Definisi Berfikir Ilmiah

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 20

Definisi Berfikir Ilmiah

Berpikir adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu.
Sedangkan menurut Poespoprodjo berpikir adalah suatu aktifitas yang banyak seluk-beluknya, berlibat-libat,
mencakup berbagai unsur dan langkah-langkah. Menurut Anita Taylor et. Al. berpikir adalah proses
penarikan kesimpulan. Jadi berpikir merupakan sebuah proses tertentu yang dilakukan akal budi dalam
memahami, mempertimbangkan, menganalisa, meneliti, menerangkan dan memikirkan sesuatu dengan jalan
tertentu atau langkah-langkah tertentu sehingga sampai pada sebuah kesimpulan yang benar.
Sedangkan Ilmiah yakni “bersifat ilmu, secara ilmu pengetahuan, memenuhi syarat kaidah ilmu
pengetahuan. Berpikir ilmiah adalah berpikir rasional dan berpikir empiris. Bersifat ilmiah apabila ia
mengandung kebenaran secara objektif, karena didukung oleh informasi yang telah teruji kebenarannya dan
disajikan secara mendalam, berkat penalaran dan analisa yang tajam.10 Berpikir rasional adalah berpikir
menggunakan dan mengandalkan otak atau rasio atau akal budi manusia sedangkan berpikir empiris berpikir
dengan melihat realitas empiris, bukti nyata atau fakta nyata yang terjadi di lingkungan yang ada melalui
panca indera manusia.
Jadi memang tidak semua berpikir akan mengahasilkan pengetahuan dan ilmu dan juga tidak semua
berpikir disebut berpikir ilmiah. Karena berpikir ilmiah memiliki aturan dan kaidah tersendiri yang harus
diikuti oleh para pemikir dan ilmuwan sehingga proses berpikir mereka bisa dikatakan sebagai produk ilmu
pengetahuan dan bermanfaat bagi khalayak ramai dan manusia pada umumnya.
Berfikir ilmiah adalah berfikir yang logis dan empiris. Logis: masuk akal, empiris: Dibahas secara
mendalam berdasarkan fakta yang dapat dipertanggung jawabkan. (Hillway,1956).
Berpikir ilmiah adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan,
mengembangkan dsb. secara ilmu pengetahuan (berdasarkan prinsip-prinsip ilmu pengethuan. Atau
menggunakan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran.
uripsantoso.wordpress.com
(Menurut Salam (1997:139)Pengertian berpikir ilmiah)
1. Proses atau aktivitas manusia untuk menemukan/ mendapatkan ilmu.
2. Proses berpikir untuk sampai pada suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.
3. Sarana berpikir ilmiah.
4. Sarana berpikir ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang
harus ditempuh.
5. Tanpa penguasaan sarana berpikir ilmiah kita tidak akan dapat melaksanakan kegiatan berpikir ilmiah
yang baik.
6. Merupakan alat bagi metode ilmiah dalam melakukan fungsinya dengan baik.
7. Mempunyai metode tersendiri yang berbeda dengan metode ilmiah dalam mendapatkan
pengetahuannya sebab fungsi sarana berpikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah.
Berpikir merupakan kegiatan [akal] untuk memperoleh pengetahuan yang benar. Berpikir ilmiah adalah
kegiatan [akal] yang menggabungkan induksi dan deduksi.(Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah
Pengantar Populer(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,)
Berpikir ilmiah, yaitu berpikir dalam hubungan yang luas dengan pengertian yang lebih komplek disertai
pembuktian-pembuktian. ( Menurut Kartono (1996, dalam Khodijah, 2006:118)
Berfikir ilmiah merupakan proses berfikir/ pengembangan pikiran yang tersusun secara sistematis yang
berdasarkan pengetahuan-pengetahuan ilmiah,yang sudah ada (Eman Sulaeman)
Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum
dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subyektif. Kemampuan
logika alamiah manusia ada sejak lahir.(wikipedia bahasa indonesia, ensiklopedia bebas)
Berpikir ilmiah adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan,
mengembangkan dsb. secara ilmu pengetahuan (berdasarkan prinsip-prinsip ilmu pengethuan. Atau
menggunakan prinsip-prinsip logisterhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran
Berfikir ilmiah adalah pola penalaran berdasarkan sasaran tertentu secara teratur dan cermat (Jujun S.
Suria Sumantri, 1984)
Berpikir ilmiah adalah metode berpikir yang di dasarkan pada logika deduktif dan induktif (Mumuh
mulyana Mubarak, SE)

Cara Berpikir Ilmiah


Ilmu pengetahuan modern adalah cara memahami dunia fisik, berdasarkan bukti-bukti yang dapat diamati,
penalaran, dan pengujian berulang. Itu berarti para ilmuwan menjelaskan dunia berdasarkan pengamatan
mereka sendiri. Jika mereka mengembangkan ide-ide baru tentang cara dunia bekerja, mereka mendirikan
sebuah cara untuk menguji ide baru ini.
Berpikir Seperti Ilmuwan
Bagaimana Anda bisa berpikir seperti seorang ilmuwan? Berpikir seperti seorang ilmuwan didasarkan pada
bertanya dan menjawab pertanyaan. Anda mungkin tidak tahu, Anda melakukan ini sepanjang hari. Para
ilmuwan mengajukan pertanyaan, dan kemudian membuat pengamatan rinci untuk mencoba untuk
mengajukan pertanyaan yang lebih spesifik dan mengembangkan hipotesis. Mereka dapat merancang dan
melakukan percobaan untuk mencoba menjawab pertanyaan mereka. Dari hasil percobaan mereka, para
ilmuwan menarik kesimpulan.
 Ilmuwan mengajukan pertanyaan: Kunci untuk menjadi seorang ilmuwan besar adalah dengan
mengajukan pertanyaan. Bayangkan Anda adalah seorang ilmuwan di Kongo Afrika. Saat di lapangan,
Anda mengamati satu kelompok simpanse yang sehat di sisi utara hutan. Di sisi lain dari hutan, Anda
menemukan sekelompok simpanse yang sekarat secara misterius. Pertanyaan apa yang mungkin Anda
tanyakan? Seorang ilmuwan yang baik mungkin bertanya dua pertanyaan berikut:
“Apa yang membedakan antara dua lingkungan di mana simpanse hidup?”
“Apakah ada perbedaan perilaku antara kedua kelompok simpanse?”
 Para ilmuwan melakukan pengamatan rinci : Untuk mengamati cara, melihat dan mempelajari
dengan seksama. Seseorang yang tidak terlatih dalam ilmu hanya dapat mengamati, ” simpanse di
salah satu sisi hutan yang sekarat, sedangkan simpanse di sisi lain dari hutan yang sehat. ”
bagaimanapun, bagi Seorang ilmuwan, akan melakukan pengamatan lebih rinci. Dapatkah Anda
memikirkan cara-cara untuk membuat pengamatan lebih rinci ini? Bagaimana dengan jumlah
simpanse ? Apakah mereka jantan atau betina ? Muda atau tua ? Apa yang mereka makan ? Seorang
ilmuwan yang baik dapat mengamati banyak hal, ” Saat semua tujuh betina dewasa dan tiga jantan
dewasa di sisi utara hutan sehat dan menunjukkan perilaku normal, empat betina dan lima jantan
simpanse di bawah usia lima tahun di sisi selatan telah meninggal. ” Pengamatan rinci pada akhirnya
dapat membantu para ilmuwan merancang eksperimen mereka dan menjawab pertanyaan mereka.
Dari pengamatan ini, ilmuwan akan mengembangkan hipotesis untuk menjelaskan pengamatan.
Hipotesis adalah penjelasan yang diajukan ilmuwan untuk pengamatannya. Hipotesis ilmuwan
mungkin bahwa ” simpanse muda di sisi selatan mati karena kekurangan nutrisi dalam makanan
mereka. “
 Para ilmuwan menemukan jawaban menggunakan tes: Ketika para ilmuwan ingin menjawab
pertanyaan, mereka mencari bukti menggunakan eksperimen. Sebuah eksperimen adalah tes untuk
melihat apakah penjelasan mereka benar atau salah. Bukti adalah pengamatan seorang ilmuwan yang
dilakukan selama percobaan. Untuk mempelajari penyebab kematian di simpanse, para ilmuwan
dapat memberikan nutrisi simpanse dalam bentuk kacang-kacangan, buah, dan vitamin untuk
melihat apakah mereka meninggal karena kekurangan makanan. Tes ini adalah percobaan. Jika
simpanse sedikit yang mati, maka penelitian ini menunjukkan bahwa simpanse mungkin telah
meninggal karena tidak memiliki cukup makanan.
 Para ilmuwan mempertanyakan jawaban: ilmuwan yang baik adalah skeptis (kurang percaya). Para
ilmuwan tidak pernah menggunakan hanya salah satu bukti untuk membentuk suatu kesimpulan.
Sebagai contoh, simpanse dalam percobaan mungkin telah meninggal karena kekurangan makanan,
tetapi dapatkah Anda memikirkan penjelasan lain untuk kematian mereka? Mereka mungkin telah
meninggal karena virus, atau ada penyebab lain?. eksperimen harus diselesaikan sebelum para
ilmuwan dapat yakin. Ilmuwan yang baik terus mempertanyakan kesimpulan mereka sendiri.
Mereka juga membahasnya dengan ilmuwan lain untuk mengkonfirmasi atau tidak setuju dengan
bukti mereka.

Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis karena
kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan
filsafat. Pada perkembangannya, ilmu terbagi dalam beberapa disiplin, yang membutuhkan pendekatan, sifat,
objek, tujuan dan ukuran yang berbeda antara disiplin ilmu yang satu dengan yang lainnya. Pembahasan
filsafat ilmu sangat penting karena akan mendorong manusia untuk lebih kreatif dan inovatif. Filsafat ilmu
memberikan spirit bagi perkembangan dan kemajuan ilmu dan sekaligus nilai-nilai moral yang terkandung
pada setiap ilmu baik pada tataran ontologis, epistemologis maupun aksiologi.

Menyadari pentingnya peran dari filsafat ilmu dalam konteks pengetahuan sains maka makalah ini
menyebutkan beberapa hal tentang bagaiaman proses fenomena tersebut terjadi, bagaimana hukum atau
teori yang telah dikemukakan oleh para ilmuwan, dan apakah hakikat dari ilmu sains itu (ontologi,
epistimologi dan aksiologi sains), bagaimana cara sains menyelesaikan masalah, dan apa sajakah manfaat
sains dalam kehidupan manusia. Hal tersebut akan dibahas lebih luas dan mendalam dalam makalah ini.

A. ONTOLOGI SAINS
1. Pengertian Ontologi
1. Menurut bahasa,

Ontology berasal dari bahasa Yunani yaitu : On/Ontos = ada, dan Logos = ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu
tentang yang ada.

2. Menurut istilah,
Ontology adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang
berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak (Bakhtiar , 2004).

3. Menurut Suriasumantri (1985),


Ontology membahas tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau, dengan kata
lain suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”. Telaah ontologis akan menjawab
pertanyaan-pertanyaan :
a) apakah obyek ilmu yang akan ditelaah,
b) bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut, dan
c) bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan
mengindera) yang membuahkan pengetahuan.

2. Ontologi Sains/Ilmu
Ilmu atau science secara harfiah berasal dari kata Latin scire yang berarti mengetahui. Karena itu,
science dapat diartikan “situasi” atau fakta mengetahui, sepadan dengan pengetahuan (knowledge), yang
merupakan lawan dari intuisi atau kepercayaan. Selanjutnya, kata science mengalami perkembangan dan
perubahan makna menjadi “pengetahuan yang sistematis yang berasal dari observasi, kajian, dan
percobaan-percobaan yang dilakukan untuk mengetahui sifat dasar atau prinsip dari apa yang dikaji.
Dengan demikian, sains yang berarti “pengetahuan” berubah menjadi “pengetahuan yang sistematis yang
berasal dari observasi indrawi.” Perkembangan berikutnya, lingkup sains hanya terbatas pada dunia fisik,
sejalan dengan definisi lain tentang sains sebagai “pengetahuan yang sistematis tentang alam dan dunia
fisik”.
Dengan mensyaratkan observasi, sains harus bersifat empiris, baik berhubungan dengan benda-benda
fisik, kimia, biologi, dan astronomi maupun berhubungan dengan psikologi dan sosiologi. Inilah karakter
sains yang paling mendasar dalam pandangan epistemologi konvensional. Sains merupakan produk
eksperimen yang bersifat empiris. Eksperimen dapat dilakukan, baik terhadap benda-benda mati (anorganik)
maupun makhluk hidup sejauh hasil eksperimen dapat diobservasi secara indrawi. Eksperimen pun dapat
dilakukan terhadap manusia, seperti yang dilakukan Waston dan penganut aliran behaviorisme klasik
lainnya.

3. Stuktur Sains
Dalam garis besar sains dibagi menjadi dua; yaitu sains kealaman dan sains sosial, yang menjelaskan
struktur sains dalam bentuk nama-nama ilmu.
a. Sains Kealaman
– Astronomi;
– Fisika ; mekanika, bunyi, cahaya, dan optic, fisika, nuklir;
– Kimia ; kimia organik, kimia teknik;
– Ilmu bumi ; paleontology, ekologi, geofisika, geokimia, mineralogy, geografi;
– Ilmu hayat ; biofisika, botani, zoology;
b. Sains Sosial
– Sosiologi ; sosiologi komunikasi, sosiologi politik, sosiologi
pendidikan;
– Antropologi ; antropologi budaya, antropologi ekonomi, antropologi
politik;
– Psikologi ; psikologi pendidikan, psikologi anak, psikologi abnormal;
– Ekonomi ; ekonomi makro, ekonomi lingkungan, ekonomi pedesaan;
– Politik ; politik dalam negeri, politik hukum, politik internasional;

c. Berikut ada tambahan dari dua sains di atas, yaitu :


– Seni ; seni abstrak, seni grafik, seni pahat, seni tari;
– Hukum ; hukum pidana, hukum tata usaha negara, hukum adat;
– Filsafat ; logika, etika, estetika;
– Bahasa ; sastra;
– Agama ; Islam, Kristen, Confucius;
– Sejarah ; sejarah Indonesia, sejarah dunia;

B. EPISTEMOLOGI SAINS
1. Pengertian Epistemologi
Secara etimologi, epistemologi merupakan kata gabungan yang diangkat dari dua kata dalam bahasa
Yunani, yaitu episteme dan logos. Episteme artinya pengetahuan, sedangkan logos lazim dipakai untuk
menunjukkan adanya pengetahuan sistematik. Dengan demikian epistemologi dapat diartikan sebagai
pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Epistemologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat
yang berurusan dengan hakekat dan lingkungan pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya
serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. (Dwi Hamlyn, History of
Epstemology, dalam Amsal Bakhtiar. 2004 : 148).
Epistemologi adalah pembahasan mengenai metode yang digunakan untuk mendapatkan pengetahuan.
Epistemologi membahas pertanyaan-pertanyaan seperti: bagaimana proses yang memungkinkan
diperolehnya suatu pengetahuan? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita
mendapatkan pengetahuan yang benar? Lalu benar itu sendiri apa? Kriterianya apa saja? (Idris, Epistemologi
/ Filsafat pengetahuan. 2010). Dalam Kamus Webster disebutkan bahwa epistemologi merupakan “Teori
ilmu pengetahuan (science) yang melakukan investigasi mengenai asal-usul, dasar, metode, dan batas-batas
ilmu pengetahuan Mengapa sesuatu disebut ilmu? Apa saja lintas batas ilmu pengetahuan? Dan, bagaimana
prosedur untuk memperoleh pengetahuan yang bersifat ilmiah? Pertanyaan-pertanyaan itu agaknya yang
dapat dijawab dari pengertian epistemologi yang sudah disebutkan. Filsafat, tulis Suriasumantri, tertarik
pada cara, proses, dan prosedur ilmiah di samping membahas tentang manusia dan pertanyaan-pertanyaan di
seputar ada, tentang hidup dan eksistensi manusia.

2. Epistemologi Sains
Epistemologi Sain adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Epistemologi Sains
merupakan salah satu cabang filsafat yang membahas tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan,
asal mula pengetahuan, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan.
Disinilah dasar-dasar pengetahuan maupun teori pengetahuan yang diperoleh manusia menjadi bahan
pijakan. Konsep-konsep ilmu pengetahuan yang berkembang pesat dewasa ini beserta aspek-aspek praktis
yang ditimbulkannya dapat dilacak akarnya pada struktur pengetahuan yang membentuknya.
3. Metode-metode untuk Memperoleh Ilmu Pengetahuan

a. Empirisme
Empirisme adalah suatu cara/metode dalam filsafat yang mendasarkan cara memperoleh pengetahuan
dengan melalui pengalaman. John Locke, bapak empirisme Britania, mengatakan bahwa pada waktu
manusia di lahirkan akalnya merupakan jenis catatan yang kosong (tabula rasa),dan di dalam buku catatan
itulah dicatat pengalaman-pengalaman inderawi. Menurut Locke, seluruh sisa pengetahuan kita diperoleh
dengan jalan menggunakan serta memperbandingkan ide-ide yang diperoleh dari penginderaan serta refleksi
yang pertama-pertama dan sederhana tersebut.
Ia memandang akal sebagai sejenis tempat penampungan,yang secara pasif menerima hasil-hasil
penginderaan tersebut. Ini berarti semua pengetahuan kita betapa pun rumitnya dapat dilacak kembali
sampai kepada pengalaman-pengalaman inderawi yang pertama-tama, yang dapat diibaratkan sebagai
atom-atom yang menyusun objek-objek material. Apa yang tidak dapat atau tidak perlu di lacak kembali
secara demikian itu bukanlah pengetahuan, atau setidak-tidaknya bukanlah pengetahuan mengenai hal-hal
yang factual.

b. Rasionalisme
Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal. Bukan karena rasionalisme
mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman paling-paling dipandang sebagai sejenis perangsang
bagi pikiran. Para penganut rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide kita,
dan bukannya di dalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran mengandung makna mempunyai ide yang sesuai
dengan atau menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya
dapat diperoleh dengan akal budi saja.

c. Fenomenalisme
Bapak Fenomenalisme adalah Immanuel Kant. Kant membuat uraian tentang pengalaman. Barang
sesuatu sebagaimana terdapat dalam dirinya sendiri merangsang alat inderawi kita dan diterima oleh akal
kita dalam bentuk-bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran. Karena itu kita
tidak pernah mempunyai pengetahuan tentang barang sesuatu seperti keadaannya sendiri, melainkan hanya
tentang sesuatu seperti yang menampak kepada kita, artinya, pengetahuan tentang gejala (Phenomenon).
Bagi Kant para penganut empirisme benar bila berpendapat bahwa semua pengetahuan didasarkan pada
pengalaman-meskipun benar hanya untuk sebagian. Tetapi para penganut rasionalisme juga benar, karena
akal memaksakan bentuk-bentuknya sendiri terhadap barang sesuatu serta pengalaman.

d. Intusionisme
Menurut Bergson, intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Analisa,
atau pengetahuan yang diperoleh dengan jalan pelukisan, tidak akan dapat menggantikan hasil pengenalan
secara langsung dari pengetahuan intuitif.

Salah satu di antara unsur-unsur yang berharga dalam intuisionisme Bergson ialah, paham ini
memungkinkan adanya suatu bentuk pengalaman di samping pengalaman yang dihayati oleh indera. Dengan
demikian data yang dihasilkannya dapat merupakan bahan tambahan bagi pengetahuan di samping
pengetahuan yang dihasilkan oleh penginderaan. Kant masih tetap benar dengan mengatakan bahwa
pengetahuan didasarkan pada pengalaman, tetapi dengan demikian pengalaman harus meliputi baik
pengalaman inderawi maupun pengalaman intuitif.
Hendaknya diingat, intusionisme tidak mengingkati nilai pengalaman inderawi yang biasa dan
pengetahuan yang disimpulkan darinya. Intusionisme setidak-tidaknya dalam beberapa bentuk hanya
mengatakan bahwa pengetahuan yang lengkap di peroleh melalui intuisi, sebagai lawan dari pengetahuan
yang nisbi, yang meliputi sebagian saja yang diberikan oleh analisis. Ada yang berpendirian bahwa apa yang
diberikan oleh indera hanyalah apa yang menampak belaka, sebagai lawan dari apa yang diberikan oleh
intuisi, yaitu kenyataan. Mereka mengatakan, barang sesuatu tidak pernah merupakan sesuatu seperti yang
menampak kepada kita, dan hanya intuisilah yang dapat menyingkapkan kepada kita keadaanya yang
senyatanya.

e. Dialektis
Yaitu tahap logika yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode penuturan serta analisis sistematik
tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan. Dalam kehidupan sehari-hari
dialektika berarti kecakapan untuk melekukan perdebatan. Dalam teori pengetahuan ini merupakan bentuk
pemikiran yang tidak tersusun dari satu pikiran tetapi pemikiran itu seperti dalam percakapan, bertolak
paling kurang dua kutub.

f. Metode Ilmiah
Metode Ilmiah mengatakan untuk memperoleh pengetahuan yang benar dilakukan langkah berikut:
logico-hypothetico-verificartif. Maksudnya, mula-mula buktikan bahwa itu logis, kemudian ajukan hipotesis
kemudian lakukan pembuktian hipotesis itu secara empiris. Metode Ilmiah secara teknis dan rinci dijelaskan
dalam satu bidang ilmu yang disebut Metode Riset. Metode Riset menghasilkan model-model penelitian.
Model-model penelitian inilah yang menjadi instansi terakhir dan memang operasional dalam membuat
aturan (untuk mengatur manusia dan alam) tadi. Hasil-hasil penelitian itulah yang sekarang serupa tumpukan
pengetahuan sain dalam berbagai bidang.

C. AKSIOLOGI SAINS
1. Aksiologi
Secara etimologis, Aksiologi berasal dari dari bahasa Yunani, axios, yang berarti nilai, dan logos, yang
berarti teori. Terdapat banyak pendapat tentang pengertian aksiologi. Menurut Jujun S. Suriasumantri
aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari ilmu pengetahuan yang diperoleh.
Menurut Kamus Bahasa Indonesia (1995:19) aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi
kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika.
Menurut Wibisono (dalam Surajiyo, 2009:152) aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran,
etika dan moral sebagai dasar normative penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu.

2. Peranan Aksiologi Sains Dalam Membentuk Pola Pikir atau Sikap Keilmuan
Menurut Bramel (dalam Amsal 2009: 163), aksiologi terbagi tiga bagian :
1. Moral Conduct, yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus yaitu etika.

2. Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan, bidang ini melahirkan keindahan.

3. Socio-political life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosial politik.

Lebih dari itu ada yang berpendapat dengan menyamakan antara aksiologi dan ilmu. Dari definisi aksiologi
diatas, terlihat jelas bahwa permasalahan utama aksiologi adalah nilai.. Francis Bacon menilai bahwa
aksiologi ilmu adalah terciptanya kemaslahatan manusia. Tujuannya yaitu mengusahakan posisi yang lebih
menguntungkan bagi manusia dalam menghadapi alam.

Ahmad Tafsir dalam bukunya berpendapat bahwa aksiologi ilmu sekurang-kurangnya memiliki tiga garapan
yaitu; 1) Ilmu sebagai alat eksplanasi, 2) Ilmu sebagai alat memprediksi, 3) Ilmu sebagai alat pengontrol.

Ilmu sebagai alat eksplanasi, ia dapat menjelaskan tentang berbagai peristiwa, baik hubungan antar peristiwa,
sebab-sebabnya dan gejala-gejala/tanda-tandanya, ataupun sebab akibatnya. Ilmu sebagai alat memprediksi,
ia dapat memperkirakan atau melakukan suatu cara pendekatan-pendekatan untuk mengetahui tentang akan
terjadinya suatu peristiwa/kejadian/keadaan. Ilmu sebagai alat pengontrol, ia dapat menghindari atau
mengurangi akibat-akibat atau akan datangnya suatu peristiwa/kejadian yang berbahaya atau tidak
menyenangkan.

Dari penjelasan tersebut maka aksiologi sains seharusnya mampu membentuk pola pikir atau sikap
keilmuwan seperti suatu pepatah yang lama dikenal, bahwa padi makin berisi makin merunduk yang
biasanya diartikan semakin berilmu seseorang maka semakin berbudi atau semakin menyadari akan
eksistensi konsep diri yang rendah hati, tidak sombong dan selalu merasa kurang. Sikap inilah yang mampu
membuat seseorang untuk tidak pernah berhenti mempelajari sesuatu. Yang pada akhirnya akan
memunculkan ide-ide atau pemikiran yang cemerlang terhadap pengembangan ilmu yang telah
ditemukannya. Karena manfaat ilmu sesungguhnya terasakan jika ada banyak orang dapat mengapresiasikan
dan menerima ilmu sebagai suatu kebaikan kolektif atau untuk kepentingan orang banyak sehingga akan
kembali kebaikan tersebut kepada diri orang yang menemukannya.

Kemudian jika ilmu berpusat pada aku (egosentris) maka kehancuran akan lebih besar kembali kepada diri
orang tersebut. itulah sebenarnya hakikat aksiologi sains. Maka ilmu diciptakan oleh Allah SWT
semata-mata bukanlah untuk saling menghancurkan, tetapi saling menjaga dan memelihara, seperti
tercermin dalam sifat-sifat Allah yang Maha Rahman, Rahim, Fatah, Alim dan seterusnya agar segenap
ciptaannya dapat memiliki hidup dan kehidupan yang penuh berkah. Kebaikan akan abadi dan tetap
dikenang sebagai suatu kebaikan walaupun jasad sudah dikandung tanah.

3. Implementasi Aksiologi Sains dalam hidup dan kehidupan


Karena dalam penjelasan sebelumnya bahwa aksiologi sains dapat membentuk pola pikir dan sikap
keilmuwan untuk kemaslahatan. Sehingga untuk menerapkan dalam kehidupan ada beberapa pendekatan
yang harus dilakukan yang antara lain:
Mengetahui dan memahami sumber yang hak dari ilmu itu sendiri beserta sifat-sifatnya.
Mengetahui dan memahami konsep diri dan eksistensi keberadaan kita sebagai makhluk ciptaan-Nya.
Mengetahui dan memahami awal/bermulanya suatu kehidupan dan berakhirnya tiap-tiap makhluk memiliki
masanya/waktunya sendiri. Dan tiap suatu perbuatan memiliki konsekuensinya masing-masing.
Dari tiga pendekatan tersebut hal yang penting dalam penerapannya adalah pertanggungjawaban, yang
secara jelas sekali dari makna aksiologi sains adalah apa manfaat ilmu yang juga mengandung jawaban yang
sangat jelas yakni untuk kemaslahatan, sehingga hukumnya berbanding lurus yakni semakin banyak
kemaslahatan tercipta, semakin manfaat ilmu tersebut.

Berpikir Deduktif

Deduksi berasal dari bahasa Inggris deduction yang berarti penarikan kesimpulan dari keadaan-keadaan
yang umum, menemukan yang khusus dari yang umum. Deduksi adalah cara berpikir yang di tangkap atau
di ambil dari pernyataan yang bersifat umum lalu ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan
kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus.

Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu
untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.

Berpikir Induktif

Induksi adalah cara mempelajari sesuatu yang bertolak dari hal-hal atau peristiwa khusus untuk menentukan
hukum yang umum. Induksi merupakan cara berpikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum
dari berbagai kasus yang bersifat individual. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan
pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam menyusun
argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum (filsafat ilmu.hal 48
Jujun.S.Suriasumantri Pustaka Sinar Harapan. 2005)

Berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke
umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum
diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif. (www.id.wikipedia.com)

Jalan induksi mengambil jalan tengah, yakni di antara jalan yang memeriksa cuma satu bukti saja dan jalan
yang menghitung lebih dari satu, tetapi boleh dihitung semuanya satu persatu. Induksi mengandaikan, bahwa
karena beberapa (tiada semuanya) di antara bukti yang diperiksanya itu benar, maka sekalian bukti lain yang
sekawan, sekelas dengan dia benar pula.

Penalaran ilmiah pada hakikatnya merupakan gabungan dari penalaran deduktif dan induktif. Dimana lebih
lanjut penalaran deduktif terkait dengan rasionalisme dan penalaran induktif dengan empirisme. Secara
rasional ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu
memisahkan antara pengetahuan yang sesuai fakta dengan yang tidak. Karena itu sebelum teruji
kebenarannya secara empiris semua penjelasan rasional yang diajukan statusnya hanyalah bersifat sementara,
Penjelasan sementara ini biasanya disebut hipotesis.

Hipotesis ini pada dasarnya disusun secara deduktif dengan mengambil premis-premis dari pengetahuan
ilmiah yang sudah diketahui sebelumnya, kemudian pada tahap pengujian hipotesis proses induksi mulai
memegang peranan di mana dikumpulkan fakta-fakta empiris untuk menilai apakah suatu hipotesis di
dukung fakta atau tidak. Sehingga kemudian hipotesis tersebut dapat diterima atau ditolak.

Manfaat Belajar Filsafat

Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali manfaat belajar filsafat yang bisa dipetik, beberapa diantaranya
adalah:

1. Filsafat akan mengajarkan untuk melihat segala sesuatu secara multi dimensi – Ilmu ini akan
membantu kita untuk menilai dan memahami segala sesuatu tidak hanya dari permukaannya saja, dan tidak
hanya dari sesuatu yang terlihat oleh mata saja, tapi jauh lebih dalam dan lebih luas. Dengan kata lain,

2. Filsafat mengajarkan kepada kita untuk mengerti tentang diri sendiri dan dunia – Manfaat belajar
filsafat akan membantu memahami diri dan sekeliling dengan pertanyaan-pertanyaan mendasar.

3. Filsafat mengasah hati dan pikiran untuk lebih kritis terhadap fenomena yang berkembang – Hal ini
akan membuat kita tidak begitu saja menerima segala sesuatu tanpa terlebih dahulu mengetahui maksud dari
pemberian yang kita terima.

4. Filsafat dapat mengasah kemampuan kita dalam melakukan penalaran – Penalaran ini akan
membedakan argumen, menyampaikan pendapat baik lisan maupun tertulis, melihat segala sesuatu dengan
sudut pandang yang lebih luas dan berbeda.

5. Belajar dari para filsuf lewat karya-karya besar mereka – Kita akan semakin tahu betapa besarnya
filsafat dalam mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, karya seni,
pemerintahan, serta bidang-bidang yang lain.

6. Filsafat akan membuka cakrawala berpikir yang baru – Ide-ide yang lebih kreatif dalam memecahkan
setiap persoalan, lewat penalaran secara logis, tindakan dan pemikiran yang koheren, juga penilaian
argumen dan asumsi secara kritis.

7. Filsafat membantu kita untuk dapat berpikir dengan lebih rasional – Membangun cara berpikir yang
luas dan mendalam, dengan integral dan koheren, serta dengan sistematis, metodis, kritis, analitis, dan logis.

8. Filsafat akan mengkondisikan akal untuk berpikir secara radikal – Membuat kita berpikir hingga
mendasar, sehingga kita akan lebih sadar terhadap keberadaan diri kita.

9. Filsafat membawa keterlibatan dalam memecahkan berbagai macam persoalan – Persoalan baik
yang terjadi pada diri sendiri maupun orang lain, akan membuat kehidupan kita tidak dangkal, namun kaya
akan warna.

10. Memiliki pandangan yang luas – Manfaat belajar filsafat dalam hal ini, akan mengurangi
kecenderungan sifat egoisme dan egosentrisme.

11. filsafat membantu menjadi diri sendiri – Lewat cara berpikir yang sistematis, holistik dan radikal yang
diajarkan tanpa terpengaruh oleh pendapat dan pandangan umum.
12. Filsafat akan membangun landasan berpikir – Komponen utama baik bagi kehidupan pribadi
terutama dalam hal etika, maupun bagi berbagai macam ilmu pengetahuan yang kita pelajari.

13. Filsafat dengan sifatnya sebagai pembebas – Manfaat belajar filsafat akan mendobrak pola pikir yang
terbelenggu tradisi, mistis, dan dogma yang menjadi penjara bagi pikiran manusia.

14. Filsafat akan membuat kita dapat membedakan persoalan – Terutama berbagai persoalan ilmiah
dengan persoalan yang tidak ilmiah.

15. Filsafat dapat menjadi landasan historis-filosofis – Dalam hal ini, berasal dari berbagai macam kajian
disiplin ilmu yang kita tekuni.

16. Filsafat dapat memberikan nilai dan orientasi pada semua disiplin ilmu – Filsafat memberikan
petunjuk lewat penelitian penalaran serta metode pemikiran reflektif, sehingga kita dapat menyelaraskan
antara pengalaman, rasio, agama serta logika.

17. Filsafat dapat dijadikan alat untuk mencari kebenaran – Memberikan pandangan serta pengertian
mengenai hidup

18. Filsafat dapat dijadikan sebagai pedoman – Berguna sebagai sumber inspirasi bagi kehidupan.

19. Filsafat mengajarkan kepada kita tentang etika dan moral – Pembelajaran moral dan etika ini, dapat
diimplementasikan secara langsung dalam kehidupan.

20. Filsafat dapat membangun semangat toleransi – Menjaga keharmonisan hidup di tengah perbedaan
pandangan atau pluralitas.

1. Pengertian Filsafat
a. Arti Filsafat Secara Etimologi
Kata filsafat dalam bahasa Arab falsafah yang dalam bahasa Ingris philosophy yang berasal dari
bahasa Yunani philosophia. Kata philosophia terdiri atas kata philein artinya cinta (love) dan sophia artinya
kebijaksanaan (wisdom), sehingga secara etimologi filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom)
dalam arti yang sedalam-dalamnya. Jadi seorang filsuf adalah pencinta atau pencari kebijaksanaan.
b. Arti Filsafat secara terminologi
Secara terminologi pengertian filsafat yang dirangkum dari pendapat beberapa ahli filsafat yaitu
filsafat adalah ilmu ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan
mempergunakan akal sampai pada hakikatnya. Filsafat tidak mempersoalkan tentang gejala-gejala atau
fenomena, tetapi mencari hakikat dari suatu gejala atau fenomena.
2. Hakikat
Hakikat adalah suatu prinsip yang menyatakan sesuatu adalah sesuatu itu. Filsafat adalah usaha untuk
mengetahui segala sesuatu. Ada (being) merupakan implikasi dasar. Jadi segala ssuatu yang mempunyai
kualitas tertentu pasti itu adalah being .
3. Tujuan Filsafat
Filsafat mempunyai tujuan untuk membicarakan keberadaan yang membahas lapisan terakhir dari
segala sesuatu atau membahas masalah-masalah yang paling dasar. Tujuan filsafat adalah mencari hakikat
dari suatu objek/gejala secara mendalam. Adapun pada pengetahuan empiris hanya membicarakan
gejala-gejala Membicarakan gejala masuk ke hakikat itulah dalam filsafat. Untuk sampai kepada hakikat
haruslah melalui metode yang khas dari filsafat.
4. Sifat/karakteristrik Filsafat
Filsafat harus memiliki sifat/karakteristik sebagai berikut:
a. Refleksi, artinya manusia menangkap objeknya secara intensional dan sebagai hasil dari proses
intensional tersebut yaitu keseluruhan nilai dan makna yang diungkapkan oleh manusia dari objek-objek
yang dihadapinya.
b. Radikal, radikal bersal dari kata radix (akar), jadi filsafat itu radikal artinya filsafat harus mencari
pengetahuan sedalam-dalamnya (sampai ke akar-akarnya). Radikalisme pengertiannya adalah sejauh akal
manusia mampu menemukannya, sebab filsafat tidak membicarakan yang jelas berada di luar jangkauan
akal budi yang sehat. Filsafat tidak membatasi objeknya sebagaimana ilmu-ilmu pengetahuan. Filsafat
dikatakan radikal karena berusaha mencari hakikat dari objek yang dibahas. Filsafat tidak berhenti pada
pengetahuan periferis (kulit atau penampakannya) tetapi filsafat ingin menembus sampai pada inti masalah
dengan mencari faktor-faktor yang fundamental yang membentuk adanya sesuatu.
c. Intergral, filsafat bersifat integral artinya filsafat tersebut mempunyai kecenderungan untuk memperoleh
pengetahuan yang utuh sebagai suatu keseluruhan, filsafat ingin memandang objeknya secara terintegral.

Pengertian Filsafat

Kata filsafat berasal dari kata Yunani filosofia yang berasal dari kata filosofein yang berarti mencintai
kebijaksanaan. Kata tesebut juga berasal dari kata Yunani philosophis yang berasal dari kata
kerja philein yang berarti mencintai, atau philia yang bererti cinta dan Sophia yang berarti kearifan. Dari
kata tersebut lahirlah kata Inggris Philosophy yang biasanya diterjemahkan sebagai “cinta kearifan“.

Arti kata tersebut diatas belum memperhatikan makna yang sebenarnya dari kata filsafat sebab pengertian
“mencintai” belum memperhatikan keaktifan seorang filosof untuk memeperoleh kearifan dan kebijaksanaan
itu. Menurut pengertian yang lazim berlaku di Timu (Tiongkok dan India), seseorang disebut filosof bila dia
telah mendapatkan atau telah meraih kebijaksanaan. Sedangkan menurut pengertian lazim di Barat, kata
“mencintai” tidak perlu mendapat kebijkasanaan karena itu yang disebut filosof atau “orang bijaksana”
mempunyai pengertian yang berbeda dengan pengertisn di Timur. Dengan menyebut filsafat sebagai “cinta
akan kebijaksanaan”, maka timbullah pertanyaan : apakah kebijaksanaan yang dikejar itu? Yang jelas
kebijaksanaan itu ada sangkut pautnya dengan mengerti (know) dengan pengetahuan (knowledge). Akan
tetapi tidak setiap “mengerti” itu kebijaksanaan atau bahkan filsafat. Yang pasti bahwa kebijaksanaan dan
filsafat itu suatu bentuk tertentu, boleh dikatakan merupakan pengetahuan dalam bentuknya yang tertinggi.

Refleksi manusia terhadap realitas mungkin berawal dari ketakjuban atau keheranan, ketidakpuasan,
keraguan atau kesangsian dan kesadaran akan keterbatasan (ketidakberdayaan). Hal – hal itu kemudian
diteruskan menjadi sebuah pertanyaan, dan pertanyaan dicoba jawab secara sistematis, logis dan mendasar.
Dari sinilah asal mula filsafat itu lahir.

Pengertian filsafat dapat dipandang dari dua segi: pertama, dilihat dari segi hasil
pengetahuan. Kedua, filasafat dilihat dari segi aktifitas budi manusia. Dilihat dari segi pengetahuan, filasfat
adalah jenis pengetahuan yang berusaha mencari hakikat dari segala sesuatu yang ada.

Jadi, kalau kita berbicara tentang filsafat mungkin berbicara tentang jenis pengetahuan yang disebut filsafat
atau mungkin aktifitas budi manusia dalam mencari keterangan yang terdalam tentang segala sesuatu yang
ada.
Ada beberapa definisi yang telah diberika oleh pemikir atau filossof:

 Plato (427 SM – 348 SM) “filasafat adalah ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran
asli”.
 Aristoteles (382 SM – 322 SM) “ filasfat adalah pengetahuan yang meliputi kebenaran yang
terkandugn didalamnya ilmu – ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika”.
 Al Farabi (870 M – 950 M) “ filasfat adalah ilmu pengetahuan tentang alam bagaimana hakekatnya
sebearnya”.
 Descartes (1590 M – 1650 M) “filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan di aman Tuhan, alam
dan manusia menjadi pokok penyelidikan”.
 Immanuel Kant (1724 M – 1804 M) “Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan
pangkal dari segala pengetahuan yang menckup di dalamnya beberapa persoalan:
1. Apakah yang dapat kita ketahui? (Jawabnya : Metafisika)
2. Apakah yang harus kita kerjakan? (Jawabnya : Etika)
3. Sampai dimanakah harapan kita? (Jawabnya : Agama)
4. Apakah yang dimanakan manusia? (Jawabnya : Atropologi)
 Harun Nasution : “Filasafat adalah berfikir menurut tata tertib (logika) dan bebas (tidak terikat
tradisi,agama atau dogma) dan dengan sedalam–dalamnya sehingga sampai ke dasar – dasar (akar)
persoalan”.
 Al – Kindi : “Dikalangan kaum kalangan orang muslim orang yang pertama memberikan pengertian
filasafat dan lapangnya adalah Al – Kindi, ia membagi filsafat menjadi 3 bagian:
1. Thabiiyyat (ilmu fisika) sebagai sesuatu yang berbenda.
2. Al–ilm al – rriyadli (matematika) terdiri dari ilmu hitung, teknik, astronomi dan musik )
berhubungan dengan tapi punya wujud sendiri.
3. Al – ar – rububiyyah (ilmu ketuhanan)
 Ibnu Sina : pembagian ilmu filfasat bagi Ibnu Sina pada pokoknya tidak berbeda dengan pembagian
yang sebelumnya, filasafat teori dari filasafat praktis. Filsafat ketuhanan menurut Ibnu Sina adalah:
Ilmu tentang turunnya wahyu dan makhluk – makhluk rohani yang membawa wahyu itu, dengan demikian
pula bagaimana cara wahyu itu disampaikan dari sesuatu yang bersifat rohani kepada sesuatu yang dapat
dilihat dan didengar. Ilmu akhirat antar ilmu antara lain memperkenalkan kepada kita bahwa manusia ini
tidak dihidupkan lagi badannya akan tetapi rohnya, maka roh yang abadi itu akan mengalami siksa dan
kesenangan.

 I.R Poedjaeijatna : “filsafat adalah ilmu yang mencari sebab yang sedalam – dalamnya bagi segala
sesuatu yang ada dan yang mungkin ada”.
 W.M Bakker SY: “ filsafat adalah refleksi rasional atas keseluruhan keadaan untuk mencapai
hakekat dan memperoleh hikmah.
 Hasbullah Bakry : “ ilmu filsafar adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam
mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang
bagaimana hakekatnya sejauh yang dapat dicapai manusia dan bagaimana sikap manusia seharusnya
setelah mencapai pengetahuan itu”.
Dari definisi – definisi itu, maka dapat ditarik kesinpulan bahwa:

Deifinisi itu pada umumnya mengandung pengertian yang subjektif, yaitu papa yang kita artikan sendiri
lepas dari pengertian orang lain, jadi masing – masing orang bisa mempunyai pengertian sendiri tentang
filsafat.

Pengertian yang operasional, yaitu pengertian – pengertian tentang perbuatan – perbuatan yang dijalankan
dengan berfilsafat. Sebab kalau kita berfilsafat mungkin ada masalah – masalah yang menarik seseorang
tetapi tidak menarik (intres) pada orang lain. Masalah ini menyebabkan keragu – raguan, dan keraguan ini
harus dijawab dengan studi yang khusus, studi ini disebut filsafat.

Pengertian objektif yaitu pengertian yang berlaku dan diterima oleh umum dimana saja san oleh siapa saja.

Meskipun para ahli pikir iut berbeda pendapat tentang definisi filsafat, anmun bila piperhatikan terdapat titik
– titik persamaannya, yaitu :

 Bahwa filsafat adalah suatu bentuk “mengerti”


 Semua mengakui bahwa filasafat termasuk “ilmu pengetahuan”
Ilmu pengetahuan yang manakah? Ilmu pengetahuan yang mengatasi lain – lain ilmu. Mengatasi dalam arti
lebih mendalam, universal, lebih sesuai dengan kodrat manusia.

Filsafat Sebagai Ilmu

Dikataka filsafat sebagai ilmu karena didalam pengertisn filasaft mengandung empat pertanyaan ilmiah,
bagaimana, mengapa, kemana, dan apakah.

Pertanyaan bagaimana menanyakan sifat – sifat yang dpaat ditangkap atau tmapak oleh indra. Jawaban atau
pengetahuan yang diperolehnya bersifat deskriptif (penggambaran).

Pertanyaan mengapa menayakan tentang sebab (asal mula) suatu objek. Jawaban atau pengetahuan yang
diperolehnya bersifat kausalitas (sebab akibat).

Pertanyaan kemana menanyakan apa yang terjadi di asa lampau, masa sekarang dan masa yang akan datang.
Jawaban yang diperoleh ada tiga jenis pengetahuan ,yaitu : pertama, pengetahuan yang timbul dari hal – hal
ayng selalu berulang – ulang (kebaisaan) yang nantinya pengetahuan terdebut dapat dijadikan sebagai
pedoman. Ini dapat dijadikan dasar untuk mengetahui apa yang akan terjadi. Kedua, pengetahuan yang
terkandung dalam adat istiadat/kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Dalam hal ini tidak
dipermasahkan apakah pedoman tersebut selalu dipakai atua tidak. Pedoma yang swlalu dipakai disebut
hukum. Ketiga, pengetahuan yang timbul dari pedoman yang dipakai (hukum) sebagai suatu hal yang
dijadikan pegangan. Tegasnya, pengetahuan yang diperoleh dari ajawaban kemana adalah pengetahuan yang
bersifat normatif.

Pertanyaan apakah yang menanyakan tentang hakikat atau inti mutlak dari suatu hal. Hakikat ini sifatnya
sangat dalam (radix) dan tidak lagi bersifat empiris sehingga hanya dapat dimengartu oleh a kal. Ajawaban
atau pengetahuan yang diperolehnya ini kita dapat mengatahui hal – hal yang bersifat sangat umum,
universal, abstrak.

Dengan demikian, kalau ilmu – ilmu yang lain (salain filsafat) bergerak dari tidak tahu ke tahu, sedang ilmu
filsafat bergerak dari yang tidak tahu ke tahu selanjutnya ke hakikat.

Untuk mencari/memperoleh pengetahuan hakikat harusnya dilakukan dengan abstraksi, yaitu suatu
perbuatan akal untuk menghilangkan keadaan, sifat – sifat yang secara kebetulan (sifat – sifat yang tidak
harus ada), sehingga akhirnya tinggal keadaan/sifat yang harus ada (mutlak) yaitu substansia, maka
pengetahuan hakikat dapat diperolehnya.

Filsafat Sebagai Cara Berpikir


Berpikir secara filsafat dapat diartikan sebagai berpikir yand sangat mendalam sampai hakikat atau berpikir
secara global/menyeluruh atau berpikir yang dilihat sari berbagai sudut pandang pemikiran atau sudut
pandang pengetahuan. Berpikir yang dwmikian ini sebagai upaya untuk dapat berpikir secara cepat dan
benar serta dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Harus Sistematis
Pemikiran yang sistematis ini dapat diartikan untuk menyusun suatu pola pengetahuan yang rasional.
Sistematis adalah masing – masing unsure saling berkaitan satu sama lain secara teratur dalam suatu
keseluruhan. Sistematika pemikiran seorang filosof banyak dipegaruhi oleh keadaan dirinya,
lingkungan,zamannya, pendidikan dan sistem pemikiran yang mempengaruhi.

1. Harus Konsepsional
Secara umum istilah konsepsional berkaitan dengan ide (gambar) atau gambaran yang melekat pada akal
pikiran yang berada dalam intelektual. Gambaran tersebut mempunyai bentuk tangkapan sesuai dengan
riilnya. Sehingga maksud dari “konsepsinal” tersebut sebagai upaya untuk menyusun suatu bagan yang
terkonsepsi (jelas). Karena berpikir secara filsafat sebenarnya berpikir tentang hal dan prosesnya.

1. Harus Koheren
Koheren atau runtut adalah unsur – unsurnya tidak boleh mengandung uraian – uraian yang bertentangan
satusama lain. Koheren atau runtut di dalamnya memuat sesuatu kebenaran logis. Sebaliknya, apabila suatu
uraian yang di dalamnya memuat kebenaran logis, uraian terebut dikatakan sebagai uraian yang tidak
koheren.

1. Harus Rsional
Maksud rasional adalah unsur – unsurnya berhubungan secara logis. Artinya, pemikiran filsafat harus
diuraikan dalam bentuk yang logis, yaitu suatu bentuk kebenaran yang mempunyai kaidah/tata cara.tata cara
berpikir.

1. Harus Sinoptik
Sipnotik artinya pemikiran filsafat harus melihat hal – hal secara menyeluruh atau dalam kebersamaan
secara integral.

1. Harus Mengarah pada Pandangan Dunia


Maksudnya adalah [emikiran filsafat sebagai upaya untuk memahami semua realitas kehidupan dengan jalan
menyusun suatu pandangan (hidup) dunia, termasuk di dalamnya menerangkan tentang dunia dan semua hal
yang berada di dalamnya (dunia).

Filsafat Sebagai Pandangan Hidup

Diartikan sebagai pandangan hidup karena filsafat pada hakikatnya bersumber pada hakikat kodrat pribadi
manusia (sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk Tuhan). Hal ini berarti bahwa filsafat
mendasarkan pada penjelmaan manusia secara total dan sentral sesuai dengan hakikat manusia sebagai
makhluk monodualisme (manusia secara kodrat terdiri dari jiwa dan raga). Manusia secara total
(menyeluruh) dan sentral di dalamnya memuat sekaligus sebagai sumber penjelmaan bermacam – macam
filsafat sebagai berikut :

1) Manusia dengan unsur raganya dapat melahirkan filsafat biologi.


2) Manusia dengan unsur rasanya dapat melahirkan filsafat keindahan (estetika).

3) Manusia dengan unsur monodualismenya (kesatuan jiwa dan raganya) dapat melahirkan filsafat
antropologi.

4) Manusia dengan kedudukannya sebagai makhluk Tuhan dapat melahirkan filsafat ketuhanan.

5) Manusia dengan kedudukannya sebagai makhluk sosial dapat melahirkan filsafat sosial.

6) Manusia sebagai makhluk yang berakal dapat melahirkan filsafat berpikir (logika).

7) Manusia dengan unsur kehendaknya untuk berbuat baik dan buruk dapat melahirkan filsafat tingkah
laku (etika).

8) Manusia dengan unsur jiwanya dapat melahirkan filsafat psikologi.

9) Manusia dengan segala aspek kehidupannya dapat melahirkan filsafat nilai (aksiologi)

10) Manusia dengan dan sebagai warga negara dapat melahirkan filsafat negara.

11) Manusia dengan unsur kepercayaannya terhadap supernatural dapat melahirkan filsafat agama.

Filsafat sebagai pandangan hidup (Weltsanschaung) merupakan suatu pandangan hidup yang dijadikan dasar
setiap tindakan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari – hari, juga dipergunakan untuk menyelesaikan
persoalan – persoalan yang dihadapi dalam hidupnya. Pandangan hidupnya itu akan tercermin di dalam
sikap hidup dan cara hidup. Sikap dan cara tersebut akan muncul apabila manusia mampu memikirkan
dirinya sendiri secara total.

1. Objek dan Ruang Lingkup Filsafat


Seperti ilmu pengetahuan lainnya, filsafat juga mempunyai objek kajian yang meliputi objek materi dan
objek formal. Dalam kaitan ini, Louis O. Kattsoff menulis bahwa : “Lapangan kerja filsafat itu bukan main
luasnya, yaitu meliputi segala pengetahuan manusia serta segala sesuatu apa saja yang ingin diketahui
manusia”.

Sedangkan, A.C.Ewing mengatakan : “pertanyaan – pertanyaan pokok filsafat


adalah Truth (kenenaran), Matter (materi), Mind (budi), the Rlation of Matter and Mind (hubungan materi
dan budi), Space and Time (ruang dan waktu), Cause (sebab), Freedom (kemerdekaan), Monism versus
Pluralism (monisme melawan pluralisme) dan God (Tuhan).

Sementara M.J. Langeveld menyatakan : “Bahwa hakikat filsafat itu berpangkal pada pemikiran keseluruhan
segala sesuatu (sarwa) yang ada secara radikal dan menuru sistem.”

Objek Materi dan Objek Formal ilsafat :

Objek Materi Filsafat, yaitu hal atau bahan yang didelidiki (hal yang dijadikan sasaran penyelidikan). Atau
segala sesuatu yang ada. “ada” di sini mempunyai tiga pengertian, yaitu ada dalam kenyataan, pikiran dan
kemungkinan.
Pengertian lain adalah segala sesuatu yang menjadi masalah filsafat, segala ssuatu yang dimasalahkan oleh
atau dalam filsafat, terdapat tiga persoalan pokok :

1. Hkikat Tuhan
2. Hakikat Alam
3. Hakikat Manusia
Objek Formal Filsafat yaitu sudut pandang (point of view), dari mana hal atau bahan tersebut dipandang.
Objek Formal filsafat adalah menyeluruh secara umum. Menyeluruh di sini berarti bahwa filsafat dalam
memandangnya dapat mencapai hakikat (mendalam), atau tidak ada satupun yang ebrada di luar jangkauan
pembahasan filsafat.

Objek formalnya adalah metode untuk memahami objek materil tersebut, seperti pendekatan induktif dan
deduktif. Pengertian lain menyebutkan bahwa Objek Formal Filsafat adalah usaha mencari keterangan
secara radikal (sedalam – dalam sampai ke akar – akarnya) tentang objek materi filsafat.

Menurut Ir. Poedjawijatna, objek materi filsafat adalah ada dan mungkin ada. Objek materi tersebut sama
dengan objek materi dari ilmu seluruhnya. Objek material filsafat adalah segala yang ada, baik mencakup
ada yang tampak dan ada yang tidak tampak. Yang tampak adalh empriris sedangkan yang tidak tampak
adalah alam metafisika. Sebagian filosof membagi objek material filsafat menjadi tiga bagian, yaitu yang
ada dalam alam empiris, yang ada dalam alam pikiran dan yang ada dalam kemungkinan. Yang menentukan
perbedaan ilmu yang satu dengan yang lainnya adalah objek formalnya, sehingga kalau ilmu membatasi diri
dan berdasarkan pengalaman, sedangkan filsafat tidak membatasi diri, filsafat hendak mencari keterangan
yang sedalam – dalamnya, inilah objek formal filsafat.

Dalam perspektif ini dapat diuraikan bahwa ilmu filsafat pada prinsipnya memiliki 2 objek substansif dan 2
objek instrumentatif, yaitu :

1. Objek Substantif yang terdiri dari 2 hal


a) Kenyataan

Fakta (kenyataan) yaitu empiri yang dapat dihayati oleh manusia. Dalam memahami fakta ini ada beberapa
aliran filsafat yang memberikan pengertian yang berbeda – beda, diantaranya yaitu positivme (hanya
mengakui pengayatan yang empirik dan sensual. Sesuatu sebagai fakta apabila ada korespondensi antara
sensual satu dengan yang lainnya. Data empiriksensual tersebut harus objektif tidak boleh masuk
subjektifitas peneliti. Fakta itu yang faktual ada phenomenologi. Fakta buka sekedar data empirik sensual
tetapi data yang sudah dimaknai sehingga ada subjektifitas peneliti tetapi, subjektifitas peneliti disini tidak
berarti sesuai selera peneliti.subjektif dalam arti tetap selektif sejak dari pengumpulan data, analisis data
sampai kesimpulan.data selektifnya disa berupa ide moral dan lain-lain.orang yang mengamati terkait
langsung pada konsep-konsep yang dimiliki.

b) Kebenaran

Positivisme, benar substantif yang menjadi identik dengan benar sesuai dengan empiri sensual. Kebenaran
positivistik didasarkan pada ditemukan frekwensi tinggi atau fariansi yang besar. Bagi positivisme sesuatu
itu benar apabila ada korespondwnsi antara fakta yang satu dengan fakta yang phenominology. Kebenaran
dibuktikan berdasarkan pada oenemuan yang esensial yang dipilih dari non esensial atau esksemplar dan
sesuai dengan skema tertentu. Secara dikenal 2 teori kebenaran, yaitu kebenaran korespondensi dan teori
kebenaran koherensi. Bagi phenominology fenomena baru dapat dinyatakan benar setelah diuji
kebenarannya dengan yang dipercaya. Realisme methafisik ia mengakui kebenaran bila yang faktual itu
koheren dengan kebenaran objektif universal. Realisme sesuatu yang benar apabila didukung teori dan ada
faktanya. Realisme baru menutut adanya konstruk teori (yang disusun deduktif probabilisti) dan adanya
empiri terkonstruk pula. Islam sesuatu itu benar apabila yang empirik faktual yang koheren dengan
kebenaran transeden berupa wahyu. Pregamatisme mengakui kebenaran apabila faktual berfungsi. Rumusan
substantif tentang kebenaran ada beberapa teori, menurut Michael Williams ada 5 teori kebenaran yaitu:

– Kebenaran Preposisi yaitu teori kebenaran yang didasarkan pada kebenaran preposisinya baik preposisi
formal maupun preposisi materialnya.

– Kebenaran Koherensi atau Konsistensi yaitu teori kebenaran yang mendasarkan suatu kebenaran pada
adanya kesesuaian suau pernyataan denag pernyataan-pernyataan yang lainnya yang sudah lebih dahulu
diketahui, diterima dan diakui kebenarannya.

– Kebenaran Performatif yaitu teori kenbenran yang mengakui bahwa sesuati itu dianggap benar apabila
dapat diaktualisasikan dalam tindakan.-Kebenaran Praqmatik yaitu toeri kebenaran yang mengakui bahwa
sesuatu itu benar apabila mempunyai kegunaan praktif. Dengan kata lain sesuatu itu dianggap benar apabila
mendatangkan manfaat dan salah apabila tidak mendatangkan manfaat.

1. Obyek Instrumentatif yang terdiri dari dua hal:


a. Konfirmasi

Fungsi ilmu adalah untuk menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan datang atau memberikan
pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan sebagai konfirmasi absolut denga menggunakan
landasan : asumsi, postulat atau axioma yang sudah dipastikan benar. Pemaknaan juga dapat ditampilkan
sebagai konfirmasi probabilistik dengsn mengggunakan metode induktif, deduktif, reflektif.

Pemaknaan juga dapat ditmpilkan sebagai konfirmasi probabilistik dengan menggunakan metode induktif,
deduktif, reflektif. Dalam ontologi dikenal pembuktian apriori dan aposteriori. Untuk memastikan kebenaran
penjelasan atau kebenaran perdiksi para ahli mendasarkan pada dua aspek : (1) Aspek Kuantitatif (2) Aspek
Kualitatif. Dalam hal konfirmasi.sampai saat ini dikenal ada tiga teori konfirmasi, yaitu:

 Decision Theory: menerapkan kepastian berdasar keputusan apakah hubungan antara hipotesis
dengan evidensi memang memiliki manfaat aktual.
 Estimation Thory: menetapkan kepastian dengan memberi peluang benar atau salah dengan
menggunakan konsep probabilitas.
 Reliability Analysis: menetapkan kepastian dengan mencermati stabilitas evidensi (yang mungkin
berubah-ubah karena kondisi atau karena hal lain) terhadap hepotesis.

1. Logika inferensi
Study logika adalah study tentang tipe-tipe tata pikir. Pada mulanya liogika dibangun oleh Aristoteles
(384-322 SM) dengan menegetengahkan tiga prinsip atau hukum pemikiran, yaitu: Prinsipium Identitatis
(Qanun Dzatiyah), Principium Countradictionis (Qanun Ghairiyah) dan Principium Exclutii Tertii (Qanun
Imtina’). Logoka ini sering juga disebut dengan logika inferensi karena konstribusi utama logika Aristoteles
tersebut adalah untuk membuat dan menguji inferensi. Dalam perkembangan selanjutnya Logika Aristoteles
juga sering disebut dengan logika tradisional. Dalam hubungan ini Harold H. Titus menerapkan ilmu
pengetahuan mengisi filsafat dengan sejumlah besar materi aktual dan deskriptif yang sangat perlu dalam
pembinaan suatu filsafat. Banyak ilmuan yang juga filusuf. Para filosof terlatih dalam metode ilmiah dan
sering pula menyntut minat khusus dalam beberapa disiplin ilmu.

1. Ruang Lingkup Filsafat


Pada dasarnya, setiap ilmu memiliki dua macam objek, yaitu objek material dan objek foramal. Objek
material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran penyelidikan, seperti tubuh manusia yang menjurus pada
ilmu kedokteran.

Kesimpulan

Kata filsafat berasal dari kata Yunani filosofia, yang berasal dari kata kerja filosofein yang berarti mencintai
kebijaksanaan. Kata tersebut juga berasal dari kata Yunani philosophis yang berasal dari kata
kerja philein yang berarti mencintai, atau philia yang berarti cinta, dan sophia yang berarti kearifan. Dari
kata tersebut lahirlah kata Inggris Philosophy yang biasanya diterjemahkan sebagai “cinta kearifan”.

Ada beberapa definisi yang telah diberikan oleh pemikir atau filosof :

 Plato (427 SM – 348 SM) “Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran
yang asli.”
 Aristoteles (382 SM – 322 SM) “Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang
terkandung di dalamnya ilmu – ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika.”
 Al Farabi (870 M – 950 M) “Filsafat ialah ilmu pengetahuan tentang alam maujud bagaimana
hakekatnya yang sebenarnya.”
 Descartes (1590 M – 1650 M) “Filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan, alam
dan manusia menjadi pokok penyelidikan.”
 Immanuel Kant (1724 M – 1804 M) Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan
pangkal dari segala pengetahuan, yang tercakup di dalamnya beberapa persoalan:
1. Apakah yang dapat kita ketahui? (Jawabnya : Metafisika)
2. Apakah yang harus kita kerjakan? (Jawabnya : Etika)
3. Sampai dimanakah harapan kita? (Jawabnya : Agama)
4. Apakah yang dinamakan manusia? (jawabnya : Antropologi)
 Harun Nasution : “Filsafat adalah berfikir menurut tata tertib (logika) dan bebas (tidak terikat tradisi,
agama atau dogma) dan dengan sedalam – dalamnya sehingga sampai ke dasar – dasar (akar) persoalan.”

Seperti ilmu pengetahuan lainnya, filsafat juga mempunyai objek kajian yang meliputi objek materi dan
objek formal.

1. Objek Materi Filsafat, yaitu hal atau bahan yang diselidiki (hal yang dijadikan sasaran penyelidikan).
2. Objek Formal Filsafat, yaitu sudut pandang (point of view), dari mana hal atau bahan tersebut
dipandang.

2. Objek Filsafat
Objek adalah sesuatu yang menjadi bahan dari suatu penyelidikan atau pembentukan
pengetahuan. Setiap ilmu pengetahuan pasti memiliki objek. Objek dapat dibedakan menjadi dua, sama
halnya dengan filsafat terdapat dua macam objeknya, yaitu objek material dan objek formal.

a. Objek Material Filsafat


Objek material dari filsafat, yaitu:
1) Bersifat sangat umum, artinya persoalan kefilsafatan tidak terkait dengan objek-objek khusus.
Sebagian besar masalah kefilsafatan dengan ide-ide yang besar, misalnya filsafat tidak menanyakan berapa
harta yang anda sedekahkan dalam satu bulan, akan tetapi filsafat menanyakan apa keadilan itu.
2) Tidak menyangkut fakta, persoalan filsafat lebih bersifat spekulatif. Persoalan-persoalan yang
dihadapi dapat melampaui pengetahuan ilmiah.
3) Filsafat menyangkut nilai-nilai (values), artinya persoalan-persoalan kefilsafatan berkaitan dengan
penilaian baik nilai moral, estetis, agama, dan sosial. Nilai dalam pengertian ini adalah suatu kualitas abstrak
yang yang terdapat pada sesuatu hal.
4) Filsafat bersifat kritis, artinya filsafat merupakan analisis secara kritis terhadap konsep-konsep dan
arti-arti yang biasanya diterima dengan begitu saja oleh suatu ilmu tanpa penyelidikan secara kritis.
5) Filsafat bersifat sinoptik, artinya persoalan filsafat mencakup struktur kenyataan secara keseluruhan.
Filsafat merupakan ilmu yang membuat susunan kenyataan sebagai suatu keseluruhan.
6) Filsafat bersifat implikatif, artinya jika sesuatu persoalan kefilsafatan telah dijawab, maka dari
jawaban tersebut akan memunculkan persoalan baru yang saling berhubungan. Jawaban yang dikemukakan
mengandung akibat-akibat lebih jauh yang menyentuh kepentingan-kepentingan manusia.

b. Objek Formal Filsafat


Objek formal filsafat yaitu sudut pandang yang menyeluruh, secara umum sehingga dapat
menemukan hakikat dari objek materialnya. Inilah yang membedakan antara filsafat dengan ilmu-ilmu
lainnya terletak dalam objek material dan objek formalnya. Kalau dalam ilmu-ilmu lain objek materialnya
membatasi diri sehingga pada filsafat tidak membatasi diri. Adapun pada objek formalnya membahas objek
materialnya itu sampai ke hakikat.

Anda mungkin juga menyukai