LANDASAN FILOSOFIS
OLEH :
MUHAMMAD AL BAHRI/1842040013
INAYAH NUR WULANDARI/1842041001
SRI INDRIANI/1842021003
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
A. Kesimpulan .......................................................................................... 13
B. Saran ..................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... iv
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian Landasan Filosofis?
2. Pancasila Sebagai Landasan Fflosofis Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas)?
3. Bagaimana Cara Penerapan Landasan Filosofis Dalam Dunia Pendidikan?
4. Apa Manfaat Filsafat Dalam Dunia Pendidikan?
C. TUJUAN
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini:
1. Untuk mengetahui pengertian landasan filosofis.
2. Untuk mengetahui pancasila sebagai landasan fflosofis sistem pendidikan
nasional (Sisdiknas).
3. Untuk mengetahui penerapan landasan filosofis dalam dunia pendidikan.
4. Untuk mengetahui manfaat filsafat dalam dunia pendidikan.
D. MANFAAT
Diharapkan makalah ini mampu menambah pengetahuan pembaca mengenai
landasan filosofis
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
(wisdom dalam bahasa Inggris), atau kepahaman yang mendalam. Pengertian
filsafat menurut bahasa aslinya adalah “cinta terhadap kebijaksanaan”.[5]
Ada pula yang menganggap bahwa filsafat terambil dari dua bahasa
yaitu fil dari bahasa Inggris dan safah dari bahasa Arab. Sehingga filsafat
merupakan gabungan dari bahasa Inggris dan Arab. Filsafat artinya:
1. Pengetahuan tentang hikmah
2. Pengetahuan tentang prinsip atau dasar
3. Mencari kebenaran
4. Membahas dasar dari apa yang didengar
Aliran filsafat yang kita kenal sampai saat ini adalah Esensialisme,
Perenialisme, Pragmatisme, Progresivisme, Rekonstruksionisme dan
Behavorisme.yaitu;
1. Esensialisme
Essensialisme merupakan mahzab filsafat pendidikan yang menerapkan
prinsip idealisme dan secara eklektis. Berdasarkan elektisisme tersebut
maka Essensialisme menitik beratkan prinsip idealisme atau realisme
dengan tidak meleburkan prinsip-prinsipnya. Filsafat idealisme memberikan
dasar tinjauan filosofis bagi mata pelajaran Sejarah, sedangkan Ilmu
Pengetahuan Alam diajarkan berdasarkan tinjauan yang realistis.
Matematika yang sangat diutamakan idealisme, juga penting artinya bagi
filsafat realisme, karena matematika adalah alat menghitung penjumlahan
dari apa-apa yang rill, materil, dan nyata.
Mazhab essensialisme mulai lebih dominan di Eropa sejak adanya
semacam pertentangan di antara para pendidik sehingga mulai timbul
pemisahan antara pelajaran-pelajaran teoritik (liberal arts), memerdekakan
akal dengan pelajaran-pelajaran praktek (practical arts). Menurut Mahzab
essensialisme yang termasuk "the liberal arts" yaitu:
a. penguasaan bahasa termasuk retotika,
b. gramatika,
c. kesusasteraan,
d. filsafat,
4
e. ilmu kealaman,
f. matematika,
g. sejarah dan,
h. seni keindahan(fine arts).
Dan untuk sekolah dasar (SD) kurikulumnya berintikan ketiga
keterampilan dasar (basic skills) atau " the There R's yakni membaca
(reading), menulis (writing), dan menghitung (aritmatic). Besarnya
pengaruh essensialisme, umpama di USA, terlihat di kampus perguruan
tinggi dengan gelar akademik sarjana muda ( Bachelor of Arts atau BA)
dalam ilmu apapun juga haruslah dikeluarkan oleh " the college of
liberal arts" yang berfungsi memberikan pelajaran yang pokok-pokok
(essentials) sesuai dengan perkembangan ilmu pada peradaban modern.
Pengembangan keterampilan intelek itu membebaskan
akal(liberalizing) karena mengkaji hal-hal yang melampaui pengalaman
pancaindera. Pendidikan yang dikembangkan pada zaman Belanda di
Indonesia didasarkan atas Mahzab essensialisme, sedangkan yang
mengembangkan Mahzab perennialisme ialah pihak swasta.
2. Perenialisme
Ada persamaan perennialisme dan essensialisme, yakni keduanya
membela kurikulum yang yang tradisional yang berpusat pada mata
pelajaran yang pokok-pokok (subjectcentered). Perbedaannya ialah,
perennialisme menekankan keabadian teori kenikmatan yaitu:
a. pengetahuan yang benar (truth),
b. keindahan (beauty),
c. kecintaan kepada kebaikan (goodness).
Oleh karena itu, dinamakan perennialisme karena kurikulumnya berisi
materi yang konstan atau perennial. Prinsip pendidikan antara lain:
a. konsep pendidikan itu bersifat abadi, karena hakekat manusia tak
pernah berubah,
b. inti pendidikan haruslah mengembangkan kekhususan makhluk
manusia yang unik, yaitu kemampuan berpikir,
5
c. tujuan belajar ialah mengenal kebenaran abadi dan universal,
d. pendidikan merupakan persiapan bagi kehidupan sebenarnya dan,
e. kebenaran abadi itu diajarkan melakukan pelajaran-pelajaran dasar
(basic subject).
Mazhab perennialisme memiliki penganut pada perguruan swasta di
Indonesia, karena perintegrasian kebenaran agama dengan kebenaran ilmu.
Karena kebenaran itu satu, maka harus ada satu sistem pendidikan yang
berlaku umum dan terbuka kepada umum. Juga sebaliknya kurikulum
bersifat wajib dan berlaku umum, yang harus mencakup bahasa,
matematika, logika, ilmu pengetahuan alam dan sejarah.
3. Pragmatisme
Pragmatisme merupakan aliran filsafat yang mengemukakan bahwa
segala sesuatu harus dinilai dari segi nilai kegunaan praktis; dengan kata
lain,faham ini menyatakan yang berhadiah itu harus benar, atau ukuran
kebenaran didasarkan pada kemanfaatan dari sesuatu itu kepada manusia
( Abu Hanifah, 1950:136).
John Dewey (dari Raedja Mudyahardjo, et.al 1992:144), salah seorang
tokoh pragmatisme, mengemukakan bahwa penerapan konsep pragmatisme
secara eksperimental melalui lima tahap :
a. situasi tak tentu (indeterminate situation) yakni timbulnya situasi
ketegangan di dalam pengalaman yang perlu dijabarkan secara spesifik.
diagnosis yakni mempertajam masalah termasuk perkiraan faktor
penyebabnya;
b. hipotesis yakni penemuan gagasan yang diperkirakan dapat mengatasi
masalah;
c. pengujian hipotesis yakni pelaksanaan berbagai hipotesis dan
membandingkan hasilnya serta implikasinya masing-masing jika
dipratekkan,
d. evaluasi yakni mempertimbangkan hasilnya setelah hipotesis terbaik
dilaksanakan.
6
Oleh karena itu, bagi pragmatisme pendidikan adalah suatu proses
eksperimental, dan metode mengajar yang penting adalah metode
pemecahan masalah. Pengaruh aliran pragmatisme tersebut bahkan
terwujud dalam gerakan pendidikan progressif atau progresivisme sebagai
bagian dari suatu gerakan refomasi sosiopolitik pada akhir abad XIX dan
awal abad XX di Amerika Serikat progresivisme menentang pendidikan
tradisional, serta mengembangkan teori pendidikan dengan prinsip-prinsip
antara lain:
a. anak harus bebas agar dapat berkembang wajar,
b. penumbuhan minat melalui pengalaman langsung untuk merangsang
belajar,
c. guru harus menjadi peneliti dan pembimbing kegiatan belajar,
d. harus ada kerjasama sekolah dan rumah,
e. sekolah progresif harus merupakan suatu laboratorium untuk
melakukan eksperimentasi ( Wayan Arahan,)
4. Progresivisme
Progresivisme yaitu perubahan untuk maju. Manusia akan mengalami
perkembangan apabila berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya
berdasarkan pemikiran. Progresivisme atau gerakan pendidikan progresif
mengembangkan teori pendidikan yang mendasarkan diri pada beberapa
prinsip, antara lain sebagai berikut:
1. Anak harus bebas untuk dapat berkembang secara wajar
2. Pengalaman langsung merupakan cara terbaik untuk merangsang minat
belajar.
3. Guru harus menjadi seorang peneliti dan pembimbing kegiatan belajar.
4. Sekolah progresif harus merupakan sebuah laboratorium untuk
melakukan reformasi pedagogis dan ekperimentasi.
5. Rekonstruksionisme
Mahzab rekonstruksionisme adalah suatu kelanjutan yang logis dari
cara berpikir progresif dalam pendidikan. Individu tidak hanya belajar
tentang pengalaman-pengalaman kemasyarakatan masa kini di sekolah,
7
tetapi haruslah mempelopori masyarakat ke arah masyarakat baru yang
diinginkan, Dengan demikian, tidak setiap individu dan kelompok akan
memecahkan masalah kemasyarakatan secara sendiri-sendiri sebagai akses
progresivisme.
Oleh karena itu, sekolah perlu mengembangkan suatu ideology
kemasyarakatan yang demokratis. Keunikan mazhab ini ialah teorinya
mengenai peranan guru yakni sebagai pemimpin dalam metode proyek
yang memberikan peranan murid cukup besar dalam proses pendidikan.
Namun sebagai pemimpin penelitian, guru dituntun supaya menguasai
sejumlah pengetahuan dan ilmu esensial demi keterarahan pertumbuhan
muridnya.
6. Behavorisme
Behaviorisme merupakan salah satu aliran psikologi yang meyakini
bahwa untuk mengkaji perilaku individu harus dilakukan terhadap setiap
aktivitas individu yang dapat diamati, bukan pada peristiwa hipotetis yang
terjadi dalam diri individu. Oleh karena itu, penganut aliran behaviorisme
menolak keras adanya aspek-aspek kesadaran atau mentalitas dalam
individu.
B. PANCASILA SEBAGAI LANDASAN FILOSOFIS SISTEM
PENDIDIKAN NASIONAL (SISDIKNAS)
Pasal 2 UU RI No.2 Tahun 1989 menetapkan bahwa pendidikan nasional
berdasarkan pancasila dan UUD 1945. sedangkan Ketetapan MPR RI No.
II/MPR/1978 tentang P4 menegaskan pula bahwa Pancasila adalah jiwa
seluruh rakyat indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup
bangsa Indonesia, dan dasar negara Indonesia. Pancasila merupakan sumber
dari segala gagasan mengenai wujud manusia sebagai individu atau sosial yang
dianggap baik., sumber dari segala sumber yang dijadikan sebagai acuan,
keputusan dan tindakan dalam pendidikan.
Dalam ketetapan MPR RI diatas memberi petunjuk-petunjuk nyata dan
jelas wujud pengamalan kelima sila dari Pancasila. Bagi bidang pendidikan, hal
8
itu sangat penting karena akan terdapat kepastian nilai yang menjadi pedoman
dalam pelaksanaan pendidikan.
C. PENERAPAN LANDASAN FILOSOFIS DALAM DUNIA PENDIDIKAN
1. Implikasi Bagi Guru
Apabila kita konsekuen terhadap upaya memprofesionalkan pekerjaan
guru maka filsafat pendidikan merupakan landasan berpijak yang mutlak.
Artinya, sebagai pekerja professional, tidaklah cukup bila seorang guru
hanya menguasai apa yang harus dikerjakan dan bagaimana
mengerjakannya. Kedua penguasaan ini baru tercermin pada kompetensi
seorang tukang.
Disamping penguasaan terhadap apa dan bagaimana tentang tugasnya,
seorang guru juga harus menguasai mengapa ia melakukan setiap bagian
serta tahap tugasnya itu dengan cara tertentu dan bukan dengan cara yang
lain. Jawaban terhadap pertanyaan mengapa itu menunjuk kepada setiap
tindakan seorang guru didalam menunaikan tugasnya, yang pada gilirannya
harus dapat dipulangkan kepada tujuan-tujuan pendidikan yang mau dicapai,
baik tujuan-tujuan yang lebih operasional maupun tujuan-tujuan yang
lebih abstrak. Oleh karena itu maka semua keputusan serta perbuatan
instruksional serta non-instruksional dalam rangka penunaian tugas-tugas
seorang guru dan tenaga kependidikan harus selalu dapat dipertanggung
jawabkan secara pendidikan (tugas professional, pemanusiaan dan civic)
yang dengan sendirinya melihatnya dalam perspektif yang lebih luas dari
pada sekedar pencapaian tujuan-tujuan instruksional khusus. Perlu digaris
bawahi di sini adalah tidak dikacaukannya antara bentuk dan hakekat.
Segala ketentuan prasarana dan sarana sekolah pada hakekatnya adalah
bentuk yang diharapkan mewadahi hakekat proses pembudayaan subjek
didik. Oleh karena itu maka gerakan ini hanya berhenti pada “penerbitan”
prasarana dan sarana sedangkan transaksi personal antara subjek didik dan
pendidik, antara subjek didik yang satu dengan subjek didik yang lain dan
antara warga sekolah dengan masyarakat di luarnya masih belum
dilandasinya, maka tentu saja proses pembudayaan tidak terjadi. Seperti
9
telah diisyaratkan dimuka, pemberian bobot yang berlebihan kepada
kedaulatan subjek didik akan melahirkan anarki, sedangkan pemberian
bobot yang berlebihan kepada otoritas pendidik akan melahirkan penjajahan
dan penjinakan. Kedua orientasi yang ekstrim itu tidak akan menghasilkan
pembudayaan manusia.
2. Implikasi Bagi Pendidikan Guru Dan Tenaga Kependidikan
Tidaklah berlebihan kiranya bila dikatakan bahwa di Indonesia kita
belum punya teori tentang pendidikan guru dan tenaga kependidikan. Hal ini
tidak mengherankan karena kita masih belum saja menyempatkan diri untuk
menyusunnya. Bahkan salah satu prasaratnya yaitu teori tentang pendidikan
sebagimaana diisyaratkan pada bagian-bagian sebelumnya, kita masih
belum berhasil memantapkannya. Kalau kita terlibat dalam berbagi kegiatan
pembaharuan pendidikan selama ini maka yang diperbaharui adalah
pearalatan luarnya bukan bangunan dasarnya.
Hal tersebut dikemukakan tanpa sama sekali didasari oleh anggapan
bahwa belum ada diantara kita yang memikirkan masalah pendidikan guru
itu. Pikiran-pikiran yang dimaksud memang ada diketengahkan orang tetapi
praktis tanpa kecuali dapat dinyatakan sebagian bersifat fragmentaris, tidak
menyeluruh. Misalnya, ada yang menyarankan masa belajar yang panjang
(atau, lebih cepat, menolak program-program pendidikan guru yang lebih
pendek terutama yang diperkenalkan didalam beberapa tahun terakhir ini) ;
ada yang menyarankan perlunya ditingkatkan mekanisme seleksi calon guru
dan tenaga kependidikan; ada yang menyoroti pentingnya prasarana dan
sarana pendidikan guru; dan ada pula yang memusatkan perhatian kepada
perbaikan sistem imbalan bagi guru sehingga bisa bersaing dengan jabatan-
jabatan lain dimasyarakat. Tentu saja semua saran-saran tersebut di atas
memiliki kesahihan, sekurang-kurangnya secara partial, akan tetapi apabila
di implementasikan, sebagian atau seluruhnya, belum tentu dapat dihasilkan
sistem pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang efektif.
Sebaiknya teori pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang
produktif adalah yang memberi rambu-rambu yang memadai di dalam
10
merancang serta mengimplementasikan program pendidikan guru dan
tenaga kependidikan yang lulusannya mampu melaksanakan tugas-tugas
keguruan di dalam konteks pendidikan (tugas professional, kemanusiaan
dan civic). Rambu-rambu yang dimaksud disusun dengan mempergunakan
bahan-bahan yang diperoleh dari tiga sumber yaitu: pendapat ahli, termasuk
yang disangga oleh hasil penelitian ilmiah, analisis tugas kelulusan serta
pilihan nilai yang dianut masyarakat. Rambu-rambu yang dimaksud yang
mencerminkan hasil telaah interpretif, normative dan kritis itu, seperti telah
diutarakan di dalam bagian uraian dimuka, dirumuskan ke dalam perangkat
asumsi filosofis yaitu asumsi-asumsi yang memberi rambu-rambu bagi
perancang serta implementasi program yang dimaksud.
D. MANFAAT FILSAFAT DALAM DUNIA PENDIDIKAN
Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dari pemikiran –
pemikiran filsafat untuk memecahkan permasalahan pendidikan. Dengan
demikian, filsafat memiliki manfaat dan memberikan kontribusi yang besar
terutama dalam memberikan kajian sistematis berkenaan dengan kepentingan
pendidikan. Nasution (1982) mengidentifikasi beberapa manfaat filsafat
pendidikan, yaitu :
1. Filsafat pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa ke mana anak –
anak melalui pendidikan di sekolah? Sekolah ialah suatu lembaga yang
didirikan untuk mendidik anak – anak ke arah yang dicita – citakan oleh
masyarakat, bangsa, dan negara.
2. Dengan adanya tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang dianut,
kita mendapat gambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai.
Manusia yang bagaimanakah yang harus diwujudkan melalui usaha-usaha
pendidikan itu.
3. Filsafat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala
usaha pendidikan.
4. Tujuan pendidikan memungkinkan si pendidik menilai usahanya, hingga
manakah tujuan itu tercapai.
11
5. Tujuan pendidikan memberiakan motivasi atau dorongan bagi kegiatan –
kegiatan pendidikan
12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Landasan filosofis bersumber dari pandangan-pandangan dalam filsafat
pendidikan, menyangkut keyakianan terhadap hakekat manusia, keyakinan
tentang sumber nilai, hakekat pengetahuan, dan tentang kehidupan yang lebih
baik dijalankan. Aliran filsafat yang kita kenal sampai saat ini adalah
Perenialisme, Esensialisme, Pragmatisme, Progresivisme, Rekonstruksionisme
dan Behavorisme.
Pasal 2 UU RI No.2 Tahun 1989 menetapkan bahwa pendidikan nasional
berdasarkan pancasila dan UUD 1945. sedangkan Ketetapan MPR RI No.
II/MPR/1978 tentang P4 menegaskan pula bahwa Pancasila adalah jiwa
seluruh rakyat indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup
bangsa Indonesia, dan dasar negara Indonesia. Pancasila merupakan sumber
dari segala gagasan mengenai wujud manusia sebagai individu atau sosial yang
dianggap baik., sumber dari segala sumber yang dijadikan sebagai acuan,
keputusan dan tindakan dalam pendidikan.
Dalam ketetapan MPR RI diatas memberi petunjuk-petunjuk nyata dan
jelas wujud pengamalan kelima sila dari Pancasila. Bagi bidang pendidikan, hal
itu sangat penting karena akan terdapat kepastian nilai yang menjadi pedoman
dalam pelaksanaan pendidikan.
B. SARAN
Penulis menyadari terdapat banyak kesalahan dalam makalah ini. Penulis
meminta kritik dan saran pembaca untuk memperbaiki makalah ini.
13
DAFTAR PUSTAKA
iv