FILSAFAT ILMU
OLEH
Dosen Pembimbing:
Dr. ALI ASMAR, M. Pd
C. Asumsi
Asumsi adalah suatu pernyataan yang tidak terlihat kebenarannya, atau
kemungkinan benarnya tidak tinggi. Asumsi diperlukan untuk menyuratkan
segala hal yang tersirat. Mc Mullin (2002) menyatakan hal yang mendasar
yang harus ada dalam ontologi suatu ilmu pengetahuan adalah menentukan
asumsi pokok (the standard presumption) keberadaan suatu obyek sebelum
hendak melakukan penelitian. Dalam mengembangkan asumsi harus
diperhatikan dua hal :
1. Asumsi harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian displin
keilmuan. Asumsi yang seperti ini harus oprasional, dan merupakan dasar
dari pengkajian teoritis.
2. Asumsi harus disimpulkan dari “keadaan sebagaimana adanya „bukan‟
bagaimana keadaan yang seharusnya.”
D. Beberapa Asumsi Dalam Ilmu
Setiap ilmu selalu memerlukan asumsi. Asumsi diperlukan untuk
mengatasi penelaahan suatu permasalahan menjadi lebar. Semakin terfokus
obyek telaah suatu bidang kajian, semakin memerlukan asumsi yang lebih
banyak. Asumsi dapat dikatakan merupakan latar belakang intelektual suatu
jalur pemikiran. Asumsi dapat diartikan pula sebagai gagasan primitif, atau
gagasan tanpa penumpu yang diperlukan untuk menumpu gagasan lain yang
akan muncul kemudian. Asumsi diperlukan untuk menyuratkan segala hal
yang tersirat.
Terdapat beberapa jenis asumsi yang dikenal, antara lain:
a) Aksioma yaitu pernyataan yang disetujui umum tanpa memerlukan
pembuktian karena kebenaran sudah membuktikan sendiri.
b) Postulat adalah pernyataan yang dimintakan persetujuan umum tanpa
pembuktian, atau suatu fakta yang hendaknya diterima saja sebagaimana
adanya.
Ada dua bentuk asumsi yang berbeda yaitu sebagai berikut:
1. Nominalime: kehidupan sosial dalam persepsi individu tak lain adalah
kumpulan konsep–konsep baku, nama dan label yang akan
mengkarakteristikkan realitas yang ada. Intinya, realita dijelaskan melalui
konsep yang telah ada.
2. Realisme: kehidupan sosial adalah merupakan kenyataan yang tersusun
atas struktur yang tetap, tidak ada konsep yang mengartikulasikan setiap
realita tersebut dan realita tidak tergantung pada persepsi individu.
E. Batas-Batas Penjelajahan Ilmu
Pada saat ilmu mulai berkembang pada tahap ontologis, manusia mulai
mengambil jarak dari obyek sekitar. Manusia mulai memberikan batas-batas
yang jelas kepada obyek tertentu yang terpisah dengan eksistensi manusia
sebagai subyek yang mengamati dan yang menelaah obyek tersebut. Dalam
menghadapi masalah tertentu, dalam tahap ontologis manusia mulai
menentukan batas-batas eksistensi masalah tersebut, yang memungkinkan
manusia mengenal wujud masalah itu, untuk kemudian menelaah dan mencari
pemecahan jawabannya.
Dalam usaha untuk memecahkan masalah tersebut, ilmu mencari
penjelasan mengenai permasalahan yang dihadapinya agar dapat mengerti
hakikat permasalahan yang dihadapi itu. Dalam hal ini ilmu menyadari bahwa
masalah yang dihadapi adalah masalah yang bersifat konkret yang terdapat
dalam dunia nyata. Secara ontologis, ilmu membatasi masalah yang dikajinya
hanya pada masalah yang terdapat pada ruang jangkauan pengalaman
manusia.
Ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti di
batas pengalaman manusia. Pembatasan ini disebabkan karena fungsi ilmu itu
sendiri dalam kehidupan manusia yakni sebagai alat pembantu manusia dalam
menanggulangi masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari. Persoalan
mengenai hari kemudian tidak akan kita tanyakan kepada ilmu, melainkan
kepada agama.
Ruang penjelajahan keilmuan kemudian menjadi cabang-cabang ilmu.
Pada dasarnya cabang-cabang ilmu tersebut berkembang dari dua cabang
utama yakni filsafat alam yang kemudian berkembang menjadi rumpun ilmu-
ilmu alam dan filsafat moral yang kemudian berkembang ke dalam cabang
ilmu-ilmu sosial. Ilmu-ilmu alam dibagi lagi menjadi ilmu alam dan ilmu
hayat. Ilmu-ilmu sosial berkembang menjadi antropologi, psikologi,
ekonomi,sosiologi dan ilmu politik.
Di samping ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, pengetahuan mencakup
juga humaniora dan matematika. Humaniora terdiri dari seni, filsafat, agama,
bahasa dan sejarah. Ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia
dan berhenti di batas pengalaman manusia. Fungsi ilmu yakni sebagai alat
pembantu manusia dalam menanggulangi masalah-masalah yang dihadapinya
sehari-hari. Ilmu diharapkan membantu kita memerangi penyakit,
membangun jembatan, irigasi, membangkitkan tenaga listrik, mendidik anak,
memeratakan pendapatan nasional dan sebagainya. Persoalan mengenai hari
kemudian tidak akan kita tanyakan kepada ilmu, melainkan kepada agama,
sebab agamalah pengetahuan yang mengkaji masalah-masalah seperti itu.