Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Abnormalitas dilihat dari sudut pandang biologis berawal dari
pendapat bahwa patologi otak merupakan faktor penyebab
tingkah laku abnormal. Pandangan ini ditunjang lebih kuat
dengan perkembangan di abad ke-19 khususnya pada bidang
anatomi faal, neurologi, kimia dan kedokteran umum.
Berbagai penyakit neurologis saat ini telah dipahami sebagai
terganggunya fungsi otak akibat pengaruh fisik atau kimiawi
dan seringkali melibatkan segi psikologis atau tingkah
laku.Akan tetapi kita harus perhatikan bahwa kerusakan
neurologis tidak selalu memunculkan tingkah laku abnormal,
dengan kata lain tidak selalu jelas bagaimana kerusakan ini
dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang.
Fungsi otak yang kuat bergantung pada efisiensi sel saraf atau
neuron untuk mentransmisikan suatu pesan melalui synaps ke
neuron berikutnya dengan menggunakan zat kimia yang
disebut neurotransmiter. Dengan ketidakseimbangan bio kimia
otak inilah yang mendasari perspektif biologis munculnya
tingkah laku abnormal. Akan tetapi selain dari patologi otak
sudut pandang biologis juga memandang bahwa beberapa
tingkah laku abnormal ditentukan oleh gen yang diturunkan.
1.2 Rumusan Masalah
Berpijak dari latar belakang di atas maka perumusan
permasalahan yang akan penulis uraikan di dalam penulisan
makalah ini yatitu :
1. Pengertian Perilaku Abnormal
2. Model Perilaku Abnormal
3. Kriteria Perilaku Abnormal
4. Penyembuhan Perilaku Abnormal
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui lebih luas tentang perilaku abnormal
2. Untuk memperoleh informasi tentang perilaku Abnormal
3. Untuk mengetahui ciri-ciri tanda dan gejala Abnormal

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Perilaku Abnormal
Perilaku abnormal adalah kekalutan mental & melampaui titik
kepatahan mental = dikenal sebagai nervous breakdown. (get
mental breakdown). Sepanjang sejarah budaya barat, konsep
perilaku abnormal telah dibentuk, dalam beberapa hal, oleh
pandangan dunia waktu itu. Contohnya, masyarakat purba
menghubungkan perilaku abnormal dengan kekuatan
supranatural atau yang bersifat ketuhanan. Para arkeolog telah
menemukan kerangka manusia dari Zaman Batu dengan
lubang sebesar telur pada tengkoraknya. Satu interpretasi yang
muncul adalah bahwa nenek moyang kita percaya bahwa
perilaku abnormal merefleksikan serbuan/invasi dari roh-roh
jahat.
Mungkin mereka menggunakan cara kasar yang disebut
trephination--menciptakan sebuah jalur bagi jalan keluarnya roh
tertentu.
Pada abad pertengahan kepercayaan tersebut makin
meningkat pengaruhnya dan pada akhirnya mendominasi
pemikiran di zaman pertengahan. Doktrin tentang penguasaan
oleh roh jahat meyakini bahwa perilaku abnormal merupakan
suatu tanda kerasukan oleh roh jahat atau iblis. Rupanya, hal
seperti ini masih dapat dijumpai di negara kita, khususnya di
daerah pedalaman. Pernah saya melihat di tayangan televisi
yang mengisahkan tentang seorang ibu dirantai kakinya karena
dianggap gila. Oleh karena keluarga meyakini bahwa sang ibu
didiami oleh roh jahat, maka mereka membawa ibu ini pada
seorang tokoh agama di desanya.
Dia diberi minum air putih yang sudah didoakan. Mungkin inilah
gambaran situasi pada abad pertengahan berkaitan dengan
penyebab perilaku abnormal.
Lalu apa yang dilakukan waktu itu? Pada abad pertengahan,
para pengusir roh jahat dipekerjakan untuk meyakinkan roh
jahat bahwa tubuh korban yang mereka tuju pada dasarnya
tidak dapat dihuni. Mereka melakukan pengusiran roh jahat
(exorcism) dengan cara, misalnya: berdoa, mengayun-ayunkan
tanda salib, memukul, mencambuk, dan bahkan membuat
korban menjadi kelaparan. Apabila korban masih menunjukkan
perilaku abnormal, maka ada pengobatan yang lebih kuat,
seperti penyiksaan dengan peralatan tertentu.
Keyakinan-keyakinan dalam hal kerasukan roh jahat tetap
bertahan hingga bangkitnya ilmu pengetahuan alam pada akhir
abad ke 17 dan 18. Masyarakat secara luas mulai berpaling
pada nalar dan ilmu pengetahuan sebagai cara untuk
menjelaskan fenomena alam dan perilaku manusia. Akhirnya,
model-model perilaku abnormal juga mulai bermunculan,
meliputi model-model yang mewakili perspektif biologis,
psikologis, sosiokultural, dan biopsikososial. Di bawah ini
adalah penjelasan-penjelasan singkatnya :
• Perspektif biologis: Seorang dokter Jerman, Wilhelm
Griesinger (1817-1868) menyatakan bahwa perilaku abnormal
berakar pada penyakit di otak. Pandangan ini cukup
memengaruhi dokter Jerman lainnya, seperti Emil Kraepelin
(1856-1926) yang menulis buku teks penting dalam bidang
psikiatri pada tahun 1883. Ia meyakini bahwa gangguan mental
berhubungan dengan penyakit fisik. Memang tidak semua
orang yang mengadopsi model medis ini meyakini bahwa
setiap pola perilaku abnormal merupakan hasil dari kerusakan
biologis, namun mereka mempertahankan keyakinan bahwa
pola perilaku abnormal tersebut dapat dihubungkan dengan
penyakit fisik karena ciri-cirinya dapat dikonseptualisasikan
sebagai simtom-simtom dari gangguan yang mendasarinya.
• Perspektif psikologis: Sigmund Freud, seorang dokter muda
Austria (1856-1939) berpikir bahwa penyebab perilaku
abnormal terletak pada interaksi antara kekuatan-kekuatan di
dalam pikiran bawah sadar. Model yang dikenal sebagai model
psikodinamika ini merupakan model psikologis utama yang
pertama membahas mengenai perilaku abnormal.
• Perspektif sosiokultural: Pandangan ini meyakini bahwa kita
harus mempertimbangkan konteks-konteks sosial yang lebih
luas di mana suatu perilaku muncul untuk memahami akar dari
perilaku abnormal. Penyebab perilaku abnormal dapat
ditemukan pada kegagalan masyarakat dan bukan pada
kegagalan orangnya. Masalah-masalah psikologis bisa jadi
berakar pada penyakit sosial masyarakat, seperti kemiskinan,
perpecahan sosial, diskriminasi ras,
gender,gayahidup,dansebagainya.
• Perspektif biopsikososial: Pandangan ini meyakini bahwa
perilaku abnormal terlalu kompleks untuk dapat dipahami
hanya dari salah satu model atau perspektif. Mereka
mendukung pandangan bahwa perilaku abnormal dapat
dipahami dengan paling baik bila memperhitungkan interaksi
antara berbagai macam penyebab yang mewakili bidang
biologis, psikologis, dan sosiokultural.

2.2 Model Perilaku Abnormal


Untuk memperoleh informasi tentang perkembangan,
gambaran, bentuk dan sebagainya dapat dilihat melalui :
Model perilaku abnormal adalah penggambaran gejala dalam
dimensi ruang dan waktu mencakup :
• Ide-ide untuk mengidentifikasi gejala patologi
• Sebab-sebab gejala
• Cara mengatasi
a. Model demonologis
Dasar perilaku abnormal adalah kepercayaan pada unsure-
unsur mistik, ghaib (kekuatan setan, guna2, sihir).
Gejala-gejala
Halusinasi, PL aneh, tanda jasmani khusus (warna kulit,
pigmen, dsb )dianggap sebagai tanda setan
Gangguan mental
Bersifat “jahat” -dianggap berbahaya, bisa merugikan /
membunuh orang.
Cara mengatasi:
• Zaman batu
o Tengkorak dibor (dibolong), sebagai jalan keluar roh jahat.
• Abad pertengahan
o Disiksa, dibunuh, dimusnahkan, dipenjara, RSJ

• Perkembangan di Gereja
o Pendeta yang mengobati (doa, sembahyang, penebusan
dosa).
b. Model Naturalistis
 Dasar penyebab :
Proses-proses fisik / jasmani perilaku abnormal selalu
berhubungan dengan fungsi- fungsi jasmani yang abnormal
(bukan karena gejala spiritual). Misal : Hipocrates – Galenus
Perilaku abnormal --- karena gangguan pada sistem humoral
(cairan dalam tubuh).
Cara mengatasi :
Perlakuan terhadap penderita lebih humanistic/manusiawi –
lebih lembut, wajar dan menghilangkan bentuk siksaan-
siksaan.
c. Model Organis
Dasar perilaku abnormal :
Kerusakan pada jaringan syaraf / gangguan biokimia pada otak
karena kerusakan genetic, disfungsi endokrin, infeksi, luka2,
khususnya pada otak.
d. Model Psikologis
Dasar perilaku abnormal :
Pola-pola yang patologis, Pendekatan -- Psikoanalisis,
Behavioristis, kognitif, humanistic.
2.3 Kriteria Perilaku Abnormal
Dalam pandangan psikologi, untuk menjelaskan apakah
seorang individu menunjukkan perilaku abnormal dapat dilihat
dari tiga kriteria berikut:
1. Kriteria Statistik
Seorang individu dikatakan berperilaku abnormal apabila
menunjukkan karakteristik perilaku yang yang tidak lazim alias
menyimpang secara signifikan dari rata-rata, Dilihat dalam
kurve distribusi normal (kurve Bell), jika seorang individu yang
menunjukkan karakteristik perilaku berada pada wilayah
ekstrem kiri (-) maupun kanan (+), melampaui nilai dua
simpangan baku, bisa digolongkan ke dalam perilaku
abnormal.
2. Kriteria Norma
Banyak ditentukan oleh norma-norma yng berlaku di
masyarakat,ekspektasi kultural tentang benar-salah suatu
tindakan, yang bersumber dari ajaran agama maupun
kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat , misalkan dalam
berpakaian, berbicara, bergaul, dan berbagai kehidupan
lainnya. Apabila seorang individu kerapkali menunjukkan
perilaku yang melanggar terhadap aturan tak tertulis ini bisa
dianggap sebagai bentuk perilaku abnormal.
3. Personal distress
Perilaku dianggap abnormal jika hal itu menimbulkan
penderitaan dan kesengsaraan bagi individu. Tidak semua
gangguan (disorder) menyebabkan distress. Misalnya psikopat
yang mengancam atau melukai orang lain tanpa menunjukkan
suatu rasa bersalah atau kecemasan. Juga tidak semua
penderitaan atau kesakitan merupakan abnormal. Misalnya
seseorang yang sakit karena disuntik. Kriteria ini bersifat
subjektif karena susah untuk menentukan setandar tingkat
distress seseorang agar dapat diberlakukan secara umum.

2.4 Penyembuhan Perilaku Abnormal


Pendekatan biologis dalam penyembuhan perilaku abnormal
berpendapat bahwa gangguan mental, seperti penyakit fisik
disebabkan oleh disfungsi biokimiawi atau fisiologis otak.
Terapi fisiologis dalam upaya penyembuhan perilaku abnormal
meliputi kemoterapi, elektrokonvulsif dan prosedur
pembedahan.
1. Kemoterapi(Chemotherapy)
Chemotherapy atau Kemoterapi dalam kamus J.P. Chaplin
diartikan sebagai penggunaan obat bius dalam penyembuhan
gangguan atau penyakit-penyakit mental.Adapun penemuan
obat-obat ini dimulai pada awal tahun 1950-an, yaitu
ditemukannya obat yang menghilangkan sebagian gejala
Schizophrenia.
Beberapa tahun kemudian ditemukan obat yang dapat
meredakan depresi dan sejumlah obat-obatan dikembangkan
untuk menyembuhkan kecemasan.
2. Electroconvulsive
Terapi elektrokonvulsif (electroconvulsive therapy) dijelaskan
oleh psikiater asal Itali Ugo Carletti pada tahun 1939. Pada
terapi ini dikenal electroschot therapy, yaitu adanya
penggunaan arus listrik kecil yang dialirkan ke otak untuk
menghasilkan kejang yang mirip dengan kejang epileptik. Pada
saat ini ECT diberikan pada pasien yang mengalami depresi
yang parah dimana pasien tidak merespon pada terapi otak.
3. Psychosurgery
Pada terapi ini, tindakan yang dilakukan adalah adanya
pemotongan serabut saraf dengan penyinaran ultrasonik.
Psychosurgery merupakan metode yang digunakan untuk
pasien yang menunjukan tingkah laku abnormal, diantaranya
pasien yang mengalamai gangguan emosi yang berat dan
kerusakan pada bagian otaknya.
Pada pasien yang mengalami gangguan berat, pembedahan
dilakukan terhadap serabut yang menghubungkan frontal lobe
dengan sistim limbik atau dengan area hipotalamus tertentu.
Terapi ini digunakan untuk mengurangi simptom psikotis,
seperti disorganisasi proses pikiran, gangguan emosionalitas,
disorientasi waktu ruang dan lingkungan, serta halusinasi dan
delusi.

Berikut ciri-ciri yang pribadi yang sehat-normal menurut aspek


penyesuaian diri :

 Sikap terhadap diri sendiri --> Menunjukkan penerimaan diri


(konsep diri); memiliki jati diri yang memadai (positif);
memiliki penilaian yang realistik terhadap berbagai kelebihan
dan kekurangan yang dimiliki dan tidak dimiliki oleh diri
sendiri.
 Persepsi terhadap realitas --> Memiliki pandangan yang
realistik terhadap diri sendiri dan terhadap dunia, orang lain dan
benda di sekelilingnya dalam kehidupan kesehariannya.
 Integrasi --> Berkepribadian utuh, bebas dari konflik-konflik
batin yang melumpuhkan, memiliki toleransi yang baik terhadap
stres (dapat menyelesaikan masalah dan memiliki coping stres
yang sesuai).
 Kompetensi --> Memiliki kompetensi-kompetensi fisik,
intelektual, emosional, dan sosial yang memadai untuk
mengatasi berbagai problema hidup dalam kesehariannya.
 Otonomi --> Memiliki kemandirian, tangggung jawab dan
penentuan diri (self determination, self direction) yang memadai
disertai kemampuan cukup untuk membebaskan diri dari aneka
pengaruh sosial agar tidak terombang-ambing dan terpengaruh
secara cepat oleh lingkungan sosial sekitar.
 Pertumbuhan aktualisasi diri --> Menunjukkan
kecenderungan ke arah menjadi semakin matang, kemampuan-
kemampuannya dan mencapai pemenuhan diri sebagai pribadi,
semakin bertambah umur diharapkan tingkat kematangan
seseorang pun semakin membaik sesuai dengan tingkat
kematangan umurnya

Psikopat secara harfiah berarti sakit jiwa. Psikopat berasal dari kata psyche yang berarti jiwa
dan pathos yang berarti penyakit. Pengidapnya juga sering disebut sebagai sosiopat, karena
perilakunya yang antisosial dan merugikan orang-orang terdekatnya.

Psikopat tak sama dengan gila (skizofrenia/psikosis) karena seorang psikopat sadar
sepenuhnya atas perbuatannya. Gejalanya sendiri sering disebut dengan psikopati,
pengidapnya seringkali disebut orang gila tanpa gangguan mental. Menurut penelitian sekitar
1% dari total populasi dunia mengidap psikopati. Pengidap ini sulit dideteksi karena
sebanyak 80% lebih banyak yang berkeliaran daripada yang mendekam di penjara atau di
rumah sakit jiwa, pengidapnya juga sukar disembuhkan.[1]

Seorang ahli psikopati dunia yang menjadi guru besar di Universitas British Columbia,
Vancouver, Kanada bernama Robert D. Hare telah melakukan penelitian psikopat sekitar 25
tahun. Ia berpendapat bahwa seorang psikopat selalu membuat kamuflase yang rumit,
memutar balik fakta, menebar fitnah, dan kebohongan untuk mendapatkan kepuasan dan
keuntungan dirinya sendiri.

Gejala-gejala psikopat
Sering berbohong, fasih, dan dangkal.

Egosentris dan menganggap dirinya hebat.

Tidak punya rasa sesal dan rasa bersalah. Kadang-kadang psikopat mengakui
perbuatannya, namun ia sangat meremehkan atau menyangkal akibat tindakannya dan
tidak memiliki alasan untuk peduli.
Senang melakukan pelanggaran di waktu kecil.
Sikap acuh tak acuh terhadap masyarakat.
Kurang empati. Bagi psikopat, memotong kepala ayam dan memotong kepala orang
tidak ada bedanya.
Psikopat juga teguh dalam bertindak agresif, menantang nyali dan perkelahian, jam
tidur larut dan sering keluar rumah.
Impulsif dan sulit mengendalikan diri. Tidak ada waktu bagi seorang psikopat untuk
menimbang baik-buruknya tindakan yang akan mereka lakukan dan mereka tidak
peduli pada apa yang telah diperbuatnya atau memikirkan tentang masa depan.
Pengidap juga mudah terpicu amarahnya akan hal-hal kecil, mudah bereaksi terhadap
kekecewaan, kegagalan, kritik dan mudah menyerang orang hanya karena hal sepele.
Tidak mampu bertanggung jawab dan melakukan hal-hal demi kesenangan belaka.
Manipulatif dan curang. Psikopat juga sering menunjukkan emosi dramatis walaupun
sebenarnya mereka tidak sungguh-sungguh. Mereka juga tidak memiliki tanggapan
fisiologis yang secara normal diasosiasikan dengan rasa takut seperti tangan
berkeringat, jantung berdebar, mulut kering, tegang, ataupun gemetar. Pengidap
psikopat tidak memiliki perasaan tersebut, karena itu psikopat seringkali disebut
dengan istilah "dingin".
Hidup sebagai parasit karena memanfaatkan orang lain untuk kesenangan dan
kepuasan dirinya.
Biasanya sangat cerdas dan mungkin paling cerdas ketika dibandingkan dengan anak-
anak yang lain.
Biasanya banyak mengetahui sesuatu yang tidak diketahuinya dan marah jika orang
lain menyalahkannya. Merasa paling benar, dan biasanya anggapannya itu memang
benar.
Mengetahui sesuatu yang tidak diketahui. Biasanya banyak yang benar dan sangat
sedikit sekali yang salah.
Memiliki perkiraan dengan akurasi yang tinggi (perkiraannya jarang salah dan
kebanyakan adalah benar atau benar semuanya).

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perilaku abnormal adalah kekalutan mental & melampaui titik
kepatahan mental = dikenal sebagai nervous breakdown. (get mental
breakdown). Sepanjang sejarah budaya barat, konsep perilaku
abnormal telah dibentuk, dalam beberapa hal, oleh pandangan dunia
waktu itu. Contohnya, masyarakat purba menghubungkan perilaku
abnormal dengan kekuatan supranatural atau yang bersifat ketuhanan.
Model perilaku abnormal adalah penggambaran gejala dalam dimensi
ruang dan waktu mencakup :
• Ide-ide untuk mengidentifikasi gejala patologi
• Sebab-sebab gejala
• Cara mengatasi
Pendekatan biologis dalam penyembuhan perilaku abnormal
berpendapat bahwa gangguan mental, seperti penyakit fisik
disebabkan oleh disfungsi biokimiawi atau fisiologis otak. Terapi
fisiologis dalam upaya penyembuhan perilaku abnormal meliputi
kemoterapi, elektrokonvulsif dan prosedur pembedahan.
3.2 Saran
Kepercayaan biologis penyebab perilaku abnormal harus dikaitkan
dengan Hippocrates, dokter Yunani. Dia percaya bahwa perilaku
abnormal dapat diperlakukan seperti penyakit lainnya dan otak, yang
bertanggung jawab untuk kesadaran, kecerdasan, emosi dan
kebijaksanaan, adalah akar penyebab dari perilaku tersebut.

Anda mungkin juga menyukai