Imunoterapi adalah sebuah metode pengobatan alergi yang bekerja dengan melatih sistem
imun untuk berhenti bereaksi secara berlebihan terhadap alergen tersebut. Metode
pengobatan ini biasanya dilakukan di bawah pengawasan dokter yang memang memiliki
spesialisasi di bidang alergi dan imunologi.1
Prosedur imunoterapi1
Prosedur imunoterapi adalah dengan mengetahui jenis alergen spesifik dan seberapa
parah alergen tersebut dapat menimbulkan reaksi alergi , dokter akan membuat larutan
yang mengandung alergen tersebut dalam kadar yang rendah. Alergen tersebut akan
dilarutkan dalam suatu pelarut yang diencerkan berkali-kali, hingga konsentrasinya
menjadi sangat rendah. Kemudian, sejumlah kecil larutan ini akan disuntikan ke lapisan
paling luar kulit, biasanya pada lengan, dan akan diobservasi selama minimal 30 menit
untuk memastikan tidak ada reaksi yang serius.1
Pada beberapa keadaan, bengkak atau kemerahan dapat muncul di lokasi penyuntikkan.
Pada beberapa keadaan yang lebih jarang, pasien dapat mengalami reaksi sistemik seperti
bentol di seluruh tubuh, rasa sesak, atau mengi. Dalam keadaan yang lebih serius, pasien
dapat mengalami reaksi syok anafilaktik. Reaksi ini menyebabkan penyempitan saluran
napas yang berujung pada gagal napas, dan harus segera ditangani dengan suntikan
adrenalin.1
Setelah yakin bahwa tidak ada reaksi terhadap suntikan yang baru saja diterima, maka
akan diperbolehkan pulang dan dijadwalkan untuk penyuntikan selanjutnya. Semakin
lama, konsentrasi dalam larutan yang disuntikan akan semakin bertambah, dengan
harapan bahwa sistem imun telah membangun toleransi dan mempelajari bahwa alergen
tersebut tidak akan memberi ancaman yang serius bagi tubuh sehingga tidak
membutuhkan reaksi imun yang kuat.1
Biasanya, pada awal terapi, suntikan akan diberikan satu hingga tiga kali seminggu
selama tiga hingga enam bulan. Setelah itu, akan memasuki tahap maintenance selama
kurang lebih 5 tahun. Pada masa ini, akan diberikan satu suntikan setiap bulannya.1
Desensitisasi
Desensitisasi dari penyakit alergi terdiri atas pemberian paparan allergen secara
parenteral sebagai usaha untuk menurunkan tingkat toleransi relatif dari pasien yang
sudah berpengalaman dengan IgE sebagai media reaksi dari alergen ini. Jumlah alergen
yang diberikan ditingkatkan perlahan selama beberapa minggu atau bulan sampai dosis
maksimum yang diketahui atau sampai dosis toleransi maksimum tercapai. Setelah dosis
maintenance ini tercapai, interval antar suntikan ditingkatkan secara bertahap dari
minggu ke bulan dan dilanjutkan beberapa bulan atau tahun.3 Desensitisasi lebih banyak
digunakan pada penyakit-penyakit yang diperantarai IgE-antibodi, tetapi ini juga telah
digunakan pada alergi bentuk lain.2
1. Blocking antibody
Antibodi IgG terutama IgG4 diduga akan menangkap alergen sebelum antigen
diikat oleh IgE pada permukaan Basofil atau sel mast yang merupakan sel efektor,
sehingga tidak terjadi aktifasi dan degranulasi sel-sel tersebut. Beberapa studi
menunjukkan bahwa IgG4 berhubungan dengan perbaikan klinis. Desensitisasi spesifik
yang diberikan dalam jangka waktu lama menimbulkan pergeseran sintesis IgG1 ke
IgG4. Namun kebanyakan studi, pada umumnya tidak menunjukkan hubungan antara IgG
spesifik dengan perbaikan klinis, terutama pada desensitisasi spesifik yang menggunakan
aeroalergen. Desensitisasi spesifik dengan protokol yang cepat sekali dapat menimbulkan
toleransi klinis yang cepat, meskipun sintesis blocking antibody belum terbentuk dalam
waktu beberapa jam. Sehingga induksi blocking antibody yang merupakan proteksi pada
desensitisasi spesifik masih merupakan hal yang kontroversional.
2. Penurunan IgE
IgE spesifik dalam serum dan pada sel efektor di jaringan pasien alergi
merupakan ciri penyakit atopi. Pada pasien yang sensitif terhadap tepung sari,
desensitisasi spesifik mencegah peningkatan IgE spesifik dalam serum selama musim
tepung sari. Tetapi kadar IgE tidak dapat diterangkan dengan menurunnya respon dengan
alergen spesifik akibat desensitisasi spesifik, oleh karena penurunan IgE terjadi lambat,
relatif kecil dan hampir tidak berhubungan dengan perbaikan klinis yang diperoleh
desensitisasi spesifik.
1. Morris AE, Marshall GD. Safety of allergen immunotherapy: a review of premedication and dose
adjustment. Immunotherapy. 2012 Mar;4(3):315-22
2. Stites D. P., Terr A. I., Parslow T. G. Allergy Desensitization. Basic and Clinical
Immunology. Eight Edition. Sanfransisco: Lange Medical Book. Prentice Hall
International Inc; 1994. 739-43 p.
3. Lockley R. F., Buhantz S. C. Immunotherapi of Allergyc Diseases. Principles of
Immunology and Allergy. 101-10 p
4. Bratawijaya, K.G. Imunoterapi. Imunologi Dasar. Edisi ke-5. Jakarta. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2002. Hal: 391-416.