Anda di halaman 1dari 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Pengertian Jaminan

Jaminan merupakan terjemahan dari istilah zekerheid atau cautie, yang


berarti kemampuan debitur untuk memenuhi atau melunasi perutangannya
kepada kreditur, dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai
ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterima debitur
terhadap krediturnya. Dari pengertian jaminan tersebut, dapat pula disimpulkan
bahwa jaminan merupakan suatu tanggungan yang dapat dinilai dengan uang,
yaitu berupa kebendaan tertentu yang diserahkan debitur kepada kreditur
sebagai akibat dari suatu hubungan perjanjian hutang piutang atau perjanjian
lain. Kebendaan tertentu diserahkan debitur kepada kreditur dimaksudkan
sebagai tanggungan atas pinjaman atau fasilitas kredit yang diberikan kreditur
kepada debitur sampai debitur melunasi pinjamannya tersebut. Apabila debitur
wanprestasi, kebendaan tertentu tersebut akan dinilai dengan uang, selanjutnya
akan digunakan untuk pelunasan seluruh atau sebagian dari pinjaman atau utang
debitur kepada krediturnya. Dengan kata lain, jaminan disini berfungsi sebagai
sarana atau menjamin pemenuhan pinjaman atau utang debitur seandainya
wanprestasi sebelum sampai jatuh tempo pinjaman atau utangnya berakhir.

Jaminan dapat dibedakan dalam jaminan umum dan jaminan khusus.


Pasal 1131 Kitab Undang-undang Hukum Perdata mencerminkan suatu jaminan
umum. Sedangkan Pasal 1132 Kitab Undang-undang Hukum Perdata disamping
sebagai kelanjutan dan penyempurnaan Pasal 1131 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata yang menegaskan persamaan kedudukan para kreditur, juga
memungkinkan diadakannya suatu jaminan khusus apabila diantara para kreditur
ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan dan hal ini dapat terjadi karena
ketentuan undang-undang maupun karena diperjanjikan.

II. Sifat Perjanjian Pengikatan Jaminan

Perjanjian pengikatan jaminan memiliki sifat yang accessoir yaitu merupakan


perjanjian tambahan yang tergantung pada perjanjian pokoknya. Perjanjian pokok
tersebut ialah perjanjian pinjam-meminjam ataupun hutang-piutang yang diikuti dengan
perjanjian tambahan sebagai jaminan. Sifat accessoir yang terdapat pada perjanjian
tersebut menimbulkan akibat hukum sebagai berikut :

1) Keberadaannya tergantung pada perjanjian pokok


2) Hapusnya tergantung pada perjanjian pokok
3) Jika perjanjian pokok batal, maka perjanjian tambahan juga batal
4) Jika perjanjian pokok beralih, maka perjanjian tambahan juga ikut beralih
5) Jika perjanjian pokok beralih karena cessie, subrogatie maka perjanjian
tambahan juga beralih tanpa penyerahan khusus

Jika perjanjian tersebut berakhir karena kreditnya telah dilunasi atau berakhir
karena sebab lain maka berakhir pula perjanjian pengikatan jaminan. Jika perjanjian
pengikatan jaminan karena suatu sebab hukum misalnya barang jaminan musnah atau
dibatalkan karena pemberi jaminan tidak berhak menjaminkan maka perjanjian hutang-
piutang sebagai perjanjian pokok tidak batal, sehingga debitur tetap harus melunasi
hutangnya kepada kreditur sesuai perjanjian pokoknya.

III. Hukum Jaminan Atas Kebendaan

Ketentuan hukum jaminan dapat dijumpai dalam Buku II KUH Perdata


yang mengatur mengenai hukum kebendaan. Ditilik dari sistematika KUH
Perdata, pada prinsipnya hukum jaminan merupakan bagian dari hukum
kebendaan. Dalam buku II KUH Perdata diatur mengenai pengertian, cara
membedakan benda dan hak-hak kebendaan, baik yang memberikan kenikmatan
dan jaminan.1 Pasal 1131 KUH Perdata menentukan suatu kewajiban bagi debitor
untuk memberikan jaminan kepada kreditor atas utang yang telah diterimanya,
tanpa adanya jaminan yang ditentukan secara khusus maka segala harta
kekayaan debitor baik yang telah ada maupun yang akan ada secara otomatis
menjadi jaminan ketika orang tersebut membuat perjanjian utang meskipun hal
tersebut tidak dinyatakan secara tegas dalam perjanjian.2

Jaminan kebendaan adalah jaminan yang memberikan hak-hak


kebendaan kepada kreditor, hak kebendaan ini mempunyai ciri-ciri “kebendaan”
yaitu memberikan hak untuk mendahulu atas benda-benda tertentu yang
mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda-benda tersebut. Jaminan
kebendaan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Gadai

b. Jaminan Fidusia

c. Hak Tanggungan

d. Hipotek.

IV. Pengertian Jaminan Fidusia

Fidusia artinya ialah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar
kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan
tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Benda-benda yang dapat
menjadi jaminan fidusia menurut Pasal 1 angka 2 dan 4, Pasal 9, Pasal 10, dan
Pasal 20 UU Fidusia adalah :

a) Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum


b) Benda berwujud
c) Benda tidak berwujud, termasuk piutang

1
Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 60-61
2
Riky Rustam, Hukum Jaminan, UII Press, Yogyakarta, 2017, hlm. 41
d) Benda bergerak
e) Benda tidak bergerak yang tidak dapat dikaitkan dengan Hak
Tanggungan dan/atau hipotik
f) Benda yang terdaftar atau tidak terdaftar
g) Benda yang sudah ada atau benda yang baru akan ada
h) Hasil dari benda yang telah menjadi objek jaminan fidusia
i) Hasil klaim asuransi dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia
j) Benda persediaan.

V. Penggolongan Pesawat Udara Sebagai Benda Bergerak

Pengertian pesawat udara menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun


2009 tentang Penerbangan adalah setiap mesin atau alat yang dapat di atmosfer
karena gaya angkat dari reaksi udara, tetapi bukan karena reaksi udara terhadap
permukaan bumi yang digunakan untuk penerbangan. Melihat pada sifatnya
yang sering berpindah-pindah maka pesawat udara dikategorikan sebagai benda
bergerak, sehingga ketentuan yang mengaturnya adalah hukum perdata
mengenai benda bergerak.

VI. Pengertian Kredit dan Pemberian Kredit Perbankan

Menurut Undang-Undang Perbankan Pasal 1 butir 11 Kredit adalah


penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu. Untuk
mengurangi resiko dalam proses kredit maka dalam pemberiannya maka
diperlukan adanya jaminan yang diartikan sebagi keyakinan Bank terhadap
kemauan dan kemampuan debitur dalam memenuhi kewajibannya sesuai
dengan yang diperjanjikan dalam perjanjian kredit. Keyakinan ini tidak boleh
datang begitu saja namun harus didahului dengan penelitian dan analisa yang
seksama terhadap beberapa kriteria tertentu yaitu analisa atas watak,
kemampuan, modal, prospek usaha, dan agunan. Perjanjian kredit adalah
perjanjian antara Bank dengan nasabah dimana Bank berjanji untuk memberikan
pinjaman sejumlah uang kepada nasabah dan nasabah bersedia dan berjanji
untuk mengembalikannya pada suatu watu tertentu disertai dengan bunga.

VII. Pengikatan Jaminan Kebendaan atas Pesawat

Berdasarkan ratifikasi oleh Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2007 yang


mengesahkan ketentuan dalam Convention On International Interests In Mobile
Equipment, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
memberlakukan ketentuan-ketentuan dalam konvesi tersebut. Dimana konvensi
tersebut ditandatangani dengan menyadari adanya kebutuhan untuk
memperoleh dan menggunakan peralatan bergerak yang bernilai tinggi atau
memiliki nilai ekonomi yang sangat berarti serta untuk memfasilitasi pendanaan
atas penguasaan dan penggunaan peralatan semacam itu efisien. Konvensi
tersebut juga bertujuan untuk membuat sesuatu perangkat hukum yang berlaku
secara internasional dalam rangka pengadaan pesawat udara.

Anda mungkin juga menyukai