Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

Varicella

Oleh :
Aditya Ilham Prasetyo (406151011)

Pembimbing :
dr. Hendrik Kunta Adjie, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT HUSADA
PERIODE PERIODE 24 APRIL – 27 MEI 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
2017
1
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS
Nama : Tn. R
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 19 th
Alamat : Sawah Besar, Jakarta Pusat
Agama : Islam
Pekerjaan : Peg. Swasta

II. ANAMNESA
Autoanamnesa tanggal 9 Mei 2017 jam 10.00

Keluhan utama : bintik-bintik merah disertai lenting muncul pada badan, muka
dan kedua lengan sejak 2 hari yang lalu

Keluhan Tambahan : Gatal, demam, nyeri kepala, badan kadang terasa pegal

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin Rumah Sakit Husada dengan
keluhan terdapat bintik-bintik merah disertai lenting muncul pada badan, muka dan
lengan sejak 2 hari yang lalu. ± 7 hari SMRS badan terasa panas, panasnya
mendadak, terus-menerus, tidak ada perbedaan antara siang dan malam. Pasien
mengaku suhu badannya 380C. Pasien juga merasa badannya kadang terasa pegal dan
nyeri kepala. Pasien sudah berobat ke klinik dekat rumahnya diberikan obat penurun
panas dan pengurang gatal. 5 hari SMRS pasien mengaku panas badan hilang-timbul,
badan masih terasa pegal, nyeri kepala, nafsu makan berkurang, mual tanpa disertai
muntah. 2 hari SMRS timbul bintik-bintik kemerahan yang muncul di lengan atas
kemudian menjalar ke badan dan muka pasien. Bintik-bintik kemerahan yang muncul
disertai rasa gatal.

2
Riwayat Penyakit Dahulu

Keluhan Serupa : Disangkal


Typhoid : Disangkal
DBD : Disangkal
Diare : Usia 4 Tahun, 1x
ISPA : Disangkal
Alergi : Disangkal
Hipertensi : Disangkal
Diabetes : Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada yang mengalami keluhan seperti yang diderita pasien.

Riwayat kontak :
Pasien kontak dengan rekan kerja yang menderita penyakit yang sama.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan Gizi : Baik
Tanda Vital : TD : Tidak dilakukan N: 80 x/menit
RR : 20 x/menit Suhu: afebris
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Mulut : Mukosa hiperemis (-), tonsil T1-T1
Leher : Bentuk normal, pembesaran KGB (+)
Thoraks : Jantung : Bunyi jantung I-II regular,murmur -, gallop –
Paru : Suara nafas vesikuler, Rhonki-/-, wheezing -/-
Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Akral hangat, edema -/-

3
IV. STATUS DERMATOLOGIS
Regio : Hampir seluruh tubuh
Distribusi : Generalisata
Efloresensi Primer : Papul, Vesikel
Warna : Dasar lesi eritematos
Ukuran : Milier
Jumlah : Multiple
Efloresensi Sekunder : Erosi, Ekskoriasi, Krusta Kehitaman
Konfigurasi : Herpetiformis

4
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
-
VI. RESUME
Seorang laki-laki berusia 19 tahun datang ke poliklinik kulit dan kelamin Rumah
Sakit Husada dengan keluhan terdapat bintik-bintik merah disertai lenting muncul
pada badan, muka dan lengan sejak 2 hari yang lalu. ± 7 hari SMRS badan terasa
panas, panasnya mendadak, terus-menerus, tidak ada perbedaan antara siang dan
malam. Pasien mengaku suhu badannya 380C. Pasien juga merasa badannya kadang

5
terasa pegal dan nyeri kepala. Pasien sudah berobat ke klinik dekat rumahnya
diberikan obat penurun panas dan pengurang gatal. 5 hari SMRS pasien mengaku
panas badan hilang-timbul, badan masih terasa pegal, nyeri kepala, nafsu makan
berkurang, mual tanpa disertai muntah. 2 hari SMRS timbul bintik-bintik kemerahan
yang muncul di lengan atas kemudian menjalar ke badan dan muka pasien. Bintik-
bintik kemerahan yang muncul disertai rasa gatal. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
pembesaran kelenjar getah bening leher, bintik-bintik merah, lenting, koreng pada
wajah, lengan dan badan. Pada status dermatologis tampak lesi papul eritematosa
pada kedua lengan, badan dan muka. Juga tampak vesikel dan krusta pada lengan,
wajah, badan dan punggung.

VII. DIAGNOSIS KERJA


Varisela

VIII. DIAGNOSIS BANDING


Variola
PLEVA (Pityriasis lichenoides et varioliformis acuta)
IX. ANJURAN PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Tzanck, PCR

X. PENATALAKSANAAN
 Non-medikamentosa
Hindari menggaruk pada daerah yang gatal
 Medikamentosa
Asiklovir 5x800mg selama 7 hari
Amoksisilin 3x500mg
Parasetamol 3x1 (bila demam)
CTM 3X1
Caladine Talk

6
XI. PROGNOSIS
Ad Vitam : Bonam
Ad fungtionam : Bonam
Ad Sanationam : Bonam

7
TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN
Varisela adalah suatu penyakit infeksi akut primer oleh virus Varicella Zoster yang
menyerang kulit, mukosa dan selaput lendir, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit
polimorf ditandai oleh adanya vesikel-vesikel, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh.
Sinonimnya adalah cacar air, chicken pox.1 Varisela merupakan penyakit infeksi virus akut dan
cepat menular. Penyakit ini merupakan hasil infeksi primer pada penderita yang rentan.
Varisela merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus Varicella Zoster. Virus
Varicella Zoster merupakan virus DNA yang mirip dengan virus Herpes Simpleks. Pada
hakekatnya Varisela memberikan gambaran penyakit yang berat dan peradangan yang lebih jelas
dibanding dengan penyakit herpes simpleks. Virus tersebut dapat pula menyebabkan herpes
zoster. Kedua penyakit ini mempunyai manifestasi klinis yang berbeda.3,4 Varisela pada
umumnya menyerang anak, sedangkan herpes zoster atau shingles merupakan suatu reaktivasi
infeksi endogen pada periode laten VZV umumnya menyerang orang dewasa atau anak yang
menderita defisiensi imun.
Virus Varicella Zoster dapat menyebabkan 2 jenis, yaitu infeksi primer dan sekunder.
Varisela (chicken pox) merupakan suatu bentuk infeksi primer virus Varicella Zoster yang
pertama kali pada individu yang berkontak langsung dengan virus tersebut sedangkan infeksi
sekunder/rekuren (karena persistensi virus) disebut Herpes Zoster/shingles.
Virus Varicella Zoster masuk kedalam tubuh dan menyebabkan terjadinya infeksi primer,
setelah ada kontak dengan virus tersebut akan terjadi Varisela. Kemudian setelah penderita
Varisela (infeksiprimer) sembuh, mungkin virus itu tetap ada dalam bentuk laten (tanpa ada
manifestasi klinis) pada dasar akar ganglia dan nervus spinalis. Virus tersebut dapat menjadi
aktif kembali dalam tubuh individu dan menyebabkan terjadinya Herpes Zoster.

II. EPIDEMIOLOGI
Varisela tersebar kosmopolit (di seluruh dunia), dapat mengenai semua golongan umur,
termasuk neonates (Varisela kongenital). Tetapi tersering menyerang terutama anak-anak, tetapi
dapat juga menyerang orang dewasa. Bila terjadi pada orang dewasa, umumnya gejala konstitusi
lebih berat. Transmisi penyakit ini berlangsung secara aerogen. Varisela sangat mudah menular

8
terutama melalui kontak langsung, droplet atau aerosol dari lesi vesikuler di kulit ataupun
melalui saluran nafas, dan jarang melalui kontak tidak langsung. Masa penularannya, pasien
dapat menularkan penyakit selama 24-48 jam sebelum lesi kulit timbul sampai semua lesi timbul
krusta/keropeng, biasanya kurang lebih 6-7 hari dihitung dari timbulnya gejala erupsi di kulit.
Penyakit ini cepat sekali menular pada orang-orang di lingkungan penderita. Seumur hidup
seseorang hanya satu kali menderita Varisela. Serangan kedua mungkin berupa penyebaran ke
kulit pada herpes zoster.
Varisela dapat terjadi di sepanjang tahun. Di Negara Barat, prevalensi kejadian Varisela
tergantung dari musim (musim dingin dan awal musim semi lebih banyak). Di Indonesia belum
pernah dilakukan penelitian, agaknya penyakit virus menyerang pada musim peralihan. Angka
kejadian di Negara kita belum pernah diteliti, tetapi di Amerika dikatakan kira-kira 3,1-3,5 juta
kasus dilaporkan tiap tahun.

III. ETIOLOGI
Varisela disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV). Penamaan virus ini memberi
pengertian bahwa infeksi primer virus ini meyebabkan penyakit Varisela, sedangkan reaktivasi
menyebabkan herpes zoster. Varicella Zoster Virus (VZV) termasuk kelompok virus herpes
dengan ukuran diameter kira-kira 140–200 nm.
Varicella-Zoster virus diklasifikasikan sebagai herpes virus alfa karena kesamaannya
dengan prototipe kelompok ini yaitu virus herpes simpleks. Inti virus disebut Capsid, terdiri dari
protein dan DNA dengan rantai ganda, yaitu rantai pendek (S) dan rantai panjang (L) dan
membentuk suatu garis dengan berat molekul 100 juta yang disusun dari 162 capsomer dan
sangat infeksius. Genom virus mengkode lebih dari 70 protein, termasuk protein yang
merupakan sasaran imunitas dan timidin kinase virus, yang membuat virus sensitif terhadap
hambatan oleh asiklovir dan dihubungkan dengan agen antivirus.
VZV dapat pula menyebabkan Herpes Zoster. Kedua penyakit ini mempunyai
manifestasi klinis yang berbeda. Kontak pertama dengan virus ini akan menyebabkan Varisela,
oleh karena itu Varisela dikatakan infeksi akut primer, kemudian setelah penderita Varisela
tersebut sembuh, mungkin virus itu tetap ada di akar ganglia dorsal dalam bentuk laten (tanpa
ada manifestasi klinis) dan kemudian VZV diaktivasi oleh trauma sehingga menyebabkan
Herpes Zoster.

9
VZV dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah penderita Varisela sehingga
mudah dibiakan dalam media yang terdiri dari fibroblast paru embrio manusia.

Struktur partikel virus Varisela-zooster

IV. PATOFISIOLOGI
Varisela disebabkan oleh VZV yang termasuk dalam famili virus herpes. Virus masuk ke
dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran napas bagian atas dan orofaring (percikan ludah,
sputum). Multiplikasi virus di tempat tersebut diikuti oleh penyebaran virus dalam jumlah sedikit
melalui darah dan limfe (viremia primer). Virus VZV dimusnahkan/dimakan oleh sel-sel sistem
retikuloendotelial, di sini terjadi replikasi virus lebih banyak lagi (pada masa inkubasi). Selama
masa inkubasi infeksi virus dihambat sebagian oleh mekanisme pertahanan tubuh dan respon
yang timbul (imunitas nonspesifik).
Pada sebagian besar individu replikasi virus lebih menonjol atau lebih dominan
dibandingkan imunitas tubuhnya yang belum berkembang, sehingga dalam waktu dua minggu
setelah infeksi terjadi viremia sekunder dalam jumlah yang lebih banyak. Hal ini menyebabkan
panas dan malaise, serta virus menyebar ke seluruh tubuh lewat aliran darah, terutama ke kulit
dan membrane mukosa. Lesi kulit muncul berturut-berturut, yang menunjukkan telah memasuki
siklus viremia, yang pada penderita yang normal dihentikan setelah sekitar 3 hari oleh imunitas
humoral dan imunitas seluler VZV. Virus beredar di leukosit mononuklear, terutama pada
limfosit. Bahkan pada Varisela yang tidak disertai komplikasi, hasil viremia sekunder
menunjukkan adanya subklinis infeksi pada banyak organ selain kulit.

10
Respon imun penderita menghentikan viremia dan menghambat berlanjutnya lesi pada
kulit dan organ lain. Imunitas humoral terhadap VZV berfungsi protektif terhadap Varisela. Pada
orang yang terdeteksi memiliki antibodi serum biasanya tidak selalu menjadi sakit setelah
terkena paparan eksogen. Sel mediasi imunitas untuk VZV juga berkembang selama Varisela,
berlangsung selama bertahun-tahun, dan melindungi terhadap terjadinya resiko infeksi yang
berat.
Reaktivasi pada keadaan tubuh yang lemah sebagian idiopatik tanpa diketahui
penyebabnya, sebagian simptomatik (defisiensi imun melalui penyakit system imun, neoplasia,
supresi imun).

V. GEJALA KLINIS
Masa inkubasi penyakit ini berlangsung 14 sampai 21 hari. Masa inkubasi dapat lebih
lama pada pasien dengan defisiensi imun dan pada pasien yang telah menerima pengobatan
pasca paparan dengan produk yang mengandung antibodi terhadap Varisela.1,9
Perjalanan penyakit dibagi menjadi 2 stadium yaitu stadium prodromal dan stadium
erupsi. Stadium prodromal yaitu 24 jam sebelum kelainan kulit timbul, terdapat gejala seperti
demam, malaise, kadang-kadang terdapat kelainan scarlatinaform atau morbiliform. Stadium
erupsi dimulai dengan terjadinya papul merah, kecil, yang berubah menjadi vesikel yang berisi
cairan jernih dan mempunyai dasar eritematous. Permukaan vesikel tidak memperlihatkan
cekungan ditengah (unumbilicated).
Gejala klinis mulai gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi, malaise dan
nyeri kepala, kemudian disusul timbulnya erupsi kulit berupa papul eritematosa yang dalam
waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini khas berupa tetesan embun
(tear drops). Vesikel akan berubah menjadi keruh (pustul) dalam waktu 24 jam dan kemudian
pecah menjadi krusta. Biasanya vesikel menjadi kering sebelum isinya menjadi keruh. Sementara
proses ini berlangsung, dalam 3-4 hari erupsi tersebar disertai perasaan gatal. Timbul lagi
vesikel-vesikel yang baru di sekitar vesikula yang lama, sehingga menimbulkan gambaran
polimorfi. Stadium erupsi yang seperti ini disebut sebagai stadium erupsi bergelombang.

11
Gambaran ruam pada infeksi virus Varicella zoster

Penyebaran terutama di daerah badan dan kemudian menyebar secara sentrifugal ke


muka dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata, mulut, dan saluran napas
bagian atas. Jika terdapat infeksi sekunder terdapat pembesaran kelenjar getah bening regional.
Penyakit ini biasanya disertai gatal.
Pada anak kecil jarang terdapat gejala prodromal. Sementara pada anak yang lebih besar
dan dewasa, munculnya erupsi kulit didahului gejala prodromal. Ruam yang seringkali didahului
oleh demam selama 2-3 hari, kedinginan, malaise, anoreksia, sakit kepala, nyeri punggung, dan
pada beberapa pasien dapat disertai nyeri tenggorokan dan batuk kering.
Pada pasien yang belum mendapat vaksinasi, ruam dimulai dari muka dan skalp, dan
kemudian menyebar secara cepat ke badan dan sedikit ke ekstremitas. Lesi baru muncul berturut-
turut, dengan distribusi terutama di bagian sentral. Ruam cenderung padat kecil-kecil di
punggung dan antara tulang belikat daripada skapula dan bokong dan lebih banyak terdapat pada
medial daripada tungkai sebelah lateral. Tidak jarang terdapat lesi di telapak tangan dan telapak
kaki, dan vesikula sering muncul sebelumnya dan dalam jumlah yang lebih besar di daerah
peradangan, seperti daerah yang terkena sengatan matahari.
Gambaran dari lesi Varisela berkembang secara cepat, yaitu lebih kurang dari 12 jam,
dimana mula-mula berupa makula eritematosa yang berkembang menjadi papul, vesikel, pustul,
dan krusta. Vesikel dari Varisela berdiameter 2-3 mm, dan berbentuk elips, dengan aksis

12
panjangnya sejajar dengan lipatan kulit. Vesikel biasanya superfisial dan berdinding tipis, dan
dikelilingi daerah eritematosa sehingga tampak terlihat seperti “embun di atas daun mawar”.
Cairan vesikel cepat menjadi keruh karena masuknya sel radang, sehingga mengubah vesikel
menjadi pustul. Lesi kemudian mengering, mula-mula di bagian tengah sehingga menyebabkan
umbilikasi dan kemudian menjadi krusta. Krusta akan lepas dalam 1-3 minggu, meninggalkan
bekas cekung kemerahan yang akan berangsur menghilang. Apabila terjadi superinfeksi dari
bakteri maka dapat terbentuk jaringan parut. Lesi yang telah menyembuh dapat meninggalkan
bercak hipopigmentasi yang dapat menetap selama beberapa minggu/bulan.
Vesikel juga terdapat di mukosa mulut, hidung, faring, laring, trakea, saluran cerna,
kandung kemih, dan vagina. Vesikel di mukosa ini cepat pecah sehingga seringkali terlihat
sebagai ulkus dangkal berdiameter 2-3 mm.9,14 Gambaran khas dari Varisela adalah adanya lesi
yang muncul secara simultan (terus-menerus), di setiap area kulit, dimana lesi tersebut terus
berkembang. Suatu prospective study menunjukkan rata-rata jumlah lesi pada anak yang sehat
berkisar antara 250-500. Pada kasus sekunder karena paparan di rumah gejala klinisnya lebih
berat daripada kasus primer karena paparan di sekolah, hal ini mungkin disebabkan karena
paparan di rumah lebih intens dan lebih lama sehingga inokulasi virus lebih banyak.
Demam biasanya berlangsung selama lesi baru masih timbul, dan tingginya demam
sesuai dengan beratnya erupsi kulit. Jarang di atas 39oC, tetapi pada keadaan yang berat dengan
jumlah lesi banyak dapat mencapai 40,5oC. Demam yang berkepanjangan atau yang kambuh
kembali dapat disebabkan oleh infeksi sekunder bakterial atau komplikasi lainnya. Gejala yang
paling mengganggu adalah gatal yang biasanya timbul selama stadium vesikuler.
Infeksi yang timbul pada trimester pertama kehamilan dapat menimbulkan kelainan
kongenital, sedangkan infeksi yang timbul beberapa hari menjelang kelahiran dapat
menyebabkan Varisela kongenital pada neonatus.
Karena kemungkinan mendapat Varisela pada masa kanak-kanak sangat besar, maka
Varisela jarang ditemukan pada wanita hamil (0,7 tiap 1000 kehamilan). Diperkirakan 17% dari
anak yang dilahirkan wanita yang mendapat Varisela ketika hamil akan menderita kelainan
bawaan berupa bekas luka di kulit (cutaneous scars), berat badan lahir rendah, hypoplasia
tungkai, kelumpuhan dan atrofi tungkai, kejang, retardasi mental, korioretinitis, atrofi kortikal,
katarak atau kelainan mata lainnya. Angka kematian tinggi. Bila seorang wanita hamil mendapat
Varisela dalam 21 hari sebelum ia melahirkan, maka 25% dari neonatus yang dilahirkan akan

13
memperlihatkan gejala Varisela kongenital pada waktu dilahirkan sampai berumur 5 hari.
Biasanya Varisela yang timbul berlangsung ringan dan tidak mengakibatkan kematian.
Sedangkan bila seorang wanita hamil mendapat Varisela dalam waktu 4-5 hari sebelum
melahirkan, maka neonatusnya akan memperlihatkan gejala Varisela kongenital pada umur 5-10
hari. Disini perjalanan penyakit Varisela sering berat dan menyebabkan kematian sebesar 25-
30%. Mungkin ini ada hubungannya dengan kurun waktu fetus berkontak dengan Varisela dan
dialirkannya antibody itu melalui plasenta kepada fetus.

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Gambaran histopatologi yaitu vesikula terdapat dalam epidermis, terbentuk akibat
‘degenerasi balon’, sangat sukar dibedakan dari kelainan pada herpes zoster dan herpes simpleks.
Lesi pada Varisela dan herpes zoster tidak dapat dibedakan secara histopatologi. Pada
pemeriksaan menunjukkan sel raksasa berinti banyak dan sel epitel yang mengandung badan
inklusi intranuklear yang asidofilik.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan percobaan Tzanck dengan cara membuat sediaan
hapus yang diwarnai, dimana bahan pemeriksaan diambil dari kerokan dari dasar vesikel yang
muncul lebih awal, kemudian diletakkan di atas object glass, dan difiksasi dengan ethanol atau
methanol, dan diwarnai dengan pewarnaan hematoxylin-eosin, Giemsa, Papanicolaou, atau
pewarnaan Paragon. Hasilnya akan didapati sel datia berinti banyak.

Gambaran sel raksasa berinti banyak

14
Di samping itu Varicella zoster virus (VZV) polymerase chain reaction (PCR) adalah
metode pilihan untuk diagnosis Varisela. VZV juga dapat diisolasi dari kultur jaringan, meskipun
kurang sensitif dan membutuhkan beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya. Bahan yang paling
sering digunakan adalah isolasi dari cairan vesikuler. VZV PCR adalah metode pilihan untuk
diagnosis klinis yang cepat. Real-time PCR metode tersedia secara luas dan merupakan metode
yang paling sensitif dan spesifik dari tes yang tersedia. Hasil tersedia dalam beberapa jam. Jika
real-time PCR tidak tersedia, antibodi langsung metode (DFA) neon dapat digunakan, meskipun
kurang sensitif dibanding PCR dan membutuhkan pengambilan spesimen yang lebih teliti.
Berbagai tes serologi untuk antibodi terhadap Varisela tersedia secara komersial termasuk
uji aglutinasi lateks (LA) dan sejumlah enzyme-linked immunosorbent tes (ELISA). Saat ini
tersedia metode ELISA, dan ternyata tidak cukup sensitif untuk mampu mendeteksi serokonversi
terhadap vaksin, tetapi cukup kuat untuk mendeteksi orang yang memiliki kerentanan terhadap
VZV. ELISA sensitif dan spesifik, sederhana untuk melakukan, dan banyak tersedia secara
komersial. Di samping itu LA juga tersedia secara sensitif, sederhana, dan cepat untuk dilakukan.
LA agak lebih sensitif dibandingkan ELISA komersial, meskipun dapat menghasilkan hasil yang
positif palsu, dan dapat menyebabkan kegagalan untuk mengidentifikasi orang-orang yang tidak
terbukti memiliki imunitas terhadap Varisela. Dimana salah satu dari tes ini akan berguna untuk
skrining kekebalan terhadap Varisela.

VII. DIAGNOSIS
Varisela biasanya mudah didiagnosa berdasarkan gambaran klinis yaitu penampilan dan
perubahan pada karakteristik dari ruam yang timbul, terutama apabila ada riwayat terpapar
Varisela 2-3 minggu sebelumnya.
Varisela khas ditandai dengan erupsi papulovesikuler setelah fase prodromal ringan atau
bahkan tanpa fase prodromal, dengan disertai panas dan gejala konstitusi ringan. Gambaran lesi
bergelombang, polimorfi dengan penyebaran sentrifugal. Sering ditemukan lesi pada membrane
mukosa. Penularannya berlangsung cepat.
Diagnosis laboratorik sama seperti pada herpes zoster yaitu dengan pemeriksaan sediaan
hapus secara Tzanck (deteksi sel raksasa dengan banyak nucleus/inti), pemeriksaan mikroskop
electron cairan vesikel (deteksi virus secara langsung) dan material biopsi (kultur), dan tes
serologik (meningkatnya titer).

15
VIII. DIAGNOSIS BANDING
Varisela dapat dibedakan dengan beberapa kelainan kulit, antara lain harus dibedakan
dengan variola. Pada variola, penyakit lebih berat, memberi gambaran lesi monomorf, dan
penyebarannya sentripetal dimulai dari bagian akral tubuh, yakni telapak tangan dan telapaka
kaki, baru ke badan.
Bedakan juga dengan herpes zoster. Pada herpes zoster lesi monomorf, nyeri, biasanya
unilateral. Pada herpes zoster juga sama-sama biasanya didahului oleh fase prodromal, setelah
fase prodromal sering disertai dengan rasa nyeri, perubahan pada kulit terjadi pada setengah
bagian badan (unilateral) dan berbentuk garis berkaitan dengan daerah dermatom dengan lesi
yang berupa gelembung-gelembung kecil yang berkelompok di aatas dasar eritematosa. Dapat
terjadi perkembangan yang berat yang meliputi keterlibatan mata (Zoster trigeminus I), mukosa
mulut (Zoster trigeminus II, III), telinga bagian dalam (Zoster oticus). Herpes zoster pada
penderita insufisiensi imun atau tumor, terapi resisten dengan bahaya terjadi efek generalisasi
pada kulit dan manifestasi ekstrakutan.
Dermatitis herpetiform : biasanya simetris terdiri dari papula vesikuler yang
eritematosus, serta ada riwayat penyakit kronis, dan sembuh dengan meninggalkan pigmentasi.
Impetigo : lesi impetigo yang pertama adalah vesikel yang cepat menjadi pustula dan
krusta. Distribusi lesi impetigo terletak dimana saja. Impetigo tidak menyerang mukosa mulut.
Skabies : pada skabies terdapat papula yang sangat gatal. Lokasi biasanya antara jari-jari
kaki. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Sarcoptes Scabiei.

IX. PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi spesifik terhadap Varisela. Pengobatan bersifat simptomatik dengan
antipiretik dan analgesik. Untuk panasnya dapat diberikan asetosal atau antipiretik lain seperti
asetaminofen dan metampiron. Untuk menghilangkan rasa gatal dapat diberikan antihistamin
oral atau sedative. Topikal diberikan bedak yang ditambah zat anti gatal (mentol, kamfora)
seperti bedak salisilat 1-2% atau lotio kalamin untuk mencegah pecahnya vesikel secara dini
serta menghilangkan rasa gatal. Jika timbul infeksi sekunder dapat diberikan antibiotika berupa
salep dan oral. Dapat pula diberikan obat-obat antivirus. VZIG (Varisela zoster

16
immunoglobuline) dapat mencegah atau meringankan Varisela, diberikan intramuscular dalam 4
hari setelah terpajan. Yang penting pada penyakit virus, umumnya adalah istirahat / tirah baring.
Pengobatan secara sistemik dapat dengan memberikan antivirus. Beberapa analog
nukleosida seperti acyclovir, famciclovir, valacyclovir, dan brivudin, dan analog pyrophosphate
foskarnet terbukti efektif untuk mengobati infeksi VZV. Acyclovir adalah suatu analog guanosin
yang secara selektif difosforilasi oleh timidin kinase VZV sehingga terkonsentrasi pada sel yang
terinfeksi. Enzim-enzim selular kemudian mengubah acyclovir monofosfat menjadi trifosfat
yang mengganggu sintesis DNA virus dengan menghambat DNA polimerase virus. VZV kira-
kira sepuluh kali lipat kurang sensitif terhadap acyclovir dibandingkan HSV.
Valacyclovir dan famcyclovir, merupakan prodrug dari acyclovir yang mempunyai
bioavaibilitas oral lebih baik daripada acyclovir sehingga kadar dalam darah lebih tinggi dan
frekuensi pemberian obat berkurang.
Pada anak normal Varisela biasanya ringan dan dapat sembuh sendiri. Pengobatan topical
dapat diberikan. Untuk mengatasi gatal dapat diberikan kompres dingin, atau lotion kalamin,
antihistamin oral. Cream dan lotion yang mengandung kortikosteroid dan salep yang bersifat
oklusif sebaiknya tidak digunakan. Kadang diperlukan antipiretik, tetapi pemberian golongan
salisilat sebaiknya dihindari karena sering dihubungkan dengan terjadinya sindroma Reye.
Mandi rendam dengan air hangat dapat mencegah infeksi sekunder bakterial.
Anti virus pada anak dengan pengobatan dini Varisela dengan pemberian acyclovir
(dalam 24 jam setelah timbul ruam) pada anak imunokompeten berusia 2-12 tahun dengan dosis
4 x 20 mg/kgBB/hari selama 7 hari menurunkan jumlah lesi, penghentian terbentuknya lesi yang
baru, dan menurunkan timbulnya ruam, demam, dan gejala konstitusi bila dibandingkan dengan
placebo. Tetapi apabila pengobatan dimulai lebih dari 24 jam setelah timbulnya ruam cenderung
tidak efektif lagi. Hal ini disebabkan karena Varisela merupakan infeksi yang relatif ringan pada
anak-anak dan manfaat klinis dari terapi tidak terlalu bagus, sehingga tidak memerlukan
pengobatan acyclovir secara rutin. Namun pada keadaan dimana harga obat tidak menjadi
masalah, dan kalau pengobatan bisa dimulai pada waktu yang menguntungkan (dalam 24 jam
setelah timbul ruam), dan ada kebutuhan untuk mempercepat penyembuhan sehingga orang tua
pasien dapat kembali bekerja, maka obat antivirus dapat diberikan.
Serum imunoglobulin-gama tidak dianjurkan kecuali pada penderita leukemia, penyakit
keganasan lain dan bila terdapat defisiensi imunologis. Vidarabine atau adenine arabinoside in

17
vitro mempunyai sifat anti virus terhadap virus Varisela. Vidarabine dapat digunakan dengan
hasil yang baik pada penderita pneumonie Varisela. Dosis yang dianjurkan ialah
15mg/kgBB/hari, tidak toksik terhadap sumsum tulang dan tidak menekan immune response.

X. PENCEGAHAN
Pencegahan dengan melakukan vaksinasi. Vaksin dapat diberikan aktif ataupun pasif.
Aktif dilakukan dengan memberikan vaksin Varisela berasal dari galur yang telah dilemahkan
(live attenuated). Pasif dilakukan dengan memberikan zoster imuno globulin (ZIG) dari zoster
imun plasma (ZIP).
Vaksin pasif dengan memberikan ZIG. ZIG ialah suatu globulin-gama dengan titer
antibodi yang tinggi dan yang didapatkan dari penderita yang telah sembuh dari infeksi herpes
zoster. Pemberian ZIG sebanyak 5ml dalam 72 jam setelah kontak dengan penderita Varisela
dapat mencegah penyakit ini pada anak sehat, tapi pada anak dengan defisiensi imunologis,
leukemia atau penyakit keganasan lainnya, pemberian ZIG tidak menyebabkan pencegahan yang
sempurna. diperlukan ZIG dengan titer yang tinggi dan dalam jumlah yang lebih besar.
ZIP adalah plasma yang berasal dari penderita yang baru sembuh dari herpes zoster dan
diberikan secara intravena sebanyak 3-14,3 ml/kgBB. Pemberian ZIP dalam 1-7 hari setelah
kontak dengan penderita Varisela pada anak dengan defisiensi imunologis, leukemia atau
penyakit keganasan lainnya mengakibatkan menurunnya insidens Varisela dan merubah
perjalanan penyakit Varisela menjadi ringan dan dapat mencegah Varisela untuk kedua kalinya.
Pemberian globulin-gama akan menyebabkan perjalanan Varisela jadi ringan tapi tidak
mencegah timbulnya Varisela. Dianjurkan untuk memberikan globulin-gama kepada bayi yang
dilahirkan dalam waktu 4 hari setelah ibunya memperlihatkan tanda-tanda Varisela. Ini dapat
dilaksanakan pada jam-jam pertama kehidupan bayi tersebut.
Vaksin aktif dianjurkan agar vaksin Varisela ini hanya diberikan kepada penderita
leukemia, penderita penyakit keganasa lainnya dan penderita dengan defisiensi imunologis untuk
mencegah komplikasi dan kematian bila kemudian terinfeksi oleh Varisela. Pada anak sehat
sebaiknya vaksinasi Varisela ini jangan diberikan karena bila anak tersebut terkena penyakit ini,
perjalanan penyakitnya ringan, lagi pula semua virus herpes dapat menyebabkan suatu penyakit
laten dan akibatnya baru nyata beberapa dasawarsa setelah vaksin itu diberikan. Angka
serokonversi mencapai 97-99%. Diberikan pada yang berumur 12 bulan atau lebih. Lama

18
proteksi belum diketahui pasti, meskipun demikian vaksinasi ulangan dapat diberikan setelah 4-6
tahun.
Pemberiannya secara subkutan 0,5 ml pada yang berusia 12 bulan sampai 12 tahun. Pada
usia di atas 12 tahun juga diberikan 0,5 ml, setelah 4-8 minggu diulangi dengan dosis yang
sama. Bila terpajannya baru kurang dari 3 hari perlindungan vaksin yang diberikan masih terjadi,
karena masa inkubasinya antara 7-21 hari. Sedangkan antibody yang cukup sudah timbul antara
3-6 hari setelah vaksinasi.
Keefektifan vaksin, setelah pemberian satu dosis tunggal vaksin Varisela antigen, 97%
dari anak yang berusia 12 bulan sampai 12 tahun mengembangkan titer antibodi yang dapat
terdeteksi. Sedangkan lebih dari 90% dari responden vaksin mempertahankan antibodi untuk
setidaknya 6 tahun. Dalam studi di Jepang, 97% dari anak-anak memiliki antibodi 7 sampai 10
tahun setelah vaksinasi. Efikasi vaksin diperkirakan memiliki ketahanan 70% sampai 90%
terhadap infeksi, dan 90% sampai 100% terhadap penyakit sedang atau berat.
dosis kedua vaksin Varisela meningkatkan kekebalan dan mengurangi penyakit terobosan
pada anak-anak.
Jadwal vaksinasi dan penggunaan vaksin Varisela dianjurkan untuk semua anak tanpa
kontraindikasi yang berusia 12 sampai 15 bulan. Vaksin ini dapat diberikan kepada semua anak
pada usia ini terlepas dari riwayat Varisela.
Dosis kedua vaksin Varisela harus diberikan pada 4 sampai 6 tahun kemudian . Dosis
kedua dapat diberikan lebih awal dari 4 sampai 6 tahun jika setidaknya 3 bulan telah berlalu
setelah dosis pertama (yaitu, interval minimum antara dosis vaksin Varisela untuk anak-anak
berusia di bawah 13 tahun adalah 3 bulan). Namun, jika dosis kedua diberikan setidaknya 28 hari
setelah dosis pertama, dosis kedua tidak perlu diulang. Dosis kedua vaksin Varisela ini juga
dianjurkan bagi orang yang lebih tua, dimana vaksin Varisela diberikan kepada orang-orang 13
tahun atau lebih pada 4 sampai 8 minggu kemudian.
Semua vaksin Varisela harus diberikan melalui secara subkutan. Vaksin Varisela telah
terbukti aman dan efektif pada anak-anak yang sehat bila diberikan pada saat yang sama sebagai
vaksin MMR di lokasi terpisah dan dengan jarum suntik yang terpisah. Jika vaksin Varisela dan
MMR tidak diberikan pada kunjungan yang sama, maka pemberian harus dipisahkan setidaknya
28 hari. Vaksin Varisela juga dapat diberikan simultan (tapi di lokasi terpisah dengan jarum
suntik yang terpisah) dengan semua vaksin anak lainnya.

19
Wabah Varisela yang terjadi dalam beberapa keadaan (misalnya,pada tempat penitipan
anak, dan sekolah) dapat bertahan sampai dengan 6 bulan. Tetapi vaksin Varisela diketahui telah
berhasil digunakan untuk mengendalikan wabah. ACIP merekomendasikan pemberian dosis
kedua vaksin Varisela untuk pengendalian wabah. Jadi selama wabah Varisela, orang-orang yang
telah menerima satu dosis vaksin Varisela harus menerima dosis kedua, yang diberikan sesuai
dengan interval vaksinasi yang telah berlalu sejak dosis pertama (3 bulan untuk orang yang
berusia 12 bulan sampai 12 tahun dan setidaknya 4 minggu untuk orang yang berusia 13 tahun
dan lebih tua).
Kontraindikasi vaksinasi pada seseorang dengan reaksi alergi yang parah (anafilaksis)
dengan komponen vaksin atau setelah dosis sebelumnya, seharusnya tidak menerima vaksin
Varisela. Orang dengan imunosupresi karena leukemia, limfoma, keganasan umum, penyakit
defisiensi imun, atau terapi imunosupresif tidak harus divaksinasi dengan vaksin Varisela.
Namun, pengobatan dengan dosis rendah (kurang dari 2 mg/kg/hari), topikal, penggantian, atau
steroid aerosol bukan merupakan kontraindikasi untuk vaksinasi. Orang yang imunosupresif
yang diterapi dengan steroid telah dihentikan selama 1 bulan (3 bulan untuk kemoterapi) dapat
divaksinasi.
Orang dengan imunodefisiensi seluler sedang atau berat akibat infeksi human
immunodeficiency virus (HIV), termasuk orang-orang yang didiagnosis dengan acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS) tidak boleh menerima vaksin Varisela. Anak yang
terinfeksi HIV dengan persentase CD4 T-limfosit 15% atau lebih tinggi, dan anak-anak yang
lebih tua dan orang dewasa dengan jumlah CD4 200 per mikroliter atau lebih tinggi dapat
dipertimbangkan untuk vaksinasi.

XI. KOMPLIKASI
Komplikasi pada anak-anak umumnya jarang terjadi. Komplikasi lebih sering terjadi
pada orang dewasa, berupa ensefalitis, pneumonia, glomerulonephritis, karditis, hepatitis,
keratitis, konjungtivitis, otitis, arteritis, dan kelainan darah (beberapa macam purpura).
Pada anak sehat, Varisela merupakan penyakit ringan dan jarang disertai komplikasi.
Angka mortalitas pada anak usia 1-14 tahun diperkirakan 2/100.000 kasus, namun pada neonates
dapat mencapai hingga 30%. Komplikasi tersering umumnya disebabkan oleh infeksi sekunder
bakterial pada lesi kulit, yang biasanya disebabkan oleh Stafilokokus aureus atau Streptokokus

20
beta hemolitikus grup A, sehingga terjadi impetigo, furunkel, selulitis, atau erisipelas, tetapi
jarang terjadi gangren. Infeksi fokal tersebut sering menyebabkan jaringan parut, tetapi jarang
terjadi sepsis yang disertai infeksi metastase ke organ yang lainnya. Vesikel dapat menjadi bula
bila terinfeksi stafilokokus yang menghasilkan toksin eksfoliatif.
Pneumonia Varisela hanya terdapat sebanyak 0,8% pada anak, biasanya disebabkan oleh
infeksi sekunder dan dapat sembuh sempurna. Pneumonia Varisela jarang didapatkan pada anak
dengan system imunologis normal, sedangkan pada anak dengan defisiensi imunologis atau pada
orang dewasa tidak jarang ditemukan.
Pneumonia, otitis media, dan meningitis supurativa jarang terjadi dan responsif terhadap
antibiotik yang tepat. Bagaimanapun juga, superinfeksi bakteri umum dijumpai dan berpotensi
mengancam kehidupan pada pasien dengan leukopenia.
Morbiditas dan mortalitas pada Varisela secara nyata meningkat pada pasien dengan
defisiensi imun. Pada pasien ini replikasi virus yang terus-menerus dan menyebar luas
mengakibatkan terjadinya viremia yang berkepanjangan, dimana mengakibatkan ruam yang
semakin luas, jangka waktu yang lebih lama dalam pembentukan vesikel baru, dan penyebaran
visceral klinis yang signifikan. Pada pasien dengan defisiensi imun dan diterapi dengan
kortikosteroid mungkin dapat berkembang menjadi pneumonia, hepatitis, encephalitis, dan
komplikasi berupa perdarahan,dimana derajat keparahan dimulai dari purpura yang ringan
hingga parah dan seringkali mengakibatkan purpura yang fulminan dan Varisela malignansi.
Juga mungkin didapatkan komplikasi pada susunan saraf seperti ensefalitis, ataksia,
nistagmus, tremor, myelitis transversa akut, kelumpuhan saraf muka, neuromielitis optika atau
penyakit Devic dengan kebutaan sementara, sindroma hipotalamus yang disertai dengan obesitas
dan panas badan yang berulang-ulang. Penderita Varisela dengan komplikasi ensefalitis setelah
sembuh dapat meninggalkan gejala sisa seperti kejang, retardasi mental dan kelainan tingkah
laku.
Komplikasi susunan saraf pusat pada Varisela terjadi kurang dari 1 diantara 1000 kasus.
Varisela berhungan dengan sindroma Reye (ensepalopati akut disertai degenerasi lemak di liver)
yang khas terjadi 2 hingga 7 hari setelah timbulnya ruam. Dulu, dari 15-40% pada semua kasus
sindroma Reye berhubungan dengan Varisela, khususnya pada penderita yang diterapi dengan
aspirin saat demam, dengan mortalitas setinggi 40%. Ataksia serebri akut lebih umum terjadi
daripada kelainan neurologi yang lainnya. Encephalitis lebih jarang lagi terjadi yaitu pada 1

21
diantara 33.000 kasus, tetapi merupakan penyebab kematian tertinggi atau menyebabkan
kelainan neurologi yang menetap. Patogenesa terjadinya ataksia serebelar dan ensephalitis tetap
jelas, dimana pada banyak kasus ditemukan adanya VZV antigen, VZV antibodi, dan VZV DNA
pada cairan cerebrospinal pada pasien, yang diduga menyebabkan infeksi secara langsung pada
sistem saraf pusat.
Komplikasi yang jarang terjadi antara lain myocarditis, pancreatitis, gastritis dan lesi
ulserasi pada saluran pencernaan, artritis, vasculitis Henoch-Schonlein, neuritis, keratitis, dan
iritis. Patogenesa dari komplikasi ini belum diketahui, tetapi infeksi VZV melalui parenkim
secara langsung dan endovascular, atau vasculitis yang disebabkan oleh VZV antigen-antibodi
kompleks, tampaknya menjadi penyebab pada kebanyakan kasus.
Anak dengan sistem imunologis yang normal jarang mendapat komplikasi tersebut di
atas, sedangtkan anak dengan defisiensi imunologis, anak yang menderita leukemia, anak yang
sedang mendapat pengobatan anti metabolit atau steroid (penderita sindrom nefrotik, demam
reumatik) dan orang dewasa sering mendapat komplikasi tersebut, kadang-kadang Varisela pada
penderita tersebut dapat menyebabkan kematian.

XII. PROGNOSIS
Dengan perawatan yang teliti, memperhatikan hygiene, dan pengobatan yang adekuat
penyakit varisela akan dapat sembuh, namun risiko munculnya penyakit ini dalam manifestasi
yang berbeda dapat terjadi dalam bentuk herpes zoster, terutama jika pasien mengalami
penurunan system imun.

XIII. KESIMPULAN
Varisela merupakan infeksi akut primer oleh virus Varisela zoster yang menyerang kulit
dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di
bagian sentral tubuh.
Masa inkubasi antara 14 sampai 16 hari setelah paparan, dengan kisaran 10 sampai 21
hari. Biasanya diawali dengan gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu tinggi, malaise,
dan nyeri kepala, kemudian disusul dengan timbulnya papula eritematosa yang dalam beberapa
jam berubah menjadi vesikel. Dimana vesikel akan berkembang menjadi, pustul, dan kemudian
menjadi krusta.

22
Penyebarannya terutama di daerah badan dan kemudian menyebar secara sentrifugal ke
muka dan ektremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata, mulut, dan saluran nafas bagian
atas.
Pada anak-anak jarang memberi komplikasi, sementara pada orang dewasa komplikasi
yang tersering timbul adalah pneumonia. Dan pada pasien yang disertai dengan defisiensi imun
memberikan komplikasi yang lebih berat.
Untuk membantu diagnosa dapat dilakukan percobaan Tzanck yang diambil dari kerokan
dasar vesikel dan didapatkan sel datia yang berinti banyak.
Untuk pengobatan dapat diberikan antivirus, dimana dosis oral yang diberikan pada anak
yaitu 4x20mg/kgBB selama lima hari. Sementara dosis yang diberikan pada orang dewasa 5x800
mg selama tujuh hari. Disamping itu dapat pula diberikan antipiretik, dan analgesik, serta bedak
yang ditambah zat anti gatal untuk mencegah pecahnya vesikel secara dini, dan mengurangi rasa
gatal.
Pencegahan dapat dilakukan dengan vaksin Varisela yang berasal dari galur yang
dilemahkan. Diberikan pada anak umur 12 bulan atau lebih, dan diberikan vaksin ulangan 4-6
tahun kemudian. Sementara pada anak yang berusia 12 tahun dosis ulangan diberikan 4-8
minggu setelah dosis pertama. Pemberian vaksin ini dilakukan secara subkutan dengan dosis 0,5
ml.

23
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda Adhi, dkk. Varisela. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin; edisi Keenam.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011. H.115-116.
2. Harahap Marwali. Varisela. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates; 2000.
H.94-96.
3. Rassner, Steinert. Penyakit virus varisela-zoster. Dalam: Buku Ajar dan Atlas
Dermatologi; edisi 4. Jakarta: EGC; 1995. H.44-45.
4. Hassan Rusepno, Alatas Husein. Varisela (cacar air,”chicken pox”). Dalam: Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Anak, jilid 2. Jakarta: INFOMEDIKA; 2007. P.637-640.
5. White David, Fenner Frank. Varisela-zoster virus. In: Medical Virology; Fourth Edition.
United Kingdom: Academic Press; 1994. P.330-334.
6. Siregar RS. Varisela. Dalam: Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit; edisi 2. Jakarta:
EGC; 2004. H. 88-84.
7. Straus, Stephen E. Oxman, Michael N. Schmader, Kenneth E. Varisela. In: Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine; seventh edition, vol 1 and 2. 2008. P.1885-1895.
8. Soedarmo Sarmono S.P, dkk. Varisela. Dalam: Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis; edisi
kedua. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2002. H. 134-142.

24

Anda mungkin juga menyukai