Anda di halaman 1dari 28

Dasar hukum pembentukan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) ialah

Permenaker RI Nomor PER.04/MEN/1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan


Kesehatan Kerja serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja.

Disebutkan pada pasal 2 (dua) bahwa tempat kerja dimana pengusaha/pengurus


memperkerjakan 100 (seratus) orang atau lebih, atau tempat kerja dimana
pengusaha/pengurus memperkerjakan kurang dari 100 (seratus) tenaga kerja namun
menggunakan bahan, proses dan instalasi yang memiliki resiko besar akan terjadinya
peledakan, kebakaran, keracunan dan penyinaran radioaktif pengusaha/pengurus wajib
membentuk P2K3.

Pada pasal 3 (tiga) disebutkan bahwa unsur keanggotaan P2K3 terdiri dari pengusaha dan
pekerja yang susunannya terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota serta sekretaris P2K3
ialah ahli keselamatan kerja dari perusahaan yang bersangkutan.

Pengertian P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja) menurut Permenaker
RI Nomor PER.04/MEN/1987 ialah badan pembantu di tempat kerja yang merupakan wadah
kerjasama antara pengusaha dan pekerja untuk mengembangkan kerjasama saling pengertian
dan partisipasi efektif dalam penerapan K3.

Tugas P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja) ialah memberikan saran
dan pertimbangan baik diminta maupun tidak kepada pengusaha mengenai masalah K3
(berdasarkan pasal 4 (empat) Permenaker RI Nomor PER 04/MEN/1987).

Fungsi P2K3 (Panitia Pembina Keselamatan dan


Kesehatan Kerja) antara lain :
1. Menghimpun dan mengolah data mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di
tempat kerja.
2. Membantu menunjukkan dan menjelaskan kepada setiap tenaga kerja mengenai :
o Berbagai faktor bahaya di tempat kerja yang dapat menimbulkan gangguan K3
termasuk bahaya kebakaran dan peledakan serta cara menanggulanginya.
o Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja.
o Alat Pelindung Diri (APD) bagi tenaga kerja yang bersangkutan.
o Cara dan sikap yang benar dan aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
3. Membantu Pengusaha/Pengurus dalam :
o Menentukan tindakan koreksi dengan alternatif terbaik.
o Mengembangkan sistem pengendalian bahaya terhadap Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.
o Mengevaluasi penyebab timbulnya kecelakaan, penyakit akibat kerja (PAK)
serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan.
o Mengembangkan penyuluhan dan penelitian di bidang keselamatan kerja,
higiene perusahaan, kesehatan kerja dan ergonomi.
o Melaksanakan pemantauan terhadap gizi kerja dan menyelenggarakan
makanan di perusahaan.
o Memeriksa kelengkapan peralatan keselamatan kerja.
o Mengembangkan pelayanan kesehatan tenaga kerja.
o Mengembangkan laboratorium Keselamatan dan Kesehatan Kerja, melakukan
pemeriksaan laboratorium dan melaksanakan interpretasi hasil pemeriksaan.
o Menyelenggarakan administrasi keselamatan kerja, higiene perusahaan dan
kesehatan kerja.
o Membantu pimpinan perusahaan menyusun kebijaksanaan manajemen dan
pedoman kerja dalam rangka upaya meningkatkan keselamatan kerja, higiene
perusahaan, kesehatan kerja, ergonomi dan gizi kerja. (berdasarkan pasal 4
(empat) Permenaker RI Nomor PER.04/MEN/1987).

Peran, Tanggungjawab dan Wewenang P2K3 (Panitia


Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja) :
Peran Wewenang
1. Memimpin semua rapat pleno P2K3 ataupun menunjuk anggota untuk
memimpin rapat pleno.
2. Menentukan langkah dan kebijakan demi tercapainya pelaksanaan
program-program P2K3.
3. Mempertanggung-jawabkan pelaksanaan K3 di Perusahaan ke
Ketua Disnakertrans Kabupaten/Kota setempat melalui Pimpinan Perusahaan.
4. Mempertanggung-jawabkan program-program P2K3 dan pelaksanaannya
kepada Direksi.
5. Mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaannya program-program K3 di
Perusahaan

1. Membuat undangan rapat dan notulen.


2. Mengelola administrasi surat-surat P2K3.
3. Mencatat data-data yang berhubungan dengan K3.
4. Memberikan bantuan/saran-saran yang diperlukan oleh seksi-seksi demi
Sekretaris
suksesnya program-program K3.
5. Membuat laporan ke Disnakertrans setempat maupun instansi lain yang
bersangkutan dengan kondisi dan tindakan bahaya di tempat kerja.

1. Melaksanakan program-program yang telah ditetapkan sesuai dengan seksi


masing-masing.
Anggota
2. Melaporkan kepada Ketua atas kegiatan yang telah dilaksanakan.

Jumlah dan susunan P2K3 antara lain sebagai berikut :


1. Perusahaan yang memiliki tenaga kerja 100 (seratus) orang atau lebih, maka jumlah
anggota sekurang-kurangnya ialah 12 (dua belas) orang yang terdiri dari 6 (enam)
orang mewakili pengusaha/pimpinan Perusahaan dan 6 (enam) orang mewakili tenaga
kerja.
2. Perusahaan yang memiliki tenaga kerja 50 (lima puluh) orang sampai dengan 100
(seratus) orang, maka jumlah anggota sekurang-kurangnya ialah 6 (enam) orang yang
terdiri dari 3 (tiga) orang mewakili pengusaha/pimpinan Perusahaan dan 3 (tiga)
orang mewakili tenaga kerja.
3. Perusahaan yang memiliki tenaga kerja kurang dari 50 (lima puluh) orang dengan
tingkat resiko bahaya sangat besar, maka jumlah anggota sesuai dengan ketentuan
nomor 2 (dua) di atas.
4. Kelompok Perusahaan yang memiliki tenaga kerja kurang dari 50 (lima puluh) orang
untuk anggota kelompok, maka jumlah anggota sesuai dengan ketentuan nomor 2
(dua) di atas dimana masing-masing anggota mewakili Perusahaannya.

Langkah-langkah pembentukan P2K3 di Perusahaan ialah pertama-tama Perusahaan wajib


menyatakan Kebijakan K3 dan dituangkan secara tertulis. Kemudian Pimpinan Perusahaan
menginventarisasi daftar anggota P2K3 serta memberikan pengarahan singkat terhadap daftar
anggota mengenai Kebijakan K3 Perusahaan.

Setelah itu Perusahaan mengonsultasikan mengenai pembentukan P2K3 kepada


Disnakertrans setempat untuk dikaji dan disahkan melalui surat keputusan pengesahan P2K3.
Kepala Disnakertrans setempat melaksanakan pelantikan anggota P2K3 secara resmi.
Selanjutnya Perusahaan melaporkan mengenai pelaksanaan program-program P2K3 ke
Disnakertrans setempat secara rutin.

1.

1.

1.

1.

Pengendalian (Manajemen) Visual Dalam Penerapan 5R (5S) di


Tempat Kerja

 Hebbie Ilma Adzim   Budaya 5R \  Label K3 |  Senin, Desember 09, 2013

Pengendalian Visual merupakan bentuk penerapan 5R langkah R yang ke-2 (dua) yaitu
"Rapi". Langkah ini dilakukan dengan cara menata / mengurutkan peralatan/barang
berdasarkan alur proses kerja dan juga menata /mengurutkan peralatan/barang berdasarkan
keseringan penggunaan serta pengaturan/pengendalian (manajemen) secara visual
peralatan/barang di tempat kerja dengan label/tanda dengan maksud/tujuan barang ataupun
peralatan lebih cepat dan mudah ditemukan sehingga tercapai keteraturan di tempat kerja.
Ilustrasi Pengendalian (Manajemen) Visual

Manfaat dari pengaturan (pengendalian) visual ialah supaya orang ataupun orang lain
(tamu/pengunjung) di tempat kerja dapat dengan mudah mengetahui (memahami) situasi
tempat/area kerja secara langsung bahkan tanpa harus menanyakan kepada petugas/orang lain
yang bekerja di tempat kerja.

Pengendalian visual dapat dilakukan dengan memberi tanda/nama/label pada lantai kerja,
peralatan, laci/rak, kotak penyimpanan, dsj. Untuk lebih memudahkan penerapannya, maka
dapat ditambahkan sistem kode warna dalam mengorganisir tanda/nama/label tempat kerja.

Berikut adalah contoh label dan kode warna sebagai pengaturan (pengendalian) visual dalam
mengorganisir tempat kerja :

Label Keterangan

1. Batas Area Kerja.


2. Batas Ruangan Kerja.
3. Batas Jalur Lalu Lintas.

1. Produk Jadi.
2. Sarana Umum.

1. Barang/Bahan Baku.
2. Sarana P3K.
3. Sarana Keselamatan.

Sarana Darurat & Evakuasi.

4. Jalur Pejalan Kaki.

1. Barang/Bahan yang akan diproses.


Label Keterangan

1. Barang/Bahan Inspeksi QC.

1. Produk/Bahan Ditolak (Reject).


2. Sisa Pekerjaan yang tidak terpakai.
3. Tanda Berhenti.

1. Rak/Lemari.
2. Meja.
3. Perlengkapan/Peralatan/Mesin.

1. Area terbatas untuk tujuan operasional.

1. Mesin/Alat Berbahaya.
2. Area terbatas untuk keselamatan.
3. Sarana Darurat Kebakaran.

1. Zona Mengandung Bahaya.

Contoh format pemasangan label pada lantai area kerja

Penerapan Pengendalian Tanda Visual Pada Lantai Area Kerja

Contoh Penerapan Pengendalian Visual di Tempat Kerja


Contoh Penerapan Pengendalian Visual 5R di Tempat Kerja

Label (Tanda) Kode Warna Perpipaan

 Hebbie Ilma Adzim   Label K3 |  Senin, Desember 09, 2013

Label (tanda) dan Kode Warna Perpipaan secara umum merujuk pada standar ANSI A13.1-
2007 (American National Standards Institute) dimana terdapat 6 (enam) kode warna dan
label (tanda) perpipaan yang diatur sebagaimana tabel di bawah berikut :
Ilustrasi Label Perpipaan

Label Keterangan

1. Air yang dapat diminum.


2. Air Boiler.
3. Air Pendingin.
4. Air Lainnya.

1. Gas Bertekanan.

1. Pipa Pemadam Kebakaran.

1. Bahan Mudah Terbakar.

1. Bahan Mudah Menyala (Bahan


Bakar).

1. Bahan Beracun.
2. Bahan Korosif.

Ukuran Label (Tanda)


Ukuran Pipa Lebar Label Tinggi Huruf

¾ inch – 1 ¼ inch 8 inch ½ inch

1 ½ inch – 2 inch 8 inch ¾ inch

2 ½ inch – 6 inch 12 inch 1 ¼ inch

8 inch – 10 inch 24 inch 2 ½ inch


> 10 inch 32 inch 3 ½ inch

Untuk pipa dengan ukuran kurang dari 3/4 inch direkomendasikan untuk membuat tanda
yang mudah dilihat secara permanen.

Label (tanda) wajib mudah dilihat dan terdapat di setiap belokan pipa, sambungan pipa, juga
pipa yang melewati dinding. Penempatan label (tanda) dipasang setiap interval 7 meter - 15
meter.

Contoh Pemasangan Label dan Kode Warna Perpipaan Pada Sambungan Pipa

Contoh Pemasangan Label dan Kode Warna Perpipaan Pada Dinding dan Atap Bangunan

.
1.

Tinjauan Manajemen K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)

 Hebbie Ilma Adzim   Sistem Manajemen K3 |  Senin, Desember 09, 2013

Tinjauan Manajemen fokus terhadap keseluruhan kinerja Sistem Manajemen Keselamatan


dan Kesehatan Kerja dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

Ilustrasi Tinjauan Manajemen

1. Kesesuaian Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja terhadap operasional dan
aktivitas Perusahaan.
2. Kecukupan pemenuhan penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
terhadap Kebijakan K3 Perusahaan.
3. Keefektivan penyelesaian tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan serta hasil-hasil lain
yang dicita-citakan.

Tinjauan Manajemen dilaksanakan oleh Pimpinan Perusahaan dan dilaksanakan secara


berkala yang secara umum dilaksanakan minimal 1 (satu) tahun sekali untuk meninjau
penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perusahaan berjalan secara
tepat.

Hal-hal yang dapat dijadikan acuan dalam melaksanakan


Tinjauan Manajemen antara lain :
1. Laporan keadaan darurat (termasuk kejadian serta pelatihan/simulasi/pengujian tanggap
darurat).
2. Survey kepuasan tenaga kerja terhadap penerapan K3 di tempat kerja.
3. Statistik insiden kerja (termasuk kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja).
4. Hasil-hasil inspeksi.
5. Hasil dan rekomendasi pemantauan dan pengukuran kinerja K3 di tempat kerja.
6. Kinerja K3 kontraktor.
7. Kinerja K3 pemasok.
8. Informasi perubahan peraturan perundang-undangan dan persyaratan lain yang berkaitan
dengan penerapan K3 di tempat kerja.

Audit Internal Sistem Manajemen K3 (Keselamatan dan Kesehatan


Kerja)

 Hebbie Ilma Adzim   Sistem Manajemen K3 |  Senin, Desember 09, 2013

Audit digunakan untuk meninjau dan menilai kinerja serta efektivitas Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perusahaan. Audit internal dilaksanakan oleh Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk mengetahui dimana Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja telah diterapkan dan dipelihara secara tepat.

Ilustrasi Audit K3

Pelaksanaan audit didasarkan pada hasil penilaian resiko dari aktivitas operasional
perusahaan dan hasil audit (audit-audit) sebelumnnya. Hasil penilaian resiko juga menjadi
dasar dalam menentukan frekuensi pelaksanaan audit internal pada sebagian aktivitas
operasional perusahaan, area ataupun suatu fungsi atau bagian mana saja yang memerlukan
perhatian manajemen Perusahaan terkait resiko K3 dan Kebijakan K3 Perusahaan.
Pelaksanaan audit internal mencakup seluruh area dan aktivitas dalam ruang lingkup
penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perusahaan. Frekuensi dan
cakupan audit internal juga berkaitan dengan kegagalan penerapan beberapa elemen dalam
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, ketersedian data kinerja penerapan
sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, hasil tinjauan manajemen dan
perubahan-perubahan dalam manajemen Perusahaan. Pelaksanaan audit internal secara umum
ialah minimal satu kali dalam kurun waktu satu tahun dari audit internal sebelumnya.

Audit tambahan dapat dilaksanakan apabila terdapat


kondisi-kondisi sebagaimana hal-hal berikut :
1. Terdapatnya perubahan pada penilaian bahaya/resiko K3 Perusahaan.
2. Terdapat indikasi penyimpangan dari hasil audit sebelumnya.
3. Adanya insiden tingkat keparahan tinggi dan peningkatan tingkat kejadian insiden.
4. Kondisi-kondisi lain yang memerlukan audit internal tambahan.

Pelaksanaan audit internal didasarkan pada kegiatan-


kegiatan berikut, antara lain :
1. Pembukaan audit.
o Menentukan tujuan, ruang lingkup dan kriteria audit.
o Pemilihan auditor dan timnya untuk tujuan objektivitas dan kenetralan audit.
o Menentukan metode audit.
o Konfirmasi jadwal audit dengan peserta audit ataupun pihak lain yang menjadi
bagian dari audit.
2. Pemilihan petugas auditor.
o Auditor harus independen, objektif dan netral.
o Auditor tidak diperkenankan melaksanakan audit terhadap pekerjaan/tugas
pribadinya.
o Auditor harus mengerti benar tugasnya dan berkompeten melaksanakan audit.
o Auditor harus mengerti mengenai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Perusahaan.
o Auditor harus mengerti mengenai peraturan perundang-undangan dan persyaratan
lainnya yang berkaitan dengan penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Kerja di
tempat kerja.
o Auditor harus memiliki pengetahuan mengenai kriteria audit beserta aktivitas-
aktivitas di dalamnya untuk dapat menilai kinerja K3 dan menentukan kekurangan-
kekurangan di dalamnya.
3. Meninjau dokumen dan persiapan audit.
o Dokumen yang ditinjau meliputi :
 Struktur organisasi dalam Sistem Manajemen Keselamatan dan kesehatan
Kerja.
 Kebijakan K3.
 Tujuan dan Program-Program K3.
 Prosedur audit internal Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Perusahaan.
 Prosedur dan Instruksi Kerja K3.
 Identifikasi bahaya, penilaian resiko dan pengendalian resiko.
 Daftar peraturan perundang-undangan dan persyaratan lain yang berkaitan
dengan penerapan K3 di tempat kerja.
 Laporan insiden, tindakan perbaikan dan pencegahan.
o Persiapan audit internal meliputi hal-hal sebagai berikut antara lain :
 Tujuan audit.
 Kriteria audit.
 Metodologi audit.
 Cakupan maupun lokasi audit.
 Jadwal audit.
 Peran dan tanggung jawab peserta/anggota audit internal.
4. Pelaksanaan audit.
o Tata cara berkomunikasi dalam audit internal.
o Pengumpulan dan verifikasi informasi.
o Menyusun temuan audit dan kesimpulannya.
o Mengomunikasikan kepada peserta audit mengenai :
 Rencana pelaksanaan audit.
 Perkembangan pelaksanaan audit.
 Permasalahan-permasalahan dalam audit.
 Kesimpulan pelaksanaan audit.
5. Persiapan dan komunikasi laporan audit.
o Tujuan dan cakupan audit.
o Informasi mengenai perencanaan audit (anggota audit internal, jadwal audit internal
serta area-area/lokasi-lokasi audit internal).
o Identifikasi referensi dokumen dan kriteria audit lainnya yang digunakan pada
pelaksanaan audit internal.
o Detail temuan ketidaksesuaian.
o Keterangan-keterangan lain yang berkaitan dengan penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan Kerja Perusahaan :
 Konfirmasi penyusunan perencanaan penerapan K3 di tempat kerja.
 Penerapan dan pemeliharaan.
 Pencapaian Kebijakan dan Tujuan K3 Perusahaan.
o Komunikasi kepada semua pihak mengenai hasil audit internal termasuk kepada
pihak ke tiga yang berhubungan dengan Perusahaan untuk dapat mengetahui
tindakan perbaikan yang diperlukan.
6. Penutupan audit dan tindak lanjut audit.
o Menyusun pemantauan tindak lanjut audit internal.
o Penyusunan jadwal penyelesaian tindak lanjut audit internal.

Pengukuran dan Pemantauan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)


di Tempat Kerja

 Hebbie Ilma Adzim   Sistem Manajemen K3 |  Senin, Desember 09, 2013

Perusahaan membangun metode sistematis untuk pengukuran dan pemantauan kinerja K3


secara teratur sebagai satu kesatuan bagian dari keseluruhan sistem manajemen Perusahaan.
Pemantauan melibatkan pengumpulan informasi-informasi berkaitan dengan bahaya K3,
berbagai macam pengukuran dan penelitian berkaitan dengan resiko K3, jam lembur tenaga
kerja serta penggunaan peralatan/mesin/perlengkapan/bahan/material beserta cara-cara
penggunaannya di tempat kerja.
Ilustrasi Pengukuran & Pemantauan K3

Pengukuran kinerja K3 dapat berupa pengukuran kualitatif maupun pengukuran kuantitatif


kinerja K3 di tempat kerja.

Pengukuran dan Pemantauan bertujuan antara lain untuk


:
1. Melacak perkembangan dari pertemuan-pertemuan K3, pemenuhan Tujuan K3 dan
peningkatan berkelanjutan.
2. Memantau pemenuhan peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya berkaitan
dengan penerapan K3 di tempat kerja.
3. Memantau kejadian-kejadian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK).
4. Menyediakan data untuk evaluasi keefektivan pengendalian operasi K3 atau untuk
mengevaluasi perlunya modifikasi pengendalian ataupun pengenalan pilihan pengendalian
baru.
5. Menyediakan data untuk mengukur kinerja K3 Perusahaan baik secara proaktif maupun
secara reaktif.
6. Menyediakan data untuk mengevaluasi penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan kerja Perusahaan.
7. Menyediakan data untuk menilai kompetensi personil K3.

Perusahaan mendelegasikan tugas pemantauan dan pengukuran kinerja K3 kepada Ahli K3


Umum Perusahaan atau Sekretaris Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
termasuk anggota-anggota di bawah kewenangan Ahli K3 Umum Perusahaan.

Hasil dari pemantauan dan pengukuran kinerja K3 dianalisa dan digunakan untuk
mengidentifikasi tingkat keberhasilan kinerja K3 ataupun kebutuhan perlunya tindakan
perbaikan ataupun tindakan-tindakan peningkatan kinerja K3 lainnya.

Pengukuran kinerja K3 menggunakan metode pengukuran proaktif dan metode pengukuran


reaktif di tempat kerja. Prioritas pengukuran kinerja K3 menggunakan metode pengukuran
proaktif dengan tujuan untuk mendorong peningkatan kinerja K3 dan mengurangi kejadian
kecelakaan kerja di tempat kerja.

Termasuk dalam pengukuran proaktif kinerja K3 antara


lain :
1. Penilaian kesesuaian dengan perundang-undangan dan peraturan lainnya yang berkaitan
dengan penerapan K3 di tempat kerja.
2. Keefektivan hasil inspeksi dan pemantauan kondisi bahaya di tempat kerja.
3. Penilaian keefektivan pelatihan K3.
4. Pemantauan Budaya K3 seluruh personil di bawah kendali Perusahaan.
5. Survey tingkat kepuasan tenaga kerja terhadap penerapan K3 di tempat kerja.
6. Keefektivan hasil audit internal dan audit eksternal Sistem Manajemen K3.
7. Jadwal penyelesaian rekomendasi-rekomendasi penerapan K3 di tempat kerja.
8. Penerapan program-program K3.
9. Tingkat keefektivan partisipasi tenaga kerja terhadap penerapan K3 di tempat kerja.
10. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja di tempat kerja.
11. Penilaian aktivitas kerja yang berkaitan dengan resiko k3 Perusahaan.

Termasuk dalam pengukuran reaktif kinerja K3 antara


lain :
1. Pemantauan kejadian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK).
2. Tingkat keseringan kejadian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK).
3. Tingkat hilangnya jam kerja akibat kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK).
4. Tuntutan tindakan pemenuhan dari pemerintah.
5. Tuntutan tindakan pemenuhan dari pihak ke tiga yang berhubungan dengan Perusahaan.

Perusahaan menyediakan peralatan-peralatan yang diperlukan untuk melaksanakan


pemantauan dan pengukuran kinerja K3 seperti alat pengukur tingkat kebisingan,
pencahayaan, gas beracun dan alat-alat lainnya sesuai dengan aktivitas operasi perusahaan
yang berkaitan dengan K3.

Perusahaan juga menggunakan komputer dan program-program komputer sebagai alat untuk
menganalisa hasil pemantauan dan pengukuran kinerja K3 di tempat kerja.

Keseluruhan alat-alat yang digunakan dalam pemantauan dan pengukuran kinerja K3


dikalibrasi secara berkala dan disesuaikan pengaturan nilai besaran satuannya sesuai dengan
standar nilai besaran satuan yang berlaku baik Internasional maupun secara lokal.

Perusahaan tidak menggunakan alat-alat yang tidak dikalibrasi dengan tepat ataupun yang
sudah mengalami kerusakan untuk melaksanakan pemantauan dan pengukuran kinerja K3 di
tempat kerja.

Kalibrasi dan perawatan alat ukur pemantauan dan pengukuran kinerja K3 dilaksanakan oleh
personil ahli terhadap pelaksanaan kalibrasi dan perawatan alat-alat ukur yang digunakan.

Pertolongan Korban Banyak (Triage)

 Hebbie Ilma Adzim   P3K |  Jumat, Juli 24, 2015


Pertolongan korban banyak dapat dinyatakan jika jumlah korban (penderita) sekurang-
kurangnya ialah sebanyak 3 (tiga) orang atau jumlah korban (penderita) melebihi jumlah tim
penolong itu sendiri.

Tindakan/proses yang umum digunakan dalam pertolongan korban banyak ialah triage (baca
: triase). Triage berasal dari bahasa Perancis yang artinya memilih/memilah (mensortir).
Triage berarti melakukan penilaian penderita, menandainya dan meemindahkan penderita ke
lokasi perawatan yang sudah ditentukan.

Pelaksanaan triage ialah dengan memberi tanda (label) dengan warna tertentu pada korban
(penderita).

Prioritas Pertolongan Korban Banyak (Triage)


1. Prioritas I (Tertinggi)

Merupakan golongan cedera atau penyakit yang mengancam nyawa namun masih bisa
diatasi. Yaitu korban (penderita) yang berada dalam kondisi kritis seperti gangguan
pernafasan, perdarahan yang belum terkendali ataupun perdarahan besar dan
penurunan status mental (respon).

2. Prioritas II (Sedang)

Merupakan golongan yang perlu pertolongan. Yaitu korban (penderita) luka bakar
tanpa gangguan pernafasan, nyeri hebat setempat, nyeri pada beberapa lokasi alat
gerak termasuk bengkak ataupun perubahan bentuk lainnya, cedera punggung, dsj.

3. Prioritas III (Rendah)

Merupakan golongan cedera relatif ringan, tidak memerlukan banyak bantuan, dapat
menunggu pertolongan tanpa menjadikan cedera bertambah parah atau dengan kata
lain golongan yang pertolongannya dapat ditunda atau korban (penderita) yang
mengalami cedera namum masih sanggup berjalan sendiri. Yaitu korban (penderita)
yang mengalami nyeri biasa pada alat gerak, sedikit bengkak dan perubahan bentuk,
cedera jaringan lunak ringan, dsj.

4. Prioritas IV (Paling Akhir/Terakhir)

Golongan cedera mematikan atau korban (penderita) yang telah meninggal. Misal :
cedera kepala yang terpisah dari badan atauupun cedera lain yang secara manusia
tidak dapat ditolong.

Tanda (Label) Triage


Secara umum, tanda (label) triage dilambangkan dengan warna HIJAU, KUNING, MERAH
dan HITAM. Tanda (label) triage beragam baik dari segi bentuk, ukuran, model, bahan dan
warna. Bentuknya mulai dari kartu berwarna saja, kartu dengan bermacam warna yang dapat
ditandai, pita, pita khusus, tali berwarna, dsj. Bila bahan warna tidak dapat ditemukan, maka
dapat menggunakan bahan lain yang berwarna makna sama dengan triage seperti pakaian,
kain, pembungkus, dsj.

Contoh Kartu Triage

Prioritas Pertolongan dengan Label


Hubungan prioritas pertolongan dengan label dapat digambarkan sebagai berikut :

1. HIJAU : Prioritas III.


2. KUNING : Prioritas II.
3. MERAH : Prioritas I.
4. HITAM : Prioritas IV.

Pelaksanaan (Tata-Cara) Triage


Di lokasi kejadian, tim penolong menyiapkan pos-pos pertolongan sesuai dengan label
(prioritas) korban (penderita).

1. Pemilihan Korban (Penderita) Yang Dapat Ditunda Pertolongannya.

Penolong mengenali dan mengelompokkan para korban (penderita) yang masih


mampu berjalan dan memberi label warna HIJAU kemudian mengarahkan ke pos
pertolongan yang sesuai. Walaupun korban (penderita) masih mampu berjalan,
penolong wajib mengarahkan supaya tidak terpencar. Adakalanya beberapa korban
kelompok ini dapat dimanfaatkan untuk ikut membantu proses pertolongan.
2. Pemeriksaan Pernafasan.

Penolong mendatangi para korban (penderita) yang tidak mampu berjalan dan lakukan
penilaian pernafasan secara cepat dan sistematis (tidak terlalu menghabiskan banyak
waktu pada proses penilaian). Apabila korban (penderita) tidak bernafas, maka
bersihkan dan buka jalan nafas. Apabila korban (penderita) masih tidak bernafas,
maka beri label warna HITAM. Apabila korban (penderita) mampu bernafas kembali,
maka lakukan penilaian pernafasan dimana jika korban dalam waktu 5 (lima) detik
mampu bernafas 3 (tiga) kali hembusan secara konstan maka beri label warna
MERAH dan apabila kurang dari itu lanjutkan ke langkah nomor 3 (tiga) di bawah.
Beritahukan kepada penolong lain untuk memindahkan korban (penderita) yang sudah
diberi label ke pos pertolongan sesuai label masing-masing.

3. Penilaian Sirkulasi.

Penolong memeriksa nadi karotis (nadi di dekat urat leher) pada korban (penderita).
Jika tidak ada nadi, maka beri label warna MERAH dan jika ada maka lanjutkan ke
langkah nomor 4 (empat) di bawah. Beritahukan kepada penolong lain untuk
memindahkan korban (penderita) yang sudah diberi label ke pos pertolongan sesuai
label masing-masing.

4. Penilaian Mental.

Dalam langkah ini, korban (penderita) berarti masih memiliki nafas yang cukup dan
sirkulasi yang baik. Penolong memeriksa status mental korban (penderita) dengan
cara meminta korban (penderita) untuk mengikuti perintah sederhana seperti
menggerakkan jari atau mengarahkan pandangan mata ke arah tertertu, dsj. Jika
korban (penderita) mampu mengikuti perintah sederhana, maka berikan label warna
KUNING dan apabila korban (penderita) tidak mampu mengikuti perintah sederhana,
maka berikan label warna MERAH. Beritahukan kepada penolong lain untuk
memindahkan korban (penderita) yang sudah diberi label ke pos pertolongan sesuai
label masing-masing.

Di pos pertolongan masing-masing, akan dilakukan penilaian ulang secara lebih teliti.
Apabila terdapat perubahan kondisi (prioritas) pada korban(penderita), maka label diganti
sesuai dengan kondisi/keadaan korban (penderita). Korban (penderita) yang memerlukan
pertolongan lanjutan segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat.

Diagram Alir Pertolongan Korban Banyak (Triage)


Diagram Alir Pertolongan Korban Banyak (Triage)
Pengertian Tempat Kerja Dalam K3 (Keselamatan dan Kesehatan
Kerja)

 Hebbie Ilma Adzim   Dasar-Dasar K3 |  Senin, Desember 09, 2013

Pengertian/definisi tempat kerja dalam K3 secara umum bisa ditemukan di Undang-Undang


No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja serta standar OHSAS 18001:2007
Occupational Health & Safety Management System.

Ilustrasi

Pengertian (Definisi) Tempat Kerja menurut Undang-


Undang No 1 Tahun 1970
Ialah tiap ruangan atau lapangan baik terbuka atau tertutup, bergerak maupun menetap
dimana terdapat tenaga kerja yang bekerja atau sering dimasuki orang bekerja untuk
keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya sebagaimana
diperinci sebagai berikut :

1. Tempat kerja baik di darat, di permukaan air, di dalam tanah, di dalam air maupun di udara
yang berada di wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
2. Tempat kerja dimana dibuat, dicoba, dipakai atau yang menggunakan mesin, pesawat, alat,
perkakas, peralatan ataupun instalasi berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan,
kebakaran ataupun peledakan.
3. Dibuat, diolah, digunakan, dijual, diangkut ataupun disimpan bahan atau barang yang dapat
meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, ataupun bersuhu
tinggi.
4. Dikerjakan pembangunan (konstruksi), perbaikan, perawatan, pembersihan ataupun
pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan pengairan,
saluran atau terowongan bawah tanah, dsb atau dimana dilakukan pekerjaan persiapan.
5. Dilakukan usaha pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan
kayu ataupun hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan.
6. Dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan emas, perak, logam ataupun bijih logam
lainnya, batu-batuan, gas, minyak ataupun mineral lainnya baik di permukaan maupun di
dalam bumi ataupun di dasar perairan.
7. Dilakukan pengangkutan barang, binatang ataupun manusia baik di darat, melalui
terowongan, di permukaan air, di dalam air maupun di udara.
8. Dikerjakan bongkar muat barang muatan pada kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun,
ataupun gudang.
9. Dilakukan penyelaman, pengambilan benda ataupun pekerjaan lain di dalam air.
10. Dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah ataupun perairan.
11. Dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan.
12. Dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara ataupun suhu udara yang tinggi ataupun
rendah.
13. Dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan benda, terkena
lemparan benda, terjatuh ataupun terperosok, hanyut ataupun terlempar.
14. Dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur ataupun lubang.
15. Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang
merupakan bagian-bagian (yang berhubungan) dengan tempat kerja tersebut.

Pengertian (definisi) tempat kerja menurut OHSAS


18001:2007

6 Kelas (Klasifikasi) Kebakaran Menurut NFPA (National Fire


Protection Association) Amerika

 Hebbie Ilma Adzim   Api dan Kebakaran |  Senin, Desember 09, 2013

Kebakaran diklasifikan (dikelompokkan) berdasarkan sumber penyebab api yang muncul


dalam kejadian kebakaran. Klasifikasi (kelas) kebakaran secara umum merujuk pada
klasifikasiInternasional yaitu klasifikasi (kelas) kebakaran menurut NFPA (National Fire
Protection Association) Amerika.

Sumber terakhir sampai dengan artikel ini disusun, NFPA membagi klasifikasi (kelas)
kebakaran menjadi 6 (enam) kelas yaitu : Kebakaran Kelas A, Kebakaran Kelas B,
Kebakaran Kelas C, Kebakaran Kelas D, Kebakaran Kelas E dan Kebakaran Kelas K.

Klasifikasi (kelas) kebakaran berguna untuk menentukan media pemadam efektif untuk
memadamkan api/kebakaran menurut sumber api/kebakaran tersebut, serta berguna untuk
menentukan tingkat keamanan jenis suatu media pemadam sebagai media pemadam suatu
kelas kebakaran berdasarkan sumber api/kebakarannya.

Klasifikasi (kelas) kebakaran berdasarkan NFPA berikut


dengan media pemadam efektifnya antara lain :
Kelas Kebakaran Pemadam
Kelas Kebakaran Pemadam

Kertas, Kain, Plastik,


Kayu

Padat Non Air, Uap Air, Pasir, Busa, CO2, Serbuk


Logam Kimia Kering, Cairan Kimia

Metana, Amoniak,
Solar

Gas/Uap/Cairan CO2, Serbuk Kimia Kering, Busa

Arus Pendek

CO2, Serbuk Kimia Kering, Uap Air


Listrik

Aluminium, Tembaga,
Besi, Baja

Serbuk Kimia sodium Klorida, Grafit


Logam

Bahan-Bahan
<Belum Diketahui Secara Spesifik>
Radioaktif

Radioaktif

Lemak dan Minyak


Masakan

Cairan Kimia, CO2


Kelas Kebakaran Pemadam

Bahan Masakan

Jenis-Jenis APAR (Alat Pemadam Api Ringan) / Tabung Pemadam


Kebakaran

 Hebbie Ilma Adzim   Api dan Kebakaran |  Senin, Desember 09, 2013

Jenis-jenis Tabung Pemadam Kebakaran / APAR (Alat Pemadam Api Ringan)


dikelompokkan antara lain menurut Kelas Kebakaran, Media Pemadam, Konstruksi,
Peletakan (Penempatan) serta menurut Kapasitasnya.

Berikut jenis-jenis APAR (Alat Pemadam Api Ringan) /


Tabung Pemadam

Macam-macam APAR

Kategori Jenis APAR

Kelas 1. APAR A (Kebakaran Padat Non-Logam).


Kebakaran 2. APAR B (Kebakaran Gas/Uap/Cairan Mudah Terbakar).
3. APAR C (Kebakaran Listrik).
Kategori Jenis APAR

4. APAR D (Kebakaran Logam).


5. APAR K (Kebakaran Bahan Masakan).
6. APAR Kombinasi (ABC;AB;BC;BK).

1. APAR Air.
2. APAR Uap Air.
3. APAR Busa.
Media
4. APAR Serbuk Kimia Kering.
Pemadam 5. APAR Cairan Kimia.
6. APAR Gas CO2.
7. APAR Halon (sekarang dilarang karena efek rumah kaca)

APAR Kartu Gas (Menggunakan tabung gas bertekanan yang dipasang di luar
tabung APAR untuk mengeluarkan isi tabung APAR)
Konstruksi

APAR Tekanan Tetap (Gas bertekanan untuk mengeluarkan isi APAR dijadikan
satu dengan tabung APAR)
Tata Cara Penggunaan APAR (Alat Pemadam Api Ringan) / Tabung
Pemadam Kebakaran

 Hebbie Ilma Adzim   Api dan Kebakaran |  Senin, Desember 09, 2013

Pengertian (Definisi) APAR (Alat Pemadam Api Ringan) ialah alat yang ringan serta
mudah dilayani untuk satu orang gunamemadamkan api/kebakaran pada mula terjadi
kebakaran (definisi berdasarkan Permenakertrans RI No 4/MEN/1980 tentang Syarat-syarat
Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan).

Tata cara (Prosedur) penggunaan APAR (Alat Pemadam


Api Ringan) / Tabung Pemadam Kebakaran :
1. Tarik/Lepas Pin pengunci tuas APAR / Tabung Pemadam.
2. Arahkan selang ke titik pusat api.
3. Tekan tuas untuk mengeluarkan isi APAR / Tabung Pemadam.
4. Sapukan secara merata sampai api padam.

Bagian-bagian APAR

Hal yang perlu diketahui dalam penggunaan APAR :


1. Perhatikan arah angin (usahakan badan/muka menghadap searah dengan arah angin)
supaya media pemadam benar-benar efektif menuju ke pusat api dan jilatan api tidak
mengenai tubuh petugas pemadam.
2. Perhatikan sumber kebakaran dan gunakan jenis APAR yang sesuai dengan klasifikasi sumber
kebakaran.

5 Cara (Metode) Memadamkan Api / Kebakaran

 Hebbie Ilma Adzim   Api dan Kebakaran |  Senin, Desember 09, 2013

Untuk dapat memadamkan api (kebakaran) terdapat beberapa metode/cara berdasarkan teori
terbentuknya api (segitiga api) yaitu diantaranya ialah dengan metode pendinginan, isolasi,
dilusi, pemisahan bahan mudah terbakar dan pemutusan rantai reaksi api.

Metode prinsip pemadaman api/kebakaran

Ilustasi Pemadaman Api

1. Pendinginan
o Menghilangkan unsur panas.
o Menggunakan media bahan dasar air.
2. Isolasi
o Menutup permukaan benda yang terbakar untuk menghalangi unsur O2 menyalakan
api.
o Menggunakan media serbuk ataupun busa.
3. Dilusi
o Meniupkan gas inert untuk menghalangi unsur O2 menyalakan api.
o Menggunakan media gas CO2.
4. Pemisahan Bahan Mudah Terbakar
o Memisahkan bahan mudah terbakar dari unsur api.
o Memindahkan bahan-bahan mudah terbakar jauh dari jangkauan api.
5. Pemutusan Rantai Reaksi
o Memutus rantai reaksi api dengan menggunakan bahan tertentu untuk mengikat
radikal bebas pemicu rantai reaksi api.
o Menggunakan bahan dasar Halon (Penggunaan Halon sekarang dilarang karena
menimbulkan efek rumah kaca).
4 Tahap Terjadinya Kebakaran

 Hebbie Ilma Adzim   Api dan Kebakaran |  Senin, Desember 09, 2013

Kejadian kebakaran pada umumnya menimbulkan banyak kerugian baik itu korban jiwa
maupun kerugian harta benda. Hal tersebut dikarenakan pada umumnya kebakaran sulit untuk
dikendalikan (dipadamkan). Untuk menghindari kerugian yang dimaksud, maka perlu kita
kenali sifat-sifat terjadinya (tahap-tahap) kebakaran tersebut.

Tahap-tahap kebakaran tersebut antara lain :


1. Tahap Kebakaran Muncul
o Reaksi 3 (tiga) unsur api (panas, oksigen dan bahan mudah terbakar).
o Dapat padam dengan sendirinya apabila api tidak dapat mencapai tahap kebakaran
selanjutnya.
o Menentukan tindakan pemadaman atau untuk menyelamatkan diri.
2. Tahap Kebakaran Tumbuh
o Api membakar bahan mudah terbakar sehingga panas meningkat.
o Dapat terjadi flashover (ikut menyalanya bahan mudah terbakar lain di sekitar api
karena panas tinggi).
o Berpotensi menimbulkan korban terjebak, terluka ataupun kematian bagi petugas
pemadam.
3. Tahap Kebakaran Puncak
o Semua bahan mudah terbakar menyala secara keseluruhan.
o Nyala api paling panas dan yang paling berbahaya bagi siapa saja yang terperangkap
di dalamnya.
4. Tahap Kebakaran Reda (Padam)
o Tahap kebakaran yang memakan waktu paling lama di antara tahap-tahap
kebakaran lainnya.
o Penurunan kadar O2 (oksigen) atau bahan mudah terbakar secara signifikan yang
menyebabkan padamnya api (kebakaran).
o Terdapatnya bahan mudah terbakar yang belum menyala berpotensi menimbulkan
nyala api baru secara.
o Berpotensi menimbulkan backdraft (ledakan yang terjadi akibat masuknya pasokan
oksigen secara tiba-tiba dari kebakaran ruang tertutup yang dibuka mendadak saat
kebakaran berlangsung).

Gambar di bawah mengilustrasikan tahap-tahap


kebakaran dari muncul api sampai kebakaran reda
(padam):
Tahap - Tahap Kebakaran

Pengertian (Definisi) Api dan Kebakaran

 Hebbie Ilma Adzim   Api dan Kebakaran |  Senin, Desember 09, 2013

Pengertian (Definisi) Api ialah suatu reaksi kimia (oksidasi) cepat yang terbentuk dari 3
(tiga) unsur yaitu panas, oksigen dan bahan mudah terbakar yang menghasilkan panas dan
cahaya.

Ilustrasi 3 (tiga) unsur api dapat dilihat sebagaimana pada gambar segitiga api berikut.
Segitiga Api

Sedangkan pengertian (definisi) Kebakaran ialah nyala api baik kecil maupun besar pada
tempat, situasi dan waktu yang tidak dikehendaki yang bersifat merugikan dan pada
umumnya sulit untuk dikendalikan.

Kebakaran juga termasuk dalam salah satu kategori kondisi/situasi darurat di lingkungan
Perusahaan baik dari luar maupun dalam lokasi tempat kerja.

Anda mungkin juga menyukai