Anda di halaman 1dari 9

Psoriasis

Glenn Joshua Sumadi

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Pendahuluan

Psoriasis merupakan salah satu kelainan kulit yang cukup umum dijumpai pada penjuru dunia.
Kelainan psoriasis ditandai dengan adanya bercak merah pada kulit yang makin lama makin
membesar dan dilapisi oleh sisik tebal yang rapuh. Kelainan ini dapat diturunkan secara genetic
sehingga diperlukan penatalaksanaan yang baik agar mendapatkan hasil pengobatan yang
memuaskan.

Anamnesis

Anamnesis bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai penyakit pasien dan membuat
diagnosis banding.1 Hal ini akan mempengaruhi bagaimana kita akan melakukan tindakan pada
pasien. Pada kasus seperti ini, dapat ditanyakan beberapa pertanyaan untuk membantu
menegakkan diagnosis antara lain seperti:

 Dimana letak bercak timbul?


 Sejak kapan bercak timbul?
 Apakah ada rasa gatal/panas/nyeri?
 Apakah bercak yang timbul bertambah besar?

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, dilakukan pemeriksaan menyeluruh mulai dari keadaan umum, tanda-
tanda vital pasien, dan pemeriksaan secara sistemik2

Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis psoriasis adalah
pemeriksaan fenomena tetesan lilin, fenomena Auspitz, dan fenomena Köbner. Jika dua fenomena
pertama ditemukan diagnosis dapat ditegakkan.3
Untuk melakukan pemeriksaan fenomena tetesan lilin, dilakukan penekanan pada skuama yang
ada pada lesi. Pada psorisasis, skuama yang ditekan akan jatuh dan berwarna putih seperti tetesan
lilin.3,4

Fenomena Auspitz dapat diperiksa dengan melakukan kerokan pada lesi yang timbul. Pada
penderita psoriasis, akan timbul titik-titik perdarahan pada lesi yang dikerok.3

Fenomena Köbner dapat diperiksa dengan menggores kulit yang tidak terdapat lesi. Pada
fenomena Köbner akan timbul lesi baru pada daerah yang digores, lesi baru timbul dalam waktu
sekitar 4 minggu.3

Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada pemeriksaan penunjang yang spesifik dapat dilakukan untuk psoriasis. Akan tetapi
biopsi kulit dapat dilakukan untuk menemukan penebalan epidermis

Diagnosis Kerja

Psoriasis merupakan kelainan kulit yang disebabkan oleh autoimunitas, bersifat kronik, dan
ditandai dengan adanya bercak eritem yang berbatas tegas dengan skuama yang berlapis dan
menebal. Pada kasus psoriasis akan ditemukan fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Köbner.3,5

Diagnosis Banding

Kelainan kulit pada psoriasis dapat dibedakan dengan penyakit lain antara lain adalah dermatitis
seboroik dan sifilis stadium II.3,4

Dermatitis seboroik merupakan kelainan kulit yang ditandai dengan adanya eritem dan skuama.
Skuama pada dermatitis seboroik berwarna kekuningan dan berminyak dan predileksinya adalah
daerah seboroik.3

Penyakit sifilis pada stadium II muncul setelah 6-8 minggu setelah sifilis primer. Lesi pada kulit
yang ditimbulkan oleh sifilis pada stadium II merupakan lesi eritem psoriasisformis sehingga lesi
kulitnya mirip dengan psoriasis. Pada sifilis, lesi kulit yang timbul disertai dengan adanya
pembengkakan kelenjar getah bening.3

Etiologi
Psoriasis merupakan kelainan autoimunitas sehingga tidak ada penyebab spesifik yang berperan
dalam timbulnya penyakit. Psoriasis dapat digolongkan menjadi 2 tipe menurut Henseler dan
Christophers yaitu tipe I dan tipe II. Tipe I merupakan psoriasis yang terkait dengan HLA
sedangkan tipe II merupakan psoriasis yang memiliki sedikit kaitan dengan HLA. Psoriasis tipe I
memiliki hubungan dengan HLA-B13, B17, Bw57, dan Cw6. Psoriasis tipe II memiliki kaitan
dengan HLA-B27 dan Cw2.3,4

Epidemiologi

Berdasarkan laporan yang ada, prevalensi kejadian psoriasis berkisar antara 0.1-11.8% dengan
penyebaran pada wanita dan pria kurang lebih sama besar. Psoriasis dapat timbul pada usia
kapanpun akan tetapi paling sering pada kisaran usia sekitar 15-30 tahun. Adanya HLA-Cw6
umumnya berkaitan dengan timbulnya kelainan pada usia yang lebih dini.4

Patogenesis

Lesi pada psoriasis awalnya timbul berupa lesi macula dan edema yang disertai dengan infiltrasi
sel radang yang ditemukan pada lapisan atas dermis yang umumnya hanya terbatas pada 1-2
papilla dermis. Epidermis pada bagian atasnya menjadi spongiotik disertai dengan hilangnya
lapisan granular.4

Lesi psoriasis yang sudah matang ditandai dengan pemanjangan papilla dermis yang uniformis
disertai dengan penipisan lapisan epidermis di atasnya. Pergerakan dari keratinosit juga meningkat
dari 10% pada kulit normal menjadi 100% pada psoriasis. Massa epidermis juga ditemukan
peningkatan sekitar tiga hingga lima kali yang disertai dengan peningkatan mitosis yang
signifikan.4

Pembentukan epidermis (turn over rate) pada psoriasis meningkat seiring dengan adanya
peningkatan mitosis yang tinggi yaitu hanya sekitar 3-4 hari. Sedangkan pada keadaan normal,
waktu yang diperlukan adalah 27 hari.3

Faktor pencetus psoriasis antara lain dapat berupa infeksi fokal, trauma fisik, obat, alcohol, dan
juga merokok. Infeksi fokal misalnya pada infeksi Streptococcus dapat menimbulkan salah satu
bentuk psoriasis yaitu psoriasis gutata. Trauma fisik dapat menimbulkan lesi psoriasis baru di
tempat yang sebelumnya tidak didapati adanya lesi (fenomena Köbner).3
Gejala Klinis

Gejala klinis psoriasis pada umumnya adalah adanya lesi kulit berupa plak eritema yang
berskuama. Skuama umumnya berlapis dan kasar dan berwarna putih serta transparan. Skuama
yang dikerok akan jatuh dan berwarna putih, fenomena ini disebut fenomena tetesan lilin. Jika
kerokan diteruskan, pada suatu saat akan timbul bercak-bercak perdarahan karena pada penderita
psoriasis papilla dermis mengalami pemanjangan dan penipisan dari lapisan epidermis, sehingga
pada saat dilakukan pengerokan, papilla dermis tergores dan timbul pinpoint bleeding, fenomena
ini disebut fenomena Auspitz. Kedua fenomena ini merupakan fenomena yang khas ditemukan
pada kelainan psoriasis. Fenomena lain yang dapat ditemukan pada psoriasis adalah fenomena
Köbner, yaitu lesi baru yang akan timbul jika pada bagian kulit yang tidak ada lesi mengalami
trauma fisik.3

Psoriasis juga dapat menimbulkan kelainan pada kuku yaitu adanya lekukan-lekukan miliar pada
kuku yang disebut pitting nail. Kelainan ini dapat ditemukan pada setengah dari pasien psoriasis.

Psoriasis memiliki banyak bentuk klinis antara lain adalah psoriasis vulgaris, psoriasis gutata,
psoriasis inversa, psoriasis eksudativa, psoriasis seboroik, psoriasis pustulosa, eritroderma
psoriatik, dan psoriatik artritis.3,4

Psoriasis vulgaris merupakan bentuk psoriasis yang paling sering ditemukan dengan lesi berupa
plak dengan tempat predileksi pada scalp, hairline, ekstremitas bagian ekstensor, dan
lumbosacral.3

Psoriasis gutata merupakan bentuk psoriasis dengan ukuran lesi kurang dari 1cm. Kelainan timbul
secara mendadak dan umumnya diawali dengan adanya infeksi Streptococcus pada saluran
pernapasan atas.3

Psoriasis inversa merupakan psoriasis yang memiliki tempat predileksi pada bagian fleksor
ekstremitas.3

Psoriasis eksudativa sangat jarang ditemukan, bentuk lesi yang timbul tidak kering seperti pada
psoriasis umumnya, melainkan eksudatif seperti dermatitis.3
Psoriasis seboroik merupakan gabungan antara psoriasis dan dermatitis seboroik. Skuama yang
timbul menjadi agak berminyak dan memiliki tempat predileksi seperti pada umumnya juga pada
daerah seboroik.3

Psoriasis pustulosa merupakan kelainan psoriasis dimana lesi yang timbul merupakan pustul-
pustul. Psoriasis pustulosa dibagi menjadi dua yaitu psoriasis pustulosa lokalisata dan
generalisata.3

Eritroderma psoriatik merupakan perjalanan dari psoriasis yang tidak ditangani dengan baik
sehingga terjadi perluasan penyakit. Lesi khas psoriasis biasanya sudah tidak tampak karena
terdapat eritem dan skuama tebal universal.3

Psoriatik artritis merupakan manifestasi dari psoriasis yang tidak timbul pada kulit melainkan pada
sendi. Manifestasi ini ditemukan pada 40% pasien psoriasis dan memiliki kaitan yang erat dengan
faktor genetik.3

Gambar 1. Psoriasis gutata


Gambar 2. Macam-macam bentuk psoriasis

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan untuk pasien psoriasis disesuaikan dengan beratnya penyakit yang diderita
pasien. Untuk kasus ringan dapat digunakan pengobatan topikal, untuk kasus sedang dapat
digunakan fototerapi, sedangkan untuk kasus berat dapat digunakan pengobatan secara sistemik.3-
5

 Pengobatan Topikal

Pengobatan yang dapat diberikan secara topikal antara lain adalah preparat tar,
kortikosteroid, vitamin D3 dan derivatnya, Antralin (ditranol), dan tazaroten.

Efektivitas pengobatan topikal tertinggi ada pada penggunaan kortikosteroid akan tetapi
memiliki efek samping paling besar. Pada penggunaan tazarotene, efektivitas dapat
ditingkatkan dengan penggunaan kortikosteroid dan terapi UVB.

Antralin (ditranol) memilik efektivitas yang cukup baik, akan tetapi mewarnai kulit dan
pakaian.
 Fototerapi
Pengobatan yang dapat diberikan dengan cara penyinaran antara lain adalah menggunakan
narrow-band UVB dan PUVA.
Narrow-band UVB memiliki panjang gelombang 312nm memiliki kemampuan fototerapi
yang superior dibandingkan dengan UVB biasa efektivitas terapi ini hampir sama dengan
terapi menggunakan PUVA. Obat-obatan lain seperti golongan retinoid yang
meningkatkan fotosensitivitas dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas dari terapi
ini.
PUVA merupakan kombinasi terapi penggunaan psoralen dengan penyinaran dengan UVA
gelombang panjang. Efektivitas terapi PUVA lebih tinggi dibandingkan dengan UVB tapi
kurang nyaman jika dibandingkan.

 Pengobatan Sistemik
Obat-obat yang dapat diberikan secara sistemik antara lain adalah metotreksat, asitretin,
kortikosteroid, dan sulfasalazine
Metotreksat merupakan obat yang efektif untuk penanganan psoriasis yang juga
diindikasikan untuk terapi jangka panjang pada bentuk psoriasis yang lebih berat.
Metotreksat bekerja dengan menghambat hiperproliferasi epidermis. Metotreksat dosis
rendah (0,1-0,3mg/kgbb/minggu) bekerja lebih efektif. Pada dosis ini, metotreksat
menghambat proliferasi limfosit tapi tidak menghambat proliferasi keratinosit.
Asitresin merupakan retinoid sistemik yang digunakan untuk mengobati psoriasis. Dosis
awal asitresin yang tinggi mengobati psoriasis lebih cepat.
Gambar . Terapi Psoriasis

Prognosis

Sebagian besar kasus psoriasis bersifat kronis dan residitif. Namun pada beberapa kasus psoriasis
berat seperti eritroderma psoriatik dapat menyebabkan gangguan pada sistem kardiovaskular.5
Kesimpulan

Psoriasis merupakan kelainan autoimunitas yang menimbulkan lesi berupa plak eritem berskuama
pada kulit. Psoriasis bersifat kronis residitif sehingga diperlukan terapi jangka panjang. Terapi
yang diberikan pada penderita psoriasis disesuaikan dengan derajat keparahan dari penyakit yang
diderita.

Daftar Pustaka

1. Supartondo, Setiyohadi B. Anamnesis. Dalam: Setiadi S, Alwi I, Sudoyo AW,


Simadibarata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-6.
Jakarta: Interna Publishing; 2014. h.125-7
2. Setiyohadi B, Subekti I. Pemeriksaan fisis umum dan kulit. Dalam: Setiadi S, Alwi I,
Sudoyo AW, Simadibarata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Edisi ke-6. Jakarta: Interna Publishing; 2014. h. 129
3. Djuanda Adhi. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi V. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2008; 189-203.
4. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ. Fitzpatrick’s
dermatology in general medicine. McGrawHill; 2008. h.169-93
5. Brown G, Burns T. Lecture notes Dermatologi. Jakarta: Erlangga; 2007. h.79-89

Anda mungkin juga menyukai