Anda di halaman 1dari 22

BAB I

Pendahuluan
1.1 Latar Belakang

Sampah memang sudah menjadi masalah di kota besar di seluruh dunia.


Khususnya di Indonesia, seperti menumpuknya sampah di jalan-jalan protokol di
berbagai kota. Belum lagi konflik antara pemerintah dengan warga masyarakat yang
lokasinya menjadi tempat pembuangan akhir.

Semua orang paham bahwa mengelola sampah perkotaan dengan volume


ribuan meter kubik perhari dan karakteristiknya yang beragam bukanlah hal yang
mudah. Terbukti sampai saat ini, berbagai masalah yang diakibatkan oleh sampah
susul-menyusul tiada henti, seperti kasus tempat pembuangan akhir sampah (TPA)
yang terbakar, pencemaran bau dan lindi, kasus TPST Bojong, dan bencana sampah
longsor di TPA Leuwigajah, Bandung.

Salah satu dari penyebab munculnya masalah-masalah tersebut di berbagai kota


metropolitan atau kota-kota besar di Indonesia adalah karena strataegi pengolahan dan
pembuangan sampah yang aman terhadap lingkungan belum dilaksanakan secara
terintegrasi, dimana saat ini sampah umumnya hanya dikumpulkan di tempat
penampungan sampah sementara, kemudian diangkut dengan truk, dan dibuang di TPA
ala kadarnya.

Berbicara tentang strategi pengelolaan sampah kota metropolitan, sebagai


pembanding, ada baiknya kita intip strategi negara jiran terdekat kita yakni Singapura
dalam menakhlukkan sampah hingga negeri itu berhasil mendudukkan dirinya sebagai
salah satu kota yang hijau dan terbersih di dunia cocok dengan semboyannya:
Singapore, clean and green.

Untuk itu, Makalah Proses Pengolahan Sampah Singapura dibuat agar kita
mengetahui secara detail dan terperinci pengelolaan sampah di negara tetangga kita,
Singapura.

1.2 Tujuan
Untuk mengeatahui secara lebih jelas proses pengelolaan sampah di Singapura.
BAB II
Tinjauan pustaka
2.1 Sampah

Sampah adalah sisa kegiatan sehari-sehari manusia dan/atau proses alam yang
berbentuk padat. Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat konsentrasi,
dan/atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus. (UU No.32 Tahun 2009)

Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya


suatu proses. Sampah merupakan didefinisikan oleh manusia menurut derajat
keterpakaiannya, dalam proses-proses alam sebenarnya tidak ada konsep sampah, yang
ada hanya produk-produk yang dihasilkan setelah dan selama proses alam tersebut
berlangsung.

2.1.1 Jenis Sampah

Sampah terdiri atas :


1. Sampah rumah tangga
Sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berasal
dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan
sampah spesifik.
2. Sampah sejenis sampah rumah tangga
Sampah sejenis sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b berasal dari kawasan komersial,kawasan industri, kawasan khusus,
fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya.
3. Sampah spesifik
Sampah spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi :
a. Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun.
b. Sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun.
c. Sampah yang timbul akibat bencana
d. Puing bongkaran bangunan
e. Sampah yang secara teknologi belum dapat diolah, dan/atau
f. Sampah yang timbul secara tidak periodik.

2.1.1.1 Berdasarkan sumbernya


1. Sampah alam
2. Sampah manusia
3. Sampah konsumsi
4. Sampah nuklir
5. Sampah industri
6. Sampah pertambangan
2.1.1.2 Berdasarkan sifatnya
1. Sampah Organik, yaitu sampah yang mudah
membusuk seperti sisa makanan, sayuran, daun-daun
kering, dan sebagainya. Sampah ini dapat diolah lebih
lanjut menjadi kompos.
2. Sampah Anorganik, yaitu sampah yang tidak mudah
membusuk, seperti plastik wadah pembungkus makanan,
kertas, plastik mainan, botol dan gelas minuman, kaleng,
kayu, dan sebagainya. Sampah ini dapat dijadikan sampah
komersil atau sampah yang laku dijual untuk dijadikan
produk laiannya. Beberapa sampah anorganik yang dapat
dijual adalah plastik wadah pembungkus makanan, botol
dan gelas bekas minuman, kaleng, kaca, dan kertas, baik
kertas koran, HVS, maupun karton.
2.1.1.3 Berdasarkan bentuknya

1. Sampah Padat

Sampah padat adalah segala bahan buangan selain kotoran


manusia, urine dan sampah cair. Dapat berupa sampah rumah
tangga: sampah dapur, sampah kebun, plastik, metal, gelas dan
lain-lain. Menurut bahannya sampah ini dikelompokkan menjadi
sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik
Merupakan sampah yang berasal dari barang yang mengandung
bahan-bahan organik, seperti sisa-sisa sayuran, hewan, kertas,
potongan-potongan kayu dari peralatan rumah tangga, potongan-
potongan ranting, rumput pada waktu pembersihan kebun dan
sebagainya.

Berdasarkan kemampuan diurai oleh alam


(biodegradability), maka dapat dibagi lagi menjadi:

A. Biodegradable: yaitu sampah yang dapat diuraikan secara


sempurna oleh proses biologi baik aerob atau anaerob, seperti:
sampah dapur, sisa-sisa hewan, sampah pertanian dan
perkebunan.
B. Non-biodegradable: yaitu sampah yang tidak bisa diuraikan
oleh proses biologi. Dapat dibagi lagi menjadi:

a) Recyclable: sampah yang dapat diolah dan digunakan kembali


karena memiliki nilai secara ekonomi seperti plastik, kertas,
pakaian dan lain-lain.

b) Non-recyclable: sampah yang tidak memiliki nilai ekonomi


dan tidak dapat diolah atau diubah kembali seperti tetra packs,
carbon paper, thermo coal dan lain-lain.

2. Sampah Cair

Sampah cair adalah bahan cairan yang telah digunakan dan tidak
diperlukan kembali dan dibuang ke tempat pembuangan sampah.

A. Limbah hitam : sampah cair yang dihasilkan dari toilet. Sampah ini
mengandung patogen yang berbahaya.
B. Limbah rumah tangga: sampah cair yang dihasilkan dari dapur, kamar
mandi dan tempat cucian. Sampah ini mungkin mengandung patogen.

Sampah dapat berada pada setiap fase materi: padat, cair, atau gas.
Ketika dilepaskan dalam dua fase yang disebutkan terakhir, terutama gas,
sampah dapat dikatakan sebagai emisi. Emisi biasa dikaitkan
dengan polusi.

Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar datang dari


aktivitas industri (dikenal juga dengan sebutan limbah),
misalnya pertambangan, manufaktur, dan konsumsi. Hampir semua produk
industri akan menjadi sampah pada suatu waktu, dengan jumlah sampah
yang kira-kira mirip dengan jumlah konsumsi.

Untuk mencegah sampah cair adalah pabrik pabrik tidak membuang


limbah sembarangan misalnya membuang ke selokan.
3. Sampah alam

Sampah yang diproduksi di kehidupan liar diintegrasikan melalui


proses daur ulang alami, seperti halnya daun-daun kering di hutan yang
terurai menjadi tanah. Di luar kehidupan liar, sampah-sampah ini dapat
menjadi masalah, misalnya daun-daun kering di lingkungan pemukiman.

4. Sampah manusia

Sampah manusia (Inggris: human waste) adalah istilah yang biasa


digunakan terhadap hasil-hasil pencernaan manusia,
seperti feses dan urin. Sampah manusia dapat menjadi bahaya serius bagi
kesehatan karena dapat digunakan sebagai vektor (sarana perkembangan)
penyakit yang disebabkan virus dan bakteri. Salah satu perkembangan
utama pada dialektika manusia adalah pengurangan penularan penyakit
melalui sampah manusia dengan cara hidup yang higienis dan sanitasi.
Termasuk didalamnya adalah perkembangan teori penyaluran pipa
(plumbing). Sampah manusia dapat dikurangi dan dipakai ulang misalnya
melalui sistem urinoir tanpa air.

5. Sampah Konsumsi

Sampah konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh


(manusia) pengguna barang, dengan kata lain adalah sampah-sampah
yang dibuang ke tempat sampah. Ini adalah sampah yang umum
dipikirkan manusia. Meskipun demikian, jumlah sampah kategori ini pun
masih jauh lebih kecil dibandingkan sampah-sampah yang dihasilkan dari
proses pertambangan dan industri.
6. Limbah radioaktif

Sampah nuklir merupakan hasil dari fusi nuklir dan fisi


nuklir yang menghasilkan uranium dan thorium yang sangat berbahaya
bagi lingkungan hidupdan juga manusia. Oleh karena itu sampah nuklir
disimpan ditempat-tempat yang tidak berpotensi tinggi untuk melakukan
aktivitas tempat-tempat yang dituju biasanya bekas tambang
garam atau dasar laut (walau jarang namun kadang masih dilakukan).

2.2 Insinerator
Insinerator adalah teknologi pengolahan sampah yang
melibatkan pembakaran bahan organik. Insinerasi dan pengolahan sampah
bertemperatur tinggi lainnya didefinisikan sebagai pengolahan termal. Insinerasi
material sampah mengubah sampah menjadi abu, gas sisa hasil pembakaran, partikulat,
dan panas. Gas yang dihasilkan harus dibersihkan dari polutansebelum dilepas
ke atmosfer. Panas yang dihasilkan bisa dimanfaatkan sebagai energi pembangkit
listrik.

Insinerator mengurangi volume sampah hingga 95-96%, tergantung komposisi


dan derajat recovery sampah. Ini berarti insinerasi tidak sepenuhnya mengganti
penggunaan lahan sebagai area pembuangan akhir, tetapi insinerasi mengurangi
volume sampah yang dibuang dalam jumlah yang signifikan.

Insinerasi memiliki banyak manfaat untuk mengolah berbagai jenis sampah


seperti sampah medis dan beberapa jenis sampah berbahaya di mana patogen dan racun
kimia bisa hancur dengan temperatur tinggi.

Insinerasi sangat populer di beberapa negara seperti Jepang di mana lahan


merupakan sumber daya yang sangat langka. Denmark danSwedia telah menjadi pionir
dalam menggunakan panas dari insinerasi untuk menghasilkan energi. Di tahun 2005,
insinerasi sampah menghasilkan 4,8% energi listrik dan 13,7% panas yang dikonsumsi
negara itu. Beberapa negara lain di Eropa yang mengandalkan insinerasi sebagai
pengolahan sampah adalah Luksemburg, Belanda, Jerman, dan Prancis.
2.2.1 Tipe Insinerator

1. Piringan bergerak

Sampah padat sedang dibakar di atas piringan bergerak

Salah satu jenis insinerator adalah piringan bergerak (moving


grate).Insinerator jenis ini memungkinkan pemindahan sampah ke ruang
pembakaran dan memindahkan sisa hasil pembakaran tanpa mematikan api. Satu
wadah piringan bergerak dapat membakar 35 metrik ton sampah perjam. Jenis
insinerator ini dapat bergerak ribuan jam pertahun dengan hanya satu kali berhenti,
yaitu pada saat inspeksi dan perawatan.

Sampah diintroduksi ke "mulut" insinerator, dan pada lubang di ujung lainnya


sisa hasil pembakaran dikeluarkan. Udara yang dipakai dalam proses pembakaran
disuplai melalui celah piringan. Aliran udara ini juga bertujuan untuk
mendinginkan piringan tersebut. Beberapa jenis insinerator piringan bergerak juga
memiliki sistem air pendingin di dalamnya.

Suplai udara pembakaran sekunder dilakukan dengan memompa udara


menuju bagian atas piringan. Jika dilakukan dengan kecepatan tinggi, hal ini dapat
memicu turbulensi yang memastikan terjadinya pembakaran yang lebih baik dan
surplus oksigen. Turbulensi ini juga penting untuk pengolahan gas sisa hasil
pembakaran sampah.

Fasilitas insinerasi harus didesain untuk memastikan bahwa gas sisa hasil
pembakaran mencapai temperatur 850 oC selama dua detik untuk memecah racun
kimia organik. Untuk lebih memastikan hal tersebut, biasanya diperlengkapi
dengan pembakar yang pada umumnya memakai bahan bakar minyak, yang lalu
dibakar ke insinerasi untuk mendapatkan panas yang memadai.
Gas sisa hasil pembakaran lalu didinginkan. Panas yang ada ditransfer
menjadi uap dengan memaparkannya pada sistem pompa air. Uap ini lalu
digunakan untuk menggerakkan turbin. Gas yang telah melalui pendinginan
dipompakan ke fasilitas sistem pembersihan.

2. Piringan tetap

Ini adalah tipe yang lebih tua dan sederhana. Piringan tetap yang tidak
bergerak berada di bagian bawah insinerator dengan bukaan pada bagian atas atau
samping untuk memasukan sampah dan bukaan lainnya untuk memindahkan bahan
yang tidak terbakar (abu, logam, dan sebagainya).

2.2.2 Polusi Yang Dihasilkan Insinerator

Insinerasi memiliki sejumlah output seperti abu dan emisi ke atmosfer


berupa gas sisa hasil pembakaran. Sebelum melewati fasilitas pembersihan
gas, gas-gas tersebut mungkin mengandung partikulat, logam
berat, dioksin, furan, sulfur dioksida, dan asam hidroklorat.

Dalam sebuah penelitian tahun 1994, Delaware Solid Waste Authority


menemukan bahwa untuk sejumlah energi yang sama yang dihasilkan,
insinerator menghasilkan hidrokarbon, [[SO2]], HCl, CO, dan [[NOx]] lebih
sedikit dibandingkan pembangkit listrik dengan bahan bakar batu bara,
namun lebih banyak dari pada pembangkit listrik dengan bahan bakar gas
alam.
Dioksin dan furan adalah jenis emisi hasil pembakaran insinerator
yang berisiko terhadap kesehatan. Insinerator tua tidak memiliki sistem
yang bisa membersihkan dioksin.

Umumnya, pemecahan dioksin membutuhkan temperatur tinggi untuk


memicu pemecahan termal terhadap ikatan molekular. Pembakaran plastik
yang tidak mencapai temperatur yang diperlukan akan melepaskan dioksin
dalam jumlah signifikan ke udara.

Insinerator modern didesain untuk mencapai pembakaran dengan


suhu tinggi. Biasanya dilengkapi dengan pembakar yang memakai bahan
bakar minyak. Temperatur yang dibutuhkan adalah 850 oC dalam waktu
setidaknya dua detik guna memecah dioksin.

Emisi gas lainnya adalah [[CO2]] sebagai hasil dari proses


pembakaran sempurna. Pada temperatur ruang dan tekanan atmosfer, satu
ton sampah padat dapat menghasilkan 1 ton gas CO 2. Jika sampah dibuang
ke lahan pembuangan, satu ton sampah padat dapat menghasilkan 62 meter
kubik metana karena dekomposisi anaerobik. Metana sejumlah ini
memiliki efek rumah kaca dua kali lebih berbahaya dari pada 1 ton CO2.

Bahan beracun lainnya yang keluar dari gas yang dihasilkan dari sisa
pembuangan diantaranya sulfur dioksida, asam hidroklorat, logam berat,
dan partikel halus. Uap yang terkandung dalam gas menciptakan bagian
yang dapat terlihat dari gas yang umumnya transparan sehingga
menyebabkan polusi dapat terlihat.

Pembersihan gas sisa pembakaran yang dapat berpotensi menjadi


polutan dilakukan melalui berbagai proses. Partikulat dikumpulkan
dengan filtrasi partikel yang pada umumnya berupaelectrostatic
precipitator dan/atau baghouse filter. Yang terakhir umumnya sangat efisien
untuk mengumpulkan partikel halus. Dalam penelitian oleh kementrian
lingkungan hidup Denmark di tahun 2006, rata-rata emisi partikulat per
energi yang dihasilkan oleh sampah yang dibakar berada di bawah 2,02
gram per Giga Joule.
Pembersih gas asam digunakan untuk menghilangkan asam
hidroklorat, asam nitrat, asam hidrofluorat, merkuri, timbal, dan logam
berat lainnya. Sulfur dioksida dapat dihilangkan
dengan desulfurisasi menggunakan cairan limestone yang diinjeksikan ke
gas sisa hasil pembakaran sebelum menuju ke filtrasi partikel.

Gas NOx adalah gas lainnya yang harus direduksi dengan


katalis amonia di konverter katalitik atau dengan reaksi bertemperatur
tinggi dengan amonia. Logam berat diadsorpsi dengan bubuk karbon
aktif yang lalu dikumpulkan di filtrasi partikel.

Insinerasi juga memproduksi abu ringan yang dapat bercampur


dengan udara di atmosfer dan abu padat, sama seperti ketika batu bara
dibakar. Total abu yang dirpoduksi berkisar antara 4-10% volume dan 15-
20% massa sampah sebelum dibakar. Abu ringan berkontribusi lebih pada
potensi gangguan kesehatan karena dapat berbaur pada udara dan berisiko
terhirup paru-paru. Berbeda dengan abu padat, abu ringan mengandung
konsentrasi logam berat (timbal, kadmium, tembaga, dan seng) lebih
banyak dari pada abu padat namun lebih sedikit
kandungan dioksin dan furan. Abu padat jarang mengandung logam berat
dan tidak dikategorikan sebagai sampah berbahaya sehingga aman untuk
dibuang ke lahan pembuangan sampah. Namun perlu diperhatikan agar
pembuangan abu padat tidak mengganggu keadaan air tanah karena abu
padat dapat terserap ke dalam tanah.

Polusi lainnya adalah bau, namun bau dan debu telah ditangani
dengan baik pada fasilitas insinerasi terbaru. Sampah diterima dan disimpan
dalam ruangan bertekanan udara rendah dengan aliran udara menuju ke
dalam ruang pembakaran sehingga sangat kecil kemungkinan bau akan
lepas menuju atmosfer dan menimbulkan ketidaknyamanan pada
lingkungan sekitar.
2.3 Teknologi Pengelohan Sampah Modern

2.3.1 Proses Konversi Thermal

Proses konversi thermal dapat dicapai melalui beberapa cara, yaitu


insinerasi, pirolisa, dan gasifikasi. Insinerasi pada dasarnya ialah proses
oksidasi bahan-bahan organik menjadi bahan anorganik. Prosesnya sendiri
merupakan reaksi oksidasi cepat antara bahan organik dengan oksigen. Apabila
berlangsung secara sempurna, kandungan bahan organik (H dan C) dalam
sampah akan dikonversi menjadi gas karbondioksida (CO2) dan uap air (H2O).
Unsur-unsur penyusun sampah lainnya seperti belerang (S) dan nitrogen (N)
akan dioksidasi menjadi oksida-oksida dalam fasa gas (SOx, NOx) yang
terbawa di gas produk. Beberapa contoh insinerator ialah open burning, single
chamber, open pit, multiple chamber, starved air unit, rotary kiln, dan fluidized
bed incinerator.

Pirolisa merupakan proses konversi bahan organik padat melalui pemanasan


tanpa kehadiran oksigen. Dengan adanya proses pemanasan dengan temperatur
tinggi, molekul-molekul organik yang berukuran besar akan terurai menjadi
molekul organik yang kecil dan lebih sederhana. Hasil pirolisa dapat berupa tar,
larutan asam asetat, methanol, padatan char, dan produk gas.
Gasifikasi merupakan proses konversi termokimia padatan organik menjadi
gas. Gasifikasi melibatkan proses perengkahan dan pembakaran tidak sempurna
pada temperatur yang relatif tinggi (sekitar 900-1100 C). Seperti halnya pirolisa,
proses gasifikasi menghasilkan gas yang dapat dibakar dengan nilai kalor sekitar
4000 kJ/Nm3.

2.3.2 Proses Konversi Biologis

Proses konversi biologis dapat dicapai dengan cara digestion secara


anaerobik (biogas) atau tanah urug (landfill). Biogas adalah teknologi
konversi biomassa (sampah) menjadi gas dengan bantuan mikroba anaerob.
Proses biogas menghasilkan gas yang kaya akan methane dan slurry. Gas
methane dapat digunakan untuk berbagai sistem pembangkitan energi
sedangkan slurry dapat digunakan sebagai kompos. Produk dari digester
tersebut berupa gas methane yang dapat dibakar dengan nilai kalor sekitar
6500 kJ/Nm3.

Landfill ialah pengelolaan sampah dengan cara menimbunnya di


dalam tanah. Di dalam lahan landfill, limbah organik akan didekomposisi
oleh mikroba dalam tanah menjadi senyawa-senyawa gas dan cair.
Senyawa-senyawa ini berinteraksi dengan air yang dikandung oleh limbah
dan air hujan yang masuk ke dalam tanah dan membentuk bahan cair yang
disebut lindi (leachate). Jika landfill tidak didesain dengan
baik, leachate akan mencemari tanah dan masuk ke dalam badan-badan air
di dalam tanah. Karena itu, tanah di landfill harus mempunya permeabilitas
yang rendah. Aktifias mikroba dalamlandfill menghasilkan gas CH4 dan
CO2 (pada tahap awal – proses aerobik) dan menghasilkan gas methane
(pada proses anaerobiknya). Gas landfill tersebut mempunyai nilai kalor
sekitar 450-540 Btu/scf. Sistem pengambilan gas hasil biasanya terdiri dari
sejumlah sumur-sumur dalam pipa-pipa yang dipasang lateral dan
dihubungkan dengan pompa vakum sentral. Selain itu terdapat juga sistem
pengambilan gas dengan pompa desentralisasi.
BAB III
Gambaran Umum
3.1 Geografi

Singapura nama resminya Republik Singapura, adalah sebuah negara pulau di lepas
ujung selatanSemenanjung Malaya, 137 kilometer (85 mil) di utara khatulistiwa di Asia
Tenggara. Negara ini terpisah dari Malaysia oleh Selat Johordi utara, dan dari Kepulauan
Riau, Indonesia oleh Selat Singapura di selatan.

Singapura memiliki sejarah imigrasi yang panjang. Penduduknya yang beragam


berjumlah 5 juta jiwa, terdiri dari Cina, Melayu, India, berbagai keturunan Asia,
dan Kaukasoid. 42% penduduk Singapura adalah orang asing yang bekerja dan menuntut
ilmu di sana. Pekerja asing membentuk 50% dari sektor jasa

Singapura terdiri dari 63 pulau, termasuk daratan Singapura. Pulau utama sering
disebut Pulau Singapura tetapi secara resmi disebut Pulau Ujong (Melayu: berarti pulau di
ujung daratan (semenanjung)). Terdapat dua jembatan buatan menuju Johor,
Malaysia: Johor–Singapore Causeway di utara, dan Tuas Second Link di barat. Pulau
Jurong, Pulau Tekong, Pulau Ubin dan Pulau Sentosa adalah yang terbesar dari beberapa
pulau kecil di Singapura

3.2 Iklim

Singapura memiliki iklim tropik khatulistiwa tanpa musim yang nyata berbeda,
kesamaan suhu, kelembapan tinggi, dan curah hujan yang melimpah. Suhu berkisar antara
22 hingga 34 °C (71,6 to 93,2 °F). Rata-rata kelembapan relatif berkisar antara 90% di
pagi hari dan 60% di sore hari. Pada cuaca hujan yang berkepanjangan, kelembapan relatif
dapat mencapai 100%. Suhu terendah dan tertinggi yang tercatat dalam sejarah maritim
Singapura adalah 194 °C (381.2 °F) dan 358 °C (676.4 °F).

Bulan Mei dan Juni merupakan bulan terpanas, sedangkan November dan
Desember merupakan musim monsun basah. Dari bulan Agustus hingga Oktober,
seringkali terdapat kabut, terkadang cukup mengganggu hingga pemerintah mengeluarkan
peringatan kesehatan kepada publik, hal ini disebabkan oleh kebakaran semak-belukar di
negara tetangganya, Indonesia. Singapura tidak menggunakan waktu musim panas atau
perubahan zona waktu musim panas. Jarak waktu hari hampir sama sepanjang tahun
dikarenakan letak Singapura yang berdekatan dengan garis khatulistiwa

3.3 Populasi

Jumlah penduduk Singapura memiliki persentase warga asing tertinggi keenam di


dunia. Sekitar 42% penduduk Singapura adalah warga asing dan mereka membentuk 50%
sektor jasa di negara itu. Kebanyakan berasal dari Cina, Malaysia, Filipina, Amerika Utara,
TImur Tengah, Eropa, Australia, Bangladesh dan India. Negara ini merupakan yang
terpadat kedua di dunia setelah Monako. Menurut statistik pemerintah, jumlah penduduk
Singapura pada 2009 sebanyak 4,99 juta jiwa, 3,73 juta jiwa di antaranya
merupakan warga negara dan penduduk tetap Singapura (disebut "Singapore Residents").
Jumlah warga negara pada tahun 2009 adalah 3,2 juta jiwa. Berbagai kelompok
bahasa Cina] membentuk 74,2% dari penduduk Singapura, Melayu 13,4%, India 9,2%,
sementara Eurasia, Arab dan kelompok lain membentuk 3,2% dari populasi Singapura.

Pada 2008, tingkat kelahiran total hanya 1,28 anak setiap wanita, terendah ketiga di
dunia dan di bawah batas 2,1 yang dibutuhkan untuk mengganti populasi di masa depan.
Tahun 2008, 39.826 bayi lahir, dibandingkan dengan 37.600 bayi pada 2005. Jumlah ini
belum cukup untuk mempertahankan pertumbuhan penduduk. Untuk mengatasi masalah
ini, pemerintah mendorong warga asing untuk pindah ke Singapura. Jumlah besar imigran
ini telah mencegah populasi Singapura berkurang.

Menurut statistik terbaru tahun 2010, tingkat kelahiran total penduduk Singapura
mencapai tingkat 1,22 pada 2009. Tingkat kelahiran total penduduk Cina Singapura adalah
1,08, diikuti India 1,14 dan Melayu 1,82. Ringkat kelahiran Melayu Singapura ~70% lebih
tinggi dari Cina dan India Singapura.

(Wikipedia)
BAB IV
PEMBAHASAN

Menurut data dari Kementrian Lingkungan Hidup Singapura, Singapura, negeri


dengan wilayah daratan seluas DKI Jakarta atau sekitar 650 km2 dan berpenduduk lebih
dari 4,6 juta jiwa, menghasilkan sampah sekitar 7600 ton perharinya. Untuk menangani
sampah sebanyak itu, yang notabene 1000 ton lebih banyak dari produksi sampah Jakarta,
Pemerintah Singapura memilih strategi pengelolaan sampah berupa penerapan teknologi
insinerator yang dapat mengubah sampah menjadi energi listrik (waste to energy) dan
pembangunan TPA sanitary landfill di lepas pantai.
Pemilihan teknologi insinerasi didasarkan karena teknologi tersebut mampu
mereduksi volume sampah harian hingga 90 persen sehingga masa pakai TPA menjadi
semakin panjang. Umur TPA menjadi sangat penting di sana karena sebagai kota
metropolitan dan industri, Singapura tidak lagi menyisakan daratannya untuk usaha non-
produktif seperti TPA sehingga pembangunan TPA-nyapun mau tidak mau memanfaatkan
wilayah lepas pantai dengan persyaratan teknis yang sangat ketat. Selain karena
keterbatasan lahan, pemilihan teknologi tersebut, yang cukup mahal, rumit, dan hightech,
juga didasarkan pada sudah matangnya kesiapan finansial, perangkat hukum, institusi
pengelola, dan sistem pengumpulan dan pengangkutan sampah.
Dengan strategi tersebut, sistem pengelolaan sampah di Singapura jelas tidak
sekedar menerapkan prinsip kumpul, angkut, dan buang seperti yang banyak dipraktekkan
di kota-kota besar di Indonesia, tetapi prinsipnya adalah sampah dikumpulkan, kemudian
dipadatkan (di transfer station) untuk kemudian diangkut dan dibakar (di insinerator), dan
terakhir dibuang (di sanitary landfill di lepas pantai).

4.1 TPA Singapura

Sebelum bulan April 1999, tempat pembuangan sampah Singapura sebenarnya


terletak di TPA Lorong Halus yang letaknya di kawasan pantai berawa bagian timur laut
Singapura. Namun karena TPA tersebut sudah penuh dan tidak tersisa lagi daratan
Singapura untuk TPA, maka dibuatlah TPA sanitary landfill lepas pantai di selatan
Singapura yang sekarang dikenal sebagai TPA Semakau.
Untuk menciptakan area pembuangan sampah, sebuah lingkaran tanggul sepanjang
7 km dibangun untuk menutup bagian timur Pulau Semakau dan Pulau Sekang. Tanggul
tersebut dibuat dari jutaan meter kubik batuan dan pasir yang, tentu saja berasal dari
kepulauan Riau, melingkupi areal seluas 350 hektar (tiga kali lebih luas dari TPA
Bantargebang). Areal tersebut seperti lakyaknya sebuah laguna raksasa, di mana sebagian
areanya sudah diisi dengan timbunan sampah, dan sebagian besar lainnya masih berisi air
laut.
Untuk mencegah infiltrasi air leachate (lindi) ke perairan laut di sekitarnya, pada
bagian dasar tanggul dan dasar TPA dilapisi dengan membran impermeable (kedap air) dan
lapisan clay (lempung), sehingga pencemaran lingkungan dapat dicegah. Selanjutnya, lindi
yang berasal dari TPA tersebut dipompa dan ditampung di unit pengolahan limbah cair
yang terletak di dalam area TPA itu sendiri.
TPA Semakau pada dasarnya merupakan duplikasi dari TPA lepas pantai yang
berada di Tokyo, Jepang, yaitu TPA lepas pantai Outer Central Breakwater dan New Sea
Surface yang berkapasitas 120 juta meter kubik sampah. TPA Semakau sendiri memiliki
kapasitas tampung sebesar 63 juta meter kubik sampah sehingga diperkirakan dapat
menampung sampah Singapura sampai 40 tahun mendatang. Bila penuh nanti, TPA
Semakau merupakan pulau baru seluas ratusan hektar yang dapat dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan seperti taman wisata, daerah industri, dsb.
Oleh karena letaknya di lepas pantai, di TPA Semakau juga dibangun pelabuhan
sampah yang berfungsi sebagai tempat pembongkaran sampah dari barge (kapal tongkang)
pengangkut sampah yang berlayar ke TPA tersebut. Limbah padat dari kapal tongkang
dibongkar dengan ekskavator dan dimasukan ke dalam truk berkapasitas 35 ton untuk
dibawa ke area pembuangan. Di area tersebut sampah dibongkar, kemudian diratakan, dan
dipadatkan dengan buldozer. Untuk membangun TPA Semakau dan fasilitas
pendukungnya, Pemerintah Singapura menghabiskan biaya sebesar 610 juta dolar
Singapura. Biaya tersebut lebih mahal dari yang dibutuhkan untuk membangun TPA
sanitary landfill di daratan.
TPA Semakau tidak seperti TPA di Indonesia, material sampahnya tidak
menimbulkan emisi gas yang berbau dan relatif stabil karena sampah yang masuk berupa
material inert seperti abu sampah yang berasal dari insinerator dan bongkaran bangunan.
4.2 Pelabuhan Sampah

Oleh karena TPA Semakau terletak di lepas pantai, maka diperlukan fasilitas
perantara pembuangan abu dari plant insinerator ke TPA yaitu pelabuhan sampah dan alat
transportasi pelayarannya. Adalah Tuas Marine Transfer Station (TMTS) merupakan
pelabuhan transit sampah yang dilengkapi dengan tempat untuk menambatkan kapal
tongkang pengangkut sampah dan fasilitas bongkar-muat sampah. Biaya diperlukan untuk
konstruksi TMTS sebesar 80,9 juta dolar Singapura, sedangkan untuk pembelian tongkang
dan kapal penariknya memakan dana sebanyak 37 juta dolar Singapura.
TMTS, yang terletak bersebelahan dengan Insinerator Tuas Selatan menghadap
laut, memiliki area seluas 7 hektar, dengan di dalamnya terdapat area tempat menambatkan
kapal tongkang. Dua kapal tongkang dengan kapasitas 3500 meter kubik sampah dapat
ditambatkan dalam waktu yang bersamaan. Salah satu sisi tempat penambatan kapal
tongkang dibuat lebih tinggi dari permukaan kapal dan menjorok ke tengah sehingga
sampah yang dibongkar dari dump truck pengangkut abu atau puing bangunan dapat
langsung jatuh ke bagian tengah kapal tongkang. Area tempat pembongkaran sampah
dapat memuat 20 truk secara berjejer sekaligus. Sedangkan di sisi lainnya terdapat
ekskavator yang digunakan untuk meratakan muatan tongkang.
Tongkang yang telah penuh dengan muatan sampah kemudian ditarik dengan
tuboat (kapal penarik) menuju TPA Semakau yang berjarak sekitar 25 km dari TMTS.
Pelayaran dilakukan pada malam hari untuk menghindari lalu lintas kapal yang padat.

4.3 Pemanfaatan Sampah Menjadi Energi

Hampir 90 persen sampah yang diproduksi oleh penduduk negeri berlambang


Merlion itu dibakar menjadi abu di insinerator dan energi panas yang dihasilkannya
digunakan sebagai sumber pembangkit listrik. Saat ini, Singapura memiliki empat
insinerator berkapasitas besar dan modern. Insinerator pertama dioperasikan sejak tahun
1979 di Ulu Pandan dangan kapasitas 1.100 ton perhari, insinerator kedua di Tuas dan
dioperasikan sejak tahun 1986 dengan kapasitas 1.700 ton perhari, lantas insinerator ketiga
berada di Senoko dan beroperasi sejak tahun 1992 dengan kapasitas 2.400 ton perhari.
Sedangkan insinerator yang paling gress, lengkap dan modern, dioperasikan sejak tahun
2000, adalah Insinerator Tuas Selatan dengan kapasitas paling besar di dunia yakni 3000
ton perhari.
Menurut Vincent Teo, Manajer Umum Pelayanan Teknis Insinerator Tuas Selatan,
ketika bertemu dengan penulis di plant Insinerator Tuas Selatan tiga tahun yang lalu,
dikatakan bahwa keempat insinerator tersebut pada tahun 2001 telah berhasil membakar
2,55 juta ton sampah atau sekitar 91 persen dari total sampah yang dihasilkan oleh
Singapura. Dari pembakaran sampah tersebut dihasilkan listrik hingga 1.158 juta kWh atau
sekitar 2 sampai 3 persen dari total listrik yang dihasilkan oleh Singapura. Suatu jumlah
energi listrik dari bahan bakar sampah yang cukup fantastik, memang.

Sedangkan scrap metal (barang-barang logam yang tidak terbakar) yang berhasil
dikumpulkan adalah sebanyak 24 ribu ton yang kemudian dijual kepada industri daur
ulang. Dari hasil penjualan listrik, barang-barang logam, dan disposal fee (tarif
pembuangan limbah padat) serta subsidi pemerintah, beban biaya operasional dan
pemeliharaan keempat insinerator tersebut dapat tercukupi.
BAB V
Penutup
5.1 Kesimpulan
Di Singapura telah memaksimalkan proses pengolahan sampah. Tidak hanya
mengatasi bau busuk saja tapi sudah merubah sampah–sampah ini menjadi energi listrik.

Teknologi pengolahan sampah untuk menjadi energi listrik pada prinsipnya sangat
sederhana sekali yaitu:

1. Sampah di bakar sehingga menghasilkan panas (proses konversi thermal)

2. Panas dari hasil pembakaran dimanfaatkan untuk merubah air menjadi uap
dengan bantuan boiler

3. Uap bertekanan tinggi digunakan untuk memutar bilah turbin

4. Turbin dihubungkan ke generator dengan bantuan poros

5. Generator menghasilkan listrik dan listrik dialirkan ke rumah–rumah atau ke


pabrik.
Daftar Pustaka

http://id.wikipedia.org

http://jeremiah-98.blogspot.com

http://majarimagazine.com

Undamg – Undang No. 32 Tahun 2009

http://vessel-komposter.blogspot.com

http://www.kaskus.us

Anda mungkin juga menyukai