1. Definisi
HIV
Human immunodeficiency virus adalah virus penyebab Acquired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS). HIV yang dulu disebut sebagai HTLV-III
(Human T cell lympothropic virus Tipe III) atau LAV (Lymphadenopathy Virus),
adalah virus sitopatik dari famili retrovirus. Hal ini menunjukkan bahwa virus ini
membawa materi genetiknya dalam asam ribonukleat (RNA) dan bukan dalam
asam deoksiribonukleat (DNA) (Price & Wilson, 1995).
Virus ini memiliki kemampuan unik untuk mentransfer informasi
genetik mereka dari RNA ke DNA dengan menggunakan enzim yang disebut
reverse transcriptase, yang merupakan kebalikan dari proses transkripsi (dari
DNA ke RNA) dan translasi (dari RNA ke protein) pada umumnya (Muma et al,
1997).
AIDS
Acquired Immunodeficiency Syndrome adalah sekumpulan gejala
penyakit karena menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh
infeksi HIV (Samsuridjal Djauzi, 2004).
Centers for Disease Control (CDC) merekomendasikan bahwa diagnosa
AIDS ditujukan pada orang yang mengalami infeksi opportunistik, dimana orang
tersebut mengalami penurunan sistem imun yang mendasar (sel T berjumlah 200
atau kurang) dan memiliki antibodi positif terhadap HIV. Kondisi lain yang sering
digambarkan meliputi kondisi demensia progresif, “wasting syndrome”, atau
sarkoma kaposi (pada pasien berusia lebih dari 60 tahun), kanker-kanker khusus
lainnya (yaitu kanker serviks invasif) atau diseminasi dari penyakit yang
umumnya mengalami lokalisasi (misalnya, TB) (Doengoes, 2000).
2. Patofisiologi
1
Virus memasuki tubuh dan terutama menginfeksi sel yang mempunyai
molekul CD4. Kelompok terbesar yang mempunyai molekul CD4 adalah limfosit
T4 yang mengatur reaksi sistem kekebalan manusia. Sel-sel target lain adalah
monosit, makrofag, sel dendrit, sel langerhans dan sel mikroglia. Setelah
mengikat molekul CD4 melalui transkripsi terbalik. Beberapa DNA yang baru
terbentuk saling bergabung dan masuk ke dalam sel target dan membentuk
provirus. Provirus dapat menghasilkan protein virus baru, yang bekerja
menyerupai pabrik untuk virus-virus baru. Sel target normal akan membelah dan
memperbanyak diri seperti biasanya dan dalam proses ini provirus juga ikut
menyebarkan anak-anaknya. Secara klinis, ini berarti orang tersebut terinfeksi
untuk seumur hidupnya (Price & Wilson, 1995).
Siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang
terinfeksi diaktifkan. Aktifasi sel yang terinfeksi dapat dilaksanakan oleh antigen,
mitogen, sitokin (TNF alfa atau interleukin 1) atau produk gen virus seperti
sitomegalovirus (CMV), virus Epstein-Barr, herpes simpleks dan hepatitis.
Sebagai akibatnya, pada saat sel T4 yang terinfeksi diaktifkan, replikasi serta
pembentukan tunas HIV akan terjadi dan sel T4 akan dihancurkan. HIV yang baru
dibentuk ini kemudian dilepas ke dalam plasma darah dan menginfeksi sel-sel
CD4+ lainnya. Karena proses infeksi dan pengambil alihan sel T4 mengakibatkan
kelainan dari kekebalan, maka ini memungkinkan berkembangnya neoplasma dan
infeksi opportunistik (Brunner & Suddarth, 2001).
Sesudah infeksi inisial, kurang lebih 25% dari sel-sel kelenjar limfe
akan terinfeksi oleh HIV pula. Replikasi virus akan berlangsung terus sepanjang
perjalanan infeksi HIV; tempat primernya adalah jaringan limfoid. Kecepatan
produksi HIV diperkirakan berkaitan dengan status kesehatan orang yang
terjangkit infeksi tersebut. jika orang tersebut tidak sedang menghadapi infeksi
lain, reproduksi HIV berjalan dengan lambat. Namun, reproduksi HIV tampaknya
akan dipercepat kalau penderitanya sedang menghadapi infeksi lain atau kalau
sistem imunnya terstimulasi. Keadaan ini dapat menjelaskan periode laten yang
diperlihatkan oleh sebagian penderita sesudah terinfeksi HIV. Sebagian besar
2
orang yang terinfeksi HIV (65%) tetap menderita HIV/AIDS yang simptomatik
dalam waktu 10 tahun sesudah orang tersebut terinfeksi (Brunner & Suddarth,
2001).
3. Manifestasi klinik
Gejala dini yang sering dijumpai berupa eksantem, malaise, demam
yang menyerupai flu biasa sebelum tes serologi positif. Gejala dini lainnya berupa
penurunan berat badan lebih dari 10% dari berat badan semula, berkeringat
malam, diare kronik, kelelahan, limfadenopati. Beberapa ahli klinik telah
membagi beberapa fase infeksi HIV yaitu : (Majalah Kedokteran Indonesia, 1995)
3
penderita pikun sebelum saatnya. Jarang penderita bertahan lebih dari 3-4
tahun, biasanya meninggal sebelum waktunya.
4. Kriteria Diagnostik
Diagnostik AIDS ditegakkan bila ditemukan dua tanda mayor dan satu
tanda minor tanpa penyebab lain, yaitu : (Majalah Kedokteran Indonesia, 1995)
1. Tanda Mayor
a. Penurunan berat badan lebih dari 10% berat badan semula.
b. Diare kronik lebih dari 1 bulan.
c. Demam menetap lebih dari 1 bulan intermitten dan konstan.
2. Tanda minor
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan.
b. Dermatitis generalisata.
c. Herpes zoster rekuren.
d. Infeksi herpes simpleks virus kronik progresif disseminata.
5. Penularan
HIV ditularkan melalui kontak seksual, injeksi perkutan terhadap darah
yang terkontaminasi atau perinatal dari infeksi ibu ke bayinya.
Jalur penularan infeksi HIV serupa dengan infeksi Hepatitis B.
- Anal intercourse/anal manipulation (homoseksual) akan
meningkatkan kemungkinan trauma pada mukosa rektum dan selanjutnya
memperbesar peluang untuk terkena virus HIV lewat sekret tubuh.
- Hubungan seksual dengan pasangan yang berganti-ganti.
- Hubungan heteroseksual dengan orang yang menderita
infeksi HIV.
- Melalui pemakai obat bius intravena terjadi lewat
kontak langsung darah dengan jarum dan semprit yang terkontaminasi.
Meskipun jumlah darah dalam semprit relatif kecil, efek kumulatif pemakaian
bersama peralatan suntik yang sudah terkontaminasi tersebut akan
meningkatkan risiko penularan.
4
- Darah dan produk darah, yang mencakup transfusi yang
diberikan pada penderita hemofilia, dapat menularkan HIV kepada resipien.
- Berhubungan seksual dengan orang yang melakukan
salah satu tindakan diatas.
(Dikutip dari Brunner & suddarth, 2001).
6. Evaluasi Diagnostik
Pemeriksaan Hasil pada infeksi HIV
Tes antibodi HIV
- - Hasil tes yang
ELISA positif dipastikan dengan Western Blot
- Positif
-
- Hasil tes yang
Western blot positif dipastikan dengan Western Blot
-
- Positif, lebih
Indirect Immunofluorescence assay spesifik dan sensitif daripada Western
(IFA) Blot
-
5
Kultur sel kuantitatif - Protein
- meningkat bersamaan dengan
Kultur plasma kuantitatif berlanjutnya penyakit
- Kadar
- meningkat dengan berlanjutnya penyakit
Mikroglobulin B2
- Menurun
- - Menurun
Neoprotein serum - Menurun
- Normal
Status imun hingga menurun
- - Meningkat
#sel-sel CD4+ - Sel-sel T4
- mengalami penurunan kemampuan
%sel-sel CD4+ untuk bereaksi terhadap antigen
- - Menurun
Rasio CD4:CD8 hingga tak terdapat
-
Hitung sel darah putih
-
Kadar immunoglobulin
-
Tes fungsi sel CD4+
-
Reaksi sensitivitas pada tes kulit
(Dikutip dari Brunner & Suddarth, 2001)
7. Pengobatan
6
Dikutip dari Zubairi Djurban (2003), Obat Antiretrovirus (ARV) bekerja
langsung menghambat replikasi (penggandaan diri) HIV.
Tujuan utama terapi :
o Menekan jumlah virus secara maksimal dan terus
menerus mencegah dan/atau mengembangkan fungsi imun.
o Memperbaiki kualitas hidup.
o Mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat infeksi HIV.
Indikasi :
o Pasien yang telah memperlihatkan gejala AIDS.
o Pasien tanpa gejala dengan CD4 <200 sel/mm3 (kadar limfosit
≤1200/mm3) dan atau viral load >55.000 kopi/ml.
o Pencegahan penularan dari ibu ke bayi.
o Pengobatan profilaksis pada orang yang terpapar dengan
cairan tubuh yang mengandung virus HIV.
Tiga golongan obat ARV yang tersedia di Indonesia :
o Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI)
Menghambat proses perubahan RNA virus menjadi DNA (replikasi virus).
Zidovudine
(ZDV/AZT). Zalcitabine (ddC)
Iamivudine (3TC) Stavudine (d4T)
Didanosine (ddI) Abacavir (ABC)
7
Menghambat enzim protease yang memotong rantai panjang asam amino
menjadi protein yang lebih kecil.
In
dinavir (IDV)
N
elfinavir (NFV)
Sa
quinavir (SQV)
Ri
tonavir (RTV)
A
mprenavir (APV)
Io
pinavir/ritonavir (LPV/r)
8
(Zubairi Djurban, 2003).
8. Prognosis
Sulit sekali menduga apalagi menentukan perjalanan penyakit pada
waktu diagnosis AIDS ditegakkan. Mortalitas pasien AIDS mendekati 100%
(Majalah Kesehatan Indonesia, 1995).
9. Pencegahan
Pencegahan dengan menghilangkan atau mengurangi perilaku
berisiko merupakan tindakan yang sangat penting.
Penurunan risiko pada individu :
o Pendidikan kesehatan dan peningkatan pengetahuan yang
benar mengenai patofisiologi HIV dan transmisinya terutama mengenai
fakta penyakit dan perilaku yang dapat membantu mencegah
penyebarannya.
o Kontak seksual antara homoseksual sebaiknya dengan
kondom.
o Kurangi jumlah pasangan atau pakai kondom.
o Tidak menggunakan alat suntik bersama-sama.
o Membersihkan alat suntik dengan cairan pembersih atau
mengganti jarum suntik.
o Orang normal dengan pasangan yang berisiko,
menggunakan teknik seks yang aman :
- Menghindari aktivitas seksual yang berisiko
(anal/vaginal).
- Pakai kondom dari lateks.
- Pakai spermisida nonoksinol-9.
- Pemijatan serta sentuhan.
o Untuk pasien hemofili atau
kemungkinan untuk transfusi dan penggunaan produk darah :
- Menyimpan darah sendiri
sebelum operasi.
- Hemodilusi.
- Penggunaan rekombinan
faktor pembeku darah.
- Penggunaan rekombinan
faktor pertumbuhan hematopoietik.
- Pengganti sel darah merah.
o Wanita dengan HIV :
kontrasepsi untuk mencegah kehamilan dan tidak memberi ASI pada bayi.
Penurunan risiko pada tenaga kesehatan :
o Penggunaan alat pelindung pribadi untuk menurunkan risiko
terkena darah atau bahan-bahan lain yang mungkin infeksius.
o Setelah penggunaan alat pelindung, tangan harus dicuci dengan
sabun dan air.
o Batasi resusitasi mouth to mouth, gunakan alat bantu mulut,
kantung resusitasi, dan lain-lain yang tersedia.
o Cuci bagian tubuh yang terpapar cairan tubuh/mukosa membran
yang potensial menimbulkan infeksi dengan sabun dan air.
o Pemeriksaan HIV dan hepatitis bagi yang tertusuk jarum, tergores
pisau.
o Dekontaminasi area kerja.
o Pembuangan alat-alat medis pada tempat yang tepat.
o Hindari penutupan kembali dengan kedua tangan,
membengkokkan, memindahkan jarum suntik bekas. Lakukan dengan satu
tangan atau dengan forceps (Muma et al, 1997).
10. Prioritas Keperawatan
a. Mencegah, memperkecil infeksi
b. Mempertahankan homeostatis.
c. Mengusahakan kenyamanan
d. Memberikan penyesuaian psikososial
e. Memberikan informasi mengenai proses penyakit/ prognosis dan
kebutuhan perawatan.
RENCANA KEPERAWATAN
HIV/AIDS (ODHA)
Kolaborasi
14. Pantau hasil
laboratorium
15. Berikan obat sesuai
program pengobatan.
2 Kekurangan Mempertahanka Mandiri:
volume cairan n didrasi. 1. Pantau tanda vital
berhubungan Kriteria: 2. Kaji turgor kulit,
dengan Membra membran mukosa dan rasa haus.
kehilangan cairan n mukosa 3. Pantau intake dan out
yang berlebihan: lembab put cairan.
diare berat, Turgor 4. Timbang BB sesuai
berkeringat, kulit baik indikasi.
muntah, Tanda 5. Pantau intake oral,
hipermetabolisme vital stabil pertahankan sedikitnya 2500ml/ hari.
, anoreksia. Haluara 6. Gunakan cairan yang
Ditandai: n urine mudah ditoleransi oleh pasien dan
DS: adekuat. mengandung elektrolit; Gatorade, air
Klien daging.
merasa haus. 7. Hindarkan makanan
Mengatak yang potensial menimbulkan diare;
an merasa pedas, berlemak, kacang, kubis, susu.
lemah. Kolaborasi:
Beri cairan/ elektrolit
DO: melalui selang/ IV.
Bibir Pantau hasil
tampak laboratorium; Ht, Hb, Elektrolit
kering serum.
Turgor Berikan obat sesuai
kulit jelek indikasi
Mata
tampak
cekung
3 Pola napas; tidak Mempertahanka Mandiri:
efektif/ perubahan n pola napas 1. Pantau bunyi napas
pertukaran gas efektif. 2. Catat frekuensi,
berhubungan Kriteria: kedalaman napas, sianosis.
dengan Tidak 3. Atur posisi semi fowler.
ketidakseimbanga mengalami 4. Ajarkan batuk efektif
n perfusi ventilasi sesak napas. 5. Lakukan pembersihan
(PCP/ Pneumonia GDA sekret dijalan napas.
interstisial, dalam batas 6. Kaji perubahan tingkat
anemia) ditandai: normal kesadaran.
DS: Saluran 7. Selidiki keluhan nyeri
Klien pernapasan dada.
mengatakan bersih, tidak 8. Pertahankan lingkungan
susah bernapas. sekret. yang tenang.
Pasien 9. Anjurkan istirahat yang
mengatakan cukup.
seperti ada Kolaborasi:
lendir Pantau/ buat
ditenggorokan. kurva hasil pemeriksaan GDA
DO: Tinjau ulang
Klien sinar X dada.
tapak sesak Berikan
Napas tambahan 02 sesuai indikasi.
pendek dan Berikan obat-
cepat obatan sesuai indikasi.
Mengguna
kan otot-otot
pernapasan.
Topik : NAPZA
Metode : Ceramah, Diskusi, Tanya Jawab
Media : Leafflet
Materi : Terlampir.
Materi Napza
Pengertian
Narkoba = Narkotik, psikotropika dan obat terlarang
Narkotika, yaitu zat / obat yg berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semi yg dapat menyebabkan penurunan kesadaran,
menghilangkan / mengurangi rasa nyeri.
contoh : heroin, kokain, morfin, kodein dan ganja. Putauw adalah heroin tidak
murni berupa bubuk.
Psikotropika, yaitu zat / obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika,
yg menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
contoh : ekstasi, metamfetamin (sabu), pil koplo.
Zat Psiko-aktif, yaitu zat lain bukan narkotika dan psikotropika yg
berpengaruh pada kerja otak.
contoh : Alkhohol, solven (gas yg mudah menguap), nikotin, kafein.
Pengaruh Narkoba
1. Perubahan pada suasana hati
a. menenangkan
b. rileks
c. gembira
d. rasa bebas
e. kenikmatan semu
f. krisis yang menetap
g. meningkatkan penampilan
h. bebas dari perasaan waktu
2. Perubahan pada pikiran
a. stres hilang
b. meningkatkan khayal
3. Perubahan pada perilaku
a. meningkatkan keakraban
b menghambat nilai
c. lepas kendali
Pola Pemakaian Narkoba
Pola coba-coba, yaitu karena iseng dan ingin tahu. Pengaruh tekanan
kelompok sebaya sangat besar.
Pola pemakaian sosial, yaitu pemakaian dg tujuan pergaulan
Pola pemakaian situasional, pemakaian karena situasi co. kesepian,
broken heart
Pola habituasi – kebiasaan
Pola ketergantungan – timbulnya toleransi dan atau gejala putus zat