Anda di halaman 1dari 3

Bab 5

Masalah Kepastian dan Falibilisme Moderat

1. Masalah Kepastian dan Kebenaran Ilmiah.


Dalam bab IV, Kita sudah melihat empat macam kebenaran. Lalu persoalan yang patas kita
ajukan setelah melihat keempat teori tersebut adalah apakah kebenaran ilmiah bersifat
pasti atau sementara?

Jawaban atas pertanyaan itu melahirkan dua pandangan yang berbeda. Yang satu adalah
pandangan kaum rasionalis dan kaum empiris.

Dilihat dari sudut pandang kaum rasionalis, kepastian berkaitan dengan subjek. Dalam hal
ini, kaum rasionalis sangat yakin bahwa kebenaran bersifat pasti, yaitu pasti benar.
Mengapa? Hal ini karena kesimpulan mengandung kebenaran sebegai keteguhan
sesungguhnya hanya merupakan konsekuensi logis dari pernyaaan-pernyataan, teori, atau
hukum ilmiah lainya benar, kesimpulan tersebut dengan sendirinya pasti benar. Sedangkan
kaum rasionalis beranggapan bahwa ilmu pengetahuan tidak memiliki ambisi seperti iman
dalam agama. Jika iman dalam agama selalu benar dan tidak dapat diganggu gugat, maka
ilmu pengetahuan akan lebih memilih suatu klaim lebih moderat bahwa ia tidak dapat
memberikan gambaran kuat dan pasti tentang penelitianya. Ilmu pengetahuan tidak akan
pernah memberikan formulasi final dan absolut tentang seluruh universum. Pengakuan ini
dalam filsafat ilmu pengetahuan disebut falibilisme. Falibilisme disini tidak berarti ilmu
pengetahuan tidak salah sama sekali melaikan bahwa ilmuwan harus bersikap kritisterhadap
apa yang sudah dicapainya. Falibilisme juga tidak berarti sikap menolak secara mutlak
kebenaran pengetahuan ilmiah. Artinya bahwa kita tidak boleh mengabsolutkan kesalahan
ilmu pengetahuan sebaliknya, kita harus memahami kesalahanya itu secara moderat sebagai
sebuah tantangan untuk terus menerus mencari kebenaran ilmiah yang baru.

2. Falibilisme dan Metode Ilmu Pengetahuan


Falibilisme ilmu pengetahuab berasal dari dua sumber yaitu sebagai konsekuensi dari
metode ilmu pengetahuan, dan dari obyek ilmu pengetahuan yaitu universum alam. Oleh
karena itu, selain dalam kaitan dengan metode ilmu pengetahuan, kita akan membicarakan
falibilisme dengan kaitanya dengan pikiran manusia dan universum.

Pertama, peneliti sendiri tidak pernah merasa pasti dengan apa yang dicapainya sendiri.
Inilah ciri pertama dari penelitian ilmiah, penelitian ilmiah selalu didasari keraguan, dan
setiap pendapat tidak pernah membuat menjadi tenang. Penelitian ilmiah juga bukan
puncak dari sebuah hasil malah akan menimbulkan keraguan dan menjadi titik tolak bagi
penelitian lebih lanjut.
Kedua, fokus utama dari kegiatan penelitian ilmiah adalah verifikasi atau hipotesis. Metode
ilmiah dibangun agar sebuah hipotesis, setelah dirumuskan, diuji dengan melihat bagaimana
prediksi diverifikasi. Bagian tepenting adalah dari proses pengujian ini adalah penalaran
induktif. Alasan ketiga, adalah karena metode induksi, selalu tidak pernah lengkap. Kita tidak
pernah aka berhasil mengumpulkan semua data yang seharusnya tercakup untuk bisa
menarik sebuah hipotesis berdasarkan fakta terbatas ada, dengan harapan semua fakta lain
akan mendkung hipotesis ini. Tetapi itu malah terjadi sebaliknya fakta lain tidak mendukung
dan hipotesis kita salah.

Keempat, setiap hipotesispada dasarnya tidak pasti. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa ilmu pengetahuan tidak selalu benar dan bisa keliru. Dengan demikian pengetahuan
yang paling baik adalah pengetahuan yang tidak pasti. Apa yang kita terima sekarang di
masa depan dapat dilihat sebagai kekeliuran. Maka, falibilisme ilmiah menjadi doktrin
penting bagi manusia ilmuwan. Ilmuwan seperti juga filsuf, akan mengatakan yang sama
bahwa suatu kerinduan untuk mengenal kebenaran dan pengakuan akan ketidaktahuan
merupakan dorongan paling kuat bagi penelitian.

3. Falibilisme dan Objek Ilmu Pengetahuan


Falibilisme pengetahuan ilmiah, selain dikarenakan oleh metode ilmiah, juga terjadi karena
objek ilmu pengetahuan sekaligus real dan berubah-ubah. Objek ilmu pengetahuan adalah
peristiwa alam. Kita dapat mengenalnya karena ia real, tetapi juga berubah-ubah (tunduk
pada hukum perubahan). Maka ilmu pengetahuan tidak pernah mencapai kepastian mutlak.
Maka falibilisme jika ilmu pengetahuan selalu tidak pernah mutlak benar didasarkan bahwa
alam selalu berkembang. Bertolak dari asumsi ini kita dapat membahas tentang realitas
objek dan perkembangan objek.

a) Realitas Objek
Ilmuwan yang baik adalah ilmuwan yang realis yang tidak memandang konsep-konsep
ilmiahnya semata-mata sebagai hasil imajinasi tanpa hubungannya dengan dunia nyata
melainkan merupakan hasil dari pemikiran tentang dunia nyata. Lalu apa yang dimaksud
dengan nyata disini?

Objek ilmu pengetahuan dapat dikatakan nyata atau real jika sekurang-kurangnya
mengandung tiga arti. Pertama, yang nyata berarti yang lepas dari pikiran manusia. Kedua,
meskipun dunia real yang di pelajari ilmu pengetahuan bebas dari pemikiran manusia,
realitas itu sendiri dapat dikatakan real jika itu memang dikenal. Ketiga, realitas yang
dibicarakan adalah realitas publik, realitas yang dibicarakan banyak orang.

b) Evolusi Objek Pengetahuan Ilmiah


Selain memang nyata, objek ilmu pengetahuan selalu berubah-ubah dan mengalami
perkembangan. Pengertian kita tentang evolusi menyangkut dua aspek. Pertama, objek
pengetahuan ilmiah selalu berubah sehingga pengetahuan yang kita capai, sekalipun sangat
akurat, harus ditinjau kembali. Kedua, objek pengetahuan kita selalu berkembang kepada
regularitas. Dengan dua alasan itu, pengetahuan itu selalu rentan terhadap kesalahan,
tentang alam semesta, asalkan penelitian terus dilakukan dari generasi ke generasi.

Jika demikian, dengan menerima prinsip evolusi, para ilmuwan pada giliranya harus
mengakui bahwa penjelasan-penjelasan ilmiah mereka akan mengalami pertumbuhan. Dan
mendorong ilmuwan untuk melakukan penelitian kembali dan metode ilmiahnya harus
senantiasa berkembang agar dapat menjelaskan perubahan pasa semesta. Oleh karena itu
ada satu paradoks yaitu ilmu pengetahuan selalu mengikuti perubahan alam. Namun jika
penelitian berhenti maka dua akibat dapat terjadi. Pertama, ilmu tidak lagi menjelaskan
realitas yang sesungguhnya karena realitas selalu berubah. Kedua, ilmu pengetahuan
memutuskan hubunganya dengan realitas yang semakin lama semakin terbuka untuk
diketahui. Maka, ilmuwan harus berusaha mendekati alam dengan kesadaran fasibilitas atas
hasil-hasilnya. Tetapi, falibilisme ilmuwan bersifat moderat karena alam selalu berkembang
untuk makin lama makin bisa dimengerti.

Anda mungkin juga menyukai