Anda di halaman 1dari 28

PENGARUH SAAT PANEN JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

HASIL TUMPANGSARI KACANG KEDELAI + JAGUNG

COVER

SKRIPSI

Oleh :
SITI AMANAH
20050210025

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2007
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan Skripsi dengan judul “ PENGARUH SAAT PANEN JAGUNG
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TUMPANGSARI KACANG
KEDELAI + JAGUNG ”.
Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk melengkapi persyaratan untuk
memperoleh derajat Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi
ini memerlukan bantuan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis
tidak lupa mengucapkan terima kasih yang tak terhingga terutama kepada :
1. Ir. Agus Nugroho Setiawan, MP selaku Pembimbing utama dalam penyusunan
skripsi ini.
2. Ir. Nafi Ananda Utama, MS selaku Pembimbing pendamping dalam penyusunan
skripsi ini.
3. Ir. Bambang Heri Isnawan, MP selaku Dosen penguji Skripsi.
4. Ir. Syukuriati Susilo Dewi, MS selaku Pembimbing Akademik.
5. Bapak dan Ibunda tercinta yang tak henti-hentinya mendoakan serta memberikan
dorongan dan semangat agar nino tidak mudah menyerah.
6. Sahabatku Rinni, Ullie, Anna yang selalu hadir memberikan semangat serta
bantuan dalam tiap kesulitanku.
7. Serta rekan-rekan tercinta yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Yogyakarta, 23 Maret 2007
Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

COVER .......................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... vi
INTISARI.................................................................................................................... vii
ABSTRACT ............................................................................................................... viii
I. PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 3
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 3
A. Kacang kedelai ............................................. Error! Bookmark not defined.
B. Tumpangsari ................................................................................................... 4
C. Hipotesis ......................................................................................................... 5
III. METODE PENELITIAN ................................................................................... 5
A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................................ 5
B. Bahan dan Alat Penelitian .............................................................................. 5
C. Metode Penelitian ........................................................................................... 6
D. Tata Laksana Penelitian .................................................................................. 6
IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ...................................................... 9
A. Pertumbuan Tanaman ..................................................................................... 9
B. Komponen Hasil ........................................................................................... 15
C. Hasil Ekonomi dan LER ............................................................................... 16
Rupiah/ha .................................................................................................................... 17
V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 18
A. Kesimpulan ................................................................................................... 18
B. Saran ............................................................................................................. 18

iii
iv
DAFTAR TABEL
Halaman

v
DAFTAR GAMBAR

vi
INTISARI

Penelitian yang berjudul Pengaruh Saat Panen Jagung Terhadap Pertumbuhan


dan Hasil Kacang kedelai pada Pola Tumpangsari, telah dilaksanakan di dusun Ngebel,
Taman Tirto, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan Juni sampai
dengan bulan September 2005. Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan saat panen
jagung yang tepat untuk mendapatkan pertumbuhan dan hasil tumpangsari kacang
kedelai + jagung.
Penelitian menggunakan metode rancangan percobaan lapangan yang disusun
dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) faktor tunggal terdiri dari 6
perlakuan dengan 3 blok sebagai ulangan. Perlakuan tersebut adalah : monokultur
kacang kedelai, monokultur jagung, panen fase vegetatif maksimum, panen jagung
tongkol muda, panen biji jagung masak lunak dan panen biji jagung masak tua.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa saat panen biji jagung masak lunak
memberikan pertumbuhan dan hasil terbaik pada kacang kedelai dibandingkan dengan
saat panen jagung yang lain, serta dengan saat panen jagung yang berbed pada pola
tumpangsari kacang kedelai + jagung ini memberikan hasil LER lebih dari 1, dengan
hasil LER tertinggi pada panen biji jagung masak lunak, yaitu sebesar 2,68

vii
ABSTRACT

The tittle this research is “ The Effect of Corn Drop on the Gwroth and the
Result of Intercropping of the Small green peanut and the Corn “, has been conducted
at Ngebel, Tamantirto, Kasihan, Bantul, special province of Yogyakarta, and it was
held on June till September 2005. The research aim to determine the right time of the
corn harvest to get the growth result of intercropping between the small green peanut
and the corn.
The reseach used field experiment methode with single factor consits of 6
treatment with 3 block as repetion that being arranged in Random Completely Block
Design. Treatment tested was monokultur green peanut, monocultural corn, maximum
vegetatif in crop phase, young stem corn crop, soft mature corn grain crop and old
mature corn grain crop.
Result of this research showed that harvest time of soft mature corn grain crop
give the best growth and result in intercropping of the small green peanut compared
with the harvest time of the other corn and with this intercropping of the small green
peanut give the LER result more than 1, with the highest LER result in the soft mature
corn grain crop that is 2,68.

viii
1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kacang kedelai merupakan salah satu tanaman leguminosae yang penting di


Indonesia, saat ini pengembangan budidaya kacang kedelai menempati urutan ketiga
setelah kedelai dan kacang tanah. Kacang kedelai mempunyai kandungan gizi yang
cukup baik, diketahui bahwa kacang kedelai mengandung vitamin (terutama vitamin
B1), protein (24%), sedikit lemak, dan karbohidrat (58%) (Donath dan Spryt cit.
Suprapto, 1993). Kacang kedelai baik untuk dikembangkan secara intensif berpola
agribisnis dan mempunyai nilai ekonomi tinggi. Pada masa lampau produksi kacang
kedelai di Indonesia memberi andil cukup berarti dalam perekonomian nasional. Pada
periode 1970 sampai dengan 1987 terjadi peningkatan produksi kacang kedelai
nasional sebesar 415% dan pertambahan luas panen 240%, tetapi hasil rata-rata
perhektar hanya meningkat 50% (Rukmana, 1996).
Tanaman kacang kedelai dalam sistem usaha tani banyak ditemui dalam
pertanian campuran, sehingga dalam hal ini kacang kedelai hanya dijadikan sebagai
tanaman tambahan. Dengan statusnya ini maka kemungkinan hasil yang diperoleh
kacang kedelai cukup rendah (Suprapto, 2001). Salah satu upaya untuk meningkatkan
produksi kacang kedelai tersebut dapat melalui perluasan areal tanam, dalam hal ini
usaha yang ditempuh melalui penanaman kacang kedelai secara monokultur.
Penanaman secara monokultur akan memberikan beberapa keuntungan,
diantaranya ketersediaan air bagi tanaman kacang kedelai lebih terjamin, takaran
pupuknya relatif rendah, biaya produksi yang akan dikeluarkan relatif rendah karena
tanpa adanya olah tanah intensif dan kualitas biji yang akan dihasilkan lebih baik. Akan
tetapi penanaman kacang kedelai secara monokultur mempunyai resiko akan terjadinya
gagal panen, karena adanya serangan hama dan penyakit yang meluas atau dapat juga
akibat kurangnya ketersediaan air yang cukup selama pertumbuhannya. Disamping itu,
2

penanaman secara monokultur juga beresiko terhadap rendahnya harga jual kacang
kedelai di pasaran. Untuk mengatasi masalah tersebut maka dalam penanaman kacang
kedelai ini dapat dilakukan melalui sistem tumpangsari yaitu dengan menanam
tanaman sela diantara barisan pertanaman yang sudah ada. Bertanam secara
tumpangsari lebih menguntungkan, karena dapat meningkatkan produksi dan
pendapatan usaha tani per satuan luas lahan , mengoptimalkan pemanfatan lahan,
mengurangi resiko kegagalan, efisiensi tenaga kerja serta memperbaiki kesuburan
tanah dan adanya stabilitas biologi terhadap serangan hama dan penyakit.
Salah satu jenis tanaman yang dapat ditumpangsarikan dengan kacang kedelai
adalah jagung. Kombinasi ini sangat menguntungkan, karena akar tanaman jagung
dapat bersimbiosis dengan Mikoriza Vesikuler Arbuskuler (MVA). Hifa dari cendawan
tersebut berperan dalam meningkatkan pengambilan unsur hara P dengan cara
memperluas daerah penyerapan sistem perakaran. Unsur P mempengaruhi
pertumbuhan bakteri Rhizobium phaseoli yang hidup pada akar Legume, yang
berperan dalam pembentukan bintil akar, aktivitas bintil akar dan merangsang
pertumbuhan akar tanaman muda (Abbot dan Robson cit. Purwaningsih et al., 1996).
Akar tanaman kacang kedelai bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium phaseoli dapat
memberikan kebutuhan unsur hara N bagi legume.
Kacang kedelai merupakan tanaman C3 yang mempunyai tingkat fotorespirasi
yang tinggi. Tanaman tersebut membutuhkan cahaya matahari yang sedikit untuk
pertumbuhannya, sedangkan tanaman jagung merupakan tanaman C4 yang mempunyai
kapasitas fotosintesis tinggi. Tanaman ini memerlukan intensitas cahaya matahari yang
lebih banyak dibandingkan tanaman kacang kedelai dalam pertumbuhannya. Sinar
matahari ini merupakan unsur iklim yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan
dan produksi jagung, karena sinar matahari merupakan sumber energi dan sangat
membantu dalam proses asimilasi.
Untuk menghindari terjadinya kompetisi, penentuan waktu panen jagung
menjadi sangat penting, karena dalam setiap pemanenan tanaman jagung merupakan
saat berhentinya tanaman tersebut membutuhkan unsur hara dan air, sehingga tanaman
3

jagung yang mulai dipanen dalam sistem tumpangsari sudah tidak menjadi pesaing bagi
tanaman kacang kedelai dalam penyerapan unsur hara dalam tanah, sehingga unsur
hara yang ada dapat dimanfaatkan penuh oleh tanaman kacang kedelai. Dalam
hubungannya dengan penanaman secara tumpangsari antara kacang kedelai dengan
jagung tersebut, diharapkan waktu panen jagung yang tepat agar pertumbuhan dan hasil
dari tanaman kacang kedelai dapat lebih besar.
B. Tujuan Penelitian

Menentukan saat panen jagung yang tepat untuk mendapatkan pertumbuhan


dan hasil tumpangsari kacang kedelai + jagung.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kacang kedelai
Kacang kedelai ( Phaseolus radiatus L. ) termasuk tanaman pangan yang sudah
lama dibudidayakan di Indonesia. Tanaman ini diduga berasal dari kawasan India, dan
kini penyebarannya semakin meluas ke berbagai daerah atau negara di Asia beriklim
panas (tropis), yang salah satunya adalah Indonesia. Tanaman kacang kedelai memiliki
prospek yang baik untuk dikembangkan di Indonesia, karena keadaan agroekologi
Indonesia amat cocok untuk pengembangan budidaya tanaman kacang kedelai.
Tanaman kacang kedelai lebih tahan kering dibandingkan tanaman kacang-kacangan
lain, dan juga lebih toleran terhadap serangan hama dan penyakit. Mengingat kegunaan
dan permintaan terhadap kacang kedelai yang tinggi dan selalu meningkat, tampaknya
pemasaran hasil kacang kedelai tidak akan mengalami kesulitan (Adisarwanto et al.,
1991)
4

Dalam sistem usaha tani, kacang kedelai masih banyak ditemui dalam
pertanaman campuran, sehingga dalam hal ini kacang kedelai hanya dijadikan sebagai
tanaman tambahan. Dengan statusnya ini, maka hasil yang diperoleh kacang kedelai
masih sangat rendah (Suprapto, 2001). Salah satu usaha untuk meningkatkan hasil
kacang kedelai dapat melalui perluasan areal tanam yaitu dengan penanaman kacang
kedelai secara monokultur. Akan tetapi penanaman secara monokultur tersebut sangat
rawan dengan rendahnya produksi dan produktivitas yang akan dicapai petani, yang
disebabkan karena terjadinya gagal panen atau rendahnya harga kacang kedelai
dipasaran.
B. Tumpangsari
Untuk mengatasi kerugian penanaman kacang kedelai secara monokultur dapat
dilakukan melalui penanaman secara tumpangsari. Menurut Sachez (1993), bertanam
tumpangsari adalah menanam dua macam tanaman atau lebih secara serempak pada
lahan yang sama pada waktu yang sama.
Bertanam secara tumpangsari mempunyai beberapa keuntungan antara lain :
dapat meningkatkan produksi, mengurangi resiko kegagalan panen, efisiensi tenaga
kerja serta memperbaiki kesuburan tanah dan adanya stabilitas biologi terhadap
serangan hama dan penyakit (Thahir dan Hadmadi, 1992).
Dalam penanaman secara tumpangsari terdiri atas beberapa macam bentuk,
diantaranya:
1. Mixed Intercropping (campuran)
Suatu bentuk tumpangsari dimana antara tanaman satu dengan yang lain tidak
mempunyai baris / jalur-jalur tertentu, tetapi dicampur.
2. Row Intercropping (tumpangsari model baris)
Suatu bentuk tumpangsari dimana antar tanaman satu dengan yang lain mempunyai
baris-baris khusus.
3. Strip Intercropping
Suatu bentuk tumpangsari dimana antara tanaman satu dengan yang lain
mempunyai suatu jalur khusus.
5

4. Relay Intercropping
Suatu bentuk tumpangsari dimana tanaman kedua ditanam sesudah tanaman satu
memasuki fase generatif / reproduktif tetapi belum dipanen.

C. Hipotesis
Saat panen jagung tongkol muda memberikan pertumbuhan dan hasil yang
paling baik bagi kacang kedelai tumpangsari.

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Dusun Ngebel, Tamantirto, Kasihan, Bantul,
Yogyakarta dengan jenis tanah regosol. Waktu pelaksanaan dimulai bulan Juni sampai
dengan bulan September 2006.

B. Bahan dan Alat Penelitian


Dalam penelitian ini bahan yang digunakan antara lain benih kacang kedelai
varietas Murai, benih jagung varietas Bisma, pupuk (Urea, SP.36, dan KCl), Insektisida
(Reagent 50 sc) dan Furadan. Alat-alat yang digunakan antara lain cangkul, tugal,
meteran, penggaris timbangan, Leaf Area Meter (LAM), oven, jangka sorong, seed
moisture tester serta alat tulis.
6

C. Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan dengan metode percobaan lapangan menggunakan
rancangan perlakuan faktor tunggal terdiri dari 6 perlakuan yang disusun dengan
Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan 3 blok sebagai ulangan.
Perlakuan yang diujikan adalah saat panen jagung yaitu fase Vegetatif maksimum,
jagung tongkol muda, Biji jagung masak lunak, Biji jagung masak tua, monokultur
kacang kedelai dan monokultur jagung sebagai pembanding. Lay out penelitian
disajikan pada lampiran I.

D. Tata Laksana Penelitian


1. Persiapan Lahan
Pada persiapan lahan, langkah utama yang dilakukan adalah pembersihan lahan
dari rumput-rumput liar (gulma), batu-batuan dan akar atau sisa tanaman. Selanjutnya
dilakukan pengolahan tanah dengan cara mengangkul sedalam 20 – 30 cm sampai
diperoleh struktur tanah yang gembur dan terhindar dari kepadatan tanah yang dapat
mengganggu infiltrasi. Setelah pengolahan tanah selesai kemudian lahan dibagi 3 blok,
selanjutnya tiap blok dibuat petak perlakuan dengan ukuran petak 3,3 m x 5,4 m
sebanyak 6 petak tiap blok dengan jarak antar petak 0,5 m. Selanjutnya dilakukan
pengairan dengan cara mengalirkan air irigasi melalui saluran pemasukan dan lahan
digenangi air selama 15- 30 menit hingga tanahnya cukup basah.
2. Penanaman
Setelah persiapan lahan selesai, selanjutnya dilakukan penanaman dengan
membuat lubang tanam dahulu dengan cara ditugal. Kacang kedelai ditanam dengan
jarak tanam 30 cm x 20 cm (Harahap, 1994) , sedangkan untuk tanaman jagung
ditanam dengan jarak tanam 30 cm x 60 cm. Selanjutnya benih dimasukkan ke lubang
tanam. Penanaman dilakukan dengan 3 benih per lubang tanam baik pada tanaman
kacang kedelai maupun pada tanaman jagung.
3. Pemeliharaan Tanaman
a. Penyulaman dan penjarangan
7

Penyulaman dilakukan apabila benih yang ditanam menunjukkan gejala tidak


berkecambah, dengan cara menanam kembali benih. Penjarangan dilakukan apabila di
dalam lubang tanam benih yang tumbuh jumlahnya lebih dari dua tanaman, dengan
cara menyisakan dua tanaman yang pertumbuhannya baik. Penyulaman dan
penjarangan dilakukan agar pertumbuhannya seragam dan jumlah tiap lubangnya
sama.
b. Pemupukan Susulan
Pemupukan susulan dilakukan pada umur 3 minggu setelah tanam. Pemupukan
susulan untuk tanaman kacang kedelai menggunakan Urea dan KCl sebesar ½ dari 50
kg/ha (44,55 g/petak), sedangkan untuk tanaman jagung menggunakan 2/3 dari 200
kg/ha (237,6 g/petak). Untuk takaran pemupukan tiap petak selengkapnya dapat dilihat
pada tabel 1.
Tabel 1. Takaran Pemupukan Tanaman Kacang kedelai dan Jagung pada Tiap Petak
Perlakuan
Waktu Pemupukan Urea SP-36 KCl
Setelah tanam
a) Petak kacang hijau 44,55 133,65 44,55
monokultur
dan tumpangsari
b) Petak jagung 118,8 142,56 89,1
monokultur
c) Petak jagung 1,2 1,44 0,9
tumpangsari
3 minggu setelah tanam
a) Petak kacang hijau 44,55 - 44,55
monokultur dan
tumpangsari
b) Petak jagung 237,6 - -
monokultur
c) Petak jagung 2,4 - -
tumpangsari
Perhitungan kebutuhan pupuk dapat dilihat pada lampiran V
4. Panen
Variabel Yang Diamati
1) Jumlah polong per tanaman
8

Perhitungan jumlah polong per tanaman dilakukan pada saat panen, dengan
cara menghitung semua polong yang ada pada tiap tanaman sampel, dan
dinyatakan dalam satuan buah.
2) Berat polong kering per tanaman
Penimbangan berat polong kering per tanaman dilakukan pada saat panen,
dengan cara menimbang seluruh polong kering yang ada pada tiap tanaman
sampel, dinyatakan dalam satuan gram (g).
3) Berat biji kering per tanaman
Penimbangan berat biji kering per tanaman dilakukan setelah polong dari
tanaman sampel kering, kemudian dikupas untuk memisahkan biji dari
kualitasnya, setelah dipisahkan kemudian dikeringkan sampai kadar airnya
mencapai 14 % kemudian ditimbang dan diinyatakan dalam satuan gram
(g), dengan rumus :
100 – Ka
W = ------------ x B
100 – 14
W = Berat biji kering kadar air 14 % (ton/ha)
Ka = Kadar air pada saat pengukuran (%)
B = Berat biji pada tiap tanaman pada saat pengukuran (kg)

F. Analisis Data
Data yang diperoleh dari pengamatan dianalisis dengan sidik ragam pada
tingkat kesalahan 5%. Apabila dalam sidik ragam menunjukkan adanya beda nyata,
untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang berbeda nyata dilakukan uji lanjut
menggunakan DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) dengan tingkat kesalahan 5%,
dan apabila dalam data terdapat 2 rerata perlakuan dilakukan uji t.
9

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Pertumbuan Tanaman

1. Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun


Hasil sidik ragam tinggi tanaman kacang kedelai dan jagung pada umur 6
minggu menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan, akan tetapi berbeda nyata
pada jumlah daun tanaman kacang kedelai maupun jagung(lampiran VI). Nilai rerata
tinggi tanaman dan jumlah daun pada tanaman kacang kedelai dan jagung umur 6
minggu dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 2. Rerata Tinggi Tanaman (cm) dan Jumlah Daun (helai) Tanaman Kacang
kedelai dan Jagung Umur 7 Minggu
Tinggi Tanaman Jumlah Daun
Perlakuan Kacang Jagung Kacang Jagung
kedelai kedelai
Monokultur
1. Monokultur Kacang kedelai 21,647 a - 7,503 a -
2. Monokultur Jagung - 143,06 a - 7,043 b
Tumpangsari Kacang kedelai-Jagung
3. Panen Fase Vegetatif Maksimum 19,597 a 158,05 a 5,793 b 8,170 a
4. Panen Jagung Tongkol Muda 19,970 a 161,20 a 5,837 b 8,587 a
5. Panen Biji Jagung Masak Lunak 18,977 a 156,65 a 5,753 b 8,420 a
6. Panen Biji Jagung Masak Tua 17,887 a 170,10 a 5,578 b 8,667 a

Keterangan : Nilai dalam kolom diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan ada
beda nyata berdasarkan uji F pada tingkat kepercayaan 95%

Pada tabel 1. menunjukkan bahwa pada perlakuan tumpangsari kacang kedelai


dengan monokultur kacang kedelai mempunyai tingkat pertumbuhan tinggi tanaman
yang sama. Pertumbuhan tinggi tanaman dipengaruhi oleh lingkungan terutama cahaya
matahari. Penanaman tumpangsari kacang kedelai-jagung tidak menurunkan
pertumbuhan tinggi tanaman kacang kedelai, namun ada kecenderungan bahwa
10

pertumbuhan tinggi tanaman tumpangsari kacang kedelai-jagung lebih rendah


dibandingkan pada monokultur kacang kedelai.
Pada gambar 1 diketahui bahwa pertumbuhan tinggi tanaman kacang kedelai
pada semua perlakuan mengalami pertumbuhan yang terus meningkat dengan
bertambahnya umur tanaman. Pada minggu ke-1 hingga minggu ke-2 pertumbuhan
tinggi tanaman relatif sama dan lambat, namun pada minggu ke-3 pertumbuhan tinggi
tanaman berubah, yaitu pertumbuhan kacang kedelai monokultur lebih lambat. Pada
akhir pengamatan atau minggu ke-6, semua perlakuan berbagai macam saat panen
jagung menunjukkan pertumbuhan yang relatif sama, sedangkan perlakuan monokultur
kacang kedelai menunjukkan pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan yang lain.

25
Tinggi tanaman (cm)

K
20
P1
15
P2
10
P3
5
P4
0
1 2 3 4 5 6
Hari Pengamatan (Minggu)

Gambar 1. Pertumbuhan tinggi tanaman (cm) kacang kedelai pada berbagai saat
panen jagung
Keterangan :
K = Monokultur kacang kedelai
P1 = Panen fase vegetatif maksimum
P2 = Panen jagung tongkol muda
P3 = Panen biji jagung masak lunak
P4 = Panen biji jagung masak tua
Pada perlakuan panen fase vegetatif maksimum, panen jagung tongkol muda,
panen biji jagung masak lunak dan panen biji jagung masak tua menunjukkan tingkat
pertumbuhan jumlah daun yang sama. Lamanya jagung diantara tanaman kacang
kedelai tidak berpengaruh pada tingkat pertumbuhan daun kacang kedelai. Hal ini
disebabkan karena ketika pada pengamatan jumlah daun kacang kedelai dilakukan
11

pada minggu ke-6, sedangkan pada awal panen jagung atau saat panen fase vegetatif
maksimum dilakukan pada umur jagung 8 minggu, sehingga dengan saat pemanenan
jagung yang berbeda maka tidak berpengaruh dalam peningkatan jumlah daun kacang
kedelai. Perkembangan jumlah daun kacang kedelai dalam 6 minggu pengamatan
disajikan dalam gambar 2.
Jumlah Daun (helai)

P1
8
7 P2
6 P3
5
4 P4
3
2
1
0 Hari Pengamatan (Minggu)
1 2 3 4 5 6

Gambar 2. Perkembangan jumlah daun (helai) kacang kedelai pada berbagai saat
panen jagung
Keterangan :
K = Monokultur kacang kedelai
P1 = Panen fase vegetatif maksimu
P2 = Panen jagung tongkol muda
P3 = Panen biji jagung masak lunak
P4 = Panen biji jagung masak tua

Pada gambar 2. menunjukkan bahwa jumlah daun pada semua perlakuan


mengalami pertumbuhan yang terus meningkat. Pada minggu pertama sampai minggu
ke-3 peningkatan jumlah daun relatif sama. Pada minggu ke-4 pertumbuhan relatif
sama, kecuali pada perlakuan monokultur kacang kedelai yang menunjukkan
peningkatan jumlah daun lebih tinggi, hal ini berlanjut hingga akhir pengamatan yaitu
pada minggu ke-6.
Pada tabel 1 tampak bahwa antara tanaman jagung tumpangsari dengan jagung
monokultur mempunyai tingkat pertumbuhan tinggi tanaman yang sama. Pertanaman
tumpangsari kacang kedelai+jagung tidak menurunkan pertumbuhan tinggi tanaman
jagung, bahkan ada kecenderungan bahwa tanaman jagung tumpangsari mempunyai
tingkat pertumbuhan tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan jagung
12

monokultur. Dengan terpenuhinya kebutuhan cahaya matahari, unsur hara dan air bagi
tanaman jagung tumpangsari ini mengakibatkan proses fotosintesis berjalan lancar,
sehingga fotosintat yang dihasilkan tinggi dan akan mendukung pertumbuhan tinggi
tanaman jagung tumpangsari. Pertumbuhan tinggi tanaman jagung dalam 6 minggu
pengamatan disajikan dalam gambar 3.

180
Tinggi tanaman (cm)

160 J
140
120 P1
100 P2
80
60 P3
40
20 P4
0
1 2 3 4 5 6
Hari Pengamatan (Minggu)

Gambar 3. Pertumbuhan tinggi tanaman (cm) jagung pada berbagai saat panen jagung
Keterangan :
J = Monokultur kacang kedelai
P1 = Panen fase vegetatif maksimum
P2 = Panen jagung tongkol muda
P3 = Panen biji jagung masak lunak
P4 = Panen biji jagung masak tua

Pada gambar 3. menunjukkan bahwa peningkatan pertumbuhan tinggi tanaman


pada semua perlakuan relatif sama dari minggu ke-2 hingga minggu ke-5, namun pada
minggu ke-6 pertumbuhan tinggi tanaman mulai berubah, yaitu pada perlakuan
monokultur jagung menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman yang lebih lambat
dibandingkan pada semua perlakuan saat panen jagung.
Pada gambar 4. tampak bahwa pertumbuhan jumlah daun mengalami
peningkatan hingga akhir pengamatan. Pada minggu ke-1 hingga minggu ke-4
peningkatan jumlah daun relatif sama, namun saat mencapai minggu ke-5 hingga
minggu ke-6 pertumbuhan jumlah daun mulai berubah, yaitu perlakuan monokultur
13

jagung menunjukkan peningkatan jumlah daun yang lebih lambat dibandingkan dengan
semua perlakuan saat panen jagung.

10
Jumlah daun (helai)

8
J
6
P1
4 P2
2 P3
P4
0
1 2 3 4 5 6
Hari Pengamatan (Minggu)

Gambar 4. Perkembangan jumlah daun (helai) jagung pada berbagai saat panen jagung

Keterangan :
J = Monokultur kacang kedelai
P1 = Panen fase vegetatif maksimu
P2 = Panen jagung tongkol muda
P3 = Panen biji jagung masak lunak
P4 = Panen biji jagung masak tua

2. Luas daun, berat segar dan berat kering


Dari hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan saat panen jagung tidak
berpengaruh nyata terhadap luas daun, berat segar dan berat kering minggu ke-3 baik
pada tanaman kacang kedelai maupun pada tanaman jagung (lampiran VII). Nilai
rerata Luas daun, berat segar dan berat kering tanaman kacang kedelai dan jagung
umur 3 minggu dapat dilihat pada tabel 2
Tabel 3. Rerata luas daun (cm²), berat segar (g) dan berat kering (g) kacang kedelai
dan jagung umur 3 minggu
Luas Daun (cm²) Berat Segar (g) Berat Kering (g)
Perlakuan Kacan Jagung Kacan Jagung Kacang Jagung
g g kedelai
kedelai kedela
i
14

Monokultur
1. Monokultur Kacang kedelai 54,80 - 3,14 a - 0,33 a -
2. Monokultur Jagung a 37,70 a - 4,27 ab - 0,59 a
-
Tumpangsari Kacang kedelai-
Jagung 55,30 31,59 a 2,30 a 3,80 b 0,37 a 0,63 a
3. Panen Fase Vegetatif a 37,64 a 3,10 a 4,56 0,52 a 0,64 a
Maksimum 50,35 57,18 a 3,01 a ab 0,33 a 0,80 a
4. Panen Jagung Tongkol Muda a 45,25 a 2,43 a 5,35 a 0,31 a 0,72 a
5. Panen Biji Jagung Masak 54,42 4,53
Lunak a ab
6. Panen Biji Jagung Masak Tua 57,30
a
Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan dalam kolom yang diikuti dengan huruf yang
sama menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan uji F pada tingkat
kepercayaan 95%

Hasil analisis luas daun minggu ke-9 pada tanaman kacang kedelai
menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan, tetapi berbeda nyata pada berat
segar dan berat kering kacang kedelai. Luas daun dan berat segar tanaman jagung
menunjukkan tidak ada beda nyata antar perlakuan, namun berbeda nyata pada berat
kering jagung (lampiran VIII). Nilai rerata luas daun, berat segar dan berat kering
tanamn kacang kedelai dan jagung dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Rerata luas daun (cm²), berat segar (g) dan berat kering (g) kacang kedelai dan
jagung umur 9 minggu atau saat panen
Luas Daun (cm²) Berat Segar (g) Berat Kering (g)
Perlakuan Kacang Jagung Kacang Jagung Kacan Jagung
kedelai kedelai g
kedelai
Monokultur
1. Monokultur Kacang kedelai 283,00 a - 25,32 a - 6,10 a -
2. Monokultur Jagung - 2312,5 a - 349,98 a - 143,44
ab
Tumpangsari Kacang kedelai-
Jagung 191,75 a 4173,6 a 16,27 ab 445,35 a 4,15 a 62,56
3.. Panen Fase Vegetatif 148,78 a 3034,3 a 7,33 b 435,57 a 1,68 b c
Maksimum 148,33 a 3062,3 a 5,95 b 463,59 a 1,31 b 85,95
4. Panen Jagung Tongkol 148,02 a 3275,6 a 5,99 b 385,49 a 1,63 b bc
Muda
15

5. Panen Biji Jagung Masak 110,31


Lunak bc
6. Panen Biji Jagung Masak 184,62
Tua a

Keterangan : Nilai rata-rata dalam kolom yang diikuti dengan huruf yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada tingkat
kepercayaan 95%

B. Komponen Hasil

1. Komponen hasil kacang kedelai


Hasil sidik ragam kacang kedelai menunjukkan ada beda nyata antar perlakuan
pada jumlah polong per tanaman, berat polong kering per tanaman dan berat biji kering
per tanaman (lampiran IX). Nilai rerata jumlah polong per tanaman, berat polong
kering per tanaman dan berat biji kering per tanaman dapat dilihat pada tabel 5.
Berdasarkan tabel 5 tampak bahwa pada perlakuan tumpangsari kacang kedelai-
jagung mempunyai jumlah polong, berat polong kering dan berat biji kering nyata lebih
rendah dibandingkan pada monokultur kacang kedelai. Hal ini diduga karena tanaman
kacang kedelai yang ditanam secara tumpangsari tidak maksimal dalam mendapatkan
faktor tumbuhn seperti cahaya matahari, unsur hara dan air, karena adanya kompetisi
dengan tanaman jagung.
Tabel 5. Rerata jumlah polong per tanaman, berat polong kering per tanaman (g) dan
berat biji kering per tanaman (kg/tanaman)
Jumlah Berat Polong Berat Biji
Perlakuan Polong per Kering per Kering Per
Tanaman Tanaman Tanaman
Monokultur
1. Monokultur Kacang kedelai 14,08 a 9,36 a 0,008 a
2. Monokultur Jagung - - -
16

Tumpangsari Kacang kedelai-


Jagung 9,17 b 5,93 bc 0,004 b
3. Panen Fase Vegetatif Maksimum 8,50 b 5,65 bc 0,004 b
4. Panen Jagung Tongkol Muda 9,33 b 6,41 b 0,004 b
5. Panen Biji Jagung Masak Lunak 7,08 b 4,31 c 0,003 b
6. Panen Biji Jagung Masak Tua
Keterangan : Nilai dalam kolom yang diikuti dengan huruf yang berbeda
menunjukkan ada nyata berdasarkan uji DMRT pada tingkat
kepercayaan 95%

Pada penanaman tumpangsari kacang kedelai+jagung menunjukkan bahwa saat


panen jagung yang berbeda mempunyai pengaruh yang sama terhadap jumlah polong,
berat polong kering dan berat biji kering pada semua perlakuan kacang kedelai
tumpangsari. Hal ini karena pengaruh populasi tanaman jagung yang terlalu besar di
antar baris tanamn kacang kedelai. Besarnya populasi jagung tersebut mengakibatkan
adanya kompetisi dalam penyerapan unsur hara bagi tanaman kacang kedelai.
Menurut Dwidjoseputro (1986), bahwa pembentukan polong dipengaruhi oleh
pembagian zat-zat makanan hasil fotosintat. Masuknya tanaman ke fase reproduktif
pada pola umum pembagian asimilat tersebut akan mengalami perubahan buah yang
sedang berkembang. Lakitan (1996) menambahkan bahwa ukuran biji dikendalikan
oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Pengaruh faktor unsur hara yang diserap
tanaman memacu pada pertambahan jumlah polong.

C. Hasil Ekonomi dan LER


Hasil sidik ragam hasil panen kacang kedelai dan jagung serta nilai LER
(lampiran XI) menunjukkan ada beda nyata antar perlakuan. Nilai rerata hasil panen
kacang kedelai dan jagung serta LER dapat dilihat pada tabel 6.
Berdasarkan data pada tabel 6 tampak bahwa hasil kacang kedelai pada
perlakuan tumpangsari kacang kedelai-jagung nyata lebih rendah dibandingkan dengan
monokultur kacang kedelai. Hal ini disebabkan karena pada perlakuan kacang kedelai
tumpangsari mengalami adanya kompetisi dengan tanaman lain dalam mendapatkan
17

unsur hara, cahaya matahari dan air, sehingga faktor tumbuh yang diterima tanaman
kacang kedelai tidak maksimal, hal ini akan menghambat kegiatan fotosintesis
sehingga fotosintat yang dihasilkan rendah
Tabel 6. Hasil Kacang kedelai, Jagung serta LER
Perlakuan Kacang kedelai Jagung
ton/ha Rupiah/ha (Rupiah/ha) LER
Monokultur
1. Monokultur Kacang kedelai 1,22 a 7.340.000,00 - 1,00 c
2. Monokultur Jagung - - 9.625.000 c 1,00 c

Tumpangsari Kacang kedelai-


Jagung 0,39 b 2.360.000,00 11.574.194 c 1,71 b
3. Panen Fase Vegetatif 0,20 b 1.180.000,00 17.450.101 b 2,06 b
Maksimum 0,12 b 700.000,00 24.458.513 a 2,68 a
4. Panen Jagung Tongkol Muda 0,13 b 760.000,00 10.258.333 c 1,21 c
5. Panen Biji Jagung Masak
Lunak
6. Panen Biji Jagung Masak Tua
Keterangan : Nilai dalam kolom yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan
ada nyata berdasarkan uji DMRT pada tingkat kepercayaan 95%

Catatan : Harga pasar pada tanggal 27 – 28 September 2005


Harga kacang kedelai per kg = Rp 6000,00
Harha tanaman jagung per 5 bengket = Rp 5000,00 dengan jumlah 48 tnm
Harga jagung tongkol muda per kg = Rp 2600,00
Harga jagung biji lunak per tongkol = Rp 300,00
Harga jagung biji tua per kg = Rp 2500,00

Berdasarkan penelitian Fatkhiyah (2004), Saat tanaman kacang kedelai yang


berbeda pada pola tumpangsari kacang kedelai dan jagung manis memberikan
pengaruh yang sama pada LER dan tidak semua perlakuan menghasilkan nilai LER
lebih dari 1. Akan tetapi pada perlakuan kacang kedelai ditanam 1 minggu setelah
tanam jagung manis menunjukkan nilai LER lebih tinggi dibandingkan perlakuan yang
lain, yaitu sebesar 2,76.
18

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Panen biji jagung masak lunak memberikan pertumbuhan dan hasil terbaik pada
kacang kedelai tumpangsari dibandingkan dengan saat panen jagung yang lain.
2. Saat panen jagung yang berbeda pada pola tumpangsari kacang kedelai-jagung
memberikan hasil LER lebih dari 1, dengan hasil LER tertinggi pada panen biji
jagung masak lunak, yaitu sebesar 2,68

B. Saran
Untuk mendapatkan hasil yang lebih tinggi, disarankan petani menggunakan
jarak tanam jagung yang lebih lebar yaitu 100 x 40 cm dengan 2 tanaman per lubang
sebagai tanaman sela, sehingga cahaya matahari yang akan diterima tanaman kacang
kedelai tidak terganggu, dengan kebutuhan cahaya matahari yang tercukupi maka hasil
kacang kedelai dapat ditingkatkan.

DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto, T., Sugiono, Sunardi dan A. Winarto. 1991. Kacang kedelai (Edisi
kedua). Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang.

Anonim, 1993. Teknik bercocok Tanam Jagung. Kanisius. Yogyakarta.


19

Danarti, Srinajiati. 1997. Palawija Budidaya dan analisis usaha Tani. Penebar
Swadaya. Jakarta.

Dwidjosaputro. 1986. Pengantar Fisiologi Tumbuhan, Gramedia Utama, Jakarta.

Effendi, S. dan Sulistiati. 1991. Bercocok Tanam Jagung. CV Yasaguna. Edisi ke 9.


Jakarta.

Fatkhiyah, S. 2004. Pengaruh Saat Tanam Kacang kedelai Terhadap Pertumbuhan


dan Hasil Jagung Manis pada Pola Tumpangsari. Skripsi Mahasiswa. Fakultas
Pertanian. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Franklin, G., Pearce, B., Mitchell L. Roger. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Universitas Indonesia. Jakarta.

Harahap. 1994. Seri PHT Hama dan Palawija. Penebar Swadaya. Jakarta.

Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman, Rajawali


Grafindo Persada. Jakarta.

Kendar, 1992. Pengaruh Poulasi Kedelai (Glycine max Merr) terhadap Pertumbuhan
dan Produksi Jagung (Zea mays L) pada Sistem Tumpangsari. Skripsi Fakultas
Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Purwaningsih, S., S.H. Rahayu, Suciatmih dan Budiharjo. 1996. Pengaruh Bakteri
Bintil Akar dan Jamur Mikoriza Vesikuler Arbuskular Terhadap Produksi
Kacang Tanah Varietas Genjah. Jurnal Mikrobiologi Tropika. Vol. 1 (1).

Rukmana, R. 1996. Kacang kedelai Budidaya Dan Pascapanen. Kanisius.


Yogayakarta.

Sanchez, P. A. 1993. Sifat Dan Pengolahan Tanah Tropika. Institut Tekhnologi


Bandung. Bandung.

Sitompul. M.S. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertmbuhan Tanaman. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
20

Subandi, M. Syam dan Adi Widjono. 1991 ( Karakteristik Tanaman Jagung). Dalam
F. Muhadjir (Eds), Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan. Bogor.

Suprapto. 1993. Bertanam Kacang kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suprapto. 1997. Beratanam Jagung. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suprapto, Rasyid. 2001. Bertanam Kacang kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suprapto, Rasyid. 2002. Bertanam Jagung (Edisi revisi). Penebar Swadaya. Jakarta.

Susanti, Y. 2000. Pengaruh Variasi Pola Tanam Saat Tanam Petsai (Brasicca
chinensis) terhadap Pertumbuhan dan Hasil Okra (Abelmoshuis esculantus)
pada Sistem Tanaman Ganda. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.

Susworo. A. 1997. Kajian Macam dan Jarak Tanam Legume pada Sistem Tanam
Tumpangsari Bawang Daun (Allium fistulossum L.) di Lahan Pasiran. Skripsi
Mahasiswa Fakultas Pertanian. UMY.

Tahir dan Hadmadi. 1992. Tumpang Gilir(Multiple Cropping). Yasaguna. Jakarta.

Utomo,S. 1989. Konservasi Tanah di Indonesia. Rajawali. Jakarta.

Warisno. 1998. Budidaya Jagung Hibrida. Kanisius. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai