Anda di halaman 1dari 8

PENGARUH TINGKAT SUKU BUNGA, JUMLAH

UANG YANG BEREDAR DAN INFLASI TERHADAP


PERTUMBUHAN EKONOMI
Posted: Maret 31, 2013 in Tugas Kampus
Tag:moneter, pengaruh bunga, pengaruh inflasi, pengaruh uang, pertumbuhan ekonomi
5

1. 1. Pengaruh Tingkat Suku Bunga

Suku bunga adalah biaya yang harus dibayar oleh peminjam atas pinjaman yang diterima dan
merupakan imbalan bagi pemberi pinjaman atas investasinya. Suku bunga mempengaruhi
keputusan individu terhadap pilihan membelanjakan uang lebih banyak atau menyimpan
uangnya dalam bentuk tabungan. Suku bunga dibedakan menjadi dua, suku bunga nominal
dan suku bunga riil. Suku bunga nominal adalah tingkat bunga (rate) yang dapat diamati di
pasar. Sedangkan suku bunga riil adalah konsep yang mengukur tingkat bunga yang
sesungguhnya setelah suku bunga nominal dikurangi dengan laju inflasi yang diharapkan.
Tingkat suku bunga juga digunakan pemerintah untuk mengendalikan tingkat harga, ketika
tingkat harga tinggi dimana jumlah uang yang beredar di masyarakat banyak sehingga
konsumsi masyarakat tinggi akan diantisipasi oleh pemerintah dengan menetapkan tingkat
suku bunga yang tinggi. Dengan tingkat suku bunga tinggi yang diharapkan kemudian adalah
berkurangnya jumlah uang beredar sehingga permintaan agregat pun akan berkurang dan
kenaikan harga bisa diatasi.

Adapun fungsi suku bunga menurut Sunariyah (2004:81) adalah:

1. Sebagai daya tarik bagi para penabung yang mempunyai dana lebih untuk
diinvestasikan.
2. Suku bunga dapat digunakan sebagai alat moneter dalam rangka mengendalikan
penawaran dan permintaan uang yang beredar dalam suatu perekonomian. Misalnya
pemerintah mendukung pertumbuhan suatu sector industry apabila perusahaan-
perusahaan dari industry tersebut akan meminjam dana, maka pemerintah memberi
tingkat bunga yang lebih rendah dibandingkan sector lain.
3. Pemerintah dapat memamfaatkan suku bunga untuk mengontrol uang yang beredar.

Suku bunga merupakan tolak ukur dari kegiatan perekonomian suatu negara yang berimbas
pada kegiatan perputaran arus keuangan perbankan, inflasi, investasi dan pergerakan currency
disuatu negara. Perlu diketahui biasanya negara-negara besar seperti Amerika, Inggris dan
negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa merupakan negara yang memiliki currency
terbesar dalam transaksi di bursa. Aktivitas ekonomi yang terjadi di negara-negara memiliki
pengaruh fundamental terhadap perekonomian dunia.

Akhir bulan September ini Central Bank disetiap negara akan mengeluarkan data suku bunga
yang pengaruhnya sangat besar terhadap mata uang negara itu sendiri maupun berimbas pada
currency lainnya. Katakanlah Bank of England (BoE) akan mengeluarkan statement suku
bunga pada pertemuan MPC Meeting Minutes, Rabu 23 Sept 2009, Federal Reserve Districts
(FED) oleh Amerika yang akan mengeluarkan dalam FOMC Statement dan Federal Funds
Rate, Kamis 24 Sept 2009 dini hari, Bank of Japan (BoJ) dan Euro Central Bank (ECB)
diperkirakan bulan Oktober baru update suku bunga. Data yang di keluarkan oleh bank
sentral selalu menjadi tolak ukur dalam menganalisa dan memprediksi harga hingga
penutupan perdagangan di pasar global. Di samping itu, kebijakan moneter yang di ambil
oleh pemimpin negara-negara kapital itu mampu menghempaskan maupun mendongkrak
mata uang negara yang bersangkutan.

Kenaikan interest rate oleh The Fed akan direspon para pelaku pasar dan para penanam
modal untuk memanfaatkan moment tersebut guna meningkatkan produksinya dan
menanamkan investasinya. Seiring dengan itu, akan berdampak juga pada jumlah produksi
yang bertambah dan tenaga kerja yang juga akan semakin bertambah. Akibatnya ekspor
bertambah dan jumlah pengangguran menurun, sehingga devisa yang masuk ke negara
tersebut semakin menguatkan dollar terhadap mata uang lain. Demikian pula sebaliknya, bila
suku bunga menurun, produksi industri akan berkurang karena produsen akan membatasi
kerugian. Apabila jumlah produksi berkurang, maka akan melemahkan mata uang tersebut.
Demikian pula yang terjadi di negara lain seperti Uni Eropa, Inggris, Jepang dan lainnya.
Disisi lain kenaikan suku bunga justru sangat dikhawatirkan oleh para kreditur dan tingkat
penjualan perumahan yang semakin menurun karena membuat pajak pinjaman modal dan
kredit perumahan semakin meningkat, tanpa didukung dalam kelancaran produksi dan bisnis
yang menunjang, akan berimbas pada kredit macet seperti halnya kasus sublime mortgage
yang terjadi pada tahun 2007 yang berbuntut pada krisis di Amerika Serikat. Hal inilah yang
harus disikapi dalam pengaturan kebijakan suku bunga disuatu Negara. Ada beberapa hal
yang harus diwaspadai dalam menaikkan dan menurunkan suku bunga yang semuanya harus
berpihak pada kesejahteraan rakyat dalam negeri sebagai prioritas utama. Dampak ekonomi
yang harus diwaspadai dalam perubahan suku bunganya diantaranya adalah :

• GDP (Gross Domestik Product) sebagai indikator tingkat kesehatan pertumbuhan ekonomi
Negara, meliputi Konsumsi + Investasi + Pengeluaran Pemerintah + (Ekspor-Impor) apabila
peningkatan suku bunga mampu mengangkat pertumbuhan ekonomi maka interest rate (IR)
perlu dinaikkan demikian juga sebaliknya.

• Kredit Perumahan Rakyat

Pengadaan perumahan merupakan bagian terpenting dalam menunjang kesejahteraan hidup


manusia, pentingnya data ini terletak pada kemampuannya untuk memicu perubahan kondisi
perekonomian, memprediksi perubahan tingkat pertumbuhan. Turunnya jumlah unit
perumahan baru dapat memperlambat perekonomian dan mendorong ke arah resesi.
Sebaliknya, peningkatan pada jumlah unit perumahan baru mengindikasikan tumbuhnya
perekonomian. Peningkatan bulanan yang melebihi perkiraan diartikan sebagai indikasi
naiknya tekanan inflasi. Masalahnya kenaikan interest rate kadang menghambat daya beli
masyarakat terhadap perumahan baru dan suku bunga pinjaman (KPR) yang masih dalam
masa pembayaran jangka panjang. Problem inilah yang kadang kebijakan kenaikan interest
rate sangat tidak disukai oleh rakyat kecil. Contohnya belakangan The Fed selama hampir
setahun ini tetap mempertahankan suku bunga rendah < 0.25 % dalam rangka menguatkan
ekonomi kerakyatan.

• Tingkat Pengangguran (Unemployment Rate)


Dampak yang harus diperhatikan dalam kebijakan naik-turunnya suku bunga apakah semakin
meningkatkan peluang usaha dan peluang kerja atau malah justru meningkatkan
pengangguran dan PHK. Meski merupakan data yang sangat umum dikenal (karena simple
dan ada implikasinya dengan politik), Unemployment/Jobless Rate adalah indeks tingkat
pengangguran atau yang aktif mencari lowongan pekerjaan namun belum mendapatkan
pekerjaan. Unemployment Rate berpengaruh terhadap sinyal perubahan tren perekonomian
Negara.

Hal-hal inilah yang menjadi dampak utama atas kebijakan kenaikan atau turunnya suku
bunga yang bisa sangat mempengaruhi makro ekonomi suatu Negara. Sekarang untuk
prediksi kedepan apakah Amerika masih akan mempertahankan suku bunga rendahnya?
Untuk situasi saat ini kebijakan ini amat tepat dan masih relevan untuk dipertahankan. Tapi
bagaimana jika ternyata kebijakan The Fed berubah dengan menaikkan suku bunganya, apa
yang harus dilakukan oleh para pelaku pasar, bagaimana dampaknya dengan rakyat kecil,
apakah semakin sejahtera, terus bagaimana dampaknya dengan pergerakan currency USD
dan mata uang lainnya. Semuanya bisa kita amati nantinya setelah adanya keputusan resmi
dari FOMC minute dan testimony dari Bernanke selaku gubenur Fed.

1. 2. Pengaruh Jumlah Uang Beredar

Pengertian Jumlah Uang Beredar (JUB)

 Uang Beredar Dalam Arti Sempit (Narrow Money = M1)

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa uang beredar dalam arti sempit adalah seluruh uang
kartal dan uang giral yang ada di tangan masyarakat. Sedangkan uang kartal milik pemerintah
(Bank Indonesia) yang disimpan di bank-bank umum atau bank sentral itu sendiri, tidak
dikelompokkan sebagai uang kartal.

Sedangkan uang giral merupakan simpanan rekening koran (giro) masyarakat pada bank-
bank umum. Simpanan ini merupakan bagian dari uang beredar, karena sewaktu-waktu dapat
digunakan oleh pemiliknya untuk melakukan berbagai transaksi. Namun saldo rekening giro
milik suatu bank yang terdapat pada bank lain, tidak dikategorikan sebagai uang giral.

 Uang Beredar Dalam Arti Luas (Broad money = M2)

Dalam arti luas, uang beredar merupakan penjumlahan dari uang beredar dalam arti sempit
dengan uang kuasi. Uang kuasi atau near money adalah simpanan masyarakat pada bank
umum dalam bentuk deposito berjangka (time deposits) dan tabungan. Uang kuasi
diklasifikasikan sebagai uang beredar, dengan alasan bahwa kedua bentuk simpanan
masyarakat ini dapat dicairkan menjadi uang tunai oleh pemiliknya, untuk berbagai keperluan
transaksi yang dilakukan.

Jumlah uang beredar berhubungan positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini
berarti bahwa semakin meningkat jumlah uang beredar, maka pertumbuhan ekonomi
Indonesia akan semakin meningkat. jumlah uang beradar berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan dengan hipotesa Keynes, yakni, penawaran
uang (Money Supply) memiliki pengaruh positif terhadap output dan pertumbuhan ekonomi.
Apabila terjadi kelebihan jumlah uang beredar, Bank Indonesia akan mengambil kebijakan
(menurunkan) tingkat suku bunga. Kondisi ini mendorong para investor untuk melakukan
investasi, yang pada akhirnya akan menciptakan kenaikan output dan memicu pertumbuhan
ekonomi. Sebaliknya, permintaan uang akan memiliki hubungan negatif terhadap output,
meningkatnya permintaan uang akan berdampak pada peningkatan tingkat suku bunga dan
pada akhirnya berakibat pada penurunan output.

Untuk menjaga kestabilan nilai mata uang, Bank Indonesia sebagai otoritas moneter
diberikan beberapa wewenang dalam melakukan tugasnya. Dengan merumuskan dan
melaksanakan kebijakan moneter untuk mengendalikan uang beredar dan suku bunga dalam
perekonomian agar dapat mendukung pencapaian tujuan kestabilan nilai uang tidak boleh
dilakukan secara fleksibel. Hal ini akan mempersulit dan menyebabkan aktivitas ekonomi
menjadi terkendala dan lesu jika Bank Indonesia terlalu intervensi dalam hal pengendalian
jumlah uang beredar. Sebaliknya, pengendalian uang beredar dan suku bunga tidak boleh
terlalu longgar karena akan menyebabkan tidak terpeliharanya kestabilan nilai uang, yang
akan mendorong merosotnya kepercayaan masyarakat dan mempersulit perencanaan bisnis
para pengusaha. Hasil analisa dan pemantauan yang dilakukan oleh bank sentral kemudian
akan digunakan dalam melaksanakan kebijakan moneternya baik melalui pengendalian
jumlah uang beredar dan suku bunga.

Jumlah uang beredar, suku bunga dan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 1970 – 2002,
menemukan bahwa jumlah uang beredar (M2) memiliki hubungan dengan tingkat bunga (i)
dan pertumbuhan ekonomi (PDB) memiliki hubungan dengan jumlah uang beredar (M2)
secara signifikan.

Terdapat hubungan jangka panjang yang stabil antara kebijakan pemerintah dan pertumbuhan
ekonomi. Dalam jangka pendek, jumlah uang beredar dan kredit sebagai variabel moneter
memiliki hubungan jangka pendek dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini berarti dalam
periode yang sama, jumlah uang beredar akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan
ekonomi.

1. 3. Pengaruh Inflasi

Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum
dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di
pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya
ketidaklancaran distribusi barang.

 Penggolongan Tingkat Inflasi


Tingkat inflasi merupakan variabel ekonomi makro paling penting dan paling ditakuti oleh
para pelaku ekonomi termasuk Pemerintah, karena dapat membawa pengaruh buruk pada
struktur biaya produksi dan tingkat kesejahteraan. Bahkan satu rezim kabinet pemerintahan
dapat jatuh hanya karena tidak dapat menekan dan mengendalikan lonjakan tingkat inflasi.
Tingkat inflasi yang naik berpuluh kali lipat, seperti yang dialami oleh pemerintahan rezim
Soekarno dan rezim Marcos, menjadi bukti nyata dari rawannya dampak negatif yang harus
ditanggung para pengusaha dan masyarakat.

Faktor-Faktor Pemicu Tingkat Inflasi Laju kenaikan tingkat inflasi dipengaruhi oleh berbagai
faktor, sebagian ditentukan dari sudut pandang teori inflasi yang dianut. Pada kasus
perekonomian di Indonesia paling tidak terdapat beberapa faktor yang baik secara langsung
maupun secara psikologis dapat mendorong trend kenaikan tingkat inflasi. Faktor ekonomi
dan non-ekonomi yang diperkirakan mempengaruhi tingkat inflasi di negara kita antara lain
dapat diidentifikasi berikut ini:

(1) Adanya peningkatan jumlah uang beredar. Peningkatan jumlah uang beredar ini di
Indonesia disebabkan antara lain oleh peristiwa:

 Kenaikan harga migas di luar negeri


 Meningkatnya bantuan luar negeri
 Masuknya modal asing, khususnya investasi portfolio di pasar uang
 Meningkatnya anggaran Pemerintah secara mencolok
 Depresiasi nilai Rupiah dan gejolak mata uang konvertibel

(2) Adanya tekanan pada tingkat harga umum, yang dapat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian
berikut ini :

 Penurunan produksi pangan akibat musim kering yang berkepanjangan


 Peningkatan harga komoditi umum secara mendadak
 Pencabutan program subsidi BBM
 Kenaikan harga BBM yang mencolok
 Kenaikan tarif listrik

(3) Kebijakan Pemerintah dalam mendorong kegiatan ekspor non-migas; maupun kebijakan
lainnya yang bersifat distortif seperti antara lain:

 Lonjakan inflasi setelah dikeluarkannya kebijakan devaluasi


 Kebijakan tata niaga yang menciptakan pasar yang oligopolistis dan monopolistis
 Pungutan-pungutan yang dikenakan dalam perjalanan lalu lintas barang dan mobilitas
tenaga kerja
 Kebijakan peningkatan tingkat upah minimum regional

(4) Peningkatan pertumbuhan agregat demand yang dipicu oleh perubahan selera masyarakat,
atau kebijakan pemberian bonus perusahaan dan faktor spekulatif lainnya:

 Pemberian bonus THR mendekati jatuhnya Hari Raya.


 Pemberian bonus prestasi perusahaan
 Perkembangan pusat belanja yang ekspansif dengan mematikan fungsi keberadaan
pasar tradisional di lokalitas tertentu.
Pada masa lalu pencetus inflasi di Indonesia lebih dipengaruhi oleh inflasi yang berasal dari
impor bahan baku dan penolong. Hal ini beralasan karena sebagian besar dari bahan baku
tersebut masih diimpor dari luar negeri, akibat struktur industri yang sedikit mengandung
local content.

Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi yang berasal dari
dalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi berasal dari dalam negeri
misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara
mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal.
Sementara itu, inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga
barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau
adanya kenaikan tarif impor barang.

Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga. Jika
kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu, inflasi itu
disebut inflasi tertutup (Closed Inflation). Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua
barang secara umum, maka inflasi itu disebut sebagai inflasi terbuka (Open Inflation).
Sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus
berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan
nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi).

Berdasarkan keparahannya inflasi juga dapat dibedakan :

1. Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun)

2. Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun)

3. Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun)

4. Hiperinflasi (lebih dari 100% / tahun)

 Pengaruh Inflasi

Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif- tergantung parah atau tidaknya inflasi.
Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat
mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat
orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam
masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan
perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu.

Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau


mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima
pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan
kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin
merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.

Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil
contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990,uang pensiunnya
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 -atau tiga belas tahun
kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya,
uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang
yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak
dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di
perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.

Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin
menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga,
nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan
sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang
diperoleh dari tabungan masyarakat.

Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada
saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat
meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami
kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat
peminjaman.

Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi
daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk
melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi
menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka
produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya
untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen
tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).

Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara,


mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif,
kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran,
dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.

 Peran bank sentral

Bank sentral memainkan peranan penting dalam mengendalikan inflasi. Bank sentral suatu
negara pada umumnya berusaha mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang wajar.
Beberapa bank sentral bahkan memiliki kewenangan yang independen dalam artian bahwa
kebijakannya tidak boleh diintervensi oleh pihak di luar bank sentral -termasuk pemerintah.
Hal ini disebabkan karena sejumlah studi menunjukkan bahwa bank sentral yang kurang
independen — salah satunya disebabkan intervensi pemerintah yang bertujuan menggunakan
kebijakan moneter untuk mendorong perekonomian — akan mendorong tingkat inflasi yang
lebih tinggi.

Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan/atau tingkat suku
bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, bank sentral juga
berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini disebabkan
karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat inflasi)
maupun eksternal (kurs). Saat ini pola inflation targeting banyak diterapkan oleh bank sentral
di seluruh dunia, termasuk oleh Bank Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai