Anda di halaman 1dari 38

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pernyataan Masalah


Pengeringan adalah proses pengeluaran air atau pemisahan air dalam jumlah
yang relatif kecil dari bahan dengan menggunakan energi panas. Hasil dari proses
pengeringan adalah bahan kering yang mempunyai kadar air setara dengan kadar
air keseimbangan udara normal atau setara dengan nilai aktivitas air yang aman
dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis dan kimiawi. Proses pengeringan suatu
material padatan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain luas permukaan
kontak antara padatan dengan fluida panas, perbedaan temperatur antara padatan
dengan fluida panas, kecepatan aliran fluida panas serta tekanan udara.
Proses pengeringan pada prinsipnya menyangkut proses perpindahan massa
dan perpindahan panas yang terjadi secara bersamaan. Proses perpindahan panas
yang terjadi dengan cara konveksi serta perpindahan panas secara konduksi dan
radiasi tetap terjadi dalam jumlah yang relatif kecil. Pertama-tama panas harus
ditransfer dari medium pemanas ke bahan. Selanjutnya setelah terjadi penguapan
air, uap air yang terbentuk harus dipindahkan melalui struktur bahan ke medium
sekitarnya. Proses ini akan menyangkut aliran fluida dengan cairan harus
disediakan untuk menguapkan air dan air harus mendifusi melalui berbagai
macam tahanan agar dapat lepas dari bahan dan berbentuk uap air yang bebas.
Lama proses pengeringan tergantung pada bahan yang dikeringkan dan cara
pemanasan yang digunakan. Tujuan dilakukannya proses pengeringan adalah
untuk memudahkan penanganan selanjutnya, mengurangi biaya transportasi dan
pengemasan, mengawetkan bahan, meningkatkan nilai guna suatu bahan atau agar
dapat memberikan hasil yang baik. Meskipun demikian ada kerugian yang
ditimbulkan selama pengeringan yaitu terjadinya perubahan sifat fisika dan
kimiawi bahan serta terjadinya penurunan mutu bahan.

1.2 Tujuan Percobaan


1. Menentukan kadar air suatu bahan baik dalam bentuk % massa maupun
rasio massa.
2

2. Mengukur laju alir sautu arus udara dan menerapkan hukum kontinuitas.
3. Mengukur temperatur dry bulb dan wet bulb.
4. Menentukan kelembaban udara didasarkan pada dry bulb dan wet bulb
dengan menggunakan phychrometer chart.
5. Membuat kurva karakteristik pengeringan.
6. Menjelaskan perbedaan mekanisme pengeringan disetiap periode
pengeringan pada kurva karakteristik.
7. Menjelaskan pengaruh variabel pengeringan terhadap laju pengeringan
pada periode pengeringan konstan.
8. Membandingkan laju pengeringan hasil percobaan pada periode laju
pengeringan konstan dengan laju pengeringan teoritis yang didasarkan
pada persamaan empiris perpindahan panas.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengeringan
2.1.1 Pengertian Pengeringan
Pengeringan merupakan operasi pengurangan kadar air bahan padat sampai
batas tertentu sehingga bahan tersebut bebas terhadap serangan mikroorganisme,
enzim, dan insekta yang merusak. Secara lebih luas, pengeringan merupakan
proses yang terjadi secara simultan antara perpindahan panas dari udara
pengeringan ke bahan yang dikeringkan dan terjadi penguapan uap air dari bahan
yang dikeringkan. Pengeringan dapat terjadi karena adanya perbedaan
kelembapan antara udara kering dengan bahan yang dikeringkan (Mujumdar,
2006).
Pengeringan adalah pemisahan air dari bahan yang mengandung air dalam
jumlah kecil dengan mengalirkan udara melalui bahan. Pengeringan adalah
mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan pangan dengan
cara menguapkan sebagian air yang terkandung dalam bahan pangan dengan
menggunakan energi panas. Penghilangan kadar air dengan tingkat kadar air yang
sangat rendah mendekati kondisi “bone dry” (King, 1971).
Pengeringan merupakan metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkannya hingga kadar air
keseimbangan dengan kondisi udara normal atau kadar air yang setara dengan
nilai aktivitas air yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis dan kimiawi
(Treybal, 1981).
Pengeringan (drying) zat padat berarti pemisahan sejumlah kecil air atau zat
cair lain dari bahan padat, sehingga mengurangi kandungan sisa zat cair di dalam
zat padat itu sampai suatu nilai terendah yang dapat diterima. Pengeringan
biasanya merupakan alat terakhir dari sederetan operasi, dan hasil pengeringan
biasanya siap untuk dikemas (Mc. Cabe, 1993). Secara umum, perbedaan
pengeringan (drying) dan peguapan (evaporation) adalah jumlah air yang
diuapkan dari material. Pada proses drying hanya mengurangi sejumlah kecil
kadar air dari material sementara evaporation mengurangi kadar air dari material
4

dalam jumlah yang besar. Pada beberapa kasus, kadar air dalam padatan dikurangi
secara mekanik dengan proses pemerasan, sentrifuging, dan berbagai cara lain
(Geankoplis, 1993).
Dalam operasi pengeringan pada sistem udara-air ada beberapa definisi yang
lazim digunakan. Perhitungan teknis biasanya didasarkan pada satuan massa gas
bebas uap. Uap yang dimaksud adalah bentuk gas dari komponen yang juga
terdapat dalam fasa cair. Sedangkan gas adalah komponen yang hanya terdapat
dalam bentuk gas saja (Geankolis, 1993).

2.1.2 Klasifikasi Proses Drying


Menurut pengoprasiannya, drying dibagi menjadi dua proses yaitu kontinyu
(sinambung) dan batch. Operasi drying secara batch dalam kenyataannya
merupakan operasi semibatch, dimana sejumlah bahan yang akan dikeringkan,
ditebarkan dalam suatu aliran udara yang kontinyu sehingga sebagian kandungan
air diuapkan. Dalam operasi secara kontinyu, bahan yang akan dikeringkan dan
udara mengalir secara kontinyu melewati suatu peralatan. Untuk mengurangi suhu
pengeringan, beberapa pengering beroperasi dalam vakum (Mc. Cabe, 1993).
Beberapa pengering dapat menangani segala jenis bahan, tetapi ada pula
yang sangat terbatas dalam hal umpan yang ditanganinya. Pokok pengering
(dryer) dibagi menjadi dua jenis yaitu, pengering (dryer) dimana zat yang
dikeringkan bersentuhan langsung dengan gas panas (biasanya udara) disebut
pengering adiabatik (adiabatic dryer) atau pengering langsung (direct dryer) dan
pengering (dryer) dimana kalor berpindah dari zat ke medium luar, misalnya uap
yang terkondensasi, biasanya melalui permukaan logam yang bersentuhan disebut
pengering non adiabatik (non adiabatic dryer) atau pengering tak langsung
(indirect dryer) (Mc. Cabe, 1993).

2.1.3 Prinsip-Prinsip Pengeringan


Berbagai jenis bahan yang dikeringkan di dalam peralatan komersial dan
banyaknya macam peralatan yang digunakan orang, maka tidak ada satu teori pun
mengenai pengeringan yang dapat meliputi semua jenis bahan dan peralatan yang
ada. Variasi bentuk dan ukuran bahan, keseimbangan kebasahannya (moisture),
mekanisme aliran bahan pembasah tersebut, serta metode pemberian kalor yang
5

diperlukan dipilih sebagai variabel dalam proses pengeringan. Menurut Mc. Cabe
(1993), prinsip–prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembuatan alat pengering
antara lain:
1. Pola suhu di dalam pengering
2. Perpindahan kalor di dalam pengering
3. Perhitungan beban kalor
4. Satuan perpindahan kalor
5. Perpindahan massa di dalam pengering

2.1.4 Mekanisme Pengeringan


Mekanisme pengeringan adalah bagian terpenting dalam teknik pengeringan
karena dengan mengetahui mekanisme pengeringan dapat diperkirakan jumlah
energi dan waktu proses optimum untuk tujuan pengawetan dengan pengeringan.
Energi yang dibutuhkan dalam pengeringan terutama adalah berupa energi panas
untuk meningkatkan suhu dan menambah tenaga pemindahan air. Waktu proses
erat kaitannya dengan laju pengeringan dan tingkat kerusakan yang dapat
dikendalikan akibat pengeringan (Afrianti, 2008).
Air dalam padatan ada yang terikat baik atau tidak terikat. Metode untuk
menghilangkan kadar air terikat yaitu penguapan. Penguapan terjadi ketika
tekanan uap dari kelembaban pada permukaan padat sama dengan tekanan
atmosfer. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan suhu kelembaban ke titik didih.
Fenomena semacam ini terjadi di pengering roller. Jika bahan kering adalah panas
sensitif, maka temperatur dimana penguapan terjadi yaitu, titik didih dapat
diturunkan dengan menurunkan tekanan. Jika tekanan diturunkan di bawah titik
tripel, maka tidak ada fase cair dapat eksis dan kelembaban dalam produk beku.
Penambahan panas menyebabkan sublimasi es langsung ke uap air seperti dalam
kasus pengeringan beku (Mujumdar, 2006).
Dalam penguapan, pengeringan dilakukan dengan konveksi, yaitu dengan
melewatkan udara hangat di atas produk. Udara didinginkan oleh produk, dan
kelembaban ditransfer ke udara dengan produk dan dibawa pergi. Dalam hal ini
tekanan uap jenuh uap air di atas padatan kurang dari tekanan atmosfir. Sebuah
kebutuhan awal untuk pemilihan jenis pengering yang cocok desain dan ukuran
adalah penentuan karakteristik pengeringan. Informasi yang juga diperlukan
6

adalah karakteristik penanganan, keseimbangan kelembaban padat, dan kepekaan


bahan terhadap suhu, bersama dengan batas-batas suhu dicapai dengan sumber
panas tertentu. Perlakuan pengeringan padatan dapat dicirikan dengan mengukur
hilangnya kadar air sebagai fungsi dari waktu. Metode yang digunakan adalah
perbedaan kelembaban, berat, dan intermiten berat (Mujumdar, 2006).
Produk yang mengandung air berperilaku berbeda pada pengeringan sesuai
dengan kadar air mereka. Selama tahap pertama dari pengeringan laju
pengeringan konstan permukaan berisi air bebas. Penguapan berlangsung, dan
penyusutan mungkin terjadi sebagai kelembaban permukaan ditarik kembali
kepermukaan padat (Mujumdar, 2006).
Dalam tahap laju pengeringan langkah untuk mengendalikan difusi uap air
pada antarmuka udara kelembaban dan tingkat dimana permukaan untuk difusi
akan dihapus. Menjelang akhir periode laju konstan, air harus diangkut dari
bagian dalam solid ke permukaan oleh gaya kapiler dan laju pengeringan mungkin
masih konstan. Bagaimanapun, dihitung terhadap luas permukaan keseluruhan
solid, laju pengeringan jatuh meskipun tarif per satuan luas permukaan basah
padat tetap konstan. Hal ini menimbulkan ke tahap pengeringan kedua atau bagian
pertama dari periode laju jatuh, periode pengeringan permukaan tak jenuh. Bagian
dari kurva mungkin hilang sepenuhnya, atau mungkin merupakan periode tingkat
seluruh jatuh (Mujumdar, 2006).

2.1.5 Mekanisme Proses Zat Padat dalam Pengering


Menurut Mc. Cabe (1993), dalam pengering adiabatik, zat padat bersentuhan
dengan gas menurut salah satu cara berikut:
1. Gas ditiupkan melintasi permukaan hamparan atau lembaran zat padat, atau
melintas satu atau dua sisi lembaran atau film sinambung. Proses ini disebut
pengeringan dengan sirkulasi silang (cross circulation drying).
2. Gas ditiupkan melalui hamparan zat padat butiran kasar yang ditempatkan di
atas ayakan pendukung. Cara ini disebut pengeringan sirkulasi silang. Di sini
kecepatan gas harus rendah untuk mencegah terjadinya halangan aliran
terhadap partikel zat padat.
7

3. Zat padat disiramkan ke bawah melalui suatu arus gas yang bergerak perlahan-
lahan ke atas. Terkadang pada proses ini terjadi pengahalangan aliran partikel
halus oleh gas yang tidak dikehendaki.
4. Gas dialirkan melalui zat padat dengan kecepatan yang cukup untuk
memfluidisasikan hamparan.
5. Zat padat seluruhnya dibawa ikut dengan arus gas kecepatan tinggi dan
diangkut secara pneumatik dari piranti pencampuran ke pemisahan mekanik.
Dalam pengering non-adiabatik, satu-satunya gas yang harus dikeluarkan
adalah uap air ataupun pelarut. Pengering non-adiabatik dibedakan terutama
menurut caranya zat padat itu berkontak dengan permukaan panas atau sumber
kalor lainnya, seperti berikut:
1. Zat padat dihamparkan di atas suatu permukaan horizontal yang stasioner atau
bergerak lambat dan dipanaskan hingga kering. Pemanasan permukaan itu
dapat dilakukan dengan listrik atau dengan fluida perpindahan kalor seperti
uap atau air panas. Atau, pemberian kalor itu dapat pula dilakukan dengan
pemanas radiasi yang ditempatkan di atas zat padat itu.
2. Zat padat itu bergerak di atas permukaan panas, yang biasanya berbentuk
silinder, dengan bantuan pengaduk atau screw conveyor ataupun paddle
conveyor.
Zat padat penggelincir dengan gaya gravitasi di atas permukaan panas yang
miring atau dibawa naik bersama permukaan itu selama suatu waktu tertentu dan
kemudian dihancurkan lagi (Mc. Cabe, 1993).

2.1.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengeringan


1. Luas Permukaan
Menurut King (1971), makin luas permukaan bahan makin cepat bahan
menjadi kering. Air menguap melalui permukaan bahan, sedangkan air yang ada
di bagian tengah akan merembes ke bagian permukaan dan kemudian menguap.
Untuk mempercepat pengeringan umumnya bahan pangan yang akan dikeringkan
dipotong-potong atau di iris-iris terlebih dulu. Hal ini terjadi karena:
(1) Pemotongan atau pengirisan tersebut akan memperluas permukaan bahan dan
permukaan yang luas dapat berhubungan dengan medium pemanasan sehingga air
mudah keluar.
8

(2) Potongan-potongan kecil atau lapisan yang tipis mengurangi jarak dimana
panas harus bergerak sampai ke pusat bahan pangan. Potongan kecil juga akan
mengurangi jarak melalui massa air dari pusat bahan yang harus keluar ke
permukaan bahan dan kemudian keluar dari bahan tersebut.
2. Perbedaan Suhu dan Udara Sekitarnya
Semakin besar perbedaan suhu antara medium pemanas dengan bahan pangan
makin cepat pemindahan panas ke dalam bahan dan makin cepat pula
penghilangan air dari bahan. Air yang keluar dari bahan yang dikeringkan akan
menjenuhkan udara sehingga kemampuannya untuk menyingkirkan air berkurang.
Jadi dengan semakin tinggi suhu pengeringan maka proses pengeringan akan
semakin cepat. Akan tetapi bila tidak sesuai dengan bahan yang dikeringkan,
akibatnya akan terjadi suatu peristiwa yang disebut "Case Hardening", yaitu suatu
keadaan dimana bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian dalamnya
masih basah (Perry dan Green, 1984).
3. Kecepatan Aliran Udara
Makin tinggi kecepatan udara, makin banyak penghilangan uap air dari
permukaan bahan sehinngga dapat mencegah terjadinya udara jenuh di permukaan
bahan. Udara yang bergerak dan mempunyai gerakan yang tinggi selain dapat
mengambil uap air juga akan menghilangkan uap air tersebut dari permukaan
bahan pangan, sehingga akan mencegah terjadinya atmosfer jenuh yang akan
memperlambat penghilangan air. Apabila aliran udara disekitar tempat
pengeringan berjalan dengan baik, proses pengeringan akan semakin cepat, yaitu
semakin mudah dan semakin cepat uap air terbawa dan teruapkan (Fadilah, 2010).
4. Tekanan Udara
Semakin kecil tekanan udara akan semakin besar kemampuan udara untuk
mengangkut air selama pengeringan, karena dengan semakin kecilnya tekanan
berarti kerapatan udara makin berkurang sehingga uap air dapat lebih banyak
tertampung dan disingkirkan dari bahan pangan. Sebaliknya jika tekanan udara
semakin besar maka udara disekitar pengeringan akan lembab, sehingga
kemampuan menampung uap air terbatas dan menghambat proses atau laju
pengeringan (King, 1971).
5. Kelembapan Udara
9

Semakin lembab udara maka semakin lama pengeeringan sedangkan semakin


kering udara maka makin cepat pengeringan. Karena udara kering dapat
mengabsorbsi dan menahan uap air. Setiap bahan mempunyai keseimbangan
kelembaban dengan nisbi masing-masing. Kelembaban pada suhu tertentu dimana
bahan tidak akan kehilangan air (pindah) ke atmosfer atau tidak akan mengambil
uap air dari atmosfer. Menurut Treybal (1981), mekanisme keluarnya air dari
dalam bahan selama pengeringan adalah sebagai berikut:
1. Air bergerak melalui tekanan kapiler.
2. Penarikan air disebabkan oleh perbedaan konsentrasi larutan disetiap bagian
bahan.
3. Penarikan air ke permukaan bahan disebabkan oleh absorpsi dari lapisan-
lapisan permukaan komponen padatan dari bahan.
4. Perpindahan air dari bahan ke udara disebabkan oleh perbedaan tekanan uap.

2.2 Tray Dryer


Tray dryer merupakan jenis pengering langsung, batch, dan konveksi. Bahan
diletakkan di wadah dan disangga. Metode pengeringan dengan tray dryer
merupakan metode pengeringan yang sudah lama tetapi sering digunakan untuk
pengeringan bahan padatan, butiran, serbuk atau granula yang jumlahnya tidak
terlalu besar. Umumnya alat berbentuk persegi dan didalamnya berisi rak-rak
yang digunakan sebagai tempat bahan yang akan dikeringkan. Ukuran bahan tetap
selama pengeringan. Kondisi wadah adalah diam, sedangkan cara berkontak gas
adalah dengan aliran sejajar sehingga memungkinkan masuknya aliran gas ke
dalam ruangan antara padatan yang dekat permukaan. Menurut Hardjono (1989),
Tray dryer memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai berikut:
Kelebihan:
1. Cocok untuk segala jenis bahan.
2. Moisture content akhir lebih rendah.
3. Cocok untuk penelitian skala laboratorium.
Kekurangan:
1. Konsumsi energi lebih tinggi.
2. Loading dan off loading dikerjakan secara manual.
10

2.3 Pola Suhu dalam Pengering


Gejala perubahan suhu dalam pengering ditentukan oleh sifat bahan umpan
dan kandungan zat cairnya, temperatur medium pemanas, waktu pengeringan,
serta temperatur akhir yang dapat ditoleransi dalam peneringan zat padat tersebut.
Pola perubahan suhu tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Pola suhu dalam pengering a) batch b) continue (Treybal, 1981)

Dalam pengering batch yang menggunakan medium pemanas dengan suhu


tetap (Gambar 2.1-a), temperatur zat padat yang basah itu meningkat dengan cepat
dari nilai awal Tsa menjadi temperatur penguapan Tv. Pada pengering non-
adiabatik yang tidak menggunakan gas pengering, Tv dapat dikatakan sama
dengan titik didih zat cair pada tekanan yang terdapat dalam pengering. Jika
digunakan gas pengering, atau jika pengeringan berlangsung adiabatik, Tv adalah
temperatur wet bulb (yang sama dengan temperatur jenuh adiabatik apabila
gasnya adalah udara dan zat cair yang diuapkan adalah air. Penguapan
berlangsung pada Tv selama beberapa waktu. Artinya, sebagian besar zat cair itu
diuapkan pada temperatur jauh di bawah temperatur medium pemanas. Menjelang
tahap akhir pemanasan itu, temperatur zat padat naik sampai Tsb yang dapat lebih
tinggi sedikit atau bahkan jauh lebih tinggi dari Tv (Treybal, 1981).
Waktu pengeringan yang ditunjukkan pada Gambar 2.1-a, mungkin hanya
beberapa detik saja, tapi mungkin pula mencapai beberapa jam. Zat padat tersebut
dapat berada pada temperatur Tv selama sebagian besar siklus pengeringan, atau
mungkin pula hanya pada sebagian kecil dari siklus tersebut. Temperatur medium
pengering dapat konstan, namun dapat pula diatur untuk berubah selama
berlangsungnya proses pengeringan (Treybal, 1981).
11

Dalam pengeringan kontinyu, setiap partikel atau elemen zat padat tersebut
mengalami suatu siklus yang serupa dengan Gambar 2.1-b selama proses
pengeringannya dari masuk pengering sampai keluar. Dalam operasi keadaan
tunak, temperatur pada setiap titik di dalam pengering kontinu selalu konstan,
tetapi berubah sepanjang pengering itu. Pada gambar 2.1-b terlihat pola
temperatur dalam pengering counter current adiabatik. Pemasukan zat padat serta
pengeluaran gas berlangsung di sebelah kiri, sedang pemasukan gas dan
pengeluaran zat padat di sebelah kanan. Di sini pun zat padat mengalami
pemanasan cepat dari temperatur Tsa ke Tv. Temperatur penguapan Tv juga
konstan karena temperatur bola basah tidak berubah. Hal ini tidak berlaku jika ada
kalor yang ditambahkan secara tidak langsung pada zat padat. Di dekat
pemasukan gas, zat padat itu mungkin dipanaskan sampai melebihi Tv. Gas panas
masuk pengering pada suhu Tha biasanya dengan kelembaban (humidity) rendah.
Gas tersebut mendingin, mula-mula cepat, tetapi lalu agak perlahan karena gaya
dorong perbedaan temperatur makin berkurang. Kelembabannya meningkat
dengan teratur berhubung makin banyaknya zat cair yang menguap ke dalam gas
tersebut (Treybal, 1981).

2.4 Perpindahan Kalor dalam Pengeringan


Pengeringan zat padat basah menurut definisinya adalah suatu proses termal.
Walaupun prosesnya bertambah rumit karena adanya difusi di dalam zat padat
atau melalui gas, pengeringan bahan dapat dilakukan dengan terus
memanaskannya sampai diatas titik didih zat cair, misalnya dengan mengontakkan
zat padat tersebut dengan uap yang sangat panas (superheated steam). Dalam
sebagian besar proses pengeringan adiabatik, difusi selalu ada tetapi biasanya laju
pengering itu dibatasi oleh perpindahan kalor, bukan perpindahan massa. Karena
itu, sebagian besar pengering dirancang hanya atas dasar perpindahan kalor saja
(Coulson dan Richardson, 2002).
Dalam perhitungan pengering berlaku persamaan dasar perpindahan kalor
seperti persamaan:
qT = U x A x ∆T ........................................... (2.1)
dimana:
U = koefisien perpindahan kalor overall
12

A = luas perpindahan kalor


∆T = beda temperatur rata-rata

Terkadang A dan ΔT diketahui dan kapasitas pengering dapat diperkirakan


dari nilai U menurut perhitungan ataupun pengukuran, tetapi sering terdapat suatu
ketidakpastian yang tidak dapat diabaikan karena luas nyata perpindahan kalor.
Fraksi perpindahan panas yang berada dalam kontak dengan zat padat di dalam
pengering umpamanya sudah diperkirakan, luas total permukaan zat padat yang
terkena pada permukaan panas, atau gas panas pun sulit diperkirakan (Coulson
dan Richardson, 2002).
Oleh karena itu, banyak pengering yang dirancang atas dasar koefisien
perpindahan kalor volumeterik Ua, dimana a adalah luas bidang perpindahan kalor
per satuan volume pengering. Persamaan yang menentukan adalah:
qT = Ua x V x ∆T……………………………..(2.2)
dimana:
Ua = koefisien perpindahan kalor volumetrik
V = volume pengering
∆T = beda temperatur rata-rata

Menurut Coulson dan Richardson (2002), oleh karena pola suhu cukup
kompleks, beda suhu rata-rata untuk pengering tersebut secara keseluruhan sulit
didefinisikan. Karena itu koefisien perpindahan kalor sulit ditaksir dan terbatas
penggunaannya. Suatu persamaan umum yang sangat berguna untuk perhitungan
ini adalah perpindahan kalor dari gas ke partikel bola tunggal atau bola tersisih
seperti berikut:
ℎ𝑜 𝐷𝑝 𝐷𝑝 𝐺
0,5 𝐶𝑝 𝜇𝑓 1/3
= 2 + 0,6 x ( ) ( ) .............................. (2.3)
𝑘𝑓 𝜇𝑓 𝑘𝑓

Terlihat bahwa untuk kebanyakan pengering tidak ada suatu korelasi umum
yang dapat digunakan, dan setiap koefisiennya harus ditentukan melalui
eksperimen. Koefisien-koefisien empirik biasanya didasarkan atas definisi yang
bersifat agak sembarang mengenai luas permukaan perpindahan kalor dan
perbedaan suhu rata-rata (Coulson, 2002).
13

2.5 Kesetimbangan Fasa Uap dan Fasa Cair dalam Pengeringan


Data kesetimbangan fasa untuk zat padat lembab umumnya diberikan sebagai
hubungan antara kelembaban relatif gas dan kandungan zat cair di dalam zat
padat, dalam massa zat cair per satuan massa zat padat bone dry. Contoh
hubungan kesetimbangan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.2. Hubungan
kesetimbangan ini tidak bergantung pada temperatur. Absis kurva tersebut dapat
dengan mudah dikonversikan menjadi kelembaban absolut dalam massa uap per
satuan massa gas kering (Kirk dan Othmer, 1982).

Gambar 2.2 Kurva kesetimbangan moisture pada suhu 25oC (Kirk dan Othmer,
1982)

Bila suatu zat padat basah dikontakkan dengan udara yang humiditasnya
lebih rendah dari kandungan moisture zat padat tersebut, seperti terlihat pada
kurva kesetimbangan kelembaban, zat padat tersebut akan melepaskan sebagian
kandungan moisture-nya dan semakin kering sehingga kelembabannya sama
dengan kelembaban udara. Bila udara itu lebih lembab dari zat padat yang berada
dalam kesetimbangan dengan udara tersebut, zat padat akan menyerap moisture
dari udara sampai tercapai kesetimbangan (Kirk dan Othmer, 1982).
Dalam fasa fluida pengering, difusi ditentukan oleh perbedaan konsentrasi,
dinyatakan dalam fraksi mol. Dalam fasa zat padat basah, perhitungan-
14

perhitungan pengeringan selalu dinyatakan dalam massa air per satuan massa zat
padat bone dry (Geankoplis, 1993).

2.6 Laju Pengeringan


Setiap material yang akan dikeringkan memiliki karakteristik kinetika
pengeringan yang berbeda-beda bergantung terhadap struktur internal dari
material yang akan dikeringkan. Kinetika pengeringan memperlihatkan perubahan
kandungan air yang terdapat dalam material untuk setiap waktu saat dilakukan
proses pengeringan. Dari kinetika pengeringan dapat diketahui jumlah air dari
material yang telah diuapkan, waktu pengeringan, konsumsi energi. Menurut Mc.
Cabe (1993), parameter-parameter dalam proses pengeringan untuk mendapatkan
data kinetika pengeringan adalah:
1. Moisture Content (X)
Moisture Content (X) menunjukkan kandungan air yang terdapat dalam
material untuk tiap satuan massa padatan. Moisture content (X) dibagi dalam 2
macam yaitu basis kering (X) dan basis basah (X’). Moisture content basis kering
(X) menunjukkan rasio antara kandungan air (kg) dalam material terhadap berat
material kering (kg). Sedangkan moisture content basis basah (X’) menunjukkan
rasio antara kandungan air (kg) dalam material terhadap berat material basah (kg).
Persamaan untuk menghitung moisture content basis kering adalah:
𝑊−𝑊𝑠
𝑋t = …………………………..(2.4)
𝑊𝑠

Dimana,
Xt = moisture content basis kering
W = berat bahan basah (kg)
Ws = berat bahan kering (kg)
2. Drying Rate (N, kg/m2s )
Drying rate (N, kg/m2s ) menunjukkan laju penguapan air untuk tiap satuan
luas dari permukaan yang kontak antara material dengan fluida panas. Persamaan
yang digunakan untuk menghitung laju pengeringan menurut Treybal (1981)
adalah:
𝑊𝑠 𝑑𝑋t
R = - ..……………………………...….
𝐴 𝑑𝑡

(2.5)
15

Dimana,
R = laju pengeringan (kg H2O yang diuapkan/jam.m2)
Ws = berat bahan kering (kg)
A = luas permukaan bahan (m2)
Xt = moisture content basis kering (kg H2O/kg bahan kering)
T = waktu (jam)
Menurut Taib (1988), untuk mengetahui laju pengeringan perlu mengetahui
waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan suatu bahan dari kadar air tertentu
sampai kadar air yang diinginkan pada kondisi tertentu, maka bisa dilakukan
dengan cara:
1. Drying Test
Drying test yaitu hubungan antara moisture content suatu bahan vs waktu
pengering pada temperatur, humidity, dan kecepatan pengering tetap. Kandungan
air dari suatu bahan akan menurun karena adanya pengeringan, sedangkan
kandungan air yang hilang akan semakin meningkat seiring dengan penambahan
waktu hingga pada waktu (t) tertentu padatan mencapai keseimbangan kadar air
dan proses pengeringanpun berhenti. Untuk hubungan antara laju pengeringan
(drying rate) terhadap waktu adalah pada tahap awal, laju pengeringan akan
berjalan meningkat untuk selanjutnya menuju pada skala konstan dan menurun
bahkan berhenti dikarenakan padatan telah mencapai keseimbangan dengan air .

Gambar 2.3 Kurva hubungan moisture content suatu bahan dan drying rate
terhadap waktu (Perry dan Green, 1984)
16

2. Menggunakan Kurva Laju Pengeringan


Kurva laju pengeringan menunjukkan hubungan antara laju pengeringan vs
kandungan air, kurva ini terdiri dari 2 bagian yaitu periode kecepatan tetap dan
pada kecepatan menurun.

Gambar 2.4 Kurva hubungan laju pengeringan terhadap moisture content


suatu bahan (Treybal, 1981)

Dalam penelitian tentang pengeringan bunga rosella oleh Yuariski dan


Suherman (2012), laju pengeringan konstan (constant drying rate) tidak
diperoleh. Yang diperoleh hanyalah falling rate (hubungan antara X (moisture
content) vs dx/dt (laju pengeringan pada berbagai suhu). Hal ini terjadi karena
kelopak bunga rosella yang dikeringkan termasuk jenis tanaman agrikultur.
Dimana pada umumnya pengeringan tanaman agrikultur tidak diperoleh laju
pengeringan konstan. Periode falling rate banyak ditemukan pada pengeringan
produk biologikal. Laju pengeringan selama periode falling rate disebabkan
karena gradien konsentrasi dari kandungan air di dalam matriks buah. Pergerakan
kandungan air internal ini sebagai hasil dari beberapa mekanisme yaitu difusi
cairan, aliran kapiler, aliran yang disebabkan shrinkage, dan gradien tekanan.
17

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Bahan yang Digunakan


1. Air
2. Pasir

3.2 Alat yang Digunakan


1. Anemometer
2. Baskom plastik
3. Cawan
4. Gelas ukur
5. Neraca Digital
6. Oven
7. Pipet tetes
8. Psychometer
9. Termometer
10. Tray
11. Unit Tray Drier

3.3 Rangkaian Alat

Gambar 3.1 Rangkaian alat tray drier


18

3.4 Prosedur Percobaan


1. Pasir dengan berat ± 1,5 kg disiapkan didalam baskom yang kemudian
dicampurkan dengan air sebanyak 600 mL.
2. Sampel seberat 50 gram diambil untuk kemudian di oven pada suhu
100°C selama 10 menit hingga konstan.
3. Unit tray drier disiapkan, kemudian diatur suhu dan laju alir udara sesuai
dengan variasi yang telah ditentukan. Pada percobaan kali ini, variasi laju
alir dan suhu udara berturut-turut adalah 5:3, 5:4, 6:3, 6:4.
4. Luas penampang tray drier diukur pada bagian ujung dan bagian tengah
drier.
5. Sampel seberat 600 gram diratakan pada tray yang sebelumnya tray
tersebut telah diukur luasnya.
6. Tray yang sudah berisi sampel tadi diukur ketebalannya, kemudian
dimasukkan kedalam unit tray drier. Suhu udara diukur dengan
menggunakan psychometer dan lajur alir udara diukur dengan
menggunakan anemometer.
7. Setiap 10 menit, tray yang berisi sampel dikeluarkan untuk dicatat
massanya, dan pada saat dimasukkan kembali suhu dan laju alir udara
pada alat dikur kembali.
8. Percobaan dihentikan apabila suhu sampel pada tray sudah konstan.
19

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Praktikum yang telah dilakukan di Laboratorium Teknik Kimia


Universitas Riau modul Pengeringan ini menggunakan beberapa variasi, yaitu
variasi laju alir udara dan juga suhu dengan posisi tray yang berbeda. Pada
praktikum ini, akan dibahas berbagai pengaruh yang dapat mempengaruhi
bagaimana sebuah proses pengeringan itu terjadi. Mulai dari laju pengeringan,
kadar air pada bahan serta faktor-faktor lain yang mempengaruhinya seperti suhu
dan laju alir udara yang melewati Tray pada alat.

4.1 Kalibrasi
Pada percobaan pengeringan pasir halus basah ini, dilakukan kalibrasi
terlebih dahulu dimana percobaan dilakukan kalibrasi terhadap skala suhu serta
terhadap skala laju alir udara. Kalibrasi ini bertujuan untuk mengetahui nilai dari
skala yang digunakan.
4.1.1 Kalibrasi Temperatur
Pada percobaan dilakukan kalibrasi terhadap skala suhu. Data percobaan
kalibrasi suhu dapat dilihat pada Tabel 4.1 dibawah ini.
Tabel 4.1 Data Kalibrasi Suhu
No Skala Suhu (℃)
1 3 44
2 4 47

Berdasarkan Tabel 4.1 didapat grafik seperti berikut.


47.5
47 y = 3x + 35
46.5 R² = 1
Suhu (℃)

46
45.5
45
44.5
44
43.5
0 1 2 3 4 5
Skala

Gambar 4.1 Grafik kalibrasi suhu pada skala 3 dan 4


20

Berdasarkan grafik 4.1 diatas didapat persamaan garis y = 3x + 35 yang


merupakan persamaan suhu sebagai fungsi skala. Berdasarkan persamaan yang
didapat, didapat nilai suhu pada skala 3 adalah 44 ℃ dan pada skala 4 adalah
47 ℃.

4.1.2 Kalibrasi Laju Alir Udara


Pada percobaan dilakukan kalibrasi terhadap skala laju alir udara. Data
percobaan kalibrasi skala laju alir udara dpat dilihat pada Tabel 4.2 dibawah ini.
Tabel 4.2 Data Kalibrasi Laju Alir Udara
No Skala Flowrate (m3/s)
1 5 0,097167
2 6 0,114601
Berdasarkan Tabel 4.2 didapat grafik seperti berikut.
0.12
Laju Alir Udara (m3/s)

y = 0.0174x + 0.01
0.115 R² = 1
0.11
0.105
0.1
0.095
4.8 5 5.2 5.4 5.6 5.8 6 6.2
Skala

Gambar 4.2 Grafik kalibrasi laju alir udara pada skala 5 dan 6
Berdasarkan grafik 4.2 diatas didapat persamaan garis y = 0.0174 x + 0.01
yang merupakan persamaan laju alir udara sebagai fungsi skala. Berdasarkan
persamaan yang didapat, didapat nilai laju lair udara pada skala 5 adalah 0.097167
m3/s dan pada skala 6 adalah 0,114601 m3/s.

4.2 Kurva Karakteristik


Pada percobaan ini dilakukan pengaliran udara pada sampel pasir halus
dengan laju alir udara pada 0,09717 m3/s dan 0,1146 m3/s serta suhu pada 44 ℃
guna melihat pengaruh keduanya, dimana pengaliran udara dilakukan selama 100
menit dengan pengukuran berat bahan setiap 10 menit. Udara yang dialirkan
menggunakan tray drier bertujan untuk mengurangi kadar air didalam sampel
pasir halus. Percobaan ini diawali dengan pengukuran kadar air mula-mula pada
21

sampel, hal ini bertujuan untuk mengetahui berapa kadar air yang hilang jika
percobaan selesai dilakukan, dalam percobaan ini didapatkan data berikut:
Tabel 4.3 Data Kurva Karakteristik
Kadar Air (kg air/kg Laju Pengeringan
No
pasir kering) (kg/m2s)
1 0,2372 0
2 0,228773 0,457612
3 0,223924 0,46003
4 0,21669 0,460858
5 0,209032 0,460824
6 0,201989 0,460963
7 0,194734 0,460348
8 0,179352 0,403226
9 0,172291 0,383391
10 0,169319 0,161428
11 0,169108 0,011458

Berdasarkan data pada tabel, didapati grafik seperti berikut.

0.5
0.45
B
Laju Pengeringan (kg/m2jam)

0.4
C
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0 D A
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25
Kadar Air (kg air/kg pasir kering)

Gambar 4.3 Kurva Karakteristik Laju Pengeringan VS Kadar Air pada


F=0,09717 m3/s serta T=44 ℃ di Tray 1
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa laju pengeringan sesuai dengan kurva
karakteristik teoritis dimana adanya fase awal pengeringan, fase laju pengeringan
konstan serta fase laju penurunan. Pada awal pengeringan, tampak grafik naik, hal
ini disebabkan pada awal pengeringan kadar air yang terdapat didalam sampel
22

cukup banyak sehingga massa air mudah teruapkan. Selanjutnya tampak laju
pengeringan konstan dimana pada kondisi ini penguapan air yang merata hingga
mendekati menit akhir terjadi penurunan laju pengeringan yang disebabkan oleh
berkurangnya kadar air didalam bahan yang mampu teruapkan. Hal ini
menyebabkan terjadinya penurunan percobaan kecepatan pengeringan pada
sampel.

4.3 Pengaruh Laju Alir Udara Terhadap Laju Pengeringan


Pada percobaan ini dilakukan pengaliran udara pada sampel pasir halus
dengan laju alir udara yang berbeda serta suhu pada 44℃, dimana pengaliran
udara dilakukan selama 60 menit dengan pengukuran berat bahan setiap 10 menit.
Udara yang dialirkan tersebut bertujan untuk mengurangi kadar air didalam pasir
halus.
Tabel 4.4 Data Laju Alir Udara dan Laju Pengeringan

Skala Laju Alir Laju Pengeringan Laju Alir Udara


Udara (kg/m2s) (m3/s)

5 0,33819444 0,097167
6 0,42207828 0,114601

Dari tabel diatas dapat digambarkan grafik seperti berikut.


0.45
Laju Pengeringan (kg/m2.jam)

0.4
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
1.257272727 1.482857143
Flowrate (m3/s)

Gambar 4.4 Kurva Laju Pengeringan VS Laju Alir Udara pada T=44℃ di Tray 1
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa pada percobaan dengan skala laju
alir udara yang berbeda, F=0,1146 m3/s akan memiliki laju pengeringan yang
23

lebih besar dibandingkan pada F=0,09717 m3/s. Hal ini disebabkan oleh semakin
tingginya laju udara maka akan memperbesar laju perpindahan panas dan akan
semakin banyak air yang bisa teruapkan, sehingga laju pengeringannya pun
semakin besar.

4.4 Pengaruh Temperatur terhadap Laju Pengeringan


Pada percobaan ini dilakukan pengaliran udara pada sampel pasir halus
dengan laju alir udara yang digunakan pada F=0,09717 m3/s dan suhu yang
berbeda, dimana pengaliran udara dilakukan selama 60 menit dengan pengukuran
berat bahan setiap 10 menit. Udara yang dialirkan tersebut bertujan untuk
mengurangi kadar air didalam pasir halus. Perbedaan pada percobaan sebelumya
ialah peningkatan laju aliran udara, sehingga dari percobaan didapat data berikut :
Tabel 4.5 Data Suhu dan Laju Pengeringan
Laju Pengeringan
Skala Suhu (℃)
(kg/m2s)
3 44 0,338194
4 47 0,357911

Berdasarkan data tabel diatas dibuat grafik yang dapat dilihat pada gambar 4.5.
0.36

0.355
Laju Pengeringan (kg/m2.jam)

0.35

0.345

0.34

0.335

0.33

0.325
44 47
Suhu (℃)

Gambar 4.5 Kurva Temperatur VS Laju Pengeringan Pada F=0,09717 m3/s di


Tray 1
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa pada suhu 47 ℃ memiliki laju
pengeringan lebih tinggi daripada laju pengeringan pada suhu 44 ℃. Hal ini
24

disebabkan oleh suhu yang lebih tinggi akan menyebabkan laju perpindahan panas
yang lebih besar juga sehingga akan meningkatkan laju pengeringan.

4.5 Pengaruh Posisi Tray terhadap Laju Pengeringan


Pada percobaan ini dilakukan pengaliran udara pada sampel pasir halus
dengan laju alir udara yang digunakan 0,09717 m3/s dan suhu pada 44 ℃, dimana
pengaliran udara dilakukan selama 60 menit dengan pengukuran berat bahan
setiap 10 menit. Data yang didapatkan sebagai berikut.
Tabel 4.6 Data Laju Pengeringan pada Variasi Tray
Laju Pengeringan
No Posisi Tray
(kg/m2s)
1 1 0,338194
2 4 0,107144

Selanjutnya dibuat grafik hubungan keduanya pada gambar 4.6 berikut.


0.4
Laju Pengeringan (kg/m2.jam)

0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
1 4
Posisi Tray

Gambar 4.6 Kurva Posisi Tray VS Laju Pengeringan Pada Laju Udara 0,09717
m3/s dan Suhu 44 ℃
Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa pada Tray 1 didapati hasil laju
pengeringan yang lebih tinggi dibandingkan pada Tray 4 yang menunjukkan
penguapan pada Tray 1 yang lebih besar. Hal ini disebabkan oleh posisi Tray 1
yang terletak di bagian atas sehingga memiliki ruang penguapan dan laju
perpindahan panas yang lebih besar dibandingkan Tray 4 yang terletak
dibawahnya. Penguapan di Tray 4 akan terhalang oleh Tray-Tray diatasnya
sehingga ruang untuk penguapannya menjadi kecil.
25

4.6 Laju Pengeringan Teoritis dan Laju Pengeringan Percobaan


Laju pengeringan teoritis merupakan laju pengeringan yang didapat
berdasarkan perhitungan terhadap jumlah air yang diuapkan dibagi dengan luas
muka perpindahan panas. Sementara laju pengeringan percobaan adalah laju
pengeringan yang didapat dari hasil percobaan yang merupakan hasil perhitungan
terhadap jumlah pasir kering dikali dengan perbedaan kadar air kemudian dibagi
dengan luas muka perpindahan pans dikali dengan beda waktu.
Kurva perbandingan laju penegringan secara teoritis versus laju
pengeringan secara percobaan dapat dilihat pada Gambar 4.7 dibawah ini.
1.4
Laju pengeringan (kg/m2.jam)

1.2

0.8

0.6 Laju pengeringan teoritis


0.4
Laju pengeringan
0.2
percobaan
0

Kadar air (kg air/kg udara)

Gambar 4.7 Kurva laju pengeringan teoritis versus laju pengeringan percobaan
pada V=0,09717 m3/s serta T=44 C di Tray 1

Dari gambar 4.7 diatas dapat dilihat bahwa nilai laju pengeringan secara
teoritis lebih besar dibandingkan nilai laju pengeringan hasil percobaan. Laju
pengeringan percobaan mengalami peningkatan diawal kemudian berada pada
tahap statis dan menurun setelahnya. Sementara itu, laju pengeringan secara
teoritis nilainya terus meningkat dan setelah mencapai laju pengeringan
maksimumnya, laju pengeringan mengalami penurunan.
26

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
1. Laju pengeringan pada proses pengeringan dipengaruhi oleh laju alir udara
pengering, suhu pengeringan serta posisi tray pada Tray Dryer.
2. Laju pengeringan berbanding lurus dengan laju alir udara pengering dan
suhu pengeringan tetapi berbanding terbalik dengan posisi tray.
3. Laju pengeringan terbesar didapat pada saat laju alir udara 0,1166 m3/s,
suhu pengeringan 47 ℃ dan posisi tray 1.

5.2 SARAN
Jika ingin melalukan percobaan pengeringan terhadap pasir, sebaiknya
gunakan suhu diatas 50 ℃ agar waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan lebih
singkat dan hasil yang didapatkan lebih bagus. Untuk penggunaan suhu yang tidak
terlalu tinggi dan waktu pengeringan yang singkat, sebaiknya gunakan bahan yang
memiliki volatilitas yang tinggi.
27

DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, Leni H. 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Alfabeta. Bandung.


Coulson, J. M., and Richardson, J. F. 2002. Chemical Engineering Volume 2:
Particle Technology and Separation Processes, 6th ed. Butterworth-
Heinemann. Offord, England.
Fadilah, dkk. 2010. Pengaruh Metode Pengeringan Terhadap Kecepatan
Pengeringan Dan Kualitas Karagenan Dari Rumput Laut Eucheuma
Cottonii. Program Studi Teknik Kimia FT Universitas Sebelas Maret.
Surakarta.
Geankoplis, Christie J. 1993. Transport Process and Unit Operations, third
edition. Allyn and Bacon Inc. Boston.
Hardjono. 1989. Operasi Teknik Kimia II, edisi pertama. Jurusan Teknik Kimia,
Fakultas Teknik, Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
King, C. J. 1971. Freeze Drying of Foods. Chemical Rubber Co., Inc. Boca Raton,
Fla.
Kirk, R. E., and Othmer, D. F. 1982. Encyclopedia of Chemical Technology, 4th
ed., vol 8. John Willey and Sons. Toronto.
Mc. Cabe, W.L. 1993. Unit Operation of Chemical Engineering, 3rd ed. McGraw-
Hill Book Co. New York.
Mujumdar, A. Handbook of Industrial Drying, 3rd ed. CRC Press. Singapura.
Perry, R. H., and Green, D. (1984). Perry’s Chemical Engineer’s Handbook, 6th
ed. McGraw-Hill Book Company. New York.
Taib, Gunarif. 1988. Operasi Pengeringan Pada Pengolahan Hasil Pertanian.
PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.
Treybal, R.E. 1981. Mass Transfer Operations, Chapter: Humidification and
Drying. McGraw-Hill.
Yuariski, Oki dan Suherman. 2012. Pengeringan Bunga Rosella (Hibiscus
Sabdariffa) Menggunakan Pengering Rak Udara Bersirkulasi. Jurusan
Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universiras Diponegoro. Semarang.
28

LAMPIRAN A
PERHITUNGAN

1. Perhitungan Persen (%) Berat Air di Pasir Awal.


Wb = 50 gr = 0.05 kg
Wc = 38.14 gr = 0.03814 kg
Wb − Wc
% Berat Air di Pasir Awal = x 100%
Wb
0.05 kg − 0.03814 kg
% Berat Air di Pasir Awal = x 100%
0.05 kg
% Berat Air di Pasir Awal = 23.72%

2. Penentuan Kecepatan Pengeringan Berdasarkan Data Percobaan.


Run 1 Tray 1 1 (Air Flow Pada Skala 5 Dan Temperatur Pada Skala 3)
% Berat Air Di Pasir Mula-Mula : 23,72%
Pasir Basah Masuk Tray 1 (Wm) : 0.60036 kg
Pasir Basah Masuk Tray 4 (Wm) : 0.6004 kg
Pasir Kering (Ls) Tray 1 : 0.45795 kg
Pasir Kering (Ls) Tray 4 : 0.45799 kg
Luas Tray (A) : 0.0506 m2

Waktu, Δθ : 0.16667 Jam


Berat Tray, Wt : 0.34986 kg

 Δt = 10 menit = 0.16667 Jam


 LS = (100% - % berat air mula-mula) x Wm
= (100% - 23.72%) x 0.60036 kg
= 0.45794 kg padatan
 Kadar air:
berat pasir basah − berat pasir kering
x =
berat pasir basah
0.60036 − 0.45795 (kg air)
x1 =
0.60036 (kg padatan)
x1 = 0.2372 kg air / kg padatan
0.5938 − 0.45795 (kg air)
x2 =
0.5938 (kg padatan)
x2 = 0.2287 kg air / kg padatan
29

Maka :
Δx = 0.2287 kg air/kg padatan - 0.2372 kg air/kg padatan
= -0.008427 kg air/kg padatan
 Laju Pengeringan (N):
−Ls Δx
N=
A Δθ
−(0.45795 kg padatan)×(−0.008427 kg air/kg padatan)
N=
(0.0506 m2 × 0,16667 jam)

N = 0.45761 kg air /m2·jam


(Cara perhitungan sama untuk data selanjutnya dan ditabulasikan)

3. Perhitungan Laju Pengeringan pada Periode Laju Pengeringan Konstan


(N) teoritis.
Run 1 Tray 1 (Air flow 1.2 m/s dan temperatur bola basah (Tw) 39°C)
Diketahui:
v = 1.2 m/s
Tg = 39°C
Tw = 43°C
Tg+Tw 43+41
Tf = = = 41°C
2 2

ρg = 1.13294 kg/m3 (Interpolasi App A.3-3 Geankoplis)


λw = 2575.109 x 103 J/kg (Interpolasi App A.2-9 Geankoplis)
A = 0.0506 m2
A1 = 0.0484 m2 ( luas penampang drier di ujung)
A2 = 0.077284 m2 ( luas penampang drier di tengah)
µ = 1.90561 x 10-5 kg/m·s (Interpolasi App A.3-3 Geankoplis)
Pr = 0.70487 (Interpolasi App A.3-3 Geankoplis)
k = 0.0271 W/m·K (Interpolasi App A.3-3 Geankoplis)
N percobaan = 0.45761 kg air/m2·jam
ρ.V.L 1.1287 x 1.2 x 0.275
 NRe= = = 19486.02775
µ 1.91148 x 10−5

NRe = 19486.02775 (Nre < 300.000)  aliran laminar


Karena aliran laminar. maka persamaan yang digunakan :

 Nu = 0.664 Re1/2 Pr1/3

Nu = 0.664 (19486.02775)0.5(0.704735)1/3 = 82.48437908


30

𝑁𝑢 × 𝑘 (82.48437908)(0.027199
 ℎ= = = 8.158052 W/m·K
𝐿 (0.275)

 q1 = h. A. ∆T
= (8.158052) W/m·K (0.0506) m2 (316K – 313.4545K)
= 1.050757 W
1 1
 U=1 ∆x = 1 0.005 = 3.263592 W/m·K
+ +
h k 8.158052 0.027199

 q2 = U. A. ∆T
= (3.263592) (0.0506) (316°C – 313.4545°C)
= 0.420351 W
q total = q1+q2 = 1.050757 + 0.420351 = 1.471108 J/s
𝑞 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 1.471108
m = = = 5.7128 x 10-6 kg/s
λw 2575.109 103

𝑚 5.7128 × 10−6
N = 3600 = 3600 = 0.406444147 kg air/m2·jam
A 0.0506

4. Perbandingan Laju Pengeringan pada Periode Laju Pengeringan


Konstan (NC) Teoritis dan Laju Pengeringan pada Periode Laju
Pengeringan Konstan (NC) Percobaan
Percobaan 1 (Air flow 1.2 m/s dan temperatur bola basah (Tw) 39°C)
Nc Teoritis−Nc Perocbaan 0.406444147 − 0.45761
% Error = x 100% = x100 %
Nc Teoritis 0.406444147

= 12.59%
31

LAMPIRAN B
HASIL PERHITUNGAN EXCEL

1. Run 1 Tray 1 (Laju Udara pada Skala 5 dan Suhu pada Skala 3)

Massa Berat Laju


Waktu Kacang Pasir Tw Alir Kadar N Percobaan N Teoritis
No. ∆θ (Jam) Tg (K) Tf (K) % Error
(Menit) + Tray Basah (K) Udara Air (X) (kg/m^2.jam) (kg/m^2.jam)
(kg) (kg) (m/s)

1 0 0 0.95022 0.60036 316 312 314 1.2 0.2372 0 0 0


2 10 0.166667 0.94366 0.5938 316 312 314 1.2 0.228773 0.457612 0.406444 12.59%
3 20 0.166667 0.93995 0.59009 316 312 314 1.22 0.223924 0.263306 0.409237 35.66%
4 30 0.166667 0.9345 0.58464 317 313 315 1.26 0.21669 0.392858 0.577679 31.99%
5 40 0.166667 0.92884 0.57898 317 313 315 1.28 0.209032 0.415824 0.581461 28.49%
6 50 0.166667 0.92373 0.57387 317 313 315 1.27 0.201989 0.382463 0.579574 34.01%
7 60 0.166667 0.91856 0.5687 318 313 315.5 1.28 0.194734 0.393948 0.745463 47.15%
8 70 0.166667 0.9079 0.55804 318 315 316.5 1.26 0.179352 0.835323 0.740614 12.79%
9 80 0.166667 0.90314 0.55328 318 315 316.5 1.28 0.172291 0.383391 0.745463 48.57%
10 90 0.166667 0.90116 0.5513 318 315 316.5 1.29 0.169319 0.161428 0.747871 78.42%
11 100 0.166667 0.90102 0.55116 318 315 316.5 1.29 0.169108 0.011458 0.747871 98.47%
32

2. Run 1 Tray 4 (Laju Udara pada Skala 5 dan Suhu pada Skala 3)

Massa Berat Laju


Waktu Kacang Pasir Tw Alir Kadar N Percobaan N Teoritis
No. ∆θ (Jam) Tg (ºC) Tf (ºC) % Error
(Menit) + Tray Basah (ºC) Udara Air (X) (kg/m^2.jam) (kg/m^2.jam)
(kg) (kg) (m/s)

1 0 0 0.95026 0.6004 316 312 314 1.2 0.2372 0 0 0


2 10 0.166667 0.93867 0.5938 316 312 314 1.2 0.228722 0.460433 0.406444 11.73%
3 20 0.166667 0.93549 0.58563 316 312 314 1.22 0.217962 0.292168 0.409237 40.07%
4 30 0.166667 0.93213 0.58227 317 313 315 1.26 0.213449 0.081691 0.577679 85.86%
5 40 0.166667 0.92834 0.57848 317 313 315 1.28 0.208296 0.069963 0.581461 87.97%
6 50 0.166667 0.92409 0.57423 317 313 315 1.27 0.202436 0.063643 0.579574 89.02%
7 60 0.166667 0.92137 0.57151 318 313 315.5 1.28 0.19864 0.034357 0.745463 95.39%
8 70 0.166667 0.91407 0.56421 318 315 316.5 1.26 0.188272 0.080438 0.740614 89.14%
9 80 0.166667 0.91068 0.56082 318 315 316.5 1.28 0.183365 0.033308 0.745463 95.53%
10 90 0.166667 0.90825 0.55839 318 315 316.5 1.29 0.179811 0.021444 0.747871 97.13%
11 100 0.166667 0.90314 0.55328 318 315 316.5 1.29 0.172236 0.041138 0.747871 94.50%
33

3. Run 2 Tray 1 (Laju Udara pada Skala 5 dan Suhu pada Skala 4)

Massa Berat Laju


Waktu Kacang Pasir Tw Alir Kadar N Percobaan N Teoritis
No. ∆θ (Jam) Tg (ºC) Tf (ºC) % Error
(Menit) + Tray Basah (ºC) Udara Air (X) (kg/m^2.jam) (kg/m^2.jam)
(kg) (kg) (m/s)

1 0 0 0.94991 0.60005 319 314 316.5 1.24 0.2372 0 0 0


2 10 0.166667 0.94477 0.59491 319 314 316.5 1.24 0.230609 0.357702 0.254317 40.65%
3 20 0.166667 0.93918 0.58932 320 314 317 1.27 0.223311 0.396101 0.420297 5.76%
4 30 0.166667 0.93338 0.58352 321 315 318 1.2 0.215591 0.419004 0.570195 26.52%
5 40 0.166667 0.92752 0.57766 321 315 318 1.28 0.207634 0.431883 0.585646 26.26%
6 50 0.166667 0.92132 0.57146 321 315 318 1.34 0.199037 0.466585 0.59687 21.83%
7 60 0.166667 0.91567 0.56581 321 315 318 1.42 0.191039 0.434099 0.61139 29.00%

4. Run 2 Tray 4 (Laju Udara pada Skala 5 dan Suhu pada Skala 4)

Massa Berat Laju


Waktu Kacang Pasir Tw Alir Kadar N Percobaan N Teoritis
No. ∆θ (Jam) Tg (ºC) Tf (ºC) % Error
(Menit) + Tray Basah (ºC) Udara Air (X) (kg/m^2.jam) (kg/m^2.jam)
(kg) (kg) (m/s)

1 0 0 0.95 0.60014 319 314 316.5 1.24 0.2372 0 0 0


2 10 0.166667 0.94644 0.59658 319 314 316.5 1.24 0.232648 0.24709 0.254317 2.84%
3 20 0.166667 0.94276 0.5929 320 314 317 1.27 0.227885 0.258538 0.420297 38.49%
4 30 0.166667 0.93859 0.58873 321 315 318 1.2 0.222416 0.29687 0.570195 47.94%
5 40 0.166667 0.93531 0.58545 321 315 318 1.28 0.21806 0.23648 0.585646 59.62%
6 50 0.166667 0.93136 0.5815 321 315 318 1.34 0.212748 0.288327 0.59687 51.69%
7 60 0.166667 0.92724 0.57738 321 315 318 1.42 0.207131 0.304939 0.61139 50.12%
34

5. Run 3 Tray 1 (Laju Udara pada Skala 6 dan Suhu pada Skala 3)

Massa Berat Laju


Waktu Kacang Pasir Tw Alir Kadar N Percobaan N Teoritis
No. ∆θ (Jam) Tg (ºC) Tf (ºC) % Error
(Menit) + Tray Basah (ºC) Udara Air (X) (kg/m^2.jam) (kg/m^2.jam)
(kg) (kg) (m/s)

1 0 0 0.94996 0.6001 319 314 316.5 1.53 0.2372 0 0 0


2 10 0.166667 0.9359 0.58604 319 314 316.5 1.53 0.218899 0.993353 0.566942 75.21%
3 20 0.166667 0.93073 0.58087 319 312 315.5 1.48 0.211947 0.377358 0.559182 32.52%
4 30 0.166667 0.92556 0.5757 319 312 315.5 1.45 0.20487 0.384136 0.554453 30.72%
5 40 0.166667 0.92025 0.57039 319 312 315.5 1.52 0.197468 0.401787 0.565402 28.94%
6 50 0.166667 0.91456 0.5647 319 312 315.5 1.48 0.189381 0.438927 0.559182 21.51%
7 60 0.166667 0.90999 0.56013 319 312 315.5 1.39 0.182768 0.358987 0.544823 34.11%

6. Run 3 Tray 4 (Laju Udara pada Skala 6 dan Suhu pada Skala 3)

Massa Berat Laju


Waktu Kacang Pasir Tw Alir Kadar N Percobaan N Teoritis
No. ∆θ (Jam) Tg (ºC) Tf (ºC) % Error
(Menit) + Tray Basah (ºC) Udara Air (X) (kg/m^2.jam) (kg/m^2.jam)
(kg) (kg) (m/s)

1 0 0 0.94991 0.60005 319 314 316.5 1.53 0.2372 0 0 0


2 10 0.166667 0.9466 0.59674 319 314 316.5 1.53 0.232969 0.229643 0.566942 59.49%
3 20 0.166667 0.94304 0.59318 319 312 315.5 1.48 0.228366 0.249848 0.559182 55.32%
4 30 0.166667 0.93941 0.58955 319 312 315.5 1.45 0.223614 0.257867 0.554453 53.49%
5 40 0.166667 0.9356 0.58574 319 312 315.5 1.52 0.218564 0.274092 0.565402 51.52%
6 50 0.166667 0.9317 0.58184 319 312 315.5 1.48 0.213326 0.284284 0.559182 49.16%
7 60 0.166667 0.92778 0.57792 319 312 315.5 1.39 0.20799 0.289609 0.544823 46.84%
35

7. Run 4 Tray 1 (Laju Udara pada Skala 6 dan Suhu pada Skala 4)

Massa Berat Laju


Waktu Kacang Pasir Tw Alir Kadar N Percobaan N Teoritis
No. ∆θ (Jam) Tg (ºC) Tf (ºC) % Error
(Menit) + Tray Basah (ºC) Udara Air (X) (kg/m^2.jam) (kg/m^2.jam)
(kg) (kg) (m/s)

1 0 0 0.95024 0.60038 320 315 317.5 1.45 0.2372 0 0 0


2 10 0.166667 0.94557 0.59571 320 315 317.5 1.45 0.23122 0.324736 0.370128 13.38%
3 20 0.166667 0.93972 0.58986 321 315 318 1.4 0.223596 0.414044 0.535014 22.61%
4 30 0.166667 0.93359 0.58373 321 315 318 1.49 0.215442 0.442766 0.549015 19.35%
5 40 0.166667 0.92771 0.57785 321 315 318 1.56 0.207459 0.433536 0.55957 22.52%
6 50 0.166667 0.92213 0.57227 321 315 318 1.49 0.199731 0.419655 0.549015 23.56%
7 60 0.166667 0.91624 0.56638 321 315 318 1.43 0.191409 0.45194 0.539738 16.27%

8. Run 4 Tray 4 (Laju Udara pada Skala 6 dan Suhu pada Skala 4)

Massa Berat Laju


Waktu Kacang Pasir Tw Alir Kadar N Percobaan N Teoritis
No. ∆θ (Jam) Tg (ºC) Tf (ºC) % Error
(Menit) + Tray Basah (ºC) Udara Air (X) (kg/m^2.jam) (kg/m^2.jam)
(kg) (kg) (m/s)

1 0 0 0.94995 0.60009 320 315 317.5 1.45 0.2372 0 0 0


2 10 0.166667 0.94382 0.59396 320 315 317.5 1.45 0.229327 0.427309 0.370128 15.45%
3 20 0.166667 0.93956 0.5897 321 315 318 1.4 0.22376 0.302187 0.535014 43.52%
4 30 0.166667 0.93543 0.58557 321 315 318 1.49 0.218285 0.297163 0.549015 45.87%
5 40 0.166667 0.93135 0.58149 321 315 318 1.56 0.2128 0.29771 0.55957 46.80%
6 50 0.166667 0.92751 0.57765 321 315 318 1.49 0.207567 0.28404 0.549015 48.26%
7 60 0.166667 0.92357 0.57371 321 315 318 1.43 0.202125 0.295389 0.539738 45.27%
36
37

LAMPIRAN C
DOKUMENTASI

Gambar C1. Pencampuran bahan Gambar C2. Pengukuran jumlah


(pasir + air). campuran bahan.

Gambar C3. Bahan pada tray 1 dan


tray 4 yang sudah rata.
38

Gambar C4. Proses pengukuran Gambar C5. Proses pengukuran laju


suhu udara menggunakan alir udara menggunakan anemometer
psychometer

Anda mungkin juga menyukai