Anda di halaman 1dari 11

Pelajaran #2 Filasafat PAK STAK Teruna Bhakti

Kebutuhan PAK Akan Filsafat Pendidikan

Proses pendidikan adalah proses perkembangan yang bertujuan. Tujuan proses


perkembangan itu secara almiah adalah kedewasaan, sebab potensi manusia yang paling
alamiah adalah bertumbuh menuju tingkat kedewanaan, kematangan. Potensi ini akan dapat
terwujud apabila prakondisi almiah dan sosial manusia bersangkutan memungkinkan untuk
perkembangan tersebut, misalnya iklim, makanan, kesehatan, dan keamanan, relatif sesuai
dengan kebutuhan manusia.
Kedewasaan yang bagaimanakah yang diinginkan dicapai oleh manusia, apakah
kedewasaan biologis-jasmaniah, atau rohaniah (pikir, rasa, dan karsa), atau moral (tanggung
jawab dan kesadaran normatif), atau kesemuanya. Persoalan ini adalah persoalan yang amat
mendasar, yang berkaitan langsung dengan sisitem nilai dan standar normatis sebuah
masyarakat. Cara kerja dan hasil filsafat dapat dipergunakan untuk memecahkan masalah hidup
dan kehidupan manusia, dimana pendidikan agama Kristen merupakan salah satu dari aspek
kehidupan tersebut, karena hanya manusialah yang dapat melaksanakan dan menerima
pendidikan.
Oleh karena itu pendidikan agama Kristen memerlukan filsafat. Karena masalah-
masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan, yang hanya terbatas
pada pengalaman. Dalam pendidikan agama Kristen akan muncul masalah-masalah yang lebih
luas, lebih dalam, dan lebih kompleks, yang tidak terbatasi oleh pengalmaan maupun fakta
faktual, dan tidak memungkinkan untuk dijangkau oleh ilmu. Seorang guru Pendidikan Agama
Kristen, baik sebagai pribadi maupun sebagai pelaksana pendidikan, perlu mengetahui filsafat
dan filsafat pendidikan agama kristen.
Seorang guru PAK perlu memahami dan tidak buta terhadap filsafat pendidikannya,
karena tujuan pendidikan selalu berhubungan langsung dengan tujuan kehidupan individu dan
masyarakat penyelenggara pendidikan. Hubungan antar filsafat dengan pendidikan adalah,
filsafat menelaah suatu realitas dengan luas dan menyeluruh, sesuai dengan karateristik filsafat
yang radikal, sistematis, dan menyeluruh.
Konsep tentang dunia dan tujuan hidup manusia yang merupakan hasil dari studi
filsafat, akan menjadi landasan dalam menyusun tujuan pendidikan. Filsafat pendidikan
Kristen haruslah minimal dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar dalam pendidikan,
sebagai berikut:
1. Apakah pendidikan itu?
2. Mengapa manusia harus melaksanakan pendidikan?

Dr. Johannis Siahaya, M.Th/FP/08/2017


Pelajaran #2 Filasafat PAK STAK Teruna Bhakti

3. Apakah yang seharusnya dicapai dalam proses pendidikan?


4. Dengan cara bagaimana cita-cita pendidikan yang tersurat maupun yang etrsirat
dapat dicapai?
Jawaban atas keempat pertanyaan tersebut akan sangat tergantung dan akan ditentukan
oleh pandangan hidup dan tujuan hidup manusia, baik secara individu maupun secara bersama-
sama (masyarakat/ bangsa). Filsafat pendidikan tidak hanya terbatas pada fakta faktual, tetapi
filsafat pendidikan harus sampai pada penyelasaian tuntas tentang baik dan buruk, tentang
persyaratan hidup sempurna, tentang bentuk kehidupan individual maupun kehidupan sosial
yang baik dan sempurna. Ini berarti pendidikan adalah pelaksanaan dari ide-ide filsafat.
Dengan kata lain, filsafat memberikan asas kepastian bagi nilai peranan pendidikan,
lembaga pendidikan dan aktivitas penyelenggaraan pendidikan. Jadi, peranan filsafat
pendidikan merupakan sumber pendorong adanya pendidikan. Dalam bentuk yang lebih
terperinci lagi, filsafat pendidikan menjadi jiwa dan pedoman asasi pendidikan. Pendidikan
merupakan usaha untuk merealisasikan ide-ide ideal dari filsafat menjadi kenyataan, tindakan,
tingkah laku, dan pembentukan kepribadian
Teori Dan Pandangan Tentang Konsep Pendidikan

Noeng Muhadjir; menjelaskan beberapa teori pendidikan yaitu unfoldment theory,


formal discipline theory, dan preparation theory. Menurut unfoldment theory tugas pendidikan
adalah membuka atau mengeluarkan potensi laten diarahkan ke tujuan tertentu. Tujuan tersebut
bukan sesuatu di luar subyek, melainkan sebagai potensi dalam subyek itu sendiri; dan tujuan
tersebut tidak lain adalah tuntas atau sempurnanya aktualiasi potensi itu sendiri.

Menurut formal discipline theory, hasil pendidikan haruslah berupa terbentuknya


kemampuan yang dapat digunakan untuk mengerjakan hal-hal penting apapun. Asumsi yang
mendasarinya adalah ada kemampuan yang bersifat umum yang dapat dioperasikan pada
kasus-kasus spesifik manapun.

Menurut preparation theory pendidikan berfungsi untuk mempersiapkan subyek-didik


untuk dapat melaksanakan tugas secara sempurna. Tugas pertama yang tampak oleh penganut
teori ini adalah tugas sebagai orang dewasa. Secara kumulatif aktifitas pendidikan (sebagai
obyek studi) meliputi: menuntun-melayani, mengeluarkan potensi laten, mengembangkan,
membentuk, kemampuan umum, dan mempersiapkan.

Selain itu, ada beberapa pandangan tentang konsep pendidikan, antara lain:

1. Pendidikan sebagai manifestasi (education as manifestation).

Dr. Johannis Siahaya, M.Th/FP/08/2017


Pelajaran #2 Filasafat PAK STAK Teruna Bhakti

Dengan analogi pertumbuhan bunga atau benih, dikatakan bahwa pendidikan adalah
suatu proses untuk menjadikan manifes (tampak aktual) apa-apa yang bersifat laten
(tersembunyi) pada diri setiap anak.

2. Pendidikan sebagai akuisisi (education as acquisition)

Dengan analogi spon, pendidikan digambarkan sebagai upaya untuk mengembangkan


kemampuan seseorang dalam memperoleh (menyerap) informasi dari lingkungannya.

3. Pendidikan sebagai transaksi (education as transaction)

Dengan analogi orang Eskimo di Baffin Bay yang “berinteraksi” (work together)
dengan bebatuan yang ada di lingkungannya untuk membuat rumah batu (stone
sculpture) yang secara organic sesuai dengan materialnya dan selaras dengan
kemampuan pembuatnya. Pendidikan adalah proses memberi dan menerima (give and
take) antara manusia dengan lingkungannya. Di sana seseorang mengembangkan atau
menciptakan kemampuan yang diperlukan untuk memodifikasi atau meningkatkan
kondisinya dan juga lingkungannya. Sebagaimana pula di sana dibentuk perilaku dan
sikap-sikap yang akan membimbing pada upaya rekonstruksi manusia dan
lingkungannya.

Teologi Mempengaruhi Filsafat Pendidikan Dan Kinerjanya.

Filsafat pendidikan terdiri dari apa yang diyakini seorang guru mengenai pendidikan,
atau merupakan kumpulan prinsip yang membimbing tindakan profesional guru. Setiap guru
baik mengetahui atau tidak memiliki suatu filsafat pendidikan, yaitu seperangkat keyaki-nan
mengenai bagaimana manusia belajar dan tumbuh serta apa yang harus manusia pela-jari agar
dapat tinggal dalam kehidupan yang baik. Filsafat pendidikan secara fital juga berhubungan
dengan pengembangan semua aspek pengajaran. Dengan menempatkan filsafat pendidikan
pada tataran praktis, para guru dapat menemukan berbagai pemecahan permasalahan
pendidikan. Terdapat hubungan yang kuat antara perilaku guru dengan keyakinannya:

1. Keyakinan mengenai pengajaran dan pembelajaran.


Komponen penting filsafat pendidikan seorang guru adalah bagaimana memandang
pengajaran dan pembelajaran, dengan kata lain, apa peran pokok guru? Sebagian guru
memandang pengajaran sebagai sains, suatu aktifitas kompleks. Sebagian lain memandang

Dr. Johannis Siahaya, M.Th/FP/08/2017


Pelajaran #2 Filasafat PAK STAK Teruna Bhakti

sebagai suatu seni, pertemuan yang sepontan, tidak berulang dan kreatif antara guru dan siswa.
Yang lainnya lagi memandang sebagai aktifitas sains dan seni. Berkenaan dengan
pembelajaran, sebagian guru menekankan pengalaman-pengalaman dan kognisi siswa, yang
lainnya menekankan perilaku siswa.

2. Keyakinan mengenai siswa.


Akan berpengaruh besar pada bagaimana guru mengajar? Seperti apa siswa yang guru
yakini, itu didasari pada pengalaman kehidupan unik guru. Pandangan negatif terhadap siswa
menampilkan hubungan guru-siswa pada ketakutan dan penggunaan kekerasan tidak
didasarkan kepercayaan dan kemanfaatan.Guru yang memiliki pemikiran filsafat pendidikan
mengetahui bahwa anak-anak berbeda dalam kecenderungan untuk belajar dan tumbuh.

3. Keyakinan mengenai pengetahuan.


Berkaitan dengan bagaimana guru melaksanakan pengajaran. Dengan filsafat
pendidikan, guru akan dapat memandang pengetahuan secara menyeluruh, tidak merupakan
potongan-potongan kecil subyek atau fakta yang terpisah.

4. Keyakinan mengenai apa yang perlu diketahui.


Guru menginginkan para siswanya belajar sebagai hasil dari usaha mereka, dimana hal
ini berhubungan dalam keyakinan (teologi)nya yang harus diajarkan kepada murid/siswa.

Asas Mengajar, Jika Menerapkan Pemikiran Progresivisme.

Filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam pendidikan. Pendidikan


membutuhkan filsafat karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut
pelaksanaan pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah-masalah yang lebih luas,
lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman maupun fakta-fakta
pendidikan, dan tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh sains pendidikan.
Seorang guru, baik sebagai pribadi maupun sebagai pelaksana pendidikan, perlu
mengetahui filsafat pendidikan. Seorang guru perlu memahami dan tidak boleh buta terhadap
filsafat pendidikan, karena tujuan pendidikan senantiasa berhubungan langsung dengan tujuan
hidup dan kehidupan individu maupun masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan.

Dr. Johannis Siahaya, M.Th/FP/08/2017


Pelajaran #2 Filasafat PAK STAK Teruna Bhakti

Tujuan pendidikan perlu dipahami dalam hubungannya dengan tujuan hidup. Guru sebagai
pribadi mempunyai tujuan hidupnya dan guru sebagai warga masyarakat mempunyai tujuan
hidup bersama.
Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para pendidik (guru).
Keterbukaan pikiran disertai dengan kerangka orientasi ke masa depan melahirkan
progresivitas pemikiran guru PAK. Ia menjadi guru PAK yang berpikir ke depan melalui
pergaulannya dengan banyak kalangan dari berbagai situasi dan kalangan. Itulah yang
menjadikan pikiran guru PAK tetap. Guru PAK menggunakan berbagai pengetahuan yang
dimiliki bukan sebagai resep atau dogma, melainkan sebagai alat untuk menganalisis dan
memahami kenyataan hidup di masyarakat, khususnya murid / siswa. Dari situ, dapat
memahami guru PAK sebagai orang yang berorientasi pada masalah yang dihadapi, bukan pada
aliran atau teori tertentu. Rumusan-rumusan konsep pendidikan yang dipaparkannya secara
jelas menunjukkan keterlibatannya dengan persoalan-persoalan pendidikan yang dihadapi oleh
ke-manusia-an di masa hidupnya. Dari pergulatannya dengan berbagai persoalan itu, lahirlah
pemikiran-pemikiran progresif yang memberi solusi konstruktif.

Pandangan Kosmologi, Antropologi, Teologi, dan Ontologi

Peranan filsafat pendidikan ditinjau dari tiga lapangan filsafat, yaitu:

1. Kosmologi.
Metafisika merupakan bagian filsafat yang mempelajari masalah hakekat: hakekat
dunia, hakekat manusia, termasuk di dalamnya hakekat anak. Kosmologi secara praktis akan
menjadi persoalan utama dalam pendidikan. Karena anak bergaul dengan dunia sekitarnya,
maka ia memiliki dorongan yang kuat untuk memahami tentang segala sesuatu yang ada.
Memahami filsafat ini diperlukan secara implisit untuk mengetahui tujuan pendidikan. Seorang
guru seharusnya tidak hanya tahu tentang hakekat dunia dimana ia tinggal, tetapi harus tahu
hakekat manusia, khususnya hakekat anak. Hakekat manusia: manusia adalah makhluk jasmani
rohani, manusia adalah makhluk individual sosial, manusia adalah makhluk yang bebas,
manusia adalah makhluk menyejarah.
Peran filsafat pendidikan bagi guru, dengan filsafat metafisika guru mengetahui
hakekat manusia, khususnya anak sehingga tahu bagaimana cara memperlakukannya dan
berguna untuk mengetahui tujuan pendidikan. Dengan filsafat epistemologi guru mengetahui
apa yang harus diberikan kepada siswa, bagaimana cara memperoleh pengetahuan, dan

Dr. Johannis Siahaya, M.Th/FP/08/2017


Pelajaran #2 Filasafat PAK STAK Teruna Bhakti

bagaimana cara menyampaikan pengetahuan tersebut. Dengan filsafat aksiologi guru


memehami yang harus diperoleh siswa tidak hanya kuantitas pendidikan tetapi juga kualitas
kehidupan karena pengetahuan tersebut.

2. Antropologi.

Pendidikan yang intinya mendidik dan mengajar ialah pertemuan antara pendidik
sebagai subjek dan peserta didik sebagai subjek pula dimana terjadi pemberian bantuan kepada
pihak yang belakangan dalaam upaayanya belajr mencapai kemandirian dalam batas-batas
yang diberikan oleh dunia disekitarnya. Atas dasar pandangan filsafah yang bersifat dialogis
ini maka 3 dasar antropologis berlaku universal tidak hanya (1) sosialitas dan (2) individualitas,
melainkan juga (3) moralitas. Kiranya khusus untuk Indonesia apabila dunia pendidikan
nasional didasarkan atas kebudayaan nasional yang menjadi konteks dari sistem pengajaran
nasional disekolah, tentu akan diperlukan juga dasar antropologis pelengkap yaitu (4)
religiusitas, yaitu pendidik dalam situasi pendidikan sekurangkurangnya secara mikro
berhamba kepada kepentingan terdidik sebagai bagian dari pengabdian lebih besar kepada
Tuhan Yang Maha Esa.

3. Teologi.

Yang menentukan filsafat pendidikan seorang guru adalah seperangkat keyakinan yang
dimiliki dan berhubungan kuat dengan perilaku guru, yaitu: Keyakinan mengenai pengajaran
dan pembelajaran, siswa, pengetahuan, dan apa yang perlu diketahui. Hal tersebut akan
mewarnai sikap perilakunya dalam mengelola proses belajar mengajar. Selain itu, pemahaman
teologi akan menjauhkan guru PAK dari perbuatan meraba-raba, mencoba-coba tanpa rencana
dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan. Maka di sini teologi sebagai penerang
kuat, bagaimana seharusnya seorang guru PAK bersikap, baik ke terhadap dirinya maupun
terhadap siswa / murid. Sehingga siswa / murid di bawa ke dalam pola hidup yang benar sesuai
dengan kebenaran yang teologi (Alkitab) ajarkan.

4. Epistemologi.

Kumpulan pertanyaan berikut yang berhubungan dengan para guru adalah


epistemologi. Pengetahuan apa yang benar? Bagaimana mengetahui itu berlangsung?
Bagaimana kita mengetahui bahwa kita mengetahui? Bagaimana kita memutuskan antara dua

Dr. Johannis Siahaya, M.Th/FP/08/2017


Pelajaran #2 Filasafat PAK STAK Teruna Bhakti

pandangan pengetahuan yang berlawanan? Apakah kebenaran itu konstan, ataukah kebenaran
itu berubah dari situasi satu kesituasi lainnya? Dan akhirnya pengetahuan apakah yang paling
berharga?

Bagaimana menjawab pertanyaan epistemologis tersebut, itu akan memiliki implikasi


signifikan untuk pendekatan kurikulum dan pengajaran. Pertama guru harus menentukan apa
yang benar mengenai muatan yang diajarkan, kemudian guru harus menentukan alat yang
paling tepat untuk membawa muatan ini bagi siswa. Meskipun ada banyak cara mengetahui,
setidaknya ada lima cara mengetahui sesuai dengan minat / kepentingan masing-masing guru,
yaitu mengetahui berdasarkan otoritas, wahyu tuhan, empirisme, nalar, dan intuisi. Guru tidak
hanya mengetahui bagaimana siswa memperoleh pengetahuan, melainkan juga bagaimana
siswa belajar. Dengan demikian epistemologi memberikan sumbangan bagi teori pendidikan
dalam menentukan kurikulum. Pengetahuan apa yang harus diberikan kepada anak dan
bagaimana cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut, begitu juga bagaimana cara
menyampaikan pengetahuan tersebut.

Dasar epistemologis diperlukan oleh pendidikan atau pakar ilmu pendidikan demi
mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab. Sekalaipun pengumpulan
data di lapangan sebagaian dapat dilakukan oleh tenaga pemula namuntelaah atas objek formil
ilmu pendidikan memerlukaan pendekatan fenomenologis yang akan menjalin stui empirik
dengan studi kualitatif-fenomenologis. Pendekaatan fenomenologis itu bersifat kualitaatif,
artinya melibatkan pribadi dan diri peneliti sabagai instrumen pengumpul data secara pasca
positivisme. Karena itu penelaaah dan pengumpulan data diarahkan oleh pendidik atau
ilmuwan sebagaai pakar yang jujur dan menyatu dengan objeknya. Karena penelitian tertuju
tidak hnya pemahaman dan pengertian (verstehen, Bodgan & Biklen, 1982) melainkan unuk
mencapai kearifan (kebijaksanaan atau wisdom) tentang fenomen pendidikan maka vaaliditas
internal harus dijaga betul dalm berbagai bentuk penlitian dan penyelidikan seperti penelitian
koasi eksperimental, penelitian tindakan, penelitian etnografis dan penelitian ex post facto. Inti
dasar epistemologis ini adalah agar dapat ditentukan bahaawa dalam menjelaskaan objek
formaalnya, telaah ilmu pendidikan tidaak hanya mengembangkan ilmu terapan melainkan
menuju kepada telaah teori dan ilmu pendidikan sebgaai ilmu otonom yang mempunyi objek
formil sendiri atau problematika sendiri sekalipun tidak dapat hnya menggunkaan pendekatan
kuantitatif atau pun eksperimental. Dengan demikian uji kebenaran pengetahuan sangat

Dr. Johannis Siahaya, M.Th/FP/08/2017


Pelajaran #2 Filasafat PAK STAK Teruna Bhakti

diperlukan secara korespondensi, secara koheren dan sekaligus secara praktis dan atau
pragmatis.

5. Ontologis.

Pada latar filsafat diperlukan dasar ontologis dari ilmu pendidikan. Adapun aspek
realitas yang dijangkau teori dan ilmu pendidikan melalui pengalaman pancaindra ialah dunia
pengalaman manusia secara empiris. Objek materil ilmu pendidikan ialah manusia seutuhnya,
manusia yang lengkap aspek-aspek kepribadiannya, yaitu manusia yang berakhlak mulia dalam
situasi pendidikan atau diharapokan melampaui manusia sebagai makhluk sosial mengingat
sebagai warga masyarakat ia mempunyai ciri warga yang baik (good citizenship atau
kewarganegaraan yang sebaik-baiknya).

Agar pendidikan dalam praktek terbebas dari keragu-raguan, maka objek formal ilmu
pendidikan dibatasi pada manusia seutuhnya di dalam fenomena atau situasi pendidikan.
Didalam situiasi sosial manusia itu sering berperilaku tidak utuh, hanya menjadi makhluk
berperilaku individual dan/atau makhluk sosial yang berperilaku kolektif. Hal itu boleh-boleh
saja dan dapat diterima terbatas pada ruang lingkup pendidikan makro yang berskala besar
mengingat adanya konteks sosio-budaya yang terstruktur oleh sistem nilai tertentu. Akan
tetapipada latar mikro, sistem nilai harus terwujud dalam hubungan inter dan antar pribadi yang
menjadi syarat mutlak (conditio sine qua non) bagi terlaksananya mendidik dan mengajar, yaitu
kegiatan pendidikan yang berskala mikro. Hal itu terjadi mengingat pihak pendidik yang
berkepribadiaan sendiri secara utuh memperlakukan peserta didiknya secara terhormat sebagai
pribai pula, terlpas dari factor umum, jenis kelamin ataupun pembawaanya. Jika pendidik tidak
bersikap afektif utuh demikian makaa menurut Gordon, akan terjadi mata rantai yang hilang
(the missing link) atas faktor hubungan serta didik-pendidik atau antara siswa-guru. Dengan
begitu pendidikan hanya akan terjadi secar kuantitatif sekalipun bersifat optimal, misalnya
hasil THB summatif, NEM atau pemerataan pendidikan yang kurang mengajarkan demokrasi
jadi kurang berdemokrasi. Sedangkan kualitas manusianya belum tentu utuh.

Pemahaman Dan Korelasional Yang Harus Dimiliki


Tentang Etika Dan Estetika.

Etika dan estetika merupakan bagian dalam filsafat Aksiologi. Aksiologi adalah cabang
filsafat yang membahas nilai baik dan nilai buruk, indah dan tidak indah, erat kaitannya dengan

Dr. Johannis Siahaya, M.Th/FP/08/2017


Pelajaran #2 Filasafat PAK STAK Teruna Bhakti

pendidikan, karena dunia nilai akan selalu dipertimbangkan atau akan menjadi dasar
pertimbangan dalam menentukan tujuan pendidikan. Langsung atau tidak langsung, nilai akan
menentukan perbuatan pendidikan. Nilai merupakan hubungan sosial. Pertanyaan-pertanyaan
aksiologis yang harus dijawab guru adalah: Nilai-nilai apa yang dikenalkan guru kepada siswa
untuk diadopsi?
Nilai-nilai apa yang mengangkat manusia pada ekspresi kemanusiaan yang tertinggi?
Nilai-nilai apa yang bener-benar dipegang orang yang benar-benar terdidik? Pada intinya
aksiologi menyoroti fakta bahwa guru memiliki suatu minat tidak hanya pada kuantitas
pengetahuan yang diperoleh siswa melainkan juga dalam kualitas kehidupan yang
dimungkinkan karena pengetahuan. Pengetahuan yang luas tidak dapat memberi keuntungan
pada individu jika ia tidak mampu menggunakan pengetahuan untuk kebaikan.
Kemanfaatan teori pendidikan tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom tetapi juga
diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses
pembudayaan manusia secara beradab. Oleh karena itu nilai ilmu pendidikan tidak hanya
bersifat intrinsic sebagai ilmu seperti seni untuk seni, melainkan juga nilai ekstrinsik dan ilmu
untuk menelaah dasar-dasar kemungkinan bertindak dalam praktek mmelalui kontrol terhadap
pengaruh yang negatif dan meningkatkan pengaruh yang positif dalam pendidikan. Dengan
demikian ilmu pendidikan tidak bebas nilai mengingat hanya terdapat batas yang sangat tipis
antar pekerjaan ilmu pendidikan dan tugas pendidik sebagi pedagok.
Dalam hal ini relevan sekali untuk memperhatikan pendidikan sebagai bidang yang
sarat nilai seperti dijelaskan oleh Phenix. Itu sebabnya pendidikan memerlukan teknologi pula
tetapi pendidikan bukanlah bagian dari iptek. Namun harus diakui bahwa ilmu pendidikan
belum jauh pertumbuhannya dibandingkan dengan kebanyakan ilmu sosial dan ilmu perilaku.
Lebih-lebih di Indonesia. Implikasinya ialah bahwa ilmupendidikan lebih dekat kepada ilmu
prilaku kepada ilmu-ilmu sosial, dan harus menolak pendirian lain bahwa di dalam kesatuan
ilmu-ilmu terdapat unifikasi satu-sayunyaa metode ilmiah.

Relevansi Teori Empirisme, Nativisme, Dan Konvergensi

Tujuan filsafat pendidikan memberikan inspirasi bagaimana mengorganisasikan proses


pembelajaran yang ideal. Teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran tentang
kebijakan dan prinsip-rinsip pendidikan yang didasari oleh filsafat pendidikan. Praktik
pendidikan atau proses pendidikan menerapkan serangkaian kegiatan berupa implementasi
kurikulum dan interaksi antara guru dengan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan

Dr. Johannis Siahaya, M.Th/FP/08/2017


Pelajaran #2 Filasafat PAK STAK Teruna Bhakti

dengan menggunakan rambu-rambu dari teori-teori pendidikan. Peranan filsafat pendidikan


memberikan inspirasi, yakni menyatakan tujuan pendidikan negara bagi masyarakat,
memberikan arah yang jelas dan tepat dengan mengajukan pertanyaan tentang kebijakan
pendidikan dan praktik di lapangan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori pendidik.
Seorang guru perlu menguasai konsep-konsep yang akan dikaji serta pedagogi atau ilmu dan
seni mengajar materi subyek terkait, agar tidak terjadi salah konsep atau miskonsepsi pada diri
peserta didik.
Teori / hukum Empirisme (John Locke, tahun 1632 – 1704), dimana perkembangan
pribadi ditentukan oleh lingkungan, terutama lingkungan pendidikan. Manusia laksana kertas
putih. Teori / hukum Nativisme (Arthur Schopenhauer, tahun 1988 – 1860), dimana
perkembangan pribadi manusia hanya ditentukan oleh faktor hereditas atau faktor koderati.
Teori / hukum konvergensi (William Stern, tahun 1971 – 1938), dimana perkembangan pribadi
manusia merupakan akumulasi dari dari interaksi-sinergis antara potensi dasar dengan
lingkungan pendidikan. Yang menjadi relevansi dari ketiga teori / hukum ini adalah bahwa
teori / hukum konvergensi merupakan gabungan yang sinergis antara teori / hukum Empirisme
dan Nativisme.
Sesuatu dipandang sah dilakukan, jika ada manfaatnya. Manusia akan berkembang jika
berinteraksi dengan lingkungan berdasarkan hereditas dan kemampuan berpikir dalam dirinya.
Sekolah merupakan lingkungan khusus yang menjadi penyambung lingkungan yang lebih
umum. Sekolah berfungsi menyeleksi dan menyederhanakan kebudayaan yang berguna bagi
individu. Belajar harus dilakukan oleh siswa secara aktif dengan pendekatan pemecahan
masalah.
Progresivisme atau gerakan progresif pengembangan teori pendidikan mendasarkan
diri pada beberapa prinsip, yaitu: anak harus bebas berkembang secara wajar, pengalaman
langsung picu utama minat belajar, guru harus menjadi peneliti dan pembimbing anak, Sekolah
harus menjadi ujung tombak reformasi pedagogis dan eksperimen.

Manfaat Mempelajari Filsafat Pendidikan

Setelah menempuh mata kuliah ini penulis paling tidak kesadaran dan memiliki dasar
pemikiran filosofis dan teoritis mengenai pendidikan dalam lingkup pengajaran makro
berlandaskan epistemologis dan lingkup belajar-mengajar mikro berlandaskan interaksi insani,
memiliki wawasan yang luas dan dalam mengenai berbagai pandangan fislafat dan teori

Dr. Johannis Siahaya, M.Th/FP/08/2017


Pelajaran #2 Filasafat PAK STAK Teruna Bhakti

pendidikan. Penulis mampu pula mengidentifikasi permasalahan pendidikan yang ditemuinya


dalam keseharian pendidikan dan mencarikan jalan keluarnya. Diharapkan juga dengan
landasan ini, penulis akan mampu membina dan mengembangkan program pendidikan serta
memecahkan persoalan pendidikan pada umumnya, dan khususnya yang timbul dan dihadapi
di Indonesia baik dalam rangka otonomi daerah maupun dekonsentrasi pendidikan guru dan
Pendidikan Agama Kristen.
”Filsafat Pendidikan Agama Kristen” membahas persoalan filsafati dan teoritis
mengenai pendidikan, baik dasar pemikiran maupun penerapannya dalam praktek serta
pemecahan masalah-masalah mikro dan makro pendidikan, dengan menempatkan
permasalahan pendidikan tersebut pada pemikiran filsafat maupun teoritis. Maka perkuliahan
ini juga menyoroti pelbagai landasan pendidikan, serta pendidikan dalam praktek dengan ilmu
pengetahuan termasuk pedagogik, dengan filsafat pendidikan serta dengan berbagai disiplin
keilmuan lain. Dalam studi ini digunakan pendekatan filsafat, teoritis-sistematis, historis,
maupun komparatif, yang mana dari itu semua dilandasi oleh pemikiran teologi Kristen,
sebagai pengejawantahan dari Alkitab.

Dr. Johannis Siahaya, M.Th/FP/08/2017

Anda mungkin juga menyukai