Salemba Medika

49
DAFTAR LAMPIRAN

1. LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini kami menyatakan bahwa:
Kami mempunyai copy dari makalah ini yang bisa kami reproduksi jika makalah
yang dikumpulkan hilang atau rusak
Makalah ini adalah hasil karya kami sendiri dan bukan merupakan karya orang
lain kecuali yang telah dituliskan dalam referensi, serta tidak ada seorangpun
yang membuatkan makalah ini untuk kami.
Jika dikemudian hari terbukti adanya ketidakjujuran akademik, kami bersedia
mendapatkan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

Surabaya, 16 April 2018

NAMA NIM TANDA TANGAN

RISTIANY DWI A (1130017021)

INDAH FITHROTUL A (1130017028)

TIYA LISTIYOWATI (1130017030)

DIMAS IKHZA M (1130017035)

AYNUR RISYDA (1130017037)

50
2. LEMBAR PENILAIAN MAKALAH (15%)
Nilai Nilai
No Uraian
Maksimal Kelompok
1. Kelengkapan isi makalah dan kerapian sesuai 10
petunjuk pengerjaan
2. Ketepatan aspek teoritis dengan kasus binaan 10

3. PENGKAJIAN : 20
a. Kelengkapan data, relevansi dan akurat
b. Analisa data
c. Rumusan masalah
d. Diagnosa keperawatan (minimal 3)
4. PERENCANAAN : 20
a. Prioritas masalah (skoring)
b. Tujuan dan kriteria hasil (SMART)
c. Rencana tindakan sesuai dengan EBN
5. IMPLEMENTASI : 15
a. Tindakan sesuai dengan perencanaan
b. Berbentuk narasi
c. Respon dari tindakan
d. Adanya waktu (jam dan tanggal)
e. Nama dan paraf perawat
6. EVALUASI : 15
a. Menilai efektivitas tindakan sesuai perencanaan
b. Catatan perekembangan klien (SOAPIER)
7. Ketepatan referensi dan kebaruan referensi yang 10
digunakan
TOTAL 100

51
Lembar Penilaian Presentasi Kelompok (15%)

Nilai Nilai
No Uraian
Maksimal Kelompok
1. Kesiapan makalah 5
2. Kesiapan power point 5
3. Kesiapan kelompok 5
4. Salam pembuka 5
5. Salam penutup 5
6. Mengendalikan audience 5
7. Ada eye contact dengan audience 5
8. Tutur kata 5
9. Sikap 5
10. Cara Penyampaian 5
11. Intonasi 5
12. Power point sesuai ketentuan (Awal, 5
Bahasa, Akhir)
13. Tulisan terbaca jelas 5
14. Komposisi gambar dan tulisan baik 5
15. Materi menarik perhatian (bukan 5
sekedar teori)
16. Materi sesuai dengan yang dipelajari 5
17. Kemampuan menjawab 5
18. Jawaban dikaitkan dengan teori 5
19. Singkat, padat, jelas, tepat sasaran 5
20. Waktu presentasi tepat 5
TOTAL 100

52
Konversi Penilaian
Skore Nilai Huruf Nilai Mutu
≥ 75,0 A 4
70,0 – 74,9 AB 3,5
65,0 – 69,9 B 3
60,0 – 64,9 BC 2,5
55,0 – 59,9 C 2
40,0 – 54,9 D 1
< 40,0 E 0

Fasilitator,

(Nety Mawarda Hatmanti, S. Kep.,Ns.,M. Kep)

53

Anda mungkin juga menyukai