Tutor Kelompok 7
Tutor Kelompok 7
Kelompok 7B :
DOSEN PEMBIMBING :
dr. Humaryanto, Sp.OT
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2019/2020
Skenario
Ny. H, 50 tahun, datang ke RSUD Mattaher untuk general check up. Sejak 7 bulan ini Ny. H
sering merasakan sakit kepala dan nyeri tengkuk. Dari anamnesis, diketahui Ny. H memiliki
kebiasaan tidur larut malam, jarang berolahraga dan telah menopause sejak 5 tahun lalu. Pada
pemeriksaan general check up, dokter mengatakan Ny. H obesitas dan mengalami gangguan
regulasi tekanan darah. Pemeriksaan fisik tanda vital, didapatkan tekanan darah 160/110
mmHg dan nadi 80 x/mnt, kuat angkat. Pada pemeriksaan EKG tidak dijumpai kelainan.
Dokter kemudian menganjurkan Ny. H mengubah gaya hidupnya dan mengkonsumsi obat
secara teratur agar kondisinya dapat terkontrol, sehingga tidak terjadi komplikasi yang tidak
diinginkan.
I. Klarifikasi istilah
1. General check up : Pemeriksaan kesehatan yang ditunjukkan untuk mengetahui
status kesehatan1
2. Menoupose : Berhentinya ovulasi dan siklus menstruasi2
3. EKG : perekaman grafik variasi potensial elektrik yang disebabkan
oleh kegiatan listrik otot jantung dan di deteksi pada permukaan tubuh, sebagai
metode untuk mempelajari kerja otot jantung2
II. Identifikasi Masalah
1. Anatomi histologi dan fisiologi dari kardiovaskular?
2. Apa tujuan, persyaratan, dan prosedur general check up?
3. Bagaimana etiologi patofisiologi dari sakit kepala dan nyeri tengkuk?
4. Apa hubungan kebiasaan dengan keluhan yang di alami pasien?
5. Apa hubungan obesitas dengan gangguan regulasi tekanan darah?
6. Apa saja faktor yang mempengaruhi tekanan darah?
7. Bagaimana patogenesis hipertensi?
8. Bagaimana penegakkan diagnosis?
9. Apa saja klasifikasi dan jenis hipertensi?
10. Apa faktor pencetus hipertensi?
11. Bagaimana tatalaksananya?
12. Bagaimana komplikasi dan prognosis?
III. Analisis Masalah
1. Bagaimana anatomi, histologi, fisiologi sistem kardiovaskular?
a. Anatomi3
Jantung merupakan organ otot berongga yang mempunyai fungsi utama memompa
darah ke sirkulasi paru yang lebih kecil (sirkulasi pulmonal), dan sirkulasi tubuh yang
lebih besar (sirkulasi sistemik). Jantung terletak di di dalam rongga mediastinum di
antara kedua paru.
b. Histologi4
Secara histologi, jantung normal terdiri dari 3 lapisan, yaitu : Endokardium,
Miokardium, dan Epikardium.
Lapisan endokardium
Lapisan miokardium
Lapisan epikardium
Pembuluh Darah
c. Fisiologi5
a. Siklus Jantung
Siklus jantung terdiri dari periode sistol (kontraksi dan pengosongan isi) serta
diastol (relaksasi dan pengisian jantung). Atrium dan ventrikel mengalami siklus
sistol dan diastol yang terpisah. Kontraksi terjadi akibat penyebaran eksitasi ke
seluruh jantung, sedangkan relaksasi timbul setelah repolarisasi jantung.
Selama diastol ventrikel dini, atrium juga masih berada dalam keadaan diastol.
Karena aliran masuk darah yang kontinu dari sistem vena ke dalam atrium, tekanan
atrium sedikit melebihi tekanan ventrikel walaupun kedua bilik tersebut melemas.
Karena perbedaan tekanan ini, katup AV terbuka, dan darah mengalir langsung dari
atrium ke dalam ventrikel selama diastol ventrikel. Akhirnya, volume ventrikel
perlahan – lahan meningkat bahkan sebelum atrium berkontraksi. Pada akhir
diastol ventrikel, nodus sinoatrium (SA) mencapai ambang dan membentuk
potensial aksi. Impuls menyebar ke seluruh atrium dan menimbulkan kontraksi
atrium. Setelah eksitasi atrium, impuls berjalan melalui nodus AV dan sistem
penghantar khusus untuk merangsang ventrikel. Ketika kontraksi ventrikel dimulai,
tekanan ventrikel segera melebihi tekanan atrium. Perbedaan tekanan yang terbalik
inilah yang mendorong katup AV tertutup.
Setelah tekanan ventrikel melebihi tekanan atrium dan katup AV sudah
menutup, tekanan ventrikel harus terus meningkat sampai tekanan tersebut cukup
untuk membuka katup semilunar (aorta dan pulmonal). Dengan demikian, terdapat
periode waktu singkat antara penutupan katup AV dan pembukaan katup aorta.
Karena semua katup tertutup, tidak ada darah yang masuk atau keluar dari ventrikel
selama waktu ini. Interval ini disebut sebagai periode kontraksi ventrikel isometrik.
Pada saat tekanan ventrikel kiri melebihi 80 mmHg dan tekanan ventrikel kanan
melebihi 8 mmHg, katup semilunar akan terdorong dan membuka. Darah segera
terpompa keluar dan terjadilah fase ejeksi ventrikel. Pada akhir sistolik, terjadi
relaksasi ventrikel dan penurunan tekanan intraventrikular secara cepat.
Peningkatan tekanan di arteri besar menyebabkan pendorongan darah kembali ke
ventrikel sehingga terjadi penutupan katup semilunar. Tidak ada lagi darah yang
keluar dari ventrikel selama siklus ini, namun katup AV belum terbuka karena
tekanan ventrikel masih lebih tinggi dari tekanan atrium. Dengan demikian, semua
katup sekali lagi tertutup dalam waktu singkat yang dikenal sebagai relaksasi
ventrikel isovolumetrik.
b. Curah Jantung dan Kontrolnya
Curah jantung (cardiac output) adalah volume darah yang dipompa oleh tiap –
tiap ventrikel per menit (bukan jumlah total darah yang dipompa oleh jantung).
Selama satu periode waktu tertentu, volume darah yang mengalir melalui
sirkulasi paru ekivalen dengan volume darah yang mengalir melalui sirkulasi
sistemik. Dengan demikian, curah jantung dari kedua ventrikel dalam keadaan
normal identik, walaupun apabila diperbandingkan denyut demi denyut, dapat
terjadi variasi minor. Dua faktor penentu curah jantung adalah kecepatan denyut
jantung (denyut per menit) dan volume sekuncup (volume darah yang dipompa
per denyut). Kecepatan denyut jantung rata – rata adalah 70 kali per menit, yang
ditentukam oleh irama sinus SA, sedangkan volume sekuncup rata –rata adalah
70 ml per denyut, sehingga curah jantung rata – rata adalah 4.900 ml/menit atau
mendekati 5 liter/menit.
Kecepatan denyut jantung terutama ditentukan oleh pengaruh otonom pada
nodus SA. Nodus SA dalam keadaan normal adalah pemacu jantung karena
memiliki kecepatan depolarisasi spontan tertinggi. Ketika nodus SA mencapai
ambang, terbentuk potensial aksi yang menyebar ke seluruh jantung dan
menginduksi jantung berkontraksi. Hal ini berlangsung sekitar 70 kali per menit,
sehingga kecepatan denyut rata – rata adalah 70 kali per menit. Jantung
dipersarafi oleh kedua divisi sistem saraf otonom, yang dapat memodifikasi
kecepatan serta kekuatan kontraksi. Saraf parasimpatis ke jantung yaitu saraf
vagus mempersarafi atrium, terutama nodus SA dan nodus atrioventrikel (AV).
Pengaruh sistem saraf parasimpatis pada nodus SA adalah menurunkan kecepatan
denyut jantung, sedangkan pengaruhnya ke nodus AV adalah menurunkan
eksitabilitas nodus tersebut dan memperpanjang transmisi impuls ke ventrikel.
Dengan demikian, di bawah pengaruh parasimpatis jantung akan berdenyut lebih
lambat, waktu antara kontraksi atrium dan ventrikel memanjang, dan kontraksi
atrium melemah.
Sebaliknya, sistem saraf simpatis, yamg mengontrol kerja jantung pada situasi
– situasi darurat atau sewaktu berolahraga, mempercepat denyut jantung melalui
efeknya pada jaringan pemacu. Efek utama stimulasi simpatis pada nodus SA
adalah meningkatkan keceptan depolarisasi, sehingga ambang lebih cepat dicapai.
Stimulasi simpatis pada nodus AV mengurangi perlambatan nodus AV dengan
meningkatkan kecepatan penghantaran. Selain itu, stimulasi simpatis
mempercepat penyebaran potensial aksi di seluruh jalur penghantar khusus.
Komponen lain yang menentukan curah jantung adalah volume sekuncup.
Terdapat dua jenis kontrol yang mempengaruhi volume sekuncup, yaitu kontrol
intrinsik yang berkaitan dengan seberapa banyak aliran balik vena dan kontrol
ekstrinsik yang berkaitan dengan tingkat stimulasi simpatis pada jantung. Kedua
faktor ini meningkatkan volume sekuncup dengan meningkatkan kontraksi otot
jantung. Hubungan langsung antara volume diastolik akhir dan volume sekuncup
membentuk kontrol intrinsik atas volume sekuncup, yang mengacu pada
kemampuan inheren jantung untuk mengubah volume sekuncup. Semakin besar
pengisian saat diastol, semakin besar volume diastolik akhir dan jantung semakin
teregang. Semakin teregang jantung, semakin meningkat panjang serat otot awal
sebelum kontraksi. Peningkatan panjang menghasilkan gaya yang lebih kuat,
sehingga volume sekuncup menjadi lebih besar. Hubungan antara volume
diastolik akhir dan volume sekuncup ini dikenal sebagai hukum Frank-Starling
pada jantung.
Secara sederhana, hukum Frank-Starling menyatakan bahwa jantung dalam
keadaan normal memompa semua darah yang dikembalikan kepadanya,
peningkatan aliran balik vena menyebabkan peningkatan volume sekuncup.
Tingkat pengisian diastolik disebut sebagai preload, karena merupakan beban
kerja yang diberikan ke jantung sebelum kontraksi mulai. Sedangkan tekanan
darah di arteri yang harus diatasi ventrikel saat berkontraksi disebut sebagai
afterload karena merupakan beban kerja yang ditimpakan ke jantung setelah
kontraksi di mulai. Selain kontrol intrinsik, volume sekuncup juga menjadi subjek
bagi kontrol ekstrinsik oleh faktor – faktor yang berasal dari luar jantung,
diantaranya adalah efek saraf simpatis jantung dan epinefrin
c. Tekanan Darah
Tekanan darah adalah tekanan hidrostatik yang diakibatkan karena penekanan
darah pada dinding pembuluh darah. Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah
tertinggi yang dicapai arteri selama sistol, sedangkan tekanan darah diastolik
adalah tekanan darah terendah yang dicapai arteri selama diastol. Tekanan arteri
rata – rata (mean arterial pressure) adalah tekanan rata – rata yang bertanggung
jawab mendorong darah maju ke jaringan selama seluruh siklus jantung.
Perkiraan tekanan arteri rata – rata dapat dihitung dengan menggunakan rumus
berikut:
Tekanan arteri rata – rata = tekanan darah diastolik + 1/3 (tekanan darah sistolik –
tekanan darah diastolik)
Pengaturan tekanan arteri rata – rata bergantung pada dua kontrol utamanya, yaitu
curah jantung dan resistensi perifer total. Kontrol curah jantung bergantung pada
pengaturan kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup, sementara resistensi
perifer total terutama ditentukan oleh derajat vasokonstriksi arteriol.
Pengaturan jangka pendek tekanan darah terutama dilakukan oleh reflex
baroreseptor. Baroreseptor sinus karotikus dan lengkung aorta secara terus –
menerus memantau tekanan arteri rata – rata. Kontrol jangka panjang tekanan
darah melibatkan pemeliharaan volume plasma yang sesuai melalui kontrol
keseimbangan garam dan air oleh ginjal.5
2. Konsumsi Obat
Beberapa obat memiliki dampak langsung terhadap hasil tes darah. Obat dari golongan
steroid, misalnya, berdampak pada peningkatan kadar Kolesterol. Namun, bila
pengkonsumsian obat tak dapat dihindari, pasien bisa menginformasikan obat-obatan
yang dikonsumsi itu pada petugas laboratorium.
3. Olahraga
Anjuran untuk tidak berolahraga atau melakukan aktivitas yang berat sebelum menjalani
MCU juga berdasarkan alasan dampaknya terhadap tekanan darah. Wajar saja sesudah
olahraga ada kecenderungan tekanan darah meningkat. Namun, bila situasi ini terjadi
menjelang dan saat MCU, hasil tes laboratorium bisa mendiagnosa seseorang mengalami
tekanan darah tinggi (hipertensi).
4. Tidur Cukup
Kualitas dan kuantitas tidur memiliki kaitan pula dengan tekanan darah. Menurut
penelitian National Sleep Foundation, waktu tidur yang ideal untuk orang dewasa berusia
18 tahun hingga 64 adalah 7 jam sampai 9 jam.
5. Waktu Tes
Di luar prosedur, ada anjuran pula MCU dilakukan pada pagi hari. Meski tidak
diwajibkan, anjuran ini bisa jadi pertimbangan karena juga ada alasannya. Pada dasarnya,
tubuh memiliki waktu biologis. Nah, pagi hari adalah keadaan terbaik tubuh setelah
semalaman beristirahat penuh. Terlebih lagi, aktivitas yang dilakukan tubuh pada pagi
hari belum terlalu berat. Harapannya, MCU akan memberikan hasil lebih akurat dengan
pilihan waktu ini.
Prosedur Medical Check Up
Prosedur medical check up ini dapat dilakukan di laboratorium atau rumah sakit. Jenis
pemeriksaan yang akan dilakukan berbeda-beda disesuaikan dengan kondisi seseorang dan
juga tujuan melakukan MCU. Secara umum pemeriksaan yang dilakukan pada saat
medical check up adalah pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada medical check up meliputi:
Berat badan dan tinggi badan
Berat badan dan tinggi badan seseorang diukur berdasarkan kriteria BMI (Body Mass
Index = Indeks Massa Tubuh). BMI diukur dengan rumus : Berat Badan (dalam kg)
dibagi Tinggi Badan kuadrat (dalam meter). Klasifikasi BMI berdasarkan WHO, yaitu :
Nilai < 18.5 : underweight
Nilai 18.5 – 24.9 : Normal
Nilai 25.0 – 29.9 : Overweight
Nilai 30.0 – 34.9 : Obesitas tingkat 1
Nilai 35.0 – 39.9 : Obesitas tingkat 2
Nilai 40 : Obesitas tingkat 3
Pemeriksaan tanda-tanda vital
a. Tekanan darah (normal 120/80 mmHg)
b. Denyut nadi (normal 60 – 100 kali per menit)
c. Laju pernafasan (normal 12 – 20 kali per menit)
d. Suhu tubuh (normal 37.50C)
Mata
Diperiksa untuk mengetahui tajam penglihatan, ada tidaknya kelainan refraksi,
astigmatisma, katarak, tekanan di dalam bola mata, pemeriksaan lapang pandang, buta
warna, infeksi dan sebagainya.
Hidung
Ada tidaknya septum deviasi, massa di dalam rongga hidung, dan sebagainya.
Rongga mulut
Apakah ada tanda-tanda infeksi di rongga mulut atau tidak, pembesaran kelenjar tonsil,
pemeriksaan gigi dan sebagainya.
Telinga
Dinilai apakah gendang telinga masih intak atau tidak, ada tidaknya serumen, dan
kemampuan pendengaran, dan sebagainya.
Rongga dada
Untuk menilai organ paru-paru dan jantung, ada kelainan atau tidak. Rongga perut.
2. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang medical check up yang dapat dilakukan antara lain :
1. Pemeriksaan laboratorium darah
Dari pemeriksaan darah dapat diketahui banyak hal seperti :
a. Haemoglobin (Hb)pria normal 14 – 18 gr/dL dan wanita normal 12 – 16 gr/dL
b. Leukosit (sel darah putih); normalnya 4.000 – 10.000 sel per mm3.
c. Trombosit; normalnya 200 – 400 ribu sel per mm3.
d. Kadar elektrolit : Natrium, Kalium, Kalsium, dan Klorida Kadar gula darah puasa
(normal 80 – 100 mg/dL) dan kadar gula darah 2 jam setelah puasa (normal 120 – 140
mg/dL)
e. Kolesterol; normalnya HDL > 60 mg/dL, LDL < 100 mg/dL, trigliserida < 150 mg/dL,
dan kolesterol total < 200mg/dL
f. Asam urat; pria normal 3.5 – 7 mg/dL dan wanita normal 2.5 – 6 mg/dL
g. Fungsi hati; normalnya SGOT < 45 dan SGPT < 35, lebih lanjut baca: SGOT dan
SGPT : Nilai Normal, Tinggi, Rendah & Maknanya Fungsi ginjal; normalnya ureum 10
– 50 dan kreatinin 0.5 – 1.3 dan sebagainya.
2. Pemeriksaan urin (urinalisis)
Dari pemeriksaan urin dapat diketahui apakah ada infeksi saluran kemih atau tidak
Rontgen dada. Untuk mengetahui ada tidaknya infeksi pada paru-paru dn mengetahui ada
tidaknya pembessaran jantung.
2. Eletrokardiografi (EKG)
Untuk merekam aktivitas listrik jantung, dari pemeriksaan EKG ini dapat diketahui ada
tidaknya pembesaran jantung, laju detak jantung irama jantung, ada tidaknya sumbatan,
dan sebagainya. Treadmill. Untuk mengetahui kemampuan kerja jantung Pemeriksaan
laboratorium khusus untuk mengetahui adanya infeksi penyakit tertentu, seperti HBsAg
untuk infeksi hepatitis B, penyakit menular seksual, dan sebagainya. Pemeriksaan
laboratorium khusus untuk mengetahui adanya penanda suatu keganasan (Ca marker).
Sebelum menjalani medical check up sebaiknya pasien berkonsultasi dahulu dengan
dokter, untuk mengetahui pemeriksaan apa saja yang perlu dilakukan sesuai dengan
kebutuhan pasien.6
3. Apa Klasifikasi, Etiologi, Patofisiologi, dan Diagnosis Banding dari sakit kepala?
1. Klasifikasi
Berdasarkan penyebab :
1. Nyeri kepala primer7
Nyeri kepala yang tidak jelas kelainan anatomi/kelainan struktur, yaitu :
a. Migrain
1. Migrain tanpa aura adalah sakit kepala dengan gambaran spesifik dan gejala terkait.
2. Migrain tanpa aura ditandai dengan gejala neurologis fokal sementara yang
biasanya mendahului atau terkadang menyertai sakit kepala.
b. Tensiom Type Headache ( Tipe Tegang )
1. Tipe episodik
a. Sering terjadi
b. Jarang terjadi
2. Kronik : Penyakit yang menyebabkan menurunnya kualitas hidup dan kecatatan
hidup meningkat.
c. Cluster Headache
Rasa sakit yang parah dan sangat unilateral yang bersifat orbital, supraorbital, temporal,
atau kombinasi.
Gangguan sakit kepala primer yang secara klinis heterogen, dikelompokan dalam 4
kategori :
1. Sakit kepala yang berhubungan dengan aktivitas fisik, termasuk sakit kepala.
2. Stimuli fisik secara langsung yang dikaitkan dengan sakit kepala
3. Sakit kepala epicranial
4. Gangguan sakit kepala primer
2. Nyeri kepala sekunder7
a. Sakit kepala disebabkan oleh trauma atau cidera kepada atau leher
g. Sakit kepala atau sakit pada wajah yang disebabkan oleh gangguan pada tengkorak,
leher, mata, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut, atai struktur wajah lainnya.
3. Neuropati kranial yang menyakitkan, nyeri wajah lainyya, dan sakit kepala lainnya.7
a. Lesi yang menyakitkan pada saraf kranial dan nyeri wajah lainnya
b. Gangguan sakit kepala lainnya
Berdasarkan onset :
1. Episodik : Berlangsungnya Selma kurang dari 15 hari dengan serangan yang terjadi kurang
dari 1 hari perbulan (12 hari dalam 1 tahun)
2. Kronik : Berlangsung lebih dari 15 hari untuk lebih dari 3 bulan3
2. Etiologi
Nyeri kepala ditimbulkan karena :5
1. Inflamasi pada struktur bangunan peka nyeri intrakranial maupun ekstrakranial, ditandai
dengan pelepasan kaskade zat substansi dari berbagai neuron disekitar daerah injury,
makrofag melepaskan sitokin, neuron yang rusak melepaskan ATP dan proton, sel mast
melepaskan histamine, prostaglandin, serotonin, serotonin, dan asam arakidonat yang
memiliki kemampuan melakukan sensitisasi terminal neuron.
2. Inflamasi neurogenic steril selanjutnya akan mengakibatkan proses vasodilatasi dan
ekstravasasi plasma protein yang mengikuti pelepasan peptide vasoaktif CGRP, substansi
p, dan neurokinin/NKA dari nerve ending.
3. Aktivasi mekanoreseptor pada ujung saraf sensoris vaskuler untuk melepaskan L-Glutamat
dan aktivasi termoreseptor.
4. Distensi atau dilatasi pembuluh darah intracranial dan ekstrakranial
5. Traksi pada arteri siklus wills, sinus venosus, dan vena-vena yang mensuplai sinus tersebut
(Arteri Meningeal)
6. Pergesaran bangunan nyeri karena suatu desakan (Massa, kista, edema, perifokal, dsb)
7. Peningkatan tekanan intracranial yang terjadi melalui 2 mekanisme dasar yaitu
bertambahnya volume otak dan adanya obstruksi CCS dan system vena
8. Kontraksi otot-otot kepala dan leher
9. Tekanan langsung pada saraf-saraf yang mengandung serabut-serabut untuk rasa nyeri
didaerah kepala
10. Beberapa pemicu yang dapat menyebabkan timbul sakit kepala, antara lain konsumsi
coklat, keju, dan penyedap makanan (MSG), orang yang terbiasa minum kopi juga akan
mengalami sakit kepala bila yang bersangkutan lupa untuk minum kopi
3. Patofisiologi
Pemberian rangsang pada struktur peka nyeri yang terletak di tentorium serebelli maupun
diatasnya, akan timbul rasa nyeri menjalar pada aerah di depan batas garis vertical yang ditarik
dari kedua telinga kiri dan kanan melewati puncak kepala (Frontotemporal dan parietal anterior).
Rasa nyeri ditransmisikan oleh nervus trigeminus oleh N.IX, N.X, dan saraf spinal c1-c3,
kadang-kadang radiks cervicalis bagian atas dapat menjalar nyeri frontal dan mata ipsilateral
melalui reflex trigeminoservical.
Refleks ini dapat dibuktikan dengan cara pemberian stimuli pada nervus supraorbital dan
direkam dengan pemasangan electrode pada otot sternocledomasteoideus. Input ekstroseptif dan
nosiseptif reflex trigeminoservical ditransmisikan melalui rute polisinaptik, termasuk nucleus
spinal trigeminal lalu mencapai motorneuron servical. Hal ini menunjukan adanya hubungan
erat antara inti-inti trigeminus dengan radiks dorsalis segmen servical atas sehingga menunjukan
bahwa nyeri di daerah leher dapat dirasakan atau diteruskan kearah kepala atau sebaliknya.
Refleks ini juga menunjukan adanya keterlibatan batang otak yaitu dengan munculnya rasa nyeri
kepala, nausea, dan muntah.5
4. Diagnosis Banding
Ketika pasien dengan nyeri kepala hebat di tatalaksana di IGD, psikiater yang familiar dengan
gejala nyeri kepala yang jarang dapat menjadi penyelamat hidup. Membedakan dari semua
potensi penyebab nyeri kepala bisa menjadi menakutkan. Tugas ini menjadi lebih mudah
dengan cara menyingkirkan penyebab berbahaya dari nyeri kepala (Kotak 78-3). Jika ini sudah
dilakukan, klinisi bisa mencocokkan riwayat nyeri kepaladengan sindrom nyeri kepala
sekarang.8
a. gangguan tidur
b. Olahraga
Olahraga secara rutin akan membantu jantung kita lebih kuat sehingga aliran
darah dari jantung ke dalam tubuh menjadi lebih efisien. Akan tetapi jika jantung tidak
terbiasa bekerja memompa darah secara baik maka tekanan darah dan kekuatan arteri
akan lebih rendah. Penyakit lainnya yang akan muncul yaitu stroke dan ginjal.
Pada saat melakukan olahraga aerobik, serat serat otot saling bergeseran atau
yang dikenal dengan sear stress dan meningkatkan aliran darah yang bersifat gelombang.
Saat inilah awal terjadinya proses kimia di dalam sel-sel pembuluh darah, sehingga
terbentuk suatu bahan yaitu nitrit oksida (NO) dan melepaskan Endhotelial Derive
Relaxing Factor (EDRF) yang merileksi dan menyebabkan pelebaran pada pembuluh
darah. NO menjadi mediator dalam relaksasi otot polos pada pembuluh darah (Rai,
2012). Aliran darah pada pembuluh koroner dalam keadaan istirahat sekitar 200 ml per
menit (4% dari total curah jantung). Penelitian laboratorium membuktikan bahwa
peningkatan sebanyak 4 ml per menit pada aliran darah dapat menghasilkan NO yang
merangsang perbaikan fungsi endothelium atau lapisan pada dinding pembuluh darah,
yaitu berperan pada vasodilatasi. Stimulus yang bermacam-macam pada sel endhotel
menyebabkan diproduksinya EDRF, salah satunya yaitu NO. Tekanan darah dapat stabil
dalam keadaan normal pada saat NO dilepaskan, karena menstimulasi soluble Guanilate
Cyclase (sGC) yang menyebabkan peningkatan sintesa siklik Guanosin Monophosphat
(GMP) dari Guanosin Triphosphat (GTP). Peningkatan siklik GMP akan menyebabkan
otot polos pembuluh darah tersebut relaksasi. Hasil dari relaksasi akan menyebabkan
bertambahnya diameter pembuluh darah, sehingga tahanan pembuluh darah akan
berkurang dan diiringi dengan penurunan aliran darah yang menyebabkan turunnya
tekanan darah.10
c. Menopause
Obesitas meningkatkan kerja Antung dan kebutuhan oksigen12. Pada obesitas yang terjadi
pada tubuh adalah :
1. Curah jantung meningkat, sebagian karena aliran darah tambahan yang dibutuhkan
untuk jaringan adiposa ekstra. Walaupun begitu, aliran darah di jantung, ginjal,
traktus gastrointestinal dan otot skelet juga meningkat seiring peningkatan berat badan
disebabkan oleh meningkatnya lajut metabolik dan pertumbuhan organ – organ dan
jaringan sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan metaboliknya. Bila keadaan
ini menetap selama berbulan – bulan dan bertahun – tahun, tahanan vasklar perifer
total juga dapat meningkat.13
2. Aktivitas saraf simpatis, terutama di ginjal, meningkat pada orang – orang dengan
berat badan berlebih.
Hormon seperti leptin yang dilepaskan oleh sel – sel lemak dapat langsung
merangsang berbagai daerah di hipotalamus, yang kemudian, mempunyai pengaruh
eksitasi terhadap pusat vasomotor di medula otak.13
3. Kadar angiotensin II dan aldosteron meningkat dua sampai tiga kali pada banyak
pasien dengan obesitas.
Angiotensin II bersifat vasokonstriktor sehingga meningkatkan Tahanan Perifer,
sedangkan aldosteron berpengaruh pada stroke volume14 sehingga keduanya dapat
mengganggu regulasi tekanan darah bila berlebih.
Arterioar volume
Hipertensi yang berlangsung lama akan meningkatkan beban kerja jantung karena
terjadi peningkatan resistensi terhadap ejeksi ventrikel kiri. Untuk meningkatkan
kekuatan kontraksinya, ventrikel kiri mengalami hipertrofi sehingga kebutuhan
jantung akan oksigen dan beban kerja jantung meningkat. Dilatasi dan kegagalan
jantung dapat terjadi ketika keadaan hipertrofi tidak lagi mampu mempertahankan
curah jantung yang memadai. Karena hipertensi memacu proses aterosklerosis arteri
koronaria, maka jantung dapat mengalami gangguan lebih lanjut akibat penurunan
aliran darah ke dalam miokardium sehingga timbul angina pectoris atau infark
miokard. Hipertensi juga menyebabkan kerusakan pembuluh darah yang semakin
mempercepat proses aterosklerosis serta kerusakan organ, seperti cedera retina, gagal
ginjal, stroke, dan aneurisma serta diseksi aorta.5
8. Bagaimana penegakkan diagnosis?
9. Evaluasi pasien hipertensi adalah dengan melakukan anamesis tentang14
1. Keluhan pasien
2. Riwayat peyakit dahulu
3. Riwayat penyakit keluarga
4. Pemeriksaan fisik
5. Pemeriksaan penunjang
Anamesis meliputi :
1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
2. Indikasi adanya hipertensi sekunder:
a. Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)
b. Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri,pemakaian obat-obat
analgesik, dan obat bahan lain
c. Berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi
d. Lemah otot dan tetani (aldosteronisme)
3. Faktor-faktor resiko
a. Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga pasien
b. Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya
c. Riwayat diabetes melitus pada pasien atau keluarganya
d. Kebiasaan merokok
e. Pola makan
f. Kegemukan, intensitas olahraga
g. Kepribadian
4. Gejala keruskan organ
a. Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient
ischemic attacks, defisit sensoris atau motoris
b. Jantung : palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki
c. Ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuri
d. Arteri perifer : ekstremitas dingin, klaudikasio intermiten
5. Pengobatan antihipertensi sebelumnya
6. Faktor – faktor pribadi, keluarga dan lingkungan
Pemeriksaan fisik selain memeriksa tekanan darah, juga untuk evaluasi adanya
penyakit penyerta, kerusakan organ target serta kemungkinan adanya hipertensi sekunder.
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan pengukuran tekanan darah :
1. Pengukuran rutin dikamar periksa dokter atau rumah sakit
2. Pengukuran 24 jam (Ambulatory Blood Pressure Monitoring- ABPM)
3. Pengukuran sendiri oleh penderita
Penderita harus bebas dari minuman yang mengandung alkohol, kafein, dan merokok
paling tidak 30 menit sebelum pemeriksaan tekanan darah.
Pemeriksaan penujang penderita hipertensi terdiri dari :
1. Tes darah rutin
2. Glukosa darah (sebaiknya puasa)
3. Kolestrol total serum
4. Kolestrol LDL dan HDL serum
5. Trigliserida serum (sebaiknya puasa)
6. Asam urat serum
7. Kreatinin serum
8. Kalium serum
9. Hemoglobin dan hematokrit
10. Urinalisis (uji carik celup serta sedimen urin)
11. Elektrokardiogram
Evaluasi penderita hipertensi juga diperlukan untuk menentukan adaya penyakit
sistemik yaitu :
1. Aterosklerosis (melalui profil lemak)
2. Diabetes (tertuama pemeriksaan gula darah)
3. Fugsi ginjal (dengan pemeriksaan proteinuria, kreatinin serum, serta memperkirakan
laju filtrasi glomerulus)
Hampir setengah abad yang lalu, Irvin H. Page yang terkenal dengan teori mosaic of
hypertension menguraikan bahwa, hipertensi merupakan” penyakit pengaturan tekanan
yang diakibatakan oleh multifaktorial”
Dengan kemajuan dalam penelitian mengenai hipertensi ternyata masih banyak lagi faktor
yang berperan dalam mekanisme pengaturan tekanan darah yang belum termasuk dalam
teori mosaic. Multifaktorial yang dihubungkan dengan patogenesis hipertensi primer yang
terutama terdiri dari 3 elemen penting yaitu :
1. Faktor genetik
2. Rangsangan lingkungan : terutama asupan garam, stress dan obesitas
3. Adaptasi struktural yang membuat pembuluh darah dan jantung membutuhkan tekanan
yang lebih tingi dari fungsi normalnya.
Ketiga elemen ini saling terkait dimana pengaruh lingkungan yang berlebihan
dibutuhkan untuk mencetuskan predisposisi genetik sedangkan perubahan struktural
kadang-kadang dipercepat oleh faktor genetik
Pada fase awal, interaksi antara predisposisi genetik dan pengaruh lingkungan
menyebabkan terjadi peningkatan cardiac output (CO) melebihi resistensi perifer.
1. Faktor genetik
a. Peran faktor genetik dibuktikan dengan berbagai kenyataan yang dijumpai maupun
dari penelitian, misalnya:
- Kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot dari pada
heterozigot, apabila salah satu diantaranya menderita hipertensi.
- Kejadian hipertensi primer dijumpai lebih tinggi 3,8 kali pada usia sebelum 50 tahun,
pada seseorang yang mempunyai hubungan keluarga derajat pertama yang hipertensi
sebelum usia 50 tahun.
- Percobaan pada tikus golongan Japanese spontaneosly hypertensive rat (SHR) Dahl salt
sensitive (DS) dan sal resistance (R) dan Milan hypertensive rat strain (MHS)
menunjukkan bahwa dua turunan tikus tersebut mempunyai faktor genetik yang secara
genetik diturunkan sebagai faktor penting timbulnya hipertensi, sedangkan turunan yang
lain menunjukkan faktor kepekaan terhadap garam yangjuga diturunkan secara genetik
sebagai faktor utama timbulnya hipertensi
b. Faktor yang mungkin diturunkan secara genetik antara lain : defek transport Na pada
membran sel, defek ekskresi natrium dan peningkatan aktivitas saraf simpatis yang
merupakan respon terhadap stress
2. Faktor lingkungan
a. Keseimbangan garam
Garam merupakan hal yang amat penting dalam patofisiologi hipertensi primer. Hipertensi
hampir tidak pernah ditemukan pada golongan suku bangsa dengan asupan garam yang
minimal. Apabila asupan garam kurang dari 3 gram perhari, prevalensi hipertensi beberapa
persen saja, sedangkan apabila asupan garam antara 5-15 gram perhari, prevalensi
hipertensi menjadi 15-20%. Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi
melalui peningkatan volume plasma, curah jantung GFR (glomerula filtrat rate)
meningkat. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan kelebihan ekskresi garam (pressure
natriuresis) sehingga kembali kepada keadaan hemodinamik yang normal. Pada penderita
hipertensi, mekanisme ini terganggu dimana pressure natriuresis mengalami “reset” dan
dibutuhkan tekanan yang lebih tinggi untuk mengeksresikan natrium, disamping adanya
faktor lain yang berpengaruh
b. Obesitas
Banyak penyelidikan menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang positif diantara obesitas
(terutama upper body obesity) dan hipertensi. Bagaimana mekanisme obesitas
menyebabkan hipertensi masih belum jelas. Akhir-akhir ini ada pendapat yang
menyatakan hubungan yang erat diantara obesitas, diabetes melitus tipe 2, hiperlipidemia
dengan hipertensi melalui hiperinsulinemia
c. Stress
Hubungan antara stress dan hipertensi primer diduga oleh aktivitas saraf simpatis (melalui
cathecholamin maupun renin yang disebabkan oleh pengaruh cathecolamin) yang dapat
meningkatkan tekanan darah yang intermittent. Apabila stress menjadi berkepanjangan
dapat berakibat tekanan darah menetap tinggi. Hal ini secara pasti belum terbukti, akan
tetapi pada binatang percobaan dibuktikan, pemaparan terhadap stress membuat binatang
tersebut hipertensi.
d. Lain-lain
Faktor-faktor lain yang diduga berperan dalam hipertensi primer rasio asupan garam,
kalium, inaktivitas fisik, umur, jenis kelamin dan ras
Terdapat dua kelas umum obat-obatan yang digunakan untuk mengelola hipertensi : (1)
obat –obat vasodilator yang meningkatkan aliran darah di ginjal dan (2) obat – obat
natriuretik atau diuretic yang menurunkan reabsorpsi garam dan air oleh tubulus ginjal.
Obat – obat vasodilator baisanya menyebabkan vasodilatasi pada banyak jaringan tubuh
lainnya dan juga pada ginjal. Obat – obat vasodilator bekerja melalui salah satu cara
berikut :
Obat – obat natriuretik atau diuretic merupakan obat yang menurunkan reabsorpsi garam
dan air oleh tubulus ginjal khussnya meliputi obat – obat yang menghambat transport
aktif natrium melalui dinding tubulus, penghambatan ini selanjutnya juga mencegah
reabsorpsi air.14
1. Edukasi
a. Berolah raga dan meningkatkan aktivitas fisik
b. Mengobah pola diet menjadi diet DASH
c. Menurunkan berat badan pada kisaran BMI 18,5-24,9 kg/m2
d. Mengusahakan lingkar perut <80cm
e. Tidak merokok dan minum alcohol
Karena usia Ny. H masih 50 tahun dan tapa penyakit penyerta, dianjurkan untuk
mengutamakan terlebih dahulu modifikasi gaya hidup hingga mencapai target tekanan
darah yaitu <140/90 mmHg. Namin dapat pula diberikan pengobatan lini pertama
seperti Hidroklorotiazid (HCT) yang merupakan golongan diuretic tiazid, atau obat
dari golongan ARB maupun CCB.
a. komplikasi
hipertensi merupakan faktor risiko terjadinya segala bentuk manifestasi klinik dari
aterosklerosis. Bila dalam jangka waktu lama hipertensi tidak dapat turun secara stabil
pada kisaran target normo tensi, maka akan merusak organ organ terkait pada gambar.14
Kenaikan tekanan darah juga akan merusak fungsi ginjal. Semakin tinggi tekanan darah, laju
filtrasi glomerulus akan semakin turun sehingga akhirnya menjadi penyakit ginjal tahap
akhir.
b. prognosis
Pada banyak uji klinis, pemberian obat antihipertensi akan diikuti penurunan insiden
stroke 35 % sampai 40%, infark miokard 20% sampai 25%, dan lebih dari 50% gagal
jantung.14
DAFTAR PUSTAKA
1. https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://thesis.umy.ac.id/dat
apublik/t42651.pdf&ved=2ahUKEwi3ndjl4dPgAhVLMo8KHTqcD-
8QFjAAegQIAxAB&usg=AOvVaw1zmeWuMsZDPsvAJT672fZG di akses pada
tanggal 24 februari 2019 pukul 14.00 WIB
2. Dorland, W. N. 2008. Kamus Saku Kedokteran Dorland (28 ed.)
3. Snell, Richard S. Anatomi Klinik ed. 6. EGC : Jakarta. 2006.
4. Wonodirekso, Sugito. 2003. Penuntun Praktikum Histologi UI. Jakarta : Bagian
Histologi FK UI.
5. http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/37925/Chapter%20II.pdf?sequ
ence=4 diakses pada 23 februari 2019 pukul 23.33 WIB.