PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ginjal adalah sepasang organ pada setiap sisi dari tulang belakang (spine) didalam
perut bagian bawah. Setiap ginjal adalah kira-kira seukuran kepalan tangan. Melekat pada
puncak dari setiap ginjal adalah suatu kelenjar adrenal. Suatu massa dari jaringan yang
berlemak dan suatu lapisan luar dari jaringan yang berserat (Gerota's fascia)
menyelubungi ginjal-ginjal dan kelenjar-kelenjar adrenal.
Trauma kandung kemih merupakan penyebab terbanyak pada kecelakaan lalu lintas
atau kecelakaan kerja yang menyebabakan fragmen patah tulang pelvis mencederai buli-
buli. Ruptur kandung kemih dapat bersifat intraperitoneal atau ekstraperitoneal. Ruptur
kandung kemih ekstraperitoneal biasanya akibat tertusuk fragmen fraktur tulang pelvis
pada dinding depan kandung kemih yang penuh (Smeltzer & Bare, 2001).
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan trauma pada ginjal ?
2. Apa saja manifestasi klinis pada trauma ginjal dan kandung kemih ?
3. Bagaimana asuhan keperawatan pada trauma ginjal dan kandung kemih?
C. Tujuan
1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah KMB 2
2. Untuk mengetahui tentang askep pada trauma ginjal
3. Untuk mengetahui tentang Askep pada trauma kandung kemih
D. Manfaat
1. Bagi pembaca untuk menambah wawasan tentang askep trauma ginjal dan trauma
kandung kemih
2. Bagi penulis untuk menambah pengetahuan dan memenuhi salah satu tugas yang
diberikan oleh dosen.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Trauma Ginjal
1. Pengertian
1
Trauma ginjal adalah terjadinya cedera pada panggul, punggung, dan abdomen
atas yang dapat menyebabkan memar, laserasi, atau ruptur aktual pada ginjal. (Brunerr &
Suddarth.2002).
2. Etiologi
Ada 3 penyebab utama dari trauma ginjal , yaitu :
a. Trauma tajam
b. Trauma iatrogenic
c. Trauma tumpul
Trauma tajam seperti tembakan dan tikaman pada abdomen bagian atas atau
pinggang merupakan 10 – 20 % penyebab trauma pada ginjal di Indonesia.
Trauma iatrogenik pada ginjal dapat disebabkan oleh tindakan operasi atau
radiologi intervensi, dimana di dalamnya termasuk retrograde pyelography,
percutaneous nephrostomy, dan percutaneous lithotripsy. Dengan semakin
meningkatnya popularitas dari teknik teknik di atas, insidens trauma iatrogenik
semakin meningkat , tetapi kemudian menurun setelah diperkenalkan ESWL.
Biopsi ginjal juga dapat menyebabkan trauma ginjal .
Trauma tumpul ginjal dapat bersifat langsung maupun tidak langsung.
Trauma langsung biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, olah raga,
kerja atau perkelahian. Trauma ginjal biasanya menyertai trauma berat yang juga
mengenai organ organ lain. Trauma tidak langsung misalnya jatuh dari ketinggian
yang menyebabkan pergerakan ginjal secara tiba tiba di dalam rongga
peritoneum. Kejadian ini dapat menyebabkan avulsi pedikel ginjal atau robekan
tunika intima arteri renalis yang menimbulkan trombosis.
3. Klasifikasi
American Association for Surgery of Trauma membagi trauma ginjal atas 5 gradasi :
a. Grade 1 :
- Kontusio renis
- Terdapat perdarahan di ginjal tanpa kerusakan jaringan, kematian jaringan maupun
kerusakan kaliks
- Hematuria dapat mikroskopik/ makroskopik
- Pemeriksaan CT-scan normal
b. Grade 2
Hematom subkapsular atau perirenal yang tidak meluas, tanpa adanya kelainan
parenkim.
c. Grade 3
2
- Laserasi ginjal tidak melebihi 1 cm
- Tidak mengenai pelviokaliks
- Tidak terjadi ekstravasasi.
d. Grade 4 :
- Laserasi lebih dari 1 cm dan tidak mengenai pelviokaliks atau ekstravasasi urin
- Laserasi yang mengenai korteks, medulla, dan pelviokaliks.
e. Grade 5 :
- Cedera pembuluh darah utama
- Avulsi pembuluh darah, gangguan perdarahan ginjal
- Laserasi luas pada beberapa tempat
5. Manifestasi Klinik
a. Nyeri
b. Hematuria
c. Mual dan muntah
d. Distensi abdomen
e. Syok hipovolemik
f. Nyeri pada bagian punggung
g. Hematoma di daerah pinggang yang semakin hari semakin besar
h. Massa di rongga panggul
i. Ekimosis
j. Laserasi atau luka pada abdomen lateral dan rongga panggul
6. Komplikasi
Komplikasi dini terjadi dalam bulan pertama setelah injuri, dan dapat terjadi
perdarahan, infeksi, perinefrik abses, sepsis, fistula urinaria, hipertensi, extravasi
urinaria, dan urinoma. Adapun komplikasi yang tertunda, yaitu perdarahan,
hidronefrosis, pembentukan calculi, pyelonefritis kronik, hipertensi, arterivenous
fistula, pseudoaneurisma.
Perdarahan retroperitoneal yang tertunda, biasanya terjadi pada beberapa
minggu dari terjadinya injuri dan dapat mengancam jiwa. Embolisasi angiografik
yang selektif adalah pengobatan pilihan.
Pembentukan abses Perinephric biasanya dapat diatasi dengan drainase
perkutan. Manajemen perkutan memberikan risiko yang minimal pada
kerusakan ginjal dibandingkan re-operasi, yang dapat menyebabkan nephrectomy
ketika jaringan yang terinfeksi sulit untuk beregenerasi.
4
Hipertensi dapat terjadi secara akut sebagai akibat dari kompresi eksternal,
karena hematoma perirenal dan membuat jaringan ginjal iskemik.
7. Penatalaksanaan
a. Hematuria merupakan manifestasi yang paling umum, hematuria mungkin
tidak muncul atau terdeteksi hanya melalui pemeriksaan mikroskopik.
Sehingga urin yang dikumpulkan dan dikirimkan ke laboratorium untuk
dianalisis guna mendeteksi adanya sel darah merah dan untuk mengikuti
perjalan pendarahan. Kadar hematokrit dan hemoglobin dipantau dengan ketat
untuk melihat adanya hemoragi.
b. Pantau adanya oliguria dan tanda syok hemoragik, karena cedera pedikel atau
ginjal yang hancur dapat menyebabkan eksanguinasi (kehilangan banyak darah
yang mematikan).
c. Hematoma yang yang meluas dapat menyebabkan ruptur kapsul ginjal. Untuk
mendeteksi adanya hematoma, area disekitar iga paling bawah, lumbar vertebra
atas dan panggul, dan abdomen dipalpasi terasa nyeri tekan.
d. Terabanya massa disertai nyeri tekan,bengkak dan ekimosis pada panggul atau
abdominal menunjukkan adanya hemoragi renal.
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Intravenous Urography (IVU)
Pada trauma ginjal, semua trauma tembus atau trauma tumpul dengan
hemodinamik tidak stabil yang membutuhkan eksplorasi segera harus
dilakukan single shot high dose intravenous urography (IVU) sebelum
eksplorasi ginjal. Single shot IVU ini bersisi 2 ml/kgBB kontras standar 60%
ionic atau non ionic yang disuntikkan intra vena, diikuti satu pengambilan
gambar abdomen 10 menit kemudian. Untuk hasil yang baik sistol
dipertahankan diatas 90 mmHg. Untuk menghemat waktu kontras dapat
disuntikkan pada saat resusitasi awal. Keterbatasan pemeriksaan IVU adalah
tak bisa mengetahui luasnya trauma. Dengan IVU bisa dilihat fungsi kedua
ginjal, serta luasnya ekstravasasi urin dan pada trauma tembus bisa mengetahui
arah perjalanan peluru pada ginjal. IVU sangat akurat dalam mengetahui ada
tidaknya trauma ginjal. Namun untuk staging trauma parenkim, IVU tidak
spesifik dan tidak sensitive. Pada pasien dengan hemodinamik stabil, apabila
5
gambaran IVU abnormal dibutuhkan pemeriksaa lanjutan dengan Computed
Tomography (CT) scan. Bagi pasien hemodinamik tak stabil, dengan adanya
IVU abnormal memerlukan tindakan eksplorasi.
b. CT Scan
Staging trauma ginjal paling akurat dilakukan dengan sarana CT scan.
Teknik noninvasiv ini secara jelas memperlihatkan laserasi parenkim dan
ekstravasasi urin, mengetahui infark parenkim segmental, mengetahui ukuran
dan lokasi hematom retroperitoneal, identifikasi jaringan nonviable serta
cedera terhadap organ sekitar seperti lien, hepar, pankreas dan kolon (Geehan ,
2003). CT scan telah menggantikan pemakaian IVU dan arteriogram.Pada
kondisi akut, IVU menggantikan arteriografi karena secara akurat dapat
memperlihatkan cedera arteri baik arteri utama atau segmental. Saat ini telah
diperkenalkan suatu helical CT scanner yang mampu melakukan imaging
dalam waktu 10 menit pada trauma abdomen (Brandes , 2003).
c. Arteriografi
Bila pada pemeriksaan sebelumnya tidak semuanya dikerjakan, maka
arteriografi bisa memperlihatkan cedera parenkim dan arteri utama. Trombosis
arteri dan avulsi pedikel ginjal terbaik didiagnosis dengan arteriografi terutama
pada ginjal yang nonvisualized dengan IVU. Penyebab utama ginjal
nonvisualized pada IVU adalah avulsi total pedikel, trombosis arteri, kontusio
parenkim berat yang menyebabkan spasme vaskuler. Penyebab lain adalah
memang tidak adanya ginjal baik karena kongenital atau operasi sebelumnya.
(Mc Aninch , 2000)
d. Ultra Sonography (USG)
Pemeriksa yang terlatih dan berpengalaman dapat mengidentifikasi adanya
laserasi ginjal maupun hematom. Keterbatasan USG adalah ketidakmampuan
untuk membedakan darah segar dengan ekstravasasi urin, serta
ketidakmampuan mengidentifikasi cedera pedikel dan infark segmental. Hanya
dengan Doppler berwarna maka cedera vaskuler dapat didiagnosis. Adanya
fraktur iga , balutan, ileus intestinal, luka terbuka serta obesitas membatasi
visualisasi ginjal.(Brandes, 2003).
2. Etiologi
Penyebab utama cedera kandung kemih adalah trauma penetrasi (tajam) dan
trauma tumpul. Penyebab iatrogenik termasuk pasca intervensi bedah dari
ginekologi, urologi, dan operasi ortopedi didekat kandung kemih. Penyebab lain
melibatkan trauma obstetri pada saat melahirkan (Mutaqqin & Sari, 2011).
Trauma kandung kemih terutama terjadi akibat trauma tumpul pada panggul,
tetapi bisa juga karena trauma tembus seperti luka tembak dan luka tusuk oleh
senjata tajam. Pecahan – pecahan tulang yang berasal dari fraktura dapat menusuk
kandung kemi. Tetapi ruptura kandung kemih yang khas ialah akibat trauma tumpul
panggul atas kandung kemih yang terisi penuh. Tenaga mendadak atas masa urin
yang terbendung di dalam kandung kemih menyebabkan rupture. Perforasi iatrogen
pada kanndung kemih tterdapat pada reseksitransurtral, sistoskopi atau karena
manipulasi dengan peralatan pada kandung kemih ( Scholtmeijer & Schroder, 1996 ).
3. Klasifikasi
Menurut Purnomo, 2007 Secara klinis cedera buli-buli dibedakan menjadi kontusio
buli-buli, cedera buli-buli ekstra peritoneal, dan cedera intra peritoneal. Pada
kontusio buli-buli hanya terdapat memar pada dindingnya, mungkin didapatkan
hematoma perivesikal, tetapi tidak didapatkan ekstravasasi urine ke luar buli-buli.
a. Ruptur intraperitoneal
Peritoneum pariental, simfisis, promantorium, cedera dinding perut yang
mengakibatkan rupture intraperitoneal kandung kemih yang penuh, tidak terdapat
perdarahan retroperitoneal kandung kemih yang penuh, tidak terdapat perdarahan
retroperitoneal kecuali bila disebabkan patah tulang pinggul.
b. Ruptur retroperitoneal
7
Peritoneum parietal, simfisis, promantorium, cedera panggul yang menyebabkan
patah tulang sehingga terjadi rupture buli-buli retro atau intraperitoneal. Darah
dan urin dijaringan lunak diluar rongga perut, perut terbebas darah dan urin
(Sjamsuhidayat, 1998).
4. Manifestasi klinis
Trauma kandung kemih terjadi dari fraktur pelvis dan trauma multipel ataupun
dari dorongan abdomen bawah ketika kandung kemih penuh. Gejala dari trauma
kandung kemih adalah kontusio (memar berwarna pucat yang besar atau ekimosis
akibat masuknya darah ke jaringan), ruptur kandung kemih secara ekstraperitoneal,
intraperitoneal, atau kombinasi keduanya. Pasien dengan ruptur kandung kemih
mungkin akan mengalami perdarahan hebat untuk beberapa hari setelah perbaikan
(Suharyanto, 2009).
8
5. Patofisiologi
Cedera kandung kemih tidak lengkap atau sebagian akan menyebabkan robekan
mukosa kandung kemih. Segmen dari dinding kandung kemih jernih mengalami
memar, mengakibatkan cedera lokal dan hematoma. Memas atau kontusio
memberikan manifestasi klinik hematuria setelah trauma tumpul atau setelah
melakukan aktivitas fisik yang ekstrem contohnya lari jarak jauh).
9
6. Komplikasi
a. Syok
b. Sepsis
Respon imunologi pada trauma berat dimulai saat awal kejadian dengan dimulai
aktifitas monosit. Aktifitas ini menyebabkan peningkatan sintesa dan pelepasan
mediatormediator inflamasi baik itu yang bersifat pro inflamasi maupun anti
inflamasi. Kelebihan respon pada trauma menginduksi SIRS dan MOF yang terjadi
30% pada semua trauma berat (Suharyanto, 2009).
7. Pemeriksaan penunjang
a. Uroflowmetri
10
Uroflowmetri adalah alat untuk mengetahui pancaran urin secara obyektif.
Derasnya pancaran diukur dengan membagi volume urin saat berkemih, dibagi
dengan lama proses berkemih. Kecepatan pancaran normal adalah 20 ml/detik. Jika
kecepatan pancaran <10 ml/detik menandakan adanya obstruksi.
b. Uretrigram Retrograde
Dilakukan uretrigram retrograde untuk mengevaluasi cedera uretral. Klien
dilakukan kateterisasi setelah uretrogram untuk meminimalkan risiko gangguan
uretral dan komplikasi jangka panjang yang luas, seperti striktur, inkontinensia (tidak
dapat menahan berkemih) dan impoten.
c. USG (Ultrasonografi)
USG cukup berguna dalam mengevaluasi striktur pada pars bulbosa. Dengan alat
ini kita juga bisa mengevaluasi panjang striktur dan derajat luas jaringan parut,
contohnya spongiofibrosis. Ini membantu kita memilih jenis tindakan operasi yang
akan dilakukan kepada pasien. Kita dapat mengetahui jumlah residual urin dan
panjang striktur secara nyata, sehingga meningkatkan keakuratan saat operasi
d. MRI (Magneting Resonance Imaging)
MRI sebaiknya dilakukan sebelum operasi karena dapat mengukur secara pasti
panjang striktur, derajat fibrosis, dan pembesaran prostat. Namun, alat ini belum
tersedia secara luas dan biayanya sangat mahal sehingga jarang digunakan
(Suharyanto, 2009).
11
8. Penatalaksanaan
12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3) Circulation
- Kaji penyebab adanya gangguan berhubungan dengan darah dan pembuluh darah
- Kaji penyebab adanya perdarahan
- Kaji penyebab nadi tidak teratur
- Kaji penyebab CRT lebih dari 2 detik
- Kaji penyebab cyanosis perifer
- Kaji penyebab pucat
4) Neurologi
- Nilai GCS (E : M: V: )
13
- Kesadaran kuantitatif
5) Diasability
- Pupil isokor , anisokor
- Refleks cahaya
- Besar pupil
6) Folley catheter
- Pemasangan kateter
- Urine yang dikeluarkan
- Warna urine
3. Pemeriksaan fisik khusus
a. Inspeksi :
Pemeriksaan secara umum,klien terlihat sangat kesakitan oleh adanya nyeri.pada
status lokasi biasanya didapatkan adanya jejas pada pnggang atau punggung
bawah,terlihat tanda ekimosis dan laserasi atau luka di abdomen lateral dan rongga
panggul.pemeriksaan urine output didapatkan adanya hematuria.pada trauma rupture
perikel,klien sering kali dating dalam keadaan syok berat dan terdapat hematoma di
daerah pinggang yang makin lama makin besar
b. Palpasi :
Didapatkan adanya massa pada rongga panggul,nyeri tekan pada region
kostovertebra.
Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
Trauma tajam Nyeri akut
Nyeri akut
Laju filtral glomerulus Gangguan eliminasi
urine
Produksi urine
14
Kerusakan jaringn kulit
Luka terbuka
Resiko infeksi
4. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b/d trauma
b. Gangguan eliminasi urine b/d produksi urine menurun
c. Resiko tinggi infeksi b/d adanya luka terbuka
5. Intervensi Keperawatan
a. nyeri b/d trauma
Tujuan : Nyeri dapat terkontrol
Intervensi :
1) Kaji intensitas nyeri, perhatikan lokasi dan karakteristik
Rasional : hasil pengkajian membantu evaluasi derajat ketidak nyamanan
dan ketidak efektifan analgesik atau menyatakan adanya komplikasi.
2) Bedrest dan atur posisi yang nyaman bagi pasien
Rasional : posisi yang nyaman dapat membantu meminimalkan nyeri.
3) Anjurkan pasien untuk menghindari posisi yang menekan lumbal, daerah
trauma.
Rasional : nyeri akut tercetus panda area ginjal oleh penekanan.
4) Lakukan kompres dingin area ekimosis bila tanpa kontra indikasi
Rasional : kompres dingin mengkontriksi vaskuler.
5) Berikan analgesik sesuai dengan resep
Rasional : analgesic dapat menghilangnkan nyeri dan ketidaknyamanan.
5) Tutuplah luka dengan kasa steril dan tutup dengan plester adhesive yang
menyeluruh menutupi kasa.
Rasional : penutupan secara menyembuh dapat menghindari kontaminasi dari
benda atau udara yang bersentuhan dengan luka bedah.
17
Inspeksi : hematoma perivesik, pembengakan, gross hematuria, anuria, sepsis
peritonitis.
Palpasi : posisi prostat yang melayang atau tidak, adanya ruptur pada uretra,
nyeri suprapubik, kandung kemih terasa penuh
j) Ekstremitas
Atas :
Inspeksi : Warna kulit, pembengkakan,
Palpasi : Nyeri tekan, kekuatan otot, capilary refil.
Bawah :
Inspeksi : Warna kulit, bentuk kaki, pembengkakan
Palpasi : Nyeri tekan, kekuatan otot.
f. Pemeriksaan Neurologis
Status mental dan emosi : Kesadaran, perilaku, mood, ekspresi wajah, bahasa, daya
ingat jangka panjang, daya ingat jangka pendek, persepsi, orientasi terhadap orang,
tempat, waktu, emosi (Muttaqin & Sari, 2011).
g. Analisa Data
Data Pendukung Etiologi Masalah
18
2. Diagnosa keperawatan
a. Resiko syok berhubungan dengan anemi
b. Nyeri berhubungan dengan nyeri tekan supra pubik
c. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan produksi urine menurun
3. Intervensi
No Diagnosa NOC NIC
21
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Ginjal adalah sepasang organ pada setiap sisi dari tulang belakang (spine) didalam
perut bagian bawah. Setiap ginjal adalah kira-kira seukuran kepalan tangan. Melekat pada
puncak dari setiap ginjal adalah suatu kelenjar adrenal.
Trauma kandung kemih merupakan penyebab terbanyak pada kecelakaan lalu lintas
atau kecelakaan kerja yang menyebabakan fragmen patah tulang pelvis mencederai buli-
buli. Ruptur kandung kemih dapat bersifat intraperitoneal atau ekstraperitoneal
B. Saran
Semoga dengan adanya makalah ini bisa menambah wawasan bagi pembaca dan sarannya
semoga lebih baik lagi untuk kedepannya.
22
Daftar Pustaka
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah ed.8;vol 2. Jakarta : EGC
Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,, vol. 2. Jakarta : EGC.
http://www.scribd.com/doc/87445526/Laporan-Pendahuluan-New
http://www.scribd.com/doc/14391169/KONSEP-NYERI
http://bedah-mataram.org/index.php?option=com_content&view=article&id=108:trauma-ginjal-
ur&catid=43:regfrat-urologi&Itemid=81
23
24