BAB I
PENDAHULUAN
2. Mengukur laju alir sautu arus udara dan menerapkan hukum kontinuitas.
3. Mengukur temperatur dry bulb dan wet bulb.
4. Menentukan kelembaban udara didasarkan pada dry bulb dan wet bulb
dengan menggunakan phychrometer chart.
5. Membuat kurva karakteristik pengeringan.
6. Menjelaskan perbedaan mekanisme pengeringan disetiap periode
pengeringan pada kurva karakteristik.
7. Menjelaskan pengaruh variabel pengeringan terhadap laju pengeringan
pada periode pengeringan konstan.
8. Membandingkan laju pengeringan hasil percobaan pada periode laju
pengeringan konstan dengan laju pengeringan teoritis yang didasarkan
pada persamaan empiris perpindahan panas.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengeringan
2.1.1 Pengertian Pengeringan
Pengeringan merupakan operasi pengurangan kadar air bahan padat sampai
batas tertentu sehingga bahan tersebut bebas terhadap serangan mikroorganisme,
enzim, dan insekta yang merusak. Secara lebih luas, pengeringan merupakan
proses yang terjadi secara simultan antara perpindahan panas dari udara
pengeringan ke bahan yang dikeringkan dan terjadi penguapan uap air dari bahan
yang dikeringkan. Pengeringan dapat terjadi karena adanya perbedaan
kelembapan antara udara kering dengan bahan yang dikeringkan (Mujumdar,
2006).
Pengeringan adalah pemisahan air dari bahan yang mengandung air dalam
jumlah kecil dengan mengalirkan udara melalui bahan. Pengeringan adalah
mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan pangan dengan
cara menguapkan sebagian air yang terkandung dalam bahan pangan dengan
menggunakan energi panas. Penghilangan kadar air dengan tingkat kadar air yang
sangat rendah mendekati kondisi “bone dry” (King, 1971).
Pengeringan merupakan metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkannya hingga kadar air
keseimbangan dengan kondisi udara normal atau kadar air yang setara dengan
nilai aktivitas air yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis dan kimiawi
(Treybal, 1981).
Pengeringan (drying) zat padat berarti pemisahan sejumlah kecil air atau zat
cair lain dari bahan padat, sehingga mengurangi kandungan sisa zat cair di dalam
zat padat itu sampai suatu nilai terendah yang dapat diterima. Pengeringan
biasanya merupakan alat terakhir dari sederetan operasi, dan hasil pengeringan
biasanya siap untuk dikemas (Mc. Cabe, 1993). Secara umum, perbedaan
pengeringan (drying) dan peguapan (evaporation) adalah jumlah air yang
diuapkan dari material. Pada proses drying hanya mengurangi sejumlah kecil
kadar air dari material sementara evaporation mengurangi kadar air dari material
4
dalam jumlah yang besar. Pada beberapa kasus, kadar air dalam padatan dikurangi
secara mekanik dengan proses pemerasan, sentrifuging, dan berbagai cara lain
(Geankoplis, 1993).
Dalam operasi pengeringan pada sistem udara-air ada beberapa definisi yang
lazim digunakan. Perhitungan teknis biasanya didasarkan pada satuan massa gas
bebas uap. Uap yang dimaksud adalah bentuk gas dari komponen yang juga
terdapat dalam fasa cair. Sedangkan gas adalah komponen yang hanya terdapat
dalam bentuk gas saja (Geankolis, 1993).
diperlukan dipilih sebagai variabel dalam proses pengeringan. Menurut Mc. Cabe
(1993), prinsip–prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembuatan alat pengering
antara lain:
1. Pola suhu di dalam pengering
2. Perpindahan kalor di dalam pengering
3. Perhitungan beban kalor
4. Satuan perpindahan kalor
5. Perpindahan massa di dalam pengering
3. Zat padat disiramkan ke bawah melalui suatu arus gas yang bergerak perlahan-
lahan ke atas. Terkadang pada proses ini terjadi pengahalangan aliran partikel
halus oleh gas yang tidak dikehendaki.
4. Gas dialirkan melalui zat padat dengan kecepatan yang cukup untuk
memfluidisasikan hamparan.
5. Zat padat seluruhnya dibawa ikut dengan arus gas kecepatan tinggi dan
diangkut secara pneumatik dari piranti pencampuran ke pemisahan mekanik.
Dalam pengering non-adiabatik, satu-satunya gas yang harus dikeluarkan
adalah uap air ataupun pelarut. Pengering non-adiabatik dibedakan terutama
menurut caranya zat padat itu berkontak dengan permukaan panas atau sumber
kalor lainnya, seperti berikut:
1. Zat padat dihamparkan di atas suatu permukaan horizontal yang stasioner atau
bergerak lambat dan dipanaskan hingga kering. Pemanasan permukaan itu
dapat dilakukan dengan listrik atau dengan fluida perpindahan kalor seperti
uap atau air panas. Atau, pemberian kalor itu dapat pula dilakukan dengan
pemanas radiasi yang ditempatkan di atas zat padat itu.
2. Zat padat itu bergerak di atas permukaan panas, yang biasanya berbentuk
silinder, dengan bantuan pengaduk atau screw conveyor ataupun paddle
conveyor.
Zat padat penggelincir dengan gaya gravitasi di atas permukaan panas yang
miring atau dibawa naik bersama permukaan itu selama suatu waktu tertentu dan
kemudian dihancurkan lagi (Mc. Cabe, 1993).
(2) Potongan-potongan kecil atau lapisan yang tipis mengurangi jarak dimana
panas harus bergerak sampai ke pusat bahan pangan. Potongan kecil juga akan
mengurangi jarak melalui massa air dari pusat bahan yang harus keluar ke
permukaan bahan dan kemudian keluar dari bahan tersebut.
2. Perbedaan Suhu dan Udara Sekitarnya
Semakin besar perbedaan suhu antara medium pemanas dengan bahan pangan
makin cepat pemindahan panas ke dalam bahan dan makin cepat pula
penghilangan air dari bahan. Air yang keluar dari bahan yang dikeringkan akan
menjenuhkan udara sehingga kemampuannya untuk menyingkirkan air berkurang.
Jadi dengan semakin tinggi suhu pengeringan maka proses pengeringan akan
semakin cepat. Akan tetapi bila tidak sesuai dengan bahan yang dikeringkan,
akibatnya akan terjadi suatu peristiwa yang disebut "Case Hardening", yaitu suatu
keadaan dimana bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian dalamnya
masih basah (Perry dan Green, 1984).
3. Kecepatan Aliran Udara
Makin tinggi kecepatan udara, makin banyak penghilangan uap air dari
permukaan bahan sehinngga dapat mencegah terjadinya udara jenuh di permukaan
bahan. Udara yang bergerak dan mempunyai gerakan yang tinggi selain dapat
mengambil uap air juga akan menghilangkan uap air tersebut dari permukaan
bahan pangan, sehingga akan mencegah terjadinya atmosfer jenuh yang akan
memperlambat penghilangan air. Apabila aliran udara disekitar tempat
pengeringan berjalan dengan baik, proses pengeringan akan semakin cepat, yaitu
semakin mudah dan semakin cepat uap air terbawa dan teruapkan (Fadilah, 2010).
4. Tekanan Udara
Semakin kecil tekanan udara akan semakin besar kemampuan udara untuk
mengangkut air selama pengeringan, karena dengan semakin kecilnya tekanan
berarti kerapatan udara makin berkurang sehingga uap air dapat lebih banyak
tertampung dan disingkirkan dari bahan pangan. Sebaliknya jika tekanan udara
semakin besar maka udara disekitar pengeringan akan lembab, sehingga
kemampuan menampung uap air terbatas dan menghambat proses atau laju
pengeringan (King, 1971).
5. Kelembapan Udara
9
Gambar 2.1 Pola suhu dalam pengering a) batch b) continue (Treybal, 1981)
Dalam pengeringan kontinyu, setiap partikel atau elemen zat padat tersebut
mengalami suatu siklus yang serupa dengan Gambar 2.1-b selama proses
pengeringannya dari masuk pengering sampai keluar. Dalam operasi keadaan
tunak, temperatur pada setiap titik di dalam pengering kontinu selalu konstan,
tetapi berubah sepanjang pengering itu. Pada gambar 2.1-b terlihat pola
temperatur dalam pengering counter current adiabatik. Pemasukan zat padat serta
pengeluaran gas berlangsung di sebelah kiri, sedang pemasukan gas dan
pengeluaran zat padat di sebelah kanan. Di sini pun zat padat mengalami
pemanasan cepat dari temperatur Tsa ke Tv. Temperatur penguapan Tv juga
konstan karena temperatur bola basah tidak berubah. Hal ini tidak berlaku jika ada
kalor yang ditambahkan secara tidak langsung pada zat padat. Di dekat
pemasukan gas, zat padat itu mungkin dipanaskan sampai melebihi Tv. Gas panas
masuk pengering pada suhu Tha biasanya dengan kelembaban (humidity) rendah.
Gas tersebut mendingin, mula-mula cepat, tetapi lalu agak perlahan karena gaya
dorong perbedaan temperatur makin berkurang. Kelembabannya meningkat
dengan teratur berhubung makin banyaknya zat cair yang menguap ke dalam gas
tersebut (Treybal, 1981).
Menurut Coulson dan Richardson (2002), oleh karena pola suhu cukup
kompleks, beda suhu rata-rata untuk pengering tersebut secara keseluruhan sulit
didefinisikan. Karena itu koefisien perpindahan kalor sulit ditaksir dan terbatas
penggunaannya. Suatu persamaan umum yang sangat berguna untuk perhitungan
ini adalah perpindahan kalor dari gas ke partikel bola tunggal atau bola tersisih
seperti berikut:
ℎ𝑜 𝐷𝑝 𝐷𝑝 𝐺
0,5 𝐶𝑝 𝜇𝑓 1/3
= 2 + 0,6 x ( ) ( ) .............................. (2.3)
𝑘𝑓 𝜇𝑓 𝑘𝑓
Terlihat bahwa untuk kebanyakan pengering tidak ada suatu korelasi umum
yang dapat digunakan, dan setiap koefisiennya harus ditentukan melalui
eksperimen. Koefisien-koefisien empirik biasanya didasarkan atas definisi yang
bersifat agak sembarang mengenai luas permukaan perpindahan kalor dan
perbedaan suhu rata-rata (Coulson, 2002).
13
Gambar 2.2 Kurva kesetimbangan moisture pada suhu 25oC (Kirk dan Othmer,
1982)
Bila suatu zat padat basah dikontakkan dengan udara yang humiditasnya
lebih rendah dari kandungan moisture zat padat tersebut, seperti terlihat pada
kurva kesetimbangan kelembaban, zat padat tersebut akan melepaskan sebagian
kandungan moisture-nya dan semakin kering sehingga kelembabannya sama
dengan kelembaban udara. Bila udara itu lebih lembab dari zat padat yang berada
dalam kesetimbangan dengan udara tersebut, zat padat akan menyerap moisture
dari udara sampai tercapai kesetimbangan (Kirk dan Othmer, 1982).
Dalam fasa fluida pengering, difusi ditentukan oleh perbedaan konsentrasi,
dinyatakan dalam fraksi mol. Dalam fasa zat padat basah, perhitungan-
14
perhitungan pengeringan selalu dinyatakan dalam massa air per satuan massa zat
padat bone dry (Geankoplis, 1993).
Dimana,
Xt = moisture content basis kering
W = berat bahan basah (kg)
Ws = berat bahan kering (kg)
2. Drying Rate (N, kg/m2s )
Drying rate (N, kg/m2s ) menunjukkan laju penguapan air untuk tiap satuan
luas dari permukaan yang kontak antara material dengan fluida panas. Persamaan
yang digunakan untuk menghitung laju pengeringan menurut Treybal (1981)
adalah:
𝑊𝑠 𝑑𝑋t
R = - ..……………………………...….
𝐴 𝑑𝑡
(2.5)
15
Dimana,
R = laju pengeringan (kg H2O yang diuapkan/jam.m2)
Ws = berat bahan kering (kg)
A = luas permukaan bahan (m2)
Xt = moisture content basis kering (kg H2O/kg bahan kering)
T = waktu (jam)
Menurut Taib (1988), untuk mengetahui laju pengeringan perlu mengetahui
waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan suatu bahan dari kadar air tertentu
sampai kadar air yang diinginkan pada kondisi tertentu, maka bisa dilakukan
dengan cara:
1. Drying Test
Drying test yaitu hubungan antara moisture content suatu bahan vs waktu
pengering pada temperatur, humidity, dan kecepatan pengering tetap. Kandungan
air dari suatu bahan akan menurun karena adanya pengeringan, sedangkan
kandungan air yang hilang akan semakin meningkat seiring dengan penambahan
waktu hingga pada waktu (t) tertentu padatan mencapai keseimbangan kadar air
dan proses pengeringanpun berhenti. Untuk hubungan antara laju pengeringan
(drying rate) terhadap waktu adalah pada tahap awal, laju pengeringan akan
berjalan meningkat untuk selanjutnya menuju pada skala konstan dan menurun
bahkan berhenti dikarenakan padatan telah mencapai keseimbangan dengan air .
Gambar 2.3 Kurva hubungan moisture content suatu bahan dan drying rate
terhadap waktu (Perry dan Green, 1984)
16
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kalibrasi
Pada percobaan pengeringan pasir halus basah ini, dilakukan kalibrasi
terlebih dahulu dimana percobaan dilakukan kalibrasi terhadap skala suhu serta
terhadap skala laju alir udara. Kalibrasi ini bertujuan untuk mengetahui nilai dari
skala yang digunakan.
4.1.1 Kalibrasi Temperatur
Pada percobaan dilakukan kalibrasi terhadap skala suhu. Data percobaan
kalibrasi suhu dapat dilihat pada Tabel 4.1 dibawah ini.
Tabel 4.1 Data Kalibrasi Suhu
No Skala Suhu (℃)
1 3 44
2 4 47
46
45.5
45
44.5
44
43.5
0 1 2 3 4 5
Skala
y = 0.0174x + 0.01
0.115 R² = 1
0.11
0.105
0.1
0.095
4.8 5 5.2 5.4 5.6 5.8 6 6.2
Skala
Gambar 4.2 Grafik kalibrasi laju alir udara pada skala 5 dan 6
Berdasarkan grafik 4.2 diatas didapat persamaan garis y = 0.0174 x + 0.01
yang merupakan persamaan laju alir udara sebagai fungsi skala. Berdasarkan
persamaan yang didapat, didapat nilai laju lair udara pada skala 5 adalah 0.097167
m3/s dan pada skala 6 adalah 0,114601 m3/s.
sampel, hal ini bertujuan untuk mengetahui berapa kadar air yang hilang jika
percobaan selesai dilakukan, dalam percobaan ini didapatkan data berikut:
Tabel 4.3 Data Kurva Karakteristik
Kadar Air (kg air/kg Laju Pengeringan
No
pasir kering) (kg/m2s)
1 0,2372 0
2 0,228773 0,457612
3 0,223924 0,46003
4 0,21669 0,460858
5 0,209032 0,460824
6 0,201989 0,460963
7 0,194734 0,460348
8 0,179352 0,403226
9 0,172291 0,383391
10 0,169319 0,161428
11 0,169108 0,011458
0.5
0.45
B
Laju Pengeringan (kg/m2jam)
0.4
C
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0 D A
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25
Kadar Air (kg air/kg pasir kering)
cukup banyak sehingga massa air mudah teruapkan. Selanjutnya tampak laju
pengeringan konstan dimana pada kondisi ini penguapan air yang merata hingga
mendekati menit akhir terjadi penurunan laju pengeringan yang disebabkan oleh
berkurangnya kadar air didalam bahan yang mampu teruapkan. Hal ini
menyebabkan terjadinya penurunan percobaan kecepatan pengeringan pada
sampel.
5 0,33819444 0,097167
6 0,42207828 0,114601
0.4
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
1.257272727 1.482857143
Flowrate (m3/s)
Gambar 4.4 Kurva Laju Pengeringan VS Laju Alir Udara pada T=44℃ di Tray 1
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa pada percobaan dengan skala laju
alir udara yang berbeda, F=0,1146 m3/s akan memiliki laju pengeringan yang
23
lebih besar dibandingkan pada F=0,09717 m3/s. Hal ini disebabkan oleh semakin
tingginya laju udara maka akan memperbesar laju perpindahan panas dan akan
semakin banyak air yang bisa teruapkan, sehingga laju pengeringannya pun
semakin besar.
Berdasarkan data tabel diatas dibuat grafik yang dapat dilihat pada gambar 4.5.
0.36
0.355
Laju Pengeringan (kg/m2.jam)
0.35
0.345
0.34
0.335
0.33
0.325
44 47
Suhu (℃)
disebabkan oleh suhu yang lebih tinggi akan menyebabkan laju perpindahan panas
yang lebih besar juga sehingga akan meningkatkan laju pengeringan.
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
1 4
Posisi Tray
Gambar 4.6 Kurva Posisi Tray VS Laju Pengeringan Pada Laju Udara 0,09717
m3/s dan Suhu 44 ℃
Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa pada Tray 1 didapati hasil laju
pengeringan yang lebih tinggi dibandingkan pada Tray 4 yang menunjukkan
penguapan pada Tray 1 yang lebih besar. Hal ini disebabkan oleh posisi Tray 1
yang terletak di bagian atas sehingga memiliki ruang penguapan dan laju
perpindahan panas yang lebih besar dibandingkan Tray 4 yang terletak
dibawahnya. Penguapan di Tray 4 akan terhalang oleh Tray-Tray diatasnya
sehingga ruang untuk penguapannya menjadi kecil.
25
1.2
0.8
Gambar 4.7 Kurva laju pengeringan teoritis versus laju pengeringan percobaan
pada V=0,09717 m3/s serta T=44 C di Tray 1
Dari gambar 4.7 diatas dapat dilihat bahwa nilai laju pengeringan secara
teoritis lebih besar dibandingkan nilai laju pengeringan hasil percobaan. Laju
pengeringan percobaan mengalami peningkatan diawal kemudian berada pada
tahap statis dan menurun setelahnya. Sementara itu, laju pengeringan secara
teoritis nilainya terus meningkat dan setelah mencapai laju pengeringan
maksimumnya, laju pengeringan mengalami penurunan.
26
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
1. Laju pengeringan pada proses pengeringan dipengaruhi oleh laju alir udara
pengering, suhu pengeringan serta posisi tray pada Tray Dryer.
2. Laju pengeringan berbanding lurus dengan laju alir udara pengering dan
suhu pengeringan tetapi berbanding terbalik dengan posisi tray.
3. Laju pengeringan terbesar didapat pada saat laju alir udara 0,1166 m3/s,
suhu pengeringan 47 ℃ dan posisi tray 1.
5.2 SARAN
Jika ingin melalukan percobaan pengeringan terhadap pasir, sebaiknya
gunakan suhu diatas 50 ℃ agar waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan lebih
singkat dan hasil yang didapatkan lebih bagus. Untuk penggunaan suhu yang tidak
terlalu tinggi dan waktu pengeringan yang singkat, sebaiknya gunakan bahan yang
memiliki volatilitas yang tinggi.
27
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN
Maka :
Δx = 0.2287 kg air/kg padatan - 0.2372 kg air/kg padatan
= -0.008427 kg air/kg padatan
Laju Pengeringan (N):
−Ls Δx
N=
A Δθ
−(0.45795 kg padatan)×(−0.008427 kg air/kg padatan)
N=
(0.0506 m2 × 0,16667 jam)
𝑁𝑢 × 𝑘 (82.48437908)(0.027199
ℎ= = = 8.158052 W/m·K
𝐿 (0.275)
q1 = h. A. ∆T
= (8.158052) W/m·K (0.0506) m2 (316K – 313.4545K)
= 1.050757 W
1 1
U=1 ∆x = 1 0.005 = 3.263592 W/m·K
+ +
h k 8.158052 0.027199
q2 = U. A. ∆T
= (3.263592) (0.0506) (316°C – 313.4545°C)
= 0.420351 W
q total = q1+q2 = 1.050757 + 0.420351 = 1.471108 J/s
𝑞 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 1.471108
m = = = 5.7128 x 10-6 kg/s
λw 2575.109 103
𝑚 5.7128 × 10−6
N = 3600 = 3600 = 0.406444147 kg air/m2·jam
A 0.0506
= 12.59%
31
LAMPIRAN B
HASIL PERHITUNGAN EXCEL
1. Run 1 Tray 1 (Laju Udara pada Skala 5 dan Suhu pada Skala 3)
2. Run 1 Tray 4 (Laju Udara pada Skala 5 dan Suhu pada Skala 3)
3. Run 2 Tray 1 (Laju Udara pada Skala 5 dan Suhu pada Skala 4)
4. Run 2 Tray 4 (Laju Udara pada Skala 5 dan Suhu pada Skala 4)
5. Run 3 Tray 1 (Laju Udara pada Skala 6 dan Suhu pada Skala 3)
6. Run 3 Tray 4 (Laju Udara pada Skala 6 dan Suhu pada Skala 3)
7. Run 4 Tray 1 (Laju Udara pada Skala 6 dan Suhu pada Skala 4)
8. Run 4 Tray 4 (Laju Udara pada Skala 6 dan Suhu pada Skala 4)
LAMPIRAN C
DOKUMENTASI