Anda di halaman 1dari 29

Kematian Tahanan Akibat Asfiksia yang Disebabkan oleh

Trauma Tumpul di Kepala

Makalah Blok 30 – Emergency Medicine II

Disusun oleh:

Kelompok A1

102012151 Tristi Lukita Wening

102013081 Fina Agustiani Liaw

102013089 Glenn Joshua Sumadi

102013220 Romi Andriyana

102013225 Fauziah Andiani

102013308 Yolanda Karolina Pasaribu

102013392 Victor Morando Nainggolan

102013462 Jennifer Crystalia Yosaputra

102013513 Siti Azliyana Azura Binti Adzhar

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat

1
Abstrak
Kasus kematian yang terjadi di dalam penjara sering terjadi. Seringkali para tahanan
mengalami gangguan kejiwaan karena penjara menjadi tempat yang baru bagi mereka. Tidak
sedikit dari mereka yang akhirnya memutuskan untuk bunuh diri karena tidak sanggup
menanggung penderitaannya. Namun, banyak juga tahanan yang mengalami tindak kekerasan
oleh polisi setempat. Oleh sebab itulah, perlu adanya pemeriksaan forensik untuk menunjukkan
apakah korban melakukan bunuh diri atau mengalami pembunuhan. Untuk melakukan
pemeriksaan forensic diperlukan surat permintaan visum dari polisi kepada dokter forensic.
Pemeriksaan forensic mencakup pemeriksaan luka, mayat, ataupun bedah mayat. Pemeriksaan
bedah mayat meliputi pemeriksaan luar dan dalam tubuh korban. Hasil pemeriksaan forensic
ditulis dalam bentuk visum et repertum dan kesimpulannya harus dikaitkan dengan pasal-pasal
KUHAP sehingga dapat dipakai dalam sidang peradilan.
Kata kunci: pemeriksaan forensic, bunuh diri, pembunuhan
Abstract
Deaths that occurred in prisons are frequent. Often prisoners have psychiatric disorders
because the prison is a new place for them. Many of them finally decided to commit suicide
because they could not bear the suffering. However, many detainees being abused by local
police. For that reason, the need for forensic examination is indicated to determine whether
the victim committing suicide or being slaughtered. To perform the necessary forensic
examination of post mortem letter of request from the police to the forensic doctor. Forensic
examination includes checking wounds, corpses, or post-mortem. Forensic examination
includes an external examination and in the body of the victim.The results of forensic
examinations written in the form of a post mortem and conclusions should be linked to the
articles of the Criminal Code so that it can be used in legal proceedings.
Keywords: forensic examination, suicide, slaugter

Pendahuluan

Ilmu Kedokteran Forensik bertujuan membantu kalangan hukum dan peradilan. Pada
tindak pidana atau pun perkara perdata diperlukan bantuan dokter untuk memeriksa korban
atau pelaku (psikiatri forensik) dan bahan-bahan yang berasal dari manusia, serta penentuan
identifikasi sehingga penyelidikan, penuntutan dan pemutusan perkara dapat berlangsung
secara adil dan berdasarkan alat bukti yang dapat diakui dan dipercaya dari kebenaran material.

Bidang ini memberi bantuan untuk memeriksa korban kejahatan yang masih hidup
maupun yang telah meninggal, agar proses peradilan dapat terselenggara dengan adil
berdasarkan alat bukti yang sah.
Peningkatan kasus kriminal semakin meningkat dengan motif dan modus yang
beragam, hal ini menyebabkan semakin pentingnya ilmu kedokteran Forensik. Autopsi atau
pemeriksaan post mortem, berfungsi sebagai prosedur medik untuk menentukan penyebab,
lama kematian, atau mengevaluasi proses penyakit, dan trauma yang terjadi terhadap korban.

2
Autopsi dapat dilakukan dengan dua cara, autopsi luar dan autopsi dalam. Dalam autopsi,
korban ditemukan dalam berbagai keadaan, potongan tubuh, kerangka, jenazah yang
membusuk, atau yang baru meninggal. Penyebab kematiannya pun bisa beragam, akibat
perbuatan kriminal, bunuh diri, dan bencana alam
Dengan penulisan makalah ini, penulis ingin memberikan penjelasan mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan ilmu kedokteran forensik, di antaranya mengenai: aspek hukum pidana yang
berkaitan dengan kejahatan terhadap tubuh dan jiwa manusia, prosedur medikolegal dokter,
pemeriksaan medis luar maupun bedah mayat terhadap korban, intepretasi hasil temuan autopsi
beserta kesimpulannya, dan visum et repertum.

Skenario:

Sesosok mayat di kirimkan ke Bagian Kedokteran Forensik FKUI/RSCM oleh sebuah


polsek di jakarta. Ia adalah tersangka pelaku pemerkosaan terhadap seorang remaja putri yang
kebetulan anak dari seorang pejabat kepolisian. Berita yang dituliskan di dalam surat
permintaan visum et repertum adalah bahwa laki-laki ini mati karena gantung diri di dalam sel
tahanan polsek. Pemeriksaan yang dilakukan keesokan harinya menemukan bahwa pada wajah
mayat terdapat pembengkakkan dan memar, pada punggungnya terdapat memar berbentuk dua
garis sejajar (railway hematome) dn didaerah paha disekitar kemaluannya terdapat beberapa
luka bakar yang sesuai dengan jejas listrik. Sementara itu terdapat pula jejas jerat yang
melingkari leher dangan simpul di daerah kiri belakang yang membentuk sudut ke atas.

Pemeriksaan bedah jenazah menemukan resapan darah yang luas di kulit kepala,
perdarahan yang tipis dibawah selaput keras otak, sembab otak besar, tidak terdapat resapan
kulit di kulit leher tetapi sedikit resapan darah di otot leher sisi kiri dan patah ujung rawan
gondok sisi kiri, sedikit busa halus didalam saluran napas, dan sedikit bintik-bintik perdarahan
di permukaan kedua paru dan jantung. Tidak terdapat patah tulang. Dokter mengambil
beberapa contoh jaringan untuk pemeriksaan laboratorium.

Keluarga korban datang ke dokter dan menanyakan tentang sebab-sebab kematian


korban karena mereka mencurigai adanya tindakkan kekerasan selama ditahanan polsek.
Mereka melihat sendiri adanya memar-memar ditubuh korban.

Pembahasan

Aspek Hukum Pidana1

 Pasal 6 KUHAP

3
(1) Penyidik adalah:
a. Pejabat polisi Negara Republik Indonesia
b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang.
(2) Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan diatur lebih
lanjut dalam peraturan pemerintah
 Pasal 7 KUHAP
(1) Penyelidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf a karena
kewajibannya mempunyai wewenang:
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
b. Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian.
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri
tersangka.
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.
f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.
g. Memanggil orang untuk didengr dan dipriksa sbagai tersangka atau saksi.
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara.
i. Mengadakan penghentian penyidikan.
j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
 Pasal 338 KUHP
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Prosedur Medikolegal1

 Pasal 133 KUHAP


(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.

4
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
(3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah
sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat
tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap
jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.
 Pasal 179 KUHAP
(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau
dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi kebaikan.
(2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan
sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-
benarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.
 Pasal 184 KUHAP
Keterangan ahli akan dijadikan sebagai alat bukti yang sah di depan sidang pengadilan.
 Pasal 351 KUHAP
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama duatahun delapan bulan
atau pidana denda paling banyak 4500 rupiah.
(3) Jika mengakibatkan mati; diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Medikolegal

- Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tugas, kewajiban, dan tata cara
dalam melaksanakan profesi kedokteran.
- Masalah bioetika

Prosedur mediko legal

- Penemuan
- Pelaporan
- Penyelidikan
- Penyidikan

5
- Pemberkasan perkara
- Penuntutan
- Persidangan
- Putusan pengadilan

Keterangan dari prosedur medikolegal adalah :

1. penemuan dan pelaporan


- dilakukan oleh warga masyarakat yang melihat, mengetahui, atau mengalami suatu
kejadian yang diduga merupaka suatu tindakan pidana.
- Pelaporan dilakukan ke pihak yang berwajib, dalam hal ini kepolisian RI.
k. penyelidikan
- dilakukan oleh penyidik
- penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara RI (pasal 4 KUHAP)
- menindak-lanjuti suatu pelaporan, untuk mengetahui apakah benar ada kejadian seperti
yang dilaporkan.
l. penyidikan
- dilakukan oleh penyidik
- penyidik adalah (pasal 6 KUHAP)
a. Pejabat polisi negara RI
b. Pejabat pegawai negri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang.
- tindak lanjut setelah diketahui benar-benar telah terjadi suatu kejadian.
a. penyidik dapat meminta bantuan seorang ahli
b. dalam hal mengenai kejadian mengenai tubuh manusia, maka penyidik dapat
meminta bantuan dokter untuk dilakukan penanganan secara kedokteran
forensik.
m. pemberkasan perkara
- dilakukan oleh penyidik, menghimpun semua hasil penyidikannya, termasuk hasil
pemeriksaan kedokteran forensik yang dimintakan kepada dokter.
- Hasil berkas perkara ini diteruskan ke penuntut umum.
n. penuntutan
- dilakukan oleh penuntut umum disidang pengadilan setelah berkas perkara lengkap
diajukan ke pengadilan.

6
o. persidangan
- pengadilan dipimpin oleh hakim atau majelis hakim
- dilakukan pemeriksaan terhadap terdakwa, para saksi dan para ahli, disini dokter dapat
dihadirkan di persidangan pengadilan untuk bertindak selaku saksi ahli atau selaku
dokter pemeriksa.
p. putusan pengadilan
vonis ditentukan oleh hakim dengan ketentuan :

a. keyakinan pada diri hakim bahwa memang telah terjadi suatu tindak
pidana dan bahwa terdakwa telah bersalah melakukan tindak pidana
tersebut

b. keyakinan hakim harus ditunjang oleh sekurang-kurangnya dua alat


bukti yang sah.
Pemeriksaan Tanatologi

Ilmu yang mempelajari tentang kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian
serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut adalah tanatologi.

Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian) dan logos
ilmu. Tanatologi adalah bagian dari ilmu kedokteran Forensik yang mempelajari kematian dan
perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.
Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati somatis (mati klinis), mati
suri, mati seluler, mati serebral dan mati otak (mati batang otak).

1. Mati somatis (mati klinis)


Terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan, yaitu
susunan saraf pusat, sistem kardiovaskular dan sistem pernapasan, yang menetap (irre-
versible). Secara klinis tidak ditemukan refleksrefleks, EEG menda-tar, nadi tidak
teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara nafas tidak
terdengar pada auskultasi.
2. Mati suri (suspended animation apparent death)
Adalah terhentinya ketiga sistim kehidupan di atas yang ditentukan dengan alat
kedokteran sederhana. Dengan peralatan kedokteran canggih masih dapat dibuktikan

7
bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi. Mati suri sering ditemukan pada kasus
keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam.
3. Mati seluler (mati molekuler)
Adalah kematian organ atau ja-ringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah
kematian somatis. Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda,
sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ atau jaringan tidak bersamaan.
Pengetahuan ini penting dalam transplantasi organ.
4. Mati serebral
Adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel kecuali batang otak dan
serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskular
masih berfungsi dengan bantuan alat.

Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa
tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan tersebut dapat
timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya kerja jantung dan
peredaran darah berhenti, pernapasan berhenti, refleks cahaya dan refleks kornea mata hilang,
kulit pucat dan relaksasi otot. Setelah beberapa waktu timbul perubahan pascamati yang jelas
yang memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti.

Tanda Pasti Kematian

Dahulu kematian ditandai dengan tidak berfungsinya lagi jantung. Konsep baru
sekarang ini mengenai kematian mencakup berhentinya fungsi pernafasan, jantung dan otak.
Dimana saat kematian ditentukan berdasarkan saat otak berhenti berfungsi. Pada saat itulah
jika diperiksa dengan elektro-ensefalo-grafi (EEG) diperoleh garis yang datar. Berdasarkan
waktunya tanda kematian dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Tanda yang segera dikenali setelah kematian.


 Berhentinya sirkulasi darah.
 Berhentinya pernafasan.3
2. Tanda-tanda kematian setelah beberapa saat kemudian:
 Penurunan Temperatur Tubuh (algor Mortis)
Suhu tubuh pada orang yang sudah meninggal perlahan-lahan akan sama
dengan suhu lingkungannya karena mayat tersebut akan melepaskan panas dan
suhunya menurun. Kecepatan penurunan suhu pada mayat bergantung kepada suhu

8
lingkungan dan suhu mayat tu sendiri. Pada iklim yang dingin maka penurunan suhu
mayat berlangsung cepat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu mayat:

- Usia. Penurunan suhu lebih cepat pada anak-anak dan orang tua
dibandingkan orang dewasa.
- Jenis kelamin. Wanita mengalami penurunan suhu tubuh yang lebih lambat
dibandingkan pria karena jaringan lemaknya lebih banyak.
- Lingkungan sekitar mayat. Jika mayat berada pada ruangan kecil tertutup
tanpa ventilasi, kecepatan penurunan suhu mayat akan lebih lambat
dibandingkan jika mayat berada pada tempat terbuka dengan ventilasi yang
cukup.
- Pakaian. Tergantung pakaian yang di pakai tebal atau nipis atau tidak
berpakaian.
- Bentuk tubuh. Mayat yang berbadan kurus akan mengalami penurunan suhu
badan yang lebih cepat.
- Posisi tubuh. Mayat dalam posisi terlentang mengalami penurunan suhu
yang lebih cepat.3
 Lebam Mayat (Livor Mortis)
Lebam mayat terjadi akibat terkumpulnya darah pada jaringan kulit dan
subkutan disertai pelebaran pembuluh kapiler pada bagian tubuh yang letaknya
rendah atau bagian tubuh yang tergantung. Keadaan ini memberi gambaran berupa
warna ungu kemerahan.
Setelah seseorang meninggal, mayatnya menjadi suatu benda mati sehingga
darah akan berkumpul sesuai dengan hukum gravitasi. Lebam mayat pada awalnya
berupa barcak. Dalam waktu sekitar 6 jam, bercak ini semakin meluas yang pada
akhirnya akan membuat warna kulit menjadi gelap.
Pembekuan darah terjadi dalam waktu 6-10 jam setelah kematian. Lebam mayat
ini bisa berubah baik ukuran maupun letaknya tergantung dari perubahan posisi
mayat. Karena itu penting sekali untuk memastikan bahwa mayat belum disentuh
oleh orang lain. Posisi mayat ini juga penting untuk menentukan apakah kematian
disebabkan karena pembunuhan atau bunuh diri.
Warna lebam mayat yang dapat digunakan untuk memperkirakan penyebab
kematian:

9
- Merah kebiruan merupakan warna normal lebam
- Merah terang menandakan keracunan CO, keracunan CN atau suhu dingin
- Merah gelap menunjukkan asfiksia
- Biru menunjukkan keracunan nitrit
- Coklat menandakan keracunan aniline
 Kaku Mayat (Rigor Mortis)
Perubahan otot yang terjadi setelah kematian bisa dibagi dalam 3 tahap:
- Periode relaksasi primer (flaksiditas primer)
Hal ini terjadi segera setelah kematian. Biasanya berlangsung selama 2-
3 jam. Seluruh otot tubuh mengalami relaksasi,dan bisa digerakkan ke
segala arah. Iritabilitas otot masih ada tetapi tonus otot menghilang. Pada
kasus di mana mayat letaknya berbaring rahang bawah akan jatuh dan
kelopak mata juga akan turun dan lemas.
- Kaku Mayat
Kaku mayat akan terjadi setelah tahap relaksasi primer. Keadaan ini
berlangsung setelah terjadinya kematian tingkat sel, dimana aktivitas listrik
otot tidak ada lagi. Otot menjadi kaku. Fenomena kaku mayat ini pertama
sekali terjadi pada otot-otot mata, bagian belakang leher, rahang bawah,
wajah, bagian depan leher, dada, abdomen bagian atas dan terakhir pada otot
tungkai.
Akibat kaku mayat ini seluruh mayat menjadi kaku, otot memendek dan
persendian pada mayat akan terlihat dalam posisi sedikit fleksi.
Keadaan ini berlangsung selama 24-48 jam pada musim dingin dan 18-
36 jam pada musim panas.
Penyebabnya adalah otot tetap dalam keadaan hidrasi oleh karena
adanya ATP. Jika tidak ada oksigen, maka ATP akan terurai dan akhirnya
habis, sehingga menyebabkan penumpukan asam laktat dan penggabungan
aktinomiosin (protein otot).
- Periode Relaksasi Sekunder
Otot menjadi relak (lemas) dan mudah digerakkan. Hal ini terjadi karena
pemecahan protein, dan tidak mengalami reaksi secara fisik maupun kimia.
Proses pembusukan juga mulai terjadi. Pada beberapa kasus, kaku mayat
sangat cepat berlangsung sehingga sulit membedakan antara relaksasi
primer dengan relaksasi sekunder.
10
Faktor-faktor yang mempengaruhi kaku mayat:
- Keadaan Lingkungan. Pada keadaan yang kering dan dingin, kaku mayat
lebih lambat terjadi dan berlangsung lebih lama dibandingkan pada
lingkungan yang panas dan lembab. Pada kasus di mana mayat dimasukkan
ke dalam air dingin, kaku mayat akan cepat terjadi dan berlangsung lebih
lama.
- Usia. Pada anak-anak dan orangtua, kaku mayat lebih cepat terjadi dan
berlangsung tidak lama. Pada bayi prematur biasanya tidak ada kaku mayat.
Kaku mayat baru tampat pada bayi yang lahir mati tetapi cukup usia (tidak
prematur).
- Cara kematian. Pada pasien dengan penyakit kronis, dan sangat kurus, kaku
mayat cepat terjadi dan berlangsung tidak lama. Pada pasien yang mati
mendadak, kaku mayat lambat terjadi dan berlangsung lebih lama.
- Kondisi otot. Terjadi kaku mayat lebih lambat dan berlangsung lebih lama
pada kasus di mana otot dalam keadaan sehat sebelum meninggal,
dibandingkan jika sebelum meninggal keadaan otot sudah lemah.3
3. Tanda-tanda kematian setelah selang waktu yang lama:
- Proses Pembusukan
Perubahan warna. Perubahan ini pertama kali tampat pada fossa iliaka kanan
dan kiri berupa warna hijau kekuningan, disebabkan oleh perubahan hemoglobin
menjadi sulfmethemoglobin.
Perubahan warna ini juga tampak pada seluruh abdomen, bagian depan genitalia
eksterna, dada, wajah dan leher. Dengan semakin berlalunya waktu maka warnanya
menjadi semakin ungu.
Jangka waktu mulai terjadinya perubahan warna ini adalah 6-12 jam pada
musim panas dan 1-3 hari pada musin dingin. Perubahan warna tersebut juga diikuti
dengan pembengkakan mayat. Otot sfingter mengalami relaksasi sehingga urin dan
faeses keluar. Lidah juga terjulur. Bibir menebal, mulut membuka dan busa
kemerahan bisa terlihat keluar dari rongga mulut. Mayat berbau tidak enak
disebabkan oleh adanya gas pembusukan. Gas ini bisa terkumpul pada suatu rongga
sehingga mayat menjadi tidak mirip dengan korban sewaktu masih hidup. Gas ini
selanjutnya juga bisa membentuk lepuhan kulit.

Lepuhan kulit (blister)


11
Mulai tampak 36 jam setelah meninggal. Kulit ari dapat dengan cukup mudah
dikelupas. Di mana akan tampak cairan berwarna kemerahan yang sedikit
mengandung albumin.
Jika pembusukan terus berlangsung, maka bau busuk yang timbul akan menarik
lalat untuk hinggap pada mayat. Lalat menempatkan telurnya pada mayat, di mana
dalam waktu 8-24 jam telur akan menetas menghasilkan larva-yang sering disebut
belatung. Dalam waktu 4-5 hari, belatung ini lalu menjadi pupa, dimana setelah 4-
5 hari kemudian akan menjadi lalat dewasa. Pada tahap ini bagian dari tulang
tengkorak mulai tampak. Rektum dan uterus juga tampak dan uterus gravid juga
bisa mengeluarkan isinya Rambut dan kuku dengan mudah dapat dicabut. Bagian
perut dan dada bisa pecah berhubung besarnya tekanan gas yang di kandungnya.
Jika pembusukan terus berlangsung, maka jaringan jaringan menjadi lunak, rapuh
dan berwarna kecoklatan.

Organ tubuh bagian dalam


Organ tubuh bagian dalam juga mengalami perubahan. Bentuk perubahan sama
seperti diatas, jaringan-jaringan menjadi berwarna kecoklatan. Ada yang cepat
membusuk dan ada yang lambat.
Jaringan yang cepat membusuk:
 Laring
 Trakea
 Otak terutama pada anak-anak
 Lambung
 Usus halus
 Hati
 Limpa
Jaringan yang lambat membusuk :
 Jantung
 Paru-paru
 Ginjal Prostat
 Uterus non gravid
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pembusukan:

12
a) Temperatur. Temperatur yang paling cocok untuk proses pembusukan adalah
antara 7000F sampai 10000F. Pembusukan akan melambat diatas temperatur
10000F dan dibawah 7000F, dan berhenti dibawah 3200F atau diatas 21200F.
b) Udara. Udara yang mempercepat pembusukan. Kecepatan pembusukan lebih
lambat didalam air dan dalam tanah dibandingkan di udara terbuka.
c) Kelembaban. Keadaan lembab mempercepat proses pembusukan.
d) Penyebab kematian. Bagian tubuh yang terluka biasanya lebih cepat membusuk.
Beberapa jenis racun bisa memperlambat pembusukan, misalnya arsen, zinc
(seng) dan golongan logam antimon. Mayat penderita yang meninggal karena
penyakit kronis lebih cepat membusuk dibandingkan mayat orang sehat.3

- Adiposera
Fenomena ini terjadi pada mayat yang tidak mengalami proses pembusukan
yang biasa. Melainkan mengalami pembentukan adiposera. Adiposera merupakan
subtansi yang mirip seperti lilin yang lunak, licin dan warnanya bervariasi mulai
dari putih keruh sampai coklat tua. Adiposera mengandung asam lemak bebas, yang
dibentuk melalui proses hidrolisa dan hidrogenasi setelah kematian. Adanya enzim
bakteri dan air sangat penting untuk berlangsungnya proses tersebut. Dengan
demikian, maka adiposera biasanya terbentuk pada mayat yang terbenam dalam air
atau rawa-rawa. Lama pembentukan adiposera ini juga bervariasi, mulai dari 1
minggu sampai 10 minggu. Kepentingan medikolegal dari adiposere adalah dapat
menunjukkan tempat kematian (kering, panas atau tempat basah).
- Mummifikasi
Mayat mengalami pengawetan akibat proses pengeringan dan penyusutan
bagian-bagian tubuh. Kulit menjadi kering, keras dan menempel pada tulang
kerangka. Mayat menjadi lebih tahan dari pembusukan sehingga masih jelas
menunjukkan ciri-ciri seseorang.
Fenomena ini terjadi pada daerah yang panas dan lembab, di mana mayat
dikuburkan tidak begitu dalam dan angin yang panas selalu bertiup sehingga
mempercepat penguapan cairan tubuh.
Lama terjadinya mummifikasi adalah antara 4 bulan sampai beberapa tahun.
Kepentingan medikolegal dari mummfikasi adalah dapat menunjukkan tempat
kematian (kering, panas atau tempat basah).3

13
Pemeriksaan Traumatologi

Trauma atau kecelakaan merupakan hal yang biasa dijumpai dalam kasus forensik.
Hasil dari trauma atau kecelakaan adalah luka, perdarahan dan/atau skar atau hambatan dalam
fungsi organ. Agen penyebab trauma diklasifikasikan dalam beberapa cara, antaralain kekuatan
mekanik, aksi suhu, agen kimia, agen elektromagnet, asfiksia dan trauma emboli. Dalam
prakteknya nanti seringkali terdapat kombinasi trauma yang disebabkan oleh satu jenis
penyebab, sehingga klasifikasi trauma ditentukan oleh alat penyebab dan usaha yang
menyebabkan trauma.

I. Trauma Tumpul

Dua variasi utama dalam trauma tumpul adalah:

1. Benda tumpul yang bergerak pada korban yang diam.


2. Korban yang bergerak pada benda tumpul yang diam.
Sekilas nampak sama dalam hasil lukanya namun jika diperhatikan lebih lanjut terdapat
perbedaan hasil pada kedua mekanisme itu. Organ atau jaringan pada tubuh mempunyai
beberapa cara menahan kerusakan yang disebabkan objek atau alat, daya tahan tersebut
menimbulkan berbagai tipe luka.

- Abrasi
- Laserasi
- Kontusi/ruptur
- Fraktur
- Kompresi
- Perdarahan
 Abrasi
Abrasi per definisi adalah pengelupasan kulit. Dapat terjadi superfisial jika
hanya epidermis saja yang terkena, lebih dalam ke lapisan bawah kulit (dermis)atau
lebih dalam lagi sampai ke jaringan lunak bawah kulit. Jika abrasi terjadi lebih dalam
dari lapisan epidermis pembuluh darah dapat terkena sehingga terjadi perdarahan. Arah
dari pengelupasan dapat ditentukan dengan pemeriksaan luka. Dua tanda yang dapat
digunakan. Tanda yang pertama adalah arah dimana epidermis bergulung, tanda yang

14
kedua adalah hubungan kedalaman pada luka yang menandakan ketidakteraturan benda
yang mengenainya.

Pola dari abrasi sendiri dapat menentukan bentuk dari benda yang mengenainya.
Waktu terjadinya luka sendiri sulit dinilai dengan mata telanjang. Perkiraan kasar usia
luka dapat ditentukan secara mikroskopik. Kategori yang digunakan untuk menentukan
usia luka adalah saat ini (beberapa jam sebelum), baru terjadi (beberapa jam sebelum
sampai beberapa hari), beberapa hari lau, lebih dari benerapa hari. Efek lanjut dari
abrasi sangat jarang terjadi. Infeksi dapat terjadi pada abrasi yang luas.

 Kontusio Superfisial
Kata lazim yang digunakan adalah memar, terjadi karena tekanan yang besar
dalam waktu yang singkat. Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh
darah kecil dan dapat menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ
dibawahnya. Pada orang dengan kulit berwarna memar sulit dilihat sehingga lebih
mudah terlihat dari nyeri tekan yang ditimbulkannya.

Perubahan warna pada memar berhubungan dengan waktu lamanya luka,


namun waktu tersebut bervariasi tergantung jenis luka dan individu yang terkena. Tidak
ada standart pasti untuk menentukan lamanya luka dari warna yang terlihat secara
pemeriksaan fisik. Pada mayat waktu antara terjadinya luka memar, kematian dan
pemeriksaan menentukan juga karekteristik memar yang timbul. Semakin lama waktu
antara kematian dan pemeriksaan luka akan semakin membuat luka memar menjadi
gelap.

Pemeriksaan mikroskopik adalah sarana yang dapat digunakan untuk


menentukan waktu terjadinya luka sebelum kematian. Namun sulit menentukan secara
pasti karena hal tersebut pun bergantung pada keahlian pemeriksa.

Efek samping yang terjadi pada luka memar antara lain terjadinya penurunan
darah dalam sirkulasi yang disebabkan memar yang luas dan masif sehingga dapat
menyebabkan syok, penurunan kesadaran, bahkan kematian. Yang kedua adalah
terjadinya agregasi darah di bawah kulit yang akan mengganggu aliran balik vena pada
organ yang terkena sehingga dapat menyebabkan ganggren dan kematian jaringan.
Yang ketiga, memar dapat menjadi tempat media berkembang biak kuman. Kematian
jaringan dengan kekurangan atau ketiadaaan aliran darah sirkulasi menyebabkan

15
saturasi oksigen menjadi rendah sehingga kuman anaerob dapat hidup, kuman tersering
adalah golongan clostridium yang dapat memproduksi gas gangren.

Efek lanjut lain dapat timbul pada tekanan mendadak dan luas pada jaringan
subkutan. Tekanan yang mendadak menyebabkan pecahnya sel – sel lemak, cairan
lemak kemudian memasuki peredaran darah pada luka dan bergerak beserta aliran darah
dapat menyebabkan emboli lemak pulmoner atau emboli pada organ lain termasuk otak.
Pada mayat dengan kulit yang gelap sehingga memar sulit dinilai sayatan pada kulit
untuk mengetahui resapan darah pada jaringan subkutan dapat dilakukan dan
dilegalkan.

 Kontusio pada organ dan jaringan dalam

Semua organ dapat terjadi kontusio. Kontusio pada tiap organ memiliki
karakteristik yang berbeda. Pada organ vital seperti jantung dan otak jika terjadi
kontusio dapat menyebabkan kelainan fungsi dan bahkan kematian.

Kontusio pada otak, dengan perdarahan pada otak, dapat menyebabkan terjadi
peradangan dengan akumulasi bertahap produk asam yang dapat menyebabkan reaksi
peradangan bertambah hebat. Peradangan ini dapat menyebabkan penurunan
kesadaran, koma dan kematian. Kontusio dan perangan yang kecil pada otak dapat
menyebabkan gangguan fungsi organ lain yang luas dan kematian jika terkena pada
bagian vital yang mengontrol pernapasan dan peredaran darah.

Jantung juga sangat rentan jika terjadi kontusio. Kontusio ringan dan sempit
pada daeran yang bertanggungjawab pada inisiasi dan hantaran impuls dapat
menyebabkan gannguan pada irama jantung atau henti jantung. Kontusio luas yang
mengenai kerja otot jantung dapat menghambat pengosongan jantung dan
menyebabkan gagal jantung.

Kontusio pada organ lain dapat menyebabkan ruptur organ yang menyebabkan
perdarahan pada rongga tubuh.

 Laserasi

Suatu pukulan yang mengenai bagian kecil area kulit dapat menyebabkan
kontusio dari jaringan subkutan, seperti pinggiran balok kayu, ujung dari pipa,
permukaan benda tersebut cukup lancip untuk menyebabkan sobekan pada kulit yang

16
menyebabkan laserasi. Laserasi disebabkan oleh benda yang permukaannya runcing
tetapi tidak begitu tajam sehingga merobek kulit dan jaringan bawah kulit dan
menyebabkan kerusakan jaringan kulit dan bawah kulit. Tepi dari laserasi ireguler dan
kasar, disekitarnya terdapat luka lecet yang diakibatkan oleh bagian yang lebih rata dari
benda tersebut yang mengalami indentasi.

Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan jaringan
dibawahnya tidak sempurna dan terdapat jembatan jaringan. Jembatan jaringan, tepi
luka yang ireguler, kasar dan luka lecet membedakan laserasi dengan luka oleh benda
tajam seperti pisau. Tepi dari laserasi dapat menunjukkan arah terjadinya kekerasan.
Tepi yang paling rusak dan tepi laserasi yang landai menunjukkan arah awal kekerasan.
Sisi laserasi yang terdapat memar juga menunjukkan arah awal kekerasan.

Bentuk dari laserasi dapat menggambarkan bahan dari benda penyebab


kekerasan tersebut. Karena daya kekenyalan jaringan regangan jaringan yang
berlebihan terjadi sebelum robeknya jaringan terjadi. Sehingga pukulan yang terjadi
karena palu tidak harus berbentuk permukaan palu atau laserasi yang berbentuk
semisirkuler. Sering terjadi sobekan dari ujung laserasi yang sudutnya berbeda dengan
laserasi itu sendiri yang disebut dengan “swallow tails”. Beberapa benda dapat
menghasilkan pola laserasi yang mirip.

Seiring waktu, terjadi perubahan terhadap gambaran laserasi tersebut,


perubahan tersebut tampak pada lecet dan memarnya. Perubahan awal yaitu pembekuan
dari darah, yang berada pada dasar laserasi dan penyebarannya ke sekitar kulit atau
membran mukosa. Bekuan darah yang bercampur dengan bekuan dari cairan jaringan
bergabung membentuk eskar atau krusta. Jaringan parut pertama kali tumbuh pada
dasar laserasi, yang secara bertahap mengisi saluran luka. Kemudian, epitel mulai
tumbuh ke bawah di atas jaringan skar dan penyembuhan selesai. Skar tersebut tidak
mengandung apendises meliputi kelenjar keringat, rambut dan struktur lain.

Laserasi dapat menyebabkan perdarahan hebat. Sebuah laserasi kecil tanpa


adanya robekan arteri dapat menyebabkan akibat yang fatal bila perdarahan terjadi terus
menerus. Laserasi yang multipel yang mengenai jaringan kutis dan sub kutis dapat
menyebabkan perdarahan yang hebat sehingga menyebabkan sampai dengan kematian.
Adanya diskontinuitas kulit atau membran mukosa dapat menyebabkan kuman yang
berasal dari permukaan luka maupun dari sekitar kulit yang luka masuk ke dalam

17
jaringan. Laserasi juga dapat terjadi pada organ akibat dari tekanan yang kuat dari suatu
pukulan seperi pada organ jantung, aorta, hati dan limpa.

Hal yang harus diwaspadai dari laserasi organ yaitu robekan yang komplit yang
dapat terjadi dalam jangka waktu lama setelah trauma yang dapat menyebabkan
perdarahan hebat.

 Kombinasi dari luka lecet, memar dan laserasi

Luka lecet, memar dan laserasi dapat terjadi bersamaan. Benda yang sama dapat
menyebabkan memar pada pukulan pertama, laserasi pada pukulan selanjutnya dan
lecet pada pukulan selanjutnya. Tetapi ketiga jenis luka tersebut dapat terjadi
bersamaan pada satu pukulan.

 Fraktur

Fraktur adalah suatu diskontinuitas tulang. Istilah fraktur pada bedah hanya
memiliki sedikit makna pada ilmu forensik. Pada bedah, fraktur dibagi menjadi fraktur
sederhana dan komplit atau terbuka.

Terjadinya fraktur selain disebabkan suatu trauma juga dipengaruhi beberapa


faktor seperti komposisi tulang tersebut. Anak-anak tulangnya masih lunak, sehingga
apabila terjadi trauma khususnya pada tulang tengkorak dapat menyebabkan kerusakan
otak yang hebat tanpa menyebabkan fraktur tulang tengkorak. Wanita usia tua sering
kali telah mengalami osteoporosis, dimana dapat terjadi fraktur pada trauma yang
ringan.

Perdarahan merupakan salah satu komplikasi dari fraktur. Bila perdarahan sub
periosteum terjadi dapat menyebabkan nyeri yang hebat dan disfungsi organ tersebut.
Apabila terjadi robekan pembuluh darah kecil dapat menyebabkan darah terbendung
disekitar jaringan lunak yang menyebabkan pembengkakan dan aliran darah balik dapat
berkurang. Apabila terjadi robekan pada arteri yang besar terjadi kehilangan darah yang
banyak dan dapat menyebabkan pasien shok sampai meninggal. Shok yang terjadi pada
pasien fraktur tidaklah selalu sebanding dengan fraktur yang dialaminya.

 Kompresi

18
Kompresi yang terjadi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan efek lokal
maupun sistemik yaitu asfiksia traumatik sehingga dapat terjadi kematiaan akibat tidak
terjadi pertukaran udara.

 Perdarahan

Perdarahan dapat muncul setelah terjadi kontusio, laserasi, fraktur, dan


kompresi. Kehilangan 1/10 volume darah tidak menyebabkan gangguan yang
bermakna. Kehilangan ¼ volume darah dapat menyebabkan pingsan meskipun dalam
kondisi berbaring. Kehilangan ½ volume darah dan mendadak dapat menyebabkan
syok yang berakhir pada kematian. Kecepatan perdarahan yang terjadi tergantung pada
ukuran dari pembuluh darah yang terpotong dan jenis perlukaan yang mengakibatkan
terjadinya perdarahan. Pada arteri besar yang terpotong, akan terjadi perdarahan banyak
yang sulit dikontrol oleh tubuh sendiri.Apabila luka pada arteri besar berupa sayatan,
seperti luka yang disebabkan oleh pisau, perdarahan akan berlangsung lambat dan
mungkin intermiten. Luka pada arteri besar yang disebabkan oleh tembakan akan
mengakibatkan luka yang sulit untuk dihentikan oleh mekanisme penghentian darah
dari dinding pembuluh darah sendiri. Hal ini sesuai dengan prinsip yang telah diketahui,
yaitu perdarahan yang berasal dari arteri lebih berisiko dibandingkan perdarahan yang
berasal dari vena.

 Cedera Kepala

Cedera Kepala pada Penutup Otak

Jaringan otak dilindungi oleh 3 lapisan jaringan. Lapisan paling luar disebut
duramater, atau sering dikenal sebagai dura. Lapisan ini tebal dan lebih dekat
berhubungan dengan tengkorak kepala dibandingakan otak. Antara tengkorak dan dura
terdapat ruang yang disebut ruang epidural atau ekstradural. Ruang ini penting dalam
bidang forensik.

Lapisan yang melekat langsung ke otak disebut piamater. Lapisan ini sangat
rapuh, melekat pada otak dan meluas masuk ke dalam sulkus-sulkus otak. Lapisan ini
tidak terlalu penting dalam bidang forensik.

Lapisan berikutnya yang terletak antara dura mater dan pia mater disebut
arakhnoid. Ruang yang dibentuk antara lapisan dura mater dan arakhnoid ini disebut

19
ruang subdural. Kedalaman ruang ini bervariasi di beberapa tempat. Perlu diingat,
cairan otak terdapat pada ruang subarakhnoid, bukan di ruang subdural.

Perdarahan kepala dapat terjadi pada ketiga ruang yaitu ruang epidural, subdural
atau ruang subarakhnoid, atau pada otak itu sendiri.

Terdapat 2 bukti, meskipun tidak selalu ada, yang bisa mendukung dugaan
apakah kejadian ini murni dimulai oleh trauma terlebih dahulu. Bukti pertama yaitu
adanya riwayat gerakan hiperekstensi tiba-tiba pada daerah kepala dan leher, yang
nantinya dapat menyebabkan kolaps dan bahkan kematian.

II. Trauma Tajam


 Luka insisi
Luka insisi disebabkan gerakan menyayat dengan benda tajam seperti pisau atau
silet. Karena gerakan dari benda tajam tersebut, luka biasanya panjang, bukan
dalam. Panjang dan kedalaman luka dipengaruhi oleh gerakan benda tajam,
kekuatannya, ketajaman, dan keadaan jaringan yang terkena. Karakteristik luka ini
yang membedakan dengan laserasi adalah tepinya yang rata.
 Luka tusuk
Luka tusuk disebabkan oleh benda tajam dengan posisi menusuk atau korban
yang terjatuh di atas benda tajam. Bila pisau yang digunakan bermata satu, maka
salah satu sudut akan tajam, sedangkan sisi lainnya tumpul atau hancur. Jika pisau
bermata dua, maka kedua sudutnya tajam.
Penampakan luar luka tusuk tidak sepenuhnya tergantung dari bentuk senjata.
Jaringan elastis dermis, bagian kulit yang lebih dalam, mempunyai efek yang sesuai
dengan bentuk senjata. Harus dipahami bahwa jaringan elastis terbentuk dari garis
lengkung pada seluruh area tubuh. Jika tusukan terjadi tegak lurus garis tersebut, maka
lukanya akan lebar dan pendek. Sedangkan bila tusukan terjadi paralel dengan garis
tersebut, luka yang terjadi sempit dan panjang.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk luka tusuk, salah satunya
adalah reaksi korban saat ditusuk atau saat pisau keluar, hal tersebut dapat
menyebabkan lukanya menjadi tidak begitu khas. Atau manipulasi yang dilakukan pada
saat penusukan juga akan mempengaruhi. Beberapa pola luka yang dapat ditemukan :

1. Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan sebagian, dan kemudian ditusukkan


kembali melalui saluran yang berbeda. Pada keadaan tersebut luka tidak sesuai

20
dengan gambaran biasanya dan lebih dari satu saluran dapat ditemui pada jaringan
yang lebih dalam maupun pada organ.
2. Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan mengarahkan ke salah satu sudut,
sehingga luka yang terbentuk lebih lebar dan memberikan luka pada permukaan
kulit seperti ekor.
3. Tusukan masuk kemuadian saat masih di dalam ditusukkan ke arah lain, sehingga
saluran luka menjadi lebih luas. Luka luar yang terlihat juga lebih luas dibandingkan
dengan lebar senjata yang digunakan.
4. Tusukan masuk yang kemudian dikeluarkan dengan mengggunakan titik terdalam
sebagai landasan, sehingga saluran luka sempit pada titik terdalam dan terlebar pada
bagian superfisial. Sehingga luka luar lebih besar dibandingkan lebar senjata yang
digunakan.
5. Tusukan diputar saat masuk, keluar, maupun keduanya. Sudut luka berbentuk
ireguler dan besar.
Jika senjata digunakan dengan kekuatan tambahan, dapat ditemukan kontusio
minimal pada luka tusuk tersebut. Hal ini dapat diindikasikan adanya pukulan

Panjang saluran luka dapat mengindikasikan panjang minimun dari senjata yang
digunakan. Harus diingat bahwa posisi tubuh korban saat ditusuk berbeda dengan
pada saat autopsi. Posisi membungkuk, berputar, dan mengangkat tangan dapat
disebabkan oleh senjata yang lebih pendek dibandingkan apa yang didapatkan pada
saat autopsi. Manipulasi tubuh untuk memperlihatkan posisi saat ditusuk sulit atau
bahkan tidak mungkin mengingat berat dan adanya kaku mayat. Poin lain yang
perlu dipertimbangkan adalah adanya kompresi dari beberapa anggota tubuh pada
saat penusukan. Pemeriksa yang sudah berpengalaman biasanya ragu-ragu untuk
menentukan jenis senjata yang digunakan.

 Luka Bacok
Luka bacok dihasilkan dari gerakkan merobek atau membacok dengan
menggunakan instrument yang sedikit tajam dan relatif berat seperti kapak, kapak
kecil, atau parang. Terkadang bayonet dan pisau besar juga digunakan untuk tujuan
ini. Luka alami yang disebabkan oleh senjata jenis tersebut bervariasi tergantung
pada ketajaman dan berat senjata. Makin tajam instrument makin tajam pula tepi

21
luka. Sebagaimana luka lecet yang dibuat oleh instrument tajam yang lebih kecil,
penipisan terjadi pada tempat dimana bacokan dibuat. Abrasi lanjutan dapat
ditemukan pada jenis luka tersebut pada sisi diseberang tempat penipisan, yang
disebabkan oleh hapusan bilah yang pipih. Pada instrumen pembacok yang
diarahkan pada kepala, sudut besatan bilah terkadang dapat dinilai dari bentuk
patahan tulang tengkorak. Sisi pipih bilah bisa meninggalkan cekungan pada salah
satu sisi patahan, sementara sisi yang lain dapat tajam atau menipis.

Efek utama dari luka tusuk, luka lecet, dan luka bacok adalah perdarahan. Disfungsi
karena kerusakan saraf di ekstremitas juga dapat dicatat. Luka tusuk yang dalam dapat
mengenai organ-organ dalam. intrumen teramat kecil yang menyebabkan luka tipe tusuk dapat
menyebabkan luka kecil yang dengan keelastisan dari jaringan normal dapat kembali tertutup
setelah intrumen dicabut, dan tidak ada darah yang keluar setelahnya.

Pemeriksaan pakaian korban penusukan dapat memeberi perkiraan ciri-ciri senjata


yang digunakan. Pemeriksaan tersebut menjadi sangat penting nilainya apabila luka tusuk
diperlebar oleh dokter bedah untuk tujuan menilai luka secara lebih akurat untuk kepentingan
medikolegal. Pemeriksaan ini juga penting untuk menilai apakah senjata benar-benar
menembus pakaian hingga kelapisan dibawahnya. Beberapa individu yang menggunakan
senjata tajam untuk bunuh diri dapat membuka sedikit bagian pakaiannya sehingga tidak akan
ditemukan robekan tembus pada pakaian. Tidak adanya kerusakan pada pakaian yang dipakai
oleh korban, padahal luka terdapat pada area yang tertutupi pakaian, dapat menunjukkan bahwa
kematian disebabkan masalah internal.

Terdapat 2 tipe luka oleh karena instrumen yang tajam dikenal dengan baik dan
memiliki ciri yang dapat dikenali dari aksi korban. ”tanda percobaan” adalah insisi dangkal,
luka tusuk atau luka bacok yang dibuat sebelum luka yang fatal oleh individu yang berencana
bunuh diri. Luka percobaan tersebut seringkali terletak paralel dan terletak dekat dengan luka
dalam di daerah pergelangan tangan atau leher. Bentuk lainnya antara lain luka tusuk dangkal
didekat luka tusuk dalam dan mematikan. Meskipun jarang sekali dilaporkan, luka bacok
superfisial di kepala dapat terjadi sebelum ayunan yang keras dan menyebabkan kehilangan
kesadaran dan/atau kematian.

Bentuk lain dari luka oleh karena instrumen yang tajam adalah ”luka perlawanan”. Luka
jenis ini dapat ditemukan di jari-jari, tangan, dan lengan bawah (jarang ditempat lain) dari

22
korban sebagaimana ia berusaha melindungi dirinya dari ayunan senjata, contohnya dengan
menggenggam bilah dari instrumen tajam.

Jelas bahwa ”tanda percobaan” merupakan ciri khas bunuh diri dan ”tanda perlawanan”
menunjukkan pembunuhan. Bagaimanapun juga, boleh saja berpikir bahwa luka lecet dapat
ditemukan, umumnya pada leher atau sekitar leher, disebabkan oleh penyerang pada kasus
pembunuhan. Luka lecet multipel di lengan bawah dapat pula, meskipun jarang, menjadi tanda
perlawanan, namun tampil seperti luka percobaan. Interpretasi dari tanda perlawanan dan
percobaan yang tampak sebaiknya disimpulkan setelah pemeriksaan yang lengkap dan
seksama.

 Luka Tembak
Harus selalu ada di dalam benak kita bahwa saat tembakan terjadi, dilepaskan 3
substansi berbeda dari laras senjata. Yaitu anak peluru, bubuk mesiu yang tidak
terbakar, dan gas. Gas tersebut dihasilkan dari pembakaran bubuk mesiu yang
memberikan tekanan pada anak peluru untuk terlontar keluar dari senjata. Proses
tersebut akan menghasilkan jelaga. Ada bagian yang berbentuk keras seperti isi
pensil untuk menyelimuti bubuk mesiu. Sebenarnya tidak semua bubuk mesiu akan
terbakar; sejumlah kecil tetap tidak terbakar, dan sebagian besar lainnya diledakkan
keluar dari lubang senjta sebagai bubuk, yang masing-masing memiliki kecepatan
inisial sama dengan anak peluru atau misil lain.
Massa materi yang terlontar dari laras pada saat penembakan dapat menjadi
patokan jarak yang ditempuhnya. Gas, yang bersamanya juga terkandung jelaga,
sangat jelas dan dapat melalui jarak yang sangat pendek yang diukur dengan satuan
inch. Bubuk mesiu yang tidak terbakar, dengan massa yang lebih besar, dapat
terlontar lebih jauh. Tergantung kepada tipe bubuknya, kemampuan bubuk mesiu
untuk terlontar bervariasi antara 2-6 kaki (0,6-2 m). Makin berat anak peluru tentu
saja membuatnya terlontar lebih jauh menuju target yang ditentukan atau tidak
ditentukan.

Pemeriksaan & Interpretasi Temuan

 Mati Somatis (mati klinis) : Terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga system
penunjang kehidupan, yaitu susunan saraf pusat, system kardiovaskuler dan system
pernapasan, yang menetap. Secara klinis tidak ditemukan refleks-refleks, EEG

23
mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerak
pernapasan dan suara nafas tidak terdengar pada auskultasi.
 Resapan darah yang luas di daerah kepala : bisa di karenakan cedera kepala oleh
benda tumpul.
 Wajah mayat terdapat bengkak dan memar (hematom) : suatu perdarahan dalam
jaringan bawah kulit/kutis akibat pecahnya kapiler dan vena, yang di sebabkan oleh
kekerasan benda tumpul. Luka memar kadangkala memberi petunjuk tenteng benda
penyebanya dan umur luka memarnya.
 Patah ujung rawan gondok : bisa dikarenakan pemukulan pada bagian leher
 Punggung terdapat memar berbentuk dua garis sejajar (railway hematome) : bisa
menggambarkan benda yang di pakai untuk memukul seperti kayu, gagang rotan dan
gagang sapu.
 Daerah paha di sekitar kemaluannya terdapat beberapa luka bakar berbentuk bundar
berukuran diameter 1 cm: bisa dikarenakan luka sundutan rokok
 Di ujung penisnya terdapat luka bakar yang sesuai jejas listrik : gambaran
mkaroskopis jejas listrik pada daerah kontak berupa kerusakan lapisan tanduk kulit
sebagai luka bakar dengan tepi yang menonjol, disekitarnya terdapat daerah yang
pucatdikelilingi oleh kulit yang hiperemi. Bentuknya sering sesuai dengan benda
penyebab.
 Busa halus di dalam saluran napas dan bintik perdarahan di ke dua paru dan jantung
: merupakan tanda-tanda terjadinya asfiksia yang kemungkinan disebabkan oleh
karena penjeratan. Busa halus timbul akibat peningkatana akitivitas pernapasan pada
fase dispnea yang di sertai sekresi selaput lendir saluran napas bagian atas. Keluar
masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit akan menimbulkan busa yang
kadang-kadang bercmapur darah akibat pecahnya kapiler.
Perbedaan antara pembunuhan dan bunuh diri

Pembunuhan Bunuh Diri

Alat penjerat :

- Simpul Biasanya simpul mati Simpul hidup


- jumlah lilitan
Hanya satu Satu atau lebih
- arah
Mendatar Serong keatas

24
- jarak titik tumpu Dekat Jauh
simpul
Korban :

- jejas jerat Berjalan mandatar Meninggi kearah simpul


- luka perlawanan
+ -
- luka-luka lain
- jarak dari lantai Ada,sering didaerah leher ( - ), luka percobaan

Jauh Dekat

TKP :

- lokasi Bervatiasi Tersembunyi


- kondisi
Tidak teratur Teratur
- pakaian
Tak teratur robek Rapi dan baik

Alat : Dari si pembunuh Berasal dari TKP

Surat peninggalan - +

Keadaan lain pada kasus ini Memperkosa anak pejabat Psikis dari korban karena
polisi disiksa dan di lecehkan
sedemikian parah.

Cara Mati dan Penyebab Kematian

Cara Kematian:

 Pembunuhan / dibunuh
 Bunuh Diri
 Kecelakaan
Sebab Kematian
Penjeratan adalah penekanan benda asing berupa tali, ikat pinggang, rantai, stagen,
kawat, kabel, kaos kaki dan sebagainya, melingkari atau mengikat leher yang makin lama
makin kuat, sehingga saluran pernapasan tertutup. Mekanisme kematian pada pencekikan
adalah: Asfiksia, dengan tanda-tanda seperti berikut:
(1) kongesti pada wajah kulit tampak kemerahan pada wajah dan kepala akibat hambatan
aliran kembali vena ke jantung oleh kompresi leher
25
(2) edema pada wajah pembengkakan jaringan akibat transudasi cairan dari vena akibat
peningkatan vena hasil obstruksi aliran kembali vena ke jantung
(3) sianosis pada wajah warna biru pada kulit akibat adanya darah terdeoksigenasi dalam
system vena yang terkongesti serta kadang-kadang turut melibatkan sistem arteri.
(4) peteki pada kulit wajah dan mata perdarahan halus sebesar ujung jarum lazim
ditemukan di wajah dan sekitar kelopak mata selain pada konjunktiva dan sklera akibat
darah bocor dari vena kecil yang mengalami peningkatan tekanan. Keadaan ini diduga
akibat hipoksia dinding pembuluh darah namun belum terbukti pasti. Peteki bukan
tanda diagnostik asfiksia karena dapat ditemukan pada keadaan batuk atau bersin yang
terlampau keras. Hal yang terkait peteki wajah adalah peteki visceral yang disebut
“Tardieu spots” yang sebelumnya dianggap tanda khas asfiksia kini sudah terbukti
bukan tanda terjadinya obstruksi pernapasan.

- Refleks vagal, terjadi akibat rangsangan pada reseptor nervus vagus pada courpus
caroticus (carotid body) di percabangan arteri karotis interna dan eksterna.

Pada gantung diri, semua arteri di leher mungkin tertekan, sedangkan pada penjeratan,
arteri vertebralis biasanya tetap paten. Hal ini disebabkan oleh karena kekuatan atau beban
yang menekan pada penjeratan biasanya tidak besar.
Terdapat dua jenis simpul jerat, yaitu simpul hidup dan simpul mati. Simpul harus
diamankan dengan melakukan pengitan dengan benang agar tidak berubah pada waktu
mengangkat jerat.
Jejas jerat pada leher biasanya mendatar, melingkari leher, dan terdapat lebih rendah
dari pada jejas jerat pada kasus gantung. Jejas biasanya terletak setinggi atau dibawah rawan
gondok serta simpulnya mati.
Keadaan jejas jerat pada leher sangat bervariasi. Bila jerat lunak dan lebar seperti
handuk atau selendang sutera, maka jelas mungkin tidak ditemukan dan pada otot-otot leher
sebelah dalam dapat atau tidak ditemukan sedikit resapan darah. Tali yang tipis seperti kaos
kaki nylon akan meninggalkan jejas dengan lebar tidak lebih dari 2-3mm. Bila jerat kesar
seperti tali, maka bila tali bergesakan pada saat korban melawan akan menyebabkan luka lecet
disekitar jejas jerat, yang tampak jelas berupa kulit yang mencekung bewarna coklat dengan
perabaan kaku seperti kertas perkamen (luka lecet tekan). Pada otot-otot leher sebelah dalam
tampak banyak resapan darah.

LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN


26
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

RS CIPTO MANGUNKUSUMO

Nomor : 009/VER/I/2010 Jakarta, 20 April


2010

Perihal : Hasil pemeriksaan terhadap beberapa jaringan

Lampiran :-

PRO JUSTITIA

VISUM ET REPERTUM

Saya yang bertanda tangan dibawah ini Dr. Noni Ayunia S, dokter pada Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo, menerangkan bahwa berdasarkan permintaan tertulis dari Kepala
Kepolisian Sektor Polda Metro Jaya tertanggal 20 April 2010 no 009/VER/I/2010, maka pada
tanggal 20 April dua ribu sepuluh, pukul lima belas Waktu Indonesia Bagian Barat, bertempat
di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, telah dilakukan pemeriksaan terhadap jaringan dengan
no regristrasi 0088121, yang menurut surat tersebut adalah:-----------------------------------------
--------------------------------------------

Nama : ---------------------------------------------------------------------------------------------

Umur : ---------------------------------------------------------------------------------------------

Jenis kelamin : Laki-laki

Bangsa : ---------------------------------------------------------------------------------------------

Agama : ---------------------------------------------------------------------------------------------

Pekerjaan : ---------------------------------------------------------------------------------------------

Alamat : ---------------------------------------------------------------------------------------------

27
HASIL PEMERIKSAAN----------------------------------------------------------------------------------
----

1. Wajah mayat terdapat pembengkakan dan memar-------------------------------------------------


-----
2. Pada punggung terdapat memar berbentuk dua garisn sejajar (railway hematome)-----------
3. Didaerah paha sekitar kemaluannya terdapat beberapa luka bakar berbentuk bundar
berukuran diameter kira-kira satu sentimeter------------------------------------------------- -----
-------
4. Diujung penisnya terdapat luka bakar yang sesuai dengan jejas listrik-------------------------
-----
5. Terdapat jejas jerat yang melingkari yang melingkari leher dengan simpul didaerah kiri
belakang yang membentuk sudut keatas------------------------------------------------------------
--------
6. Ditemukan resapan darah yang luas dikepala, pendarahan yang tipis dibawah selaput otak,
sembab otak besar--------------------------------------------------------------------------------------
---------
7. Tidak terdapat resapan kulit leher--------------------------------------------------------------------
---------
8. Sedikit resapan darah di otot leher sisi kiri dan patah ujung rawan gondok sisi kiri----------
----
9. Sedikit busa halus didalam saluran nafas-----------------------------------------------------------
---------
10. Sedikit bintik-bintik pendarahan dipermukaan kedua paru dan jantung------------------------
-----
11. Tidak terdapat patah tulang---------------------------------------------------------------------------
--------
KESIMPULAN---------------------------------------------------------------------------------------------
-----

Pada pemeriksaan ditemukan Wajah mayat terdapat pembengkakan dan memar, pada
punggung terdapat memar berbentuk dua garisn sejajar (railway hematome), didaerah paha
sekitar kemaluannya terdapat beberapa luka bakar berbentuk bundar berukuran diameter kira-
kira satu sentimeter, diujung penisnya terdapat luka bakar yang sesuai dengan jejas listrik,
terdapat jejas jerat yang melingkari yang melingkari leher dengan simpul didaerah kiri

28
belakang yang membentuk sudut keatas, ditemukan resapan darah yang luas dikepala,
pendarahan yang tipis dibawah selaput otak, sembab otak besar, tidak terdapat resapan kulit
leher, sedikit resapan darah di otot leher sisi kiri dan patah ujung rawan gondok sisi kiri, sedikit
busa halus didalam saluran nafas, sedikit bintik-bintik pendarahan dipermukaan kedua paru
dan jantung, tidak terdapat patah
tulang...............................................................................................................
Demikianlah visum et repertum ini dibuat dengan sebenarnya dengan menggunakan
keilmuan yang sebaik-baiknya, mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP)--------------------------------------------------------------------------
-------------

Dokter yang memeriksa

Dr. Noni Ayunia S

DAFTAR PUSTAKA

1. Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Peraturan Perundang-Undangan


Bidang Kedokteran. 2nd Ed. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 1994.

2. Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Ilmu Kedokteran Forensik. 2 nd Ed.
Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
1997.

3. Sampurna B, Syamsu S, Siswaja TD. Peranan Ilmu Forensik Dalam Penegakan Hukum.
Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2003.

29

Anda mungkin juga menyukai