Gita Puspitasari
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Abstrak
Bercak merah atau eritema merupakan kelainan pada kulit yang disebabkan oleh
pelebaran pembuluh darah kapiler yang bersifat reversibel. Skuama atau sisik adalah
lapisan dari stratum korneum yang terlepas pada kulit. Seseorang dengan keluhan bercak
merah disertai sisik dapat menjurus pada kelompok penyakit dermatosis eritoskuamosa yang
salah satunya adalah psoriasis. Psoriasis merupakan jenis dermatosis eritroskuamosa yang
bersifat kronik residif. Psoriasis dapat mengenai laki-laki dan perempuan dengan prevaleni
yang tidak juah dan dapat mengenai seluruh usia. Psoriasis adalah penyakit peradangan
umum kulit, yang etiologinya dikaitkan dengan interaksi kompleks antara predosposisi gen
dan lingkungan. Patofisiologi psoriasis ditandai dengan hiperoprolipratif epidermal,
peningkatan produksi sitokin, serta adanya angiogenesis.
Katakunci : skuama, dermatosis eritoskuamosa, psoriasis.
Alamat korespondensi:
Gita Puspitasari, 102011327, Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana, Jalan Arjuna
Barat No. 6, Jakarta Barat 11510, e-mail: gita_puspitasai64@yahoo.com
Pendahuluan
Gatal adalah seseorang yang secara spontan untuk melakukan garukan. Karena
garukan dapat timbul kemerahan. Namun berbeda dengan keluhan bercak merah yang disertai
dengan rasa gatal, bercak merah dan gatal suatu hal yang global, tidak spesifik untuk
menegakan diagnosis. Maka perlu anamnesis, pemeriksaan fisik yang cermat.
Pada kali ini didapatkan skenario 7 : Seorang laki-laki usia 40 tahun datang ke
poliklinik dengan keluhan berupa bercak merah bersisik pada siku sejak 6 minggu yang lalu.
Bercak bersisik disertai rasa gatal. Makin lama bercak makin meluas dan sisik bertambah .
Dengan keluhan pasien seperti itu bercak merah adanya sisik pada kulit dan disertai rasa gatal
maka tertujulah pada dermatosis eritroskuamosa. Dermatosis eritroskuamosa yang terdiri dari
beberapa penyakit kulit yang digolongkan lagi di dalamnya, sesuai dengan kasus skenario
tempat predileksi pada siku yang masih diduga pada psoriais.
Psoriasis adalah suatu penyakit rada kulit kronis yang ditandai penebalan kulit disertai
timbul bercak merah, sisik putih kasar. Psoriasis bukan penyakin menular, tetapi bersifat
menurun. Psoriasis penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif. Pada
psoriasis juga dapat ditemukannya fenomena tetesan lilin, auspitz dan koebner.
Anamnesis
Sebagian besar pasien datang dengan keluhan ruam. Sebagian penderita mengeluh
gatal ringan. Terdapat keluhan timbul bercak merah di daerah predileksi psoriasis, yaitu pada
daerah scalp (kulit kepala), perbatasan dengan wajah, pada daerah siku atau lutut, sakral
gluteal, kulit kepala, telapak tangan dan kaki dengan pola distribusi bilateral, biasanya
simetris (daerah predileksi). Gejala lain diantaranya gatal, muka merah, nyeri, rambut rontok,
perubahan pada kuku dan ulserasi. Yang penting untuk ditanyakan adalah ciri-ciri spasiotemporal dari
keluhan utama :1
Pada anamnesis juga di tanyakan keluhan penyerta lainnya, misalnya apakah gatalnya
terjadi pada waktu atau musim tertentu atau akibat pemakaian bahan-bahan kosmetik tertentu,
reaksi alergi akibat obat, kontak dengan barang atau benda iritan dan sebagainya. Riwayat
penyakit dan riwayat kesehatan di keluarga juga perlu di tanyakan, karena penyakit psoriasis
ini dapat di turunkan secara genetik, adanya penyakit kronis seperti gagal ginjal kronik atau
diabetes juga perlu di tanyakan, selain itu pola kebiasaan hidup juga perlu di telusuri, karena
walaupun penyakit ini tidak menular tapi dapat berhubungan dengan sistim imun, dimana
sistim imun yang rendah, merokok, alkohol dan lain sebagainya merupakn faktor predisposisi
penyakit ini. dan perlu di ingat penyakit ini sering di temukan pada penderita dengan imun
2
Pemeriksaan fisik
Gambaran umum pada psoriasis, lesi yang khas berupa plakat merah muda salmon
berbatas tegas dengan sisik keperakan, biasanya terjadi pada siku lengan, lutut, kulit kepala,
daerah lumbosakral, celah intergluleal dan glans penis. Adapula variasi-variasi anular linier,
girata dan serpiginosa. Psoriasi juga dapat timbul sebagai pembentukan sisik di seluruh
tubuh, tetapi pada stadium penyembuhan sering eritema yang di tengah menghilang dan
hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar, dan berwarna putih seperti mika,
serta transparan. Besar kelainan bervariasi : lentikular, numular, atau plakat, dapat
berkonfluensi.2
Terdapat 3 tanda psoriasis, yaitu:
Fenomena Auspitz
Skuama yang berlapis-lapis dikerok, misalnya dengan pinggir gelas alas. Setelah
skuamanya habis, maka pengerokan harus dilakukan perlahan-lahan, jika terlalu
dalam tidak akan tampak perdarahan yang berbintik-bintik, melainkan perdarahan
yang merata. 3
3
Pemeriksaan Penunjang
Secara histopatologi, jelas terdapat akantosis dengan elongasirete dan mitosis di atas
lapisan basal. Startum granulosum menipis atau hilang dengan parakeratosis luas disebelah
atasnya. Epidermis diatas papila dermal menipis, pembuluh pembuluh berdilatasi didalam
papila ini yang mengakibatkan perdarahan titik (pinpoint) bila sisik diatasnya diangkat (tanda
auspitz).2-3
Agregat-agregat neutrofil di epidermis terbentuk didalam spongiotik kecil di statrum
spinosum atau didalam stratum korneum parakeratotik. Yang lebih besar, timbunan seperti
abses juga dapat terjadi pada psoriasis. 2-3
Diagnosis
Differential Diagnosis
1. Psoriasis
Psoriasis adalah penyakit kronik meradang yang diidentifikasi sejak tahun
1841 namun kemunculannya telah diketahui beberapa abad sebelumnya. Psoriasis
ditandai oleh percepatan pertukaran sel-sel epidermis sehingga terjadi proliferasi
abnormal epidermis dan dermis. Kulit menunjukan kemerahan disertai plak bersisik
yang gembung yang dapat menutupi permukaan tubuh. Psoriasis sangat dipengaruhi
oleh faktor genetis dan prevalensinya beragam berdasarkan suku dan orang kaukasia
lebih sering terkena dibandingan orang Afrika pedalaman. Kualitas hidup pasien yang
menderita penyakit ini, baik. Dalam derajat moderate atau berat menunjukan
gangguan yang ekstrem. Hal ini diperkuat dengan hasil penilitian yang menunjukan
bahwa tingkat kualitas hidup penderita menurun pada pasien emfisema dan gagal
jantung. Psoriasis biasanya dialami oleh individu berusia sekitar 20 tahunan namun
bisa juga lebih muda. 4
2. Psoriasis rosea
Berbeda degan psoriasis, pitiriasis rosea merupakan erupsi akut dan swasirna
yang sering menyerang orang dewasa muda dan remaja. Pitiriasis rosea dimulai
dengan lesi oval, bersisik yang dinamakan herald patch. Dalam waktu seminggu
timbul bercak multiple, berwarna merah muda dengan skuama halus di sekelilingnya
di daerah leher, tubuh dan ektremitas proksimal. Lesi berikutnya, timbul 4-10 hari
setelah lesi pertama, memberi gambaran yang khas, sama dengan lesi pertama hanya
lebih kecil, susunannya sejajar dengan costa, hingga menyerupai pohon cemara
terbalik. Lesi tersebut timbul serentak atau timbul dalam beberapa hari. Tempat
predileksi pada badan, tangan bagian proksimal, dan paha atas sehingga seperti
pakaian renang wanita jaman dahulu. Kecuali bentuk yang lazim berupa eritoskuama,
pitiriasis rosea dapat juga berbentuk urtika, vesikel, dan papul yang ;ebih sering
terdapat pada anak-anak. 3
Diagnosis pitiriasis
rosea
dapat ditegakakn
dengan anamnesis
dan
nyeri sendi, pembesaran kelenjar limfe. Setelah itu munculn gatal dan lesi kulit.
Banyak penyekit yang memberikan gambaran seperti pitiriasis rosea seperti dermatitis
numularis, sifilis sekunder dan sebaginya. Pitiriasis rosea merupakan pen yakit yang
dapat sembuh sendiri, oleh kerena itu, pengobatan yang diberikan adalah pengobatan
supportif. Obat yang diberikan dapat berupa kortikosteroid, antivirus, dan obat topikal
untuk mengurangi pruritus.3
3. Dermatitis seborik
Dermatitis seborik biasanya menyerang kulit kepala, alis, lipatan nasolabial,
telinga dan anterior dada. Timbul bercak-bercak eritematosa berskuama yang
intermiten. Keadaan ini dapat timbul setiap saat sejak masa bayi samapai masa tua dan
dapat terasa agak gatal. Penyebabnya tidak diketahui tetapi agaknya faktor-faktor
genetik memegang peranan yang penting, belakangan ini Pityrosporum ovale
dianggap berperan dalam patogenesis dermatitis seborik. Pada bentuk yang lebih
berat, seluruh badan tertutup oleh krusta-krusta yang kotor dan berbau tidak sedap. 3
Psoriasis berbeda dengan dermatitis seborik karena terdapat skuamaskuama yang berlapis-lapis disertai tanda tetesan lilin dan auspitz. Tepat predileksinya
juga berbeda. Hanya saja psoriasis dengan dermatitis seborik akan sulit dibedakan jika
terjadi pada skalp, perbedaannya ialah skuama yang lebih tebal dan putih seperti mika,
kelainan kulit juga pada perbatasan wajah dan sklap dan tempat-tempat lain sesuai
dengan tempat predileksinya seangkan pada dermatitis seborik skuama berwarna
kekuning-kuningan berminyak ditempat predileksinya. 3
4. Neurodermatitis sirkumkripta
Peradangan kulit kronis, gatal, sirkumkripta, ditandai dengan kulit tebal dan
garis kulit tampak lebih menonnjol (likenifikasi) menyerupai kulit batang kayu, akibat
garukan atau gosokan yang berulang-ulang karena sebagai rangsangan pruritogenik.
Pruritus memainkan peran sentral dalam timbulnya pola reaksi kulit berupa
likenifikasi dan prurigonodularis. Hipotesis mengenai pruritus dapat oleh karena
adanya penyakit yang mendasari, misalnya gagal ginjal kronis, obstruksi saluran
empedu, limfoma hodgkin dan lain sebagainya. 5
Pada prurigo nodularis jumlah eusinofil meningkat. Eusinofil berisis protein X
dan protein kationik yang dapat menimbulkan degranulasi sel mast jumlah sel
langerhans juga bertambah banyak. Saraf yang banyak berisi CGRP ( Calcitonin Gene
Related Peptide) dan SP (Subtance P), bahan imunoreaktif, jumlahnya didermis
6
Etiologi
Penyebab psoriasis masih menjadi bahan penilitian yang belum dapat di peahkan
keseluruhannya. Umumnya para peneliti menyatakan, bahwa psoriasi memiliki hubungan
dengan faktor keturunan, terbukti bahwa banyak kasus paoriasis yang di derita oleh yang
orang tuanya juga mengidap psoriasis, sehingga penderita psoriasis juga memiliki potensi
menurunkan kelainannya kepada keturunaannya kelak. Lebih dari ribuan gen, terutama gen
respons imun dan proliferasi diketahui berperan dalam pathogenesis dan terbentuknya
psoriasis. Factor lingkungan termasuk trauma pada kulit, infeksi virus atau bakteri, merokok
dan stress dapat memperparah penyakit. Obat tertentu seperti penghambat ACE
(Angggiotension Converting Enzim) dan litium dapat menjadi factor presipitasi atau
memperburuk perjangkitan. Terdapat kerentanan multigen, beberapa tipe HLA (Cw6)
berhubungan dengan kelainan kulit saja, namun tipe lainnya berhubungan dengan penyakit
sendi tambahan. 4
Epidemiologi
Kasus psoriasis makin sering dijumpai. Meskipun penyakit ini tidak menyebaban
kematian, tetapi menyebabkan gangguan kosmetik, terlebih-lebih mengingat bahwa
perrjalannanya menahun dan residif. 3
Insidens pada orang kulit putih lebih tinggi daripada penduduk kulit berwana. Di Eropa
dilaporkan sebanyakan 3-7%, di Amerika serikat 1-2% , sedangkan di jepang 0,6%. Pada
7
bangsa berkulit hitam misalnya di afrika, jarang dilaporkn, demikiamn pula bangsa indian di
amerika. Insidens pada pria agak lebih banyak dibandingkan wanita, psorasis terdapat pada
semua usia, tetapi umumnya mengenai orang dewasa. 3
Patogenitas
Faktor genetik berperan, bila orang tuanya tidak menderita posriasis resiko psoriasis
12%, sedangkan jika salah satu orang tuanya menderita psoriasis resiko mencapai 34-39%.
Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe: Psoriasis tipe I dengan awitan dini bersifat
familial, psoriasis tipe II dengan awitan lambat bersifat nonfamilial. Hal ini yang menyokong
adalah faktor genetik ialah bahwa kasus psoriasis berkaitan dengan HLA. Psoriasis tipe I
berhubungan dengan HLA-B13, B17, Bw57 dan Cw6. Psoriasis tipe II berkaitan dengan
HLA-B27 dan Cw2, sedangkan psoriasis pustulosa berhubungan dengan HLA-B27. 3,7,8
Faktor imunologik juga berperan. Defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan
pada salah satu dari tiga jenis sel yaitu limfosi T, sel penyaji antigen (dermal) atau kertinosit.
Keratinosit psoriasis membutuhkan stimulus untuk mengaktivasi. Lesi psoriasi matang
umumnya penuh dengan sebuhan limfosit T pada dermis yang terutama terdiri dari limfosit T
CD4 dengan sedikit sebukan limfositik dalam epidermis. Sedangkan pada lesi baru umumnya
lebih banyak didminasi oleh limfosit T CD8. Pada lesi psoriasis kurang lebih terdapat 17
sitokin yang produksinya bertambah. Sel langerhans juga berperan dalam imunopatogenesis
psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis diawali dengan adanya pergerakan antigen, baik
eksogen maupun endogen oleh sel langerhans. 3,7,8
Berbagai faktor pencetus pada psoriasis diantaranya stres psikik, infeksi fokal,
trauma, endrokin, gangguan metabolik, obat-obatan, alkohol dan merokok. Stres psikik
merupakan faktor pencetus utama. Infeksi fokal mempunyai hubungan erat dengan salah satu
bentuk psoriasis gutata, sedangkan hubungannya dengan psoriasis vulgaris tidak jelas.
Gangguan metabolisme, contohnya hipokalsemia dan dialisis telah dilaporkan sebagai faktor
pencetus. Obat yang umumnya dapat menyebabkan residif adalah beta-andrenergic blocking
agents, litium, antimalaria, dan penghentian mendadak kortikosteroid. 3
Manisfestasi klinis
Keadaan umum tidak dipengaruhi, kecuali psoriasis yang menjadi eritroderma.
Sebagian besar penderita mengeluh gatal ringan. Tempat predileksi pada daerah sklap,
perbatrasaan daerah tersebut dengan muka, ektremitas bagian ekstensor terutama siku, lutut
dan daerah lumbosacral.3
Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritem yang meninggi (plak) dengan skuama
diatasnya. Eritem sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium penyembuhan sering eritema
8
yang itengah menghilang dan hanya terdapat dipinggir. Skuama berlapi-lapis, kasar dan
berwarna putih seperti mika serta transparan. Besarnya kelainan bervariasi mulai dari
lentikular, numular, atau plakat dan dapat berkonfluensi. Jika seluruhnya atau sebagian
lentikular gutata, biasanya pada anak-anak dan dewasa muda dan terjadi setelah infeksi akut
oleh Streptococcus.3
Pada psorias terdapat fenomana tetas lilin, auzpitz dan kobner. Kedua fenomena yang
dissbeut lebih dulu dianggap khas, sedangkan yang terakhir tidak khas, hanya kira-kira 47%
yang positif dan di dapati pada penyakit lain, misalnnya liken planus dan veruka plana
juvenilis.3
Fenomena tetesan lilin ialah skuama yangb berwarna menjadi putih pada goresan lilin
yang digores, disebakan oleh berubahnya indeks bias. Cara menggores dapat dengan pinggir
gelas alas. Pada fenomena auspitz tampa serum atau darah berbintik-bintik yang disebabkan
oleh papilomatosis. Cara mengerjakanya demikian : skuama yang berlapis itu dikerok,
misalnya dengan pinggir gelas alas, setelah skuamanya habis maka pengerokan harus secara
perlahan, jika terlalu dalam tidak akan tampak perdarahan yang berbintik-bintik, melainkan
oerdarahan yang merata. Trauma pada penderita psoriasis misalnya garukan, dapat
menyebabkan kelanan yang sama dengan kelainan psoriasis dan disebut fenomena kober
yang timbul kira-kira setelah 3 minggu.3
Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan kuku, yakni sebanyak kira-kira 50%, yang
agak khas ialah pitting nail atau nanil pit berupa lekukan-lekukan miliar. Kelainan yang tidak
khas ialah, kuku keruh, tebal, bagian distalnya terangkat karena terdapat lapisan tanduk
dibawahnya (hiperkeratosis sublungual) dan onikolisis.3
9
Disamping menimbulkan kelainan pada kulit dan kuku, penyakit ini dapat pula
menyebabkan kelainan sendi (artritis psoriatik), terdapat pada 10-15% pasien psoriasi,
umumnya pada sendi distal interfalang. Umumnya bersifat poliartiku;ar, tempat predileksinya
pada sendi interfalangs distal, terdapat pada usia 30-50 tahun. Sendi membesar, kemudian
terjadi ankilosis dan lesi kistik subkorteks. Kelainan pada mukosa jarang ditemukan dan
tidak penting untuk diagnosis.3
Bentuk klinis
1. Psoriasis vulgaris
Bentuk ini ialah lazim yang tertdapat karena itu disebut vulgaris, dinamakan
pula tipe plak karena lesi-lesinya berbentuk plak. Bentuk ini dicirikan oleh lesi
kemerahan, meradang dan meninggi yang ditutupi oleh skuama putih mengkilat
seperti mika, berlapis, biasanya skuama mudah lepas dalam bentuk lembaran, tetapi
dapat melekat erat dan terlepas setelah digaruk seperti ketombe. Lesi-lesinya
umumnya berbentuk plak. Predileksi di siku, lutut, kulit kepala dan punggung bawah.
Variasi ukuran psoriasis plak lebih dari 15 cm biasanya dijumpai di daerah
lumbosakral dan tungkai disebut psoriasis gajah (elephantine) dan dapat bersifat
menahun. 3,7
2. Psoriasis gutata
Diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1cm. Timbulnya mendadak dan
diseminata, umumnya setelah infeksi streptococcus di saluarn napas bagian atas
sehabis influenza atau mmorbili terutama pada anak dan dewasa muda. Selain itu juga
dapat timbul setelah infeksi lain, baik bakterial maupun viral.3
10
3. Psoriasis inversa
Psoriasis tersebut mempunyai tempat predileksi pada daerah fleksor sesuai
dengan namanya. 3
4. Psoriasis eksudativa
Bentuk tersebut sangat jarang, biasanya kelainan psoriasis kering, tetapi pada
bentuk ini kelainnya berbentuk eksudatif seperti dermatitis akut.3
5. Psoriasis seborik (seboriaisis)
Gambaran klinis psoriasis seborik merupakann gabungan antara psoriasis dan
dermatitis seborik, skuama yang bisanya kering menjadi agak lunak. Selain berlokasi
yang lazim, juga terdapat pada tempat seborik. 3
11
6. Psoriasis pustulosa
12
Penatalaksanaan
a. Medicamentosa
Terapi topikal
1. Preparat ter
Obat topikal yang biasa digunakan ialah preparat ter, efeknya ialah anti radang.
yang berasal dari kayu, sebaliknnya kemungkinan memberikan iritasi juga lebih
besar. 3
Pada psoriasis yang telah menahun lebih baik digunakan ter yang berasal dari
batubara, karena ter tersebut lebih efektif daripada ter yang berasal dari kayu. Dan
pada psoriasis yang menahun kemungkinan terjadinya iritasi kecil. Sebaliknya pada
psoriasis akut dipilih ter dari kayu, karena jika dipakai ter dari batubara dikuatirkan
akan terjadi iritasi dan menjadi eritroderma. Konsentrasi yang biasa digunakan 2-5%,
dimulai dengan konsentrasi rendah, jika tidak ada perbaikan konsentrasi dinaikkan.
Supaya lebih efektif, maka daya penetrasi harus dipertinggi dengan cara
menambahkan asam salisilat 3-5%. Sebagai vehikulum harus digunakan salep, karena
mempunyai daya penetrasi yang baik. 3
2. Kortikosteroid topikal
Memberikan hasil yang baik. Potensi dan vehikulum bergantung pada
lokasinya. Pada scalp, muka, dan daerah lipatan digunakan krim. Di tempat lain
digunakan salep. Pada daerah muka, lipatan dan genitalia eksterna dipilih potensi
sedang. Bila digunakan potensi kuat pada muka dapat memberikan efek samping
diantaranya teleangiektasis, sedangkan di lipatan berupa striae atrofikans. Pada batang
tubuh dan ekstremitas digunakan salep dengan potensi kuat atau sangat kuat
bergantung pada lama penyakit. Jika telah terjadi perbaikan, potensi dan frekuensinya
dikurangi. 3
3. Ditranol (antralin)
Obat ini dikatakan efektif. Kekurangannya adalah mewarnaik kulit dan
pakaian. Konsentrasi yang digunakan biasanya 0,2-0,8% dalam pasta, salep, atau
krim. Lama pemakaian hanya seperempat sampai setengah jam sehari sekali untuk
mencegah iritasi. Penyembuhan dalam 3 minggu. 3
4. Calcipotriol
Calcipotriol (MC 903) ialah sintetik vitamin D, preparatnya berupa salep atau
krim 50 mg/g, efeknya antiproliferasi. Perbaikan setelah 1 minggu. Efektivitas salep
ini sedikit lebih baik daripada salep betametason 17/ valerat. Efek sampingnya pada
4-20% penderita berupa iritasi yakni rasa terbakar dan tersengat, dapat pula terlihat
eritema dan skuamasi. Rasa tersebut akan menghilang setelah beberapa hari sesudah
obat dihentikan. 3
5. Tazaroten
Obat ini merupakan molekul retinoid asetilinik topikal, efeknya menghambat
proliferasi dan normalisasi petanda diferensiasi keratinosit dan penghambat petanda
14
proinflamasi pada sel radang yang menginfiltrasi kulit. Tazaroten tersedia dalam
bentuk gel dan krim dengan konsentrasi 0,05% dan 0,01%. Bila dikombinasikan
kortikosteroid potensi sedang dan kuat akan mempercepat penyembuhan dan
mengurangi iritasi. Efek sampingnya ialah iritasi berupa gatal, rasa terbakar, dan
eritema pada 30% kasus, juga bersifat fotosensitif. 3
6. Emolien
Efek emolien ialah melembutkan permukaan kulit. Pada batang tubuh (selain
lipatan), ekstremitas atas dan bawah biasanya digunakan salep dengan bahan dasar
vaselin. Fungsinya juga sebagai emolien dengan akibat meningginya daya penetrasi
bahan aktif. Emolien yang lain ialah lanolin dan minyak mineral. Jadi emolien sendiri
tidak mempunyai efek anti psoriasis. 3
7. Pengobatan fototerapi
Seperti diketahui sinar ultraviolet mempunyai efek mengambat mitosis,
sehingga dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis. Cara yang terbaik adalah
penyinaran secara alamiah, tetapi saying tidak dapat diukur dan jika berlebihan malah
akan memperparah psoriasis. Karena itu digunakan sinar ultraviolet artificial,
diantaranya sinar A yang dikenal sebagai UVA. Sinar tersebut dapat digunakan sendiri
atau kombinasi dengan psoralen (8-metoksipsoralen, metoksalen) dan disebut PUVA,
atau bersama-sama dengan preparat ter yang dikenal dengan pengobatan cara
Goeckerman. 3
UVB juga dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis vulgaris, gutata,
pustulosa, dan eritroderma. Pada psoriasis vulgaris dan gutata dikombinasi dengan
salep likuor karbonis deterjen 5-7% yang dioleskan sehari 2 kali. Sebelum disinar
dicuci dahulu. Dosis UVB pertama 12-13 mJ menurut tipe kulit, kemudian dinaikka
berangsur-angsur. Setiap kali dinaikkan sebagai 15% dari dosis sebelumnya, diberikan
seminggu 3 kali. 3
Terapi sistemik
1. Kortikosteroid
Dapat mengontrol psoriasis, dosisnya kira-kira ekuivalen dengan prednisone
30 mg/hari. Setelah membaik dosis diturunkan perlahan-lahan. Kemudian diberi dosis
pemeliharaan. Penghentian obat secara mendadak akan menyebabkan kekambuhan
dan dapat terjadi psoriasis pustulosa generalisata. 3
2. Obat sitostatik
Obat sitostatik yang biasanya digunakan ialah metotreksat. Indikasinya ialah
untuk psoriasis pustulosa, psoriasis arthritis dengan lesi kulit, dan ertritroderma
15
adalah imunosupresif.
Dosisnya
nefrotoksik dan hepatotoksik. Hasil pengobatan untuk psoriasis baik, hanya setelah
obat dihentikan dapat terjadi kekambuhan. 3
b. Non medicamentosa
16
bermanfaat
untuk mencegah
terjadinya
psoriasis
atau
mencegah
Prognosis
Psoriasis merupakan keadaan penyakit seumur hidup namun dapat dikendalikan dengan
pengobatan. Psoriasis dapat hilang tetapi suatu saat akan kembali. Dapat terkontrol baik
dengan pengobatan, setidaknya dalam jangka pendek.9
Komplikasi
Komplikasi infeksis kulit yang parah dapat terjadi Artitis deformans yang mirip artitis
rheumatoid disebut artitis psoriatika timbul pada sekiat 30-40% pasien psoriasis. Bila berat
psoriasis dapat menjadi penyakit yang melemahkan. Berdampak pada penurunan harga diri
pasien menimbulkan stres psikoloiogis,ansietas deperesi dan marah.4
Kesimpulan
Dari skenario yang didapat masih belum dapat dipastikan, tetapi diduga yang paling
mendkati adalah psoriasis. Dengan adanya bercak merah bersisik disertai rasa galat pada
tempat predileksi psoriasis yang pada skenario dikeluhkan pada sikunya. Psoriais merupakan
penyakit autoimun yang bersifat kronik dan residif. Psoriaisis lebih dominan pada pria
dewasa dan berkulit putih bila dibandingkat dengan kulit berwarna prevalensinya lebih
rendah.
Penyabeb psoriasis masih belum diketahui secara pasti, namun dapat diakatan
dfaktor genetik berperan didalamnya. Manisfestasi klinik pada psoriasis adanya eritma
disertai skuama yang tebal dan berwarna putih dan terjadi pada predileksi diantaranya sklap,
siku, lutut, lumbosacral. Psoriasis tidak menyebabkan kematian, hanya saja dengan dapat
menghilang sejenak yang nantinya dapat timbul kembali tetapi dapat dikendalikan dengan
pengobatan.
Daftar Pustaka
1. At a Glance. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga; 2005.h. 58-9.
17
2. Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. Buku saku dasar patologi penyakit. Edisi 6.
Jakarta: EGC; 2005.h.714-3.
3. Djuanda A. Dermatosis eritroskuamosa. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S.
Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi keenam. Jakarta: FKUI;2013.h.189-200.
4. Corwin EJ. Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2009.h. 111-3.
5. Sularsito SA, Djuanda S. Dermatitis. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu
penyakit kulit dan kelamin. Edisi keenam. Jakarta: FKUI;2013.h.147-8.
6. Dharmojono. Teknik hebat penyembuhan dengan akupuntur dan moksibasi. Cetakan
1. Yogyakarta: Media pressindo; 2009.h. 191.
7. Sterry W, Paus R, Bugrdorf W. Dermatology. Germany: Theime; 2006.h. 262-79.
8. Lowes MA, Bowcock A, Krueger JG. Pathogenesis ans therapy of psoriasis. Nature.
2007; 445: 866-7.
9. Williams HC. Evidence based dermatology. Singapore: Utopia press pte ltd; 2008.h.
172.
18