Anda di halaman 1dari 75

ASUHAN KEPERAWATAN ASMA BRONKHIAL

BAB I
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian
Asma bronchial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversibel dimana
trakheobronkhial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trachea dan
bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas
yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan.
(The American Thoracic Society, 1962).

B. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor timbulnya serangan asma bronkhial:
1. Genetik
Yang diturunkan adalah bakat alergi meskipun belum diketahui bagaimana cara
penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga
menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena
penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus.
2. Alergen
Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Contoh: debu, bulu binatang, serbuk
bunga, spora jamur, bakteri, dan polusi.
b. Ingestan, yang masuk melalui mulut. Contoh: makanan dan obat-obatan
c. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh: perhiasan, logam, dan jam
tangan.
3. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Kadang-
kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim
bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin, serbuk bunga, dan debu.
4. Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus asma dan memperberat serangan asma yang
sudah ada. Penderita diberikan motivasi untuk menyelesaikan masalah pribadinya karena jika
stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
5. Olah raga/aktivitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani atau
olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.

C. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergi yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik,
seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin), dan spora jamur.
Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak
spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi
saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan
berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronis dan emfisema. Beberapa
pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik
dan non-alergik.

D. Patofisiologi
Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbat
mukus,edema dan inflamasi dinding bronkus.obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena
secara fisiologis saluran napas menyempit pada fase tersebut.Hal ini mengakibatkan udara distal
tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa di ekspirasi.Keadaan hiperinflasi ini bertujuan
agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar.Penyempitan saluran napas
dapat terjadi baik pada saluran napas yang besar,sedang,maupun kecil.Gejala mengi menandakan
ada penyempitan di saluran napas besar,sedangkan pada saluran napas yang kecil gejala batuk
dan sesak lebih dominan dibanding mengi.Penyempitan saluran napas pada asma akan
menimbulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Gangguan ventilasi berupa hipoventilasi
2. Ketidakseimbangan ventilasi perfusi dimana distribusi ventilasi tidak setara dengan
sirkulasi darah paru
3. Gangguan difusi gas di tingkat alveoli

Ketiga faktor tersebut akan mengakibatkan:


1. Hipoksemia
2. Hiperkapnia
3. Asidosis respiratorik pada tahap yang sangat lanjut

E. Manifestasi Klinis
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi
pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan
menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik:
sesak nafas, mengi (wheezing), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di
dada. Pada serangan asma yang lebih berat, gejala yang timbul makin banyak, antara lain: silent
chest, sianosis, gangguan kesadaran, hiperinflasi dada, takikardi, dan pernafasan cepat-dangkal.
Serangan asma sering terjadi pada malam hari.

F. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah:
1. Status asmatikus adalah setiap serangan asma berat atau yang kemudian menjadi berat dan
tidak memberikan respon (refrakter) adrenalin dan atau aminofilin suntikan dapat digolongkan
pada status asmatikus. Penderita harus dirawat dengan terapi yang intensif.
2. Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran
udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
3. Hipoksemia adalah tubuh kekurangan oksigen
4. Pneumotoraks adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang menyebabkan kolapsnya
paru.
5. Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran
nafas karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan
yang luas.

G. Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan asma bronkhial adalah:
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera
2. Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma
3. Memberikan penerangan kepada penderita atau keluarganya mengenai penyakit asma.
Meliputi pengobatan dan perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan pengobatan
yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawat.
- Pengobatan
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:
1) Pengobatan non farmakologik
a. Memberikan penyuluhan
b. Menghindari faktor pencetus
c. Pemberian cairan
d. Fisioterapi
e. Beri O₂ bila perlu
2) Pengobatan farmakologik
- Bronkodilator: obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan:
a. Simpatomimetik/andrenergik (adrenalin dan efedrin)
Nama obat: Orsiprenalin (Alupent), fenoterol (berotec), terbutalin (bricasma).
b. Santin (teofilin)
Nama obat: Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin (Euphilin Retard), Teofilin (Amilex)
Penderita dengan penyakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini.
- Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan tetapi merupakan obat pencegah
serangan asma. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain dan
efeknya baru terlihat setelah pemakaian 1 bulan.
- Ketolifen
Mempunya efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dosis 2
kali 1 mg/hari. Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan secara oral.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan masa lalu
- Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya
- Kaji riwayat reksi alergi atau sensitivitas terhadap zat/faktor lingkungan
b. Aktivitas
- Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernafas
- Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bentuan melakukan aktivitas sehari-
hari
- Tidur dalam posisi duduk tinggi
c. Pernapasan
- Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan
- Napas memburuk ketika klien berbaring telentang di tempat tidur
- Menggunakan alat bantu pernapasan, misal meninggikan bahu, melebarkan hidung.
- Adanya bunyi napas mengi
- Adanya batuk berulang
d. Sirkulasi
- Adanya peningkatan tekanan darah
- Adanya peningkatan frekuensi jantung
- Warna kulit atau membran mukosa normal/abu-abu/sianosis
e. Integritas ego
- Ansietas
- Ketakutan
- Peka rangsangan
- Gelisah
f. Asupan nutrisi
- Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan
- Penurunan berat badan karena anoreksia
g. Hubungan sosial
- Keterbatasan mobilitas fisik
- Susah bicara atau bicara terbata-bata
- Adanya ketergantungan pada orang lain

Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukkan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan
peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat
komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
- Bila disertai dengan bronkhitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah
- Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin
bertambah.
- Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrat pada paru
- Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal
- Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneutoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat
bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
b. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan
reaksi yang positif pada asma.
c. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian
dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru, yaitu:
- Perubahan aksis jantung, pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation
- Terdapat tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right Bundle branch
Block)
- Tanda-tanda hipoksemia, yaitu terdapatnya sinus takikardia, SVES, dan VES atau terjadinya
depresi segmen ST negatif.
d. Scanning Paru
Dapat diketahui bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada
paru-paru.
e. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversibel. Pemeriksaan spirometri
tdak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi
dan efek pengobatan.

DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


Ketidakefektifan bersihan Dalam waktu 1. Kaji warna dan 1. karateristik sputum
jalan napas berhubungan 3x24 jam setelah kekentalan sputum dapatmenunjukkan
dengan bronkhokonstriksi, diberikan 2. Atur posisi semi berat ringannya
bronkhospasme, edema tindakan fowler obstruksi.
mukosa dan dinding bersihan jalan 3. Ajarkan cara batuk 2. Meningkatkan
bronkhus, serta sekresi napas kembali efektif ekspansi dada
mukus yang kental efektif 4. Bantu klien napas 3. Batuk yang
dalam terkontrol dan efektif
Kriteria hasil : 5. Pertahankan intake dapat memudahkan
Dapat cairan sedikitnya 2500 pengeluaran sekret
mendemonstrasi ml/hari kecuali tidak yang melekat pada
kan batuk efektif diindikasikan jalan napas.
Dapat 6. Kolaborasi dengan 4. Ventilasi maksimal
menyatakan melakukan fisioterapi membuka lumen
strategi untuk dada dengan tehnik jalan napas dan
menurunkan postural drainase, meningkatkan
kekentalan perkusi dan fibrasi gerakan sekret ke
sekresi dada. dalam jalan napas
Tidak ada 7. Kolaborasi besar untuk
suara napas pemberian obat : dikeluarkan.
tambahan dan Bronkodilator 5. Hidrasi yang
wheezing (-) golongan B2 adekuat membantu
Pernapasan Nebuler (via mengencerkan sekret
klien normal inhalasi) dengan dan mengefektifkan
(16-20x/m) golongan terbutaline pembersihan jalan
tanpa ada 0.25 mg, fenoterol HBr napas.
penggunaan otot 0.1% solution, 6. Fisioterapi dada
bantu napas. orciprenaline sulfur merupakan strategi
0.75 mg. untuk mengeluarkan
Intravena dengan sekret.
golongan theophyline 7.
ethilenediamine Pemberian
(Aminofilin) bolus IV bronkodilator via
5-6 mg/kgBB. inhalasi akan
Agen mukolitik langsung menuju
dan ekspektoran area bronkhus yang
kortikosteroid mengalami spasme
sehingga lebih cepat
berdilatasi
Pemberian secara
intravena merupakan
usaha pemeliharaaan
agar dilatasi jalan
napas dapat optimal.
Agen mukolitik
menurunkan
kekntalan dan
perlengketan sekret
paru untuk
memudahkan
pembersihan. Agen
ekspektoran akan
memudahkan sekret
lepas dari
perlengketan jalan
napas.
Kortikosteroid
berguna pada
keterlibatan luas
dengan hipoksemia
dan menurunkan
reaksi inflamasi
akibat edema
mukosa dan dinding
bronkhus.
Gangguan pertukaran gas Dalam waktu 1. Kaji kefektifan jalan1. Bronkhospasme di
yang berhubungan dengan 3x24 jam setelah napas deteksi ketika
serangan asma menetap diberikan 2. Kolaborasi untuk terdengar mengi saat
intervensi, pemberian di askultasi dengan
pertukaran gas bronkodilator secara stetoskop.
membaik aerosol Peningkatan
3. Lakukan fisioterapi pembentukan mukus
Kriteria hasil : dada sejalan dengan
4. Kolaborasi untuk oenurunan aksi
Frekuensi pemantauan analisa mukosiliaris
napas 16- gas arteri menunjang
20x/menit, nadi5. Kolaborasi penurunan lebih
70=90x/m, pemberian oksigen via lanjut diameter
sianosis (-), nasal bronkhi dan
dispnea (-). mengakibatkan
GDA dalam penurunan aliran
batas normal udra serta penurunan
pertukaran gas, yang
diperburuk oleh
kehilangan daya
elastisitas paru.
2. Terapi aerosol
membantu
mengencerkan
sekresi sehingga
dapat dibuang.
Bronkhodilator yang
dihirup sering
ditambahkan ke
dalam nebulizer
untuk memberikan
aksi bronkhodolator
langsung pada jalan
napas, dengan
demikiam
memperbaiki
pertukaran gas.
Tindakan inhalasi
atau aerosol harus
diberikan sebelum
waktu makan untuk
memperbaiki
ventilasi paru dengan
demikian
mengurangi
keletihan yang
menyertai kativitas
makan.
3. Setelah inhalasi
bronkhodilator
nebuliser, klien
disarankan untuk
meminum air putih
untuk lebih
mengencerkan
sekresi. Kemudian
membatukkan
dengan ekpulsif atau
postural drainase
akan membantu
dalam pengeluaran
sekresi. Klien
dibantu untuk
melakukan hal ini
dengan cara yang
tidak membuatnya
keletihan.
4. Sebagai bahan
evaluasi setelah
melakukan
intervensi.
5. Oksigen diberikan
ketika terjadi
hipoksemia. Perawat
harus memantau
kemanjuran terapi
oksigen dan
memastikan bahwa
klien patuh dalam
menggunakan alat
pemberi oksigen.
Klien diinstruksikan
tentang penggunaan
oksigen yang tepat
dan tentang bahay
peningkatan laju
aliran oksigen tanpa
ada arahan yang
eksplisit darp
perawat.
Ketidakseimbangan nutrisi Dalam waktu 1. Kaji status nutrisi 1. Memvalidasi dan
kurang dari kebutuhan 3x24 jam setelah klien, turgor kulit, menetapkan derajat
tubuh diberikan berat badan, integritas masalah untuk
tindakan mukosa oral, menetapkan piihan
keperawatan kemampuan menelan, intervensi yang tepat.
intake nutrisi riwayat mual/muntah 2. Berguna dalam
klien terpenuhi dan diare. mengukur kefektifan
2. Pantau intake – intake gizi dan
Kriteria hasil : output, timbang berat dukungan cairan.
badan secara periodik 3. Menurunkan rasa
Klien dapat (sekali seminggu) tak enak karena sisa
mempertahanka3. Lakukan dan ajarkan makanan, sisa
n status gizinya perawatan mulut sputum atau obat
dari yang semula sebelum dan sesudah pada pengobatan
kurang menjadi intervensi/pemeriksaan sistem pernapasan
adekuat. peroral. yang dapat
Pernyataan 4. Kolaborasi dengan merangsang pusat
motivasi kuat ahli gizi untuk muntah.
untuk memenuhi menetapkan komposisi4. Merencanakan diet
kebutuhan dan jenis yang tepat dengan kandungan
nutrisinya 5. Fasilitasi pemberian gizi yang cukup
diet berikan dalam untuk memenuhi
porsi kecil tapi sering. peningkatan
6. Kolaborasi untuk kebutuhan energi dan
pemeriksaan kalori sehubungan
laboratorium dengan status
khususnya BUN, hipermetabolik klien.
protein serum dan 5. Memaksimalkan
albumin. intake nutrisi tanpa
7. Kolaborasi untuk kelelahan dan energi
pemberian besar serta
multivitamin. menurunkan iritasi
saluran cerna.
6. Menilai kemajuan
terapi diet dan
membantu
perencanaan
intervensi
selanjutnya.
7. Multivitamin
bertujuan untuk
memenuhi
kebutuhan vitamin
yang tinggi sekunder
dari rosres
pemkeberhasilan
peningkatan laju
metabolisme umum.
Ansietas berhubungan Dalam waktu 1. Bantudalam 1. Pemanfaatan
dengan adanya ancaman 1x24 jam klien mengidentifikasi sumber koping yang
kematian (kesulitan mampu sumber koping yang ada secara
bernapas) memahami dan ada konstruktif sangat
menerima 2. Ajarkan tehnik bermanfaat dalam
keadaanya relaksasi menagatasi stres.
sehingga tidak 3. Pertahankan 2. Mengurangi
terjadi hubungan saling ketegangan otot dan
kecemasan. percaya antara klien kecemasan
dengan perawat 3. Hubungan saling
Kriteria hasil : 4. Kaji faktor yang percaya membantu
menimbulkan rasa memperlancar proses
Klien terlihat cemas teraupetik
mampubernapas5. Bantu klien 4. Tindakan yang
secara normal mengenali dan tepat diperlukan
dan mapu mengakui rasa dalam mengatasi
beradaptasi cemasnya masalah yang
dengan dihadapi klien dan
keadaannya. membangun
Respon kepercayaan dalam
nobverbal klien mengurangi
tampak lebih kecemasan.
rileks dan santai. 5. Rasa cemas
merupakan efek
emosi sehingga
apabila sudah
teridentifikasi
dengan baik, maka
perasaan yang
nenganggu dapat
diketahui.
ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1. DS : Faktor pencetus serangan asma Ketidakefektifan bersihan jalan
Kien  napas
mengatakan Edema mukosa dan dinding bronkhus
sesak napas 
Peningkatan usaha dan frekuensi
DO : pernapasan
Adanya 
suara napas Penggunaan otot bantu napas
tambahan dan 
wheezing Ketidakefektifan bersihan jalan napas

Pernapasan
>20x/m
2. DS : Faktor pencetus serangan asma Gangguan pertukaran gas
Kien 
mengatakan Edema mukosa dan dinding bronkhus
sesak napas 
Peningkatan usaha dan frekuensi
DO : pernapasan
Frekuensi 
napas >20x/m Penggunaan otot bantu napas
Frekuensi 
nadi >90x/m Gangguan pertukaran gas
Dispnea
Sianosis
GDA
abnormal
3. DS : Faktor pencetus serangan asma Ketidakseimbangan nutrisi
Pasien  kurang dari kebutuhan tubuh
mengeluh Edema mukosa dan dinding bronkhus
nafsu makan 
menurun (tak Peningkatan usaha dan frekuensi
ada keinginan pernapasan
makan) 
DO : Penggunaan otot bantu napas
 BB 
Mual/ Keluhan sistemis, mual/muntah, intake
muntah nutrisi tidak adekuat, malaise
Tampak kelemahandan keletihan fisik
letih dan 
lemah Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
4. DS : Faktor pencetus serangan asma Ansietas
Pasien 
mengatakan Edema mukosa dan dinding bronkhus
cemas dengan 
penyakit yang Peningkatan usaha dan frekuensi
dialaminya pernapasan
DO : 
Pasien Penggunaan otot bantu napas
tampak 
gelisah Keluhan psikososial, kecemasan,
ketidaktahuan akan prognosis
Berkeringat

dingin
Ansietas
Asuhan Keperawatan Asma Bronkial ( Askep )

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

Asma Bronkhial
1. Definisi Asma
Asma adalah kondisi jangka panjang yang mempengaruhi saluran napas-saluran kecil yang
mengalirkan udara masuk ke dan keluar dari paru-paru. Asma adalah penyakit inflamasi
(peradangan). Saluran napas penyandang asma biasanya menjadi merah dan meradang. Asma
sangat terkait dengan alergi. Alergi dapat memperparah asma. Namun demikian, tidak semua
penyandang asma mempunyai alergi, dan tidak semua orang yang mempunyai alergi
menyandang asma (Bull & Price, 2007).
Pada penderita asma, saluran napas menjadi sempit dan hal ini membuat sulit bernapas.
Terjadi beberapa perubahan pada saluran napas penyandang asma, yaitu dinding saluran napas
membengkak; adanya sekumpulan lendir dan sel-sel yang rusak menutupi sebagian saluran
napas; hidung mengalami iritasi dan mungkin menjadi tersumbat; dan otot-otot saluran napas
mengencang tetapi semuanya dapat dipulihkan ke kondisi semula dengan terapi yang tepat.
Selama terjadi serangan asma, perubahan dalam paru-paru secara tiba-tiba menjadi jauh lebih
buruk, ujung saluran napas mengecil, dan aliran udara yang melaluinya sangat jauh berkurang
sehingga bernapas menjadi sangat sulit (Bull & Price, 2007).
2. Klasifikasi Asma
Berkaitan dengan gangguan saluran pernapasan yang berupa peradangan dan
bronkokonstriksi, beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan besar, seperti yang dianut
banyak dokter ahli pulmonologi (penyakit paru-paru) dari Inggris, yakni:
a) Asma Ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma yang paling umum, dan disebabkan karena reaksi alergi
penderitanya terhadap hal-hal tertentu (alergen), yang tidak membawa pengaruh apa-apa
terhadap mereka yang sehat. Kecenderungan alergi ini adalah “kelemahan keturunan”. Setiap
orang dari lahir memiliki sistem imunitas alami yang melindungi tubuhnya terhadap serangan
dari luar. Sistem ini bekerja dengan memproduksi antibodi.
Pada saat datang serangan, misalnya dari virus yang memasuki tubuh, sistem ini akan
menghimpun antibodi untuk menghadapi dan berusaha menumpas sang penyerang. Dalam
proses mempertahankan diri ini, gejala-gejala permukaan yang mudah tampak adalah naiknya
temperatur tubuh, demam, perubahan warna kulit hingga timbul bercak-bercak, jaringan-jaringan
tertentu memproduksi lendir, dan sebagainya (Hadibroto & Alam, 2006).

b) Asma Intrinsik
Asma intrinsik tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari alergen. Asma jenis ini
disebabkan oleh stres, infeksi, dan kondisi lingkungan seperti cuaca, kelembapan dan suhu
tubuh. Asma intrinsik biasanya berhubungan dengan menurunnya kondisi ketahanan tubuh,
terutama pada mereka yang memiliki riwayat kesehatan paru-paru yang kurang baik, misalnya
karena bronkitis dan radang paru-paru (pneumonia). Penderita diabetes mellitus golongan lansia
juga mudah terkena asma intrinsik. Penderita asma jenis ini kebanyakan berusia di atas 30 tahun
(Hadibroto & Alam, 2006).

Namun penting dicatat, bahwa dalam prakteknya, asma adalah penyakit yang kompleks,
sehingga tidak selalu dimungkinkan untuk menentukan secara tegas, golongan asma yang
diderita seseorang. Sering indikasi asma ekstrinsik dan intrinsik bersama-sama dideteksi ada
pada satu orang.
Sebagai contoh, dalam kasus asma bronkial (termasuk jenis ekstrinsik) yang kronis, pada saat
menangani terjadinya serangan, dokter akan sering mendiagnosa hadirnya faktor-faktor
kecemasan dan rasa panik. Keduanya adalah emosi yang sifatnya naluriah pada saat seseorang
harus berjuang agar bisa bernapas. Selanjutnya rasa cemas dan panik ini meneruskan lingkaran
setan dan memperparah gejala serangan. Juga akan tercatat, bahwa bahan-bahan iritan
(pengganggu) dari luar seperti asap rokok dan hairspray akan memperparah kondisi penderita.
Kesimpulannya adalah, dari asal asma bronkial (termasuk asma ekstrinsik) akan terlihat juga
hadirnya faktor asma intrinsik.
Demikian pula, seseorang yang punya sejarah bronkitis di masa kanak-kanak sering tumbuh
menjadi orang dewasa yang cenderung menderita asma yang alergik, sebagai akibat kelemahan
bawaan dari masa kanak-kanaknya (Hadibroto & Alam, 2006).
Klasifikasi tingkat penyakit asma dapat dibagi berdasarkan frekuensi kemunculan gejala
(Hadibroto & Alam, 2006).
1. Intermitten, yaitu sering tanpa gejala atau munculnya kurang dari 1 kali dalam seminggu
dan gejala asma malam kurang dari 2 kali dalam sebulan. Jika seperti itu yang terjadi, berarti faal
(fungsi) paru masih baik.
2. Persisten ringan, yaitu gejala asma lebih dari 1 kali dalam seminggu dan serangannya
sampai mengganggu aktivitas, termasuk tidur. Gejala asma malam lebih dari 2 kali dalam
sebulan. Semua ini membuat faal paru realatif menurun.
3. Persisten sedang, yaitu asma terjadi setiap hari dan serangan sudah mengganggu aktivitas,
serta terjadinya 1-2 kali seminggu. Gejala asma malam lebih dari 1-2 kali seminggu. Gejala asma
malam lebih dari 1 kali dalam seminggu. Faal paru menurun.
4. Persisten berat, gejala asma terjadi terus-menerus dan serangan sering terjadi. Gejala asma
malam terjadi hampir setiap malam. Akibatnya faal paru sangat menurun.
Klasifikasi tingkat penyakit asma berdasarkan berat ringannya gejala (Hadibroto & Alam,
2006):

1. Asma akut ringan, dengan gejala: rasa berat di dada, batuk kering ataupun berdahak,
gangguan tidur malam karena batuk atau sesak napas, mengi tidak ada atau mengi ringan, APE
(Arus Puncak Aspirasi) kurang dari 80%.
2. Serangan asma akut sedang, dengan gejala: sesak dengan mengi agak nyaring, batuk
kering/berdahak, aktivitas terganggu, APE antara 50-80%.
3. Serangan asma akut berat, dengan gejala: sesak sekali, sukar berbicara dan kalimat
terputus-putus, tidak bisa barbaring, posisi harus setengan duduk agar dapat bernapas, APE
kurang dari 50%.
3. Etiologi
Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus asma
(Hadibroto & Alam, 2006):
1. Pemicu (trigger) yang mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernapasan
(bronkokonstriksi). Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi termasuk stimulus
sehari-hari seperti perubahan cuaca dan suhu udara dimana cuaca lembab dan hawa pegunungan
yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor
pemicu terjadinya serangan asma. Serangan asma kadang-kadang berhubungan dengan musim,
seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga (serbuk sari beterbangan). Selain itu polusi
udara dari luar dan dalam ruang serta asap rokok yang terhirup oleh penderita asma dapat juga
memicu terjadinya serangan asma. Ditambah lagi penderita asma yang memiliki riwayat infeksi
saluran pernapasan misalnya sinusitis dapat mengakibatkan eksaserbasi serangan asma. Penderita
asma harus menjaga kestabilitas dari emosi/stresnya, karena gangguan emosi/stres dapat menjadi
pencetus serangan asma, selain itu juga dapat memperberat serangan asma yang sudah ada.
Selain itu, jangan berolahraga secara berlebihan. Bagi beberapa orang, jenis olahraga tertentu
dapat menyebabkan udara terperangkap di dalam saluran napas dan membuat sulit bernapas.
Kadang-kadang olahraga dapat menyebabkan serangan asma (Bull & Price, 2007).
2. Penyebab (inducer) yang mengakibatkan peradangan (inflammation) pada saluran
pernapasan. Umumnya penyebab (inducer) asma adalah alergen, yang tampil dalam bentuk
ingestan dimana alergen masuk ke tubuh melalui mulut (dimakan/diminum) terutama makanan
dan obat-obatan. Selain itu, bisa juga dalam bentuk inhalan yaitu alergen yang masuk ke tubuh
melalui hidung atau mulut. Jenis alergen inhalan yang utama adalah tepung sari (serbuk) bunga,
tanaman, pohon, tungau, serpihan dan kotoran binatang, serta jamur. Bentuk lainnya yaitu kontak
langsung dengan kulit seperti memakai perhiasan, logam dan jam tangan.

Beberapa faktor orang memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk menyandang asma
dibandingkan orang lain (Bull & Price, 2007), di antaranya memiliki riwayat asma atau alergi
lainnya dalam keluarga (keturunan) karena asma dapat diwariskan-diturunkan dari satu anggota
keluarga ke anggota keluarga berikutnya. Beberapa faktor genetik (keturunan) dapat
mempengaruhi perkembangan asma. Jika salah satu orangtua menyandang asma, peluang
berkembangnya asma pada anak-anaknya sekitar dua kali dibandingkan anak-anak yang
orangtuanya tidak menyandang asma. Merokok ketika hamil dimana asap rokok berhubungan
dengan penurunan fungsi paru. Pajanan asap rokok, sebelum dan sesudah kelahiran berhubungan
dengan efek berbahaya yang dapat diukur seperti meningkatkan risiko terjadinya gejala serupa
asma pada usia dini. Baik perokok aktif maupun pasif semasa kanak-kanan. Selain itu pilek atau
infeksi virus dan terpapar iritan di tempat kerja juga dapat mengakibatkan peradangan
(inflammation) pada saluran pernapasan yang berakibat pada terjadinya serangan asma (Ayres,
2003).
Aspek-aspek potensi risiko kemunculan penyakit asma (Widjadja, 2009), antara lain aspek
genetik, kemungkinan alergi dan saluran napas yang memang mudah terserang.

4. Patofisiologi
Berkaitan dengan gangguan saluran pernapasan yang berupa peradangan dan
bronkokonstriksi, beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan besar yakni asma ekstriksi dan
asma intrinsik (Hadibroto & Alam, 2006). Berdasarkan klasifikasi tersebut akan dijabarkan
masing-masing dari patofisiologinya.
a) Asma Ekstrinsik
Pada asma ekstrinsik alergen menimbulkan reaksi yang hebat pada mukosa bronkus yang
mengakibatkan konstriksi otot polos, hiperemia serta sekresi lendir putih yang tebal. Mekanisme
terjadinya reaksi ini telah diketahui dengan baik, tetapi sangat rumit. Penderita yang telah
disensitisasi terhadap satu bentuk alergen yang spesifik, akan membuat antibodi terhadap alergen
yang dihirup itu. Antibodi ini merupakan imunoglobin jenis IgE. Antibodi ini melekat pada
permukaan sel mast pada mukosa bronkus. Sel mast tersebut tidak lain daripada basofil yang kita
kenal pada hitung jenis leukosit. Bila satu molekul IgE yang terdapat pada permukaan sel mast
menangkap satu molekul alergen, sel mast tersebut akan memisahkan diri dan melepaskan
sejumlah bahan yang menyebabkan konstriksi bronkus. Salah satu contoh yaitu histamin, contoh
lain ialah prostaglandin. Pada permukaan sel mast juga terdapat reseptor beta-2 adrenergik. Bila
reseptor beta-2 dirangsang dengan obat anti asma Salbutamol (beta-2 mimetik), maka pelepasan
histamin akan terhalang.
Pada mukosa bronkus dan darah tepi terdapat sangat banyak eosinofil. Adanya eosinofil
dalam sputum dapat dengan mudah diperlihatkan. Dulu fungsi eosinofil di dalam sputum tidak
diketahui, tetapi baru-baru ini diketahui bahwa dalam butir-butir granula eosinofil terdapat enzim
yang menghancurkan histamin dan prostaglandin. Jadi eosinofil memberikan perlindungan
terhadap serangan asma. Dengan demikian jelas bahwa kadar IgE akan meninggi dalam darah
tepi (Herdinsibuae dkk, 2005).
b) Asma Intrinsik
Terjadinya asma intrinsik sangat berbeda dengan asma ekstrinsik. Mungkin mula-mula akibat
kepekaan yang berlebihan (hipersensitivitas) dari serabut-serabut nervus vagus yang akan
merangsang bahan-bahan iritan di dalam bronkus dan menimbulkan batuk dan sekresi lendir
melalui satu refleks. Serabut-serabut vagus, demikian hipersensitifnya sehingga langsung
menimbulkan refleks konstriksi bronkus. Atropin bahan yang menghambat vagus, sering dapat
menolong kasus-kasus seperti ini. Selain itu lendir yang sangat lengket akan disekresikan
sehingga pada kasus-kasus berat dapat menimbulkan sumbatan saluran napas yang hampir total,
sehingga berakibat timbulnya status asmatikus, kegagalan pernapasan dan akhirnya kematian.
Rangsangan yang paling penting untuk refleks ini ialah infeksi saluran pernapasan oleh flu
(common cold), adenovirus dan juga oleh bakteri seperti hemophilus influenzae. Polusi udara
oleh gas iritatif asal industri, asap, serta udara dingin juga berperan, dengan demikian merokok
juga sangat merugikan (Herdinsibuae dkk, 2005).

5. Sel Inflamasi
Sel-sel inflamasi yang terlibat dalam patofisiologi asma terutama adalah sel mast, limfosit,
dan eosinofil.
a) Sel mast
Sel ini sudah lama dikaitkan dengan penyakit asma dan alergi, karena ia dapat melepaskan
berbagai mediator inflamasi, baik yang sudah tersimpan atau baru disintesis, yang bertanggung-
jawab terhadap beberapa tanda asma dan alergi. Berbagai mediator tersebut antara lain adalah
histamine (yang disintesis dan disimpan di dalam granul sel dan dilepas secara cepat ketika sel
mast teraktivasi), prostaglandin PGD2 dan leukotrien LTC4 (yang baru disintesis setelah ada
aktivasi), dan sitokin (yang disintesis dalam waktu yang lebih lambat dan berperan dalam reaksi
fase lambat). Sel mast diaktivasi oleh alergen melalui ikatan suatu alergen dengan IgE yang telah
melekat pada reseptornya (Fcereceptor) di permukaan sel mast. Adanya ikatan cross-linking
antara alergen dengan IgE tersebut memicu serangkaian biokimia didalam Sel yang kemudian
menyebabkan terjadinya degranulasi sel mast. Degranulasi adalah peristiwa pecahnya sel mast
yang menyebabkan pelepasan berbagai mediator inflamasi.
Sel mast terdapat pada lapisan epithelial saluran nafas, dan karenanya dapat berespon
terhadap allergen yang terhirup. Terdapatnya peningkatan jumlah sel mast pada cairan
bronkoalveolar pasien asma mengindasikan bahwa sel ini terlibat dalam patofisiologi asma.
Selain itu, pada pasien asma yang dijumpai penigkatan kadar histamine dan triptase pada cairan
bronkoalveolarnya, yang diduga kuat berasal dari sel mast yang terdegranulasi. Beberapa obat
telah dikembangkan untuk menstabilkan sel mast agar tidak mudah terdegranulasi. Peran sel
mast pada reaksi alergi fase lambat masih belum diketahui secara pasti. Namun,sel mast juga
mengandung faktor kemotatik yang dapat menarik eosinofil dan neutrofil ke saluran nafas.
b) Limfosit
Peran limfosit dalam asma semakin banyak mendapat dukungan fakta, antara lain dengan
terdapatnya produk-produk limfosit yaitu sitokin pada biopsy bronchial pasien asma. Selain itu,
sel-sel limfosit juga dijumpai pada cairan bronkoalveolar pasien asma pada reaksi fase lambat.
Limfosit sendiri terdiri dari dua tipe yaitu limfosit T dan limfosit B. Limfosit T masih terbagi
lagi menjadi dua subtipe yaitu Th1 dan Th2 (T helper 1 dan T helper 2). Sel Th2 memproduksi
berbagai sitokin yang berperan dalam reaksi inflamasi sehingga disebut sitokin prainflamasi,
seperti IL-3, IL-4, IL-6, IL-9, dan IL-13. Sitokin-sitokin ini nampaknya berfungsi dalam
pertahanan tubuh terhadap pathogen ekstrasel. IL-4 dan IL-13 misalnya, dia bekerja
mengaktivasi sel limfosit B untuk memproduksi IgE, yang nantinya akan menempel pada sel-sel
inflamasi sehingga terjadi pelepasan berbagai mediator inflamasi.
c) Eosinofil
Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa eosinofil berkontribusi terhadap patofisiologi
penyakit alergi pada saluran nafas. Dijumpai adanya kaitan yang erat antara keparahan asma
dengan keberadaan eosinofil di saluran nafas yang terinflamasi, sehiingga inflamasi pada asma
atau alergi sering disebut juga inflamasi eosinofilia. Eosinofil mengandung berbagai protein
granul seperti: major inflamasi eosinifilia (MBP), eosinophil peroxidase(EPO), dan eosinophil
cationic probasic protein (ECP), yang dapat menyebabkan kerusakan epitelium saluran nafas,
menyebabkan hiperresponsivitas bronkus, sekresi mediatorbdari sel mast dan basofil, serta secara
langsung menyebabkan kontraksi otot polos saluran nafas (Bussed an Reed, 1993). Selain itu,
beberapa produk eosinofil seperti LCT4, PAF, dan metabolit oksigen toksik dapat menambah
keparahn asma.

6. Manifestasi Klinis
a) Tanda
Sebelum muncul suatu episode serangan asma pada penderita, biasanya akan ditemukan
tanda-tanda awal datangnya asma. Tanda-tanda awal datangnya asma memiliki sifat-sifat sebagai
berikut, yaitu sifatnya unik untuk setiap individu, pada individu yang sama, tanda-tanda
peringatan awal bisa sama, hampir sama, atau sama sekali berbeda pada setiap episode serangan
dan tanda peringatan awal yang paling bisa diandalkan adalah penurunan dari angka prestasi
penggunaan “Preak Flow Meter”.
Beberapa contoh tanda peringatan awal (Hadibroto & Alam, 2006) adalah perubahan dalam
pola pernapasan, bersin-bersin, perubahan suasana hati (moodiness), hidung mampat, batuk,
gatal-gatal pada tenggorokan, merasa capai, lingkaran hitam dibawah mata, susah tidur, turunnya
toleransi tubuh terhadap kegiatan olahraga dan kecenderungan penurunan prestasi dalam
penggunaan Preak Flow Meter.
b) Gejala
(1) Gejala Asma Umum
Perubahan saluran napas yang terjadi pada asma menyebabkan dibutuhkannya usaha yang
jauh lebih keras untuk memasukkan dan mengeluarkan udara dari paru-paru. Hal tersebut dapat
memunculkan gejala berupa sesak napas/sulit bernapas, sesak dada, mengi/napas berbunyi
(wheezing) dan batuk (lebih sering terjadi pada anak daripada orang dewasa).
Tidak semua orang akan mengalami gejala-gelaja tersebut. Beberapa orang dapat
mengalaminya dari waktu ke waktu, dan beberapa orang lainya selalu mengalaminya sepanjang
hidupnya. Gelaja asma seringkali memburuk pada malam hari atau setelah mengalami kontak
dengan pemicu asma (Bull & Price, 2007). Selain itu, angka performa penggunaan Preak Flow
Meter menunjukkan rating yang termasuk “hati-hati” atau “bahaya” (biasanya antara 50%
sampai 80% dari penunjuk performa terbaik individu) (Hadibroto & Alam, 2006).
(2) Gejala Asma Berat
Gejala asma berat (Hadibroto & Alam, 2006) adalah sebagai berikut yaitu serangan batuk
yang hebat, napas berat “ngik-ngik”, tersengal-sengal, sesak dada, susah bicara dan
berkonsentrasi, jalan sedikit menyebabkan napas tersengal-sengal, napas menjadi dangkal dan
cepat atau lambat dibanding biasanya, pundak membungkuk, lubang hidung mengembang
dengan setiap tarikan napas, daerah leher dan di antara atau di bawah tulang rusuk melesak ke
dalam, bersama tarikan napas, bayangan abu-abu atau membiru pada kulit, bermula dari daerah
sekitar mulut (sianosis), serta angka performa penggunaan Preak Flow Meter dalam wilayah
berbahaya (biasanya di bawah 50% dari performa terbaik individu).
7. Komplikasi Asma
Penyakit asma yang tidak ditangani dengan baik lambat-laun akan berakibat pada terjadinya
komplikasi (Mansjoer, 2008) dimana dapat menyebabkan beberapa penyakit sebagai berikut
yaitu, terjadinya pneumotorak, pneumomediastinum, emfisema subkutis, aspergilosis,
atelektasis, gagal napas, bronkitis, fraktur iga, dan bronkopulmonar alergik.
8. Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Pemeriksaan Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat, karena hanya
reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema mukosa, sehingga terlepaslah
sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaan gram penting untuk melibat adanya
bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotik
(Muttaqin, 2008).
(2) Pemeriksaan Darah (Analisa Gas Darah/AGD/astrub)
(a)Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
(b)Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
(c)Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3
dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
(3) Sel Eosinofil
Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1000-1500/mm3 baik asma
intrinsik ataupun ekstrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil normal antara 100-200/mm3.
Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan
telah tepat (Muttaqin, 2008).
b) Pemeriksaan Penunjang
(1) Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan
gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga
intercostalis, serta diafragma yang menurun.
(2) Pemeriksaan Tes Kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan
reaksi yang positif pada asma.
(3) Scanning Paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama
serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
(4) Spirometer
Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan diagnosis juga untuk menilai
beratnya obstruksi dan efek pengobatan.
(5) Peak Flow Meter/PFM
Peak flow meter merupakan alat pengukur faal paru sederhana, alat tersebut digunakan untuk
mengukur jumlah udara yang berasal dari paru. Oleh karena pemeriksaan jasmani dapat normal,
dalam menegakkan diagnosis asma diperlukan pemeriksaan obyektif (spirometer/FEV1 atau
PFM). Spirometer lebih diutamakan dibanding PFM karena PFM tidak begitu sensitif dibanding
FEV. Untuk diagnosis obstruksi saluran napas, PFM mengukur terutama saluran napas besar,
PFM dibuat untuk pemantauan dan bukan alat diagnostik, APE dapat digunakan dalam
diagnosis untuk penderita yang tidak dapat melakukan pemeriksaan FEV1.
(6) X-ray Dada/Thorax
Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan asma.
(7) Pemeriksaan IgE
Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik pada kulit.
Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari faktor pencetus. Uji alergen yang positif
tidak selalu merupakan penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE Atopi dilakukan dengan cara
radioallergosorbent test (RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan (pada
dermographism).
(8) Petanda Inflamasi
Derajat berat asma dan pengobatannya dalam klinik sebenarnya tidak berdasarkan atas
penilaian obyektif inflamasi saluran napas. Gejala klinis dan spirometri bukan merupakan
petanda ideal inflamasi. Penilaian semi-kuantitatif inflamasi saluran napas dapat dilakukan
melalui biopsi paru, pemeriksaan sel eosinofil dalam sputum, dan kadar oksida nitrit udara yang
dikeluarkan dengan napas. Analisis sputum yang diinduksi menunjukkan hubungan antara
jumlah eosinofil dan Eosinophyl Cationic Protein (ECP) dengan inflamasi dan derajat berat
asma. Biopsi endobronkial dan transbronkial dapat menunjukkan gambaran inflamasi, tetapi
jarang atau sulit dilakukan di luar riset.
9. Web of Caution (WOC) secara Teorits
10. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
a) Penatalaksanaan Medis
(1) Terapi Obat
Penatalaksanaan medis pada penderita asma bisa dilakukan dengan pengguaan obat-obatan
asma dengan tujuan penyakit asma dapat dikontrol dan dikendalikan. Karena belum terlalu lama
ini, yakni baru sejak pertengahan tahun 1990-an mulai mengental keyakinan di kalangan
kedokteran bahwa asma yang tidak terkendali dalam jangka panjang bisa menyebabkan
kerusakan pada saluran pernapasan dan paru-paru.
Cara menangani asma yang reaktif, yakni hanya pada saat datangnya serangan sudah
ketinggalan zaman. Hasil penelitian medis menunjukkan bahwa para penderita asma yang
terutama menggantungkan diri pada obat-obatan pelega (reliever/bronkodilator) secara umum
memiliki kondisi yang buruk dibandingkan penderita asma umumnya. Selanjutnya prosentase
keharusan kunjungan ke unit gawat daruat (UGD), keharusan mengalami rawat inap, dan risiko
kematiannya karena asma juga lebih tinggi.
Hal ini membuktikan bahwa pasa asma ekstrinsik, penyebab asma yang mereka derita adalah
karena peradangan (inflamasi), dan bukan karena bronkokonstriksi. Dengan demikian, dokter
masa kini menggunakan obat peradangan sebagai senjata utama, sedang obat-obatan pelega
sebagai pendukung. Keyakinan ini sangat disokong oleh penemuan obat-obatan pencegah
peradangan saluran pernapasan, yang aman untuk digunakan dalam jangka panjang.
Menurut AAAI (Amerika Academy of Allergy, Asthma & Immunology) penggolongan obat
asma (Hadibroto & Alam, 2006) adalah sebagai berikut:
a) Obat-obat anti peradangan (preventer)
(1) Usaha pengendalian asma dalam jangka panjang
(2) Golongan obat ini mencegah dan mengurangi peradangan, pembengkakan saluran napas,
dan produksi lendir
(3) Cara kerjanya adalah dengan mengurangi sensitivitas saluran pernapasan terhadap pemicu
asma yang berupa alergen.
(4) Penggunaannya harus teratur dalam jangka panjang
(5) Daya kerja lambat/gradual, biasanya mengambil waktu sekitar dua minggu baru terlihat
efektivitasnya ayang terukur.
Contoh obat anti peradangan adalah beclometasone [Becotide®], budesonide [Pulmicort®],
fluticasone [Flixotide®], mometasone [Asmanex®], dan montelukast [Singulair®] secara
bertahap mengurangi peradangan saluran napas dan (jika digunakan secara teratur) akan
mengontrol penyakit asma. Obat pencegah biasanya tersedia dalam bentuk inhaler berwarna
cokelat, putih, merah, atau oranye, meskipun beberapa (misalnya montelukast) tersedia dalam
tablet.
b) Obat-obat pelega gejala berjangka panjang
Obat-obat pelega gejala berjangka panjang dalam nama generik yang ada di pasaran adalah
salmeterol hidroksi naftoat (salmeterol xinafoate) dan teofilin (theophylline).
(1) Salmeterol
Obat ini adalah bronkodilator yang bekerja perlahan dimana obat ini bekerja dengan
mengendurkan oto-otot yang mengelilingi saluran pernapasan. Obat ini paling efektif bila
dikombinasikan dengan suatu obat kortikosteroid hirup, dan tidak dapat berfungsi sebagai pelega
seketika dalam hal terjadi serangan asma.
Obat ini umumnya bekerja setelah setengah jam dan daya kerjanya bertahan hingga 12 jam.
Obat ini disajikan dalam bentuk obat hirup dosis terukut dan obat hirup bubuk kering. Obat ini
tidak dapat digunakan untuk anak-anak di bawah 12 tahun.
(2) Teofilin
Obat ini termasuk satu golongan dengan kafein (zat aktif yang terdapat dalam secangkir
kopi) dan termasuk bronkodilator yang lama daya kerjanya. Efek samping obat ini sama seperti
kafein sehingga tidak dianturkan untuk pasien hiperaktif.
(3) Albuterol Sulfat atau Salbutamol.
Bronkolidarot yang paling populer dan disajikan dalam bentuk obat hirup dosis terukur, obat
hirup bubuk kering, larutan untuk alat nebulizer, sirup, tablet biasa, tablet lepas-tunda (extended-
reliase). Bentuk hirup bekerja lebih karena langsung menuju saluran pernapasan yang
bermasalah, ketimbang harus lewat lambung dulu. Efek samping obat ini dapat menyebabkan
stimulasi, jantung berdebar, dan pusing.
Merek yang paling populer adalah Ventolin dan Proventil yang disajikan sebagai obat hirup
dosis terukur. Proventil HFA sebagai obat hirup bubuk kering. Ventolin terdaftar di Indonesia
dalam bentuk sediaan tablet, sirup, nebulizer, dan spray. Merek lain adalah Ascolen.
c) Obat-obat pelega gejala asma (reliever/bronkodilator)
Misalnya salbutamol [Ventolin®], terbutaline [Bricanyl®], formoterol [Foradil®, Oxis®],
dan salmeterol [Serevent®] secara cepat mengembalikan saluran napas yang menyempit yang
terjadi selama serangan asma ke kondisi semula. Obat pereda/pelega biasanya tersedia dalam
bentuk inhaler berwarna biru atau abu-abu.
d) Obat-obatan kortikosteroid oral
Kortikosteroid oral adalah obat yang ampuh untuk mengatasi pembengkakan dan peradangan
yang mencetuskan serangan asma. Obat ini membutuhkan enam hingga delapan jam untuk
bekerja, sehingga makin cepat digunakan makin cepat pula daya kerja yang dirasakan.
Malam hari termasuk waktu dimana serangan asma paling sering terjadi, karena fungsi paru-
paru berada pada titik yang paling rendah di tengan malam. Dari hasil penelitian terbukti bahwa
dosis kortikosteroid oral yang diberikan di siang hari bisa membantu mereka yang mengalami
serangan asma untuk tidur pada malam harinya.
Di sisi lain, efek samping penggunaan kortikosteroid oral juga cukup nyata, seperti
perubahan suasana hati (mood changes), meningkatnya selera makan, perubahan berat badan,
dan gejala demam yang ditekan. Akan tetapi, efek samping dari penggunaan kortikosteroid ini
tidak perlu dikhawatirkan jika penggunaannya hanya dalam jangka pendek dan kadangkala saja.
(1) Prednison (Prednisone)
Prednison adalah preparat kortikosteroid oral yang paling umum digunakan. Obat ini
disajikan dalam bentuk pil maupun sirup.
(2) Prednisolon (Prednisolone)
Prednisolon adalah kortikosteroid oral yang sangat mirip prednisone, dengan kelebihan
rasanya yang lebih bisa diterima anak-anak. Dengan merek Prelone disajikan sebagai sirup 15
mg per 5 ml. Prediaped disajikan sebagai sirup 5 mg per 5 ml.
(3) Metilprednisolon (Methylprednisolone)
Sangat mirip dengan prednisolon, tetapi harganya lebih mahal. Biasanya digunakan di rumah
sakit dengan cara intravenuous.
(4) Deksametason (Dexamethasone)
Dengan merek Decadron, satu dosis tunggalnya berdaya kerja dua hingga tiga kali lebih lama
dibandingkan preparat kortikosteroid yang lain. Cocok untuk pasien anak-anak yang sulit minum
obat.
(2) Alat-alat hirup
Alat hirup dosis terukur atau Metered Dose Inhaler (MDI) disebut juga inhaler atau puffer
adalah alat yang paling banyak digunakan untuk menghantar obat-obatan ke saluran pernapasan
atau paru-paru pemakainnya. Alat ini menyandang sebutan dosis terukur (metered-dose) karena
memang menghantar suatu jumlah obat yang konsisten/terukur dengan setiap semprotan.
Sebagai hasil teknologi mutakhir, alat hirup dosis terukur kini bisa digunakan oleh segala
tingkatan usia, mulai dari balita hingga lansia. Alat hirup dosis terukur memuat obat-obatan dan
cairan tekan (pressurized liquid), biasanya chlorofluorocerbous/CFC, yang mengembang
menjadi gas ketika melewati moncongnya. Cairan yang sebutan populernya adalah propelan
tersebut memecah obat-obatan yang dikandung menjadi butiran-butiran atau kabut halus, dan
mendorongnya keluar dari moncong masuk ke saluran pernapasan atau paru-paru pemakainya.
b) Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan pada penderita asma adalah sebagai
berikut, yaitu memberikan penyuluhan (pendidikan kesehatan), pemberian cairan, fisiotherapy,
dan beri O2 bila perlu.
11. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan
a) Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(bronkospasme), penumpukan sekret, sekret kental.
b) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (bronkospasme).
c) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (bronkuspasme).
d) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat imunitas.
Diagnosa Tujuan/Kriteri
No Intervensi Rasional
Keperawatan a Hasil
1 Tidak Pencapaian Mandiri 1. Beberapa derajat
efektifnya bersihan jalan
1. Auskultasi spasme bronkus
bersihan napas dengan bunyi nafas, catat terjadi dengan
jalan nafas kriteria hasil adanya bunyi obstruksi jalan nafas
berhubungan sebagai berikut: nafas, ex: mengi dan dapat/tidak
dengan 1. 2. Kaji/pantau dimanifestasikan
gangguan Mempertahanka frekuensi adanya nafas
suplai n jalan napas pernafasan, catat advertisius.
oksigen paten dengan rasio 2. Tachipnea
(bronkospas bunyi napas inspirasi/ekspirasi biasanya ada pada
me), bersih atau . beberapa derajat dan
penumpukan jelas. 3. Catat adanya dapat ditemukan
2.
sekret, sekret Menunjukan derajat dispnea, pada penerimaan
kental perilaku untuk ansietas, distress atau selama
memperbaiki pernafasan, stress/adanya proses
bersihan jalan penggunaan obat infeksi akut.
nafas misalnya bantu. 3. Disfungsi
batuk efektif
4. Tempatkan pernafasan adalah
dan posisi yang variable yang
mengeluarkan nyaman pada tergantung pada
sekret. pasien, contoh: tahap proses akut
meninggikan yang menimbulkan
kepala tempat perawatan di rumah
tidur, duduk pada sakit.
sandara tempat
4. Peninggian kepala
tidur. tempat tidur
5. Pertahankan memudahkan fungsi
polusi lingkungan pernafasan dengan
minimum, menggunakan
contoh: debu, gravitasi.
asap dll. 5. Pencetus tipe
6. Tingkatkan alergi pernafasan
masukan cairan dapat mentriger
sampai dengan episode akut.
3000 ml/ hari
6. Hidrasi membantu
sesuai toleransi menurunkan
jantung kekentalan sekret,
memberikan air penggunaan cairan
hangat. hangat dapat
Kolaborasi menurunkan
7. Berikan obat kekentalan sekret,
sesuai indikasi penggunaan cairan
bronkodilator. hangat dapat
menurunkan spasme
bronkus.
7. Merelaksasikan
otot halus dan
menurunkan spasme
jalan nafas, mengi,
dan produksi
mukosa.

2 Pola nafas Perbaikan pola Mandiri 1. Membantu pasien


tidak efektif nafas dengan
1. Ajarkan pasien memperpanjang
berhubungan kriteria hasil pernapasan waktu ekspirasi
dengan sebagai berikut: dalam. sehingga pasien
gangguan 1. 2. Tinggikan akan bernapas lebih
suplai Mempertahanka kepala dan bantu efektif dan efisien.
oksigen n ventilasi mengubah posisi.
2. Duduk tinggi
(bronkospas adekuat dengan Berikan posisi memungkinkan
me) menunjukan semi fowler. ekspansi paru dan
RR:16-20 Kolaborasi memudahkan
x/menit dan
3. Berikan oksigen pernapasan.
irama napas tambahan. 3. Memaksimalkan
teratur. bernapas dan
2. Tidak menurunkan kerja
mengalami napas.
sianosis atau
tanda hipoksia
lain.
3. Pasien dapat
melakukan
pernafasan
dalam.
3 Gangguan Perbaikan Mandiri 1. Sianosis mungkin
pertukaran pertukaran gas
1. Kaji/awasi perifer atau sentral
gas dengan kriteria secara rutin kulit keabu-abuan dan
berhubungan hasil sebagai dan membrane sianosis sentral
dengan berikut: mukosa. mengindikasikan
gangguan 1. Perbaikan
2. Palpasi beratnya
suplai ventilasi. fremitus. hipoksemia.
oksigen 2. Perbaikan
3. Awasi tanda-
2. Penurunan getaran
(bronkuspas oksigen tanda vital dan vibrasi diduga
me) jaringan irama jantung. adanya pengumplan
adekuat. Kolaborasi cairan/udara.
4. Berikan oksigen
3. Tachicardi,
tambahan sesuai disritmia, dan
dengan indikasi perubahan tekanan
hasil AGDA dan darah dapat
toleransi pasien. menunjukan efek
hipoksemia sistemik
pada fungsi jantung.
4. Dapat
memperbaiki atau
mencegah
memburuknya
hipoksia.
4 Risiko tinggi Tidak terjadinya Mandiri 1. Demam dapat
terhadap infeksi dengan
1. Awasi suhu. terjadi karena
infeksi kriteria hasil
2. Diskusikan infeksi dan atau
berhubungan sebagai berikut: adekuat dehidrasi.
1.
dengan tidak kebutuhan nutrisi.2. Malnutrisi dapat
adekuat Mengidentifikas Kolaborasi mempengaruhi
imunitas ikan intervensi
3. Dapatkan kesehatan umum
untuk mencegah specimen sputum dan menurunkan
atau dengan batuk atau tahanan terhadap
menurunkan pengisapan untuk infeksi.
resiko infeksi. pewarnaan gram,
3. Untuk
2. Perubahan kultur/sensitifitas. mengidentifikasi
pola hidup organisme penyabab
untuk dan kerentanan
meningkatkan terhadap berbagai
lingkungan anti microbial.
yang nyaman.
BAB III
KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN Nn. G
DENGAN DIAGNOSA ASMA BRONKHIAL
DI RUMAH SAKIT UMUM ARIFIN AHMAD

A. Uraian Kasus
Nn. G 23 tahun suku minang datang dengan keluhan napasnya sesak sewaktu bangun pagi dan
semakin meningkat ketika beraktivitas, klien juga batuk berdahak. Dari hasil pengkajian klien
mengeluh sesak, batuk berdahak dengan dahak berwarna putih, dan klien merasa sesaknya
berkurang setelah dilakukan pengasapan (nebulizer). Klien juga mengatakan mempunyai riwayat
asma sejak kelas 6 SD dan klien mengatakan bahwa ada salah satu anggota keluarganya yang
memiliki riwayat asma, yaitu ibunya. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan hasil: rongga dada
simetris, retraksi dinding dada (+), taktil fremitus simetris antara kiri dan kanan, suara napas
klien terdengar wheezing, resonan pada perkusi dinding dada, dan sputum berwarna putih kental.
Dari hasil observasi didapatkan hasil: tingkat kesadaran: kompos mentis, dan hasil TTV: TD =
130/70 mmHg, RR = 36x/menit, HR = 76x/menit, suhu = 37o C. Dari hasil pemeriksaan
laboratorium didapatkan hasil: Hb = 15,5 gr%, leukosit = 17.000/mm3, trombosit 260.000/mm3,
Ht = 47vol%. Klien saat ini mendapatkan terapi: IVFD RL 20 tts/i, Pulmicort, Ventolin,
Bisolvon dan O2 dengan nasal kanul 2 L. Pada pemeriksaan penunjang X-ray dada/thorax,
didapatkan hasil paru dalam batas normal.

B. Pengkajian
1. Anamnesa
Identitas Klien
Nama : Nn. G
Umur : 23 tahun
Alasan Masuk (Keluhan Utama)
Klien masuk rumah sakit dengan keluhan napasnya sesak sewaktu bangun pagi dan semakin
meningkat ketika beraktivitas, serta batuk berdahak.
Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan mempunyai riwayat asma sejak kelas 6 SD
Riwayat penyakit Sekarang
Klien mengeluh sesak, batuk berdahak dengan dahak berwarna putih.
Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan bahwa ada salah satu anggota keluarganya yang memiliki riwayat asma, yaitu
ibunya.

2. Pemeriksaan Fisik
a) Tingkat Kesadaran: Compos mentis
b) TTV:
(1) BP : 130/70 mmHg
(2) RR: 36 x/menit
(3) HR: 76 x/menit
(4) T : 37oC
c) Hasil pengkajian:
Inspeksi
Rongga dada simetris, retraksi dinding dada (+), dan sputum berwarna putih kental.
Palpasi
Taktil fremitus simetris antara kiri dan kanan.
Perkusi
Resonan dikedua lapang paru.
Auskultasi
Suara napas klien terdengar wheezing.

3. Pemeriksaan Penunjang dan Laboratorium


Pada pemeriksaan penunjang
X-ray dada/thorax, didapatkan hasil paru dalam batas normal.
Pemeriksaan laboratorium
- Hb = 15,5 gr%
- Leukosit = 17.000/mm3
- Trombosit 260.000/mm3
- Ht = 47vol%.

4. Terapi Pengobatan Saat Ini


IVFD RL 20 tts/i, Pulmicort, Ventolin, Bisolvon dan O2 dengan nasal kanul 2 L.

C. Analisa Data
Masalah
No Data Etiologi
Keperawatan
1 DS: Pencetus serangan Tidak
1. Klien (alergen) efektifnya
mengatakan ↓ bersihan jalan
batuk berdahak Reaksi antigen & antibodi nafas
dengan dahak ↓
berwarna putih. Dikeluarkannya substansi
2. Klien merasa vasoaktif (histamin,
sesak. bradikinin, & anafilaksin)

DO: ↑ permeabilitas kapiler
1. Tanda-tanda ↓
vital: Kontraksi otot polos
BP=130/70 Edema mukosa
mmHg Hipersekresi
RR=36 x/menit ↓
HR=76x/menit Obstruksi jalan nafas
T=37oC ↓
2. Klien tampak Tidak efektifnya bersihan
sesak nafas jalan nafas
disertai batuk
berdahak,
berwarna putih
agak kental.
3. Suara napas
klien terdengar
wheezing.
4. Terapi yang
diberikan:
oksigen 2L,
IVFD RL 20 tts/i,
Pulmicort,
Ventolin,
Bisolvon.

2 DS: Pencetus serangan Pola nafas tidak


1. Klien merasa (alergen) efektif
sesak ↓
DO: Reaksi antigen & antibodi
1. Tanda-tanda ↓
vital: Dikeluarkannya substansi
BP=130/70 vasoaktif (histamin,
mmHg bradikinin, & anafilaksin)
RR=36 x/menit ↓
HR=76x/menit Kontraksi otot polos
T=37oC ↓
2. Klien tampak Bronkospasme
sesak nafas ↓
disertai batuk Suplai O2 menurun
berdahak, ↓
berwarna putih Merangsang kemoreseptor
agak kental. sentral (spons dan medulla
3. Suara napas oblongata)
klien terdengar ↓
wheezing. Hiperventilasi
4. Terapi yang ↓
diberikan: Sesak
oksigen 2L, ↓
IVFD RL 20 tts/i, Pola nafas tidak efektif
Pulmicort,
Ventolin,
Bisolvon.

D. Web of Caution (WOC)


E. Asuhan Keperawatan
Diagnosa Tujuan/Kriteri
No Intervensi Rasional
Keperawatan a Hasil
1. Tidak Pencapaian Mandiri
efektifnya bersihan jalan 1. Auskultasi 1. Beberapa
bersihan jalan napas dengan bunyi nafas, derajat spasme
nafas kriteria hasil catat adanya bronkus terjadi
berhubungan sebagai berikut: bunyi nafas, dengan
dengan 1. ex: mengi obstruksi jalan
gangguan Mempertahanka nafas dan
suplai oksigen n jalan napas dapat/tidak
(bronkospasm paten dengan dimanifestasika
e), bunyi napas n adanya nafas
penumpukan bersih atau advertisius.
sekret, sekret jelas.
kental. 2. Menunjukan 2. Tachipnea
perilaku untuk 2. Kaji/pantau biasanya ada
memperbaiki frekuensi pada beberapa
bersihan jalan pernafasan, derajat dan
nafas misalnya catat rasio dapat
batuk efektif inspirasi/ekspi ditemukan pada
dan rasi. penerimaan atau
mengeluarkan selama
sekret. stress/adanya
proses infeksi
akut.

3. Disfungsi
pernafasan
3. Catat adalah variable
adanya derajat yang tergantung
dispnea, pada tahap
ansietas, proses akut
distress yang
pernafasan, menimbulkan
penggunaan perawatan di
obat bantu. rumah sakit.

4. Peninggian
kepala tempat
tidur
4. Tempatkan memudahkan
posisi yang fungsi
nyaman pada pernafasan
pasien, dengan
contoh: menggunakan
meninggikan gravitasi.
kepala tempat
tidur, duduk
pada sandara
tempat tidur. 5. Pencetus tipe
alergi
5. Pertahankan pernafasan
polusi dapat mentriger
lingkungan episode akut.
minimum,
contoh: debu,
asap dll. 6. Hidrasi
membantu
6. Tingkatkan menurunkan
masukan kekentalan
cairan sampai sekret,
dengan 3000 penggunaan
ml/ hari sesuai cairan hangat
toleransi dapat
jantung menurunkan
memberikan kekentalan
air hangat. sekret,
penggunaan
cairan hangat
dapat
menurunkan
spasme
bronkus.

7.
Merelaksasikan
Kolaborasi otot halus dan
7. Berikan menurunkan
obat sesuai spasme jalan
indikasi nafas, mengi,
bronkodilator. dan produksi
mukosa.

2 Pola nafas Perbaikan pola Mandiri


tidak efektif nafas dengan 1. Tinggikan 1. Duduk tinggi
berhubungan kriteria hasil kepala dan memungkinkan
dengan suplai sebagai berikut: bantu ekspansi paru
oksigen 1. mengubah dan
berkurang Mempertahanka posisi. memudahkan
(bronkospasm n ventilasi Berikan posisi pernapasan.
e) adekuat dengan semi fowler.
menunjukan
RR=16-20 2. Ajarkan
x/menit dan pasien 2. Membantu
irama napas pernapasan pasien
teratur. dalam. memperpanjang
2. Tidak waktu ekspirasi
mengalami sehingga pasien
sianosis atau akan bernapas
tanda hipoksia lebih efektif dan
lain. efisien.
3. Pasien dapat
melakukan Kolaborasi 3.
pernafasan 3. Berikan Memaksimalka
dalam. oksigen n bernapas dan
tambahan. menurunkan
kerja napas

F. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi


1. Penatalaksanan Farmakologi
Belum terlalu lama, yakni baru sejak pertengahan tahun 1990-an mulai mengental keyakinan
di kalangan kedokteran bahwa asma yang tidak terkendali dalam jangka panjang bisa
menyebabkan kerusakan pada saluran pernapasan dan paru-paru. Cara menangani asma yang
reaktif, yakni hanya pada saat datangnya serangan sudah ketinggalan zaman. Hasil penelitian
medis menunjukkan bahwa para penderita asma yang terutama menggantungkan diri pada obat-
obatan pelega (reliever/bronkodilator) secara umum memiliki kondisi yang buruk dibandingkan
penderita asma umumnya. Selanjutnya prosentase keharusan kunjungan ke unit gawat daruat
(UGD), keharusan mengalami rawat inap, dan risiko kematiannya karena asma juga lebih tinggi.
Hal ini membuktikan bahwa pasa asma ekstrinsik, penyebab asma yang mereka derita adalah
karena peradangan (inflamasi), dan bukan karena bronkokonstriksi. Dengan demikian, dokter
masa kini menggunakan obat peradangan sebagai senjata utama, sedang obat-obatan pelega
sebagai pendukung. Keyakinan ini sangat disokong oleh penemuan obat-obatan pencegah
peradangan saluran pernapasan, yang aman untuk digunakan dalam jangka panjang.
Menurut AAAI (Amerika Academy of Allergy, Asthma & Immunology) penggolongan obat
asma (Hadibroto & Alam, 2006) adalah sebagai berikut:
a) Obat-obat anti peradangan (preventer)
(1) Usaha pengendalian asma dalam jangka panjang
(2) Golongan obat ini mencegah dan mengurangi peradangan, pembengkakan saluran napas, dan
produksi lendir
(3) Cara kerjanya adalah dengan mengurangi sensitivitas saluran pernapasan terhadap pemicu asma
yang berupa alergen.
(4) Penggunaannya harus teratur dalam jangka panjang
(5) Daya kerja lambat/gradual, biasanya mengambil waktu sekitar dua minggu baru terlihat
efektivitasnya ayang terukur.
Contoh obat anti peradangan adalah beclometasone [Becotide®], budesonide [Pulmicort®],
fluticasone [Flixotide®], mometasone [Asmanex®], dan montelukast [Singulair®] secara
bertahap mengurangi peradangan saluran napas dan (jika digunakan secara teratur) akan
mengontrol penyakit asma. Obat pencegah biasanya tersedia dalam bentuk inhaler berwarna
cokelat, putih, merah, atau oranye, meskipun beberapa (misalnya montelukast) tersedia dalam
tablet.
b) Obat-obat pelega gejala berjangka panjang
Obat-obat pelega gejala berjangka panjang dalam nama generik yang ada di pasaran adalah
salmeterol hidroksi naftoat (salmeterol xinafoate) dan teofilin (theophylline).
(1) Salmeterol
Obat ini adalah bronkodilator yang bekerja perlahan dimana obat ini bekerja dengan
mengendurkan oto-otot yang mengelilingi saluran pernapasan. Obat ini paling efektif bila
dikombinasikan dengan suatu obat kortikosteroid hirup, dan tidak dapat berfungsi sebagai pelega
seketika dalam hal terjadi serangan asma.
Obat ini umumnya bekerja setelah setengah jam dan daya kerjanya bertahan hingga 12 jam.
Obat ini disajikan dalam bentuk obat hirup dosis terukut dan obat hirup bubuk kering. Obat ini
tidak dapat digunakan untuk anak-anak di bawah 12 tahun.
(2) Teofilin
Obat ini termasuk satu golongan dengan kafein (zat aktif yang terdapat dalam secangkir
kopi) dan termasuk bronkodilator yang lama daya kerjanya. Efek samping obat ini sama seperti
kafein sehingga tidak dianturkan untuk pasien hiperaktif.
(3) Albuterol Sulfat atau Salbutamol.
Bronkolidarot yang paling populer dan disajikan dalam bentuk obat hirup dosis terukur, obat
hirup bubuk kering, larutan untuk alat nebulizer, sirup, tablet biasa, tablet lepas-tunda (extended-
reliase). Bentuk hirup bekerja lebih karena langsung menuju saluran pernapasan yang
bermasalah, ketimbang harus lewat lambung dulu. Efek samping obat ini dapat menyebabkan
stimulasi, jantung berdebar, dan pusing.
Merek yang paling populer adalah Ventolin dan Proventil yang disajikan sebagai obat hirup
dosis terukur. Proventil HFA sebagai obat hirup bubuk kering. Ventolin terdaftar di Indonesia
dalam bentuk sediaan tablet, sirup, nebulizer, dan spray. Merek lain adalah Ascolen.
c) Obat-obat pelega gejala asma (reliever/bronkodilator)
Misalnya salbutamol [Ventolin®], terbutaline [Bricanyl®], formoterol [Foradil®, Oxis®],
dan salmeterol [Serevent®] secara cepat mengembalikan saluran napas yang menyempit yang
terjadi selama serangan asma ke kondisi semula. Obat pereda/pelega biasanya tersedia dalam
bentuk inhaler berwarna biru atau abu-abu.
d) Obat-obatan kortikosteroid oral
Kortikosteroid oral adalah obat yang ampuh untuk mengatasi pembengkakan dan peradangan
yang mencetuskan serangan asma. Obat ini membutuhkan enam hingga delapan jam untuk
bekerja, sehingga makin cepat digunakan makin cepat pula daya kerja yang dirasakan.
Malam hari termasuk waktu dimana serangan asma paling sering terjadi, karena fungsi paru-
paru berada pada titik yang paling rendah di tengan malam. Dari hasil penelitian terbukti bahwa
dosis kortikosteroid oral yang diberikan di siang hari bisa membantu mereka yang mengalami
serangan asma untuk tidur pada malam harinya.
Di sisi lain, efek samping penggunaan kortikosteroid oral juga cukup nyata, seperti
perubahan suasana hati (mood changes), meningkatnya selera makan, perubahan berat badan,
dan gejala demam yang ditekan. Akan tetapi, efek samping dari penggunaan kortikosteroid ini
tidak perlu dikhawatirkan jika penggunaannya hanya dalam jangka pendek dan kadangkala saja.
(1) Prednison (Prednisone)
Prednison adalah preparat kortikosteroid oral yang paling umum digunakan. Obat ini
disajikan dalam bentuk pil maupun sirup.

(2) Prednisolon (Prednisolone)


Prednisolon adalah kortikosteroid oral yang sangat mirip prednisone, dengan kelebihan
rasanya yang lebih bisa diterima anak-anak. Dengan merek Prelone disajikan sebagai sirup 15
mg per 5 ml. Prediaped disajikan sebagai sirup 5 mg per 5 ml.
(3) Metilprednisolon (Methylprednisolone)
Sangat mirip dengan prednisolon, tetapi harganya lebih mahal. Biasanya digunakan di rumah
sakit dengan cara intravenuous.
(4) Deksametason (Dexamethasone)
Dengan merek Decadron, satu dosis tunggalnya berdaya kerja dua hingga tiga kali lebih lama
dibandingkan preparat kortikosteroid yang lain. Cocok untuk pasien anak-anak yang sulit minum
obat.
e) Alat-alat hirup
Alat hirup dosis terukur atau Metered Dose Inhaler (MDI) disebut juga inhaler atau puffer
adalah alat yang paling banyak digunakan untuk menghantar obat-obatan ke saluran pernapasan
atau paru-paru pemakainnya. Alat ini menyandang sebutan dosis terukur (metered-dose) karena
memang menghantar suatu jumlah obat yang konsisten/terukur dengan setiap semprotan.
Sebagai hasil teknologi mutakhir, alat hirup dosis terukur kini bisa digunakan oleh segala
tingkatan usia, mulai dari balita hingga lansia. Alat hirup dosis terukur memuat obat-obatan dan
cairan tekan (pressurized liquid), biasanya chlorofluorocerbous/CFC, yang mengembang
menjadi gas ketika melewati moncongnya. Cairan yang sebutan populernya adalah propelan
tersebut memecah obat-obatan yang dikandung menjadi butiran-butiran atau kabut halus, dan
mendorongnya keluar dari moncong masuk ke saluran pernapasan atau paru-paru pemakainya.
f) Peak Flow Meter
Alat ini memegang peranan yang sangat penting dalam usaha dan program pengendalian
asma, terutama untuk mendeteksi gejala akan datangnya serangan asma. Berpegang pada prinsip
bahwa untuk menatalaksana segala sesuatu dengan baik harus ada tolok ukurnya, maka orangtua
anak penderita asma, maupun anak-anak dan orang dewasa penderita asma sendiri harus
menguasai cara mengukur fungsi paru-paru mereka. Tindakan selanjutnya kemudian adalah
mengambil langkah yang sesuai dengan hasil pengukuran tersebut.
Peak Flow Meter adalah alat sederhana yang bisa digunakan di rumah, termasuk oleh anak-
anak berumur lima tahun ke atas. Alat ini mengukur kekuatan embusan napas pemakainya. Ada
tiga hal yang mempengaruhi kekuatan embusan napas seseorang, yaitu ukuran paru-parunya,
besar usahanya dalam mengembus; dan bukaan (lebar atau sempitnya) saluran pernapasannya.
Untuk menggunakannya, si pemakai menarik napas dan mengisi paru-parunya sepenuh mungkin,
kemudian meniup ke dalam Peak Flow Meter secepatnya dengan sekuat-kuatnya. Seseorang
yang saluran pernapasannya menyempit, tidak akan bisa meniup sekuat bila saluran
pernapasannya terbuka sempurna. Pertanda pertama dari datangnya serangan asma bisanya
terlihat dari menurunnya ukuran catatan Peak Flow Meter seseorang. Ini bahkan sebelum muncul
gejala-gejala yang lain seperti batuk, lendir yang berlebihan, atau sesak napas.
Untuk mengetahui kondisi bukaan saluran pernapasan seseorang, kita membandingkan hasil
pengukuran sesaat dengan patokan ukuran terbaik dari orang tersebut. Untuk memperoleh
patokan terbaik seseorang, lakukan pengukuran dengan Peak Flow Meter pada waktu orang
tersebut berada dalam kondisi asmanya terkendali dengan baik, dan catat hasilnya.
Kondisi asma seseorang dianggap terkendali baik jika hasil pengukuran sesaat ada dalam
rentang 80-100% dari kondisi terbaiknya (masuk zona hijau); antara 60-80% dari kondisi terbaik
ia memasuki zona kuning, yang berarti harus waspada karena terlihat tanda-tanda akan
datangnya serangan asma. Pengukuran di bawah 60% kondisi terbaik memasuki zona merah,
berarti bahaya, dan orang yang bersangkutan harus segera ke dokter untuk menghindari
keharusan dirawat di UGD.
2. Penatalaksanan Non Farmakologi
Penatalaksanaan secara non farmakologi dapat memanfaatkan tanaman-tanaman herbal
dalam penyembuhan berbagai penyakit pasien. Pengobatan yang menggunakan tanaman herbal
sebagai medianya biasa disebut sebagai pengobatan secara tradisional atau pengobatan
menggunakan ramuan herbal. Berikut ini beberapa ramuan herbal yang dapat dimanfaatkan
dalam penanganan asma, yaitu:
a) Resep 1
15 g kulit jeruk mandarin kering
(1) Cuci bersih semua bahan, iris-iris, rebus dengan 600 cc air hingga tersisa 200 cc, lalu saring.
(2) Minum selagi hangat.
(3) Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008).
b) Resep 2
5 g adas
5 batang serai
20 jari kayu manis
20 g jahe merah
30 g pegagan segar (15 g keringi)
Gula aren secukupnya
(1) Cuci bersih semua bahan, rebus dengan 600 cc air hingga tersisa 200 cc, lalu saring.
(2) Minum selagi hangat.
(3) Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008).
c) Resep 3
3 g bunga melati kering (10 g segar)
6 lembar daun jinten
(1) Cuci bersih, rebus dengan 600 cc air hingga tersisa 200 cc, lalu saring.
(2) Minum selagi hangat.
(3) Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008).
d) Resep 4
200 g lobak putih
3 siung bawang putih
30 kencur
(1) Cuci bersih semua bahan, lalu jus atau blender dan saring.
(2) Panaskan airnya dengan api kecil hingga mendidih. Minum hangat-hangat.
(3) Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008).
e) Resep 5 (pemakaian luar)
Jahe secukupnya, iris dengan ketebalan 3-5 mm
(1) Tempelkan jahe dengan menggunakan koyo hangat pada titik dazhui, yaitu ruas tulang paling
menonjol yang terletak antara ruas tulang belakang leher ketujuh dan ruas tulang belakang dada
yang pertama.
(2) Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008).
f) Resep 6
6 buah biji cermai merah
8 butir buah lengkeng
4 potong akar kara
8 butir bawang merah
(1) Ditumbuk semua bahan dan direbus dengan 2 gelas air hingga satu setengah gelas.
(2) Diminum satu hari 2 kali minum (Widjadja, 2009).

Selain mengunakan ramuan herbal kita juga bisa menggunakan terapi. Salah satu terapi yang
dapat dilakukan adalah terapi pijat (Hartanti, 2003).

G. Health Education (Pendidikan Kesehatan)


Pendidikan bagi pasien adalah suatu bagian yang penting dalam usaha meningkatkan cara
penanganan asma. Dasar pemikirannya, asma adalah suatu penyakit biasa yang bisa
dikendalikan. Namun, asma juga penyakit yang bersifat Variabel, dalam arti gejala-gejalanya
bisa membaik dan memburuk dari waktu ke waktu. Karena variabilitas ini, sering
penanganannya harus ditinjau ulang dan diubah. Untuk itu dibutuhkan komunikasi yang efektif
antara sang pasien dengan dokternya (Hadibroto & Alam, 2006). Dalam hal ini sebaiknya sang
pasien mempunyai referensi atau pengetahuan tentang:
1. Apakah asma itu, beserta faktor-faktor pemicunya, terutama yang menyangkut dirinya sendiri.
2. Seluk beluk pengobatan asma, dan kemungkinan akibat sampingan dari masing-masing obat.
3. Cara menggunakan alat-alat pengobatan asma secara benar.
4. Tujuan pengobatan dan penatalaksanaan.
5. Pengenalan tanda-tanda dan gejala awal datangnya serangan.
6. Penulisan rencana tindakan (Action Plan).
Rencana tindakan adalah suatu rencana mengatasi kondisi asma yang memburuk, dan
rencana ini harus dimiliki oleh setiap penderita asma. Rencana tindakan menyesuaikan
dengan tingakat keparahan gejala, sehingga si penderita punya pegangan dalam usaha
mengendalikan asmanya (Hadibroto & Alam, 2006). Lengkapnya rencana ini bisa:

a) Memberi pengarahan kapan waktunya untuk mengubah, meningkatkan atau mengurangi,


dan menambah obat-obatan yang digunakan.
b) Memberitahukan apa yang harus dilakukan, juka kondisi sang pasien tidak membaik.
c) Memberikan kesempaatan bagi penderita asma untuk segera dan lebih awal memulai
penanganan, menghadapi gejala asma yang memburuk, untuk mencegah serangan yang lebih
gawat.
Memberi arahan akan kapan dan bagaimana usaha mengurangi penggunaan obat-obatan
hingga dosis seminimal mungkin, begitu asma sudah terkendali.
7. Pengisian Buku Harian asma.
Buku harian asma adalah sarana yang sangat penting untuk mencatat gejala-gejala
asma, obat-obatan yang digunakan, dan catatan prestasi Peak Flow Meter. Jika gejala-gejala
semuanya tercatat, sang pasien akan lebih sadar akan perubahan-perubahan yang
mengindikasikan bahwa asmanya mulai lepas kendali. Dengan demikian ia bisa
menyesuaikan pengobatannya berdasarkan Rencana Tindakan. Buku Harian asma digunakan
bersama dengan Rencana Tindakan, yang disiapkan di bawah pengawasan dan persetujuan
dokter yang merawat.

DAFTAR PUSTAKA

Asih, Niluh Gede Yasmin. (2003). Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Ayres, Jon. (2003). Asma. Jakarta: PT Dian Rakyat


Bull, Eleanor & David Price. (2007). Simple Guide Asma. Jakarta: Penerbit Erlangga
Hadibroto, Iwan & Syamsir Alam. (2006). Asma. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
Hartanti, Vien. (2003). Jadi Dokter di Rumah Sendiri dengan Terapi Herbal dan Pijat. Jakarta:
Pustaka Anggrek

Herdinsibuae, W dkk. (2005). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: PT Rineka Cipta

Mansjoer, Arif dkk. (2008). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta:
Penerbit Salemba Medika
Syaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Widjadja, Rafelina. (2009). Penyakit Kronis: Tindakan, Pencegahan, & Pengobatan secara Medis
maupun Tradisional. Jakarta: Bee Media Indonesia.

Wijayakusuma, Hembing. (2008). Ramuan Lengkap Herbal Taklukkan Penyakit. Jakarta: Pustaka
Bunda.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ASMA

23.10 Kumpulan ASKEP 8 comments

ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN ASMA

Dosen Pembimbing : Ilkafah M.Kes

Disusun Oleh :

Fandik aja

3A KEPERAWATAN

STIKES MUHAMMADIYAH LAMONGAN

TAHUN AJARAN 2012/2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya
kepeda kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas Respirasi. Dalam makalah ini kami membahas tentang
“Asuhan Keperawatan Klien dengan Asma “.Dalam menyusun makalah ini penulis banyak
mendapat bimbingan serta motivasi dari beberapa pihak, oleh karenanya kami mengucapkan
Alhamdulillah dan terima kasih kepada

1. Bapak Budi Utomo Amd.Kep, M.Kes, selaku ketua Stikes Muhammadiyah Lamongan
2. Ilkafah M.Kep, sebagai dosen pembimbing

3. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis membuka diri untuk
menerima berbagai masukan dan kritikan dari semua pihak, Penulis berharap semoga
makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Lamongan, 24 September 2012

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem pernafasan merupakan suatu sistem yang penting bagi kehidupan manusia, maka
sistem pernafasan harus di jaga dari patogen – patogen yang dapat mempengaruhi pernafasan
manusia seperti penyakit asma bronkial. Asma merupakan penyakit radang kronis umum dari
saluran udara yang ditandai dengan gejala variabel dan berulang, obstruksi aliran udara
berlangsung secara reversibel, dan bronkospasme. Dari tahun ke tahun prevalensi penderita
asma semakin meningkat.Di Indonesia, penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan
menggunakan kuesioner ISAAC (International Study on Asthma and Allergy in Children)
tahun 1995 menunjukkan, prevalensi asma masih 2,1%, dan meningkat tahun 2003 menjadi
dua kali lipat lebih yakni 5,2%. Kenaikan prevalensi di Inggris dan di Australia mencapai 20-
30%. National Heart, Lung and Blood Institute melaporkan bahwa asma diderita oleh 20 juta
penduduk amerika.

Asma terbukti menurunkan kualitas hidup penderitanya. Dalam salah satu laporan di
Journal of Allergy and Clinical Immunologytahun 2003 dinyatakan bahwa dari 3.207 kasus
yang diteliti, 44-51% mengalami batuk malam dalam sebulan terakhir. Bahkan 28,3%
penderita mengaku terganggu tidurnya paling tidak sekali dalam seminggu. Penderita yang
mengaku mengalami keterbatasan dalam berekreasi atau olahraga sebanyak 52,7%, aktivitas
sosial 38%, aktivitas fisik 44,1%, cara hidup 37,1%, pemilihan karier 37,9%, dan pekerjaan
rumah tangga 32,6%. Absen dari sekolah maupun pekerjaan dalam 12 bulan terakhir dialami
oleh 36,5% anak dan 26,5% orang dewasa. Selain itu, total biaya pengobatan untuk asma di
USA sekitar 10 milyar dollar per tahun dengan pengeluaran terbesar untuk ruang emergensi
dan perawatan di rumah sakit. Oleh karena itu, terapi efektif untuk penderita asma berat
sangat dibutuhkan.

Dalam bab selanjutnya akan dibahas mengenai tentang Asma dan pemberian Asuhan
Keperawatan Klien dengan Asma.
1.2 Rumusan Masalah

1.2.1. Bagaimana anatomi fisiologi dari system pernafasan?


1.2.2. Apa Definisi dari Asma Bronkial?
1.2.3. Apa klasifikasi dari Asma Bronkial ?
1.2.4. Apa etiologi dari Asma Bronkial?
1.2.5. Apa manifestasi klinis dari Asma Bronkial?
1.2.6. Bagaimana patofisiologis dari Asma Bronkial?
1.2.7. Bagaiamana pathway dari Asma Bronkial?
1.2.8. Bagaimana penatalaksanaan dari Asma Bronkial?
1.2.9. Bagaimana asuhan keperawatan dari Asma bronkial?

1.3 Tujuan

1.3.1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi dari system pernafasan


1.3.2. Untuk mengetahui definisi dari Asma bronkial
1.3.3. Untuk mengetahui etiologi dari asma bronkial
1.3.4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Asma bronkial
1.3.5. Untuk mengetahui patofisiologis dari Asma bronkial
1.3.6. Untuk mengetahui pathway dari Asma bronkial
1.3.7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Asma bronkial
1.3.8. Untuk mengetahui Asuhan keperawatan dari Asma bronkial
BAB 2

PEMBAHASAN
2.1 Anatomi fisiologi dari Sistem Pernafasan

Sistem pernafasan terdiri dari komponen berupa saluran pernafasan yang dimulai dari
hidung, pharing, laring, trakea, bronkus, bronkiolus, alveolus. Saluran pernafasan bagian atas
dimulai dari hidung sampai trakea dan bagian bawah dari bronkus sampai alveolus.

Fungsi utama sistem pernafasan adalah menyediakan oksigen untuk metabolisme


jaringan tubuh dan mengeluarkan karbondioksida sebagai sisa metabolisme jaringan.
Sedangkan fungsi tambahan sistem pernafasan adalah mempertahankan keseimbangan asam
basa dalam tubuh, menghasilkan suara, memfasilitasi rasa kecap, mempertahankan kadar
cairan dalam tubuh serta mempertahankan keseimbangan panas tubuh.

Tercapainya fungsi utama pernafasan didasarkan pada empat proses yaitu: ventilasi
(keluar masuknya udara pernafasan), difusi (pertukaran gas di paru-paru), transportasi
(pengangkutan gas melalui sirkulasi) dan perfusi (pertukaran gas di jaringan).

Adapun kondisi yang mendukung dari proses pernafasan adalah tekanan oksigen atau
udara atmosfer harus cukup, kondisi jalan nafas dalam keadaan normal, kondisi otot
pernafasan dan tulang iga harus baik, ekspansi dan rekoil paru, fungsi sirkulasi (jantung),
kondisi pusat pernafasan dan hemoglobin sebagai pengikat oksigen.

Berikut ini dijelaskan lebih rinci mengenai anatomi dan fisiologi dari organ-organ
pernafasan

1. Hidung
Merupakan saluran pernafasan teratas. Ditempat ini udara pernafasan mengalami
proses yaitu penyaringan (filtrasi), penghangatan dan pelembaban (humidifikasi). Ketiga
proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel thoraks
bertingkat, bersilia dan bersel goblet. Bagian belakang hidung berhubungan dengan pharing
disebut nasopharing.
2. Pharing
Berada di belakang mulut dan rongga nasal. Dibagi dalam tiga bagian yaitu
nasopharing, oropharing, dan laringopharing. Pharing merupakan saluran penghubung antara
saluran pernafasan dan saluran pencernaan. Bila makanan masuk melalui oropharing,
epiglotis akan menutup secara otomatis sehingga aspirasi tidak terjadi.
3. Laring,
Berada di atas trakea di bawah pharing. Sering kali disebut sebagai kotak suara
karena udara yang melewati daerah itu akan membentuk bunyi. Laring ditunjang oleh tulang-
tulang rawan, diantaranya yang terpenting adalah tulang rawan tiroid (Adam Apple) yang
khas pada pria, namun kurang jelas pada wanita.Di bawahnya terdapat tulang rawan krikoid
yang berhubungan dengan trakea.
4. Trakea,
Terletak di bagian depan esophagus, dan mulai bagian bawah krikoid kartilago laring
dan berakhir setinggi vertebra torakal 4 atau 5. Trakea bercabang menjadi bronkus kanan dan
kiri. Tempat percabangannya disebut karina yang terdiri dari 6 – 10 cincin kartilago.
5. Bronkus,
Dimulai dari karina, dilapisi oleh silia yang berfungsi menangkap partikel-partikel
dan mendorong sekret ke atas untuk selanjutnya dikeluarkan melalui batuk atau ditelan.
Bronkus kanan lebih gemuk dan pendek serta lebih vertikal dibanding dengan bronkus kiri.
6. Bronkiolus,
Merupakan cabang dari bronkus yang dibagi ke dalam saluran-saluran kecil yaitu
bronkiolus terminal dan bronkiolus respirasi.Keduanya berdiameter ≤ 1 mm. Bronkiolus
terminalis dilapisi silia dan tidak terjadi difusi di tempat ini.Sebagian kecil hanya terjadi pada
bronkiolus respirasi.

7. Alveolus
Duktus alveolus menyerupai buah anggur dan merupakan cabang dari bronkiolus
respirasi.Sakus alveolus mengandung alveolus yang merupakan unit fungsional paru sebagai
tempat pertukaran gas.Diperkirakan paru-paru mengandung ± 300 juta alveolus (luas
permukaan ± 100 m2) yang dikelilingi oleh kapiler darah.

Dinding alveolus menghasilkan surfaktan (terbuat dari lesitin) sejenis fosfolipid yang
sangat penting dalam mempertahankan ekspansi dan rekoil paru.Surfaktan ini berfungsi
menurunkan ketegangan permukaan dinding alveoli. Tanpa surfaktan yang adekuat maka
alveolus akan mengalami kolaps.

8. Paru Paru
Paru merupakan jaringan elastis yang dibungkus (dilapisi) oleh pleura.Pleura terdiri
dari pleura viseral yang langsung membungkus/ melapisi paru dan pleura parietal pada bagian
luarnya.Pleura menghasilkan cairan jernih (serosa) yang berfungsi sebagai
lubrikasi.Banyaknya cairan ini lebih kurang 10 – 15 cc. Lubrikasi dimaksudkan untuk
mencegah iritasi selama respirasi. Peredaran darah ke paru-paru melalui dua pembuluh darah
yaitu : arteri pulmonalis dan arteri bronkialis.

2.2. Definisi asma bronkial

Asma Bronchial adalah penyakit saluran nafas yang dapat pulih yang terjadi karena
spasme bronkus disebabkan oleh berbagai sebab misalnya allergen, infeksi dan latihan.
(Hudak & Gallo, 1997; 225)

Asma Bronkial adalah inflamasi dari plasma akut dari otot halus pada bronkus dan
bronkiolus dengan peningkatan produksi dan pelengketan mukus. (Susan Martin Tucker,et.al,
1998; 2215)

Asma Bronkial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respons trakea dan
bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas
yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil
pengobatan (Soeparman, Sarwono Waspadji, 1999; 71)

Asma Bronkial adalah suatu penyakit yang dikarakteristikkan oleh konstriksi yang
dapat pulih dari otot halus bronkial, hipersekresi mukosa, dan inflamasi mukosa serta
edema.Faktor pencetus termasuk alergen, masalah emosi, cuaca dingin, latihan, obat, kimia,
dan infeksi. (Marilynn E. Doenges, 1999; 152)

Asma Bronkial adalah penyakit jalan nafas obstruksi intermitten, reversibel dimana
trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu yang
dimanifestasikan dengan penyempitan jalan nafas yang mengakibatkan dispnea, batuk, dan
mengi. (Brunner and Suddarth, 2001; 593)

Asma Bronkial adalah penyakit kronik sistem pernafasan dengan ciri serangan
berulang kesulitan dalam bernafas, wheezing, dan batuk.Selama serangan saluran bronkus
kejang, menjadi lebih sempit dan kurang mampu untuk menggerakkan udara ke paru-
paru.Bermacam-macam benda yang dapat mengakibatkan alergi seperti bulu binatang, debu,
polusi atau makanan tertentu dapat memicu serangan.(Health Dictionary, 2007).

Asma Bronkial adalah penyakit kronis dengan serangan nafas pendek, wheezing dan
batuk dari konstriksi dan membran mukosa yang bengkak di dalam bronkus (jalan nafas
dalam paru-paru).Hal ini terutama disebabkan oleh alergi atau infeksi saluran pernafasan.
Kedua asap rokok dapat mengakibatkan asma pada anak. (Britannica Concise Encyclopedia,
2007).

Asma Bronkial adalah gangguan pernafasan ditandai dengan serangan berulang


kesulitan bernafas terutama saat menghembuskan nafas oleh karena peningkatan ketahanan
aliran udara melalui pernafasan bronkeolus. (Sports Science and Medicine, 2007).

Asma Bronkial adalah penyakit kronis system pernafasan di tandai dengan serangan
berkala dari wheezing, nafas pendek dan rasa sesak di dada.(Columbia Encyclopedia, 2007).

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Asma Bronchial adalah
penyempitan sebagian dari otot halus pada bronkus dan bronkiolus yang bersifat reversibel
dan disebabkan oleh berbagai penyebab seperti alergen, infeksi dan latihan.

2.3 Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkial dapat diklasifikasikan menjadi 3tipe, yaitu :

1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik,
seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora
jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetic
terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor – faktor pencetus spesifik seperti yang
disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik
2. Instrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik
atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi
saluran pernafasan dan emosi.Serangan asma ini menjadi lebih berat dan seri n sejalan
dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronchitis kronik dan emfisiema.
Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan
3. Asma gabungan
Bentuk asma ynag paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan
non alergik

2.4 Etiologi
Faktor-faktor penyebab dan pemicu asma antara lain debu rumah dengan tungaunya,
bulu binatang, asap rokok, asap obat nyamuk, dan lain-lain. Beberapa makanan penyebab
alergi makanan seperti susu sapi, ikan laut, buah-buahan, kacang juga dianggap berperanan
penyebab asma. Polusi lingkungan berupa peningkatan penetrasi ozone, sulfur dioksida
(SO2), nitrogen oksid (NOX), partikel buangan diesel, partikel asal polusi (PM10) dihasilkan
oleh industri dan kendaraan bermotor. Makanan produk industri dengan pewarna buatan
(misalnya tartazine), pengawet (metabisulfit), dan vetsin (monosodium glutamat-MSG) juga
bisa memicu asma. Kondisi lain yang dapat memicu timbulnya asma adalah aktifitas,
penyakit infeksi, emosi atau stres.

2.5 Manifestasi Klinis

a) Tanda

Sebelum muncul suatu episode serangan asma pada penderita, biasanya akan ditemukan
tanda-tanda awal datangnya asma. Tanda-tanda awal datangnya asma memiliki sifat-sifat
sebagai berikut, yaitu sifatnya unik untuk setiap individu, pada individu yang sama, tanda-
tanda peringatan awal bisa sama, hampir sama, atau sama sekali berbeda pada setiap episode
serangan dan tanda peringatan awal yang paling bisa diandalkan adalah penurunan dari angka
prestasi penggunaan “Preak Flow Meter”.
Beberapa contoh tanda peringatan awal (Hadibroto & Alam, 2006) adalah perubahan
dalam pola pernapasan, bersin-bersin, perubahan suasana hati (moodiness), hidung mampat,
batuk, gatal-gatal pada tenggorokan, merasa capai, lingkaran hitam dibawah mata, susah
tidur, turunnya toleransi tubuh terhadap kegiatan olahraga dan kecenderungan penurunan
prestasi dalam penggunaan Preak Flow Meter.
b) Gejala

1. Gejala Asma Umum

Perubahan saluran napas yang terjadi pada asma menyebabkan dibutuhkannya usaha yang
jauh lebih keras untuk memasukkan dan mengeluarkan udara dari paru-paru.Hal tersebut
dapat memunculkan gejala berupa sesak napas/sulit bernapas, sesak dada, mengi/napas
berbunyi (wheezing) dan batuk (lebih sering terjadi pada anak daripada orang dewasa).

Tidak semua orang akan mengalami gejala-gelaja tersebut. Beberapa orang dapat
mengalaminya dari waktu ke waktu, dan beberapa orang lainya selalu mengalaminya
sepanjang hidupnya.Gelaja asma seringkali memburuk pada malam hari atau setelah
mengalami kontak dengan pemicu asma (Bull & Price, 2007). Selain itu, angka performa
penggunaan Preak Flow Meter menunjukkan rating yang termasuk “hati-hati” atau “bahaya”
(biasanya antara 50% sampai 80% dari penunjuk performa terbaik individu) (Hadibroto &
Alam, 2006).

2. Gejala Asma Berat

Gejala asma berat (Hadibroto & Alam, 2006) adalah sebagai berikut yaitu serangan batuk
yang hebat, napas berat “ngik-ngik”, tersengal-sengal, sesak dada, susah bicara dan
berkonsentrasi, jalan sedikit menyebabkan napas tersengal-sengal, napas menjadi dangkal
dan cepat atau lambat dibanding biasanya, pundak membungkuk, lubang hidung
mengembang dengan setiap tarikan napas, daerah leher dan di antara atau di bawah tulang
rusuk melesak ke dalam, bersama tarikan napas, bayangan abu-abu atau membiru pada kulit,
bermula dari daerah sekitar mulut (sianosis), serta angka performa penggunaan Preak Flow
Meter dalam wilayah berbahaya (biasanya di bawah 50% dari performa terbaik individu).

2.6 Patofisiologi

Pada penyakit asma mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan
misalnya stres, udara dingin, latihan dan faktor-faktor lain. Serangan asma merupakan akibat
adanya reaksi antigen antibodi yang menyebabkan dilepaskannya mediator-mediator
kimia.Antibodi yang dihasilkan (IgE) menyerang sel-sel mast dalam paru.Pemajanan ulang
terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi yang menyebabkan
pelepasan produk sel-sel mast (mediator) seperti histamin, bradikinin, dan prostaglandin serta
anafilaksis dan substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam
jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan nafas yang menyebabkan tiga
reaksi utama yaitu:

a. Konstriksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar maupun saluran nafas yang kecil
yang menimbulkan bronkospasme.

b. Peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema mukosa yang
menambah sempitnya saluran nafas lebih lanjut.

c. Peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mukus.


2.7 PATHWAY

Rangsangan non imunologi Rangsangan imunologi

(virus,infeksi,fisik,mekanis) (antigen)

Sel mast

Sel epitel

Sel makrofag

Sel eosinophil

Sel limfosit

Sel saraf otonom mediator keradangan

- Reflex akson otot poloskontraksi


- Neuropeptide kemotaksis

Respon granulostik

Netrofil

Eosinophil

Basophil

Activated mononuculer cells

Makrofag
Limfosit

Mediator keradangan

Sembah saluran nafas

Keradanngan sel

Sekresi mukosa

Permealibilitas mukosa

Dan pembuluh darah

Airway hypereponsiveness

ASMA

2.8 Penatalaksanaan

Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :

a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera.

b. Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma

c. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai


penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga
penderita mengerti tujuan pengobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau
perawat yang merawatnya.

Pengobatan pada asma bronkial terbagi 2, yaitu:

a. Pengobatan non farmakologik:

- Memberikan penyuluhan.

- Menghindari faktor pencetus.

- Pemberian cairan.
- Fisiotherapy.

- Beri O2 bila perlu.

b. Pengobatan farmakologik :

1) Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :

a) Simpatomimetik/ adrenergik (Adrenalin dan efedrin)

Nama obat :

- Orsiprenalin (Alupent)

- Fenoterol (berotec)

- Terbutalin (bricasma)

Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan
semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk
bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan
broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serta Ventolin) yang oleh alat khusus diubah
menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus) untuk selanjutnya dihirup.

2) Santin (teofilin)

Nama obat :

- Aminofilin (Amicam supp)

- Aminofilin (Euphilin Retard)

- Teofilin (Amilex)

Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda.
Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat.

Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan
disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung
bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita
yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga
dalam bentuk suppositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria
ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah
atau lambungnya kering).

3) Kromalin

Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma.Manfaatnya


adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin biasanya diberikan
bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu
bulan.

4) Ketolifen

Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin.Biasanya diberikan dengan


dosis dua kali 1mg / hari.Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan secara oral.

(Dudut Tanjung., Skp, 2007)

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ASMA BRONKIAL

1.1 PENGKAJIAN
a) Identitas klien
1. Nama
2. Usia
3. Jenis kelamin
4. Agama
5. Alamat
6. Penanggung jawab
7. Tanggal masuk RS
8. Tanggal pengkajian
b) Keluhan utama
Batuk, nafas pendek
c) Riwayat penyakit sekarang
Keluhan sesak nafas, keringat dingin
d) Riwayat penyakit dahulu
Apakah klien pernah mengalami penyakit seperti yang dialaminya sekarang
e) Riwayat penyakit keluarga
Apakah anggota keluarga sebelumnya ada yang pernah mengalami sakit seperti penyakit
klien.
1.2 PEMERIKSAAN FISIK
Dada
Inspeksi

1. Dada posterior dengan posisi duduk


2. Membandingkan dada kanan dan kiri dari atas ke bawah
3. Kulit Thorax : Hangat, pucat, dan kondisi lesi, masa dan gangguan tulang belakang
kifosis,lordosis,scoliosis
4. Catat jumlah jumlah irama, kedalaman, dan kesimetrisan pergerakan dada
5. Tipe pernafasan
6. Kelainan bentuk dada
Palpasi

1. Temperature kulit
2. Premitus : pibrasi dada
3. Pengembangan dada
4. Krepitasi
5. Masa
6. Edema
Perkusi

Normal
1. Reasonon
2. Dullness
3. Tympany
Abnormal
1. Hiperresonan
2. Flatness
Auskultasi

1. Vaskuler
2. Broncho vesikuler
3. Hyper ventilasi
4. Ronchi
5. Whizzing
6. Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya
1.3 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya :
Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari Kristal eosinophil
Spiral curshman yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
Netrofil dan eosinophil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan
viskositas yang tinggi dan terkadang terdapat mucus plug
2. Pemeriksaan darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia,
hiperkapnia atau asidosis
Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang – kadang di atas 15.000/mm3 dimana
menandakan terdapatnya suatu infeksi
Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan
dan menurun pada waktu bebas dari serangan
1.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiolgi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal.pada waktu serangan menunjukan
gambaran hiperinflasi pada paru yakni radiolusen yang bertambah dan pelrburan rongga
intercostalis,serta diafragma yang menurun.akan tetapi bila terdapat komplikasi,maka
kelainan yang didapat adalahsebagai berikut:
Bila disertai denga bronchitis,maka bercak-bercak dihilus akan bertambah.
Bila terdapat komplikasi empisema (COPD),maka gambaran radiolusen akan semakin
bertambah.
Bila terdapat komplikasi,maka terdapat gambaran infiltrate pada paru.
Dapat pula menimbulkan gambaran atelectasis lokal.
Bila terjadi pneumonia mediastinum,pneumotoraks,dan pneumoperikardium,maka dapat
dilihat bemtuk gambaran radiolusen pada paru.
2. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai allergen yang dapat menimbulkan
reaksi yan positif pada asma.
3. Elektrokardiografi
gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian,dan
disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu:

Perubahan aksis jantung,yakni pada ummnya


Terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation.

Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung,yakni terdapat RBB (right bundle branch
block).
Tanda-tanda hipoksemia,yakni terdapat sinus tachycardia,SVES,dan VES atau terjadinya
depresi segmen ST negative.
4. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama
serangan asma tidak menyeluruh pada paru.
5. Spirometri
Untuk menunjukan adanya obstruksi jalan nafas reversible,cara yang cepat dan sederhana
diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
1.4 ANALISA DATA

NO Data penunjang Etiologi Masalah

1. DS : pasien mengeluh Peningkatan produksi Tidak efektifnya


sukar bernafas, sesak secret, bronchospasme, kebersihan jalan
dan anoreksia menurunnya energy nafas

DO : Dispnea parah dg
ekspirasi memanjang
disertai wheezing

2. DS : pasien mengaluh Kurangnya suplai O2, Gangguan


sesak nafas,nyeri bronchospasme, obstruksi pertukaran gas
dada,batuk,gelisah jalan nafas oleh secret
destruksi alveoli
DO : Klien nampak Sesak
nafas (+)

Klien Memegang
dadanya, Penggunaan
otot Bantu pernapasan

klien batuk – batuk

Ekspresi wajah gelisah

3. DS :pasien mengeluh Dispnea, fatique, efek Nutrisi kurang


nafsu makan menurun samping pengobatan dari kebutuhan
produksi sputum, anoreksia,
DO :pasien Nampak
nausea/vomiting
kesultan waktu
menelan

1.5 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Tidak efektifnya kebersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi secret
bronchospasme, menurunnya energy
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai O2 bronchospasme,
obstruksi jalan nafas oleh secret destruksi alveoli
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Dispnea, fatique, efek samping
pengobatan produksi sputum, anoreksia, nausea/vomiting

1.6 FORMAT RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

NO Diagnosa Kep. Tujuan Intervensi Rasional

1. Tidak Tujuan : 1. Auskultasi bunyi nafas


1. Beberapa derajat
efektifnya catat adanya wheezing, spasme bronkus terjadi
Jalan nafas kembali
kebersihan ronchi dengan obstruksi jalan
efektif setelah
jalan nafas 2. Kaji frekuensi nafas, bunyi nafas redup
diberikan
berhubungan pernafasan catat rasio dengan ekspirasi
perawatan selama 2
dengan inspirasi dan ekspirasi mengitak ada fungsi
hari
peningkatan 3. Kaji pasien untuk nafas (asma berat)
produksi secret posisi yang aman, 2. Takipnea biasanya ada
bronchospasme, KH : misalnya peninggian pada beberapa derajat
menurunnya kepala, tidak duduk dan dapat ditemukan
1. Demam menurun
energy pada sandaran pada penerimaan setelah
2. Tidak ada cemas
4. Observasi stress/ adanya proses
3. RR : normal
karakteristik batuk infeksi akut. Pernafasan
4. Irama nafas
menetap, batuk pendek, dapat melambat dan
normal
basah. Bantu tindakan frekuensi ekspirasi
5. Pergerakan
untuk keafektifan memanjang di banding
sputum keluar dari
memperbaiki upaya inspirasi
jalan nafas
batuk 3. Peninggian kepala
6. Bebas dari suara
5. Berikan air hangat mempermudah fungsi
nafas tambahan
6. Kolaborasi obat sesuai pernafasan dengan
indikasi bronkodilator menggunakan gravitasi
Spiriva 1x1 (inhalasi) 4. Batuk dapat menetap
tetapi tidak efektif,
khususnya pada klien
lansia, sakit
akut/kelemahan
5. Penggunaan cairan
hangat dapat menurunkan
spasme bronkus
6. Membebaskan spasme
jalan nafas,mengi dan
produksi mucus
2. Gangguan Tujuan : 1. Kaji frekuensi 1. Kecepatan biasanya
pertukaran gas kedalaman pernafasan mencapai kedalaman
Pertukaran gas
berhubungan dan ekspansi dada. Catat pernafasan bervariasi
adekuat setelah
dengan upaya pernafasan tergantung derajat gagal
diberikan perwatan
kurangnya termasuk penggunaan nafas. Expansi dada
selama 3 hari
suplai O2 otot bantu pernafasan/ terbatas yang
bronchospasme, KH : pelebaran nasal berhubungan dengan
obstruksi jalan1. Bernafas dengan 2. Auskultasi bunyi nafas atelectasis dan atau nyeri
nafas oleh mudah dan catat adanya bunyi dada
secret destruksi2. Tidak ada nafas seperti mengi, 2. Ronki dan mengi
alveoli sianosis, saturasi ronchi menyertai obstruksi jalan

O2 dalam batas 3. Tinggikan kepala dan nafas/ kegagalan

normal bantu mengubah posisi pernafasan


4. Observasi pola batuk 3. Duduk tinggi
dan karakter secret memungkinkan ekspansi
5. Dorong/bantu pasien paru dan memudahkan
dalam nafas dan latihan pernafasan
batuk 4. Kongesti alveolar
6. Kolaborasi mengakibatkan batuk
Berikan tambahan O2 sering/iritasi
Berikan terapi nebulizer5. Dapat meningkatkan/
banyaknya sputum
dimana gangguan
ventilasi dan ditambah
ketidaknyamanan upaya
bernafas
6. Memaksimalkan
bernafas dan menurunkan
kerja nafas, memberikan
kelembapan pada
membrane mukosa dan
membantu pengurangan
secret.
3 Nutrisi kurang Tujuan : 1. Kaji status nutrisi 1. Menentukan dan
dari kebutuhan klien (tekstur, kulit, membantu dalam
Kebutuhan nutrisi
tubuh rambut, konjunktiva) intervensi lanjutnya
dapat terpenuhi
berhubungan 2. Jelaskan pada klien 2. Pastikan pengetahuan
secara
dengan tentang pentingnya klien dapat menaikkan
adekuatsetelah
dyspnea, nutrisi bagi tubuh partisi bagi klien dalam
diberikan
fatigue, efek 3. Timbang BB dan TB asuhan keperawatan
perawatan selama 2
samping 4. Anjurkan klien minum3. Penurunan BB yang
hari.
pengobatan air hangat saat makan signifikan merupakan
produksi KH: 5. Anjurkan klien makan indicator kurangnya
sputum, Keadaan umum sedikit –sedikit tapi nutrisi
anorexsia, baik, mukosa bibir sering 4. Air hangat dapat
nausea/ lembab, nafsu 6. Kolaborasi mengurangi mual
vomiting. makan baik, tekstur- Konsul dengan tim 5. Memenuhi kebutuhan

kulit baik, klien gizi/ tim pendukung gizi nutrisi klien

menghabiskan porsi- Berikan obat sesuai 6. Menentukan kalori

makan yang indikasi individu dan kebutuhan

disediakan, bising - Vit. B squrb 2x1 nutrisi dalam pembatasan

usus 6-12 - Antiemetic rantis - Defisiensi vitamin

kali/menit, BB 2x1 dapat terjadi bila protein

dalam batas normal. dibatasi


- Untuk menghilangkan
muntah/ mual
1.7 EVALUASI

a. Jalan nafas kembali efektif


b. Pola nafas kembali efektif
c. Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
d. Klien dapat melakukan aktivitas sehari – hari secara mandiri
e. Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & suddart (2002) “buku ajar keperawatan medical- bedah”, Jakarta :AGC

Alsagaff & Mukty Abdul (2006) “Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru”, Surabaya:Airlangga
University Press

Price, S & Wilson, L. M. (1995) “Patofisiologi : Konsep Klinik proses-proses penyakit”,


Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai