Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengkajian merupakan tahap yang paling utama dalam proses keperawatan,
dimana pada tahap ini perawat melakukan pengkajian data yang diperoleh dari
hasil wawancara/anamnesis, laporan teman sejawat catatan kesehatan lain dan
hasil dari pengkajian fisik. (Patrieia Gonce Morton 2003)
Pengkajian fisik dalam keperawatan pada dasarnya menggunakan cara-cara
yang sama dengan ilmu kedokteran yaitu: inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi. Pengkajian fisik kedokteran biasanya dilakukan dan diklasifikasikan
menurut sistem tubuh manusia dimana tujuan akhirnya adalah untuk menentukan
penyebab dan jenis penyakit yang diderita pasien. Sedangkan pengkajian fisik
bagi perawat yaitu untuk menentukan penyebab dan jenis penyakit yang diderita
pasien. (Potter Perry 2009)
Sedangkan pengkajian fisik bagi perawat yaitu untuk menentukan respon
pasien terhadap penyakit atau berfokus pada respon yang ditimbulkan pasien
akibat masalah kesehatan yang sudah di diagnosa oleh dokter. (Patrieia Gonce
Morton 2003)
Dengan kata lain perawat meneruskan tindakan keperawatan kepada pasien
yang sudah di diaognosis oleh dokter. Karena dari diagnose dokter akan muncul
berbagai masalah keperawatan yang dialami pasien. Dengan petunjuk yang di
dapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli medis dapat menyusun sebuah
diagnosis diferensial, yakni sebuah daftar penyebab meyakinkan penyebab
tertsebut. (Patrieia Gonce Morton 2003)

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana anamnesis dan pemeriksaan fisik mata, telinga,
dan hidung?
1.2.2 Bagaimana anamnesis dan pemriksaan fisik gigi, mulut,
dan leher?

1
1.2.3 Bagaimana anamnesis dan pemeriksaan fisik dada, jantung,
dan paru-paru?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui anamnesis dan pemeriksaan fisik mata, telinga, hidung
1.3.2 Mengetahui anamnesis dan pemeriksaan fisik gigi, mulut, dan leher
1.3.3 Mengetahui anamnesis dan pemeriksaan fisik pada dada,
jantung dan paru-paru

1.4 Manfaat
1.4.1 Sebagai buku panduan tambahan untuk mahasiswa keperawatan.
1.4.2 Sebagai acuan tambahan untuk proses belajar mengajar
mahasiswa keperawatan tentang anamnesis dan pemeriksaan fisik.

BAB II

2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada mata, telinga dan hidung
A. Prinsip-prinsip pemeriksaan fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk memperoleh informasi mengenai
status kesehatan pasien. Tujuan definitnya adalah untuk mengidentifikasi
status “normal” dan kemudian mengetahui adanya kelaianan dari keadaan
normal tersebut dengan memvalidasi keadaan dan keluhan dari gejala pasien.
Metode pemeriksaan fisik yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi. (Mark H
Swartz, 1995)

B. Riwayat kesehatan
Tujuan utama interaksi dengan klien adalah mengetahui kekhawatiran
mereka dan membantu mencari pemecahannya. Perhatikan dengan teliti
kekhawatiran klien. Pandu wawancara dan pemeriksaan sehingga anda
memperoleh gambaran yang jelas mengenai kondisi klien. (Mark H Swartz,
1995)
Hal ini membutuhkan kesabaran. Untuk dapat melakukannya dengan
baik, harus diperhatikan beberapa prinsip. Wawancara akan membentuk rasa
kemitraan bersama klien. Fokuskan wawancara terhadap klien, bukan terhadap
penyakit. Pastikan bahwa perasaan anda tidak akan membahayakan hubungan
dengan klien. (Mark H Swartz, 1995)

C. Tehnik pemeriksaan fisik


1. Mata (Mark H Swartz, 1995)
Inspeksi sclera
Sclera diperiksa untuk melihat apakah ada nodul, hipermia dan
perubahan warna. Sclera normal seharusnya berwarna putih. Pada individu
berkulit gelap, sclera mungkin berwarna sedikit agak “seperti lumpur”.

Inspeksi kornea

3
Kornea harus jernih dan tanpa kekeruhan atau kabut. Cincin keputih-
putihan pada perimeter kornea, mungkin adalah arkus senilis. Pada pasien
yang berusia diatas 40 tahun, penemua ini biasanya merupakan fenomena
penuaan yang normal.
Meskipun banyak penemuan yang positif palsu, pasien dibawah 40
tahun mungkin menderita hiperkolesterolemia. Sebuah arkus senilis yang
terlihat pada pasien,
Cincin kuning-kehijauan yang abnormal dekat limbus, kebanyakan
ditemukan disuperior dan inferior, adalah cincin Kayser-Fleischer. Cincin
ini sangat spesifik dan merupakan tanda yang sangat sensitive dari
penyakit Wilson, yang merupakan degenerasi hepatolintekular akibat
kelainan yang diturunkan dari metabolism tembaga. Cincin Keyser-
Fleischer diebabkan oleh penimbunan tembaga pada kornea.

Inspeksi pupil
Kedua pupil ukurannya harus sama, bereaksi terhadap cahaya dan
akomodasi. Pada sekitar 5% individu normal, ukuran pupil tidak sama; ini
disebut anisokoria. Anisokoria mungkin merupakan indikasi dari penyakit
neurologi.
Pembesaran pupil, atau midriasis, berhubungan dengan obat-obatan
simpatomimetik, glaucoma atau obat tetes yang menyebabkan dilatasi.
Konstriksi pupil atau miosis, terlihat dengan obat-obat
parasimpatomimetik, peradangan iris, dan terapi obat untuk glaucoma.
Banyak pengobatan yang dapat menyebabkan anisokoria. Oleh karena itu
sangat penting untuk flek memastikan apakah pasien menggunakan tetes
mata atau dalam pengobatan.
Abnormalitas pupil sering kali merupakan tanda dari penyakit
neurologic. Kondisi yang dikenal sebagai pupil miotonik Adie adalah
dilatasi pupil 3-6 mm, yang hanya sedikit berkostriksi terhadap cahaya dan

4
akomodasi. Pupil ini sering berhubungan dengan berkurang sampai tidak
adanya reflek tendo pada ekstremitas.
Lebih sering terjadi pada wanita berusia 25-45 tahun, dan penyeabnya
tidak diketahui. Tidak ada keterlibatan klinis yang serius. Pupil Argyll
Robertson adalah pupil yang mengucil 1-2 mm yang bereaksi terhadap
akomodasi, tetapi tidak bereaksi terhadap cahaya.
Tampaknya berhubungan denagan neurosifilis. Sindrom horner adalah
paralisis simpatik dari mata yang disebabkan oleh pemutusan pada rantai
simpatik servikal. Sebagai tambahan untuk miosis dan ptosis, juga
didapatkan anhidrosis.

Inspeksi irirs
Iris diperiksa untuk warnanya, apakah ada nodul, dan faskularitas.
Normalnya, pembuluh darah iris tidak dapat terlihat dengan mata
telanjang.
Inspeksi kedalaman okuli anterior
Dengan memberikan sinar secara oblik menembus mata, perkiraan
kasar kedalaman kamera okuli anterior dapat dibuat. Jika terlihat bayangan
berbentuk bulan sabit pada bagian iris yang jauh, kamera okuli anterior
mungkin dangkal. Pendangkalan kamera okuli anterior mungkin akibat
menyempitnya ruangan antara iris dan kornea.
Adanya kamera yang dangkal membawa seseorang pada kondisi yang
disebut Glaukoma sudut tertutup. Istilah glaucoma merujuk pada
kompleks gejala yang terjadi dalam tingkat penyakit yang berbeda.
Penemuan kas pada semua jenis glaucoma adalah meningkatnya tekanan
intra ocular. Tekanan ini dapat diukur denga tonometer ora, mungki ada
kuantitatif tekanan intraocular.palpasi bola mata untuk mengetahui

5
tekanan intraocular merupakan teknik yang mempunyai sensitifitas sangat
mudah.
Jika palpasi dilakukan dengan cara yang salah, juga akan
mengakibatkan kerusakan, karena dapat terjadi ablasi retina. Oleh karena
itu, palpasi bola mata tidak boleh dilakukan.
Inspeksi Aparatus lakrimalis
Pada umunya, hanya sedikit yang dapat terlihat pada apparatus
lakrimalis, dengan perkecualian pungtum. Jika ada epifor, mungkin ada
obstrusksi aliran keluar melalui pungtum. Jika terdapat kelembapan yang
berlebihan.
Periksalah apakah ada sumbatan duktus nasolakrimalis dengan
menekan sakus lakrimalis secara lembut, berlawanan dengan cincin orbita
interna. Jika ada sumbatan, dapat dikeluarkan materi-materi melalui
pungtum.
Inspeksi dsikus optikus
Pendekatan sitemik terhadap retina adalah sangat berguna. Daerah
yang sangat menyolok dari retina adalah diskus saraf optikus. Tepi, warna,
dan rasio cup-disc harus diperiksa.
Diskus tersebut harusnya bulat, dengan batas yang tajam. Batas sisi
nasal biasanya agak buram. Diskus yang agak berwarna merah muda pada
orang yang berkulit terang dan jingga kekuningan pada orang berkulit
gelap.
CUP adalah bagian diskus yang terletak ditengah, warnanya lebih
muda, dan dimasuki oleh vena retina. Rasio normal cup-disc berfariasi dari
0,1-0,5. Pemeriksa harus mengecek kesimetrisan rasio cup-to-disc pada
kedua mata.

Inspeksi pembuluh darah retina

6
Pembuluh darah diperiksa karena mereka tampak diatas retina.
Ukuran arteri adalah 2/3-4/5 dari ukuran diameter vena dan mempunya
reflex cahaya yang mencolok. Reflex cahaya adalah refleksi dari cahaya
oftalmoskop pada dinding arteri dan normalnya sekitar seperempat
diameter kolumna darah.
Vena memberikan pulsasi spontan pada 85% pasien. Pulsasi paling
baik terlihat pada vena retina yang memasuki nervus optikus, dimana
pulsasi dapat terlihat pada ujungnya.
Karena pembuluh darah berjalan menjauhi papil, mereka Nampak
menyempit. Persilangan arteri dan vena terjadi pada dua diameter papil
dari papil.
Dinding pembuluh darah normal tidak terlihat, dengan reflex
cahayanya yang tipis. Pada hipertensi, pembuluh darah dapat mempunyai
daerah penyempitan atau spasme setempat atau umum, menyebabkan
reflex cahaynya menjadi menyempit. Berjalan sesuai dengan waktu,
dinding pembuluh darah menebal dan sklerotik, dan terjadi pelebaran
reflex cahaya menjadi lebih dari separuh diameter columna darah.
Reflex cahaya berkembang sebagai gambaran jingga metalik, yang
disebut kawat tembaga. Bila arteri seperti itu menyilang sebuah vena, akan
tampak sepertinya kolumna vena terputus akibat pelebaran, tetapi dinding
arteri terlihat. Keadaan ini disebut sebagai takik akteriovenosa (AV).
Ikuti pembuluh darah keempat arah: superior temporal, superior nasal,
inferior nasal, dan inferior temporal. Ingatlah untuk menggerakkan kepala
dan oftal moskop sebgai satu kesatuan.

Inspeksi macula
Jika oftal moskop tetap setinggi papil dan digerakkan ketemporal
sekitar 2 meter papil, macula akan terlihat. Macula tampak sebagai daerah

7
avascular dengan titik pusat refleksi, yaitu fovea. Jika pemeriksa
mengalami kesulitan dalam melihat macula, pasien dapat diperintahkan
untuk melihat langsung kearah cahaya sehingga fovea dapat terlihat. Filter
bebas merah juga membantu untuk mengetahui lokasi macula.

2. Telinga (Mark H Swartz, 1995)


Pemeriksaan luar

Inspeksi struktur telinga luar


Inspeksi pina untuk melihat ukuran, posisi, dan bentuknya. Pina
harus terletak di bagian tengah dan harus sesuai dengan besarnya wajah
dan kepala.
Lesung kecil di bagian depan tragus biasanya merupakan sisa arkus
brakialis pertama.
Telinga luar diperiksa untuk melihat adanya deformita, nodul,
peradangan, atau lesi. Adanya tofi merupakan tanda yang sangat spesifik
tetapi tidak sensitif untuk gout. Tofi merupakan endapan kristal asam urat.

8
Terlihat sebagai nodul keras diheliks atau antiheliks. Kadang-kadang
pengeluaran secret putih mungkin dijumpai berkaitan dengan tofi. “Telinga
kembang kol” adalah pina yang berlekuk-lekuk sebagai akibat trauma
yang berulang-ulang.
Inspeksilah untuk melihat adanya pengeluaran cairan. Jika ada
pengeluaran cairan, catatlah sifat-sifatnya seperti warna, konsistensi, dan
kejernihannya.
Palpasi struktur telinga luar
Pina dipalpasi untuk mencari adanya nyeri tekan, pembengkakan, atau
nodulus. Jika rasa nyeri timbul dengan menarik pina keatas dan kebawah
atau dengan menekan pada tragus, kemungkinan besar ada infeksi telinga
luar.
Daerah telinga posterior harus diperiksa untuk melihat adanya
jaringan parut atau pembengkakan. Pemeriksa harus menekan ujung
mastoid, yang seharusnya tidak nyeri tekan. Nyeri tekan mungkin
menunjukkan suatu proses supuratif pada tulang mastoid.
Ketajaman pendengaran
Pemeriksaan ketajaman pendengaran merupakan bagian selanjutnya
dari pemeriksaan fisik. Cara termudah untuk memeriksa kehilangan daya
pendengaran yang berat adalah dengan menutup satu kanalis eksternus
dengan gerakan menekan kedalam pada tragus dan berbisik kedalam
telinga lainnya. Pemeriksa harus menyembunyikan mulutnya untuk
menghindari pembacaan gerakan bibir oleh pasien.
Pemeriksa harusnya membisikkan kata-kata seperti “Park” (taman),
“Dark” (gelap), atau “Day dream” (melamun) pada telinga yang tidak
ditutup dan menentukan apakah pasien dapat mendengarnya. Prosedur ini
kemudian diulangi dengan memakai telinga lainnya. Menanyakan kepada
pasien apakah sebuah jam berdetik kalau dipegang didekat telinganya
biasanya tidak mempunyai arti apa-apa, karena pasien sudah mengetahui
apa yang diharapkan.
Pemakaian uji garpu tala untuk memeriksa kehilangan daya
pendengaran lebih tepat dan seharusnya dilakukan tanpa memperhatikan
hasil tes berbisik. Meskipun tersedia beberapa frekuensi garpu tala, yang
terbaik untuk evaluasi daya pendengaran adalah garpu tala 512 Hz. Garpu
tala dipegang pada tangkainya, dan ujungnya dipukulkan dengan cepat

9
pada telapak tangan. Jangan memukulnya pada kayu atau metal padat. Ada
dua tes garputala untuk memeriksa daya pendengaran, yaitu:
Uji Rinne
Tes rinne membandingkan hantaran udara dengan hantaran tulang.
Tiap telinga diperiksa secara terpisah. Pemeriksa memukulkan garpu garpu
tala 512 Hz pada telapak tangannya dan meletakkan tangkainya pada
ujung mastoid. Kemudian pasien ditanya apakah ia mendengar bunyinya
dan diminta untuk memberitahukan kapan ia tidak dapat mendengarnya
lagi.
Kalau pasien sudah tidak dapat mendengarnya, gigi garpu tala yang
sedang bergetar diletakkan didepan meatus aditorius eksternus telinya
yang sama, dan pasien ditanya apakah ia masih mendengarnya. Adalah
penting bahwa gigi garpu tala yang sedang bergetar tidak menyentuh
rambut, karena pasien mungkin menderita gangguan pendengaran tetapi
masih dapat merasakan getarannya.
Dalam keadaan normal, hantaran udara (Air Conduction=AC) lebih
baik daripada hantaran tulang (Bone Conduction=BC), dan pasien akan
dapat mendengar garpu tala pada meatus auditorius eksternus setelah ia
tidak dapat mendengarnya lagi pada ujung mastoid; ini adalah uji rinne
positif (AB>BC). Tetapi pasien dengan tuli konduktif, mempunyai
hantaran tulang yang lebih baik daripada hantaran udara: uji rinne negative
(BC>AC). Pasien dengan tuli sensorineural mengalami gangguan pada
hantaran udara dan tulang, tetapi akan memepertahankan respons AC>BC
yang normal. Telinga tengah akan memperkuat bunyi pada kedua posisi.

Uji weber

10
Uji weber membandingkan hantaran tulang pada kedua telinga.
Berdirilah di depan pasien dan letakkan garpu tala 512 Hz yang sedang
bergetar dengan kuat pada bagian tengah dahi pasien. Mintalah kepada
pasien untuk menunjukkan apakah ia mendengar atau merasa bunyi pada
telinga kanan, telinga kiri, atau dibagian tengah dahinya.
Mendengar bunyi, atau merasakan getrannya, pada bagian tengah
adalah respon normal. Jika bunyi tersebut tidak terdengar dibagian tengah,
bunyi tersebut dikatakan mengalami lateralisasi, da nada gangguan
pendengaran. Bunyi akan dilateralisasikan pada sisi yang terganggu pada
tuli konduktif.
Penjelasan untuk uji weber didasarkan atas efek menutupi bising
dilator belakang. Dalam keadaan normal ada bising dilatar belakang yang
cukup berarti, yang mencapai membrane timpani dengan hantaran udara.
Ini cenderung menutupi bunyi yang dihasilkan oleh garpu tala yang
terdengar dengan hantaran tulang.
Pada telinga yang mengalami tuli konduktif, hantaran udara
berkurang dan oleh karena itu efek menutupinya juga berkurang. Jadi,
telinga yang terganggu akan mendengar dan merasa getaran garpu tala
lebih baik ketimbang telinga normal.
Pada pasien dengan tuli sensorineural unilateral, bunyi tersebut
tidak akan didengar pada sisi yang terganggu tetapi akan terdengar oleh,
atau terlokalisasi pada, telinga yang tidak terganggu.
Untuk menguji reliabiltas respons pasien, sebaiknya anda sesekali
menemukan garpu tala tersebut pada telapak tangan dan memegangnya
sejenak untuk meghentikan getarannya. Kedua tes kemudian dilakukan
sesuai dengan yang diuraikan diatas, dengan memakai garpu tala yang tidk
bergetar tadi. Ini berfungsi sebagai control yang baik.

11
Pemeriksa otoskopik
Inspeksi kanalis eksternus
Dengan hati-hati masukkanlah speculum dan periksalah kanalis
eksternus. Seharusnya tidak ada tanda-tanda kemerahan, bengkak, atau
nyeri tekan, yang menujukkan peradangan. Dinding kanalis seharusnya
bebas dari benda asing, skuama, atau secret. Jika ada benda asing
berikanlah perhatian khusus dengan memeriksa kanalis telinga sisi yang
lain, hidung, dan lubang-lubang tubuh yang mudah dicapai.
Serumen harus dibiarkan begitu saja kecuali bila mengganggu
visualisasi kanalis dan membrane timpani. Pegeluaran serumen sebaiknya
dilakukan oleh pemeriksa yang berpengalaman, karena setiap manipulasi
dapat mengakibatkan traumaatau abrasi. Jika ada secret, perhatikan dengan
cermat tempat sumbernya.

12
Inspeksi membrane timpani
Ketika speculum dimasukksan lebih jauh didalam kanal dengan
arah kebawah dan kedepan, membrane timpani dapat divisualisasikan.
Membrane timpani harus terlihat sebagai selaput utuh, translusen, abu-abu
seperti mutiara pada akhir kanal tersebut. Tangkai maleus harus terlihat di
dekat bagian tengah membaran timpani.
Dari ujung bawah tangkai tersebut, seringkali ada kerucut segitiga
terang yang dipantulkan dari pars tensa. Ini disebut reflex cahaya, yang
menuju ke anteroinferior. Pars flasida, prosesus brevis maleus, plika
anterior dan posterior harus dikenali.
Ada tidak adanya reflex cahaya tidk boleh dianggap menunjukkan
keadaan normal atau penyakit. Sensitivitas adanya reflex cahaya untuk
menujukkan penyakit adalah rendah. Membrane timpani tanpa refkeks
cahaya terapi normal sama banyaknya dengan membrane abnormal dengan
reflex cahaya.
Uraikanlah warna, keutuhan, transparasi, posisi, dan bagian-bagian
penting membrane timpani.
Dalam keadaan sehat, membrane timpani biasanya abu-abu seperti
mutiara. Dalam keadaan sakit, membrane timpani mungkin pudar menjadi
merah atau kuning. Apakah membrane timpani mengalami kongesti?
Kongesti adalah dilatasi pembuluh darah, yang membuatnya lebih tampak
nyata.
Pembuluh darah seharusnya hanya dapat dilihat disekitar bagian tepi
membrane. Bercak-bercak putih padat pada membrane timpani mungkin
disebabkan oleh timpanosklerosis.

3. Hidung (Mark H Swartz, 1995)


Pemeriksaan luar
Inspeksi hidung
Pemeriksaan luar terdiri dari inspeksi hidung untuk melihat adanya
pembengakakan, trauma atau anomaly kongenital. Apakah hidungnya

13
lurus? Apakah defiasinya melibatkan bagian atas, yang terdiri dari tulang,
atau bagian bawah yang terdiri dari tulang rawan?
Periksalah kedua lubang hidung luar. Apakah simetris?
Periksalah patensi tiap lubang hidung. Tutuplah satu lubang hidung
dengan meletakkan jari anda dengan perlahan-lahan pada lubang tersebut.
Mintalah pasien untuk untuk menarik nafas. Lubang hidung kontralateral
tidak boleh ditekan secara berlebihan.
Tiap pembengkakan atau deformitas harus dipalpasi untuk mencari
nyeri tekan dan konsistensinya.
Palpasi sinus
Palpasi didaerah sinus frontalis dan maksilaris dapat memperlihatkan
adanya nyeri tekan yang menunjukkan sinusitis.
Pemeriksaan dalam
Kunci untuk berhasilnya pemeriksaan dalam adalah posisi kepala
yang tepat. Mintalah pasien untuk mengadahkan kepalanya. Letakkan
tangan kiri anda dengan kuat pada puncak kepala pasien, dan pakailah ibu
jari kiri anda untuk megangkat ujung hidung pasien. Dengan cara ini anda
dapat mengubah posisi kepala pasien untuk melihat struktur-struktu
intranasal. Pakailah sumber cahaya untuk menerangi struktur-struktur
internal.
Periksalah posisi septum terhadap tulang rawan lateral pada tiap
sisi. Periksalah vestibulum untuk meihat adanya peradangan dan setup
anterior untuk melihat adanya deviasi atau perforasi. Warna membrane
mukosa hidung harus diperiksa.
Membrane mukosa hidung normal berwarna merah pudar dan
lembab dan mempunyai permukaan yang halus dan bersih. Muksa hidung
biasanya berwarna lebih gelap ketimbang mukosa mulut. Periksalah
kemungkinan adanya eksudat, pembengkakan, pendarahan, atau trauma.
Jika terdapat epistaksis harus dilakukan pemeriksaan area litel dengan
seksama untuk melihat adanya pelebaran pembuluh darah atau
pembentukan krusta.

14
Apakah ada pengeluaran secret? Jika ada, deskripsikan sebagai
prulen, encer dan jernih, keruh, atau berdarah. Apakah ada krusta? Apakah
ada massa atau polip?
Dengan lebih menengadahkan kepala kebelakang, periksalah
septum posterior untuk melihat adanya diviasi atau perforase. Ukuran dan
warna konka inferior harus dicatat. Kedua konka inferior jarang simetris.
Periksalah ukuran, warna, dan keadaan mukosa konka media. Apakah
terdapat polip? Kebanyakan polip ditemukan di meatus media.
Pemakaian illuminator hidung
Jika memakai illuminator hidung, pemeriksa meletakkan ibu jari
tangan kirinya pada ujung hidung paisen sementara telapak tangannya
memegang kepala. Leher pasien sedikit diekstensikan ketika ujung
speculum illuminator dimasukkan kedalam lubang hidung. Setelah
memeriksa satu lubang hidung, illuminator dimasukkan kedalam lubang
hidung lainnya.
Pemakaian speculum hidung
Jika memakai speculum hidung, alat ini dipengang dengan tangan
kiri dan spekulumnya dimasukkan kedalan lubang hidung dengn posisi
vertical (daunnya menghadap keatas dan kebawah). Speculum tidak boleh
menempel ada septum hidung. Bilahh-bilahnya dimasukkan kira-kira 1 cm
kedalam vestibulum, dan leher pasien harus sedikit diekstensikan.
Jari telunjuk kiri diletakkan pada ala nasi untuk memfiksasi bilah
atas speculum sedangkan tangan kanan pemeriksa memegang kepala
pasien.tangan kanan diapakai untuk mengubah posisi kepala agar dapat
melihat struktur dalam dengan lebih jelas. Setelah memeriksa satu lubang
hidung speculum tersebut – masih dipegang oleh tangan kiri- dimasukkan
kedalam lubang hidung lainnya.

15
Transiluminasi sinus
Jika pasien mempunyai gejala-gejala yang berkaitan dengan
masalah sinus, lakukanlah transiluminasi sinus. Pemeriksaan ini dilakukan
didalam kamar gelap, dimana sumber cahaya yang terang diletakkan
dimulut pasien pada salah satu sisi platum durum. Cahaya tersebut
dihantarkan melalui rongga sinus maksilaris dan terlihat sebagai sinar
sama-samar berbentuk sabit dibawah mata.
Kemudian periksalah sisi lainnya. Dalam keadaan normal, sinar
pada tiap sisi harus sama. Jika satu sinus mengandung cairan, berisi massa,
atau mengalami penebalan mukosa, sinarnya akan berkurang, yang
menunjukkan hilangnya air asi pada sisi tersebut. Metode alternative untuk
memeriksa sinus maksilaris adalah dengan mengarahkan lempu senter
kebawah dari bagian bawah aspek medial mata.
Pasien diminta untuk membuka mulutnya, dan sinarnya dilihat
pada palatum durum. Sinus frontalis dapat diperiksa dengan cara serupa
dengan mengarahkan lampu senter keatas dari bagian bawah aspek medial
alis mata dan mengamati sinarnya diatas mata.
Sinus etmoidalis dan sfenoidalis tidak dapat diperiksa sengan
transiluminasi. Variabilitas transiluminasi sinus dari pasien ke pasien
sangat besar sekali. Harus dimengerti bahwa bila tidak ada gejala sinus
perbedaan dalam transiluminasi ini membuat teknik ini menjadi tidak
spesifik.

D. Kelainan pada mata, telinga dan hidung


1. Mata ( Laura A Talbot, 1997)
a. Hiperopia/Hpermetropi

16
Merupakan kelainan penglihatan jarak dekat, dimana sinar yang
masuk kemata difokuskan dibelakang retina. Klien dapat melihat objek
jarak jauh, namun kesulitan melihat objek dijarak dekat.
b. Miopi
Merupakan kelainan penglihatan jarak jauh dimana sinar yang masuk
kemata difokuskan didepan retina. Klien dapat melihat objek jarak dekat
namun kesulitan melihat objek jarak jauh.
c. Presbiopi
Merupakan gangguan penglihatan dekat pada dewasa menengah dan
lansia yang diakibatkan hilangnya elastisitas lensa dan berhubungan
dengan penuaan.
d. Retinopati
Merupakan kelainan non-radang akibat perubahan pembuluh darah
retina, merupakan penyebab utama kebutaan.

e. Strabismus
Merupakan kondisi (kongenital) dimana kedua mata tidak berfokus
pada satu objek secara simultan; mata tampak juling. Gangguan otot
ekstraokular atau sarafnya menyebabkan strabismus.

f. Katarak
Adalah peningkatan kekeruhan lensa yang menghalangi sinar
memasuki mata. Katarak dapat timbul perlahan dan progresif setelah usia
35 atau mendadak setelah trauma. Katarak merupakan salah satu kelainan
yang paling sering ditemukan. Kebanyakan lansia (65 tahun keatas)
mengalami gangguan penglihatan akibat katarak.

17
g. Glaucoma
Merupakan kerusakan struktur intraocular akibat peningkatan tekanan
intraocular. Hambatan aliran keluar aqueous humor menyebabbabkan hal
ini. Tanpa terapi, penyakit ini dapat menyebabkan kebutaan.

h. Degenerasi macula
Terdapat gangguan penglihatan sentral yang sering terjadi mendadak
akibat degerasi progresif macula. Ini merupakan gangguan visual yang
paling sering pada indivdu di atas usia 50 tahun dan penyebab utama
kebutaan pada lansia. Belum ditemukan terapi untuk penyakit ini.

18
2. Telinga (Laura A Talbot, 1997)
a. Radang telinga (otitis media)
Penyakit ini disebabkan karena virus atau bakteri. Gejalanya sakit
pada telinga, demam, dan pendengaran berkurang. Telinga akan
mengeluarkan nanah.

b. Labirinitis
Labirinitis merupakan gangguan pada labirin dalam telinga. Penyakit
ini disebabkan oleh infeksi, gegar otak, dan alergi. Gejalanya antara lain
telinga berdengung, mual, muntah, vertigo, dan berkurang pendengaran.

c. Tuli
Tuli atau tuna rungu ialah kehilangan kemampuan untuk dapat
mendengar. Tuli dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tuli konduktif
dan tuli saraf. Tuli konduktif terjadi disebabkan oleh menumpuknya
kotoran telinga di saluran pendengaran, sehingga mengganggu transmisi
suara ke koklea. Tuli saraf terjadi bila terdapat kerusakan saraf
pendengaran atau kerusakan pada koklea khususnya pada organ korti.
d. Othematoma
Pada beberapa kasus kelainan pada telinga terjadi kelainan yang
disebut othematoma atau popular dengan sebutan “telinga bunga kol”,
suatu kondisi dimana terjadi gangguan pada tulang rawan telinga yang
dibarengi dengan pendarahan internal serta pertumbuhan jaringan telinga

19
yang berlebihan (sehingga telinga tampak berumbai laksana bunga kol).
Kelainan ini diakibatkan oleh hilangnya aurikel dank anal auditori sejak
lahir.

e. Penyumbatan
Kotoran telinga (serumen) bias menyumbat saluran telinga dan
menyebabkan gatal-gatal, nyeri serta tuli yang bersifat sementara. Dokter
akan membuang serumen dengan cara menyemburnya secara perlahan
dengan menggunakan air hangat (irigasi). Tetapi jika dari telinga keluar
nanah, terjadi perfarosi gendang telinga atau terdapat infeksi telinga yang
berulang, maka tidak dilakukan irigasi.
Jika terdapat perforasi gendang telinga, air bias masuk ke telinga
tengah dan kemungkinan akan mempeburuk infeksi. Pada keadaan ini
serumen dibuang dengan menggnakan alat yang tumpul atau dengan alat
penghisap. Biasanya tidak digunakan pelarut serumen karena bias
menimbulkan iritasi atau reaksi alergi pada kulit saluran telinga dan tidak
mampu melarutkan serumen secara adekuat.
f. Perikondritis
Perikondritis adalah suatu infeksi pada tulang rawan (kartilago)
telinga luar. Perikondritis biasa terjadi akibat cedera, gigitan serangga,
pemecahan bisul dengan sengaja. Nanah akan terkumpul diantara kartilago
dan lapisan jaringan ikat disekitarnya (perikondrium).
Kadang nanah menyebabkan terputusnya aliran darah ke kartilago,
menyebabkan kerusakan pada kartilago dan pada akhirnya menyebabkan
kelainan bentuk telinga. Meskipun bersifat merusak dan menahun, tetapi
perikondritis cenderung hanya menyebabkan gejala-gejala yang ringan.
Untuk membuang nanahnya, dibuat sayatan sehingga darah bias kembali

20
mengalir ke kartilago. Untuk infeksi yang lebh ringan diberkan antibiotic
per oral, sedangkan untuk infeksi yang lebih bert diberikan dalam bentuk
suntikan. Pemilihan anti biotik berdasarkan beratnya infeksi dan bakteri
penyebabnya. (medicasture) ada banyak lagi gangguan yang terjadi pada
alat pendengaran kita ini, misalnya tumor, cedera, eksim, otitis dan lain-
lain

3. Hidung (Laura A Talbot, 1997)


a. Salesma atau Cold dan flu
Penyakit yang satu ini adalah sebuah kelainan pada hidung dimana
kondisi hidung terinfeksi oleh virus. Biasaya ketika penyakit ini
menyerang, ia akan menyebabkan batu, pilek, sakit didaerah sekitar leher,
terkadang juga muncul seperi gejala demam atau panas tubuh yang
meningkat, atau juga sakit di persendian yang disertai rasa pusing. Gejala
itu muncul jika orang dewasa yang terkena penyakit tersebut. Akan tetapi,
ketika anak kecil yang terkena penyakit tersebut, biasanya disertai dengan
gejala mencret ringan.
b. Rhinitis Allergica
Mungkin bagi sebagian orang awam yang mendengar penyakit ini
akan asing dan tidak tahu. Rhinitis alllergica sendiri adalah penyakit
hidung dimana terjadi peradangan hidung akibat alergi. Hal ini biasanya
disebabkan oleh masuknya hal-hal asing kedalam saluran tenggorokan
yang kemudian hidung secara otomotis merespon itu dan terjadilah
peradangan pada hidung karena alergi ini.
c. Penyakit sinusistis

21
Penyakit sinusistis adalah penyakit yang terjadi pada hidung berupa
peradangan pada bagian sinus. Sinus sendiri terletak pada rongga-rongga
tulang yang berhubungan dengan hidung.
d. Polip Hidung
Merupakan salah satu kelainan pada hidung yakni berupa tumor kecil
yang terdapat pada hudung. Ini merupakan tumor jinak yang terletak di
hidung anda tumor ini perlu anda waspadai meskipun statusnya jinak, akan
tetapi tumor ini bias menjadi tumor ganas seperti layaknya kanker. Polip
ini merupakan suatu massa patologis yang terdapat pada rongga sinus
hidung yang licin dan lunak. Warna dari polip ini putih ke abu-abuan dan
mengkilap.
e. Hidung tersumbat dan pilek
Hidung tersumbat atau pilek ini menjadi salah satu penyebab dari
salesma itu sendiri. Biasanya, ketika penyakit ini diderita oleh anak kecil,
banyaknya lender dalam hidung bias berakibat infeksi pada telinga.
Sementara bagi orang tua yang terkena penyakit ini lender yang berlebihan
itu bisa mengakibatkan sinus atau peradagan dan berlangsung lama dalam
rongga tulang yang memiliki hubungan dengan hidung.
f. Deviated Septum
Kelainan berikut ini yang dialami oleh hidung adalah deviated
septum. Biasanya hidung yang memiliki dua rongga untuk bernafas ini
ukuran rongganya sama. Akan tetapi, dalam beberapa kasus abnormal,
ukuran rongga pada hidung ketika kasus ini terjadi tapi masih dalam paraf
ringan maka tidak akan membahayakan. Akan tetapi, pada beberapa kasus,
deviated septum terjadi dengan paraf yang cukup membahayakan diaman
satu-satunya cara untuk mengobatinya hanyalah dengan operasi.

g. Anosmia
Anosmia merupakan salah satu kelainan pada hidung. Dalam hal ini
anosmia merupakan kelainan yang berhubungan dengan indra penciuman.
Yang dimaksud dengan anosmia adalah keadaan dimana sang penderita
tidak dapat mencium bau sama sekali. Penyakit ini biasanya disebabkan
oleh kecelakaan, gangguan saluran hidung, atau tumor sulkus olfaktorius.
h. Dinosmia
Penyakit dinosmia ini keadaan dimana sang penderita merasa selalu
mencium bau yang tidak sedap. Hal ini terjadi karena terdapat kelainan

22
dala rongga hidung, infeksi pada sinus, dan kerusakan parsial pada saraf
olfaktorius. Cara untuk menyembuhkan penyakit ini adalah dengan
membawanya ke dokter ahli THT dan mengkonsultasikannya.

2.2 Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada gigi, mulut, dan leher
A. Prinsip-prinsip fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk memperoleh informasi mengenai
status kesehatan pasien. Tujuan definitnya adalah untuk mengidentifikasi
status “normal” dan kemudian mengetahui adanya kelaianan dari keadaan
normal tersebut dengan memvalidasi keadaan dan keluhan dari gejala pasien.
Metode pemeriksaan fisik yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi. (Mark H
Swartz 1995)

B. Riwayat kesehatan
Tujuan utama interaksi dengan klien adalah mengetahui kekhawatiran
mereka dan membantu mencari pemecahannya. Perhatikan dengan teliti
kekhawatiran klien. Pandu wawancara dan dan pemriksaan sehingga anda
memperoleh gambaran yang jelas mengenai kondisi klien. Hal ini
membutuhkan kesabaran. (Mark H Swartz 1995)
Untuk dapat melakukannya dengan baik, harus diperhatikan
beberapa prinsip. Wawancara akan membentuk rasa kemitraan bersama klien.
Fokuskan wawancara terhadap klien, bukan terhadap penyakit. Pastikan
bahwa perasaan anda tidak akan membahayakan hubungan dengan klie. (Mark
H Swartz 1995)

C. Teknik pemeriksaan fisik


1. Gigi ( Mark H Swartz, 1995)
Inspeksi gusi
Gusi diperiksa. Apakah gusi membengkak? Apakah ada tanda-tanda
perdarahan gusi? Apakah ada perubahan warna abnormal? Hipertrofi gusi
lazim dijumpai pada pasien yang mendapat fenitoin (Dilantin), suatu obat
anti-epilepsi. Penyebab penting lainnya untuk hipertrofi gusi adalah
leukemia.
Inspeksi gigi
Orang dewasa mempunya 32 gigi pada dentisi penuh. Gigi harus
diperiksa untuk melihat adanya karies dan maloklusi. Apakah ada

23
perubahan warna pada gigi? Apakah ada gigi yang tanggal? Apakah
napasnya berbau busuk? Inspeksi gigi seringkali memberikan wawasan
mengenai sikap pasien terhadap hygiene umum.

2. Mulut (Mark H Swartz, 1995)


Inseksi bibir
Warna bibir harus diperhatikan. Apakah ada sianosis? Apakah ada lesi
pada bibir? Jika ada lesi, palpasi yang cermat harus dilakukan untuk
menentukan tekstur dan konsistensi lesi tersebut.
Inspeksi mukosa pipi
Pasien harus diminta untuk membuka mulutnya lebar-lebar. Mulut
harus disinari degan sumber cahaya. Periksalah mukosa pipi untuk melihat
lesi atau perubahan warna, dan rongga pipi diperiksa untuk melihat tanda-
tanda asimetri atau daerah injeksi (pembuluh darah yang berdilatasi,
biasanya menunjukkan peradangan). Mukosa pipi, gigi dan gusi mudah
diperiksa dengan spatula lidah untuk mendorong pipi menjauhi gusi.
Inspeksi dasar mulut
Dasar mulut diperiksa dengan memint pasien mengangkat lidahnya
katap mulut. Apakah ada edema pada dasar mulut? Muara kelenjar
submandibular, duktus Wharton, harus diperiksa.

3. Leher (Mark H Swartz, 1995)


Inspeksi
Periksa leher terhadap kemungkinan asimetri. Minta pasien
menjulurka lehernya. Cari adanya luka parut, asimetri atau massa. Tiroid
normal hampir tidak tampak. Persilahkan paisen untuk menelen sambil
mengamati gerak naik teroid. Pembesaran tiroid secara difusi seringkali
menyebabkan pembesaran leher secara merata.
Palpasi
Palpasi kelenjar tiroid
Terdapat dua cara palpasi kelenjar tiroid. Cara anterior dilakukan
dengan pasien dan pemeriksa duduk berhadapan. Dengan memfleksi leher
pasien atau memutar dagu sedikit kekanan, pemeriksa dapat merelaksasi
muskulus sternokleidomastoideus pada sisi itu, sehingga memudahkan
pemeriksaan.
Tangan kanan pemariksa menggeser laring kekanan dan, selama
menelan, lobus tiroid kanan yang tergeser dipalpasi dengan ibu jari dan

24
jari telunjuk tangan kiri. Setelah memeriksa lobus kanan, laring digeser
kekiri dan lobus kiri dievaluasi melalui cara serupa dengan tangan sebelah.
Kemudian, periksa harus berdiri dibelakang pasien untuk meraba
tiroid melalui cara posterior. Pada cara posterior ini pemeriksa meletakkan
kedua tangannya pada leher pasien, yang posisi lehernya sakit ekstensi.
Pemeriksa memakai tangan kirinya mendorong trakea kekanan. Pasien
diminta menelan sementara tangan kanan pemeriksa meraba tulang rawan
tiroid.
Saat pasien menelan, tangan kanan pemeriksa meraba kelenjar tiroid
berlatar belakang muskulus sternocleidomastoideus. Pasien diminta sekali
lagi untuk mengulang sat trake terdorong ke kiri, dan pasien meraba
kelenjar tiroid muskulus sternocleidomastoideus kiri dengan tangan kiri.
Segelas air akan memudahkan pasien untuk menelan. Meskipun kedua
cara palpasi itu dikerjakan pemeriksa jarang dapat meraba kelenjar tiroid
dalam keadaan normal.
Konsistensi kelenjar harus dinilai. Kelenjar tiroid normal mempunyai
konsistensi mirip jaringan otot. Keadaan padat keras terdapat pada kanker
atau luka parut. Lunak, atau mirip spons sering dijumpai pada goiter
toksika, nyeri tekan pada kelenjar tiroid terdapat pada infeksi akut atau
perdarahan ke dalam kelenjar.
Jika tiroid membesar harus pula dilakukan auskultasi. Bagian corong
stetoskop diletakkan di atas lobus tiroid untuk mendengar adanya bruit
(bising yang terdengar bila terjadi percepatan aliran dalam pemburuh).
Terdapaynta bruit tiroid sistolik atau to-and-fro, terutama jika terdengar di
atas polus superior menunjukkan adanya aliran daranh abnormal beasar
dan sangan mungkin terdapat ada goiter toksika.
Palpasi adanya kelenjar supraklavikularis
Palpasi adanya kelenjar supraklavikularis mengakhiri pemeriksaan
kepala dan leher. Pemeriksa berdiri dibelakang pasien dan meletakkan jari-
jarinya ke dalam fosa supraklavikularis medialis, dibawah klavikula dan
disamping muskulus sternokleidomastoideus. Pasien diminta menarik
napas yang dalam sewaktu pemeriksa menekan ke dalam dan di belakang
klavikula. Setiap kelenjar supraklavikularis yang membesar akan teraba
sewaktu pasien menarik napas.

25
D. Kelainan pada gigi mulut dan leher
1. Gigi (John W Burnside, 1995)
a. Supernumerary Teeth
Supernumemary teeth adalah gigi yang berkembang melebihi jumlah
normal, dan gigi gigi yang berkembang tersebut dapat normal secara
morfologis, atau abnormal. Supernumerary teeth yang terletak diantara
insisivus sentral maksila disebut mesiodens. Supernumemary teeth yang
terletak pada premolar disebut peridens, dan yang terletak pada area
molar disebut distodens.
Supernumemary teeth merupakan keabnormalan yang terjadi pada
tahap inisiasi, dan factor etiloginya adalah herediter.

b. Kehilangan gigi
Tampilan dari kehilangan gigi dapat bervariasi, dari tidak adanya
beberapa gigi (hypodontia), tidak adanya sejumlah gigi (obligodontia),
dan kegagalan seluruh gigi untuk berkembang (anodontia).
Kehilangan gigi ini merupakan keabnormalan yang terjadi pada tahap
inisiasi, dan factor etiologinya adalah herediter, disfungsi endokrin,
penyakit sistemetik, atau terpapar radiasi secara berlebihan.
c. Macrodontia
Pada macrodontia, ukiran gigi lebih besar daripada ukuran normal.
Micodontia jarang mengenai keseluruhan gigi biasanya microdontia
mengenai satu gigi, kontra lateral atau mengenai sekelompok gigi.
Makrodontia merupakan keabnormalan yang terjadi pada bud stage, dan
factor etiologinya adalah herediter pada bentuk lokalisata, dan disfungsi
endokrin pada bentuk keseluruhan gigi yang terlibat.

26
d. Microdontia
Pada microdontia, ukuran gigi lebih kecil dibandigkn ukuran normal.
Seperti halnya macrodontia, microdontia dapat melibatkan semua gigi
atau terbatas pada satu gigi atau sekelompok gigi. Biasanya gigi insisifus
lateral dan molar ketiga ukuran yang lebih kecil. Gigi yang
supernumamaru dapat juga mengalami microdontia.
Microdontia merupakan keabnormalan yang terjadi pada bud stage,
dan faktor etiologinya adalah herediter pada bentuk lokalisata, dan
disfungsi endokrin pada bentuk keseluruhan gigi yang terlibat.

e. Transposisi
Transposisi merupakan kondisi dimana dua gigi yang bersebelahan
telah berganti posisi pada lengkung gigi. Gigi yang paling sering
mengalami transposisi adalah gigi caninus permanen dan gigi dan gigi
premolar pertama permanen. Belum dilaporkan adanya transposisi pada
gigi desidui.

f. Fusion
Fusi gigi merupakan hasil dari penggabungan dua benih gigi yang
sedang berkembang. Fusi merupakan keabnormalan pada gigi yang

27
terjadi pada cap satage. Beberapa peneliti mengatakan bahwa fusi
merupakan hasil ketika dua benih gigi berkembang sangat dekat dan
ketika mereka tumbuh, mereka akan berkontak dan berfusi sebelum
klasivikasi. Penelitian lain mengatakan bahwa tekanan yang dihasilkan
selama perkembangan menyebabkan kontak dari dua bud yang
besebelahan.
g. Concrescence
Concrescence terjadi ketika akar dari dua atau lebih gigi baik gigi
permanen maupun gigi desidui berfusi pada sementum. Jika kondisi ini
terjadi selama pekembangan sering disebut sebagai true concrescence.
Jika kondisi ini terjadi kemudian disebut acquired concrescence.
Concrescence merupakan keabnormalan gigi yang terjadi pada tahap
aposisi dan maturasi, dan factor etiologinya adalah injuri traumatic atau
gigi yang crowded.

2. Mulut (John W Burnside, 1995)


a. Bau mulut
Penyakit yang sebenarnya sering kita jumpai dan sering kali
diaggap remeh ialah bau mulut. Bau mulut yang dimiliki seseorang sering
kali menunjukkan kondisi kesehatan mulutnya secara umum. Misalnya
bau mulut dapat disebabkan karena adanya masalah di dalam mulut
seperti: gigi atau gusi yang kurang bersih, sariawan, luka pada mulut,
infeksi, konsumsi makanan tertentu yang menimbulkan bau ketika belum
dibersihkan dan gigi palsu yang tidak terawat.
b. Sariawan
Penyakit sariawan dianggap remeh oleh sebagian orang, bahkan
ketika seseorang terserang sariawan mereka tidak akan segera
mengobatinya karena dianggap remeh. Penyakit ini dapat menyerang
bayi, anak-anak sampai orang-orang dewasa sekalipun. Sariawan timbul
dengan sebab yang beragam. Penyebab sariawan ada yang dipicu oleh
benturan/gesekan diluar maupun dalam mulut sehingga menimbulkan
luka, ada pula sariawan yang timbul disebabkan oleh jamur maupun
bakteri.
c. Radang mulut
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi jamur. Beberapa seseorang
diserang penykit ini ialah lidah yang berwarna pucat dan terdapat bercak

28
kuning keputihan yang biasa dikeruk dengan mudah. Rasa perih dari
bercak tersebut biasanya akan diderita oleh pasien jika terkena makanan
atau saat menyikat gigi.
d. Glossitis
Dari beberapa Janis penyakit mulut, penyakit yang satu ini
mungkin terbilang asing. Penyakit yang punya nama glossitis ini dapat
membuat lidah penderita terasa sakit karena adanya rekahan. Kondisi ini
terjadi akibat jaringan pelindung dipermukaan lidah tidak terbentuk
secara sempurna. Biasanya disebabkan oleh tubuh kita dari dalam, bukan
karena adanya kontak fisik. Misalnya, disebabkan oleh tubuh yang sedang
mengalami anemia atau sedang kekurangan vitamin tertentu.
e.Luka busuk
Pemicu dari penyakit yang satu ini ialah termasuk hipersensitivitas
infeksi hormone stress dan tidak mendapatkan beberpa vitamin yang
cukup. Luka busuk juga disebut borok aphthous, sariawan yang biasa
muncul dilidah, pipi, bahkan gusi anda dan menjadi parah atau bisa
dikatakan membusuk. Kita tahu bahwa luka luar saja yang berada
dibagian tubuh kita yang kering yang terkena angina/udara, bisa
menimbulkan bau jika membusuk.
Maka, apalagi luka yang berada pada bagian tubuh kita yang basah
dan jarang terkena udara maka penyakit ini selain membuat anda tidak
nyaman, tetapi juga sangat mampu menimbulkan bau mulut. Keadaan
mulut yang kurag bersih, juga dapat memperparah keadaannya.
f. Infeksi virus herpes simpleks
Penyakit ini memiliki gejala adanya titik berwarna kuning pucat
dilidah, selain itu suhu badan juga tinggi hingga dapat mencapai 38
derajat celcius atau lebih, terkadang muncul rasa nyeri hingga perih
disekitar bibir, diawali dengan lepuhan yang sangat sakit. Jika anda
memiliki daya tahan tubuh yang kuat, gejala ini akan hilang dalam
beberapa hari. Namun jika sebaliknya keadaan ini bisa saja semakin
parah. Maka penanganan dokter sangat diperlukan.

3. Leher (John W Burnside, 1995)


a. TBC
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium yubel culosis
ini ternyata juga menyerang bagian lain selain paru-paru. Si bakteri jahat

29
ini mampu menyerang kelenjar, salah satunya adalah kelenjar getah
bening. Penyakit ini diawali dengan demam berkepanjangan, batuk lama,
nafsu menurun, serta benjolan dileher, ketiak dan paha. Hanya saja yang
sering ditemukan adalah benjolan dileher. Benjolan tersebut terlihat
mengelompok. Selain itu, benjolan dapat sewaktu-waktu dapat pecah dan
mengeluarkn cairan seperti nanah.
b. Gangguan kelenjar getah bening
Gangguan kelenjar getah bening dapat disebabkan oleh adanya
infeksi pada kulit kepala, sinus, amandel, tenggorokan, gusi, gigi, maupun
kelenjar ludah. Infeksi tersebut biasanya disebabkan oleh virus dan
bakteri. Pembesaran kelenjar getah bening dalam jangka waktu yang
cepat juga dapat disebabkan oleh adanya sel kanker.
c. Struma
Benjolan dileher juga dapat disebabkan karena adanya pembesaran
kelenjar gondok atau kelenjar tyroid. Penyakit ini disebut struma. Struma
dapat disebabkan oleh auto imun, infeksi THT, tinggi dan rendahnya
hormone yang dilepas oleh kelenjar ini. Biasanya pembesaran yang
disebabkan ketidakseimbangan hormone dapat mengecil dengan
sendirinya, saat hormone itu jumlahya kembali normal.
Selain itu struma juga dapat disebabkan oleh adanya sel-sel yang
pertumbuhannya abnormal. Bila sel itu adalah tumor ganas biasanya
benjolan malah cepat membesar sehingga harus segera diangkat.
d. Infeksi kulit kepala
Sebuah benjolan kecil dileher juga dapat muncul karena adanya kulit
kepala yang terinfeksi. Kondisi ini menjadi gatal dan terasa sakit. Nanah
yang terbentuk dapat menyebbkan peradangan. Benjolan ini biasanya
tidak berbahaya dan akan hilnang dengan sendirinya dengan obat oles.
e. Radang amandel
Radang amandel yang disertai pembengkakan dapat menyebabkan
benjolan pada leher. Penderita biasanya akan mengalami demam, rasa
sakit saat menelan dan batuk. Penyakit ini paling sering menyerang anak-
anak sebelum mengalami puber penyakit yang sering disebut dengan
tonsillitis ini dapat disembuhkan dengan meminum antibiotic.

2.3 Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada dada, jantung, dan paru-paru
A. Prinsip-prinsip pemeriksaan fisik

30
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk memperoleh informasi mengenai
status kesehatan pasien. Tujuan definitnya adalah untuk mengidentifikasi
status “normal” dan kemudian mengetahui adanya kelaianan dari keadaan
normal tersebut dengan memvalidasi keadaan dan keluhan dari gejala pasien.
Metode pemeriksaan fisik yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi. (Mark H
Swartz 1995)

B. Riwayat kesehatan
Tujuan utama interaksi dengan klien adalah mengetahui kekhawatiran
mereka dan membantu mencari pemecahannya. Perhatikan dengan teliti
kekhawatiran klien. Pandu wawancara dan dan pemriksaan sehingga anda
memperoleh gambaran yang jelas mengenai kondisi klien. Hal ini
membutuhkan kesabaran. (Mark H Swartz 1995)
Untuk dapat melakukannya dengan baik, harus diperhatikan beberapa
prinsip. Wawancara akan membentuk rasa kemitraan bersama klien. Fokuskan
wawancara terhadap klien, bukan terhadap penyakit. Pastikan bahwa perasaan
anda tidak akan membahayakan hubungan dengan klien. (Mark H Swartz
1995)

C. Tehnik pemeriksaan fisik


1. Dada (Potter Perry, 2009)
Inspeksi sikap tubuh pasien
Pasien dengan obstruksi saluran pernafasan cenderung memilih posisi dimana
mereka dapat menyokong lengan mereka dan memfiksasi otot-otot bahu dan
leher untuk mebantu respirasi. Suatu teknik yang lazim dipakai pasien dengan
obstruksi bronkus adalah memegang sisi-sisi tempat tidur dan memakai muskulus
latisimus dorsi untuk membantu mengatasi meningkatnya tahanan terhadap aliran
keluar selama ekspirasi. Pasien dengan ortopneu duduk atau berbaring diatas
beberapa buah bantal.
Inspeksi leher
Apakah pernafasan pasien dibantu oleh kerja otot-otot tambahan?pemakaian
ootot-otot tambahan merupakan salah satu tanda paling dini adanya obstruksi
saluran pernafasan. Pada distress pernafasan, muskulus klapezius dan
stemokleidomastoideus berkontraksi selama inspirasi . Otot-otot tambahan

31
membantu dalam ventilasi, karena mereka mengangkat klafikula da dada anterior
untuk meningkatkan volume paru-paru dan memperbesar tekanan negative
didalam toraks. Ini menyebabkan retraksi fosa supraklafikular dan otot-otot
intercostal. Gerakan ke atas klafikula lebih dari 5 mm selama pernafasan
berkaitan dengan penyakit obstruktif paru-paru yang berat.(Anderson dkk, 1980).
Inspeksi Konfigurasi Dada
Berbagai macam keadaan dapat mengganggu ventilasi yang memadai, dan
konfigurasi dada mungkin menunjukkan penyakit paru. Peningkatan diameter
anteroposterior(APE) dijumpai pada COPD tingkat lanjut. Diameter APE
cenderung mendekati diameter lateral, sehingga terbentuk dada berbentuk tong.
Iga-iga kehilangan sudut 45 ͦ dan menjadi lebih horizontal.
Suatu flail chest adalah konfigurasi dada dimana satu sisi dada bergerak secara
paradopsal kedalam selama inspirasi. Keadaan ini dijumpai pada fraktur iga
multipal. Kifoskoliosis adalah deformitas tulang punggung dimana terdapat
lengkungan tulang punggung abnormal AP dan lateral sehingga pengembanga
dada dan paru-paru menjadi sangat terbatas.
Pectus excavatum atau dada corong adalah cekungan pada sternum, akan
menimbulkan masalah lestriktif pada paru-paru hanya jika cekunganya jelas.
Pectus carinatum, atau dada burung merpati adalah suatu deformitas yang lazim
ditemukan, tetapi tidak menggangu ventilasi.
Palpasi Untuk Nyeri Tekan
Semua daerah dada harus diperiksa untuk mengetahui adanya daerah-daerah
nyeri tekan. Pukul perlahan pungung pasien dengan kepalan tangan anda.
Keluhan”nyeri dada” mungkin hanya berkaitan dengan penyakit muskoluskeletal
setempat dan tidak berkaitan dengan penyakit jantung atau paru-paru berlakulah
dengan sangat cermat dalam memeriksa daerah nyeri tekan di dada.
Tehnik Perkusi
Perkusi dada memakai jari tengah tangan kiri yang diletakkan dengan kuat
pada dinding dada sejajar dengan iga pada sela iga dengan telapak tangan dan jari
lain tidak menyentuh dada tersebut. Ujung jari tengah dada kanan mengetuk
dengan cepat dan tajam pada fang terminal jari kiri yang berada di atas dinding
dada. Gerakan jari terbentuk harus berasal daei pergelanagan tangan, bukan dari
siku. Pemain tenis meja memakai gerakan ini, sebagai mana pemain tenis

32
lapangan harus memusatkan perhatiannya dengan menggunakan gerakan
pergelangan tangan.
Memeriksa Gerakan Diafragma
Perkusi dipakai pula untuk mendeteksi gerakan diafragma. Pasien diminta
untuk menarik nafas dalam dan menahannya. Perkusi pada basis paru-paru kanan
menentukan daerah sonor terendah, yang mencerminkan batas diafragma
terendah.
Dibawah batas ini ada redup hati. Pasien kemudian disuruh untuk
mengeluarkan nafas sebanyak mungkin dan perkusinya dikurangi. Pada ekspirasi
paru-paru akan mengcil hati akan bergerak ke atas, dan daerah yang sama akan
menjadi redup.
Batas peka telah bergerak ke atas. Perbedaan batas dalam waktu inspirasi
dengan batas pada ekspirasi merupakan geakan dafragma biasanya sebesar 4-5
cm. Pasien dengan kelumpuhan nervus fremikus tidak mempunyai gerakan
diafragma.
Tehnik Auskultasi
Auskultasi adalah tehnik mendengarkan bunyi yang didengarkan didalam
tubuh. Auskultasi dada dipakai untuk mengenali bunyi paru-paru. Stetoskop
biasanya mempunyai 2 kepala bel dan diafragma. Bel dipakai untuk mendeteksi
bunyi dengan tinggi nada redah, sedangkan diaphragma lebih baik untuk
mendeteksi bunyi dengan tinggi nada lebih tinggi.
Bel harus ditempelkan dengan longgar pada kulit jika ia ditekan terlalu kuat,
kulit akan berlaku sebagai diafragma dan bunyi tinggi nada rendah akan tersaring.
Sebaliknya diafragma ditempelkan dengan sangat kuat dikulit. Pada orang yang
sangat kakhetktik, bel mungin lebh berguna karena pemakaian diafragma lebih
sulit pada pasien-pasien ini disebabkan menonjolnya iga-iga mereka.

2. Jantung (Potter Perry, 2009)


Inspeksi Konfigurasi Dada
Inspeksi dada sering kali mengunggkapkan informasi mengenai jantung.
Kerena dada dan jantug berkembang pada waktu yang hampir bersamaan selama
embrio genesis, tidak mengherankan jika segala sesuatu yang mengganggu
pekembangan dada dapat mengganggu perkembangan jantung pula. Pectus

33
excavatum atau dada cekung kedalam, dijumpai pada sindrom marfan dan pada
prolapse katub mitral. Pectus carinatum atau dada burung merpati juga berkaitan
dengan sindrom marfan.
Inspeksi ekstremitas
Sebagaian kelainan kongenital jantung berkaitan degan kelainan ekstremitas.
Pasiean dengan efek septum atrium mungkin mempunyai falang ekstra, jari
tangan ekstra atau jari kaki ekstra. Jari tangan yang panjang dan kurus mengarah
kepada sindrom marfan da kemungkinan regurgitasi aorta.

Palpasi Arteri Karotis


Periksalah denyut arteri karotis dengan berdiri disisi kanan pasien, dengan
pasien dengan posisi terlentang. Letakkanlah jari telunjuk dan jari tengah anda
pada kartilago tiroid dan geserkanlah kearah lateral diantara trakea dan muskulus
strernokleidomastoideus. Anda harus dapat meraba denyut karotis tepat disebelah
medial muskulus strernokleidomastoideus.
Palpasi harus dilakukan pada bagian bawah leher untuk menghindari
penekanan pada sius karotis, yang akan menyebabkan reflek penurunan darah
dan denyut jantung. Tiap arteri karotis diperiksa secara tersendiri. Jangan
menekan kedua karotis pada saat yang sama, setela memeriksa karotis kanan,
berdirilah dengan posisi yang sama dan letakkan jari-jari yang sama pada trakea
dan geserkanlah ke kiri untuk meraba arteri karotis sinistra.
Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengevaluasi inpuls apical,gerakan ventrikel kanan,
arteri pulmonalis, dan ventrikel kiri. Ada tidaknya trill(gerakan kulit berfrekuensi
rendah yang berkaitan dengan bisng jantung yang kuat) juga ditetukan dengan
palpasi. Inpul apical , titik inpul maksimum(PMI) melukiskna gerakan keluar
apeks jantung ketika berotasi bawah berlawanan arah dengan jarum jam, ketika
dilihat dari bawah memukul dinding dada anterior selama kontraksi isovlumetrik.
Palpasi Titik Inpul Maksimum
Pemeriksa harus berdiri disisi kanan pasien, degan tinggi tempat tidur
disesuaikan dengan kenyamanan pemeriksa. Palpasi titik inpul maksimum paling
mudah dilakukan dengan pasien dalam posisi duduk. Hanya ujung-ujung jari
yang diletakkan didada pada sela iga ke 5, garis midklafikular, karena ujug jari
paling sensitive untuk menilai gerakan setempat.

34
Titik inpul maksimul harus dicatat. Jika inpul tidak teraba, pemeriksa harus
menggerakkan ujung jari tangannya di daerah apeks jantung. Titik inpul
maksimum biasanya daa jarak 10 cm dari garing midstrernal dan diameternya
tidak lebih dari 2-3 cm. titik inpul maksimum yang pindah ke lateral atau teraba
daam selam 2 iga selama fase respirasi yang sama mengarah kepada
kardiomegalin.

Palpasi Gerakan Setempat


Sekarang pasian disuruh berbaring sehingga palpasi daerah keempat jantung
utama dapat dilakukan pemeriksa memakai ujung-ujung jari untuk memeriksa
adanya gerakan setempat. Adanya inpul sistolik disela iga kedua sebelah kiri
strernum mengarah kepada hipertensi pulmonal. Inpul ini disebabkan oleh
penutupan katup pulmonal dengan tekanan yang meningkat. Adanya inpul ini
mengarah kepada dilatasi artei pulmonal, tetapi hal ini dapat teraba pula pada
orang tanpa hipertensi pulmonol.
Palpasi Gerakan Umum
Setelah mempalpasi dada dengan ujung jari, pemeriksa memakai bagian
proksimal tangannya untuk meraba adanya gerakan keluar yang terus menerus
pada suatu daerah yang luas, yang disebut heave atau lift. Pemeriksa kembali
mempalpasi masing-masing dari empat daerah jantung utama. Adanya RV rock
yaitu inpul para strernal kiri yang terus menerus yang disertai dengan rertraksi
lateral mengarah kepada ventreikal kana yang besar.
Palpasi Thrill
Thrill adalah sensai getaran super visial yang teraba pada kulit diatas dareah
turbelensi. Adanya thrill menunjukkan bising(mur-mur) yang kuat. Thrill paling
baik diraba dengan memakai kepala tulang metacarpal bukannya dengan ujung
jari dan ditekankan dengan sangat ringan pada kulit. Jika memakai tekanan yang
terlalu besar thrill tidak akan dapat diraba.
Palpasi thrill biasanya kurang oenting karena auskultasi akan memperihatkan
adanya bising yang kuat yang menibulkan thrill tersebut. Oleh Karena itu
penemuan thrill hanya menambah inforamasi sedikit untuk diagnosis, tetapi ini
merupakan suatu tanda fisik yang menarik memuat pemeriksa mejadi waspada
akan apa yang akan didengar.
Perkusi
Perkusi dibatas-batas jantung

35
Tehnik perkusi telah diuraikan dalam bab terdaulu. Perkusi diletakkan pada
sela iga ke tiga, ke empat dan kelima dari garis absilaris anterior kiri ke garing
aksilaris anterior kanan. Biasaya ada perbahan nada perkusi dari sonor ke redup
kira-kira 6 cm disebelah latera kiri srernum.
Redup ini disebabkan karena adanya jantung. Kebanyakan klinikus merasakan
bahwa perkusi untuk memperkirakan ukuran jantung hanya sedikit membantu,
karena sensitifitas tehik ini rendah. Pada beberapa keadaan klinis perkusi mugkin
berguna. Ini mencangkup dekstrocardia dan tensionpneumotoraks dada kiri. Pada
keadaan-keadaan ini dapat diredupkan pada sisi kanan srernum.
Auskultasi
Auskultasi daerah-daerah jantung
Pemeriksa harus berada pada sisi kanan pasien sementara pasien berbaring
terlentang jika tidak pada ketinggian yang tepat, tepat tidur harus disesuaikan
sehingga pemeriksa berada dalam posisi yang nyaman. Pemeriksa harus
mendengarkan didaerah aorta, pulmonal, tricuspid dan midtral. Tetapi pemeriksa
tidak boleh membatasi auskultasinya pada daerah-daerah ini saja.
Pemeriksa seharusnya mulai pada salah satu daerah dan menggerakkan
stetoskopnya sedikit demi sedikit dari satu daerah ke daerah lain di precordium
daerah-daerah ini telah ditentukan untuk memberikan standararisasi. Ketika
mendengarkan pada apeks dan batas srernal bawah kiri dengan bel stetoskop,
pemeriksa harus menetukan apakah ada S3 dan S4. Bising jantung dapat tersebar
luas.
Observasi yang pentng adalah untuk menentukan tempat dimana bunyi
tersebut paling kuat atau paing jelas terdengar. Tidak ada dinding akustik didada.
Bising yang khas didengar di apeks denga penyebaran ke aksila dapat terdengar
ke leher, jika cuku kuat. Dalam contoh ini bising ini terdengar paling kuat di
apeks dan aksila.

3. Paru-paru (Potter Perry, 2009)


Thoraks Posterior
Pemeriksaan thoraks posterior dengan mengamati tanda dan gejala sistem lain
yang mengindikasikan masalah pulmonal. Penurunan kesadaran, pernafasan
cuping hidung, somnelen, dan sianosis merupakan contoh masalah oksigenasi.
Inspeksi bentuk dan kesimetrisan dada dari bagian depan (punggug) dan depan.
Bentuk atau poster badan sangat mempengaruhi gerakan ventilasi.

36
Kontul dada normal tampak simetris dengan diameter anterior posterior
sepertiga sampai setengah dari diameter lateral ke lateral. Dada berbentuk
gentong(diameter anteroposterior sama dengan diameter transfersal) menendakan
peuaan dan penyait paru kronis. Bayi hamper mempunyai bentuk bulat.
Perubahan kongenital dan postur menyebabkan kontur yang abnormal.
Beberapa klien bersandar atau menyamping karena adanya masalah penafasan.
Memegang dinding dada Karena nyeri menyebabkan klien membugkuk kearah
sisi yang sakit. Postur ini menggangu gerakan ventilasi.
Dengan berdiri digaris tengah dibalakang klien lihat adanya defarmitas,
posisi tulang belakang, lekukan iga, rertraksi ruang interkontan selama inspirasi
dan pelebaran ruang intercostal selama ekspirasi. Scapula normalnya tampak
simetris dan melekat ke dingdng thoraks. Tulang belakang yang normal tampak
lurus tanpa defiasi lateral.
Di posterior iga cenderung miring ke bawah dan samping. Ruang interkontal
lebih mudah terlihat pada klien yang kurus. Normalnya tidak ada penormalan
atau gerakan aktif diruang intercostal selama pernafasan. Pembesaran
mengindikasikan klien menggunakan tenaga ekstra untuk bernafas perhatikan
thoraks secara keseluruhan. Thoraks normalnya mengembang dan rileks berkala
dengan gerakan yang sama pada kedua sisi. Pada dewasa yang sehat frekuensi
nafas normal ada 12-20x/menit.
Lakukan palpasi thoraks posterior untuk mengkaji karakteristik lebih jauh.
Palpasi otot thoraks dan tulang untuk mendeteksi benjolan, masa, pulsasi, dan
gerakan yang tidak normal. Jika anda mendeteksi nyeri hindari palpasi dalam.
Fragmen iga yang patah dapat melukai organ vital. Normalnya dinding dada
tidak nyeri. Jika anda menemukan masa atau pembengkakan lakukan palpasi
untuk mengkaji ukuran, bentuk, dan kualitas lesi.
Untuk mengkaji pergerakan dada atau dalamnya pernafasan, berdiri
dibelakang klien dan letakkan ibu jari disepanjang penenjolan spinal di iga ke 10,
telapak tangan menyentuh permukaan posterolateral. Letakkan ibu jari 5 cm
jaraknya, mengarah ke tulang belakang dan jari mengarah ke lateral. Tekan
tangan kea rah tulang belakang sehingga muncul lipatan kulit kecil diantara ibu
jari.
Jangan menggeser tangan diatas kulit. Minta klien utnuk menarik nafas dalam
setelah mebuang nafas. Pergerakan dada tampak simetris memisahkan ibu jari 3-

37
5 cm. pergerakan yang terhambat dapat diakibatkan oleh nyerim deformitas,
postural atau kelelahan. Pada lansia pergerakan dada normlanya berkurang
karena klasifikasi kartilago kosta dan atrofi oto respirasi.
Saat berbicara suara yang dihasilkan pita suara ditransmisikan melalui paru
ke dingding dada. Ini menimbulkan fibrasi yang dapat dipalpasi dari luar. Fibrasi
ini disebut fremitusfokal atau fremitustaktil. Penumpukan mucus, kolapsnya
jaringan paru atau adanya lesi paru akan menghalangi fibrasi mencapai dinding
dada.
Untuk memalmasi premitustaktil letakkan permukaan palma jari atau bagian
ulna tangan pada ruang interkosta simetris, dimulai dari apeks paru. Minta klien
untuk mengatakan 77 palpasi kedua sisi bersaan dengan secara simetris untuk
perbandingan atau gunakan satu tangan yang dengan cepat berpindah kedua
sisi(saidel et al.,2006). Normalnya fibrasi terasa saat klien berbicara.
Jika fremitus terlalu lemah, minta klien berbicara lebih keras atau dengan nada
yang lebih rendah. Fremitus normal terdengar simetris. Febrasi paling keras
terasa dipuncak. Dengan bifurkasio trakea. Anda dapat mengkaji febrasi kuat
dinding dada bayi yang sedang mengais.
Auskultasi mengkaji pergerakan udara melalui trakea brokus dan mendeteksi
mucus atau obstruksi jalan nafas. Normalnya udara mengalir tanpa hambatan.
Dengan mengenali bunyi aliran udara normal perawat dapat mendeteksi suara
yang dihasilkan oleh obsturksi jalan nafas.
Letakkan diafragma stetoskop pada kuliat diatas kulit dada posterior diantara
iga. Klien melpat tangan sambil mearik nafas dalam perlahan dengan mulut
sedikit terbuka. Dengarkan inspirasi dan skepirasi pada tiap posis stetoskop.
Jika suara terlalu pelan minta klien untuk bernafas lebih keras dan cepat. Suara
nafas lebih keras pada anak-anak karea dinding dada mereka mereka yang lebih
tipis. Pada anak bel stetoskop lebih baik digunakan untuk digunakan karena
ukuran dada yang kecil.
Bandingkan suara paru-paru pada satu region sisi tubuh dan region yang sama
pada sisi yag berlawanan. Sulit untuk mengingat kualitas semua suara pada salah
satu sisi tubuh dan membandingkannya dengan seluruh suara disisi yang
berlawanan.
Auskultasi dilaukan untuk mengkaji pernafasan normal dan abnormal atau
suara adfentisius. Suara nafas normal memiliki banyak variasi tergantung area

38
yang di auskultasi. Anda nprmalnya mendengar suara bronkofesiku;ar dan
fesikular pada area thoraks posterior.
Suara nafas yang abnormal dapat diakibatkan oleh aliran udara melalui
saluran yang lembab, mucus, saluran yang menyampit, alveoli yang mengebnang
tiba-tiba atau inflamasi pleura. Suara anfentisius seing terdengar bersama dengan
suara normal. Empat jenus suara anfentisius adalah krekels, rongki, mengi dan
geseka fiksi pleura.
Tiap suara tersebut ditimbulkan oleh penyakit tertentu dan memiliki suara
yang khusus. Selama auskultasi perhatikan lokasi dan kerakteristik suara dan
dengarkan ketiadaan suara nafas pada klien pada lebus paru yang kolap atau telah
diangkat secara operatif.
Jika terdapat abnormalitas pada fremitus taktil atau auskultasi, lakukan
pemeriksaan resonansi vocal (suara bicara dan bisikan). Letakkan stetoskop pada
lokasi yang sama, minta klien mengucapkan “tujuh puluh tujuh” dengan nada
suara normal. Normalnya suara terdengar redup. Jika terdapat cairan yang
menekan paru, vibrasi akan mengahsilkan suara yang jelas (bronkofoni). Lalu
minta klien membisikkan “tujuh puluh tujuh”. Suara bisikan biasanya pelan dan
tidak jelas. Pada beberapa abnormalitas paru, bisikan ini terdengan jelas
(whispered pectoriloquy).
Toraks lateral
Lanjutkan pemeriksaan toraks posterior kebagian lateral dada. Klien duduk
selama pemeriksaan dada lateral. Minta klien mengangkat lengan agar mudah
memeriksa. Gunakan keterampilan inspeksi, palpasi, dan auskultasi. Jangan
mengkaji pergerakan dada dari lateral. Suara napas yang normal terdengar adalah
vesicular.

Toraks anterior
Karakteristik inspeksi yang dinilai sama dengan pemeriksaan toraks posterior.
Klien duduk atau berbaring dengan mengangkat kepala. Lihat otot pernapasan
aksesorius: sternokleiomastoideus, trapezius, dan abnominal. Otot aksesorius
bergerak sedikit dengan pernapasan normal. Saat klien membutuhkan usaha
untuk bernapas akibat olahraga berat atau penyakit (missal PPOK), otot
aksesorius dan otot abdomen akan berkontraksi. Beberapa klien akan
menghasilkan suara menggeram.

39
Perhatikan lebar sudut kosta. Biasanya melebihi 90 derajat antara kedua batas
kosta. Perhatika pola pernapasan. Pernapasan normal tenang dan hampir tidak
terdengar didekat mulut terbuka. Anda mengkaji frekuensi dan ritme napas dan
diafragmatik, sedangkan wanita menggunakan kosta (dada). Pengkajian yang
akurat terjadi saat klien bernapas pasif.
Palpasi otot toraks anterior dan tulang rangka untuk mendeteksi benjolan,
massa, nyeri, atau pergerakan yang abnormal. Sternum dan xifoideus relative
tidak fleksibel. Letakkan ibu jari parallel dengan batas kosta dengan jarak 6 cm
dengan telapak menyentuh dada anterolateral. Dorong ibu jari ke garis tengah
untuk menghasilkan lipatan kulit. Saat klien menarik napas dalam, normalnya ibu
jari akan terisah 3-5 cm, dengan tiap sisi mengembang sama.
Kaji fremitus taktil (tactile fremitus) di dinding pada anterior. Temuan
anterior berbeda dari posterior karena adanya jantung dan jaringan payudara.
Anda merasakan fremitus di dekat sternum pada ruang interkosat kedua, setinggi
bifurkasio bronkus. Fremitus akan berkurang di jantung, toraks bawah, dan
jaringan payudara.
Auskultasi toraks anterior memiliki pola sistemik . minta klien untuk duduk
(jika mampu) untuk memaksimalkan perkembangan dada. Beri perhatian khusus
pada lobus bawah dimana sekresi mucus banyak menumpuk. Cari suara
bronkoveskuler dan vesicular di atas di bawah klavikula, dan sepanjang perifer
paru-paru. Auskultasi juga suara bronkus, yang terdengar keras, bernada tinggi
dan kososng dengan ekspirasi yang lebih panjang dan pada inspirasi. Normalnya
anda menedengar suara ini ditrakea.

D.Kelainan pada bentuk dada, jantung dan paru-paru


1. Dada (Potter Perry, 2003)
a. Barrel chest
Timbul akibat terjadinya overinflation paru. Terjadi peningkatan
diameter AP:T (1:1), sering terjadi pada klien emfisema.

40
b. Funnel chest (pectus excavatum)
Timbul jika terjadi depresi dari bagian bawah dari sternum. Hal ini
akan menekan jantung dan pembuluh darah besar, yang mengakibatkan
murmur. Kondisi ini dapat timbul pada ricketsia, marfanas syndrome atau
akibat kecelakaan kerja.

c. Pigeon chest (pectus carinatum)


Timbul sebagai akibat dari ketidak tepatan sternum, dimana terjadi
peningkatan diameter AP. Timbul pada klien dengan kyphoscoliosis berat.

41
d. Kiposis
Meningkatnya kelengkungan normal kolumna vertebrae torakalis
menyebabkan klien tampak bongkok.

2. Jantung (Laura A Talbot, 1997)


a. Penyakit arteri coroner
Ini adalah penyakit paling umum dari penyakit jantung, dimana
dinding arteri menebal akibat akumulasi lemak. Kondisi ini menghambat
jumlah darah yang masuk ke jantung dan meningkatkan tekanan darah.
b. Trachycardia

42
Trachycardia pada dasarnnya istilah medis untuk meningkatkan
denyut jantung. Palpitasi dan detak jantung yang tinggi dapat disebabkan
karena beberapa alasan seperti merokok alcohol dan stress.
c. Penyakit otot jantung
kadang-kadang, otot-otot jantung juga melemah. Dalam hal ini
fungsi otot-otot jantung akan melambat sehingga tidak mampu memompa
darah yang cukup untuk tubuh.

d. Penyakit katup jantung


Jantung memiliki 4 katup. Jika satu atau lebih dari satu katup
jantung tidak bekerja dengan baik, anda dapat mengalami stroke atau
angina.
e. Bradikardi
Adalah istilah medis untuk denyut jntung yang lambat. Hal ini
terjadi ketika otot-otot jantung lelah. Alat pacu jantung yang dipasang
dijantung dapat kembali memacu denyut jantung yang melemah.
f. Gagal jantung
Sering terjadi ketika jantung tidak dapat memompa darah dan
berhenti bekerja. Hal ini bisa terjadi ketika seseorang kehilangan banyak
darah, terkejut atau bahkan karena gangguan paru-paru.
g. Penyakit jantung bawaan
Beberapa bayi dilahirkan dengan jantung yang lemah atau lubang
dijantung mereka. Kondisi tersebut dapat diperbaiki dengan operasi,
tetapi tidak selalu berhasil
h. Gangguan serebrovaskular
Terjadinya hambatan dalam sirkulasi darah dari jantung ke otak,
kondisi itu disebut penyakit serebrovaskular. Jenis penyakit jantung ini
sangat berbahaya karena dapat menyebabkan stroke pada otot.

3.Paru-paru (Laura A Talbot, 1997)


a. Pneumonia (radang paru-pau)
Peradangan dari gelembung udara mikroskopik paru-paru yaitu
alveolus dan saluran udara terkecil yaitu bronkiolus atau disebut neumonia.
Pneumonia dapat timbul diberbagai daerah di paru-paru. Pneumonia lobar
menyerang sebuah lobus atau potongan besar paru-paru. Pneumonia lobar

43
adalah bentuk pneumonia yang mempengaruhi area yang luas dan terus-
menerus dari lobus paru-paru.
Selain itu ada juga yang disebut bronkopneumonia yang menyerang
seberkan jaringan disalah satu paru-paru atau keduanya.

b. Penyakit legionnaries
Legionnaries adalah penyakit paru-paru yang disebabkan bakteri
legionella pneumophilia. Bentuk infeksinya mirip dengan pneumonia.

c. Efusi pleura
Cairan berlebih didlam membrane berlapis ganda yang mengelilingi
paru-paru disebut efusi pleura. Dua lapis membrane yang melapisi paru-paru
atau pleura dilumasi oleh sedikit cairan yang memungkinkan paru-paru
mengembang dan berkontraksi dengan halus dalam dinding dada. Infksi
seperti pneumonia dan tuberculosis, gagal jantung, dan beberapa kanker dapat

44
menimbulkan pengumpulan cairan diantara pleura. Jumlahnya bisa mencapai
3 liter yang menekan paru-paru.

d. Pneumotoraks
Pneumotoraks adalah penyakit yang terdapat di selaput paru atau
yang disebut pleura. Pada pneumotoraks, udara masuk ke dalam rongga
pleura. Keseimbangan tekanan pun berubah dan paru-paru megempis. Jika
lebih banyak udara yang masuk kedalam rongga tapi tidak dapat keluar,
tekanan disekitar paru-paru semakin tinggi yang dapat mengancam jiwa.
Pneumotoraks spontan dapat terjadi akibat pecahnya alveolus yang membesar
secara abnormal dipermukaan paru-paru atau akibat kondisi paru-paru, seperti
asma. Penyebab lain adalah patah tulang rusuk dan luka dada.

45
e. Sesak nafas (Asma)
Asma adalh penyakit radang paru-paru yang menimbulkan serangan
sesak nafas dan mengi yang berulang. Asma merupakan salah satu kelaian
paru-paru paling banyak dan bervariasi, menyerang satu dari empat anak di
beberapa daerah. Otot dindng saluran udara berkontraksi seperti kejang,
menyebabkan saluran udara menyempit, sehingga terjadi serangan sesak
napas. Penyempitan diperburuk oleh sekresi lender yang berlebihan. Sebagian
besar kasus terjadi di masa kanak-kanak dan biasanya berkaitan dengan
penyakit yang didasari oleh alergi aeperti eksema dan keduanya mempunyai
factor penykakit turunan.
f. Penyakit paru-paru obstruktif kronis
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) mempunyai karakteristik
keterbatasan jalan napas yang tidk sepenuhnya reversible. PPOK adalah
kelainan jangka panjang di mana terjadi kerusakan jaringan paru-paru secara
progresif dengan sesak nafas yang semakin berat. PPOK terutama meliputi
bronktis kronis dan emfisema, dua kelainan yang biasanya terjadi bersamaan.

2.4 Pengukuran tekanan darah


Tekanan darah diukur dengan pemeriksaan indirek pada esktremitas atas
dengan manset tekanan darah dan stetoskop. Manset harus memiliki lebar yang
tepat untuk mendapatkan pengukuran yang akurat. Idealnya, kantong dalam
manset harus mencakup 80% dari keliling lengan, dengan pusat kantong diatas
arteri barikialis. (Patrieia Gonce Morton, 2003)
Standar lebar manset untuk rata-rata lengan dewasa 12-14 cm. Manset yang
terlalu kecil memberikan hasil yang lebih tinggi sedangkan manset yang terlalu
besar menghasilkan nilai yang lebih kecil dari nilai yang sebenarnya. Manset yang
lebih sempi tersedia untuk digunakan pada anak-anak dan manset yang lebih besar
lebar atau manset paha digunakan untuk pasien obesitas atau pasien dengan tubuh
yang besar. (Patrieia Gonce Morton, 2003)
Untuk alternative pasien obesitas, manset ukuran standar dapat diletakkan
pada lengan bawah dibawah fossa antecubital, dan arteri radialis dapat dipalpasi
sehingga hanya nilai sistolik rata-rata yang dapat terukur. Instrument yang
mengukur tekanan darah pada pergelangan tangan atau jari mulai popular, namun
penggunaannya kurang disarankan karena potensi ketidak akuratannya. Stetoskop

46
harus yang memiliki standar yang baik. Bell end (cup) lebih digunakan untuk
auskultsi pada arteri brakialis; namun penggunaan diafragma (datar) lebih sering
digunakan dan dapat diterima. (Patrieia Gonce Morton, 2003)

2.5 Pengukuran Denyut Nadi


Pulsus harus dipalpasi selama satu menit sehingga ritme abnormal dapat
terdeteksi. Sebagai alternative, dapat dipalpasi selama 30 detik dan dikalika 2.
Untuk denyut nadi teratur hitung frekunsi nadi selam 15 detik dikalikan 4 (atau
alecs count hitung cepat selama 6 detik dikalikan 10. (Patrieia Gonce Morton,
2003)
Rata-rata pulsus orang dewasa normal adalah 60-80 kali permenit. Jika pulsus
lebih dari 100 kali permenit disebut takikardia, sedangkan jika pulsus kurang dari
60 kali permenit disebut bradikardia. Nilai pulsus abnormal dapat menjadi tanda
dari kelainan kardiovaskulat namun dapat dipengaruhi oleh latihan fisik, keadaan
pasien, kecemasan, obat, atau demam. (Patrieia Gonce Morton, 2003)
Pulsus normal merupakan serial dari ritme detak jantung yang terjadi pada
interval yang regular. Ketika detak terjadi pada interval yan ireguler, pulsus
disebut ireguler, disritmia atau aritmia. (Patrieia Gonce Morton, 2003)

2.6 Penghitungan RR
Pengertian respirasi rate (RR) ialah menghitung pernafasan yaitu menghitung
jumlah pernafasan dalam 1 menit. Nilai pemeriksaan pernafasan salah satu
indicator untuk mengetahui fungsi sitem pernafasan yang terdiri dari
mempertahankan pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam paru dan
pengaturan asam basa. Mekanisme pernafasan diatur dan dikendalikan oleh dua
factor utama yaitu kimiawi dan pengendalian oleh saraf. (Patrieia Gonce Morton,
2003)
Beberapa factor tertentu merangsang pusat pernafasan yang terletak didalam
medulla oblongata. Dan kalau dirangsang maka pusat itu mengeluarkan implus
yang disalurka oleh saraf spinalis ke otot pernafasan, yaitu otot diafragma dan otot
interkostalis. Pengendalian oleh saraf pusat pernafasan ialah suatu pusat otomatik
didalam medulla oblongata yang mengeluarkan impulse eferen ke otot pernafasan.

47
Melalui beberapa radix saraf srfikalis impuls ini diantarkan diafragma oleh
saraf frenikus dan dibagian yang lebih rendah pada sumsum belakang, impulsnya
berjalan daerah toraks melalui saraf interkostalis untuk merangsang otot
interkostalis. Impuls ini menimbulkan kontraksi ritmit pada otot diafragma dan
intercostal yang kecepatan kira-kira 15 kali setiap menit. (Patrieia Gonce Morton,
2003)
Kecepatan pernafasan pada wanita lebih tinggi dari pada pria. Kalau
pernafasan secara normal maka ekspirasi akan menyusul inspirasi, dan kemudian
ada istirahat sebentar. Inspirasi ekspirasi istirahat. Pada bayi yang sakit urutan ini
ada kalanya terbalik dan urutannya menjadi:inspirasi-istirahat-ekspirasi. Hal ini
disebut pernafasan terbalik. (Patrieia Gonce Morton, 2003)

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk memperoleh informasi mengenai
status kesehatan pasien. Tujuan definitnya adalah untuk mengidentifikasi status
“normal” dan kemudian mengetahui adanya kelaianan dari keadaan normal
tersebut dengan memvalidasi keadaan dan keluhan dari gejala pasien. Metode
pemeriksaan fisik yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi.
Tujuan utama interaksi dengan klien adalah mengetahui kekhawatiran
mereka dan membantu mencari pemecahannya. Perhatikan dengan teliti
kekhawatiran klien. Pandu wawancara dan dan pemriksaan sehingga anda
memperoleh gambaran yang jelas mengenai kondisi klien.
Pengkajian fisik dalam keperawatan pada dasarnya menggunakan cara-
cara yang sama dengan ilmu kedokteran yaitu: inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi. Pengkajian fisik kedokteran biasanya dilakukan dan diklasifikasikan
menurut sistem tubuh manusia dimana tujuan akhirnya adalah untuk menentukan
penyebab dan jenis penyakit yang diderita pasien.

3.2 Saran

48
Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui tentang materi konsep dasar
anamnesa dan pemeriksaan fisik, dan mahasiswa diharapkan belajar lebih giat
tentang anamnesa dan pemeriksaan fisik tidak hanya dalam makalah ini tetapi
juga membaca dalam buku-buku atau penelitian yang menerangkan tentang
anamnesa dan pemeriksaan fisik.

DAFTAR PUSTAKA

Perry, Potter. 2009. Fundamental Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika


Swartz, Mark H. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: EGC
Burnside, John W. 1995. Diagnosis Fisik. Jakarta: EGC
Morton, Patrieia Gonce. 2003. Panduan Pemeriksaan Kesehatan dengan
dokumentasi SOAPIE. Jakarta: EGC
Talbot, Laura A. 1997. Pengkajian Keperawatan. Jakarta: EGC

49

Anda mungkin juga menyukai