Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PEMERIKSAAN PAJAK

1. Pendahuluan

Sistem perpajakan Indonesia menganut self assessment system yang

berdasarkan sistem tersebut Wajib Pajak diberikan kepercayaan yang besar

untuk menghitung, memperhitungkan,membayar dan melaporkan sendiri

kewajiban perpajakannya. self assessment system akan berjalan dengan baik

apabila Wajib Pajak melaksanakan seluruh kewajiban perpajakan dengan

tingkat kepatuhan yang tinggi dan disertai dengan mekanisme penegakan

hukum yang optimal oleh Direktorat Jendral Pajak.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan pajak

merupakan sebuah mekanisme pengendalian/kontrol dalam self assessment

system untuk memastikan/menjaga agar Wajib Pajak “bersedia”

menyampaikan SPT dengan benar, lengkap dan jelas.

1.1. Dasar Hukum

Sebagai salah satu mekanisme penegakan hukum atas self assessment


system, Direktur Jendral Pajak diberikan kewenangan untuk melakukan
pemeriksaan. Hal ini diatur dalam Pasal 29 Ayat (1) Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan (UU KUP) yang menyatakan
bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain
dalam rangka melaksanaakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
Dengan demikian dapat disimpulksan bahwa pemeriksaan pajak

1
merupakan sebuah mekanisme pengendalian/kontrol dan self assessment

system untuk memastikan/menjaga agar Wajib Pajak “bersedia”

menyampaikan SPT dengan bener, lengkap dan jelas.

1.1.1 Tujuan Pemeriksaan Pajak

Sesuai dengan ketentuan Pasal 29 ayat (1) Undang-undang KUP

dinyatakan bahwa pemeriksaan memiliki tujuan sebagai berikut:

a. Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan; dan

b. Tujuan lain

1.1.2. Kriteria Pemeriksaan Pajak

Terdapat 2 (dua) kriteria yang merupakan alasan dilakukan pemeriksaan

untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan yaitu

Pemeriksaan Rutin dan Pemeriksaan Khusus. Selain itu terdapat 1 (satu) lagi

kriteria pemeriksaan yaitu Pemeriksaan Tujuan Lain.

a. Pemeriksaan Rutin adalah Pemeriksaan yang dilakukan sehubungan

dengan pemenuhan hak dan/atau pelaksanaan kewajiban perpajakan

Wajib Pajak.

b. Pemeriksaan Khusus adalaha pemeriksaan yang dilakukan terhadap

Wajib Pajak yang berdasarkan hasil analisis risiko secara manual

atau secara komputerisasi menunjukkan adanya indikasi

ketidakpatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.

c. Pemeriksaan untuk Tujuan Lain adalah Ruang lingkup pemeriksaan

untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan dapat meliputi penentuan,

2
pencocokan, atau pengumpulan materi yang berkaitan dengan tujuan

Pemeriksaan.

1.2. Pengertian Pemeriksaan

Pemeriksaan Pajak Adalah pegawai Negeri Sipil di lingkungan

Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktorat

Jenderal Pajak, yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk

melaksanakan Pemeriksaan.

Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpunandan mengolah

data keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan

profesional berdasarkan suatu stabdar pemeriksaan untuk menguji

kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain

dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan.

1.3. Konsep Pemeriksaan

Pemeriksaan pajak merupakan karakteristik kunci dari mekanisme


kepatuhan sukarela dalam sistem self-assessment karena dengan semakin
tinggi tingkat pemeriksaan akan dapat meningkatkan kepatuhan pajak
(Alingham dan Sandmo dalam Isa dan Pope,2010). Okello (2014)
menambahkan bahwa dalam sistem self-assessment, otoritas perpajakan
lebih mengandalkan kontrol setelah penyampaian SPT seperti pemeriksaan
pajak dan pemeriksaan pajak tersebut merupakan salah satu syarat untuk
keberhasilan penerapan sistem self-assessment, Hal ini tentunya juga
berlaku untuk Indonesia yang menerapkan sistem self-assessment, sebagai
sistem pemungutan pajaknya.
Sehingga pemeriksaan pajak (Tax Audit) yang dilakukan oleh Direktur

Jenderal Pajak merupakan bagian disiplin auditing, tepatnya audit

3
kepatuhan, karena tujuan dari pemeriksaan pajak adalah untuk menguji

kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Sebagai

konsekuesi dari self assessment system, yang dianut di Indonesia

kewenangan yang dimiliki oleh Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan

pemeriksaan pajak keseimbangan antara Wajib Pajak yang diberi

kewenangan menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan

pajaknyasendiri sesuai dengan Undang-Undang Pajak serta peraturan

pelaksanaannya dengan pihak fiskus. Kepatuhan yang diuji oleh Direktur

Jenderal Pajak menyangkut pada Undang-Undang dan peraturan

pelaksanaan tentang pemeriksaan pajak.

1.4. Tatacara Pemeriksaan

Teknik Pemeriksaan adalah cara-cara pengumpulan bukti,pengujian,

dan/atau pembuktian yang dikembangkan oleh Pemeriksa Pajak untuk

menyakini kebenaran pos-pos yang diperiksa.Teknik pemeriksaan meliputi:

a. pemanfaatan informasi internal dan/atau eksternal Direktorat Jenderal

Pajak

b. pengujian keabsahan dokumen

c. evaluasi

d. analisis angka-angka

e. penelusuran angka-angka (tracing)

f. penelusuran bukti

g. pengujian keterkaitan

h. ekualisasi atau rekonsiliasi

4
i. permintaan keterangan atau bukti

j. Konfirmasi

k. Inspeksi

l. pengujian kebenaran fisik

m. pengujian kebenaran perhitungan meatemis

n. wawancara

o. uji petik (sampling)

p. Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK); dan/atau

q. Teknik-teknik Pemeriksaan lainnya.

1.5. Produk Hukum


Dalam hal Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor untuk

menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan diselesaikan dengan

cara membuat LHP sebagai dasar penerbitan surat ketetapan pajak dan/atau

Surat Tagihan Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan Undang-undang

perpajakan, maka berdasarkan hasil pemeriksaan pajak dapat diterbitkan

beberapa produk hukum yang meliputi :


1.5.1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) diterbitkan berdasarkan

ketentuan Pasal 13 Undang-Undang KUP. Berikut beberapa ketentuan

terkait dengan penerbitan SKPKB:


a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapkan pajak

yang menentukan bebarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit

pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi

administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.


b. Dapat diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 5

(lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa

5
Pajak, bagian Tahun Pajak , atau Tahun Pajak.
1.5.2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) diterbitkan

berdasarkan ketentuan Pasal 15 Undang-Undang KUP Berikut Ketentuan

terkait dengan penerbitan SKPKBT:


a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat

ketetrapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang

ditetapkan.
b. Dapat diterbitkan oleh Direktru Jenderal Pajak dalam jangka waktu

(5) lima tahun setelah saat terutang atau berakhirnya Masa Pajak ,

bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak apabila ditemukan data baru

yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang

setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.


1.5.3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) diterbitkan berdasarkan

ketentuan Pasal 17 Undang-Undang KUP. Berikut beberapa ketentuan

terkait dengan penerbitan SKPLB:


a. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak

yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena

jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang atau

seharusnya tidak terutang.


b. Direktur Jenderal Pajak, setelah melakukan pemeriksaan, menerbitan

Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila jumlah pajak atau jumlah

pajak yang dibayar lebih besar dari pada jumlah pajak yuang

terutang.
1.5.4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) diterbitan berdasarkan ketentuan

6
Pasal 17A Undang-Undang KUP. Berikut beberapa ketentuhan terkait

dengan penerbitan SKPN:


a. Direktur Jenderal Pajak, setelah melakukan pemeriksaan,

menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil apabila jumlah kredit pajak

atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang

terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau

tidak ada pembayaran pajak.


b. Adapun kondisi pajak nihil untung masing-masing jenis pajak adalah

sebagai berikut:
1. Pajak Penghasilan apabila jumlah kredit sama dengan pajak

yang terutang atau pajak yang tidak terutang dan tidak ada kredit

pajak.
2. Pajak Penjualan atas Barang Mewah apabila jumlah pajak yang

dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang atau pajak

tidak terutang dan tidak ada pembayaran pajak.


1.5.5. Surat Tagihan Pajak (SPT)
Selain diterbitkan surat ketetapan pajak, pemeriksaan yang dilakukan

oleh otoritas pajak juga dapat menghasilkan produk hukum berupa Surat

Tagihan Pajak (SPT). Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan

tagihan pajak dan’atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

SPT diterbitkan berdasarkan ketentuan Pasal 14 Undang-Undang KUP.

Berikut beberapa ketentuan tekait dengan penerbitan SPT:


a. Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak

apabila :
1. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar,
2. dari hasil penerbitan terdapat kekurangan opembayaran pajak

sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung


b. Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan

7
surat surat ketetapan pajak.
1.6. Jenis Pemeriksaan
Pemeriksaan dapat dilakukan melalui 2 (dua) jenis pemeriksaan

sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 17/PMK/03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan, yang meliput :


1.6.1. Pemeriksaan Lapangan yaitu pemeriksaan yang dilakukan di tempat tinggal

atau tempat kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan

bebas Wajib Pajak, dan/atau tempat lain yang diaggap perlu oleh Pemeriksa

Pajak; atau
1.6.2. Pemeriksaan Kantor yaitu pemeriksaan yang dilakukan di kantor Direktorat
Jendral Pajak.
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013

(Alingham dan Sandmo dalam Isa dan Pope,2010). Okello (2014)

Wirawan B. Iltas dan Pandu Wicaksono-Jakarta:Mitra Wacana Media

Pemeriksaan Pajak/,2015

Anda mungkin juga menyukai